Anda di halaman 1dari 34

FARMASI INDUSTRI

INJEKSI LANSOPRAZOLE

Disusun Oleh:

1. Idhadi Putra (2002016)


8. Nelvira Dara Shandy (2002023)
2. M.Halim Satria (2002022)
9. Risa Junita (2002027)
3. Wanda Caesaria Reja (2002034)
10. Sri Mulyana (2002030)
4. Cici Angraini (2002005)
11. Ummu Arridha (2002033)
5. Debora Inggrid P (2002006)
12. Yully Wahyuni ( 2002039)
6. Diana Puspita Rini (2002008)
13. Zelviya Putri Fahlevi (2002040)
7. Eka Kurnia Putri (2002012)

Dosen Pengampu:
apt. Dr. Gressy Novita, M.Farm.

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
2020
2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur diucapkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia yang

telah diberikan seningga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat

serta salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita

dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas kelompok Farmasi

Industri dengan judul “Injeksi Lansoprazole” dan juga agar mahasiswa dapat

mengerti dan memahami cara pembuatan injeksi lansoprazole dari preformulasi

hingga registrasi. Penulis berterima kasih kepada ibu apt. Dr. Gressy Novita M.Fam.

selaku dosen pengampu mata kuliah Farmasi industri ini yang telah membimbing

kami dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih

kepada teman-teman yang turut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.

Untuk menyempurnakan makalah ini kritik dan saran yang membangun dari

pembaca sangat kami harapkan. Mohon maaf apabila ada kesalahan dan semoga

pembaca dapat mengambil ilmu dari makalah ini.

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1. Latar belakang.................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II ISI.....................................................................................................................3
2.1. Preformulasi....................................................................................................3
2.1.1. Lansoprazole............................................................................................3
2.1.2. Natrium klorida........................................................................................7
2.2. Formula...........................................................................................................9
2.3. Persyaratan Ruangan.......................................................................................9
2.3.1. Persyaratan ruangan pada penyimpanan bahan baku..............................9
2.3.2. Persyaratan ruangan proses produksi....................................................10
2.3.3. Persyaratan ruangan penyimpanan akhir...............................................12
2.4. Teknik Pembuatan........................................................................................13
2.4.1. Metode pembuatan injeksi lansoprazole................................................13
2.4.2. Cara pembuatan injeksi lansoprazole....................................................13
2.4.3. Pengemasan injeksi lansoprazole..........................................................14
2.5. Evaluasi.........................................................................................................14
2.5.1. Evaluasi fisika........................................................................................14
2.5.2. Evaluasi Biologi....................................................................................17
2.6. Cara Rekonstitusi Injeksi Lansoprazole........................................................18
2.7. Pengemasan...................................................................................................20
2.8. Rancangan Uji Stabilitas...............................................................................24
2.9. Registrasi.......................................................................................................24
2.9.1 Penomoran registrasi.............................................................................24
2.9.2 Nomor batch..........................................................................................26

ii
BAB III PENUTUP...................................................................................................27
3.1. Kesimpulan...................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Industri farmasi mempunyai peranan penting dalam upaya peningkatan derajat

kesehatan masyarakat yaitu dengan memproduksi obat yang bermutu dan berkualitas.

Untuk menjamin tercapainya pemenuhan obat yang berkualitas, pemerintah melalui

Badan Pengawas Obat dan Makanan telah berupaya memberikan suatu Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang mutlak harus diterapkan oleh semua

industri farmasi (Noviyanti, E.D., 2013).

Jaminan mutu suatu produk obat jadi tidak hanya sekedar lulus dari

serangkaian pengujian akan tetapi mutu harus dibentuk dan dibangun pada seluruh

proses tahapan produksi dari awal hingga akhir. Oleh karena itu, pelaksanaan CPOB

terkini harus diterapkan pada seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Pengawasan dan pengendalian mutu dilakukan mulai dari pengadaan bahan awal,

proses pembuatan dan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi mutu seperti

bangunan, peralatan, personalia sampai suatu produk siap untuk dipasarkan.

Pelaksanaan CPOB terkini merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat

dalam pembuatan obat (Noviyanti, E.D., 2013).

Alur vena di pakai khususnya untuk tujuan agar obat yang diberikan dapat

bereaksidengan cepat misalnya pada situasi gawat darurat, obat di masukkan ke vena

sehingga obat langsung masuk sistem sirkulasi menyebabkan obat dapat beraksi lebih

cepat di banding dengan cara enternal atau parental yang lain yang memerlukan

1
waktu absorbsi. Pemberian obat intravena dilakukan dengan berbagai cara. Pada

pasien yang tidak dipasang infus, obat di injeksikan langsung pada vena.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa praformulasi injeksi lansoprazole?

2. Apa formula injeksi lansoprazole?

3. Bagaimana teknik pembuatan injeksi lansoprazole?

4. Bagaimana evaluasi injeksi lansoprazole?

5. Bagaimana pengemasan dan etiket dari produk injeksi lansoprazole?

6. Bagaimana rancangan uji stabilitas pada rancangan produk injeksi

lansoprazole?

