Anda di halaman 1dari 9

REVIEW JURNAL IDENTIFIKASI SENYAWA SAPONIN PADA

TANAMAN OBAT

Judul : Analisis Dan Identifikasi Senyawa Saponin Dari Daun Bidara


(Zhizipus mauritania L.)
Jurnal : Jurnal ITEKIMA
Vol. dan Hal. : Vol. 2 No.1, Hal. 84-94
ISSN : 2548-947x
Tahun : 2017
Penulis : Adi Bintoro, Agus Malik Ibrahim, & Boima Situmeang

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk untuk menganalisis dan mengidentifikasi
senyawa saponin yang terkandung pada daun bidara (Ziziphus mauritania L.).
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi total menggunakan pelarut etil asetat
kemudian dilanjutkan pengidentifikasian gugus fungsi senyawa saponin dalam
daun bidara dengan FTIR dan pengujian senyawa saponin berdasarkan bobot
molekul (BM) dengan GC-MS sebagai data pendukung dari data FTIR. Hasil
analisis saponin dari ekstrak daun bidara menggunakan GCMS sebagai data
pendukung FTIR menunjukkan adanya senyawa saponin dengan bobot molekul
sebesar 873,0 g/mol pada waktu retensi 19,287 menit namun puncak yang
dihasilkan tidak dominan.
Pendahuluan
Tanaman daun bidara memiliki senyawa saponin yang kaya akan manfaat.
Senyawa saponin merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu terdiri dari
senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik
yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon).
Struktur saponin tersebut menyebabkan saponin bersifat seperti sabun atau
deterjen sehingga saponin disebut sebagai surfaktan alami (nama saponin diambil
dari sifat utama ini yaitu “sapo” dalam bahasa latin yaitu sabun (Hawley, 2004
dan Calabria, 2008). Saponin dapat diperoleh dari tumbuhan melalui metode
ekstraksi.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu neraca analitik, alumunium
foil, oven, blender, sudip, gelas ukur 1000 mL, tabung reaksi, pipet mohr 10 mL,
pipet tetes, penangas air, erlenmeyer 1000 mL, kertas saring, corong gelas, rotary
evaporator, gelas piala 1000 mL, spektroskopi FT-IR, dan GC-MS.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu daun bidara (Ziziphus
mauritania L.) yang berasal dari daerah Tegal Cabe, kecamatan Citangkil kota
Cilegon, aquades, asam klorida 2 N, kloroform, pereaksi Lieberman Burchard
(LB), metanol, dan etil asetat.
Metodologi
Identifikasi dilakukan dengan cara diambil sedikit sampel ekstrak yang
mengandung saponin dengan menggunakan sudip kemudian diidentifikasi dengan
spektrofotometer FTIR dengan bilangan gelombang 4000-400 cm-1 . Identifikasi
menggunakan GC-MS dengan cara mencocokan bobot molekul dan pola
fragmentasi dari senyawa yang diuji pada library system GC-MS, diperkuat
dengan referensi bobot molekul senyawa aktif saponin berdasarkan literatur.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan literatur yang didapat struktur golongan saponin hampir ratarata
memiliki gugus –OH di dalamnya. Diduga tidak munculnya gugus –OH yang
merupakan ciri saponin di dalam tanaman bidara dikarenakan adanya senyawa
aktif lain yang ikut terekstrak oleh pelarut semipolar yang dapat terukur oleh
FTIR.
Hasil fragmentasi spektra GC-MS pada waktu retensi 19,287 menit menunjukkan
keberadaan senyawa saponin dalam daun bidara tetapi tidak dominan (kadarnya
rendah) karena puncak yang muncul sangat kecil
Judul : Isolasi dan Identifikasi Senyawa Saponin Daun Bungkus (Smilax
Rotundifolia) Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultraviolet
Jurnal : Jurnal Farmasi FIK UINAM
Vol. dan Hal. : Vol.6 No.2, Hal. 115-121
Tahun : 2018
Penulis : Firawati dan M. Iqbal Pratama

