Anda di halaman 1dari 8

Artikel Riset Fitofarmaka Jurnal Ilmiah Farmasi

DOI : 10.33751/jf.v8i1.1172 Vol. 8, No.1, Juni 2018 : 59-66


p-ISSN : 2087-9164 e-ISSN : 2622-755X

UJI KARAKTERISTIK FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BIJI


KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre) DARI BOGOR, BANDUNG DAN
GARUT DENGAN METODE DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)

Evi Indah Wigati*, Esti Pratiwi, Trisni Fatwatun Nissa dan Novi Fajar Utami
Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, PO Box 452 Bogor 16143,
West Java, Indonesia
*E-mail: evhy_indah@yahoo.com

Diterima : 20 April 2018 Direvisi : 24 Mei 2018 Disetujui: 02 Juni 2018

ABSTRAK

Kopi robusta mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kafein dan
fenol. Senyawa fenol pada kopi memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Biji kopi
robusta yang ditanam di daerah Bandung, Bogor dan Garut, Jawa Barat dikenal
memiliki ciri dan citarasa berbeda yang khas dan unik. Perbedaan jumlah kandungan
senyawa kimia dari suatu tumbuhan disebabkan oleh perbedaan agroekologi (iklim dan
ketinggian tempat). Daerah Pangalengan (Bandung) memiliki ketinggian 817 mdpl,
Cariu (Bogor) memiliki ketinggian 680 mdpl dan Cikeris (Garut) memiliki ketinggian
900 mdpl. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan karakteristik fitokimia dan
aktivitas antioksidan pada biji kopi robusta roasting yang ditanam di ketiga daerah
tersebut. Karakteristik fitokimia dilakukan secara kualitatif dan aktivitas antioksidan
dilakukan dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Hasil uji karakteristik
fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak biji kopi robusta Bandung, Bogor dan Garut
mengandung senyawa alkaloid, flavanoid, saponin dan tanin. Ekstrak kopi robusta
Bandung, Bogor dan Garut menunjukkan aktifitas antioksidan yang berbeda nyata
berdasarkan hasil uji statistik analisis variansi dengan nilai IC50 masing-masing dicapai
pada konsentrasi 55,13 ppm, 56,48 ppm, dan 54,14 ppm. Dapat disimpulkan bahwa
ekstrak kopi robusta dari Garut memiliki kadar antioksidan paling tinggi dibandingkan
dengan aktifitas antioksidan dari kopi robusta Bandung dan Bogor.
Kata kunci: Kopi robusta, aktifitas antioksidan, metode DPPH

THE PHYTOCHEMICAL CHARACTERISTIC AND ANTIOXIDANT


ACTIVITY OF ROBUSTA COFFEE BEAN (Coffea canephora Pierre) FROM
BANDUNG, BOGOR AND GARUT BY DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)
METHOD

ABSTRACT

Robusta coffee contains alkaloids, flavonoids, saponins, tannins, caffeine and


phenols. Phenol compounds in coffee have activity as an antioxidant. Robusta coffee
beans grown in the area of Bandung, Bogor and Garut, West Java is known to have a
unique characteristics and distinctive flavors. The difference in chemical characteristics
of plant compounds is caused by the agroecological differences (climate and altitude).
Pangalengan area (Bandung) has a height of 817 AMSL, Cariu (Bogor) has a height of

59
Fitofarmaka Jurnal Ilmiah Farmasi

680 AMSL mdpl and Cikeris (Garut) has a height of 900 AMSL mdpl. The purpose of
this study was to determine the phytochemical characteristics and antioxidant activity of
robusta roasting coffee beans grown in these three areas. Phytochemical characteristics
were performed qualitatively and antioxidant activity was performed by DPPH method
(2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). The results of phytochemical characteristics test
showed that the extract of robusta coffee bean from Bandung, Bogor and Garut contain
alkaloid, flavanoid, saponin and tannin. The extract of robusta coffee from Bandung,
Bogor and Garut showed significantly different antioxidant activity based on results of
variance analysis statistical test with IC50 value of each achieved at concentrations of
55.13 ppm, 56.48 ppm, and 54.14 ppm. It can be concluded that robusta coffee extract
from Garut has the highest antioxidant level compared with antioxidant activity of
robusta coffee from Bandung and Bogor.
Keywords : Coffea canephora, antioxidant activity, DPPH method