7. Bagaimana prosedur registrasi produk injeksi lansoprazole?

1.3. Tujuan

1. Untuk megetahui praformulasi injeksi lansoprazole

2. Untuk megetahui formula injeksi lansoprazole

3. Untuk megetahui bagaimana teknik pembuatan injeksi lansoprazole

4. Untuk megetahui bagaimana evaluasi injeksi lansoprazole

5. Untuk megetahui bagaimana pengemasan dan etiket dari produk injeksi

lansoprazole

6. Untuk megetahui bagaimana rancangan uji stabilitas pada rancangan

produk injeksi lansoprazole

7. Untuk megetahui bagaimana prosedur registrasi produk injeksi

lansoprazole

2
BAB II
ISI

2.1. Preformulasi

2.1.1. Lansoprazole
Nama Obat : Lansoprazole

Nama IUPAC : 2-[[[3-metil-4-(2,2,2-trifluoroetoksi)-2-piridinil]

Metil]sulfinil]benzimidazol [103577-45-3]

Struktur Molekul :

Rumus molekul : C16H14F3N3O2S

Berat molekul : 369,36

Kandungan : Lansoprazol mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak

lebih dari 101,0% C16H14F3N3O2S

Pemerian : Serbuk, putih sampai putih kecokelatan.

Kelarutan : Mudah larut dalam dimetilformamida, praktis tidak larut dalam

air. Melebur pada suhu 160º disertai peruraian

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya

Khasiat : Menghambat pompa proton sama dengan AH2 yaitu pada

penyakit peptic. Terhadap syndrome zollinger-ellison, obat ini

3
dapat menekan produksi asam lambung lebih baik AH2 pada

dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu

(Farmakologi dan Terapi, 2012)

Baku Pembanding : Lansoprazol BPFI; tidak boleh dikeringkan sebelum


digunakan. Simpan pada suhu dingin, dalam wadah tertutup
rapat dan terlindung cahaya. Senyawa Sejenis A Lansoprazol
BPFI: [2-[[[3-metil-4(2,2,2-trifluoroetoksi)-2-
piridil]metil]sulfonil] benzimidazol]; tidak boleh dikeringkan
sebelum digunakan. Simpan pada suhu dingin, dalam wadah
tertutup rapat dan terlindung cahaya.
Air : Metode Ia Tidak lebih dari 0,10%, lakukan penetapan
menggunakan 1,0 g zat dengan 50 ml campuran kering piridin
P dan etilenglikol P (9:1 hingga 8:2) sebagai pelarut.
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,10%.
Kemurnian kromatografi :
Total cemaran tidak lebih dari 1,0%. Lakukan penetapan dengan cara
Kromatografi cair
kinerja tinggi seperti tertera pada Kromatografi. Larutan A Air.
Larutan B Buat campuran asetonitril P-air-trietilamin P
(160:40:1), saring dan awaudarakan. Atur pH hingga 7,0 dengan penambahan asam
fosfat P.
Pengencer Campuran Larutan A dan Larutan B (9:1).
Larutan blangko Campuran Pengencer dan metanol P(9:1).
Fase gerak Gunakan campuran Larutan A dan Larutan B dengan
perbandingan beragam seperti tertera pada Sistem kromatografi. Bila perlu lakukan
penyesuaian menurut Kesesuaian sistem seperti tertera pada Kromatografi.
Larutan resolusi [Catatan Siapkan segera sebelum digunakan]. Larutkan
masing-masing 5 mg Lansoprazol BPFI dan Senyawa Sejenis A Lansoprazol BPFI

4
dalam 200 ml metanol P. Pipet 1 ml larutan ini ke dalam labu tentukur 10-ml,
encerkan dengan Pengencer sampai tanda.
Larutan kesesuaian sistem Larutkan sejumlah Senyawa Sejenis A Lansoprazol
BPFI dalam metanol P, encerkan secara kuantitatif dan bila perlu bertahap dalam
methanol P hingga kadar lebih kurang 0,025 mg per ml. Pipet 1 ml larutan ini ke
dalam labu tentukur 10-ml, encerkan dengan Pengencer sampai tanda.
Larutan baku [Catatan Lakukan penyuntikan dalam waktu 10 menit setelah
larutan disiapkan]. Timbang saksama sejumlah Lansoprazol BPFI dan larutkan
dalam metanol P, encerkan secara kuantitatif dan bila perlu bertahap dalam metanol
P hingga kadar lebih kurang 25µg per ml. Pipet 1 ml larutan ini ke dalam labu
tentukur 10 ml, encerkan dengan Pengencer sampai tanda.
Larutan Uji [Catatan Lakukan penyuntikan dalam waktu 10 menit setelah
larutan disiapkan]. Timbang saksama lebih kurang 125 mg zat, masukkan ke dalam
labu tentukur 50-ml, larutkan dan encerkan dengan metanol P sampai tanda. Pipet 1
ml larutan ini ke dalam labu tentukur 10-ml dan encerkan dengan Pengencer sampai
tanda.
Sistem kromatografi Lakukan seperti tertera pada Kromatografi. Kromatograf
cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 285 nm dan kolom 4,6 mm x 15 cm,
berisi bahan pengisi L1 dengan ukuran partikel 5 µm. Laju alir lebih kurang 0,8 ml
per menit.
Lakukan kromatografi terhadap Larutan resolusi, rekam kromatogram dan
ukur respons puncak seperti tertera pada Prosedur: resolusi, R, antara lansoprazol dan
senyawa sejenis A lansoprazol tidak kurang dari 6. Lakukan kromatografi terhadap
Larutan kesesuaian sistem, rekam kromatogram dan ukur respons puncak seperti
yang tertera pada Prosedur: simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak
lebih dari 3%.
Prosedur Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 40
µl) Larutan blangko, Larutan baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam
kromatogram, perhatikan puncak lansoprazol dan cemaran. Ukur respons puncak
utama, tidak termasuk puncak yang diperoleh dari Larutan blangko.

