SKRIPSI
OLEH:
TRI AYU UTAMI
NIM 151501039
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
TRI AYU UTAMI
NIM 151501039
Puji dan syukur ke hadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat
ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
flavonoid, glikosida dan saponin, oleh karena itu daun nangka dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku alamiah untuk produk kebersihan dan kecantikan salah
satunya sabun mandi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan
simplisia daun nangka dalam bentuk sediaan sabun padat sebagai eksfolian,
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
ucapan terima kasih kepada ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt., dan ibu Dra.
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik
dan saran serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan
terima kasih juga kepada Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara,
Prof. Dr. Masfria, M.Si., Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas
selama masa pendidikan. Terima kasih kepada Penulis juga ingin mengucapkan
rasa terima kasih kepada Bapak Imam Bagus Sumantri, S.Farm., M.Si., Apt.,
serta arahan selama masa penelitian dan pendidikan. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi
Universitas sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan.
kepada kedua orangtua, Ayahanda Drs. Kausar Ar dan ibunda Dra. Nurlela S.pd
Khalid S.pd., dan M. Andry, S.Farm., M.Farm., Apt., yang telah tulus dan ikhlas
menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
sahabat tercinta (Laras S.Farm., Ica S.Farm., Amelia, Bening, Mutia, Aida, Ayu,
Suhel, Ika, Zura, Ijid, dan Milatun) yang selalu memberikan semangat, bantuan,
dan menemani penulis dalam proses perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FORMULASI SEDIAAN SABUN PADAT YANG MENGANDUNG
EKSFOLIAN SIMPLISIA DAUN NANGKA (Artocarpus
heterophyllus Lam.) SEBAGAI PERAWATAN
KULIT TUBUH
ABSTRAK
Latar Belakang: Kulit merupakan bagian penting dari tubuh, maka dari itu
diperlukan perawatan yang tepat untuk kulit. Daun nangka memiliki kandungan
flavonoid, glikosida dan saponin, oleh karena itu daun nangka dapat dimanfaatkan
sebagai bahan alamiah yang dapat digunakan untuk produk kebersihan dan
kecantikan seperti sabun mandi. Serbuk simplisia daun nangka digunakan sebagai
eksfolian pada sabun padat yang berfungsi untuk mengelupas dan mempermudah
dalam pelepasan sel-sel kulit mati.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan serbuk
simplisia daun nangka dalam bentuk sediaan sabun padat, menguji efektivitas
perawatan kulit terhadap punggung tangan kulit sukarelawan, dan menguji
kualitas mutu sabun padat berdasarkan Standar Nasional Indonesia.
Metode: Penelitian dilakukan secara eksperimental. Penelitian meliputi perolehan
sampel, identifikasi sampel, pembuatan simplisia, pengayakan simplisia
menggunakan mesh 80. Pembuatan sabun padat dimulai dari formula blanko (F0)
dan penambahan konsentrasi simplisia 3% (F1), 5% (F2), dan 7% (F3).
Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan meliputi pH, ketinggian busa. Pengujian
iritasi, dan hedonik terhadap sukarelawan. Pengujian efektivitas perawatan kulit
menggunakan alat skin analyzer terhadap kulit punggung tangan sukarelawan
meliputi: kadar air, kehalusan, pori, noda, keriput. Pemeriksaan kualitas sabun
padat berdasarkan Standar Nasional Indonesia yang meliputi; kadar air, total
lemak, bahan tidak larut dalam etanol, alkali bebas, lemak yang tidak tersabunkan
dan kadar klorida.
Hasil: Simplisia daun nangka dapat diformulasikan menjadi sediaan sabun padat,
memiliki pH 9,3-9,9, busa yang stabil, serta tidak mengiritasi kulit sukarelawan.
Dari seluruh formula sabun yang diuji, sabun yang mengandung konsentrasi
eksfolian tertinggi yaitu 7% (F3) memberikan efektivitas perawatan kulit terbaik
yaitu: kadar air meningkat 32,92%, kehalusan meningkat 25,86%, pori-pori
mengecil 25,82%, noda berkurang 21,10%, dan keriput berkurang 45,84%. Sabun
padat juga telah memenuhi Standart Nasional Indonesia yaitu; kadar air 5%, total
lemak 77%, bahan tidak larut dalam etanol 2,32%, alkali bebas 0,08%, lemak
yang tidak tersabunkan 0,4%, dan kadar klorida 0,8%.
Kesimpulan: Sediaan sabun padat yang mengandung eksfolian simplisia daun
nangka dengan konsentrasi 7% menunjukkan efektivitas perawatan kulit yang
paling baik dan telah memenuhi Standart Nasional Indonesia.
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FORMULATION OF SOLID SOAP CONTAINING EXFOLIANT OF
JACKFRUIT LEAVES SIMPLICIA (Artocarpus heterophyllus Lam.) AS
BODY SKIN CARE.
ABSTRACT
Background: Skin is an important part of the body, therefore a proper skin care
is needed. Jackfruit leaves contain flavonoids, glycosides and saponins, therefore
Jackfruit leaves can be used as a natural ingredient for hygiene and beauty
products, like bath soap. Jackfruit leaves simplicia powder that serve as an
exfoliant in solid soap can be used as peeling and easily releasing dead skin cells.
Objective: The aim of this research was to formulate the jackfruit simplicia in
solid soap form, determined its effectiveness to skin care on back of the hand
volunteers’ skin, and the quality assesment of solid soap based on Indonesian
National Standard.
Method: The study was conducted by experimental method. The research
included sampling, identification of the samples, simplicia preparation, sifting the
simplicia using mesh of 80. The preparation of solid soap was started from blank
formula (F0) and the addition of simplicia in various concentrations of 3% (F1),
5% (F2) and 7% (F3). Physical stability testing of preparations included of pH,
foam height. Irritation test and hedonic on volunteers’ skin. The effectiveness of
skin care testing using a skin analyzer on the skins of the backs of volunteers'
hands included moisture, smoothness, pore, stain, wrinkles. Inspection of solid
soap quality based on Indonesian National Standard included; water content, total
fat, insoluble material in ethanol, free alkali, non-soaped fat, and chloride level.
Results: Jackfruit leaves simplicia could be formulated into solid soap
preparations, their pH were 9.3-9.9, stable foam, and did not irritate volunteers’
skin. All of the soap formulas tested, soap containing the highest exfoliant with
7% concentration (F3) gave the best effectiveness of skin care, with 32.92%
moisture increased, 25.86% smoothness increased, 25.82% pores smaller, 21.10%
spot reduced, and 45.84% wrinkles reduced. The solid soap also fulfilled the
Indonesian National Standard, with 5% moisture content, 77% total fat, 2.32%
ethanol insoluble material, 0.08% free alkali, 0.4% non-soaped fat, 0.8% chloride
level.
Conclusion: Solid soap preparations containing jackfruit leaf simplicia exfoliant
with 7% concentration gave the best effectiveness of skin care and had fulfilled
the Indonesian National Standard.
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.5.2 Penetapan Kadar Air ............................................................................. 25
3.5.3 Penetapan Kadar Sari Larut Air ............................................................. 26
3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ........................................................ 27
3.5.5 Penetapan Kadar Abu Total ................................................................... 27
3.5.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam .............................................. 27
3.6 Uji Skrining Fitokimia .............................................................................. 28
3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida............................................................................ 28
3.6.2 Pemeriksaan Glikosida ........................................................................... 28
3.6.3 Pemeriksaan Sapoin ............................................................................... 29
3.6.4 Pemeriksaan Flavonoid ........................................................................... 29
3.6.5 Pemeriksaan Antrakuinon ...................................................................... 30
3.6.6 Pemeriksaan Tanin ................................................................................. 30
3.6.7 Pemeriksaan Steroid/Terpenoid ............................................................. 30
3.7 Formulasi Sediaan ...................................................................................... 31
3.7.1 Formula Modifikasi................................................................................. 31
3.8 Pembuatan Sabun Padat ............................................................................ 33
3.9 Pemeriksaan Sifat Fisik Sabun ................................................................... 33
3.10 Pengukuran Ph Sabun .............................................................................. 33
3.11 Pengukuran Ketinggian Busa ................................................................... 33
3.12 Pengelompokan Sukarelawan .................................................................. 34
3.13 Uji Hedonik .............................................................................................. 34
3.14 Iritasi Terhadap Sukarelawan ................................................................... 35
3.15 Pengujian Efektivitas Sabun .................................................................... 35
3.16 Penentuan Syarat Mutu Sabun ................................................................. 36
3.16.1 Penentuan Kadar Air ............................................................................. 36
3.16.2 Penentuan Total Lemak ........................................................................ 36
3.16.3 Bahan Tak Larut Dalam Etanol ............................................................ 37
3.16.4 Penentuan Alkali Bebas/Asam Lemak Bebas ....................................... 38
3.16.5 Lemak Tidak Tersabunkan .................................................................... 39
3.16.6 Kadar Klorida ........................................................................................ 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 41
4.1 Hasil Identifikasi Sampel .......................................................................... 41
4.2 Hasil Pemeriksaan Makroskopik................................................................ 41
4.3 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi . .............................................................. 41
4.4 Hasil Pemeriksaan Skrining Serbuk Simplisia .......................................... 42
4.5 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Sabun ........................................................ 42
4.6 Hasil Pengukuran pH Sabun ..................................................................... 44
4.7 Pengukuran Ketinggian Busa Sabun ........................................................ 45
4.8 Hasil Uji Hedonik ...................................................................................... 45
4.9 Hasil Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ..................................................... 46
4.10 Pengujian Efektivitas Sabun Padat .......................................................... 47
4.10.1 Kadar Air (Moisture) ........................................................................... 47
4.10.2 Kehalusan ............................................................................................. 50
4.10.3 Pori (pore) ............................................................................................ 52
4.10.4 Noda (spot) ........................................................................................... 54
4.10.5 Keriput (wrinkle) ................................................................................... 57
4.11 Hasil Uji Kualitas Sabun Padat ............................................................... 59
4.11.1 Kadar Air ............................................................................................... 59
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.11.2 Total Lemak .......................................................................................... 60
4.11.3 Asam Lemak Bebas/ Alkali Bebas ........................................................ 60
4.11.4 Bahan Tidak Larut Etanol ..................................................................... 61
4.11.5 Lemak Tidak Tersabunkan .................................................................... 62
4.11.6 Kadar Klorida ........................................................................................ 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 65
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 65
5.2 Saran .......................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 66
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
2.1 Parameter Hasil Pengukuran dengan Skin Analyzer .................................. 14
2.2 Syarat Mutu Sabun Mandi ........................................................................ 17
2.3 Syarat Mutu Minya Vco ............................................................................. 20
3.1 Formula Sediaan Sabun.............................................................................. 32
4.1 Hasil Pemeriksaan Karateristik Serbuk Simplisia Daun Nangka .............. 41
4.2 Hasil Pemeriksaan Skrining Serbuk Simplisia .......................................... 42
4.3 Data Organoleptis Sediaan Sabun yang Dilihat pada Hari 1 ..................... 42
4.4 Data Organoleptis Sediaan Sabun pada Hari ke 28 .................................. 43
4.5 Data Pengukuran pH Sabun Berdasarkan Hari ......................................... 44
4.6 Hasil Pengukuran Ketinggian Busa .......................................................... 45
4.7 Hasil Uji Iritasi Sukarelawan ................................................................... 46
4.8 Data Hasil Pengukuran Kadar Air ............................................................ 47
4.9 Data Hasil Pengukuran Kehalusan ............................................................ 50
4.10 Data Hasil Pengukuran Pori (pore) .......................................................... 52
4.11 Data Hasil Pengukuran Noda (spot)......................................................... 55
4.12 Data Hasil Pengukuran Keriput (wrinkle) ................................................ 57
4.13 Data Hasil Pengukuran Kadar Air............................................................ 59
4.14 Data Hasil Pengukuran Total Lemak ....................................................... 60
4.15 Data Hasil Pengukuran Alkali Bebas ....................................................... 61
4.16 Data Hasil Pengukuran Bahan Tidak Larut Etanol .................................. 61
4.17 Data Hasil Pengukuran Lemak Tidak Tersabunkan................................. 62
4.18 Data Hasil Pengukuran Kadar Klorida ..................................................... 63
4.19 Data Hasil Uji Kualitas Mutu Sabun........................................................ 64
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
2.1 Tumbuhan Nangka ..................................................................................... 6
2.2 Struktur Kulit ............................................................................................ 10
2.3 Proses Saponifikasi Trigliserida ................................................................. 17
4.1 Grafik Hasil Pengukuran Kadar Air (moisture) ........................................ 49
4.2 Grafik Hasil Pengukuran Kehalusan (evenness) ....................................... 51
4.3 Grafik Hasil Pengukuran Pori (pore) ........................................................ 53
4.4 Grafik Hasil Pengukuran Noda (spot) ....................................................... 56
4.5 Grafik Hasil Pengukuran Keriput (wrinkle) .............................................. 58
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
Kulit adalah bagian tubuh yang terpenting dari tubuh kita yang melindungi
bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau
dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, bakteri,
jamur, atau virus. Kulit juga berfungsi sebagai tempat keluarnya keringat atau sisa
metabolisme dalam tubuh, fungsi pengindera serta pengatur suhu tubuh (Artha,
2016).