PENDAHULUAN
Kopi merupakan bahan minuman 2016). Senyawa polifenol yang paling
yang terkenal di seluruh dunia maupun di banyak terkandung pada kopi adalah
Indonesia. Kopi yang berbentuk bubuk asam klo-rogenat dan asam kafeat.
maupun seduhannya memiliki aroma dan Jumlah asam klorogenat mencapai 90%
citarasa yang khas yang tidak dimiliki dari total fenol yang terdapat pada kopi
oleh bahan minuman lainnya (Yusmarini, 2011). Senyawa fenolik yang
(Ridwansyah, 2003). Umumnya tanaman terkandung dalam biji kopi robusta adalah
kopi ditanam di daerah yang memiliki asam klorogenat sebesar 9,0 gram/100
bulan kering maksimum 3 per tahun dan gram. Hasil penelitian menunjukkan
curah hujan pada kisaran1500-3500 mm bahwa asam klorogenat memiliki
per tahun. Untuk tanaman kopi jenis aktivitas antioksidan yang cukup kuat
robusta yang memiliki ciri berdaun lebar (Herawati dan Sukohar, 2013), juga
dan tipis, biasanya ditanam di ketinggian bersifat sebagai antifungi, antivirus,
40-900 meter dpl dan suhu rata-rata 15- antiinflamasi dan antibakteri (Amiliyah et
25°C (Hulupi dan Martini, 2013). Ada al., 2015).
beberapa daerah di Jawa Barat, yang Aktivitas antioksidan dari ekstrak
biasa ditanami kopi robusta yaitu daerah kopi maupun ekstrak tanaman lainnya
Pangalengan (Bandung) pada ketinggian umumnya diuji menggunakan metode
817 mdpl, Cariu (Bogor) pada ketinggian pengukuran radikal bebas dengan DPPH
680 mdpl dan Cikeris (Garut) pada (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Pada metode
ketinggian 900 mdpl. Perbedaan letak ini parameter yang diukur adalah IC50.
geografis dari suatu tumbuhan dapat Metode ini mengukur konsentrasi
menyebabkan perbedaan jumlah senyawa yang dibutuhkan untuk
kandungan metabolit sekunder yang menghambat 50% aktivitas senyawa
dihasilkan tumbuhan tersebut (Kardono, radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil
2003). menggunakan satu seri konsentrasi
Biji kopi robusta diketahui me- senyawa uji, kemudian
ngandung senyawa alkaloid, tanin, menginterpretasikan data eksperimental
saponin dan polifenol (Chairgulprasert, tersebut (Dehpour et al., 2009).