5
Identifikasi :
A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan dan didispersikan
dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya pada bilangan
gelombang yang sama dengan Lansoprazol BPFI.
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan (1 dalam 100.000) dalam metanol P
menunjukkan serapan maksimum dan minimum pada panjang gelombang yang
sama dengan Lansoprazol BPFI.

Kromatografi.:
Larutan pengencer, buat campuran air-asetonitril Ptrietilamina P (60:40:1),
dan atur pH hingga 10,0 dengan penambahan asam fosfat P.
Fase gerak Buat campuran air-asetonitril P-trietilamin P (60:40:1), saring dan
udarakan. Atur pH hingga 7,0 dengan penambahan asam fosfat P. Jika perlu lakukan
penyesuaian menurut Kesesuaian sistem seperti tertera pada Kromatografi.
Larutan resolusi Larutkan sejumlah Lansoprazol BPFI dan Senyawa Sejenis
A Lansoprazol BPFI dalam Larutan pengencer hingga kadar masing-masing lebih
kurang 0,1 mg per ml.
Larutan baku internal Timbang saksama sejumlah 4 etoksi asetofenon dan
larutkan dalam Larutan pengencer hingga kadar lebih kurang 2,5 mg per ml.
Larutan baku Timbang saksama sejumlah Lansoprazol BPFI dan larutkan
dalam Larutan baku internal hingga kadar lebih kurang 5,0 mg per ml. Pipet 1,0 ml
larutan ini ke dalam labu tentukur 50-ml, encerkan dengan Pengencer sampai tanda.
Larutan uji Timbang saksama lebih kurang 50 mg zat, masukkan ke dalam
labu tentukur 10-ml, larutkan dan encerkan dengan Larutan baku internal sampai
tanda, dan campur. Pipet 1 ml larutan ini ke dalam labu tentukur 50ml dan encerkan
dengan Pengencer sampai tanda.
Sistem kromatografi Lakukan seperti tertera pada Kromatografi. Kromatograf
cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 285 nm dan kolom 4,6 mm x 25 cm
berisi bahan pengisi L1 dengan diameter partikel 5 µm. Laju alir lebih kurang 1 ml
per menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan resolusi, rekam kromatogram dan

6
ukur respons puncak seperti tertera pada Prosedur: resolusi, R, antara lansoprazol dan
Senyawa Sejenis A Lansoprazol tidak kurang dari 5;lakukan kromatografi terhadap
Larutan baku, rekam krotogram dan ukur respons puncak seperti tertera pada
Prosedur: simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 0,5%.
Prosedur Suntikan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 10 µl)
Larutan baku dan Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur
respons puncak utama. Hitung jumlah dalam mg lansoprazol, C16H14F3N3O2S dalam
zat yang digunakan.

2.1.2. Natrium klorida


Sinonim : Sodium Chloride
BM : 58,44
Kandungan : Natrium Klorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan
tidak lebih dari 101,0% NaCl dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan. Tidak mengandung zat tambahan.
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih; rasa asin.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut dalam etanol
air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol.
Identifikasi : Larutan (1 dalam 20) menunjukkan reaksi Natrium cara A dan
B, dan Klorida cara A, B dan C seperti tertera pada Uji Identifikasi Umum.
Keasaman atau kebasaan
Larutkan 50,0 g dalam 200 ml air bebas karbon dioksida P, tambahkan 10
tetes indikator pH biru bromotimol LP. Jika larutan berwarna kuning, membutuhkan
tidak lebih dari 1,0 ml natrium hidroksida 0,020 N untuk menghasilkan warna biru.
Jika larutan berwarna biru atau hijau, membutuhkan tidak lebih dari 3,12 ml asam
klorida 0,020 N untuk menghasilkan warna kuning.
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; lakukan pengeringan pada suhu
105 selama 2 jam.
Arsen : Metode I Tidak lebih dari 3 bpj.