Sabun yang telah berkembang sejak zaman mesir kuno berfungsi sebagai
alat pembersih. Keberadaan sabun yang hanya berfungsi sebagai bahan pembersih
dirasa kurang, mengingat pemasaran dan permintaan masyarakat akan nilai lebih
dari sabun mandi. Oleh karena itu, sebaiknya dikembangkan lagi sabun mandi
yang mempunyai nilai lebih, seperti pelembut kulit, antioksidan, mencegah gatal-
gatal dan mencerahkan kulit dengan penampilan (bentuk, aroma, warna) yang
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-
asam lemak. Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga
dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang
Daun nangka segar yang telah dikeringkan lalu dijadikan serbuk dapat
digunakan sebagai bahan campuran untuk produk kebersihan dan kecantikan salah
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
satunya sabun mandi. Serbuk yang berfungsi sebagai eksfolian pada sabun ini
pelepasan sel-sel kulit mati. Sabun mandi padat yang mengandung eksfolian
sangat diminati oleh masyarakat, hal ini disebabkan karena dipercaya dapat
antibakteri dan dapat merangsang sel baru pada kulit. Kandungan lainnya yaitu
belakangan tahun ini, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau
mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas serta memperbaiki
jaringan kulit yang rusak. Bekas jerawat, flek hitam atau luka pada bagian tubuh
dapat cepat hilang, selain itu daun nangka bermanfaat untuk meregenerasi dan
2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.2 Perumusan Masalah
Nasioanl Indonesia?
ini adalah:
Nasional Indonesia.
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.4 Tujuan Penelitian
heterophyllus Lam.).
4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Eksfolian
simplisia
daun nangka
- Organoleptis
Pemerikasaan - Ketinggian busa
sediaan sabun - pH
padat - Hedonik
Konsentrasi
- Iritasi
eksfolian
simplisia
daun nangka - Kadar air
(Artocarpus Efektivitas - Kehalusan
heterophyllus dengan skin - Pori
Lam.) pada analyzer - Noda
sediaan sabun - Keriput
padat.
- Kadar air
Kualitas mutu - Total lemak
sediaan sabun - Bahan tidak larut
dalam etanol
padat
- Alkali bebas
berdasarkan
- Lemak tidak
SNI tersabunkan
- Kadar klorida
5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tahun jika dirawat dengan baik dan tidak ada kemarau yang terlalu panjang.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.1 Morfologi Tanaman Nangka
pekarangan, ladang, atau kadang tubuh liar pada tanah yang tidak tergenang air.
Tumbuhan asli Nusa Tenggara ini tumbuhan baik di perbukitan dan dapat
Daun tebal seperti kulit, letak berseling, panjang tangkai 1-4 cm. Helaian daun
memanjang atau bulat telur sungsang, tepi rata kadang berlekuk 3-5, ujung
lebar 4,5-10 cm, berwarna hijau tua. Bunga dalam bulir, berkelamin tunggal
dalam satu pohon. Buah besar bergantung pada batang atau cabang utama, bentuk
memanjang atau berbentuk ginjal, panjang 30-90 cm, lebar sekitar 50 cm, berkulit
tebal dengan duri tempel pendek berbentuk piramida, berwarna hijau kekuningan,
dan berbau keras. Berat buah mencapai 20 kg. Daging buah tebal berwarna kuning
antibakteri dan merangsang sel kulit baru. Kandungan lainnya yaitu karbohidrat,
protein, vitamin A, C, kalsium, zat besi, fosfor dan antioksidan (Giorgio, 2000).
Zat aktif yang terdapat pada daun nangka adalah flavonoid, saponin dan tanin.
Senyawa saponin, flavonoid, dan tanin dapat bekerja sebagai antibakteri dan
merangsang pertumbuhan sel baru pada luka. Senyawa saponin akan merusak
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Eksfolian
diakibatkan oleh faktor lingkungan dengan cara mengangkat sel kulit mati dari
epidermis, merangsang pembentukan sel kulit yang baru di permukaan kulit dan
Ada dua jenis eksfolian yaitu: Manual dan kimiawi. Eksfolian manual
termasuk dalam penggunaan alat abrasif seperti sikat lembut atau scrub lembut.
melarutkan sel-sel kulit mati tanpa scrubbing. Eksfolian cocok dilakukan untuk
semua jenis kulit, bahkan untuk kulit sensitif sekalipun. Scrub yang baik harus
2.3 Kulit
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan
keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya
sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap
tekanan dan infeksi dari luar. Selain itu, kulit merupakan suatu kelenjar holokrin
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.2 Struktur kulit (Kalangi, 2013).
Menurut Tranggono dan Latifah (2007), luas kulit pada manusia rata-
rata ± 2 meter persegi, dengan berat 10 kg jika dengan lemaknya atau 4 kg jika
1. Epidermis
dari sudut pandang kosmetik karena lapisan ini berperan dalam tekstur dan
kelembaban kulit serta warna kulit. Jika permukaan epidermis kering dan kasar
berukuran 1 milimeter, misalnya pada telapak kaki dan telapak tangan, dari
lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi
dan perut. Sel-sel epidermis ini disebut keratinosit (Tranggono dan Latifah, 2007).
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Para ahli histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga ke
Stratum corneum terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak
memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat
sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar mengandung keratin, jenis
protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia.
Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar.
Secara alami, sel-sel yang sudah mati di permukaan kulit akan melepaskan diri
kehilangan air dan mengatur keseimbangan air di kulit. Dua komponen utama
yang memungkinkannya melakukan peran ini adalah lipid dan faktor pelembab
alami.
lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak
tangan dan telapak kaki. Antara stratum lucidum dan stratum granulosum terdapat
dalam butir keratohyalin itu terdapat bahan logam khususnya tembaga yang
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Lapisan malphigi (Stratum spinosum) yang selnya seperti berduri
berduri. Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri
atas serabut protein. Cairan limfe masih ditemukan mengitari sel-sel dalam
5. Lapisan basal (Stratum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis
sel-sel basal
stratum germinativum juga terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak
melanosit melayani sekitar 36 sel keratinosit. Kesatuan ini diberi nama unit
2. Dermis
bentuk dan keadaan, dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan
elastin, yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari
keseluruhan berat kulit manusia bebas lemak (Tranggono dan Latifah, 2007).
papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak
rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang
Latifah, 2007).
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.1 Fungsi Kulit
1. Proteksi ( perlindungan )
dan lain-lain.
Kulit akan menjaga suhu tubuh agar tetap optimal. Keringat yang keluar
temperature
3. Organ sekresi
Kulit juga berfungsi sebagai organ untuk melepaskan kelebihan air dan
Sebagai alat perasa, kulit akan bereaksi pada perbedaan suhu, sentuhan,
5. Absorpsi penyerapan
Beberapa zat tertentu bisa diserap masuk kedalam tubuh melalui kulit
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Kulit Normal
Merupakan kulit ideal yang sehat, memiliki pH normal, kadar air dan
kadar minyak seimbang, tekstur kulit kenyal, halus dan lembut, pori-pori kulit
kecil.
b. Kulit Berminyak
c. Kulit Kering
Adalah kulit yang tampak kasar, kusam, kulit mudah bersisik, terasa
d. Kulit Kombinasi
Merupakan jenis kulit kombinasi yaitu antara kulit wajah kering dan
berkulit kering.
e. Kulit Sensitif
kondisi tertentu, misalnya suhu, cuaca, bahan kosmetik atau bahan kimia lainnya
mendiagnosa keadaan pada kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter
yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi
13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lebih dalam dari lapisan kulit, dengan menggunakan mode pengukuran normal
dan polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer
menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat (Aramo,
2012).
menampilkan hasil dalam bentuk angka yang didapatkan akan secara langsung
disesuaikan dengan parameter yang telah diatur sedemikian rupa pada alat. Ketika
hasil muncul dalam bentuk angka, secara bersamaan kriteria hasil pengukuran
muncul dan dapat dimengerti dengan mudah oleh operator yang memeriksa
ataupun pasien. Menurut Aramo 2012, parameter hasil pengukuran dengan skin
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Aramo (2012), pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan
skin analyzer, yaitu: moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot
2.5 Simplisia
Bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan
pelican (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia berupa tumbuhan utuh, bagian
2.6 Kosmetik
atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
penampilan, dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi, serta memelihara
2.7 Sabun
Sabun merupakan hasil hidrolisa dari asam lemak dengan basa. Sabun
15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.3 proses saponifikasi trigliserida (Ken, 2008).