60
Uji Karakteristik Fitokimia…..(Evi Indah Wigati, dkk.)

METODE PENELITIAN Identifikasi Alkaloid


Alat dan Bahan Ekstrak ditimbang 500 mg lalu
Alat-alat yang digunakan adalah dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
botol gelap (botol cokelat), Vaccum Selanjutnya ditambahkan 1 ml HCl 2N
Dryer, tanur, krus, oven, dan 9 mL air dan dipanaskan di atas
spektrofotometer UV-Vis, dan alat gelas. penangas air selama 15 menit, kemudian
Bahan-bahan yang digunakan didinginkan dan disaring sehingga
adalah biji kopi robusta (rousting) dari menghasilkan filtrat atau larutan ekstrak.
Bogor, Bandung, dan Garut, etanol 96%, Filtrat selanjutkan digunakan untuk
petroleum eter pekat, metanol, etil asetat mengidentifikasi alkaloid sebagai berikut:
pekat, serbuk Zn, HCl 2 N, HCl pekat, 1. Filtrat diteteskan pada kaca arloji
serbuk Mg, Aquadest, pereaksi kemudian ditambahkan 2 tetes
Bouchardat, pereaksi Mayer, amonia reagen Bouchardat. Hasil positif
pekat, eter, etanol 80%, gelatin, NaCl, ditunjukkan dengan terbentuknya
FeCl3, DPPH dan Vitamin C. endapan coklat sampai hitam.
2. Filtrat diteteskan pada kaca arloji
Roasting dan Ektraksi Kopi Robusta kemudian ditambahkan 2 tetes
Biji kopi robusta dari Bogor, reagen Mayer. Hasil positif
Bandung, dan Garut di roasting atau ditunjukkan dengan terbentuknya
disangrai pada suhu 105ºC, kemudian di- endapan berwarna putih.
haluskan hingga menjadi serbuk simplisia 3. Filtrat diteteskan pada kaca arloji
kopi. Masing-masing serbuk simplisia kemudian ditambahkan 2 tetes
hasil roasting ditimbang 200 gram reagen Dragendroff. Hasil positif
kemudian dimasukkan dalam botol gelap. ditunjukkan dengan terbentuknya
Cairan pengekstraksi etanol 96% seba- endapan jingga coklat.
nyak 200 mL dimasukkan kedalam botol Hasil lebih dipastikan dengan
gelap, dibiarkan 18 jam, kemudian ditam- mengocok sisa filtrat dengan amoniak
bahkan kedalam botol berisi serbuk kopi pekat sebanyak 3 ml dan 10 ml campuran
hingga seluruh serbuk kopi terendam. eter-kloroform (3:1). Fase organik
Botol kopi ditutup rapat dan dienap- dipisahkan, ditambahkan natrium sulfat
tuangkan selama satu malam sambil dan disaring, larutan diteteskan pada kaca
dilakukan pengadukan sesering mungkin. arloji, diuapkan dan ditambahkan 2-3
Campuran kemudian disaring dan residu tetes HCL 2N, kemudian ditambahkan
direndam kembali dengan cairan pereaksi alkaloid (Dragendroff, Mayer
pengekstraksi yang baru. Filtrat dikum- dan Bouchardat).
pulkan kemudian dikeringkan meng-
gunakan Vaccum Dryer hingga diperoleh Identifikasi Saponin
ekstrak kering. Sebanyak 0,5 gram ekstrak
ditimbang lalu dimasukkan ke dalam
Uji Fitokimia Ekstrak tabung reaksi. Ditambahkan 10 mL air
Uji fitokimia dilakukan terhadap panas lalu didinginkan. Setelah dingin,
ekstrak kopi robusta meliputi identifikasi tabung reaksi dikocok kuat-kuat selama
kehadiran senyawa-senyawa alkaloid, 10 detik. Senyawa saponin ditunjukkan
flavonoid, saponin, flavonoid dan tanin dengan terbentuknya busa yang stabil
menggunakan Metode Hanani (2015). dengan penambahan asam klorida.

