Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 2
FARMASI
2021
KATA PENGANTAR
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah
ini bermanfaat bagi semua pembaca.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan..........................................................................................1
Bab II Pembahasan.........................................................................................2
2.1 Definisi........................................................................................2
2.2 Pengelompokkan Zat Gizi Menurut Kebutuhan..........................3
2.3 Persfektif Ekologi dalam Gizi.....................................................3
2.4 Tujuan Ekologi Pangan dan Gizi.................................................5
2.5 Sistem Pangan dan Gizi...............................................................5
2.6 Hubungan Gizi dan Penyakit.......................................................5
3.1 Kesimpulan...................................................................................8
3.2 Saran.............................................................................................8
Daftar Pustaka................................................................................................9
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Angka kejadian diare di Indonesia begitu banyak dan setiap tahun meningkat.
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sekitar 162 ribu balita
meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Diperkirakan dari
setiap satu juta penduduk anak balita Indonesia mengalami episode diare
sebanyak 1,6 – 2 kali pertahun. Selain itu, di negara berkembang, menyebabkan
kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak-anak terserang
diare infeksi 7 kali setiap tahunnya dibanding di negara berkembang lainnya yang
mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun (Irianto, 2000).
Menurut Scrimsham, (1999) ada hubungan yang sangat erat antara infeksi
(penyebab diare) dengan status gizi terutama pada anak balita karena adanya
tekanan interaksi yang sinergis. Mekanisme patologisnya dapat secara sendiri-
sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya
nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit,
dan peningkatan kehilangan cairan/gizi akibat penyakit diare yang terus menerus
sehingga tubuh lemas. Begitu juga sebaliknya, ada hubungan antara status gizi
dengan infeksi diare pada anak balita. Apabila masukan makanan atau zat gizi
kurang- akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh akan mudah
terserang penyakit. Hal ini dapat terjadi pada anak balita yang menderita penyakit
diare. Oleh sebab, itu masakan makanan atau zat gizi harus diperhatikan agar
tidak terjadi penurunan metabolisme di dalam tubuh.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Istilah ekologi mulanya dicetuskan oleh pakar biologi Jerman yang bernama
Ernest hacckel, pada tahun 1866. Kata ekologi berasal dari dua kata dalam Bahasa
Yunani yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan logos yang berarti
ilmu atau pengetahuan. Jadi ekologi adalah ilmu yang mempelajari organisme di
tempat tinggalnya.
Gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza“ yang menurut harafiah adalah zat
makanan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah “nutrition“ yang berarti
adalah bahan makanan. Zat gizi sering diartikan juga sebagai ilmu gizi. Zat gizi
adalah zat-zat yang diperlukan tubuh yang berasal dari zat makanan. Macam-
macam zat gizi meliputi karbohidrat (hidrat arang), lemak, protein, mineral, dan
vitamin. Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan
yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dri organ-organ,
serta menghasilkan energi ( Maryam dkk, 2014).
2
2.2 Pengelompokan Zat Gizi Menurut Kebutuhan
a. Bio
Bio merupakan pangan yang mengalami proses biologis atau proses secara
alami setelah masuk ke dalam tubuh dan mempunyai pengaruh pada fungsi organ
tubuh untuk tumbuh kembang dan kesehatan optimal sehingga dapat melakukan
kegiatan secara produktif. Faktor biologis merupakan proses alamiah yang
dilakukan oleh tubuh atau alam dalam proses pengoptimalan produksi. Contoh :
tubuh merupakan contoh kerja produksi yang tak berbayar (kerja ginjal atau kerja
jantung), proses tumbuhnya tumbuhan merupakan proses produksi alam yang tak
berbayar.
3
b. Eco
Pangan tidak hanya sebagai pemenuhan gizi manusia, tetapi juga sebagai
pelestari atau untuk sustainability. Hubungan manusia dengan alam bukan lagi
hubungan produksi saja tetapi hubungan timbal balik bagaimana pangan itu bisa
lestari tetapi juga menghasilkan kualitas sumber daya alam dan lingkungan yang
baik (interaksi manusia dengan alam) Fungsinya untuk melestarikan dan
memperbaiki sumber daya alam dan lingkungan.
c. Culture
Dalam gizi, faktor budaya menyangkut aspek sosial. Jadi aspek ekomoni,
politik dan proses budaya yang lain. Contoh : pada saat ini di negara maju
menganggap lingkungan itu bukan bagian dari produksi saja, tetapi juga bagian
dari kehidupan mereka. Dalam filsafat Jawa ada yang dinamakan Ibu Bumi
(Mother Earth). Teori feminist menganggap bahwa bumi itu adalah perempuan.