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-
asam lemak. Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga
dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang
berlebih, NaCl, dan gliserol. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai
hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat
hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat
hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul
sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun
mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel, yakni segerombolan (50-
dibuat dari proses saponifikasi atau netralisasi dari lemak,minyak, wax, rosin atau
asam dengan basa organik atau anorganik tanpa menimbulkan iritasi pada kulit.
Menurut SNI 06-3532-2016 syarat mutu sabun mandi dapat di lihat pada Tabel
2.2
16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.2 Syarat mutu sabun mandi
No Jenis Uji Satuan Standar
1. Kadar air % Maks 15,0
2. Total lemak % Min 65,0
Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu safonifikasi dan netralisasi.
dengan alkali menghasilkan gliserol dan asam lemak (sabun), sedangkan proses
netralisasi terjadi karena minya atau lemak masing –masing diubah menjadi asam
dapat bereaksi dengan soda kaustik (NaOH) menghasilkan sabun dan air (Rizka,
2017).
Minyak ataupun lemak yang digunakan hanya berbeda dalam segi bentuk
saja. Dimana secara umum berbentuk cair, sedangkan lemak berbentuk padat.
Alkali yang bisa digunakan dalam pembuatan sabun padat adalan natrium
hidroksia sedangkan dalam sediaan sabun cair ataupun shampoo adalah kalium
17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.7.2 Komponen Sabun
Sabun yang dibuat dari natrium hidroksida dikenal denagn sebutan sabun
keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan
Pada penelitian ini dibuat sabun padat sehingga alkali yang digunakan
basa kuat yang larut dalam air dan etanol. NaOH dapat berbentuk pellet, serpihan,
batang, atau bentuk lain, selain itu juga memiliki warna yang putih dan bersifat
higroskopis, bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap CO2 dan lembab
2. Asam stearat
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari
susunan hablur, putih atau kuning pucat, sedikit berbau mirip lemak lilin, larut
dalam 20 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian
eter P. Asam stearat berperan memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun
(Depkes, RI 1995).
3. Etanol
Etanol adalah campuran etil alkohol dan air, mengandung tidak kurang
dari 94,7% v/v atau 92,0% dan tidak dari 95,2% v/v atau 92,7% C2H6O7. Sangat
mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P. Etanol tidak berbau
dan tidak berasa tetapi memiliki bau yang khas. Bahan ini memabukkan jika
18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diminum. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O
(Depkes, 1979).
4. Gliserin
Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis
diikuti rasa hangat. Gliserin diperoleh dari hasil samping proses pembuatan sabun
atau dari asam lemak tumbuhan dan hewan (Ken, 2008). Gliserin merupakan
humektan yang dapat melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau
kondisi kelembapan tinggi. Gliserin dapat larut dalam iar dan alkohol atau yang
lainnya sehingga dapat dikatakan bahwa gliserin merupakan pelarut yang baik
(Depkes, 1979).
5. Asam sitrat
asam organik lemah dan digunakan sebagai bahan pengawet alami. Berfungsi
sebagai agen pengelat (chelating agent) yaitu pengikat ion-ion logam pemicu
pemanasan. Asam sitrat juga dapat dimanfaatkan sebagai pengawet dan pengatur
pH (Ken, 2008).
Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak yang diperoleh dari buah
serta mengandung banyak asam laurat. VCO mengandung asam lemak rantai
Virgin Coconut Oil (VCO) adalah salah satu produk olahan buah kelapa
yang nilai jualnya sangat tinggi, karena komposisi penyusun VCO terdiri dari
19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
asam lemak asam lemak rantai sedang yang dapat menjaga kesehatan tubuh dan
Dalam sediaan kosmetik Virgin Coconut Oil (VCO) dapat dipakai secara
langsung sebagai hand body yang berfungsi mencegah kekeringan dan kulit
pecah-pecah, dipakai pada kulit kepala guna menghilangkan ketombe, serta dapat
dioles pada wajah dan kulit untuk mencegah penuaan dini dan menghilangkan
spot yang diakibatkan oleh paparan sinar UV. Di samping itu, VCO juga dapat
digunakan sebagai bahan dasar sabun dan shampoo karena sabun VCO
menghasilkan busa yang cukup baik. Riset dan uji klinis telah membuktikan
melembabkan kulit dan mengencangkan kulit serta mencegah keriput dan bercak-
bercak penuaan (Setyoningrum, 2010). Menurut SNI 2008 syarat mutu VCO
Menurut syarat mutu VCO berdasarkan SNI 2008 bahwa asam laurat
memiliki nilai yang paling tinggi. Asam laurat ini berfungsi untuk menghaluskan
20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan melelmbabkan kulit serta penghasil busa yang baik untuk sediaan sabun.
sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua
sifat sabun.
1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-polar, seperti
tetesan-tetesan minyak.
2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak
menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling
1. Sabun Transparan
Sabun yang satu ini mempunyai kadar yang sangat ringan, sehingga sabun
ini sangat cocok sekali digunakan untuk semua kulit. Sabun ini juga mempunyai
sifat yang mudah larut, sehingga sangat cocok sekali digunakan dalam kehidupan
memiliki rantai karbon yang tidak terlalu panjang, secara umum dibawah 18.
Bahan minyak untuk membuat sabun transparan yang paling sering dijumpai
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Sabun Kecantikan
Sabun kecantikan dapat berupa sabun foam yaitu sabun yang mempunyai
sangatlah fleksibel sehingga sangat nyaman untuk dibawa sehari-hari. Sabun ini
mempunyai tekstur scrub yang sedikit kasar. Sabun ini mempunyai manfaat untuk
membersihkan serta mengangkat sel kulit mati, sehingga dapat mencerahkan kulit
wajah. Namun tidak dianjurkan untuk pemakian yang terlalu sering karena dapat
membuat kulit wajah menjadi kering. Selain itu ada sabun Acne sabun ini sangat
cocok untuk kulit yang mengalami masalah jerawat. Karena sabun ini
3. Sabun Natural
melibatkan bahan kimia sintetis. Sebuah sabun disebut natural ketika peran SLS
sintetis, dll). Penjelasan kali ini akan membahas tentang penggunaan minyak
nabati yang memiliki fungsi spesifik dalam pembuatan sabun, lebih dapat
Minyak nabati yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun natural merupakan
kombinasi dari minyak zaitun, minyak kelapa, dan minyak kelapa sawit.
baik, mampu membersihkan kulit serta menjaga kelembaban dan menutrisi kulit
(Nasution, 2017).
22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODE PENELITIAN
sabun padat dimulai dari blanko (F0), penambahan simplisia daun nangka
uji iritasi dan uji hedonik. Pengujian efektivitas sabun padat yaitu: kadar air
(moisture), kehalusan (evenness), pori (pore), noda (spot), dan keriput (wrinkle).
Pemeriksaan kualitas mutu sabun meliputi: kadar air, total lemak, asam lemak
bebas/alkali bebas, bahan tidak larut dalam etanol, dan lemak tidak tersabunkan
Farmasi USU.
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: alat alat gelas
neraca analitik (Boeco Germany), penangas air, pH meter, skin analyzer (Aramo-
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2 Bahan
asam stearat, propilen glikol, asam sitrat, NaOH, etanol, natrium lauril sulfat,
3.3 Sukarelawan
orang mahasiswi berusia sekitar 20-23 tahun, tidak memiliki riwayat alergi pada
membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang
digunakan adalah daun nangka yang diperoleh dari jalan Tanjung Anom Desa
Sampel yang diuji dalam penelitian ini adalah daun nangka segar yang
diambil secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama
dari daerah lain. Daun nangka yang masih segar dicuci hingga bersih. Lalu daun
24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4.3 Pembuatan Simplisia
pengering pada suhu 400C selama 3-5 hari yang ditandai dengan warna daun
kecoklatan dan sudah tampak lekang. Setelah itu daun disortasi kering dan di
penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total,
simplisia daun nangka dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur
sampel.
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Penjenuhan toluena
alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama
volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar
suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca
dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan
kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung
dalam persen.
24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml)
dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan
dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
ₒ
dipanaskan pada suhu 105 C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes
RI, 1995).
24 jam dalam100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah
ₒ
ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105 C sampai bobot tetap. Kadar sari
larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI,
1995).
dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,
ₒ
dilakukan pada suhu 600 C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang
dan antrakuinon.
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk uji alkaloida sebagai
berikut:
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer akan
akan terbentuk endapan merah atau jingga. Alkaloida positif jika terjadi
endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas
campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks
28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan
dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada
ₒ
temperatur tidak lebih dari 50 C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan
dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan
ditambahkan 2 ml asam klorida pekat. Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu
selama 10 detik, jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm yang
stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes
asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes
RI, 1995).
dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok
ₒ
hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40 C.
29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol
96%, ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 ml asam klorida pekat, terjadi
warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida (Depkes
RI, 1995).
hidroksida 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak
Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida.
Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM,
1979).