7
Barium : Larutkan 4,0 g dalam 20 ml air, jika perlu saring, bagi
larutan menjadi 2 bagian. Pada bagian pertama tambahkan 2
ml asam sulfat 2 N dan pada bagian lainnya tambahkan 2 ml
air: kedua larutan menunjukkan kejernihan yang sama setelah
didiamkan selama 2 jam.
Iodida atau bromida : Ekstraksi 2,0 g serbuk halus dengan 25 ml etanol P hangat
selama 3 jam. Dinginkan campuran, pisahkan garam yang
tidak larut dengan penyaringan. Uapkan filtrat sampai kering,
larutkan residu dalam 5 ml air, tambahkan 1 ml kloroform P.
Tambahkan secara hati-hati 5 tetes klorin LP (1 dalam 3),
sambil terus dikocok: kloroform tidak menunjukkan warna
ungu, kuning atau jingga.
Kalsium dan magnesium :
Tidak lebih dari 50 bpj kalsium dan magnesium (sebagai Ca). Larutkan 20 g
dalam 200 ml air dan tambahkan 0,1 ml asam klorida P, 5 ml dapar amonia-
amonium klorida LP dan 5 tetes hitam eriokrom LP. Titrasi dengan dinatrium
etilendiamin tetraasetat 0,005 M LV sampai titik akhir berwarna biru yang jelas.
Besi : Tidak lebih dari 2 bpj; lakukan penetapan degan melarutkan 5,0 g
dalam 45 air dan 2 ml asam klorida P.
Sulfat : Tidak lebih dari 0,015%; sejumlah 1,0 g zat menunjukkan adanya
sulfat, tidak lebih dari 0,15 ml asam sulfat 0,020 N.
Natrium besi(II) sianida
Larutkan 25 g dalam 80 ml air dalam gelas ukur bersumbat kaca 100 ml.
Tambahkan 2
ml besi(II) sulfat LP dan 1 ml asam sulfat 2 N, encerkan dengan air hingga 100 ml,
campur. Sebagai control masukkan 80 ml air ke dalam gelas ukur bersumbat kaca 100
ml lain, tambahkan 2 ml besi(II) sulfat LP dan 1 ml asam sulfat 2 N, encerkan dengan
air hingga 100 ml, campur. Masukkan masing-masing 50 ml larutan-larutan tersebut
ke dalam tabung pembanding warna. Larutan uji berwarna tidak lebih biru dari
larutan pembanding, hal ini menunjukkan tidak adanya natrium besi(II) sianida.

8
Aluminium : (Jika tercantum pada etiket untuk penggunaan hemodialisis) Tidak
lebih dari 0,2 bpj.
Pengencer asam nitrat dan Larutan baku Lakukan seperti pada uji Aluminium
yang tertera pada Natrium Bikarbonat.
Larutan uji Masukkan 10,0 g natrium klorida ke dalam labu tentukur plastik
100-ml, tambahkan 50 ml air dan sonikasikan selama 30 menit. Tambahkan 4 ml
asam nitrat P, encerkan dengan air sampai tanda.
Prosedur Lakukan seperti Prosedur yang tertera pada uji Aluminium dalam
Natrium Bikarbonat. Hitung jumlah aluminium dalam µg per ml Larutan uji.
Logam berat : Metode I Tidak lebih dari 5 bpj.
Cemaran senyawa organik mudah menguap : Metode IV Memenuhi syarat.
Penetapan kadar
Timbang saksama lebih kurang 250 mg, masukkan ke dalam wadah porselen,
tambahkan 140 ml air dan 1 ml diklorofluoresein LP, campur. Titrasi dengan perak
nitrat0,1 N LV, sampai perak klorida menggumpal dan campuran berwarna merah
muda lemah.
Wadah dan penyimpanan ; Dalam wadah tertutup baik.
Penandaan : Cantumkan pada etiket, jika dimaksudkan untuk penggunaan
hemodialisis.

2.2. Formula
Tiap 5 mL mengandung lansoprazole 30 mg.

2.3. Persyaratan Ruangan

2.3.1. Persyaratan ruangan pada penyimpanan bahan baku

a. Bahan dan produk hendaklah diletakkan tidak langsung dilantai dan dengan jarak
yang cukup terhadap sekelilingnya

9
b. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai.
Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan.
c. Data pemantauan suhu hendaklah tersedia untuk dievaluasi. Alat yang dipakai
untuk pemantauan hendaklah diperiksa pada selang waktu yang telah ditentukan
dan hasil pemeriksaan hendaklah dicatat dan disimpan. Semua catatan
pemantauan hendaklah disimpan untuk jangka waktu paling tidak sama dengan
umur bahan atau produk yang bersangkutan ditambah 1 tahun, atau sesuai dengan
peraturan pemerintah. Pemetaan suhu hendaklah dapat menunjukkan suhu sesuai
batas spesifikasi di semua area fasilitas penyimpanan. Disarankan agar alat
pemantau suhu diletakkan di area yang paling sering menunjukkan fluktuasi suhu
d. Kegiatan pergudangan hendaklah terpisah dari kegiatan lain
e. Lantai ruangan rapat terhadap air, permukaan halus dan rata, tahan terhadap
garam, asam/basa atau bahan kimia, mudah dibersihkan
f. Atap ruangan terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor,
langit-langit ruangan dibuat dari bahan yang tidak mudah mengelupas, tahan lama
dan mudah dibersihkan, berwarna terang/putih dan tidak berlubang dan tidak
rusak

2.3.2. Persyaratan ruangan proses produksi


Rekomendasi Dalam Pembuatan Sediaan

Suhu Umiditas
Kelas Sebutan Keterangan
(0C) (%)
Pengelolaan dan pengisian aseptis
Under
A 16-25 45-55 pengisian salep mata, bubuk dan
LAF
suspense steril
Lingkungan latar belakang kelas A dan
B Steril 16-25 45-55 untuk pengelolahan dan pengisian
aseptis
Pembuatan larutan bila ada resiko
C Steril 16-25 45-55
Pengisian produk non aseptis
Pembuatan obat steril dengan sterilisasi
D Bersih 20-27 40-60 akhir