Abstrak
Daun bungkus yang terkenal dengan kemampuannya dalam memperbesar
bagian tubuh yang berasal dari Papua ini ternyata belum banyak diteliti.
Kemampuannya dalam pembesaran penis ini diduga memiliki senyawa kimia
tertentu yang diantaranya saponin. Penelitian senyawa saponin dilakukan dengan
identifikasi dan isolasi dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis dan
spektrofotometri ultraviolet. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa daun bungkus
mengandung senyawa saponin yang ditandai dengan positif mengandung busa dan
warna hijau pada penambahan pereaksi Liebermann Bouchard. Hasil isolasi
diperoleh fraksi B yang positif membentuk senyawa tunggal pada metode KLT 2
dimensi. Panjang gelombang maksimum 266,20 nm dengan nilai serapan 0,2742
merupakan hasil identifikasi dari metode spektrofotometri ultraviolet.
Pendahuluan
Daun bungkus (Smilax rotundifolia) merupakan salah satu tanaman yang banyak
dibudidayakan di Indonesia terutama di daerah papua yang tumbuh di daerah
pesisir pantai dan dikenal berkhasiat tinggi sebagai obat kejantanan. Kegunaan
tumbuhan obat sebenarnya disebabkan oleh kandungan kimia yang dimiliki.
Beberapa kandungan senyawa kimia yang biasanya terkandung didalam tanaman
adalah saponin, tanin, alkaloid, flavonoid, dan steroid. Penelitian ini dimaksudkan
untuk mengkaji kandungan saponin karena mempunyai aktifitas farmakologi yang
cukup luas diantaranya meliputi immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi,
antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek
hipokolesterol (Hariana, 2013).
Alat dan Bahan
Lampu ultraviolet 366 nm, lempeng KLT G60F254, rotary evaporator,
spektrofotometri ultraviolet, asam asetat, asam klorida, asam sulfat 10% v/v, dietil
eter, etanol 96% v/v, kloroform, n-butanol, pereaksi Liebermann Bouchard,
sampel sarang semut (Smilax rotundifolia), dan silika gel.
Metodologi
Ekstrak daun bungkus dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisikan aquades 10 ml, dikocok dan ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida
2M. Uji positif saponin jika terbentuk busa stabil dengan ketinggian 1-3 cm
selama 30 detik. Simpilisia sebanyak 0,5 gram dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang telah berisikan kloroforom 10 mL, dipanaskan selama 5 menit dengan
penangas air sambil dikocok kemudian ditambahkan beberapa tetes preaksi LB
(Liebermann Bouchard). Uji positif saponin jika terbentuk cincin coklat atau
violet maka menunjukan adanya saponin triterpen, sedangkan warna hijau atau
biru menunjukan adanya saponin steroid. Identifikasi dilakukan terhadap fraksi B
secara spektrofotometri ultraviolet yang merupakan hasil positif saponin pada
proses kromatografi lapis tipis.
Hasil dan Pembahasan
identifikasi senyawa saponin dengan spektrofotometri ultraviolet. Proses
identifikasi dengan spektrofotometri UV bertujuan untuk mengetahui nilai
absorbansi senyawa saponin pada panjang gelombang maksimal yang terkandung
dari filtrat hasil isolat. Filtrat diidentifikasi dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 200-400 nm. Hasil identifikasi menunjukkan satu puncak dari garis
gelombang yaitu pada 266,20 nm sebagai panjang gelombang maksimal dan
memiliki nilai absorbansi 0,274. Sehingga positif mengandung saponin yang
ditandai dengan terbentuknya busa dan warna hijau (saponin steroid) dan terdapat
serapan sebanyak 0,274 pada panjang gelombang 266,20 nm spektrofotometri
ultraviolet.
Judul : Pemisahan, Isolasi, dan Identifikasi Senyawa Saponin dari Herba
Pegagan (Centella asiatica L. Urban)
Jurnal : Jurnal Farmasi Udayana,
Vol. dan Hal. : Vol 7, No 2, Hal. 68-76
Tahun : 2018
Penulis : Dewi, Adnyani, Pratama, Yanti, Manibuy, dan Warditiani