61
Fitofarmaka Jurnal Ilmiah Farmasi

Identifikasi Flavanoid Serbuk DPPH ditimbang tepat


Ditimbang 2 gram ekstrak, dikocok 39,432 mg, kemudian dimasukan
dengan diklorometan selama 15 menit, kedalam labu ukur 100 mL.
kemudian disaring. Filtrat diuapkan Dilarutkan dengan metanol p.a
hingga kering. Residu dilarutkan dalam hingga batas (sebelumnya labu ukur
metanol 50%, jika perlu dengan sudah dilapisi oleh alumunium foil).
pemanasan di atas penangas air, b. Larutan blanko
kemudian ditambahkan se-dikit logam Dipipet sebanyak 1 ml larutan DPPH
magnesium atau serbuk seng dan 5-6 tetes 1 mM, ditambahkan metanol p.a
asam klorida pekat dan kemudian sampai 10 ml, kemudian
dipanaskan beberapa menit di atas dihomogenkan. Larutan blanko
penangas air. Warna hijau biru yang diinkubasi pada suhu ruang selama
timbul menunjukkan adanya senyawa 30 menit (labu ukur dibungkus
flavonoid. alumunium foil).
c. Larutan standar induk vitamin C 100
Identifikasi Tanin ppm
Sebanyak 2 gram ekstrak
diekstraksi dengan etanol 80% (30 mL) Ditimbang 100 mg asam askorbat
selama 15 menit, kemudian disaring. lalu dimasukkan kedalam labu ukur 100
Filtrat yang didapat diuapkan diatas ml, kemudian dilarutkan dengan metanol
penangas. Ditambahkan aquadest panas p.a sampai batas (1000 ppm). Untuk
pada sisa penguapan dan diaduk, setelah mendapatkan larutan induk vitamin C 100
dingin larutan disentrifugasi. Dipisahkan ppm, dilakukan dengan cara memipet 10
cairan atas dengan cara dekantasi, filtrat mL vitamin C (1000 ppm) dimasukan
yang diperoleh selanjutnya digunakan kedalam labu ukur 100 mL dan dilarutkan
untuk mengidentifikasi senyawa tanin dengan metanol sampai pada batas 100
sebagai berikut: ppm (Purnamasari, 2015).
1. Filtrat ditambahkan larutan 10%
gelatin. Terbentuknya endapan putih Penentuan Panjang Gelombang
menunjukan hasil positif senyawa Maksimum
tanin. Dipipet metanol p.a kurang lebih 8
2. Filtrat ditambahkan larutan NaCl- mL kemudian ditambahkan 1 mL larutan
gelatin (larutan 1% gelatin dalam DPPH 1 mM lalu diencerkan sampai
10% NaCl dengan perbandingan batas dengan metanol p.a pada labu ukur
1:1). Ter-bentuknya endapan 10 mL dan diinkubasi pada suhu kamar
menunjukkan hasil posistif senyawa selama 30 menit. Kemudian diukur
tanin. serapannya pada panjang gelombang 500-
3. Filtrat ditambahkan larutan 3% besi 600 nm (se-belumnya labu ukur sudah
(III) klorida, hasil positif senyawa dilapisi alumunium foil) (Purnamasari,
tanin ditunjukkan dengan timbulnya 2015).
warna hijau biru hingga kehitaman.
Penentuan Waktu Inkubasi Optimum
Uji Aktivitas Antioksidan Dipipet sebanyak 1 mL larutan
Pembuatan Larutan induk standar vitamin C 100 ppm
a. Larutan DPPH 1 mM kemudian dimasukkan kedalam labu ukur
10 mL. Ditambahkan kurang lebih 4 mL