10
System Tata Udara (AHU) Untuk Kelas Kebersihan
Ventilasi
Bagian dari
Kelemb
bangunan sesuai
Kelas Suhu apan Pertukaran
kelompok kegiatan o keterangan
( C) nisbi udara per/jam
dan tingkat
(%)
kebersihan
Pengelolaan dan
LAF dengan
pengisian aseptis.
kecepatan
A Under LAF 16-25 45-55 Pengisian salep
udara 0,336-
mata, bubuk dan
0,34 m/det
suspense steril
Aliran udara Lingkungan latar
turbulen belakang zona
B Steril 16-25 45-55 dengan kelas A untuk
pertukaran pengelolahan dan
udara min 20x pengisian aseptis
Pembuatan larutan
jika ada resiko.
C Steril 16-25 45-55 Min 20x
Pengisian produk
non aseptis
Pembuatan obat
D Steril 20-27 40-60 Min 20x steril dengan
sterilisasi akhir

Pemastian Kualitas Produksi:

kelas Non operasional Operasional


Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan
≥ 0,5 µm ≥ 5 µm ≥ 0,5 µm ≥ 5 µm
A 3.520 20 3.520 20
B 3.520 29 3.520 20
C 352.000 2.900 3.520.000 29.000
D 3.520.000 29.000 - -

Kebersihan ruang pembuatan obat


Pemantuan Ruang Bersih Dan Sarana Udara Bersih:
Pemantuan ruang bersih dan sarana udara bersih sebaiknya dilakukan secara
rutin pada saat proses produksi sedang berlangsung dan berdasarkan studi analisis
resiko. Pemantauan dapat dilakukan dengan metode cawan papar, pengambilan

11
sampel udara secara volumetris dan pengambilan sampel permukaan (dengan metode
swab test atau dengan metode cawan kontak) batas mikroba yang disarankan untuk
pemantauan area bersih selama kegiatan berlangsung.

Batas yang disarankan untuk cemaran mikroba (rata2)


Sarung
Cawan papar
Sampel udara Cawan kontak tangan 5 jari
kelas (d=90mm)
(cfu/m3) (cfu/plate) (cfu/sarung
(cfu/4jam)
tangan)
A <1 <1 <1 <1
B 10 5 5 5
C 100 50 25 -
D 200 100 50 -

2.3.3. Persyaratan ruangan penyimpanan akhir


a. Tiap penerimaan hendaklah diperiksa untuk memastikan bahwa bahan yang
diterima sesuai dengan dokumen pengiriman.
b. Tiap wadah produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang diserahkan ke
area penyimpanan hendaklah diperiksa kesesuaian identitas dan kondisi
wadah.

c. Lantai ruangan rapat terhadap air, permukaan halus dan rata, tahan terhadap
garam, asam/basa atau bahan kimia, mudah dibersihkan
d. Atap ruangan terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak
bocor, langit-langit ruangan dibuat dari bahan yang tidak mudah mengelupas,
tahan lama dan mudah dibersihkan, berwarna terang/putih dan tidak berlubang
dan tidak rusak

12
2.4. Teknik Pembuatan

2.4.1. Metode pembuatan injeksi lansoprazole

Metode pembuatan injeksi lansoprazole dengan cara aseptis yaitu bahan baku

harus steril, semua peralatan yang digunakan dan sumber daya manusia nya harus

disterilkan terlebih dahulu.

Alasan mengapa dilakukan pembuatan dengan metode aseptis yaitu karena zat

aktif lansoprazole tidak tahan pemanasan dan tidak menggunakan filter dikarenakan

sediaan injeksi lansoprazole ini berupa serbuk yang dikhawatirkan akan tertinggal

dipeenyaringan.

2.4.2. Cara pembuatan injeksi lansoprazole

Semua pengerjaan pembuatan sediaan

dilakukan di bawah LAF (Laminar Air Flow).

Jika bahan berkhasiat sensitive terhadap cahaya maka

pengerjaan dilakukan diruang tertutup, di bawah lampu natrium.

Di timbang bahan aktif dan bahan pembantu, lakukan sterilisasi

terhadap masing-masing zat dengan prosedur yang sesuai

Di lakukan prosedur yang sama dengan metode sterilisasi akhir

Pengerjaan di lakukan di bawah LAF

Alasan pengerjaannya dibawah LAF yaitu karena LAF digunakan sebagai


ruangan untuk pengerjaan secara aseptis. Prinsip penaseptisan suatu ruangan
berdasarkan aliran udara keluar dengan kontaminasi udara dapat diminimalkan.

13
IPC yang ada pada proses pembuatan injeksi lansoprazole yaitu:

a. Sterilisasi proses pengisian


IPC : Keadaan aseptis
Parameter kritis : Bebas kontaminasi
b. Pengisian bahan baku kedalam vial
IPC : Kehilangan bobot serbuk
Parameter kritis : Keterisian semua bobot
c. Pelabelan untuk proses pengemasan
IPC : Kesesuaian label dengan produk
Parameter kritis : Tulisan dan logo harus jelas
d. Proses penyimpanan setelah pengemasan
IPC : Stabilitas
Parameter kritis : Suhu penyimpanan

2.4.3. Pengemasan injeksi lansoprazole


Pada pengemasan primer dilakukan di ruang white area kelas A dengan berlatar
belakang B. Kemudian di lakukan pengemasan sekunder pada ruang Black area kelas
E.

