Oleh Nur Aji, M.Farm., Apt Definisi Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).
Krim adalah sediaan semi solid kental,
umumnya berupa emulsi M/A (krim berair) atau emulsi A/M (krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134). Penggolongan Krim Berdasarkan tipe • Tipe M/A atau O/W. Krim M/A (Vanishing krim) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas. • Tipe A/M atau W/O. Penggunaan krim jenis ini umumnya pada penggunaan dengan waktu kontak yang lebih lama, contoh krim malam dan pelembab kaki. Berdasarkan pemakaian • Untuk kosmetik, Contoh : Cold cream • Untuk pengobatan, Contoh : Krim neomisin Keuntungan Sediaan Krim • Keuntungan sediaan krim adalah : – Mudah dicuci dan dihilangkan dari kulit dan pakaian – Tidak lengket (emulsi m/a) • Basis krim mengandung air dan surfaktan mempercepat pelepasan obat. • Krim mudah dipakai, memberikan dispersi obat yang baik pada permukaan kulit dan mudah dicuci dengan air. • Absorbsi obat yang optimal adalah pada obat yang larut air dan larut minyak, maka bentuk pembawa yang cocok untuk memperoleh absorbsi yang optimal adalah krim atau basis salep emulsi (RPS, Hal 413). Jalur Penetrasi Obat pada Kulit Hal-hal Penting dalam Merancang Suatu Sediaan Krim • Pemilihan zat aktif untuk sediaan krim harus dalam bentuk aktifnya. • Pemilihan basis krim harus disesuaikan dengan sifat atau kestabilan zat aktif yang digunakan. Bila zat aktif larut lemak, maka sebaiknya tipe emulsi A/M dan demikian pula sebaiknya. • Pada pembuatan krim perlu ditambahkan pengawet, karena : – Krim mengandung fase air yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. – Kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari bahan baku, alat maupun selama penggunaan sediaan Lajutan • Krim mengandung minyak. Jika krim menggunakan minyak nabati, maka perlu ditambahkan antioksidan untuk mencegah terjadinya ketengikan, akibat terjadi reaksi oksidasi • Bila sediaan yang terutama ditujukan untuk penggunaan pada luka terbuka yang besar atau kulit yang parah, maka krim harus steril. Sediaan Krim yang Ideal • Dapat menjamin stabilitas sistem dispersi, tetapi juga cukup lunak sehingga mudah dioleskan. • Bebas dari partikel kasar atau partikel yang tidak larut. • Bebas dari pastikel tajam yang tidak larut. • Bioavalabilitas optimal. FORMULASI • Basis Krim – Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit, aliran darah dan jenis luka (Art of Compounding). Pertimbangan utamanya adalah sifat zat berkhasiat yang digunakan dan konsistensi sediaan yang diharapkan. – Persyaratan basis (RPS 18th ed. hal 1603) antara lain: • noniritasi • mudah dibersihkan • tidak tertinggal di kulit • stabil • tidak tergantung pada pH • tersatukan dengan berbagai obat • Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan basis adalah: – kualitas dan kuantitas bahan – cara pencampuran – suhu pembuatan – jenis emulgator, dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang stabil dengan tipe emulsi yang dikehendaki (M/A atau M/A) • Basis emulsi tipe A/M. Contoh: lanolin, cold cream • Sifat : – emolien – oklusif – mengandung air – beberapa mengabsorpsi air yang ditambahkan – berminyak • Basis emulsi tipe M/A. • Sifat: – mudah dicuci dengan air – kurang berminyak – dapat diencerkan dengan air – tidak oklusif Zat Tambahan dalam Krim • Pengawet – Kriteria pengawet yang ideal adalah sebagai berikut : – Tidak toksik dan tidak mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan – Lebih mempunyai daya bakterisid daripada bakteriostatik – Efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas – Stabil pada kondisi penyimpanan. – Tidak berbau dan tidak berasa – Tidak mempengaruhi (inert)/ dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula dan bahan pengemas. – Larut dalam konsentrasi yang digunakan. • Pendapar • Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif, untuk meningkatkan bioavailabilitas yang maksimum. Dalam memilih pendapar harus diperhatikan pengaruh pendapar tersebut terhadap stabilitas krim dan zat aktif. • Humektan atau pembasah • Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan mencegah kekeringan (kehilangan air) dan meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan meningkatkan kualitas usapan dan konsistensi secara umum. • Antioksidan • Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: potensi, sifat iritan, toksisitas, stabilitas, kompatibilitas, warna, bau. • Pengompleks • Pengompleks diperlukan untuk mengomplekskan logam yang ada