62
Uji Karakteristik Fitokimia…..(Evi Indah Wigati, dkk.)

metanol p.a dan 1 mL larutan DPPH 1 Pengujian Antioksidan Dengan Metode


mM. Lalu diencerkan dengan metanol p.a DPPH
sampai tanda batas dan dihomogenkan. Deret larutan uji, deret larutan
Serapan diukur pada panjang gelombang kontrol positif vitamin C dan blanko
maksimum dan diukur pada waktu 10, 20, diukur serapan pada spektrofotometer
30, 40, 50 dan 60 menit sehingga didapat dengan panjang gelombang maksimum
waktu serapan optimum yang stabil yang diperoleh. Nilai IC50 (Inhibitor
(sebelumnya labu ukur sudah dilapisi Concentration) 50 diperoleh dari
alumunium foil) (Purnamasari, 2015). potongan garis an-tara 50% daya hambat
dengan sumbu konsentrasi menggunakan
Pembuatan Deret Larutan Standar per-samaan linier (y = bx + a), dimana y
Vitamin C = 50 dan x menunjukkan IC50 (Molyneux,
Dalam labu ukur 10 mL dibuat 2004).
deret standar asam askorbat dengan
konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm dari HASIL DAN PEMBAHASAN
larutan induk 100 ppm. Ditambahkan 1 Kopi robusta dari daerah
mL larutan DPPH 1 mM dan diencerkan Bandung, Bogor, dan Garut menghasilkan
dengan metanol p.a hingga tanda batas. rendemen ekstrak kering dengan berat
diinkubasi pada waktu inkubasi optimum berbeda-beda yaitu dari 200 gram serbuk
dan diukur serapannya pada panjang simplisia kopi robusta diperoleh
gelombang maksimum dengan meng- rendemen ekstrak kering masing-masing
gunakan spektrofotometer UV-Vis 10,80%, 9,99% dan 12,81%. Serbuk
(Purnamasari, 2015). simplisia yang dihasilkan sedikit kasar,
berwarna cokelat tua, berbau aromatik
Pembuatan Variasi Larutan Uji khas kopi, memiliki rasa pahit.
Pembuatan variasi larutan uji dibuat Sedangkan ekstrak kering yang dihasilkan
dengan terlebih dahulu membuat larutan memiliki tekstur sedikit lengket,
induk 1000 ppm yaitu dengan melarutkan berwarna cokelat tua dan berbau bau
50 mg ekstrak kopi robusta. Masing- aromatik khas kopi.
masing dimasukkan kedalam labu ukur Rata-rata kadar air serbuk
50 mL, kemudian dilarutkan dengan simplisia kopi robusta dari Bandung
metanol p.a sampai tanda batas. Deret sebesar 3,18%, Bogor sebesar 2,39% dan
standar dibuat dengan konsentrasi 5, 10, Garut sebesar 3,68%. Hasil uji kadar abu
20, 40, 80 dan 100 ppm dari larutan induk yang diperoleh dari biji kopi robusta
kedalam labu ukur 10 mL. Ditambahkan Bandung adalah sebesar 9,80%, Bogor
4 mL metanol p.a dan 1 mL larutan sebesar 13,15% dan Garut sebesar 7,29%.
DPPH 1 mM dan diencerkan Data-data ini menunjukkan bahwa kadar
menggunakan metanol p.a hingga tanda air dan kadar abu serbuk kopi asal
batas dan homogenkan. Deret larutan uji Bandung, Bogor dan Garut memenuhi
didiamkan selama waktu optimum pada syarat sebagai biji kopi sangrai menurut
suhu kamar. Diukur absorban pada Badan Standar Nasional Indonesia
panjang gelombang maksimum (1992).
(sebelumnya labu ukur sudah dilapisi
alumunium foil) (Purnamasari, 2015).

63
Fitofarmaka Jurnal Ilmiah Farmasi

Karakteristik Fitokimia dengan penelitian Chairgulprasert (2016)


Hasil uji fitokimia menunjukkan yang menyatakan bahwa komponen kimia
bahwa kopi robusta roasting mengandung pada kopi robusta adalah alkaloid, tanin,
golongan senyawa alkaloid, tanin, saponin, flavanoid dan terpenoid.
saponin dan flavanoid. Hal ini sesuai

Tabel 1. Kandungan Fitokimia Serbuk Ekstrak Kopi Robusta Dari Bandung, Bogor dan
Garut
Golongan Senyawa Kimia
Nama Bahan
Alkaloid Tanin Saponin Flavanoid
Bandung + + + +
Bogor + + + +
Garut + + + +
Keterangan : + = Positif mengandung senyawa tersebut