2.5. Evaluasi
Berikut untuk pengujian evaluasi sediaan injeksi lansoprazole, yaitu :

2.5.1. Evaluasi fisika


a. Penetapan pH (Suplemen FI IV, hlm. 1572-1573)
Alat : pH meter
Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH meter)
yang telah dibakukan sebagaimana mestinya yang mampu mengukur

14
harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang
peka, elektrode kaca, dan electrode pembanding yang sesuai.
Hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yang ditargetkan.

Gambar 1. Alat pH meter

b. Bahan Partikulat dalam Injeksi (Suplemen FI IV, 1533-15)


Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran
tertentu.
Prinsip : Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan
cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan maka dilakukan
pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini menghitung bahan
partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran
mikropori.
Hasil : Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total butiran baku
yang terkumpul pada penyaring harus berada dalam batas 20% dari
hasil perhitungan partikel kumulatif rata-rata per ml.
Mikroskopik : injeksi memenuhi syarat jika partikel yang ada (nyata atau menurut
perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang sesuai
dengan yang tertera pada FI.

15
c. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral, 191-192)
Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
serta kestabilan sediaan.
Prinsip : Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal yang
masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen
biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di
dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna
biru. Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik,
wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas.
Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau kapas akan basah.
Hasil : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur b)

Gambar 2. Alat uji kebocoran dengan metilen blue

16
2.5.2. Evaluasi Biologi
a. Uji Sterilitas (suplemen FI IV, 1512-1519)
Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat
berkenaan dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing
monografi.
Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara
inokulasi langsung atau filtrasi secara aseptik. Media yang digunakan
adalah Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest
Hasil : memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba setelah
inkubasi selama 14 hari. Jika dapat dipertimbangkan tidak absah maka
dapat dilakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang sama dengan uji
aslinya.

b. Uji Endotoksin Bakteri (suplemen FI IV, 1527-1532)


Tujuan : Mendeteksi atau kuantisasi endotoksin bakteri yang mungkin
terdapat dalam suatu sediaan.
Prinsip : Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate
(LAL). Teknik pengujian dengan menggunakan jendal gel dan
fotometrik. Teknik Jendal Gel pada titik akhir reaksi dibandingkan
langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin yang
dinyatakan dalam unit endotoksin FI. Teknik fotometrik (metode
turbidimetri) yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan.
Hasil : Bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari
yang ditetapkan pada masing-masing monografi.

c. Uji Pirogen untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL (FI IV, 908-909)
Tujuan : Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.

17
Prinsip : Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan
uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg bb
dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 menit.
Hasil : Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat bila
tak seekor kelinci pun dari 3 kelinci menunjukkan kenaikan suhu 0,5°
atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau
lebih lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika
tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan
kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8
ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan dinyatakan memenuhi syarat
bebas pirogen.

Untuk evaluasi rekonstitusi sediaan injeksi Lansoprazole dilkukan uji waktu


rekonstitusi.
d. Uji Waktu Rekonstitusi (FI ed IV, 1995)
Persyaratan : Semakin cepat waktu rekonstitusi maka sediaan tersebut semakin
baik.
Penetapan : sebanyak 10 gram suspesi kering ditimbang dan dimasukkan ke
dalam wadah, lalu dimasukkan dalam 200 mL WFI. Setiap formulasi diberikan dua
perlakuan yaitu rekonstitusi dengan wfi pada suhu 40oC dan 80oC pengamatan
dilakukan terhadap kecepatan suspensi kering tersuspensi, semakin cepat waktu
rekonstitusi maka sediaan tersebut semakin baik.

2.6. Cara Rekonstitusi Injeksi Lansoprazole


Simpan serbuk injeksi pada suhu 15o-30oC (59o-86oF) terlindung dari cahaya.
Untuk melarutkan lansoprzole injeksi dalam vial 5 mL menggunakan water for
injeksi dalam lansoprazole 30 mg, larutan yang dihasilkan akan mengandung
lansoprazole 6 mg/mL. Aduk perlahan sampai larut. Larutan yang rekonstitusi dapat
disimpan selama 1 jam pada suhu 25oC (77oF). Larutan yang dibentuk kembali harus

18
diencerkan lebih lanjut sebelum pemberian & diberikan selama 30 menit. Setelah
pengenceran, simpan serbuk tidak pada suhu 25oC dan diberikan pada periode waktu
kurang 24 jam (jika diencerkan dengan NaCl 0,9%, pH sekitar 10,2) injeksi RL (pH
sekitar 10) dan dalam 12 jam jika dicampurkan Dex 5% (pH sekitar 9,5) (Delmar’s
Nurse’s Drug Handbook, 2009).
Menggunakan larutan NaCl 0,9% untuk rekonstitusi injeksi lansoprazole

dikarenakan NaCl 0,9% merupakan larutan isotonis, kompatibilitasnya baik, dan

waktu ketahanannya setelah rekonstitusi selama 24 jam.

Parenteral :

Serbuk untuk infus IV

Serbuk : 25oC (mungkin terpapar 15o-30oC) terlindung dari cahaya.