Abstrak
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) mengandung senyawa-senyawa metabolit
sekunder seperti triterpenoid, steroid, dan saponin. Herba pegagan dimaserasi
dengan etanol:akuades (70:30 v/v) menghasilkan rendemen sebesar 21,346%.
Skrining fitokimia ekstrak menunjukkan hasil positif mengandung saponin.
Fraksinasi dilakukan dengan kromatografi kolom lambat dan diperoleh 39 fraksi.
KLT subfraksinasi dilakukan pada fraksi no. 4, 5, 8, 10 dengan nilai Rf sebesar
0,45; 0,45; 0,5; dan 0,5375. Dilanjutkan dengan KLT preparatif dengan eluen
kloroform: methanol: air (65:25:4 v/v) menunjukkan adanya pita biru yang
menunjukkan adanya kandungan saponin. KLT hasil subfraksinasi dilakukan
dengan menggunakan eluen kloroform:metanol:akuades (65:25:4 v/v) didapatkan
spot berwarna biru dengan nilai Rf sebesar 0,46. KLT Dua Dimensi dilakukan
dengan menggunakan dua jenis eluen yaitu 6,9 mL kloroform, 2,7 mL metanol,
0,4 air mL dan 5,3 mL kloroform, 2,8 mL asam asetat glasial, 1,1 mL metanol dan
0,7 mL air. Spot hasil KLT dua dim
Pendahuluan
Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman yang sejak dulu digunakan
sebagai obat kulit, meningkatkan ketahanan tubuh (panjang umur), membersihkan
darah, dan memperbaiki gangguan pencernaan. Efek farmakologis dari pegagan
diantaranya sebagai anti infeksi, anti racun, penurun panas, peluruh air seni, anti
lepra, anti sipilis, anti pikun, untuk membantu mengatasi stress serta dapat sebagai
revitalitas tubuh dan otak otak yang lelah, untuk kesuburan wanita, serta sebagai
anti pikun (Kristina dkk., 2009). Konstituen utama yang terkandung di dalam
daun pegagan adalah saponin asiatikosida. Unsur utama dalam saponin triterpen
dalam pegagan (Centella asiatica) adalah asiatikosida dan madekassosida. unsur
saponin triterpen lain dalam pegagan (Centella asiatica) yaitu asiaticoside,
thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmosede, brahmic acid,
madasiatic acid, centelloside (Soenanto, 2009).

Alat dan Bahan


Bahan-bahan yang digunakan adalah herba pegagan diperoleh dari daerah
Padangsambian Denpasar Barat Bali, methanol (Bratachem® ), ethanol 96 %
(Bratachem® ), n-heksan (Bratachem® ), asam asetat glasial, asam asetat
anhidrat, akuades, anisaldehid, H2SO4, HCl 2N, plat silika gel GF254 (Merck® ),
bubuk silika gel 60 (Merck® ), kloroform (Bratachem® ). Alat-alat yang
digunakan adalah alat-alat gelas, alat penggiling (blender), toples kaca, cawan
porselin, timbangan analitik (Adam AFP-360 L), oven, chamber (Camag), pipet
kapiler, pinset, cutter, penangas air, termometer, lampu UV 254 nm dan 366 nm
(CAMAG), dan kolom kromatografi.
Metodologi
Dilakukan deffating 250,014 g dengan menggunakan pelarut n-heksan
sebanyak 850 ml kemudian dikeringkan hingga tidak tercium bau dari pelarut n-
heksan. Selanjutnya dimaserasi pelarut etanol 96% : air (70 : 30) sebanyak 1500
mL selama tiga hari terlindung dari cahaya dan wadah tertutup dengan sesekali
pengadukan. Setelah tiga hari, ampas dan endapan dipisah dari filtratnya. Ampas
dan endapan diremaserasi selama dua hari dengan pelarut etanol 96% : air 1100
mL. Filtrat yang didapat dipekatkan pada suhu 40è. Ekstrak kental yang diperoleh
ditentukan rendemennya
Hasil dan Pembahasan
KLT dua dimensi merupakan KLT yang menggunakan 2 eluen yang memiliki
tingkat kepolaran berbeda. Fase gerak pertama menggunakan campuran 6,9 mL
kloroform, 2,7 mL methanol, dan 0,4 mL air. Fase gerak kedua menggunakan
campuran 5,3 mL kloroform, 2,8 mL asam asetat glasial, 1,1 ml metanol dan 0,7
mL air (Harwoko et al., 2014; James and Dubery, 2011). Sampel yang ditotol
merupakan hasil dari KLTP, yang ditotolkan pada plat KLT hingga spot terlihat
gelap jika diamati dibawah sinar UV. Spot hasil KLT berwarna biru dengan Rf
elusi pertama yaitu 0,5 dimana mendekati dari nilai Rf madecassic acid karena
menurut James and Dubery (2011) madecassic acid memilki nilai Rf sebesar 0,55.
Nilai Rf pada elusi kedua diperoleh 0,71 dimana dimana mendekati dari nilai Rf
asiatic acid karena menurut Harwoko et al., (2011) asiatic acid memilki nilai Rf
sebesar 0,70.
Judul : Identifikasi Senyawa Saponin Ekstrak Etanol Pelepah Pisang Uli
Jurnal : SCIENTIA
Vol. dan Hal. : Vol. 7 No. 1, Hal. 56-60
Tahun : 2017
Penulis : Setya Enti Rikomah, Elmitra

Abstrak
Pisang merupakan hasil pertanian utama dunia yang tumbuh dan dikonsumsi oleh
lebih dari 100 negara yang memiliki iklim tropis dan subtropis. Pisang merupakan
tanaman yang dapat dijadikan bahan dasar dalam pengobatan. Tujuan penelitian
mengidentifikasi senyawa saponin pada ekstrak etanol pelepah pisang uli. Metode
penelitian dilakukan dengan cara maserasi simplisia pelepah pisang uli yang
sudah kering dengan menggunakan etanol 96 %, dilanjutkan dengan rotari
evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental. Ekstrak pelepah pisang uli yang
didapatkan dilakukan identifikasi menggunakan spektrofotometri UV-Vis
dibandingkan dengan baku saponin Calbiochem®. Hasil penelitian menunjukkan
identifikasi dengan Spektrofotometri UV-Vis didapatkan panjang gelombang
maksimum 220 nm dengan nilai absorbansi 0,639 dan dengan metode
Kromatrografi lapis tipis (KLT) didapatkan nilai Rf senyawa saponin dari ekstrak
pelepah pisang uli yaitu 0,825, nilai Rf baku saponin Calbiochem 0,84. Range Rf
saponin yaitu 0,79-0.84. Disimpulkan bahwa ekstrak pelepah pisang uli
mengandung senyawa saponin yang telah dibandingkan dengan baku saponin
Calbiochem®.
Pendahuluan
Pemanfaatan pisang pada industri masih belum populer dan yang dikenal sampai
saat ini masih terbatas pada buahnya (Pane, 2013). Saponin adalah metabolit
sekunder yang bersifat dapat membentuk busa, serta menghemolisis sel darah
merah. Pembentukan busa sewaktu mengekstraksi simplisia merupakan bukti
akan adanya saponin (Harborne, 1987).
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, neraca analitik, pipet tetes,
gelas ukur, labu ukur, botol coklat gelap, erlemeyer, rak dan tabung reaksi, tang
penjepit, pipa kapiler, kertas saring, corong gelas, waterbath, seperangnkat alat
UV-Vis. bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelepah pisang uli
(Musa x paradisiaca L.), aquadest, asam klorida 2 N, kloroform, Pereaksi
Lieberman Burchard (20 ml asam asetat glasial dan 1 ml asam sulfat pekat),
Alkohol 95%.
Metodologi
Identifikasi senyawa saponin dengan spektrofotometri UV-VIS dan KLT
(Suharto PAM, dkk, 2012)
1. Ekstrak kental 0,5 gram dilarutkan dengan alkohol 96% sehingga menjadi
larutan ekstrak, yang diidentifikasi secara kualitatif dengan spektrofotometri UV-
Vis. Larutan ekstrak sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam kuvet spektrofotometer
UV-Vis untuk identifikasi nilai absorbansi senyawa saponin pada panjang
gelombang maksimal. Pengamatan dilakukan pada range panjang gelombang 200-
400 nm dengan interval 5.
2. Ekstrak dilarutkan dengan alkohol 95% di totolkan pada plat KLT. Lempeng
kemudian dielusi dengan eluenkloroform : metanol : aquadest (13:7:2) dalam 100
ml.Pengamatan noda menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm. Lempeng
juga disemprotkan pereaksi Lieberman Burchard dihitung nilai Rf (Retensi
Faktor)
Hasil dan Pembahasan
Hasil identifikasi senyawa saponin ekstrak pelepah pisang uli didapatkan satu
puncak dari garis gelombang yaitu pada panjang gelombang 220 nm sebagai
panjang gelombang maksimal dan memiliki nilai absorbansi 0,639 yang
menunjukkan adanya senyawa saponin, hal ini sama dengan panjang gelombang
maksimal baku saponin Calbiochem® yaitu 220 nm dengan nilai absorbansi
0,617. Perolehan nilai absorbansi yang lebih baik jika berada pada rentang 0,2-0,8
(Skoog et al, 1998). Adanya perbedaan panjang gelombang maksimal yang
didapatkan dipengaruhi oleh kadar larutan, tebal larutan, kalibarasi alat. Letak
serapan makmsimum dari spektrum peresapan suatu zat dipengaruhi oleh polaritas
pelarut yang digunakan, semakin tinggi polaritas yang digunakan maka semakin
berpengaruh terhadap letak serapan maksimum (Redja, 1980).

Anda mungkin juga menyukai