Anda di halaman 1dari 15

Selasa, 21 Juli 2015

Makalah Simplisia Tanaman Kangkung Darat


(Ipomoea reptans)
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang

Di Indonesia terdapat berbagai macam tanaman obat. Tanaman obat atau yang biasa dikenal
dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat tradisional, fitofarmaka, maupun
farmasetika. Dapat berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak, kelompok
senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam.

Tanaman obat dapat memberikan nilai tambah apabila diolah lebih lanjut menjadi berbagai
jenis produk. Tanaman obat tersebut dapat diolah menjadi berbagai macam produk, seperti simplisia
(rajangan), serbuk, minyak atsiri, ekstrak kental, ekstrak kering, kapsul maupun tablet.

Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagi bahan baku obat
yang belum mengalami pengolahan atau baru dirajang saja, tetapi sudah dikeringkan. Permintaan
bahan baku simplisia sebagai bahan baku obat-obatan semakin meningkat dengan bertambahnya
industri jamu. Selain itu, juga dikarenakan efek samping penggunaan tanaman obat untuk
mengobati suatu penyakit lebih kecil dibandingkan obat sintetis.

Produk hasil tanaman obat tidak hanya sampai pada bentuk simplisia, namun juga sampai
pada bentuk ekstrak sebagai komoditi agrobisnis, melalui industri ekstrak. Untuk memperoleh
keajegan dari mutu ekstrak yang diproduksi, maka setiap ekstrak harus dilakukan standarisasi.

Tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans, Poir) adalah salah satu obat herbal
yang memiliki aktivitas antihiperglikemik. Untuk memperoleh senyawa aktif dari tanaman kankung
darat yang bermutu baik, maka perlu dilakukan standarisasi ekstrak yang dihasilkan.

B.       Rumusan Masalah

1)   Apakah yang dimaksud dengan simplisia ?

2)   Bagaimanakah cara pembuatan simplisia kangkung darat yang baik dan benar ?

3)   Bagaimana standarisasi yang dilakukan pada ekstrak kangkung ?


C.       Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini, antara lain:

1)   Untuk mengetahui yang dimaksud dengan simplisia,

2)   Untuk mengetahui cara pembuatan simplisia kangkung darat yang baik dan benar, dan

3)   Untuk mengetahui standarisasi dari ekstrak kangkung yang dihasilkan.

D.      Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang
dilakukan untuk mengetahui cara pembuatan simplisia kangkung yang baik dan benar serta untuk
mengetahui mutu dari ekstrak yang dihasilkan dengan standarisasi. Penelitian ini dilakukan dengan
ekstraksi simplisia daun kangkung darat kemudian dilakukan standarisasi ekstrak yang dihasilkan.
Rancangan penelitian ini dilakukan secara acak dengan mengambil sampel kangkung darat dari tiga
daerah yang berbeda.

Populasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kangkung darat. Sedangkan sampel
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kangkung darat yang diperoleh dari daerah Balangan
(Kab. Sleman), Candisari (Kab. Sleman), dan Gantiwarno (Kab. Klaten).

Dasar-dasar pembuatan simplisia adalah sebagai berikut :

a.     Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat, tetapi dengan
suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia yang
diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan
kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang
memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan yang
pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.

b.    Simplisia dibuat dengan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak berkelanjutan
kearah yang tidak diinginkan.

c.     Simplisia dibuat dengan proses khusus.

Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati, penyaringan sari air
dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia yang
dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
d.    Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan
harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat dan lain-lain.

BAB II
PEMBAHASAN

1.    Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.
Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan
cara tertentu di pisahkan dari tanamannya.

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka


simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyarata minimal tersebut,
ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain :

a.    Bahan baku simplisia.

b.    Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyiapan bahan baku simplisia.

c.    Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.

Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor
tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang telah ditetapkan.
Adapun macam-macam simplisia nabati dapat berasal dari bagian tumbuhan, antara lain:

a)    Rimpang (rhizome)

Rimpang merupakan batanf dan daun yang terdapat di dalam tanah, bercabang-cabang, dan
tumbuh tunas yang muncul ke atas tanah dan menjadi tumbuhan baru. Kunyit dan Jahe merupakan
salah satu contoh jenis rimpang yang biasa dijadikan simplisia.

b)   Akar (radix)

Akar merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat dalam tanah. Tugas akar selain
memperkuat tegaknya tumbuhan, menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kadang-kadang
juga sebagai tempat menimbun makanan. Menurut bentuknya, dibedakan 2 macam akar yaitu akar
tunggang dan akar serabut. Akar tunggang hanya terdapat pada tumbuhan yang ditanam dari biji.
Akar untuk simplisia bisa dari tanaman rumput, perdu, atau tanaman berkayu keras. simplisia akar
dikumpulkan ketika proses pertumbuhannya terhenti. Contoh akar yang kerap dijadikan simplisia
adalah Ginseng.

c)    Kayu (Lugnum)

Kayu yang biasa digunakan sebagai simplisia merupakan kayu tanpa kulit. Pemotongan kayu
biasanya dilakukan miring sehinggak permukaan menjadi lebar. Kadangkala berupa serutan kayu.

d)   Kulit Kayu (Cortex)

Kulit kayu merupakan bagian terluar dari batang pada tanaman. Contoh kulit kayu yang
dijadikan simplisia adalah kayu manis dan kayu secang.

e)    Biji (Semen)

Biji biasanya dikumpulkan dari buah yang masak. Contoh bagian biji yang digunakan sebagai
simplisia adalah biji mahoni dan biji kemangi atau sering disebut selasih.

f)    Buah (fructus)

Buah untuk simplisia biasanya dikumpulkan setelah masak. Contoh buah yang biasa dijadikan
simplisia adalah buah mengkudu.

g)   Bunga (flos)

Bunga yang digunakan sebagai simplisia dapat berupa bunga tunggal atau majemuk. Contoh
bunga yang dijadikan simplisia adalah bunga melati dan bunga cengkeh.
h)   Daun (folium)

Bisa dikatakan, daun adalah jenis simplisia yang paling sering digunakan dalam pembuatan
herbal. simplisia tersebut bisa derupa daun segar atau kering dan dapat berupa pucuk daun seperti
teh atau daun tua seperti daun salam.

i)     Herba (herba)

Herba merupakan seluruh bagian dari tanaman obat mulai dari akar, batang, daun, bunga, dan
buah yang berasal dari tanaman jenis terna yangbersifat herbaceus. Contohnya , Pegagan.

2.    Cara Pembuatan Simplisia yang Baik dan Benar

Proses pembuatan simplisia terdiri atas:

1)   Pengumpulan Bahan Baku

Tahapan ini sangat menentukan kualitas bahan baku, dimana faktor yang paling berperan
adalah masa panen. Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan
bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering.Alat yang diguna-kan dipilih dengan tepat untuk
mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan.  Seperti rimpang, alat untuk panen
dapat menggunakan garpu atau cangkul.  Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau
dipisahkan.  Penempatan dalam wadah (keranjang, kantong, karung dan lain-lain) tidak boleh terlalu
penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan
diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebab-kan
terjadinya proses fermentasi/ busuk.  Bahan juga harus dijaga dari gang-guan hama (hama gudang,
tikus dan binatang peliharaan).

Kemudian proses pasca panen yang merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap
tanaman budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat
bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan untuk
diproses selanjutnya.  Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan cara dan tenggang
waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. 
Selama proses pasca panen sangat penting diperhatikan keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang
digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung
tangan.  Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu, efek
terapinya tinggi  sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

2)   Sortasi Basah

Penyortiran segar atau sortasi basah dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau
bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil.  Bahan nabati yang baik memiliki kandungan
campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk
memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah
pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.

3)   Pencucian

Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-mikroba yang


melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi
mutu bahan. Pencucian menggunakan air bersih seperti air dari mata air, sumur atau  PAM.
Penggunaan air kotor menyebabkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan
bertambah.  Pada saat pencucian perhatikan air cucian dan air bilasannya, jika masih terlihat kotor
ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang
terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :

a)    Perendaman bertingkat

Perendamana biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran seperti
daun, bunga, buah dll.  Proses perendaman  dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang
berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak.  Saat
perendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan
tangan.  Metoda ini akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat mudah melarutkan zat-zat
yang terkandung dalam bahan.

b)   Penyemprotan

Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada bahan
seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain.  Proses penyemprotan dilakukan de-ngan menggunakan air
yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat
pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya meng-gunakan air yang
cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya kandungan dalam bahan.

c)    Penyikatan (manual maupun oto-matis)

Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak lunak dan
kotorannya melekat sangat kuat.  Pencucian ini memakai alat bantu sikat yang digunakan bentuknya
bisa bermacam-macam, dalam hal ini perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan.
Penyikatan dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya. 
Pembilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat.Metode pencucian ini dapat menghasilkan
bahan yang lebih bersih dibandingkan dengan metode pencucian lainnya, namun meningkatkan
resiko kerusa-kan bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikroorganisme.
4)   Pengubahan Bentuk

Bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan bahan baku sehingga proses pengeringan
akan berlangsung cepat. Contoh perlakuan untuk pengubahan bentuk adalah perajangan pada
rimpang, daun dan herba. Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan ber-
pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat
aktif  yang terkandung dalam bahan.  Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air
dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran  dan kemungkinan
besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah
sebesar 7 – 8 mm, jahe, kunyit dan kencur 3 – 5 mm.  Perajangan bahan dapat dilakukan secara
manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin pemotong atau
perajang.  Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian.  Untuk tujuan mendapatkan
minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih
cepat kering bentuk irisan sebaiknya melintang (slice).

5)   Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara
mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan dapat terhambat.  Dengan demikian dapat
dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama
Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu
dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang
dikeringkan.  Pada umumnya suhu pengeringan  adalah antara 40 – 600 ºC dan hasil yang baik dari
proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. 

Demikian pula dengan waktu pengeringan juga bervariasi, tergantung pada jenis bahan yang
dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga.  Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pro-
ses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan menggunakan sinar matahari),
kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Penge-ringan bahan
dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun secara mo-dern
dengan menggunakan alat pe-ngering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh
dryer.

Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzimatis, pencokelatan,


fermentasi dan oksidasi.  Ciri-ciri waktu pengeringan sudah berakhir apabila daun ataupun temu-
temuan sudah dapat dipatahkan dengan mudah. Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering
memiliki kadar air ± 8 – 10%.  Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik
dalam pengolahan maupun waktu penyimpanan.
Proses pengeringan simplisia bertujuan untuk :

a)    Mengurangi kadar air, sehingga simplisia tidak mudah terkontaminasi oleh fungi atau jamur dan
bakteri.

b)   Menghentikan aktivitas atau kerja enzim.

c)    Mengurangi atau mencegah perubahan kimia terhadap senyawa aktif.

6)   Sortasi Kering

Merupakan pemilihan bahan setelah proses pengeringan, dimana bahan-bahan yang rusak
(terlalu gosong) dan kotoran hewan yang mungkin terdapat didalamnya harus disortasi atau
dibuang. Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada
simplisia.  Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum
dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia
ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.

7)   Pengepakan dan Penyimpanan

Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah dikeringkan.  Jenis kemasan yang
digunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat
menjamin mutu produk yang dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat
melindungi isi pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau
boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.

Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan : nama bahan,
bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi,
nama/alamat penghasil, berat bersih, metode penyimpanan.

Penyimpanan simplisia dapat dilakukan  di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang ber AC.
Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan berventilasi.  Ventilasi harus
cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan panas. Perlakuan simplisia dengan
iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi
simplisia tanaman obat. Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia selama
penyimpanan 3 – 6 bulan.  Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus diperhatikan adalah cara
penanganan yang tepat dan higienes.
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :

a)    Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan
dipelihara dengan baik.

b)   Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air hujan.

c)    Suhu gudang tidak melebihi 300ºC.

d)   Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650ºC) untuk mencegah terjadinya
penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme
sehingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.

e)    Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.

f)    Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan simplisia yang disimpan harus
dicegah

Pada sampel tanaman kangkung darat, pembuatan simplisia dilakukan dengan cara sebagai
berikut :

 Proses pemanenan dilakukan pada pagi hari menggunakan tangan, lalu hasil panen.
Tumbuhan yang telah dipanen kemudian disortasi antara batang dan daunnya, bagian tumbuhan
yang dipakai hanyalah bagian daunnya saja lalu dicuci dengan air bersih. Daun yang telah dicuci
kemudian ditiriskan, dirajang halus dan dikeringkan pada lemari pengering. Simplisia kering yang
didapat disortasi kembali, kemudian dihaluskan dengan blender. Dan diayak untuk memperoleh
serbuk simplisia dengan derajat halus tertentu, yaitu 4/18.