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul
warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan
30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.7 Formulasi Sediaan
R/ Minyak Kelapa 20 g
Asam stearat 7,0 g
NaOH 30% 20 g
Etanol 15 g
Gliserin 13 g
Asam sitrat 3g
NaCl 2g
Gula (sukrosa) 7,5 g
Coco DEA 3g
Akuades 4,5 g
Formula Modifikasi:
R/ Minyak VCO 25 g
Asam stearat 8,0 g
NaOH 5g
Etanol 25 g
Gliserin 15 g
Asam sitrat 5g
NaCl 2g
Propilen glikol 15 g
SLS 2g
TEA 5 tetes
Akuades 60 ml
Simplisia daun nangka X%
Parfum (Essen Nangka) q.s
31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 3.1 Formula sediaan sabun padat dengan penambahan konsentrasi
simplisia daun nangka
Nama Bahan Formula
F0 F1 F2 F3
Minyak VCO 25 g 25 g 25 g 25 g
Propilen glikol 15 g 15 g 15 g 15 g
NaCl 2g 2g 2g 2g
NaOH 5g 5g 5g 5g
Asam stearate 8g 8g 8g 8g
Asam sitrat 5g 5g 5g 5g
Etanol 25 g 25 g 25 g 25 g
Gliserin 15 g 15 g 15 g 15 g
SLS 2g 2g 2g 2g
32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.8 Pembuatan Sabun Padat
Disiapkan alat dan bahan yang digunakan, ditimbang semua bahan yang
akan digunakan, dimasukkan minyak kelapa, asam stearat, propilen glikol dan 20
ₒ
diatas penangas air dengan suhu 60-70 C selama 30 menit sambil diaduk
homogen (a) dilarutkan NaOH dengan 20 ml akuades (b) dilarutkan juga asam
diangkat campuran dan ditambahkan etanol 96% sambil diaduk homogen selama
pewarna serta tea sebanyak 5 tetes kemudian sambil aduk sampai homogen
kedalam cetakan silikon dan ditunggu hingga mengeras sabun padat sudah selesai.
standar netral (pH 7,0) dan larutan dapar pH asam (pH 4,0) hingga alat
1 g sediaan lalu dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml dan dipanaskan lalu di
33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dinginkan. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat
(konsentrasi 0,1%). Larutan sabun tersebut dikocok selama 100 detik sebanyak
200 kali kocokan (dengan dua kali kocokan/detik). Busa yang terbentuk
dibiarkan selama 5 menit dan 10 menit kemudian diukur ketinggian busa yang
yaitu :
kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. Uji hedonik dilakukan dengan
cara mengukur, menilai atau mengkaji mutu komoditas dengan menggunakan alat
34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
indra manusia yaitu penglihatan, penciuman, peraba. Parameternya meliputi
warna, aroma, dan tekstur sediaan. Skala hedonik yang dihasilkan berkisar 1-2,
yaitu: 1. Tidak suka, 2. Suka. Uji hedonik yang dilakukan pada penelitian ini
terbuka yaitu tanpa penutup. Sediaan sabun padat yang sudah dilakukan
lebih kurang 24 jam, hasil pembacaan uji tempel bervariasi antara lemah (+) kuat
(++) dan hebat (+++) terhadap gejala yang timbul berupa iritasi pada kulit, gatal,
pengukuran kadar air (moisture), pengukuran kehalusan kulit (evenness) dan besar
Pengukuran efektivitas sabun padat dimulai dengan mengukur kondisi kulit awal
sebelum dilakukan perawatan, hal ini bertujuan untuk dapat melihat seberapa
besar pengaruh sabun padat yang mengandung eksfolian simplisia daun nangka
yang digunakan dalam memulihkan kulit yang telah mengalami penuaan tersebut.
35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.16 Penentuan Syarat Mutu Sabun
cawan petri yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu (105 ± 2) oC selama 30
menit. Sampel kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu (105 ± 2) oC selama 1
jam. Sampel kering didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang (BSN, 2016).
b1 b2
Kadarair x 100%
b1
Keterangan
bI = Bobot contoh uji dan cawan petri sebelum pemansan, (g)
b2 = Bobot contoh uji dan cawan petri setelah pemanasan, (g)
akuades panas pada suhu (70-80)oC lalu dimasukkan ke dalam corong pisah.
Kemudian, sampel dalam corong pisah ditambah dengan beberapa tetes larutan
sebanyak 3 kali menggunakan pelarut n-heksana 100 mL, 50 mL, dan 50 mL.
tetes indikator PP. Larutan dititrasi dengan larutan KOH alkoholis 1N kemudian
dicatat volume yang digunakan. Larutan alkoholis dari hasil titrasi diuapkan,
36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
residu yang terbentuk kemudian dipanaskan pada oven dengan suhu (103 ± 2)oC
netral dan dipanaskan dalam rangkaian alat refluks sampai sabun larut seluruhnya.
Sampel yang sudah larut disaring menggunakan kertas saring yang sebelumnya
dikeringkan dalam oven pada suhu (100-105) 0C selama 30 menit. Sampel yang
tersisa dalam labu didih dicuci dengan menggunakan larutan etanol netral. Residu
pada kertas saring dicuci dengan menggunakan larutan etanol netral sampai bebas
terhadap sabun. Residu pada kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu
b2 b0
Bahan tak larut dalam etanol x 100
b1
Keterangan :
Bahan tak larut dalam etanol dalam satuan % fraksi massa
bo = bobot kertas saring atau cawan gooch kosong, g
b1 = bobot contoh uji, g
b2 = bobot kertas saring atau cawan gooch kosong dan residu, g
37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.16.4 Penentuan Alkali Bebas/ Asam Lemak Bebas
Filtrat dari penentuan bahan tak larut dalam etanol dipanaskan, masukkan
indikator fenoftalein. Jika larutan tersebut bersifat asam, titrasi dengan larutan
standar KOH sampai timbul warna merah muda yang stabil. Jika larutan tersebut
bersifat alkali, titrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N sampai warna merah tepat
hilang. Hitung menjadi NaOH jika alkali atau menjadi asam oleat jika asam (BSN,
2016).
Rumus perhitungnan
- Alkali bebas
40 x V x N
Alkali bebas x 100
b
Keterangan :
Alkali bebas dalam satuan % fraksi massa
V = volume HCl yang digunakan, mL
N = normalitas HCl yang digunakan
B = bobot contoh uji, mg
40 = berat ekuivalen NaOH
282 x V x N
Asam lemak bebas x 100
b
Keterangan :
Asam lemak bebas dalam satuan % fraksi massa
V = volume KOH yang digunakan, mL
N = normalitas KOH yang digunakan
B = bobot contoh uji, mg
282 = berat ekuivalen asam oleat (C18H34O2)
38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.16.5 Lemak Tidak Tersabunkan
penangas air tidak lebih dari 70oC lalu dinginkan. Larutan diekstraksi dengan 50
dalam oven selama 5 menit. Sampel didinginkan dan ditimbang sampai bobot
tetes indikator PP kemudian dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1N. Setelah
V xM 100
Lemak tidak tersabunkan b1 b2 x
10000 b0
Keterangan :
Lemak tidak tersabunkan dalam satuan % fraksi massa
b0 = bobot contoh uji, g
b1 = bobot hasil ekstrak pertama, g
b2 = bobot hasil ekstrak kedua, g
M = rata-rata relatif bobot molar dari asam lemak dalam sabun
V = volume larutan standar KOH 0,1 N yang digunakan dalam penentuan
keasaman padaekstraksi pertama, mL
39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
larutan standar AgNO3 dengan indikator K2CrO4 sampai terbentuk warna merah
Keterangan:
Kadar klorida adalah % fraksi massa
V = Volume larutan standar AgNO3 yang dipakai untuk titrasi, ml
N = Normalitas larutan standar AgNO3
5,85 = Bobot ekuivalen NaCl
b = Bobot contoh uji yang digunakan
40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
bagian tepi rata dan memiliki bentuk telur memanjang, serta memiliki ujung
pangkal pendek meruncing. Daun memiliki permukaan atas berwarna hijau tua
mengkilap, kaku dan juga permukaan bagian bawah memiliki warna hijau muda.
41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4 Hasil Pemeriksaan Skrining Serbuk Simplisia
1 Alkaloid +
2 Glikosida +
3 Saponin +
4 Flavonoid +
5 Antrkuinon -
6 Tanin -
7 Steroid/ Triterpenoid -
yang dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi eksfolian dan blanko memiliki
Tabel 4.3 Data organoleptis sediaan sabun yang dilihat pada hari 1
Penampilan pada hari 1 pembuatan
Formula
Warna Bau Konsistensi
F0 Putih - Padat
F1 Coklat Essen nangka Padat
F2 Coklat kehitaman Essen nangka Padat
F3 Hitam Essen nangka Padat
42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.4 Data organoleptis sediaan sabun pada hari ke 28
Penampilan pada hari 28 pembuatan
Formula
Warna Bau Konsistensi
F0 Putih - Padat
F1 Coklat kehijauan Essen nangka Padat
F2 Coklat kehitaman Essen nangka Padat
F3 Hitam Essen nangka Padat
sabun.
lebih banyak memberikan warna yang lebih pekat (hitam). Hal ini disebabkan
hitam.
ditunjukkan pada Tabel 4.3 dan 4.4 bahwa adanya perubahan pada warna sediaan
sabun di hari ke dua puluh delapan yaitu dari coklat menjadi coklat kehijauan. Hal
ini disebabkan karena sabun tidak menunjukkan susunan yang homogen selama
43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
berbagai konsentrasi, didapat perbedaan ukuran pH yang dapat dilihat pada Tabel
4.5
Tabel 4.5 Data pengukuran pH sabun berdasarkan hari
Nilai pH rata-rata pada hari ke
Formula 0 7 14 21 28
minggu terdapat perubahan pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada F1, F2,
dan F3 dengan variasi konsentrasi eksfolian daun nangka 3%, 5% dan 7% pada
semakin menurun. Tetapi penurunan pH ini masih dalam pH normal untuk kulit
dikarenakan nilai pH larutan sabun padat selalu basa dengan kisaran 9-11
(wasitaatmaja, 1997).
44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.7 Pengukuran ketinggian busa sabun
bahwa sabun padat yang memiliki konsentrasi eksfolian simplisia daun nangka
mempunyai busa yang lebih banyak. Hal ini ditunjukkan dari ketinggian busa
pada F3 dengan konsentrasi 7% lebih tinggi busanya pada waktu menit ke 5 dan
0%, 3%, dan 5%. Hasil ini membuktikan bahwa eksfolian simplisia daun nangka
memiliki kandungan saponin yang dapat mempengaruhi tinggi busa pada sabun.
apabila dalam waktu 5 menit diperoleh kisaran ketinggian busa dengan tinggi
lebih dari 9,5 cm. Dilihat dari Tabel 4.6, F3 memperoleh tinggi busa 10,5 cm pada
waktu 5 menit. Hal ini menunjukkan kriteria tinggi busa yang baik.