Teknik rekonstitusi sediaan injeksi lansoprazole dari vial:

a. Buka penutup vial.


b. Seka bagian karet vial dengan alkohol 70%.
c. Pegang vial dengan posisi 45º, masukkan spuit ke dalam vial.
d. Beri tekanan negatif dengan cara menarik udara ke dalam spuit kosong sesuai
volume yang diinginkan.
e. Masukan pelarut yang sesuai ke dalam vial, gerakan perlahan- lahan memutar
untuk melarutkan obat.
f. Ganti needle dengan needle yang baru.
g. Pegang vial dengan posisi 45º, tarik larutan ke dalam spuit tersebut.
h. Untuk permintaan infus intra vena (iv) , suntikkan larutan obat ke dalam botol
infus dengan posisi 45º perlahan-lahan melalui dinding agar tidak berbuih dan
tercampur sempurna.
i. Untuk permintaan intra vena bolus ganti needle dengan ukuran yang sesuai untuk
penyuntikan.
j. Setelah selesai, buang seluruh bahan yang telah terkontaminasi ke dalam kantong
buangan tertutup.

19
2.7. Pengemasan
Pengemasan primer dilakukan di white area kelas A latar belakang B.

Pengemasan sekunder dan tersier dilakukan pada black area kelas E.

Gambar 4. Pengemasan Primer

20
1.
2.
3.
4.
5.
KOMPOSISI :
Indikasi : 6. Setiap vial mengandung
Untuk mengatasi gangguan
pada lambung, seperti7. tukak Lansoprazole……………
30mg
lambung, GERD 8. (gastro
esophageal refluk disease),
dan sindrom 9.
Zollinger-
Ellison
10.
11. TRHEE®
Efek samping :
Diare, sakit perut,12. mual, LANSOPRAZOLE Keterangan Lebih
kembung, sembelit, sakit
kepala, pusing 13. SERBUK INJEKSI Lengkap Lihat Brosur TRHEE®
14. LIOFILISASI LANSOPRAZOLE
Cara pemakaian :
Lansoprazole injeksi15.akan SERBUK INJEKSI
diberikan oleh dokter16.atau
tenaga medis lainnya dan
SIMPAN PADA
SUHU TIDAK
LIOFILISASI
dibawah pengawasan 17.
dokter. MELEBIHI 250C
Gunakan selama 24 jam TERLINDUNG
dalam larutan 18.
isotonik DARI CAHAYA
natrium klorida 0.9 % setelah
rekonstitusi.
19.
Diproduksi Oleh :
20.
21.
22. HARUS DENGAN Diproduksi
Riau – Indonesia RESEP DOKTER Oleh :
No.Reg : DKL 2033312344 A1
No.Batch : 0211021
Mfg.Date : 21 Oktober 2020
Exp.Date : 21 Oktober 2020

Riau – Indonesia

Gambar 5. Pengemasan Sekunder

21
Gambar 6. Pengemasan Tersier

1. Etiket

Mfg date :21 Oktober 2020 Komposisi :


Exp. Date :21 Oktober 2023 Setiap vial mengandung
HET : Rp 30.000,- TRHEE® Lansoprazole …… 30mg
LANSOPRAZOLE Simpan pada suhu tidak
Untuk informasi lebih lanjut SERBUK INJEKSI melebihi 250C
lihat keterangan pada brosur
LIOFILISASI HARUS DENGAN
Imported and packed by RESEP DOKTER

Riau, Indonesia

22
2. Brosur

TRHEE®
LANSOPRAZOLE
SERBUK INJEKSI
LIOFILISASI
Komposisi :
Setiap vial mengandung
Lansoprazole ………..……………………………………. 30 mg

Khasiat :
Untuk mengatasi gangguan pada lambung, seperti tukak lambung, GERD (gastro esophageal
refluk disease), dan sindrom Zollinger- Ellison. Cara kerjanya adalah dengan menurunkan
produksi asam lambung.

Cara pakai :
Lansoprazole injeksi akan diberikan oleh dokter atau tenaga medis lainnya dan dibawah
pengawasan dokter.
Gunakan selama 24 jam dalam larutan isotonik natrium klorida 0.9% setelah rekonstitusi.

Efek samping :
Diare, sakit perut, mual, kembung, sembelit, sakit kepala, pusing segera lakukan pemeriksaan
ke dokter jika anda mengalami gejala efek samping yang disebutkan di atas atau mengalami
reaksi alergi obat, seperti ruam, gatal pada kulit, pembengkakan bibir dan mata, atau kesulitan
bernafas.

Interaksi obat :
Lansoprazole berinteraksi dengan obat ampicillin, atazanavir, digoxin, ketoconazole,
theophylline dan warfarin

Cara Rekonstitusi:
Gunakan selama 24 jam dalam larutan isotonik Natrium Klorida 0.9 % setelah rekonstitusi.

Mfg date :21 Oktober 2020


Exp. Date :21 Oktober 2020
No batch : 0211021
Nomor registrasi: DKL 2033312344 A1
HET : Rp30.000,-
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Imported and packed by

Riau, Indonesia

23
2.8. Rancangan Uji Stabilitas
Uji stabilitas diperpanjang, dengan kondisi penyimpanan suhunya 25ºC ± 2ºC
dan kelembaban 60% ± 5%. Interval pengambilan sampel bulan ke 3, 6, 9, 12, 18, 24,
36. Alasan dilakukan uji stabilitas diperpanjang injeksi lansoprazole dikarenakan
kondisi penyimpanan suhunya 25ºC dan juga masa kadaluarsa dari injeksi
lansoprazole yang diproduksi selama 3 tahun.
Rekonstitusi larutan 6 mg/mL yaitu 25 ºC sampai 1 jam sebelum pengenceran.