Setelah itu, serbuk simplisia di ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut


etanol 96%. Proses ektraksi dilakukan kurang lebih selama 6 hari. Kemudian di lakukan pemekatan
ekstrak cair yang diperoleh menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ektrak
kental yang didapat akan digunakan untuk dilakukan standarisasi mutu ekstrak.

3.    Standarisasi Mutu Simplisia

Standarisasi simplisia dan ekstrak merupakan langkah awal pengembangan tumbuhan obat
yang akan dikembangkan menjadi sediaan obat tradisional, baik berupa obat herbal terstandar
maupun fitofarmaka. Untuk memperoleh ekstrak yang terstandar, perlu diperhatikan kondisi wilayah
asal tumbuhan, proses pemanenan, sortasi, pasca panen, hingga metode ekstrasi simplisia, karena
semua hal tersebut dapat mempengaruhi keajegan mutu ekstrak yang diperoleh.

Standarisasi simplisia pada kangkung darat yang dilakukan terdiri dari :

1)   Uji parameter spesifik


a)    Organoleptik

Uji ini dilakukan sebagai pengenalan awal yang sederhana dan subyektif. Uji dilakukan dengan
menggunakan panca indera meliputi pengenalan bentuk, bau, rasa, dan warna dari ekstrak kangkung
darat.

Tabel Hasil Pengamatan Uji Organoleptik

Parameter Balangan Candisari Gantiwarno

Organoleptik

Warna Hitam kehijauan Hitam kehijauan Hitam kehijauan

Bau Khas kangkung Khas kangkung Khas kangkung

Rasa Asam dan pahit Asam dan pahit Asam dan pahit

Bentuk Kental Kental Kental

b)   Kadar kandungan kimia

          Dilakukan dengan cara uji kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak petroleum eter :
aseton  (7:3). Fase diam menggunakan Silica Gel 60 GF 254. Kemudian pengukuran dilakukan dengan
mengukur nilai AUC dari spot yang di hasilkan dengan KLT densitometri.

Tabel : Kandungan betakaroten ekstrak daun kangkung darat

Parameter Pengujian Balangan Candisari Gantiwarno

Betakaroten (% b/b) 2,8 5,7 3,2

Standar Deviasi (SD) 0,64 0,70 1,6

2)   Uji parameter non spesifik

a)    Bobot jenis

Pengukuran bobot jenis ekstrak dilakukan dengan menggunakan alat piknometer pada suhu
kamar (25ºC). Piknometer yang telah dikalibrasi, bersih dan kering digunakan untuk menetapkan
bobot piknometer dan air yang telah dididihkan pada suhu 25ºC. Suhu ekstrak cair diatur hingga
suhu dibawah 20ºC kemudian dimasukkan ke dalam piknometer. Piknometer yang telah diisi, diatur
suhunya hingga suhu 25ºC, kelebihan ekstrak yang ada dibuang dan ditimbang. Hasil perolehan
bobot jenis ekstrak cair dihitung dengan mengurangkan bobot piknometer kosong dari bobot
piknometer yang telah diisi.
Tabel : Hasil pengukuran bobot jenis ekstrak kangkung darat

Ekstrak Bobot jenis (g/ml)

(replikasi)
Balangan Candisari Gantiwarno
Hasil pengukuran

1 0,8210 0,8340 0,8216 bobot jenis pada tabel


tersebut menunjukkan
2 0,8232 0,8333 0,8195
ekstrak kental daun
3 0,8220 0,8349 0,8283 kangkung darat dari

0,8232 berbagai wilayah budidaya


Rata-rata 0,8221 0,8341
memiliki nilai yang hampir
Standar 0,0011 0,0008 0,0046 sama.
Deviasi (SD)

b)   Kadar air

Untuk pengukuran kadar air dilakukan dengan metode destilasi azeotrop. Pereaksi yang
digunakan adalah xilene jenuh air, xilene dikocok dengan sedikit air, biarkan memisah dan lapisan
airnya dibuang. Tabung penerima dan pendingin dibilas dengan akuades, kemudian dikeringkan
dalam lemari pengering. Ekstrak yang digunakan sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu alas bulat
yang kering.