Pada uji hedonik sediaan sabun padat ESDN dilakukan hanya pada sabun
blanko. Data hasil uji hedonik panelis terhadap indikator fisik sediaan sabun
45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ESDN 7% dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 108 dan persentase jumlah
panelis berdasarkan skala penilaian terhadap indikator fisik sediaan dapat dilihat
sukarelawan dengan uji tempel terbuka tanpa penutup. Sediaan sabun padat yang
sukarelawan memberi hasil yang negatif terhadap parameter reaksi yaitu adanya
kulit merah, gatal, dan perkasaran pada kulit. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan
sabun padat aman untuk digunaka (Wasitaatmaja, 1997). Hasil uji iritasi
Sukarelawan
Pengamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kemerahan
- - - - - - - - - - - -
Gatal
- - - - - - - - - - - -
pengkasaran kulit
- - - - - - - - - - - -
Keterangan:
(-) : tidak mengiritasi
(+) : kemerahan
(++) : gatal
(+++) : pengkasaran kulit
Dari hasil uji iritasi yang ditunjukkan pada Tabel 4.7 dapat disimpulkan
bahwa sediaan sabun padat yang mengandung eksfolian simplisia daun nangka
46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.10 Pengujian efektivitas sabun padat
checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Hasil pengukuran
Tabel 4.8 Data hasil pengukuran kadar air pada kulit punggung tangan sukarelawan
%
Peningkatan
Formula SKR Waktu (Minggu) kadar air
Kondisi Minggu Minggu Minggu Minggu
awal 1 2 3 4
F0 1 29 29 30 31 32 10,34
2 28 29 30 31 32 14,28
3 29 30 30 31 32 11,11
Rata- rata 28,00 29,00 30,00 31,00 32,00 13,32
F1 1 29 30 31 32 34 17,24
2 30 32 33 34 35 16,66
3 30 32 33 34 35 16,66
Rata- rata 29,66 31,66 32,33 33,33 34,66 16,86
F2 1 30 32 34 35 36 20,00
2 29 32 34 35 36 24,13
3 29 32 34 35 37 27,58
Rata- rata 29,33 32,33 34,00 35,00 36,33 23,90
F3 1 28 31 33 35 37 32,14
2 29 34 36 38 39 34,48
3 28 31 33 35 37 32,14
Rata- rata 29,33 32,00 34,00 36,00 37,66 32,92
Keterangan: Dehidrasi: 0-29, Normal: 30-50, Hidrasi: 51-100 (Aramo, 2012)
Formula 0: Blanko (tanpa eksfolian)
Formula 1: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 3%
Formula 2: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 5%
Formula 3: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 7%
Berdasarkan dari hasil pengukuran kadar air dilihat bahwa, kondisi awal
kadar air pada kulit semua kelompok sukarelawan mengalami dehidrasi, tetapi
signifikan (p≤0,05) terlihat pada blanko dengan sabun yang mengandung ESDN
47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3%, 5% dan 7%. Sediaan sabun yang menghasilkan efek terbesar dalam
meningkatkan kadar air kulit punggung tangan sukarelawan terlihat pada sabun
ESDN 7% (29,0 menjadi 39,0). Sabun yang menghasilkan efek terkecil terlihat
pada sabun blanko (28,0 menjadi 32,0). Hal ini menunjukkan bahwa sabun ESDN
mempengaruhi kadar air dalam epidermis dan dermis. Kulit harus mampu
menjaga kadar air untuk mempertahankan fungsinya sebagai kulit yang sehat.
Apabila kadar air menurun secara drastis kulit akan kekurangan nutrisi dan
1997). Tetapi menurut Mulyawan dan Suriana (2013), adanya faktor eksternal
matahari, usia dan berbagai penyakit kulit dapat menyebabkan penguapan yang
kadar air dalam stratum corneum berkurang hingga 10% sehingga kulit menjadi
kering.
air yang berada dalam kulit dan dapat mempertahankan elatisitasnya. Hasil
pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung tangan sukarelawan dapat
48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kadar Air (Moisture)
F0 F1 F2 F3
40
35
% Pemulihan
30
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4
Lama Pengamatan (Minggu)
Gambar 4.1 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung
tangan sukarelawan.
padat ESDN selama 4 minggu pemakaian pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa
pemakaian sediaan sabun ESDN memberikan efek terhadap kadar air kulit
sukarelawan. Kadar air kulit meningkat setelah penggunaan sediaan sabun ESDN
Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kadar air kulit
Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji
air yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3 (nilai p≤0,05). Hasil statistik
49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.10.2 Kehalusan (Evenness)
skin analyzer lensa pembesaran 60x dan metode pembacaan normal dengan warna
lampu sensor biru . Hasil pengukuran kehalusan kulit seperti ysng terlihat pada
Tabel 4.9
Tabel 4.9 Data hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit punggung
tangan sukarelawan
%
Formula SKR Waktu (Minggu) Pemulihan
Kondisi Minggu Minggu Minggu Minggu
awal 1 2 3 4
F0 1 40 39 38 37 36 10,00
2 38 38 37 36 35 7,89
3 39 39 38 37 36 7,69
Rata- rata 39,00 38,66 37,66 36,66 35,66 8,52
F1 1 40 39 37 35 33 17,50
2 40 39 37 35 34 15,00
3 38 37 35 34 32 15,78
Rata- rata 39,33 38,33 36,33 34,66 33,00 16,09
F2 1 38 36 34 32 30 21,05
2 38 36 34 32 31 18,42
3 38 36 34 33 30 21,05
Rata- rata 40,00 38,00 34,00 32,33 30,33 20,17
F3 1 39 37 35 31 29 25,64
2 39 36 33 31 29 25,64
3 38 35 32 30 28 26,31
Rata- rata 38,66 36,00 33,33 30,66 28,66 25,86
awal kulit semua kelompok sukarelawan adalah normal. Pada pemakaian sabun
masih dalam keadaan normal. Namun pada pemakaian sabun ESDN 7% (38,0
50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjadi 28,0) sehingga selama perawatan 4 minggu kondisi kulit sukarelawan
menjadi halus.
35
30
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4
Gambar 4.2 Grafik hasil pengukuran kehalusan (Evenness) pada kulit punggung
tangan sukarelawan.
padat ESDN selama 4 minggu pada Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pemakaian
minggu perawatan.
adanya perbedaa yang signifikan (p≤0,05) antar formula setelah pemakaian sabun
untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat
51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengukuran kehalusan yang signifikan
antara F0 dengan F1, F2, dan F3 (nilai p≤0,05). Hasil statistik dapat dilihat pada
60x dengan warna lampu sensor biru. Pada waktu melakukan pengukuran
kehalusan kulit, maka secara otomatis pengukuran pori ikut terbaca. Hasil
Tabel 4.10 Data hasil pengukuran pori (pore) pada kulit punggung tangan
sukarelawan
%
Formula SKR Waktu (Minggu) Pemulihan
Kondisi Minggu Minggu Minggu Minggu
awal 1 2 3 4
F0 1 39 38 37 36 35 10,25
2 40 40 39 38 37 7,50
3 40 40 39 38 37 7,50
Rata- rata 40,00 39,66 37,66 37,33 36,33 8,41
F1 1 41 40 38 36 34 17,07
2 40 39 38 36 34 15,00
3 38 38 36 35 33 13,33
Rata- rata 39,66 38,66 37,33 35,66 33,66 15,07
F2 1 40 38 36 34 32 20,00
2 40 38 36 33 31 22,50
3 40 38 36 33 32 20,00
Rata- rata 40,00 38,00 36,00 33,33 31,66 20,83
F3 1 41 38 36 33 30 25,64
2 40 37 34 32 30 25,64
3 39 37 34 32 29 26,31
Rata- rata 40,00 37,33 34,66 32,33 29,66 25,82
52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan hasil pengukuran besar pori kulit semua kelompok
sukarelawan pada kondisi awal adalah beberapa besar. Pada pemakaian sabun
blanko, ESDN 3% dan 5% kondisi pori kulit masih beberapa besar. Namun pada
(40,0 menjadi 29,0) sehingga selama perawatan 4 minngu tingkat pemulihan pori
Menurut Sulastomo (2013), Salah satu ciri kulit yang sehat adalah pori-
pori yang kecil. Pori-pori yang besar menyebabkan kotoran mudah masuk dan
Pori-pori kulit sering kali tampak besar dan umumnya terdapat pada orang
yang memiliki kulit yang lebih terang. Sehingga kulit tampak kusam dan
Pori (Pore)
F0 F1 F2 F3
45
40
% Pemulihan
35
30
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4
Lama Pengamatan (Minggu)
Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit sukarelawan.
53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memberikan efek terhadap pengecilan pori kulit sukarelawan. Pengecilan pori
pemakaian sabun padat pada minggu ke-4. Data selanjutnya diuji menggunakan
Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji
yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3 (nilai p≤0,05). Hasil statistik
perbesaran 60x dan metode pembacaan polarisasi dengan warna lampu sensor
jingga. Hasil pengukuran banyaknya noda dapat dilihat pada Tabel 4.11.
54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.11 Data hasil pengukuran Noda (spot) pada kulit punggung tangan
sukarelawan
%
Formula SKR Waktu (Minggu) Pemulihan
Kondisi Minggu Minggu Minggu Minggu
awal 1 2 3 4
F1 1 46 45 44 42 40 13,04
2 47 46 45 43 42 10,63
3 46 46 45 43 42 8,69
Rata- rata 46,66 46,00 44,66 42,66 41,33 10,78
F2 1 45 43 41 39 38 15,55
2 44 42 40 39 38 13,63
3 45 43 41 40 39 13,33
Rata- rata 44,66 42,66 37,33 39,33 38,33 14,17
F3 1 43 42 40 38 37 13,95
2 40 39 37 36 35 12,50
3 43 41 40 37 35 18,60
Rata- rata 42,00 40,66 39,00 37,00 35,66 15,01
F4 1 42 40 38 35 32 23,80
2 40 38 37 35 32 20,00
3 41 39 37 34 33 19,51
Rata- rata 41,00 39,00 37,33 34,66 32,33 21,10
Keterangan: Sedikit noda: 0-19, banyak noda: 20-39, sangat banyak noda: 40-100
(Aramo,2012)
Formula 0: Blanko (tanpa eksfolian)
Formula 1: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 3%
Formula 2: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 5%
Formula 3: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 7%
awal adalah banyak. Pada pemakaian sabun blanko dan sabun ESDN 3% kondisi
noda kulit masih beberapa banyak. Namun pada pemakaian sabun ESDN 5% dan
ESDN 7% kondisi noda kulit sudah menunjukkan angka dalam rentang sedang
yang terpapar sinar matahari akan menghasilkan lebih banyak pigmentasi yang
berfungsi menyaring sinar matahari yang berlebihan. Noda tersebut timbul dalam
55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Noda (Spot)
F0 F1 F2 F3
50
45
40
35
% Pemulihan
30
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4
Lama Pengamatan (Minggu)
Gambar 4.4 Grafik hasil pengukuran noda (spot) pada kulit punggung
tangan sukarelawan.
Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji
yang signifikan antara F0 dengan F1, F2, dan F3 (nilai p≤0,05). Hasil statistik
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.10.5 Keriput (wrinkle)
perbesaran 10x dan metode pembacaan normal dengan warna lampu sensor biru.