Ketika ekstraksi sumber daya alam berlebih, itu merupakan sistem kerja patriarki.
Proses budaya tersebut memperngaruhi jenis pangan yang dikonsumsi, cara
mengolah dan menkonsumsinya, kapan dan dimana mereka makan. Jadi setiap
hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan secara budaya. Beberapa
daerah masih beranggapan bahwa ketika kita menanam kita juga mengadakan
selametan. Masyarakat menggap bahwa hal itu merupakan wujud rasa syukur
terhadap alam.
Dalam bio, eco dan culture, pangan lokal atau etnis memiliki tingkat
pencemaran pangan yang sedikit atau lower food miles. Ada teori yang
mengatakan bahwa pertanian atau pangan monokultur yang terjadi di Indonesia
ataupun dunia, bukan untuk mempertahankan ketahanan pangan, tetapi
menciptakan racun racun yang baru. Contohnya : di negara barat, pupuk urea
sudah tidak digunakan lagi karena dianggap sebagai racun. Pangan lokal
merupakan wujud dari bio, eco dan culture. Jadi bio, eco dan culture dalam
pangan merupakan hal yang penting karena dapat diselaraskan dengan pola
pangan lokal.
4
2.4 Tujuan ekologi pangan dan gizi
Manusia memerlukan gizi untuk menjalankan fungsi tubuh. Kekurangan dan
kelebihan gizi dapat menyebabkan masalah kesehatan. Tujuan dari ekologi
pangan gizi yaitu:
Meningkatkan ketersediaan komoditas pangan dengan jumlah yang cukup,
kualitas memadai dan tersedia sepanjang waktu melalui peningkatan
produksi dan peanekaragaman serta pengembangan produksi olahan.
Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk menetapkan
ketahanan pangan ditingkat rumah tangga.
Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik
dengan menurunkan prevelensi gizi kurang dan gizi lebih.
Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi
untuk mencapai hidup sehat.
Secara umum diterima bahwa gizi merupakan salah satu determinan penting
respons imunitas. Penelitian epidmiologis dan klinis menunjukkan bahwa
kekurangan gizi menghambat respons imunitas dan meningkatkan resiko
penyakit. Sanitasi dan higiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang
tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan pengetahuan gizi yang tidak memadai
berkontribusi terhadap ketahanan suatu penyakit. Berbagai penelitian yang
dilakukan selama kurun 35 tahun yang lalu membuktikan bahwa gangguan
imunitas adalah salah satu faktor antara (intermediete factor ) dan kaitan gizi
dengan penyakit infeksi. ( Chandra, 1997 )
5
a.Gizi dan Imunitas
Gangguan pada berbagai aspek imunitas , termasuk fagositosis, respon
proliferasi sel ke mitogen, serta produksi tlymphocyte dan sitikin telah
ditemukan pada kondisi kekurangan gizi ( Chandra Kumari,1994 )
Karena begitu erat kaitannya antara kasus gizi dan fungsi imunitas,
Chandra dan Scrimshaw (1980) menawarkan indeks imunitas sebagai
ukuran status gizi. Fungsi imunitas dinilai adalah komponen komplemen,
delayed-hypersensitivity, thymusdependent lymphocytes, secretory lgA,
microbacidial capacity of neutrophils dan leukacyte terminal transferase.
Beberapa penelitian baik pada tikus maupun pada manusia telah
menghasilkan informasi penting berkenan hubungan antara susu fermentasi
dengan imunitas. Pemberian susu terfermentasi dapat mendorong
pembentukan antibodi dan respons imunitas seluler pada orang sehat.
Fungsi imunitas yang paling dipengaruhi berperantara sel dan aktivitas
sitokin (Solos-Pereira et al., 1997 )
Walaupun ada bukti bahwa kekurangan gizi dapat mempengaruhi
patogen (Levander,1997) akan tetapi, pada umumnya kekurangan gizi pada
penyakit infeksi dikaitkan dengan menurunnya fungsi imunitas tubuh.
Kekurangan energi-protein, misalnya menyebabkan penurunan pada
poliferasi limposit, produksi sitokin dan respons antibodi terhadap vaksin
(Lesourd,1997)
c.Vitamin
Vitamin A
Vitamin A secara luas berperan pada fungsi imunitas. Vitmin A sangat
penting untuk memelihara integritas epitel, termasuk epitel usus. Hal ini
berkaitan dengan hambatan fisik terhadap patogen dan imunitas
mukosal.