Xilene jenuh air sejumlah 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, rangkaian alat
dipasang dan dipanaskan selama 15 menit. Xilene mulai mendidih dan terjadi penyulingan. Setelah
semua tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan xilene jenuh air, penyulingan dilanjutkan
selama 5 menit. Tabung penerima didinginkan hingga suhu ruang. Diperoleh volume air setelah
terjadi pemisahan antara air dan xilene secara sempurna. Kadar air dihitung dalam % v/b. Proses
diulangi sebanyak 3 kali.
Tabel : Hasil pengujian kadar air ekstrak kangkung darat

Ekstrak Kadar Air (%)

(replikasi)
Balangan Candisari Gantiwarno

1 10,53 20,84 11,13

2 11,75 20,30 10,90

3 11,59 20,66 11,13

Rata-rata 11,29 20,60 11,05

Standar 0,66 0,27 0,13

Deviasi (SD)
Hasil pengujian kadar air ekstrak dari ketiga wilayah budidaya masih memenuhi persyaratan
kadar air yang diperbolehkan dalam ekstrak kental yaitu 5-30 %.

c)    Kadar abu total dan abu yang tidak larut asam

Kandungan mineral dari ekstrak daun kangkung darat dapat ditunjukkan dari hasil pengukuran
kadar abu total pada ekstrak. Kandungan mineral yang dimaksud dapat berasal dari internal maupun
eksternal (cemaran), termasuk unsur anorganik pada ekstrak . Mineral yang terkandung dapat
berupa garam organik seperti garam-garam asam malat, oksalat, asetat, pektat, dan garam
angorganik seperti garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat. Hasil pengujian menunjukkan
kadar abu ekstrak daun kangkung darat telah sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh
Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih

dari 8,6%.

Hasil pengujian kadar abu total ekstrak kangkung darat

Ekstrak Kadar abu total (%)

(replikasi)
Balangan Candisari Gantiwarno

1 7,6392       3,2973 7,4542

2 7,7092 3,3671 7,1014

3 7,6142 3,3220 6,7450

Rata-rata 6,7450 3,3288 7,1002

Standar 0,0492 0,0354 0,3546


Pengujian kadar abu
Deviasi (SD) tidak larut asam bertujuan
untuk menunjukkan zat
anorganik khususnya kandungan seperti pasir, silika, lumpur, dan lain sebagainya (Marliani,  et al.,
2011). Selain dipengaruhi oleh kondisi topografis lahan (tanah) budidaya dengan kandungan
senyawa tersebut cukup tinggi, proses pencucian,  pengeringan, maupun penyimpanan juga dapat
mempengaruhi besar kecilnya kadar zat anorganik tersebut. Hasil pengujian kadar abu tidak larut
asam dari ketiga wilayah menunjukkan kadar yang lebih tinggi dibandingkan persyaratan yang telah
ditetapkan di Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari 1%.
Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam (%)

Ekstrak Kadar abu tidak larut asam (%)


(replikasi)

Balangan Candisari Gantiwarno

1 1,07 2,29 1,34

2 1,28 2,65 1,50

1,38 2,41 1,12 d)   Cemaran logam berat


3

1,25 2,45 1,32 Hasil penetapan kadar


Rata-rata
logam Cd dan Pb ekstrak
Standar 0,16 0,19 0,19
kangkung darat dari ketiga
Deviasi (SD) wilayah budidaya bernilai
lebih kecil dibandingkan
nilai Limit of Detection  (0,0095 ppm untuk Cd dan 0,0113 ppm untuk Pb), sehingga tidak bisa
dikuantitasikan. Adapun kandungan logam Cd ekstrak kangkung darat yang berasal dari Daerah
Candisari tidak memenuhi persyaratan Badan Standarisasi Nasional SNI 01-7387-2009 mengenai
cemaran logam pada pangan yakni Pb <10 mg/kg bahan dan Cd <0,5 mg/kg bahan
Hasil pengujian kadar logam Cd ekstrak kangkung darat

Ekstrak Kadar logam Cd (ppm)

(replikasi) Balangan Candisari Gantiwarno Keterangan: ND (not


detected), dibawah nilai
Limit of Detection.
1 ND 0,8507 0,026

2 ND 0,4980 ND Nilai LoD untuk Cd = 0,0095


ppm
3 ND 0,3774 ND
Hasil pengujian
Rata-rata - 0,5754 - kadar logam Pb ekstrak
kangkung darat
Standar - 0,246 -
Ekstrak Kadar logam Pb (ppm)
Deviasi (SD)
(replikasi)
Balangan Candisari Gantiwarno
Keterangan: ND (not detected), dibawah
nilai Limit of Detection.
1 ND 0,0933 0,026
Nilai LoD untuk Pb = 0,0113 ppm
2 ND ND ND
Cemaran logam Cd dapat berasal
3 ND ND ND
tanah maupun dari pemakaian pupuk.
Kadmium terkandung paling banyak pada Rata-rata - - -

Standar - - -

Deviasi (SD)
pupuk kandang dan pupuk fosfat. Adanya logam kadmium dalam pupuk kandang menurut literatur
disebabkan adanya kontaminasi logam berat yang masuk ke dalam tubuh ternak melalui aditif
pakan. Bahan baku batuan fosfat yang digunakan untuk membuat pupuk fosfat dapat mengandung
logam berat kadmium. Sedangkan cemaran logam Pb biasanya berasal dari debu yang tercemar oleh
Pb atau cemaran asap kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin.

e)    Uji pestisida

Pestisida yang ditetapkan adalah golongan organoklor dan organofosfat. Metode yang
digunakan untuk menganalisis residu pestisida adalah dengan kromatografi lapis tipis yang
dibandingkan dengan standar yang ada. Standar organoklorin yang dibandingkan adalah DDT, lindan,
aldrin, dieldrin, endrin, dan khlordan, sedangkan standar organofosfat yang digunakan adalah
diazinon, regent, curacron, malathion, dan dursban. Hasil pengujian menunjukkan ekstrak daun
kangkung darat tidak mengandung pestisida golongan tersebut. Hasil ini memenuhi persyaratan
batas minimal residu pestisida menurut SNI 7313:2008 bahwa residu pestisida setiap golongan
antara 0,01-1 ppm.

f)    Uji cemaran mikroba

Hasil penetapan cemaran mikroba pada ekstrak etanol kangkung darat memenuhi
persyaratan batasan maksimum mikroba menurut SNI 7388:2009, yaitu dengan batas maksimum
mikroba sebesar   koloni/gram.

BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan

1)   Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan
apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia di
bagi menjadi tiga, yaitu : simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral.

2)   Proses pembuatan simplisia tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans) terdiri atas pengumpulan


bahan baku, sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan
dan penyimpanan.
3)   Pada uji parameter spesifik yang meliputi uji organoleptis dan uji kandungan kimia, menunjukkan
bahwa ekstrak daun kangkung darat dari ketiga daerah memiliki karakteristik yang reltif sama.

4)   Pada uji parameter non-spesifik yang meliputi uji bobot jenis ekstrak, kadar air, kadar abu total,
cemaran logam, cemaran pestisida, dan cemaran mikroba menunjukkan dari ketiga sampel ekstrak
daun kangkung darat memenuhi persyaratan sebagai bahan baku obat herbal terstandar.

5)   Hasil standarisasi ekstrak daun kangkung darat menunjukkan bahwa ekstrak tersebut telah  
memenuhi persyaratan sebagai bahan baku obat herbal terstandar.

B.  Kritik dan Saran

Produk hasil tanaman obat yang biasanya terdapat dalam bentuk ekstrak harus dilakukan
standarisasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh keajegan dari mutu ekstrak yang diproduksi.

Apabila mengalami gangguan pada kadar gula darah yaitu tingginya kadar gula darah atau
disebut dengan hiperglikemia dan penyakit diabetes melitus, maka salah satu alternatif pengobatan
yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonsumsi daun kangkung darat (Ipomoea reptans).
Karena ekstrak dari daun kangkung darat mengandung senyawa aktif betakaroten yang
dapat menurunkan kadar glukosa darah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Materia Medika Indonesia  Jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim , 2009, Farmakope Herbal Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2013, Teknologi Pasca Panen Tanaman Obat,  Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen
Pertanian, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2008, SNI 7313-2008, Batas Maksimum Residu Pestisida Pada Hasil Pertanian,
Badan Standardisasi Nasional Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2009, SNI 01-7387-2009, Batas Maksimum Cemaran Logam berat dalam
Pangan,  Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional, 2009, SNI 7388-2009, Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan, Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.

Hayati, F; Widyarini, S, Helminawati, 2010, Efek Antihiperglikemik Infusa Kangkung Darat (Ipomoea
reptans  Poir.) pada mencit jantan galur Swiss yang diinduksi Streptozotocin, Jurnal Ilmiah Farmasi,
Vol 7 No1 th. 2010, 13-22

Anda mungkin juga menyukai