Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA II

“Analisis Kualitatif Alkaloid, Terpenoid, Saponin, Tanin dan Steroid Simplisia Daun
Pepaya ( Carica papaya L., )

Dosen Pengampu : Dra. Ike Yulia Wiendarlina, M.Farm., Apt

Yulianita, M.Farm.

Novi Fajar Utami, M.Farm., Apt.

Marybeth Tri R.H, M.Farm., Apt

Siti Mahyuni, M.Sc

Asri Wulandari, M.Farm

Asisten Dosen : Rani Meiliana Wulandari

Disusun Oleh:

Dwi Rahayu Suciati

066118034

LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Mengetahui kandungan metabolit sekunder pada simplisisa daun papaya

1.2 Dasar Teori


Kimia bahan alam merupakan hasil perkembangan ilmu kimia organik yang
mempelajari senyawa-senyawa kimia yang tergolong metabolit sekunder. Senyawasenyawa
tersebut banyak ditemukan pada sumber alam, baik berupa tumbuhan, hewan yang masih
hidup maupun yag sudah mati. Senyawa-senyawa bahan alam ini digolongkan berdasarkan
empat kriteria yang berbeda yaitu: struktur kimia, keaktifan faal/fisiologis, taksonomi dan
biogenesis.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber tanaman obat yang secara
turuntemuruntelah digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Masyarakat sekarang lebih
memilih untuk back to naturewalaupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
semakin modern. Penggunaan obat tradisional menjadi pilihan utama karena efek samping
obat tradisional yang relatif kecil jika digunakan secara tepat dan tanpa penyalahgunaan
(Krisyanella, 2009). Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili caricaceae
telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional. Daun pepaya (Carica papaya L.)
mengandung alkaloid karpainin, karpain, pseudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan
karposid. Daun pepaya mengandung suatu glukosinolat yang disebut benzil isotiosianat.
Daun pepaya juga mengandung mineral seperti kalium, kalsium, magnesium, tembaga, zat
besi, zink, dan mangan (Milind dan Gurdita, 2011). Berdasarkan hasil penelitian ekstrak
etanol daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki aktivitas farmakologi sebagai antelmintik,
antimalaria, antibakteri, dan antiinflamasi (Owoyele et al., 2008; Rehena, 2010; Bora,
2012; Nirosha dan Mangalanayaki, 2013). Kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak
etanol daun pepaya (Carica papaya L.) diduga berperan terhadap aktivitas farmakologi
tersebut.
Pemilihan pelarut yang sesuai merupakan faktor penting dalam proses ekstraksi.
Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang dapat menyari sebagian besar metabolit
sekunder yang terdapat dalam simplisia (Depkes RI, 2008).
Senyawa metabolit adalah senyawa yang digolongkan berdasarkan biogenesisnya,
artinya berdasarkan sumber bahan baku dan jalur biosintesisnya. Terdapat 2 jenis metabolit
yaitu metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer (polisakarida, protein, lemak dan
asam nukleat) merupakan penyusun utama makhluk hidup, sedangkan metabolit sekunder
meski tidak sangat penting bagi eksistensi suatu makhluk hidup tetapi sering berperan
menghadapi spesies-spesies lain. Misalnya zat kimia untuk pertahanan, penarik seks,
feromon.
Fitokimia merupakan suatu disiplin ilmu yang bidang perhatiannya adalah aneka
ragam senyawa organik yang dibentuk oleh tumbuhan meliputi struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara ilmiah dan fungsi
biologisnya. Setiap tahap pengerjaan fitokimia merupakan bagian intergral dari seluruh
rangkaian pengerjaan dan merupakan aspek yang berhubungan. Hasil setiap tahap berkaitan
satu sama lain, oleh karenanya harus dilakukan dengan cara yang tepat dan teknik yang
benar. Penapisan fitokimia dimulai dengan pengumpulan sampel sebanyak mungkin. Oleh
karena kegiatan ini memakan waktu cukup lama maka penapisan fitokimia memegang
peranan terbesar dari kegiatan kimia bahan alam. Sekalipun kegiatan ini bertitik tolak pada
daya tarik kimiawi, hal ini tidaklah mengurangi manfaat hasil penelitian. Spesies-spesies
yang telah dianalisis secara fitokimia akan diinventarisasi untuk ditelaah lebih lanjut
mengenai struktur kimia senyawa-senyawa aktifnya (Farnswort, 1966 dan Lajis, 1985).

a. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik siklik yang mengadung nitrogen dengan bilangan
oksidasi negatif, yang penyebarannya terbatas pada makhluk hidup. Alkaloid juga
merupakan golongan zat metabolit sekunder yang terbesar, yang pada saat ini telah
diketahui sekitar 5500 buah. Alkaloid pada umunya mempunyai keaktifan fisiologi yang
menonjol, sehingga oleh manusia alkaloid sering dimanfaatkan untuk pengobatan. Struktur
dari alkaloid beranekaragam, dari mulai alkaloid berstruktur sederhana sampai yang rumit.
Salah satu alkaloid yang mempunyai struktur tersederhana adalah nikotina, tetapi nikotina
ini dampak fisiologinya cukup besar.
Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa sebaiknya ditinjau dari segi
biosintesis sebagai terpenoid termidifikasi, misalnya solanin, alkaloid-alkaloid kentang,
Solanum tuberosum. Banyak sekali alkaloid yang khas pada suatu tumbuhan atau beberapa
tumbuhan sekerabat, sehingga nama alkaloid sering diturunkan dari sumber tumbuhan
penghasilnya. Misalnya alkaloid Atropa atau alkaloid tropana, dan sebagainya.

b. Triterpen dan Steroid


Triterpen adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprena dan secara biosintersis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualen.
Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau
asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tak berwarna, berbentuk kristal, seringkali
bertitik leleh tinggi dan optis aktif, yang umurnya sukar dicirikan karena tak ada
kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan adalah Lieberman-Buchard yang dengan
kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijau biru.
Triterpen sekurang-kurangnya dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa:
triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Kedua golongan yang
terakhir sebenarnya triterpen atau steroid yang terutama terdapat pada glokosida. Triterpen
tertentu terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya.
Contohnya limonin, suatu senyawa pahit yang larut dalam lemak dan terdapat dalam
buah jeruk, Citrus nobilis. Sterol adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai
hormon kelamin, asam empedu, dan lain-lain), tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin
banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Sterol tertentu hanya
terdapat dalam tumbuhan rendah, contohnya ergosterol yang terdapat pada kamir dan
sejumlah jamur. Sterol lainnya terutama terdapat juga dalam tumbuhan rendah, tetapi
kadang-kadang terdapat juga dalam berbagai tumbuhan tinggi, misalnya fukosterol, yaitu
steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada kelapa.

c. Saponin dan Sapogenin


Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari
90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh
kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di laboratorium
menjadi sterol hewan yang kerkhasiat penting (misalnya kortison, estrogen, kontraseptik
dan lain-lain).
Dari segi ekonomi sapogenin penting juga karena kadang-kadang menimbulkan
keracunan pada ternak (misalnya Sapini alfalfa, Medicago sativa) atau karena rasanya yang
manis (misalnya glirizin dari akar manis, glycyrhiza glabra). Pola glikosida saponin yang
mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat.

d. Tanin
Tanin tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat
khusus dalam jaringan kayu. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari
tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai
karena kemampuannya menyambung silang protein.
Di dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi
bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat
terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pecernaan hewan.
Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan
karena rasanya yang sepat.
BAB II

METODE KERJA

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

1. Botol Maserasi
2. Beaker glass
3. Cawan uap
4. Timbangan analitik
5. Waterbath

2.1.2 Bahan

1. Asam asetat anhidrat 15. Serbuk Zn


2. Asam sulfat pekat 16. Simplisia daun pepaya
3. Aquadestillata
4. Ekstrak etanol daun pepaya
5. Etanol 96%
6. Eter
7. FeCl3
8. HCl 2N
9. N-heksan
10. Reagen dragendorff
11. Reagen Iodoplatinat
12. Reagen Liebermann- burchard
13. Reagen Mayer
14. Serbuk Mg
2.2 Cara kerja