Hasil pengukuran keriput seperti yang terlihat pada Tabel 4.12 dan Gambar 4.5
Proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti timbulnya
menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit berwarna gelap. Keriput yang timbul
Tabel 4.12 Data hasil pengukuran Keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan
sukarelawan
%
Formula SKR Waktu (Minggu) Pemulihan
Kondisi Minggu Minggu Minggu Minggu
awal 1 2 3 4
F0 1 28 28 27 26 24 14,28
2 29 29 28 27 24 17,24
3 30 29 28 27 25 16,66
Rata- rata 29,00 28,66 27,66 26,66 24,33 16,06
F1 1 27 26 25 24 22 18,51
2 28 28 26 24 22 21,42
3 28 28 26 25 23 17,85
Rata- rata 27,66 27,33 25,66 24,33 22,33 19,26
F2 1 31 28 26 23 18 41,93
2 29 28 26 22 19 34,48
3 30 25 24 21 20 36,66
Rata- rata 30,00 27,00 25,33 22,00 19,00 37,69
F3 1 29 27 23 19 15 48,27
2 28 26 20 18 15 46,42
3 28 27 21 19 16 42,85
Rata- rata 28,33 26,66 21,33 18,66 15,33 45,84
57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterangan: Tidak berkeriput: 0-19, berkeriput: 20-52, berkeriput parah: 53-100
(Aramo, 2012)
Formula 0: Blanko (tanpa eksfolian)
Formula 1: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 3%
Formula 2: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 5%
Formula 3: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 7%
Keriput (Wrinkle)
F0 F1 F2 F3
35
30
% Pemulihan
25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4
Grafik 4.5 Gafik hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan
sukarelawan
padat ESDN selama 4 minggu pada Gambar 4.5 menunjukkan bahwa pemakaian
adanya perbedaa yang signifikan (p≤0,05) antar formula setelah pemakaian sabun
untuk mengetahui formula mana yang berbeda. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat
58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
F0 dengan F1, F2, dan F3 (nilai p≤0,05). Hasil statistik dapat dilihat pada
(SNI). Uji kualitas SNI meliputi kadar air, total lemak, bahan tak larut dalam
Sabun di uji berdasarkan SNI 2016 yang dilakukan hanya pada sabun
padat yang mengandung eksfolian simplisia daun nangka dengan konsentrasi 7%.
Penentuan kadar air ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya kadar air
dalam sabun. Banyaknya air yang ditambahkan pada produk sabun akan
mempengaruhi kelarutan sabun dalam air saat digunakan. Semakin banyak air
yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah menyusut atau
Keterangan:
bI : bobot uji dan cawan petri sebelum pemansan, (g)
b2 : bobot contoh uji dan cawan petri setelah pemanasan, (g)
Pada Tabel dapat dilihat bahwa kadar air sabun padat ESDN menunjukkan
nilai 4,6031%. Nilai kadar air sabun padat diperoleh berada dalam range menurut
SNI (maksimal 15%). Hal ini menunjukkan bahwa kadar air sabun padat
59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.11.2 Total lemak
Penentuan total lemak dilakukan untuk mengetahui total lemak dari sabun
padat.
1 5 3,8134 5 1 77,88
Keterangan:
Total lemak dalam satuan % fraksi massa
bo : bobot contoh uji, g
b1 : bobot sabun kering, g
V : volume KOH alkoholis yang digunakan untuk titrasi, mL
N : normalitas larutan standar KOH alkoholis
Hasil pemeriksaan sediaan terhadap total lemak diperoleh sebesar 77,88%.
Nilai total lemak yang diperoleh lebih besar dari batas minimal total lemak
menurut SNI (minimal 65%), sabun padat yang dihasilkan telah memenuhi syarat
total lemak pada sabun. Asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk larut
dalam air. Hal ini akan membuat sabun menjadi lebih tahan lama setelah
artinya sabun padat yang dihasilkan tidak kelebihan asam lemak, melainkan
memiliki basa yang berlebihan. Hal ini juga dapat dilihat pada saat melakukan
pemeriksaan awal, dimana sabun yang berubah warna menjadi merah setelah di
dilakukan pengujian alkali bebas. Namun apabila tidak terjadi perubahan warna
60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.15 Data hasil pengukuran alkali bebas
No V(ml) N B(mg) Alkali bebas%
1 0,5 0,1N 2500 0,08%
Keterangan :
Alkali bebas dalam satuan % fraksi massa
V : volume HCl yang digunakan, mL
N : normalitas HCl yang digunakan
B : bobot contoh uji, mg
40 : berat ekuivalen NaOH
Kadar alkali bebas yang diperoleh dari hasil pengujian adalah 0,08%.
Kadar alkali bebas yang diperoleh masih memenuhi persyaratan SNI (maksimal
0,1%).
terbentuk (Ketaren, 2008). Apabila penambahan NaOH terlalu sedikit maka sabun
yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas tinggi yang mengganggu
alkohol digunakan untuk mengetahui seberapa besar bagian dari sabun yang tidak
larut dalam alkohol. Semakin banyak bagian yang tidak larut dalam alkohol maka
Tabel 4.16 Data hasil pengukuran bahan tidak larut dalam etanol
No Bo b1 b2 Hasil %
1. 0,454 2,5 0,512 2,32
61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterangan :
Bahan tak larut dalam etanol dalam satuan % fraksi massa
bo : bobot kertas saring atau cawan gooch kosong, g
b1 : bobot contoh uji, g
b2 : bobot kertas saring atau cawan gooch kosong dan residu, g
diperoleh sebesar 2,32%. Nilai bahan yang tidak larut dalam etanol yang
diperoleh masih memenuhi syarat bahan tidak larut dalam etanol menurut SNI
(maksimal 5%).
Menurut Ketaren (1986), contoh senyawa yang dapat larut dalam minyak tetapi
tidak dapat disabunkan dengan soda alkali yaitu sterol, zat warna dan
hidrokarbon.
Keterangan :
Lemak tidak tersabunkan dalam satuan % fraksi massa
b0 : bobot contoh uji, g
b1 : bobot hasil ekstrak pertama, g
b2 : bobot hasil ekstrak kedua, g
M : rata-rata relatif bobot molar dari asam lemak dalam sabun
V : volume larutan standar KOH 0,1 N yang digunakan dalam penentuan
keasaman padaekstraksi pertama, mL
Hasil pemeriksaan sediaan terhadap lemak yang tidak tersabunkan
diperoleh sebesar 0,46%. Nilai lemak yang tidak tersabunkan yang diperoleh
62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masih memenuhi syarat lemak yang tidak tersabunkan menurut SNI (maksimal
0,5%).
ester dan dalam perkilangan senyawa organik. Logam alkali ini adalah wujud
Keterangan:
Kadar klorida adalah % fraksi massa
V : volume larutan standar AgNO3 yang dipakai untuk titrasi, ml
N : normalitas larutan standar AgNO3
5,85 : bobot ekuivalen NaCl
b : bobot contoh uji yang digunakan
Nilai kadar klorida yang diperoleh masih memenuhi syarat kadar klorida menurut
63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.18 Uji kualitas sabun berdasarkan SNI
No Analisis SNI % Hasil %
64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
5. 1 Kesimpulan
kulit punggung tangan sukarelawan dari pada sabun blanko, ESDN 3% dan
meningkatkan kadar air dari 29,0 menjadi 38,0; kehalusan kulit dari 38,0
menjadi 28,0; mengecilkan pori dari 41,0 menjadi 30,0; mengurangi noda
dari 40,0 menjadi 32,0 dan mengurangi keriput dari 28,0 menjadi 16,0.
Nasional Indonesia yaitu kadar air 5%, total lemak 77%, bahan tidak larut
dalam etanol 2,32%, alkali bebas 0,08%, lemak tidak tersabunkan 0,46%
5.2 Saran
simplisia daun nangka dalam sediaan kosmetik lain seperti krim body scrub
sebagai eksfolian
65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, T., Herdiana, E., Sari, T.S. 2010. Pembuatan VCO Dengan Metode
Enzimatis Dan Konversinya Menjadi Sabun Padat. Jurnal Teknik Kimia,
Vol. 17 (3): Halaman 1-2.
Aramo, 2012. Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea Ltd.
Halaman 1-10.
Artha, A.V., Warnida, H., Sukawaty, Y. 2016. Formulasi Sediaan Sabun Mandi
Padat Estrak Etanol Umbi Bawang Tiwai. Media Farmasi vol. 13(1):
Halaman 15-17.
Assani, S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Badan Standardisasi Nasional, 2016, Standar Mutu Sabun Mandi Padat, SNI 06-
3532-2016, Departemen Perindustrian Nasional, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional, 2008, Standar Mutu VCO SNI 06-7381-2008,
Departemen Perindustrian Nasional, Jakarta.
Baumann, L. 2009. Cosmetic Dermatology. Second Edition. New York: The
McGraw Hill Companies. Halaman 3-6, 83-91, 273-277.
Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta. Pustaka
Bunda. Halaman 118-119.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 9, 33.
Ditjen POM. 2015. Persyaratan Teknis Kosmetika. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 3.
Depkes, RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta:
Departeman Kesehatan RI. Halaman 323-325.
Depkes, RI. 2009. Farmakope Herbal. Edisi pertama. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 5.
Dragon, S.A., Daley. P.M., Maso, H.F., and Conrad, L.I. (1968). Studies on
Lanolin Derivatives in Shampoo Systems, J. Soc. Chemis’s. Halaman 20.
Ernita. 2001. Pemanfaatan Lemak Kambing Sebagai Bahan Dasar Pembuatan
Sabun. Skripsi. Medan: Jurusan Farmasi. FMIPA USU.
Fauziati. 2014. Pemanfaatan Serbuk Arang Cangkang Sawit Sebagai Scrub Pada
Sabun Mandi. Jurnal Riset Teknologi. 8 (16):132.
Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. 1992. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta:
Penerbit Erlangga, Halaman 312.
Giorgio, P. 2000. Flavonoid as Antioxidant. Journal National Product. 63.
Halaman 1035-1045.
Hambali, E., Bunasor, T.K., Suryani, A., dan Kusumah, G.A. 2002. Aplikasi
Diaetanolamida dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit Pada Pembuatan
Sabun Transparan, Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 15(2).
Hambali, E., Suryani, A., dan Rifai, M. 2005. Membuat Sabun Transparan Untuk
Gift dan Kecantikan, Penebar Swadaya, Jakarta.
Harbone, J.B 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Terjemahan Kokasih Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB
Press. Halaman 35.
Kalangi, Sonny. J. R. 2013. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik. 5(30) : 17.
66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ken, T.K. 2008. Kajian Proses Pembuatan Sabun Scrub Menggunakan Serat
Oyong (Luffa acutangula). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Ketaren. 1986. Penghantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, 1stEd, 30-60.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetics Science. Edisi Pertama. Asterdam: Elsevier
Science. Halaman 354-355.
Mulyawan, D., dan Suriana, N. 2013. A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: Elex Media
Komputindo. Halaman 16-17.
Nasution, W.S. (2018). Pemanfaatan Abu Kulit Buah Kelapa Sebagai Sumber
Alkali (Basa) Alami Pada Pembuatan Sabun. Skripsi. Fakultas Farmasi.