Analisis alkaloid ektstrak biji kopi kuat sampel dengan akuades selama 30
robusta Bandung, Bogor dan Garut detik hingga terbentuk buih stabil dengan
menunjukkan hasil yang positif. penambahan HCl 2 N. Saponin pada
Pengujian ini dilakukan dengan pereaksi umumnya berada dalam bentuk glikosida,
Bouchardat dengan timbulnya endapan sehingga mempunyai kemampuan
coklat dan pereaksi Dragendroff dengan membentuk buih dalam air (Hanani,
adanya endapan coklat. Timbulnya 2015).
endapan karena adanya penggantian ligan Analisis senyawa flavanoid pada
nitrogen pada alkaloid yang memiliki ekstrak biji kopi robusta Bandung, Bogor
pasangan elektron bebas menggantikan dan Garut mengahsilkan hasil yang
ion iodo dalam pereaksi yang digunakan positif karena terjadinya perubahan warna
(Hanani, 2015). menjadi merah setelah ditambahkan
Analisis tanin pada ekstrak biji serbuk Magnesium. Hasil ini
kopi robusta Bandung, Bogor dan Garut menunjukkan adanya senyawa flavanoid
menghasilkan warna hijau kecoklatan pada sampel. Perubahan warna menjadi
yang dilakukan dengan penambahan merah karena terjadi reduksi oleh asam
pereaksi FeCl3. Hasil ini menunjukkan klorida dan magnesium (Hanani, 2015).
bahwa ekstrak biji kopi robusta positif
mengandung senyawa tanin yang Aktivitas Antioksidan
merupakan tanin terkondensasi. Selain Prinsip metode DPPH adalah
FeCl3 digunakan gelatin 1% dan NaCl penangkapan elektron bebas dari senyawa
10% yang ditandai dengan terbentuknya radikal yang menyebabkan berkurangnya
endapan putih yang menunjukkan bahwa intensitas warna radikal DPPH dari warna
sampel mengandung tanin. Hal tersebut ungu menjadi kuning (Dehpour et al.,
menunjukkan bahwa sifat tanin dapat 2009). Aktivitas antioksidan ekstrak kopi
mengendapkan protein (Hanani, 2015). dari Bandung, Bogor dan Garut dapat
Analisis senyawa saponin pada dilihat dari nilai IC50 pada Tabel 2.
ekstrak biji kopi robusta Bandung, Bogor
dan Garut dilakukan dengan mengocok

64
Uji Karakteristik Fitokimia…..(Evi Indah Wigati, dkk.)

Tabel 2. Nilai IC50 Ekstrak Kopi Robusta dari Bogor, Bandung dan Garut
Asal Jenis Ekstrak IC 50 (ppm)
Bandung 55,13 ± 0,28a
Bogor 55,13 ± 0,28a
Garut 54,14 ± 0,11c

Dari tabel diatas dapat diketahui KESIMPULAN


bahwa ekstrak kopi dari Garut memiliki Karakteristik fitokimia ekstrak biji
aktifitas antioksidan paling tinggi kopi robusta Bandung, Bogor dan Garut
dibandingkan dengan ekstrak kopi dari mengandung senyawa kimia yang sama,
Bandung dan Bogor. Perbedaan aktifitas yaitu alkaloid, flavanoid, tanin dan
antioksidan dari masing-masing ekstrak saponin. Aktivitas antioksidan ekstrak biji
kopi tersebut dapat secara langsung kopi robusta Garut memiliki IC50 sebesar
ataupun tidak langsung dipengaruhi oleh 54,14 ppm paling paling tinggi
zat aktif metabolit sekunder yang dibandingkan dengan ekstrak biji kopi
dihasilkan oleh tumbuhan (Coomes & robusta Bandung dan Bogor.
Allen, 2007 dan Irwanto, 2006). Produksi
metabolit sekunder pada tumbuhan REFERENSI
dipengaruhi oleh beberapa hal termasuk Amiliyah, R., A. Sumono & Hidayati, L.
iklim dan ketinggian tempat tanam. 2015. Deformasi plastis nilon
Berdasarkan penelitian Fatchurrozak et termoplastik setelah direndam
al. (2013) menyatakan bahwa ketinggian dalam ekstrak biji kopi robusta.
tempat tumbuh berpe-ngaruh pada Jurnal Pustaka Kesehatan. 3(1):
kandungan vitamin C dan aktivitas 117-121.
antioksidan Carica pus-bescens di Badan Standar Nasional Indonesia.
dataran tinggi Dieng. 1992. Kopi Instan. SNI 01-2983-
Analisis data statistik dengan 1992. Jakarta.
menggunakan SPSS 16.0 menyatakan Chairgulprasert, V. & K. Kittiya. (2017).
bahwa aktivitas antioksidan ekstrak biji Preminary phytochemichal
kopi ronbusta Bandung, Bogor dan Garut screening and antioxidant of
berbeda nyata dengan tingkat pengaruh robusta coffee blossom.
96,7% yang ditunjukkan dengan nilai p- Thammasat International
value < 0,05%. Uji lanjut dengan metode Journal of Science and
Duncan menunjukkan bahwa aktivitas Technology. Thailand. 22(1) : 1-
antioksidan biji kopi robusta Bandung, 8.
Bogor dan Garut saling berbeda nyata. Coomes, D.A., & R.B. Allen. 2007.
Perbedaan tingkat antioksidan dari ketiga Effects of size, competition and
jenis kopi ini terjadi berkaitan dengan altitude on tree growth. J. Ecol.
tinggi tempat tanam yaitu kopi robusta 95: 1084-1097.
yang ditanam di daerah Bandung dengan Dehpour A.A., M.A. Ebrahimzadeh,
ketinggian 817 mdpl, Bogor 680 mdpl S.F. Nabavi & S.M. Nabavi.
dan Garut 900 mdpl. 2009 Antioxidant activity of
methanol extract of Ferulla