dalam sediaan yang dapat mengoksidasi. Zat Pengemulsi / Emulgator • Stearil alkohol – Kelarutan : tidak larut dalarn air, larut dalam alkohol, eter, aseton, benzen, kloroform, minyak tumbuhan. • Asam Stearat – Kelarutan : tidak larut dalam air, larut dalam 1:20 alkohol, 1:2 kloroform, 1:3 eter, 1:25 aseton, 1:6 karbon tetraklorida; sangat larut dalam karbon disulfida; larut dalam amil asetat, benzen, toluene • Trietanolamin – Titikleleh : 20-21 °C – Kelarutan : tidak bercampur dengan air atau alkohol; larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter, benzen. • Setil alkohol – Penggunaan: sebagai emulgator dan emollien konsentrasinya 2- 5% Polysorbates (Tween) Kelarutan : • Tween 20 : larut dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral; Tween 40 : larut dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral; Tween 60 : larut dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral; Tween 80 : larut dalam air, alkohol, tidak larut dalam minyak mineral. • Kegunaan : merupakan surfaktan nonionik, pembasah dan emulgator, pengsolubilisasi. • Kestabilan : stabil terhadap elektrolit, juga terhadap asam dan basa lemah. Dengan asam dan basa kuat terjadi penyabunan bertahap. Ester asam oleat dari polisorbat sensitif terhadap oksidasi. Sorbitan esters (Span) • Kelarutan : – Span 20 (Sorbitan monolaurat) : larut dalam methanol, alkohol, terdispersi dalam aquadest. – Span 80 (Sorbitan monooleat) : larut dalam kebanyakkan minyak mineral dan minyak tumbuhan, sukar larut dalam eter, terdispersi dalam aquadest, tidak larut dalam aseton. – Span 40 (Sorbitan monopalmitat) : terdispersi dalam aquadest 50°C, larut dalam etil asetat tidak larut dalam aquadest dingin. – Span 60 (Sorbitan monostearat) : larut (di atas titik leleh) dalam minyak mineral dan minyak tumbuhan, tidak larut dalam air, alkohol dan propilenglikol. – Span 80 (Sorbitan monooleat) : larut dalam kebanyakkan minyak mineral dan minyak tumbuhan, sukar larut dalam eter, terdispersi dalam aquadest, tidak larut dalam aseton. • Na-lauril sulfat Kelarutan : 1:10 dalam air membentuk larutan yang keruh, larut sebagian dalam alkohol, praktis tidak larut dalam kloroform, eter dan light petroleum. • Emulgid, Emulgid terdiri dari 30% GMS (Gliserin Monostearat), 10% asam lemak bebas, 7% sabun Prosedur Pembuatan • Metode in situ (Emulsions and Emulsion Technology, Part I Vol. 6,Lissant, KJ. Hlm. 758) – Yaitu sabun yang digunakan sebagai emulsifier dalam emulsi M/A terbentuk selama proses emulsifikasi. Contoh: asam stearat dan trietanolamin (TEA) membentuk sabun trietanolamin stearat. – Cara: • Panaskan air dan TEA hingga suhu 70oC. • Lelehkan asam stearat pada suhu 65°C. • Campurkan keduanya dalam cawan penguap (yang masih panas tersebut). • Gerus sampai terbentuk basis yang halus dan homogen. • Metode pelelehan – Zat pembawa + zat aktif, dilelehkan dan diaduk hingga membentuk fasa homogen. Perhatikan stabilitas zat yang berkhasiat terhadap suhu pada saat pelelehan. • Metode pelelehan (fusion) – Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel yang dikehendaki. – Timbang basis semisolida yang tahan pemanasan, panaskan di atas penangas air hingga di atas suhu leleh (sampai lumer). Untuk sediaan krim pemanasan fasa air dan minyak dilakukan terpisah masing-masing dilakukan pada suhu 70oC. – Setelah dipanaskan masukkan ke dalam mortir hangat (dengan cara membakar alkohol di dalam mortir), aduk homogen sampai dingin dan terbentuk masa semisolida. • Triturasi – Zat yang tidak larut didistribusikan dengan sedikit basis atau dengan salah satu zat pembantu, tambahkan sisa basis. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan teriebih dulu zat aktif kemudian dicampurkan dengan basis yang akan digunakan. PERMASALAHAN DALAM SEDIAAN Flokulasi ( agregasi) Flokulasi terjadi sebelum, saat, atau setelah creaming. Flokulasi merupakan agregasi yang reversibel dari droplet fase. Creaming, terjadi emulsi yang terkonsentrasi sehingga membentuk krim pada permukaan emulsi. Creaming merupakan pergerakan keatas droplet yang terdispersi dalam fase pendispersi. Cracking, yaitu koalesen dari globul yang terdispersi dan pemisahan fase terdispersi membentuk lapisan yang terpisah. EVALUASI SEDIAAN • Organoleptik • Homogenitas • Viskositas • Ukuran Partikel/ Globul • Stabilitas • Tipe Emulsi Surfaktannya ?
Asam Stearic acid Larut Minyak 17%
Sodium carbonate 0.5% Basa Potassium hydroxide 0.5% Glycerin Larut Air 6% Water 71% Menguap Alcohol 4.5% Perfume 0.5%