Larutan setelah pengenceran 25 ºC sampai 12 jam (pada 50 mL dari injeksi dextrose

5%) atau 24 jam pada 50 mL dalam 0,9% NaCl injeksi.

2.9. Registrasi
2.9.1 Penomoran registrasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
D K L 2 0 3 3 3 1 2 3 4 4 A 1

1. Digit ke-1
Digit ke-1 menunjukkan jenis atau kategori obat, yaitu:
D berarti Obat dengan merek dagang
2. Digit ke-2
Digit ke-2 menunjukkan golongan obat, yaitu:
K berarti golongan obat keras
3. Digit ke-3
Digit ke-3 menunjukkan lokasi obat tersebut diproduksi atau tujuan
diproduksinya obat tersebut, yaitu:
L berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang diproduksi dengan
lisensi.

24
4. Digit ke-4 dan 5
Digit ke-4 dan 5 menunjukkan tahun persetujuan obat tersebut oleh BPOM.
Tahun persetujuan 2020
5. Digit ke-6, 7, dan 8
Digit ke-6, 7, dan 8 menunjukkan nomor urut pabrik, dengan persyaratan nomor
urut pabrik harus lebih besar dari 100 dan lebih kecil dari 1000.
Nomor urut pabrik 333
6. Digit ke-9, 10, dan 11
Digit ke-9, 10, dan 11 menunjukkan nomor urut obat yang disetujui untuk
masing-masing pabrik, dengan persyaratan nomor urut obat harus lebih besar dari
100 dan lebih kecil dari 1000.
Nomor urut obat 123
7. Digit ke-12 dan 13
Digit ke-12 dan 13 menunjukkan bentuk sediaan obat. Beberapa contoh sediaan
obat antara lain:
44 = Injeksi suspensi kering
8. Digit ke-14
Digit ke-14 menunjukkan kekuatan sediaan obat
A menunjukkan kekuatan obat jadi yang pertama di setujui
Digit ke-15
Digit ke-15 menunjukkan kemasan berbeda untuk tiap nama, kekuatan, dan bentuk
sediaan obat (untuk satu nama, kekuatan, dan bentuk sediaan obat diperkirakan tidak
lebih dari 10 kemasan):
1 menunjukkan kemasan utama

25
2.9.2 Nomor batch

Digit ke- Digit ke- Digit ke- Digit ke- Digit ke- Digit ke- Digit ke-
1 2 3 4 5 6 7
0 2 1 1 0 2 1

1. Digit ke-6 dan ke-1


Digit ke-1 menunjukkan tahun pembuatan obat jadi angka terakhir
Tahun 2020 = 0
Digit ke-6 menunjukkan tahun pembuatan obat jadi 2 angka terakhir
Tahun 2020 = 2
2. Digit ke-2 dan ke-3
Digit ke-2 dan ke-3 menunjukkan tanggal pembuatan obat jadi
Tanggal 21
3. Digit ke-4 dan ke-5
Digit ke-3 menunjukkan bulan pembuatan obat jadi
Bulan 10
4. Digit ke-7
Digit ke-7 menunjukkan nomor urut pembuatan obat jadi

26
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Injeksi intravena adalah memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh
darah vena pembuluh darah yang balik ke jantung. Pemberian obat melalui intravena
sangat berguna untuk orang yang tidak sadarkan diri, mengalami gangguan oral, dll.
Pemberian obat intravena tidak boleh diberikan kepada penderita yang memili
ki permukaan kulit yang ada luka maupun pembengkaan karena akan menimbulkan
luka baru. Pemberian obat melalui intravena dapat dilakukan dengan cara langsung
dan tidak langsung. Cara langsung yaitu spuit langsung ditusukkan pada vena. Secara
tidak langsung yaitu dimana spuit ditusukkan pada infus melalui wadah intravena,
wadah kantong infus dan melalui selang intravena pada selang infus yang terbuatdari
karet.

27
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Kesehatan. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V.


Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Badan POM. 2017. Kriteria dan Tata Laksana Regirtrasi Obat. Jakarta: BPOM.

Julianti, E., dan Nurminah, M. 2006. Buku Ajar Tekologi Pengemasan.Medan:


Universitas Sumatera Utara Press.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2012. Farmakologi dan Terapi. UI:


Jakarta.
Gandjar, I.G. 2010. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hinz, D.C. 2006. Process analytical technologies in the pharmaceutical industry: The
FDA's PAT initiative. Anal Bioanal Chem. 2006;  384: 1036–1042.
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri III. Jakarta. Universitas Indonesia. 1147-119.
Lieberman, A.H. 1994. Pharmaceutical Dosage Forms Diseperse System. 2nd Edition.
New York. 243.
Reynolds, J.E.F. 1989. Martindale The Complete Drug Reference Ed 29. London:
The Pharmaceutical Press.
Siregar, Charles. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-dasar Praktis. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2010 : 54,85-86.

28
1

Anda mungkin juga menyukai