65
Fitofarmaka Jurnal Ilmiah Farmasi

assafoetida and its essential oil Indonesia


composition. Grasas Aceites. Irwanto. 2006. Pengaruh perbedaan
60(4): 405-412. naungan terhadap pertumbuhan
Fatchurrozak, S & Sugiyarto. 2013. semai Shorea sp. di persemaian.
Pengaruh ketinggian tempat Tesis. Jurusan Ilmu-Ilmu
terhadap kandungan vitamin C Pertanian, Sekolah Pascasarjana,
dan zat antioksidan pada buah UGM. Yogyakarta.
Carica pubescens. El-Vivo. 1(1): Kardono, L. B. S., Artanti, N.,
24-31. Dewiyanti, I. D., Basuki, T.,
Ridwansyah. 2003. Pengolahan kopi. Padmawinata, K. 2003. Selected
Skripsi. Jurusan Teknologi Indonesian MedicalPlants:
Pertanian, Fakultas Pertanian, Monographs and Description
Universitas Sumatera Utara. Volume 1. Jakarta. Gramedia
Medan. Molyneux, P. 2004. The use of stable
Hanani, E. 2015. Analisis Fitokimia. free radical diphenylpicry-
ECG. Jakarta. hydrazyl (DPPH) for estimating
Herawati, H. Dan Sukohar, A. 2013. antioxidant activity. J. Sci.
Pengaruh Asam Klorogenat Kopi Technol. 26(2): 211- 219.
Robusta Lampung Terhadap Purnamasari, A. 2015. Uji toksisitas,
Ekspresi Cyclin D1 dan Caspase aktivitas antioksidan dan
3 pada Cell Lines HEP-G2. penentuan kadar flavonoid total
Seminar Nasional Sains dan ekstrak etanol 70% propolis serta
Teknologi V. Lampung: Fakultas serbuk nanopropolis. Skripsi.
Kedokteran Universitas Program Studi Farmasi,
Lampung. Universitas Pakuan. Bogor.
Hulupi R, Martini E. 2013. Pedoman Yusmarini. 2011. Senyawa polifenol
Budidaya dan Pemeliharaan pada kopi: pengaruh pengolahan,
Tanaman Kopi di Kebun metabolisme dan hubungannya
Campur. World Agroforestry dengan kesehatan. Jurnal SAGU.
Centre (ICRAF) Southeast Asia 10(2): 22-30.
Regional Program. Bogor,

66

Anda mungkin juga menyukai