Pemberian vitamin A juga dapat menurunkan episode dan kejadian
diare pada anak-anak ketika dikombinsikan dengan mineral seng
( Rahman et al., 2001 ). Efek sumplementasi dapat berkolerasi dengan
peningkatan produksi antibodi T-cell-dependent ( Coutsoudis et al.,
1991). Oleh karena itu, suplementasi vitamin A dianjurkan untuk
penanganan infeksi cacar air ( Beck, 2001).
Vitamin E
6
Vitamin E disebut juga vitamin antioksidan. Karena perannya untuk
menggangkat radikal bebas. Karena kemampuannya menahan tekanan
radikal oksidaif vitamin E disebut sebagai vitamin antipenuaan.
Selain sebagai antioksidan, vitamin E juga sebagai zat gizi yang
penting untuk pencegahan penyakit infeksi. Penelitian pada berbagai
jenis hewan coba mengindikasikan bahwa vitamin antioksidan berkaitan
dengan fungsi imunitas ( Bendich,1990 dala pallast et al., 1999 ). Lebih
spesifik lagi suplementasi vitamin E mengadosis ( melebihi angka
kecukupan gizi ) memiliki efek perangsangan pada imunitas humoral
dan berperantara sel ( Tangerdy et al., 1989 dalam pallast et al., ,1999 ) .
Mekanisme peningkatan fungsi imunitas oleh vitamin E masih belum
seluruhnya dipahami. Dengan mekanisme tersebut diduga melalui efek
langsung dan tidak langsung ( melalui makrofag) vitamin E pada fungsi
T-cell. Efek langsung vitamin E mungkin diperantarai oleh perubahan
molekul melalui reseptoe membran T-cell yang diinduksi oleh vitamin E.
Melalui perannya sebagai antioksidan, vitamin E juga dapat
menurukan produksi faktor penekanan imunitas (immunosuppressive
factors )seperti prostaglandin E dan hidrogen peroksida dengan
mengaktifkan makrofag (Beharka et al., 1997 dalam pallast et al 1999)
Vitamin c
Termasuk antioksidan. Vitain C berakumulasi dalam neutrofil,
limposit dan monosit (Evans et al., 1982) yang mengindikasikan
vitamin C berperan penting pada fungsi imunitas. Penelitian
menunjukkan fungsi pagosit, poliferasi t-cell dan produksi sitokin
dipengaruhi oleh status vitamin C.
d. Mineral
Selenium
Selenium berperan penting dala fungsi imunitas. Selenium
mempengaruhi baik sistem imunitas bawaan (innate ) , nonadaptif dan
buatan (aquired). Selain itu, selenium memiliki fungsi neutrofil
(Arthur , 2003 ).
Kekurangan selenium diketahui mempengaruhi virus patogen. Salah
satu contohnya adalah coxsackievirus, suatu jenis virus mRNA
( Levander,1997,2001, Beck et al ,2003).
Seng
Asupan seng merupakan faktor penting pada modulasi faktor imunitas
berperantara sel. Kekurangan seng berdampak pada penurunan respons
pembentukan antibodi dalam limfa ( Chandra and au,1980)
Kekurangan seng juga berkaitan dengan respons imunitas yang
diindikasikan oleh kuantitas limposit dalam darah perifer, poliferasi T-
lympohocyte, pelepasan 1L-2, atau citoksik limposit ( Keen and
Gerswhin, 1990).
Suplementasi seng pada orang usia lanjut yang kekurangan seng dapat
memperbaiki respons imunitas (Lesourd,1997). Suplementasi seng
bersama-sama dengan mikromineral lain ( selenium dan kuprum ) juga
menurunkan infeksi bronchopneumonia dan mempersingkat waktu
rawat pasien yang menderita luka bakar ( Berger et al., 1998 )
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gizi merupakan determinan penting bagi respon imunitas. Perbaikan pada
fungsi imunitas merupakan faktor antara peran gixi pada pencegahan penyakit
infeksi. Gizi dan penyakit saling berkaitan secara sinergis.
3.2 Saran
a.tetap menjaga keseimbangan gizi agar terhindar dari berbagai macam
penyakit
b. dianjurkan mengkonsumsi makanan yang bernutrisi seimbang agar
kesehatan tetap terjaga
8
DAFTAR PUSTAKA