Alkaloid

1. Dimasukkan 5 gram simplisia kering daun pepaya ke dalam erlenmeyer kemudian


ditlakukan maserasi dengan penambahan etanol sebanyak 5 ml
2. Filtrat kemudian disaring dan dilakukan identifikasi menggunakan pereaksi
dragendorff, pereaksi mayer dan pereaksi iodoplatinat diamati perubahan warna yang
terjadi

Flavonoid

1. Dimasukkan 0,5 gram simplisia kering daun pepaya ke dalam erlenmeyer


2. Ditambahkan etanol 96% sebanyak 10 ml kemudian diuapkan hingga kering
3. Dipindahkan ampas ke dalam cawan uap kemudian diteteskan 3- 5 tetes etanol.
Kemudian dibagi 2 dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
4. Tabung reaksi A ditambahkan serbun Zn dan HCl sebanyak 5-6 tetes kemudian
dipanaskan dan diamati perubahan warna yang terjadi
5. Tabung B ditambahkan serbuk Mg dan HCl sebanyak 5-6 tetes kemudian dipanaskan
dan diamati perubahan warna yang terjadi

Terpenoid

1. Dimasukkan simplisia kering daun pepaya sebanyak 1 gram ke dalam erlenmeyer


2. Dilakukan ekstraksi menggunakan n-heksan atau eter
3. Ditambahkan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat
4. Diamati perubahan warna yang terjadi

Steroid

1. Dimasukkan 2 ml ekstrak etanol daun pepaya dan 2 ml n-heksan ke dalam tabung reaksi
2. Dikocok
3. Lapisan n-heksan ditetesi dengan pereaksi Lieberman-burchard dan diamati perubahan
warna

Saponin

1. Dimasukkan 0,5 gram simplisia kering daun pepaya ke dalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 10 ml aquadest
3. Dikocok selama 10 menit sampai terbentuk busa
4. Ditetesi dengan HCl 2N kemudian amati busa

Tanin

1. Ektrak etanol daun pepaya ditambahkan dengan aquadest kemudian dididihkan


2. Filtrat disaring
3. Filtrat ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3 kemudian diamati perubahan warnanya
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan


Simplisia Senyawa Metode pengujian Hasil
metabolit
Alkaloid Reagen dragendroff Endapan Jingga
(Mahartiny,2014
Reagen mayer Endapan Putih
(Mahartiny, 2014)
Reagen iodoplatinat Putih
Flavonoid Serbuk Zn + HCL 5-6 Merah lembayung
tts
Simplisia Serbuk Mg + HCL 5-6 Merah kecoklatan
Daun Pepaya tts (Lina,2019)
(carica Terpenoid Asam asetat anhidrat + Merah tua (Lina,2019)
papaya) asam sulfat pekat
Steroid Reagen Lieberman- Terbentuk cincin biru
Burchand kehijauan
(Mahartiny,2014)
Saponin HCL 2N Terbentuk busa
(Lina,2014
Tannin FeCl3 Terbentuk warna hitam
kehijauan
(Mahartiny,2014)
4.2 Reaksi
Pereaksi Dragenroff

Pereaksi mayer

Flavonoid
Terpenoid

Steroid

Saponin
4.3 Pembahasan

Pada praktikum kali ini adalah mengenai skrining fitokimia simplisia daun papaya
(Carica papaya). Metabolit sekunder yang duji diantaranya adalah alkaloid, flavonoid,
terpenoid, saponin, steroid dan tanin. Metode skrining fitokimia secara kualitatif
inidilakukan melalui reaksi warna dengan menggunakan suatu pereaksi tertentu.

Pada identifikasi senyawa alkaloid dilakukan dengan menggunakan pereaksi


dragendorf dan pereaksi mayer. Prinsip dari metode analisis ini adalah reaksi pengendapan
yang terjadi karena adanya penggantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan
elektron bebas pada alkaloid dapat mengganti ion iodo dalam pereaksi-pereaksi. Pereaksi
Dragendorff mengandung bismut nitrat dan kalium iodida dalam larutan asam asetat glasial
[kalium tetraiodobismutat (III)]. Pada reaksi ini terjadi penggantian ligan dimana nitrogen
yang mempunyai pasangan elektron bebas pada alkaloid membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan ion K+ dari kalium tetraiodobismutat menghasilkan kompleks kalium-
alkaloid yang mengendap. reaksi pengendapan yang terjadi karena adanya penggantian
ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas pada alkaloid dapat
mengganti ion iodo dalam pereaksi.

Pereaksi Dragendorff ini dibuat dengan cara melarutkan bismut subnitrat dengan
asam asetat dan air. Penambahan bismuth subnitrat dengan asam asetat ini tujuannya agar
tidak terjadi hidrolisis. Hal ini karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk
ion bismutil (BiO+ ). Oleh karena itu, sgar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan maka
larutan itu ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya
ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam
Bismut(III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk
kalium tetraiodobismutat. Pereaksi ini berwarna jingga. Alkaloid, jika ada dalam larutan
sampel, akan bereaksi dengan pereaksi Dragendorff dan menghasilkan endapan jingga.
Pada pengujian alakaloid ekstrak etanol daun papaya dengan pereaksi dragendorf ini
menghasilkan endapan jingga yang menandakan bahwa daun papaya positif alkaloid.
Pada uji dengan reagen mayer yang mengandung kalium iodida dan merkuri klorida
(kalium tetraiodomerkurat(II)) menghasilkan endapan berwarna putih yiatu kompleks
kalium-alkaloid. Nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium
tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Pereaksi
Meyer ini dibuat dengan cara menambahkan HgCl2 dengan Kalium Iodida yang kemudian
dilarutkan dan diencerkan dengan akuades. larutan ini akan membentuk endapan merah
mercury mercury(II) iodide.

Pengujian flavonoid dilakukan dengan menggunakan serbuk magnesium yang


kemudian ditambahkan dengan HCL 5-6 tetes yang menghasilkan warna merah kecoklatan
yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid yaitu dihidroflavonol. Penambahan serbuk
magnesium dan asam klorida pada pengujian flavonoid akan menyebabkan tereduksinya
senyawa flavonoid yang ada dalam sampel yaitu terikatnya gugus karbonil flavonoid
dengan Mg sehingga menimbulkan reaksi warna merah dari garam flavilium.

Pada identifikasi senyawa steroid dan terpenoid digunakan perekasi Lieberman


burchard. Hal ini karena kelarutan senyawa steroid dan terpenoid dalam pelarut non polar
sehingga digunakan eter sebagai pelarut yang sesuai yang dapat melarutkan senyawa
tersebut. Pereaksi Lieberman Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan
asam sulfat pekat. Uji Lieberman-burchard ini menunjukan kemampuan senyawa untuk
membenrtuk warna H2SO4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrid. Hasil positif uji ini
adalah yang menghasilkan warna hijau atau merah ungu. Menurut Robinson (1995), ketika
senyawa triterpenoid ditetesi pereaksi Lieberman-Burchard melalui dindingnya akan
memberikan reaksi terbentuknya warna cincin kecoklatan, sedangkan steroid akan
menghasilkan warna hijau kebiruan. Reaksi yang terjadi antara steroid dengan asam asetat
anhidrat adalah reaksi asetilasi gugus OH pada steroid yang akan menghasilkan kompleks
asetil steroid.

Pada identifikasi senyawa saponin dilakukan dengan pengocokan selama 10 menit


dan penambahan HCl 2N. Terbentuknya busa/buih dikarenakan senyawa saponin memiliki
sifat fisik yang mudah larut dalam air dan akan menimbulkan busa ketika dikocok. g.
Senyawa yang memiliki gugus polar dan nonpolar bersifat aktif permukaan sehingga saat
dikocok dengan air, saponin dapat membentuk misel. Pada struktur misel, gugus polar
menghadap ke luar sedangkan gugus nonpolarnya menghadap ke dalam.

Pada pengujian senyawa tanin dengan menggunakan pereaksi besi (III) klorida
menghasilkan warna hitam kehijauan. Terjadinya pembentukan warna hijau ini karena
terbentuknya senyawa kompleks antara logam Fe dan tanin. Senyawa kompleks terbentuk
karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara ion atau atom logam dengan atom
nonlogam. Terjadinya warna biru kehitaman menunjukkan adanya tanin galat sedangkan
warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin katekol. Pada penambahan larutan FeCl3
bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tannin. Terbentuknya
senyawa kompleks antara tanin dan FeCl3 karena adanya ion Fe3+ sebagai atom pusat dan
tanin memiliki atom O yang mempunyai pasangan elektron bebas yang bisa
mengkoordinasikan ke atom pusat sebagai ligannya. Ion Fe3+ pada reaksi di atas mengikat
tiga tanin yang memiliki 2 atom donor yaitu atom O pada posisi 4’ dan 5’ dihidroksi,
sehingga ada enam pasangan elektron bebas yang bisa dikoordinasikan ke atom pusat.
Atom O pada posisi 4’ dan 5’ dihidroksi memiliki energi paling rendah dalam pembentukan
senyawa kompleks, sehingga memungkinkan menjadi sebuah ligan.
BAB V

KESIMPULAN

Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa :

 Ekstrak etanol daun papaya mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid,
flavonoid, terpenoid, steroid dan tannin.
 Senyawa aktif yang terkandung dalam daun pepaya adalah tanin, alkaloid, flavonoid,
steroid, dan saponin. Senyawa alkaloid dari ekstrak etanol daun pepaya memiliki
aktivitas antibakteri, namun aktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak
etanol daun papaya.
DAFTAR PUSTAKA

Bora, A. M. A. B. 2012. Vermisidal dan Ovisidal Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.)
Terhadap Cacing Ascaris suum Secara In Vitro. (Skripsi). Denpasar: Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana, pp. 23, 24, 26, 42

Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi 1. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Hal. 8-9, 10-12.

Fauziah,Lina.,2019. Extraction of papaya leaves (Carica papaya L) Using Ultrasonic


Cleaner. Jurnal Ilmu-ilmu MIPA.19(1). p. ISSN: 1411-1047 e. ISSN: 2503-2364.
35-45 Date accessed 02 April 2021

Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of


Pharmaceutical Sciences, 55(3): 216- 217.

Krisyanella, Dachriyanus, Marlina. 2009. Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Serta Isolasi
Senyawa Aktif Antibakteri dari Daun Karamunting ( Rhodomyrtus tomentosa
(W.Ait ) Hassk. Padang: Fakultas Farmasi Universitas Andalas

Milind, P., dan Gurditta. 2011. Basketful Benefits of Papaya. IRJP, 2(7): 6-12.

N. N., Mahatriny et al. SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA


(Carica papaya L.) YANG DIPEROLEH DARI DAERAH UBUD, KABUPATEN
GIANYAR, BALI. Jurnal Farmasi Udayana, [S.l.], oct. 2014. ISSN 2622-4607.
Date accessed: 02 April. 2021

Nirosha, N., dan R. Mangalanayaki. 2013. Antibacterial Activity of Leaves and Stem
Extract of Carica papaya L. IJAPBC, 2(3): 475.

Owoyele, B. V., O. M. Adebukola, A. A. Funmilayo, and A. O. Soladoye. 2008. Anti


inflammatory Activities of Ethanolic Extract of Carica papaya Leaves.
Inflammopharmacology, 16: 168-173.
Rehena, J.F. 2010. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya Linn.) sebagai
Antimalaria In Vitro. Jurnal Ilmu Dasar, 11(1): 96-100
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai