Anda di halaman 1dari 6

VISKOSITAS

Pengertian Viskositas
Viskositas merupakan ukuran keengganan/resistansi suatu fluida untuk mengalir. Ada 2
jenis viskositas, yaitu viskositas dinamis/absolut dan viskositas kinematik. Viskositas kinematic
merupakan perbandingan viskositas dinamis dengan massa jenis. Satuan untuk viskositas dinamis
adalah Pa s atau poise, P (0.1 Pa s). Sedangkan satuan untuk viskositas kinematik adalah m2/s atau
Stoke, St (=0.0001 m2/s).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi viskositas. Faktor tersebut adalah tekanan,
temperatur, adanya zat lain, ukuran dan berat molekul, serta ikatan.
 Tekanan : viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas tidak
dipengaruhi oleh tekanan.
 Suhu : viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangkan viskositas akan naik dengan
turunnya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul-molekulnya memperoleh energi.
Molekul-molekul cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan
demikian viskositas cairan akan turun dengan kenaikan tempertatur.
 Adanya zat lain : Adanya bahan tambahan seperti bahan suspensi meningkatkan
viskositas air
 Ukuran dan berat molekul : viskositas naik dengan naiknya berat molekul.
 Ikatan : viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak. Viskositas air naik
dengan adanya ikatan hidrogen.
Viskositas sebagai Fungsi Tekanan
Viskositas kritis (𝜇𝑐 ) dapat diformulasikan sebagai fungsi dari tekanan. Nilai eksperimental
viskositas kritis 𝜇𝑐 jarang tersedia. Namun, 𝜇𝑐 dapat diperkirakan dengan salah satu cara berikut:
(i) jika nilai viskositas diketahui pada temperatur dan tekanan reduced, kemudian dapat
dihitung dengan :
𝜇
𝜇𝑐 =
𝜇𝑟
(ii) Jika data p-V-T kritis tersedia, maka 𝜇𝑐 dapat diperkirakan dari hubungan empiris
berikut.

𝜇𝑐 = 7.70 𝑀1/2 𝑝𝑐 2/3 𝑇𝑐 −1/6


Viskositas sebagai Fungsi Temperatur
 Viskositas Gas
Nilai viskositas gas dapat dimodelkan sebagai fungsi terhadap temperatur dengan rumus
Sutherland, yaitu :
𝑎 𝑇 3/2
𝜇 (𝑇) = 𝜇0 ( ) [ ]
𝑏 𝑇0
Dimana :
𝑎 = 0.555 𝑇0 + 𝐶
𝑏 = 0.555 𝑇 + 𝐶
Keterangan:
𝜇 = viskositas dalam centipoise saat temeperatur T
𝜇0 = viskositas referensi dalam centipoise saat temperatur 𝑇0
T = temperatur dalam satuan Rankine
𝑇0 = temperatur referensi dalam satuan Rankine
C = konstanta Sutherland
Karena beberapa nilai dalam rumus Sutherland terdapat beberapa data referensi dan
konstanta, maka diperlukan tabel data referensi berikut.

Gas Sutherland's constant C T0 °R μ0 centiPoise


Standard air 120 524.07 0.01827
Ammonia, NH3 370 527.67 0.00982
Carbon dioxide, CO2 240 527.67 0.01480
Carbon monoxide, CO 118 518.67 0.01720
Hydrogen, H2 72 528.93 0.00876
Nitrogen, N2 111 540.99 0.01781
Oxygen, O2 127 526.05 0.02018
Sulfur dioxide, SO2 416 528.57 0.01254

 Viskositas Cairan

a. Model untuk Viskositas Dinamis


Dalam viskositas cairan, terdapat beberapa model dalam menghitung nilai viskositas sebagai
fungsi temperatur. Beberapa model tersebut adalah sebagai berikut.
1. Poiseuille (1840)
𝜇0
𝜇=
1 + 𝛼𝑇 + 𝛽𝑇 2

Keterangan:
𝛼, 𝛽 : koefisien konstanta
𝑇 : temperatur dalam derajat Celcius
𝜇0 : viskositas dinamik saat 00
2. Slotte (1881, 1892)
𝑐
𝜇=
(𝛼 + 𝑇)𝑛

3. Graetz (1888)
𝐴 (𝜃 − 𝑇)
𝜇=
(𝑇 − 𝑇1 )
Keterangan:
𝜃 : temperatur kritis
𝑇1 : temperatur (dalam Celcius), di bawah titik leleh di mana viskositasnya tak terbatas

4. Exponential Model (Reynolds, 1886)


𝜇(𝑇) = 𝜇0 exp(−𝑏𝑇)
Ini adalah model empiris yang biasanya bekerja untuk kisaran suhu terbatas.
5. Arrhenius Model
Model ini didasarkan pada asumsi bahwa aliran fluida mematuhi persamaan Arrhenius
untuk kinetika molekuler:
𝜇(𝑇) = 𝜇0 exp(𝐸/𝑅𝑇)
Keterangan:
𝐸 : energi aktivasi
𝑅 : konstanta gas universal
6. Williams-Landel-Ferry model
Model Williams-Landel-Ferry biasanya digunakan untuk melelehkan polimer atau cairan
lain yang memiliki suhu transisi gelas.
−𝐶1 (𝑇 − 𝑇𝑟 )
𝜇(𝑇) = 𝜇0 exp ( )
𝐶2 + 𝑇 − 𝑇𝑟
Keterangan:
𝐸 : energi aktivasi
𝑅 : konstanta gas universal
b. Model untuk Viskositas Kinematik
Selain viskositas dinamik, terdapat juga beberapa model dalam menghitung nilai viskositas
kinematik sebagai fungsi temperatur. Beberapa model tersebut adalah sebagai berikut.
1. Walther formula
𝑙𝑜𝑔10 [𝑙𝑜𝑔10 (𝑣 + ⋋)] = 𝐴 − 𝐵𝑙𝑜𝑔 10 (𝑇)
Keterangan:
⋋: konstanta pergeseran
𝑣 : viskositas kinematik
2. Wright model
𝑙𝑜𝑔10 [𝑙𝑜𝑔10 [𝑣 + ⋋ + 𝑓(𝑣)]] = 𝐴 − 𝐵𝑙𝑜𝑔 10 (𝑇)

3. Seeton model
𝑙𝑛[𝑙𝑛[𝑣 + 0.7 + 𝑒 −𝑣 𝐾0 (𝑣 + 1.244067)]] = 𝐴 − 𝐵 ∗ 𝑙𝑛(𝑇)

RHEOLOGY
Pengertian Rheology
Rheologi berasal dari bahasa Yunani yaitu rheo dan logos. Rheo berarti mengalir, dan
logos berarti ilmu. Sehingga rheologi adalah studi mengenai aliran materi, terutama ketika dalam
kondisi cair, namun juga benda padat dan semi padat ketika respon yang ditunjukan berupa aliran
plastis dan bukan deformasi secara elastis ketika gaya diaplikasikan. Ilmu ini mengacu pada zat
yang memiliki struktur mikro yang kompleks, seperti lumpur, suspensi, polimer, dan kaca, juga
bahan lain seperti cairan tubuh (misal darah) dan bahan biologis lainnya yang masuk ke dalam
kategori benda semi-padat. Rheologi erat kaitannya dengan viskositas. Istilah reologi pertama kali
digunakan oleh Eugene C. Bingham, professor Lafayette College pada tahun 1920, berdasarkan
saran dari koleganya, Markus Reiner.
Pengertian Fluida Non-newtonian
Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasi ada 2 yaitu Sistem Newtonian dan
Sistem Non-Newtonian. Pemilihan bergantung pada sifat-sifat alirannya apakah sesuai dengan
hukum aliran Newton atau tidak. Fluida Newtonian dapat dicirikan dengan koefisien viskositas
tunggal pada temperatur tertentu. Meski viskositas berubah seiring dengan perubahan temperatur,
fluida Newtonian tidak mengalami perubahan regangan rata-rata. Hanya sebagian kecil fluida yang
menunjukan sifat viskositas konstan seperti fluida Newtonian. Sedangkan fluida non-Newtonian
menunjukan sifat perubahan viskositas seiring dengan perubahan regangan-rata-rata (disebut
dengan viskositas relatif). Sistem non-Newtonian tidak mengikuti hukum aliran Newton.
Reologi secara umum memperhitungkan sifat fluida non-Newtonian dengan mencirikan
sejumlah fungsi yang dibutuhkan untuk menghubungkan tegangan dengan perubahan regangan.
Seperti contoh, saus tomat dapat mengalami perubahan viskositas dengan mengaduknya, di mana
perubahan relatif dari lapisan-lapisan yang berbeda di dalam bahan menyebabkan pengurangan
viskositas. Hal ini tidak ditemukan pada air.
Sir Isaac Newton adalah yang pertama kali mengkonsepkan viskositas sehingga studi
mengenai cairan yang memiliki regangan yang bergantung pada viskositas disebut dengan
mekanika fluida non-Newtonian.
Ada tiga jenis aliran dalam sistem Non-Newtonian, yaitu plastis, pseudoplastis, dan
dilatan.
1. Aliran Plastis
Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang tersuspensi dalam
suspensi pekat. Adanya yield value disebabkan oleh adanya kontak antara partikel-partikel
yang berdekatan (disebabkan oleh adanya gaya van der Waals), yang harus dipecah
sebelum aliran dapat terjadi. Akibatnya, yield value merupakan indikasi dari kekuatan
flokulasi. Makin banyak suspensi yang terflokulasi, makin tinggi yield value-nya.
Kekuatan friksi antar partikel juga berkontribusi dalam yield value. Ketika yield value
terlampaui (shear stress di atas yield value), sistem plastis akan menyerupai sistem newton.
Cairan plastis tidak akan mengalir sampai shearing stress dicapai sebesar yield value
tersebut. Pada harga stress di bawah harga yield value, zat bertindak sebagi bahan elastis
(meregang lalu kembali ke keadaan semula, tidak mengalir).
2. Aliran Pseudoplastis
Aliran pseudoplastis ditunjukkan oleh beberapa bahan farmasi yaitu gom alam dan
sintesis seperti dispersi cair dari tragacanth, natrium alginat, metil selulosa, dan natrium
karboksimetil selulosa. Aliran pseudoplastis diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam
larutan, hal ini berkebalikan dengan sistem plastis, yang tersusun dari partikel-partikel
tersuspensi dalam emulsi. Viskositas aliran pseudoplastis berkurang dengan meningkatnya
rate of shear. Rheogram lengkung untuk bahan-bahan pseudoplastis ini disebabkan adanya
aksi shearing terhadap molekul-molekul polimer (atau suatu bahan berantai panjang).
Dengan meningkatnya shearing stress, molekul-molekul yang secara normal tidak
beraturan, mulai menyusun sumbu yang panjang dalam arah aliran. Pengarahan ini
mengurangi tahanan dari dalam bahan tersebut dan mengakibatkan rate of shear yang lebih
besar pada tiap shearing stress berikutnya.
3. Aliran Dilatan
Aliran dilatan terjadi pada suspensi yang memiliki presentase zat padat terdispersi
dengan konsentrasi tinggi. Terjadi peningkatan daya hambat untuk mengalir (viskositas)
dengan meningkatnya rate of shear. Jika stress dihilangkan, suatu sistem dilatan akan
kembali ke keadaan fluiditas aslinya. Pada keadaaan istirahat, partikel-partikel tersebut
tersusun rapat dengan volume antar partikel pada keadaan minimum. Tetapi jumlah
pembawa dalam suspensi ini cukup untuk mengisi volume ini dan membentuk ikatan lalu
memudahkan partikel-partikel bergerak dari suatu tempat ke tempat lainnya pada rate of
shear yang rendah. Pada saat shear stress meningkat, bulk dari sistem itu mengembang
atau memuai (dilate). Hal itu menyebabkan volume antar partikel menjadi meningkat dan
jumlah pembawa yang ada tidak cukup memenuhi ruang kosong tersebut. Oleh karena itu,
hambatan aliran meningkat karena partikel-partikel tersebut tidak dibasahi atau dilumasi
dengan sempurna lagi oleh pembawa. Akhirnya suspense menjadi pasta yang kaku.
Aplikasi Prinsip Rheology
Ahli fisiologi menggunakan ilmu ini untuk memprediksi sirkulasi darah. Para dokter
menggunakan untuk menentukan aliran larutan injeksi, sedangkan untuk ahli farmasi
menggunkannya untuk menentukan aliran emulsi, suspensi dan salep. Dalam bidang farmasi,
prinsip-prinsip rheologi diaplikasikan dalam pembuatan krim, suspensi, emulsi, losion, pasta,
penyalut tablet, dan lain-lain. Selain itu, prinsip rheologi digunakan juga untuk karakterisasi
produk sediaan farmasi (dosage form)sebagai penjaminan kualitas yang sama untuk setiap batch.
Rheologi juga meliputi pencampuran aliran dari bahan, penuangan, pengeluaran dari tube, atau
pelewatan dari jarum suntik. Rheologi dari suatu zat tertentu dapat mempengaruhi penerimaan
obat bagi pasien, stabilitas fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh (bioavailability).
Sehingga viskositas telah terbukti dapat mempengaruhi laju absorbsi obat dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

http://nurlaeli17.blogspot.com/2015/11/viskositas-sebagai-fungsi-suhu.html
http://hyperphysics.phy-astr.gsu.edu/hbase/Kinetic/visgas.html
https://farmasiforyou.wordpress.com/2008/11/24/rheologi/

Anda mungkin juga menyukai