Universitas Sumatra Utara. Medan.
Noormindhawati, L. 2013. Melawan Penuaan Dini. Cetakan Pertama. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo. Halaman 74-75.
Pearce, E.C. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit
PT Gramedia Pustaka Umum. Halaman 290.
Prakash, Om., K., Rajesh., M., Anurag., and G., Rajiv. 2009. Artocarpus
heterophyllus Jackfruit: An overview. India: Review Article Vol.3 Issue 7.
Halaman 353-358.
Prianto, J. 2014. Cantik: Panduan Lengkap Merawat Kulit dan Wajah. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Halaman 117-119, 129-130, 146-147.
Rawlins, E.A. 2003. Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. 18th Edition. London:
Bailierre Tindall. Halaman 22,235.
Rizka, R, 2017. Formulasi Sabun Padat Kaolin Penyuci Najis Mughalazah
Dengan Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa Dan Asam Stearat. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta.
Rohdiana, D., Fardani, L.C., Widyasanti, A. 2016. Pembuatan sabun padat
transparant menggunakan minyak kelapa sawit (Palm oil) dengan
penambahan bahan aktif ekstrak the putih. Lampung: jurnal teknik
pertanian Vol.5, No.3. Halaman 127.
Setyoningrum, E.N.M. 2010. Optimasi Formula Sabun Transparan Dengan Fase
Minyak Virgin Coconut Oil Dan Surfaktan Coco Amidopropyl Betaine:
Aplikasi Desain Faktorial. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sanata
Dharma. Yogyakarta. Halaman 9.
Spitz, L. 1996. Soap and Detergen a Theorical and Practical Review. AOCS
Press, Champaign-illionis: Halaman 2.
Sulastomo, E. 2013. Kulit Cantik dan Sehat. Jakarta: Kompas. Halaman 177.
Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama. Halaman: 76-77.
Wasitaatmaja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-Press.
Halaman 58.
Wijana, S., Arif, H., dan Nur, H. 2005. Teknologi pangan: Mengolah Minyak
Goreng Bekas. Penerbit Trubus Agrisarana, Surabaya.
67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 1. Hasil identifikasi daun nangka
68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 2. Surat persetujuan komisi etik
69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 3. Gambar tanaman nangka dan gambar makroskopik daun nangka
Keterangan:
A. Tanaman nangka
B. Daun nangka
70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lampiran 3 (Lanjutan)
E
Keterangan :
C. Daun Nangka Segar
D. Sortasi kering daun nangka
E. Serbuk simplisia daun nangka setelah menggunakan ayakan mesh 80
71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 4. Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia dan karakterisasi simplisia
daun nangka
Daun Nangka
Karakterisasi simplisia:
Pemeriksaan makroskopik
Ditiriskan
Diserbukkan
Serbuk simplisia
500 mg
Karakterisasi simplisia
a. Penetapan kadar air
b. Penetapan kadar sari larut etanol
c. Penetapan kadar sari larut air
d. Penetapan kadar abu total
e. Penetapan kadar abu tidak larut asam
72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 5. Bagan pembuatan formula sabun
Pencampuran 1 T= 60-70ₒC
(Propilen glikol 15g & NaCl 2 g)
Pencampuran 2 T= 60-70ₒC
(Larutan NaOH)
Stok sabun
Pencetakan
Sabun Padat
ESDN
73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. Gambar alat dan bahan
A B
Keterangan:
A. Neraca Analitik (Dickson)
B. Skin Analyzer (Aramo)
C. Moisture Checker (Aramo)
74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 7. Perhitungan Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Daun Nangka
, – ,0
1. Kadar air = x 100% = 7,99%
5,005
, – ,
2. Kadar air = x 100% = 5,99%
5,00
, – ,
3. Kadar air = x 100% = 9,99%
5,00 0
,99 5,99 9,99
% Rata- rata kadar air = = 7,99%
2. Penentuan Kadar Abu Total
berat abu (g)
% Kadar abu total = x100%
berat simplisia (g)
Berat Berat
Berat Berat
No Krus porselen kosong Krus porselen +
Sampel (g) Abu (g)
(g) Abu (g)
1. 2,0031 41,8241 42,0442 0,2201
2. 2,0024 42,0180 42,2501 0,2321
3. 2,0019 39,1082 39,3310 0,2228
0, 0
1. Kadar abu total = x 100% = 10,98%
,00
0,
2. Kadar abu total = x 100% = 11,59%
,00
0,
3. Kadar abu total = x 100% = 11,12%
,00 9
0,9 ,59 ,
% Rata- rata abu total = = 11,23%
75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 7. (Lanjutan)
Berat
Berat Sampel Berat Krus Berat
No Krus porselen
(g) porselen +Abu (g) Abu (g)
kosong (g)
1. 2,0031 41,8241 41,8442 0,0201
2. 2,0024 42,0180 42,0257 0,0095
3. 2,0019 39,1082 39,1154 0,0072
0,0 0
1. Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 1,00%
,00
0,0095
2. Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 0,47%
,00
0,00
3. Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 0,35%
,00 9
,00 0, 0, 5
% Rata- rata tidak larut asam = = 0,60%
0, 9 00
1. Kadar sari larut air = 5,00 0
x 0
x100% = 16,78%
0, 00
2. Kadar sari larut air = x x100% = 16,25%
5,00 0
0, 9 00
3. Kadar sari larut air = x x 100% = 19,36%
5,00 5 0
, , 5 9,
% Rata- rata sari larut air = = 17,46%
76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 7. (Lanjutan)
0, 00
1. Kadar sari larut etanol = 5,00
x 0
x 100% = 17,87%
0, 9 9 00
2. Kadar sari larut etanol = x x 100% = 19,28%
5,00 0
0, 00
3. Kadar sari larut etanol = x x 100% = 18,41%
5,0009 0
77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 8. Perhitungan penentuan syarat mutu sabun sediaan sabun padat yang
mengandung eksfolian simplisia daun nangka 7%
A. Perhitungan penentuan syarat mutu sabun sediaan sabun padat terhadap
kadar air
b1 b2
Kadarair x 100%
b1
38,4143 36,8762
Kadar air x 100%
33,4141
Kadar air 4,6031
0,512 0,454
Bahan tak larut dalam etanol x 100
2,5
bahan tak larut dalam etanol 2,32
40 x V x N
Akali bebas x 100
b
78
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 8. (Lanjutan)
40 x 0,5ml x 0,1N
Akali bebas x 100
2500mg
Alkali bebas 0,08
V xM 100
Lemak tidak tersabunkan b1 b2 x
10000 b0
7 x 198,68 100
Lemak tidak tersabunkan 0,305 0,189 x
10000 5g
Lemak tidak tersabunkan 0,305 0,139 0,189x 20
79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 9. Salah satu contoh hasil uji efektivitas sabun padat pada kulit
punggung tangan sukarelawan
Hasil pengukuran Kadar air (Moisture) pada kulit punggung tangan sukarelawan
A B
C D
E
Keterangan:
A. Kondisi awal
B. Pemulihan (Minggu 1)
C. Pemulihan (Minggu 2)
D. Pemulihan (Minggu 3)
E. Pemulihan (Minggu 4)
80
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 9. (Lanjutan)
A B
C D
Keterangan:
A. Kondisi awal
B. Pemulihan (Minggu 1)
C. Pemulihan (Minggu 2)
D. Pemulihan (Minggu 3)
E. Pemulihan (Minggu 4)
81
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 9. (Lanjutan)
Hasil pengukuran banyak Pori (pore) pada kulit punggung tangan sukarelawan
A B
C D
E
Keterangan:
A. Kondisi awal
B. Pemulihan (Minggu 1)
C. Pemulihan (Minggu 2)
D. Pemulihan (Minggu 3)
E. Pemulihan (Minggu 4)
82
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 9. (Lanjutan)
Hasil pengukuran banyak Noda (spot) pada kulit punggung tangan sukarelawan
A B
C D
E
Keterangan:
A. Kondisi awal
B. Pemulihan (Minggu 1)
C. Pemulihan (Minggu 2)
D. Pemulihan (Minggu 3)
E. Pemulihan (Minggu 4)
83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 9. (Lanjutan)
A B
C D
E
Keterangan :
A. Kondisi awal
B. Pemulihan (Minggu 1)
C. Pemulihan (Minggu 2)
D. Pemulihan (Minggu 3)
E. Pemulihan (Minggu 4)
84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 10. Data hasil uji statistik
- Kruskal wallis
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Chi-Square 6.111 6.836 9.002 10.368 10.422
Df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .106 .077 .029 .016 .015
85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- Uji Mann-Whitney
F0 dengan F1
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 1.000 .500 .000 .000 .000
Wilcoxon W 7.000 6.500 6.000 6.000 6.000
Z -1.650 -1.826 -2.121 -2.121 -2.121
Asymp. Sig. (2-tailed) .099 .068 .034 .034 .034
Exact Sig. [2*(1-tailed .200a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 2.000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 8.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.291 -2.023 -2.236 -2.236 -2.121
Asymp. Sig. (2-tailed) .197 .043 .025 .025 .034
Exact Sig. [2*(1-tailed .400a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 3.000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 9.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -.745 -2.023 -2.121 -2.121 -2.087
Asymp. Sig. (2-tailed) .456 .043 .034 .034 .037
Exact Sig. [2*(1-tailed .700a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
F1 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 3.000 2.000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 9.000 8.000 6.000 6.000 6.000
Z -.745 -1.291 -2.121 -2.121 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .456 .197 .034 .034 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .700a .400a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F1 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U .500 4.000 2.000 .000 .000
Wilcoxon W 6.500 10.000 8.000 6.000 6.000
Z -1.826 -.225 -1.291 -2.023 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .068 .822 .197 .043 .046
Exact Sig. [2*(1-tailed .100a 1.000a .400a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F2 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 1.000 3.000 3.000 3.000 .500
Wilcoxon W 7.000 9.000 9.000 9.000 6.500
Z -1.650 -.674 -.707 -1.000 -1.798
Asymp. Sig. (2-tailed) .099 .500 .480 .317 .072
Exact Sig. [2*(1-tailed .200a .700a .700a .700a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kehalusan (evennese)
- Uji Normalitas
Tests of Normalityb,c,d
Test Statisticsa,b
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Chi-Square 3.802 8.509 8.967 10.532 10.495
Df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .284 .037 .030 .015 .015
a. Kruskal Wallis Test
88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Test Statisticsa,b
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Chi-Square 3.802 8.509 8.967 10.532 10.495
Df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .284 .037 .030 .015 .015
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
- Uji Mann-whitney
F0 dengan F1
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 3.500 4.000 1.000 .000 .000
Wilcoxon W 9.500 10.000 7.000 6.000 6.000
Z -.471 -.258 -1.650 -2.023 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .637 .796 .099 .043 .046
Exact Sig. [2*(1-tailed .700a 1.000a .200a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 1.500 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 7.500 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.549 -2.121 -2.121 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .121 .034 .034 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .200a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
F0 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 3.500 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 9.500 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -.471 -1.993 -1.993 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .637 .046 .046 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .700a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F1 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 1.500 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 7.500 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.581 -2.121 -2.121 -2.023 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .114 .034 .034 .043 .046
Exact Sig. [2*(1-tailed .200a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F1 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 2.500 .500 .500 .000 .000
Wilcoxon W 8.500 6.500 6.500 6.000 6.000
Z -.913 -1.798 -1.798 -2.023 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .361 .072 .072 .043 .046
Exact Sig. [2*(1-tailed .400a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
90
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
F2 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 1.500 4.500 3.000 .000 .000
Wilcoxon W 7.500 10.500 9.000 6.000 6.000
Z -1.581 .000 -.696 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .114 1.000 .487 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .200a 1.000a .700a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
Pori (pore)
- Uji Normalitas
Tests of Normalityb,c,d,e
Formu Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
la Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Minggu_0 F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .253 3 . .964 3 .637
F3 .175 3 . 1.000 3 1.000
Minggu_1 F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .175 3 . 1.000 3 1.000
F3 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_2 F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_3 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
F3 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_4 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
F3 .385 3 . .750 3 .000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Minggu_0 is constant when Formula = F3. It has been omitted.
c. Minggu_1 is constant when Formula = F3. It has been omitted.
d. Minggu_2 is constant when Formula = F3. It has been omitted.
91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tests of Normalityb,c,d,e
Formu Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
la Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Minggu_0 F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .253 3 . .964 3 .637
F3 .175 3 . 1.000 3 1.000
Minggu_1 F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .175 3 . 1.000 3 1.000
F3 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_2 F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_3 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
F3 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_4 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
F3 .385 3 . .750 3 .000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Minggu_0 is constant when Formula = F3. It has been omitted.
c. Minggu_1 is constant when Formula = F3. It has been omitted.
d. Minggu_2 is constant when Formula = F3. It has been omitted.
e. Minggu_2 is constant when Formula = F4. It has been omitted.
Test Statisticsa,b
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Chi-Square .434 6.856 9.465 9.911 10.532
Df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .933 .077 .024 .019 .015
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
92
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- Uji Mann-Whitney
F0 dengan F1
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 4.000 3.500 2.000 1.000 .000
Wilcoxon W 10.000 9.500 8.000 7.000 6.000
Z -.232 -.471 -1.124 -1.650 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .817 .637 .261 .099 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed 1.000a .700a .400a .200a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 3.000 1.500 .000 .000 .000
Wilcoxon W 9.000 7.500 6.000 6.000 6.000
Z -1.000 -1.581 -2.121 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .317 .114 .034 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .700a .200a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 3.500 .500 .000 .000 .000
Wilcoxon W 9.500 6.500 6.000 6.000 6.000
Z -.471 -1.826 -2.121 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .637 .068 .034 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .700a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
93
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
F1 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 4.500 1.500 1.500 .000 .000
Wilcoxon W 10.500 7.500 7.500 6.000 6.000
Z .000 -1.549 -1.581 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .121 .114 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed 1.000a .200a .200a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F1 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 4.000 .500 .000 .000 .000
Wilcoxon W 10.000 6.500 6.000 6.000 6.000
Z -.225 -1.798 -2.121 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .822 .072 .034 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed 1.000a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F2 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 4.500 1.500 .000 1.000 .000
Wilcoxon W 10.500 7.500 6.000 7.000 6.000
Z .000 -1.581 -2.236 -1.650 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .114 .025 .099 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed 1.000a .200a .100a .200a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
94
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Noda ( Spot )
- Uji Normalitas
Tests of Normality
Formu Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
la Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Minggu_0 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
F3 .175 3 . 1.000 3 1.000
Minggu_1 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .253 3 . .964 3 .637
F3 .175 3 . 1.000 3 1.000
Minggu_2 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
F3 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_3 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .175 3 . 1.000 3 1.000
F3 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_4 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
F3 .385 3 . .750 3 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa,b
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Chi-Square 9.687 9.687 9.486 10.495 10.532
Df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .021 .021 .023 .015 .015
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
95
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
F0 dengan F1
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -2.023 -2.023 -2.023 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .043 .043 .043 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .100a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -2.023 -1.993 -2.023 -1.993 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .043 .046 .043 .046 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .100a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.993 -1.993 -2.023 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .046 .043 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .100a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
96
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
F1 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U .000 .500 1.000 .000 .000
Wilcoxon W 6.000 6.500 7.000 6.000 6.000
Z -2.023 -1.798 -1.650 -1.993 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .043 .072 .099 .046 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .100a .100a .200a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F1 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U .000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.993 -1.993 -2.023 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .046 .043 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .100a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F2 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 2.500 1.500 2.000 .000 .000
Wilcoxon W 8.500 7.500 8.000 6.000 6.000
Z -.899 -1.328 -1.179 -1.993 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .369 .184 .239 .046 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .400a .200a .400a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
97
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keriput( Wrinkle )
- Uji Normalitas
Tests of Normality
Formu Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
la Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Minggu_0 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .175 3 . 1.000 3 1.000
F3 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_1 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
F3 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_2 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .385 3 . .750 3 .000
F3 .253 3 . .964 3 .637
Minggu_3 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .175 3 . 1.000 3 1.000
F3 .385 3 . .750 3 .000
Minggu_4 F0 .385 3 . .750 3 .000
F1 .385 3 . .750 3 .000
F2 .175 3 . 1.000 3 1.000
F3 .385 3 . .750 3 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Test Statisticsa,b
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Chi-Square 8.399 5.674 9.733 10.495 10.495
Df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. .038 .129 .021 .015 .015
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Formula
98
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
- Uji Mann-Whitney
F0 dengan F1
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U .000 1.000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 6.000 7.000 6.000 6.000 6.000
Z -2.023 -1.650 -2.023 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .043 .099 .043 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .100a .200a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 2.500 1.000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 8.500 7.000 6.000 6.000 6.000
Z -.943 -1.650 -2.023 -1.993 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .346 .099 .043 .046 .046
Exact Sig. [2*(1-tailed .400a .200a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F0 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 1.000 .000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 7.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.650 -2.023 -1.993 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .099 .043 .046 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .200a .100a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
99
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
F1 dengan F2
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U .000 4.000 4.000 .000 .000
Wilcoxon W 6.000 10.000 10.000 6.000 6.000
Z -1.993 -.258 -.258 -1.993 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .046 .796 .796 .046 .046
Exact Sig. [2*(1-tailed .100a 1.000a 1.000a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F1 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U 2.000 2.500 .000 .000 .000
Wilcoxon W 8.000 8.500 6.000 6.000 6.000
Z -1.291 -.913 -1.993 -2.023 -2.023
Asymp. Sig. (2-tailed) .197 .361 .046 .043 .043
Exact Sig. [2*(1-tailed .400a .400a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
F2 dengan F3
Test Statisticsb
Minggu_0 Minggu_1 Minggu_2 Minggu_3 Minggu_4
Mann-Whitney U .500 3.000 .000 .000 .000
Wilcoxon W 6.500 9.000 6.000 6.000 6.000
Z -1.798 -.674 -1.993 -1.993 -1.993
Asymp. Sig. (2-tailed) .072 .500 .046 .046 .046
Exact Sig. [2*(1-tailed .100a .700a .100a .100a .100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Formula
100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 11. Sabun padat
F0 F1 F2 F3
Keterangan;
Formula 0: Blanko (tanpa eksfolian)
Formula 1: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 3%
Formula 2: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 5%
Formula 3: Sabun dengan eksfolian simplisia daun nangka 7%
101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 12. Pemeriksaan sifat fisik sabun
A B
Keterangan
A. Uji stabilitas busa
B. Uji pH
102
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 13. Hasil penentuan syarat mutu sabun padat yang mengandung daun
nangka konsentrasi 7%
A B
C D
Keterangan
A. Kadar air
B. Bahan tak larut dalam
etanol
C. Total lemak
D. Alkali bebas
E. Lemak tidak tersabunkan
E x
c
c
h
A. U
j
103 i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
k
a
Lampiran 14. Formulir uji hedonik
FORMULIR
Nama Fanelis :
Umur :
Berilah penilaian suka atau tidak suka pada sediaan sabun padat yang
tekstur
1 Warna
2 Aroma
3 Tekstur
Kartegori penilaian
1. Suka
2. Tidak suka
104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 15. Data uji hedonik panelis terhadap indikator fisik sediaan sabun
padat yang mengandung eksfolian simplisia daun nangka
A. Data hasil uji hedonik panelis terhadap indikator fisik sediaan sabun padat
yang mengandung eksfolian simplisia daun nangka 7%
Indikator
Panelis Warna Aroma Tekstur
1 1 2 1
2 1 2 1
3 1 2 1
4 1 2 1
5 1 2 1
6 1 2 1
7 1 2 1
8 2 2 1
9 2 2 1
10 2 2 1
11 1 2 1
12 1 2 1
13 2 2 1
14 1 2 1
15 1 2 1
16 2 2 1
17 2 2 1
18 2 2 1
19 1 1 1
20 1 1 1
21 1 1 1
22 2 1 1
23 1 1 1
24 2 1 1
25 1 1 1
26 1 1 1
27 2 1 1
28 1 2 1
29 2 1 1
30 1 2 1
Rata- rata 1,3 1,6 1,0
Kategori penilaian:
1. Suka
2. Tidak suka
105
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 15. (Lanjutan)
A. Persentasi jumlah panelis berdasarkan skala penilaian indikator fisik
sediaan sabun padat yang mengandung eksfolian simplisia daun nangka
7%
Skala penilaian
Indikator 1 2 Jumlah
Warna 19 11 30
% 60 40 100
Aroma 20 10 30
% 70 30 100
Tekstur 30 0 30
% 100 0 100
Kategori penilaian:
3. Suka
4. Tidak suka
106
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 16. Perhitungan Formula
1. Basis sabun (Blanko F0) = 5:1
- Minyak VCO = Bilangan penyabunan: 255-265 mg KOH/g = 260
107
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Simplisia yang dibutuhkan dalam konsentrasi 7% = 11,62 g
Akuades yang dibutuhkan – jumlah simplisia
60 - 11,62 = 48,38
108
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 17. Pemakaian Sabun di Kulit Punggung Tangan.
B
Keterangan: A. Pada saat pemakaian sabun
B. Setelah pemakaian sabun
109
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA