Anda di halaman 1dari 13

Pembahasan Kasus

Oleh : Kelompok 4
S1-VII A
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU T.A 2016/2017
Kasus 1
A 59-year-old male (height: 5'8''; weight: 160 lbs) presented to
the emergency department with nausea and emesis. On examination
the patient was slightly febrile (99.4F) and had left upper abdominal
tenderness with evidence of mild hepatomegaly and mild sclera icterus.
The patient admitted to a history of moderate alcohol intake (10-12
drinks/week for the past several years).1 He stated that he had also
recently been taking approximately 8 tablets of Extra-Strength Tylenol
(500 mg acetaminophen each) over the course of the day, every day, for
the past 2 weeks for pain relief from a recent knee injury sustained
during a fall. Laboratory analysis revealed markedly elevated serum ALT
(535 IU/L) and AST (430 IU/L) levels (normal values: 4-51 IU/L and 15-45
IU/L, respectively), increased bilirubin (41 mol/L; normal: < 17
mol/L), a serum glucose level of 2.0 mmol/L (normal: 3.9-5.8 mmol/L),
and a blood acetaminophen concentration of 58 g/mL. The patient
was admitted to the hospital and administered an intravenous infusion
that included glucose and N-acetylcysteine (NAC).
Kasus 1
Seorang laki-laki 59 tahun (tinggi: 5'8 ''(172,72cm); Berat: 160
lbs (72,64kg)) dilarikan ke gawat darurat dengan mual dan muntah.
Pada pemeriksaan pasien sedikit demam (99.4of (37,4oc) dan
mengalami nyeri perut bagian atas dengan bukti hepatomegali ringan
dan sclera ikterus ringan. Pasien mengaku mengkonsumsi alkohol
moderat (10-12 minuman / minggu selama beberapa tahun terakhir). 1
Dia menyatakan bahwa dia juga baru-baru ini mengambil sekitar 8
tablet dari Extra-Strength Tylenol (acetaminophen masing-masing 500
mg) setiap hari, selama 2 minggu terakhir untuk menghilangkan rasa
sakit akibat cedera lutut baru-baru ini akibat jatuh. Analisis
laboratorium mengungkapkan peningkatan serum ALT (535 IU / L) dan
peningkatan AST (430 IU / L) (nilai normal: 4-51 IU / L dan 15-45 IU / L),
peningkatan bilirubin (41 umol / L ; biasa: <17 umol / L), kadar serum
glukosa 2,0 mmol / L (normal: 3,9-5,8 mmol / L), dan konsentrasi
acetaminophen dalam darah 58 ug / ml. Pasien dirawat di rumah sakit
dan diberikan infus intravena glukosa dan N-acetylcysteine (NAC).
Kasus 1
Dari hasi data laboratorium dapat dilihat bahwa :
Kadar AST dan ALT meningkat sebanyak 10 kali lipat dibandingkan
nilai normal, kondisis seperti ini dapat terjadi pda sesorang yang
mengalami hepatitis acute (A-E), toxin, ischemic hepatitis, autoimun
hepatitis, wilsons disease, acute bile duct obstruction (gangguan
saluran empedu akut), acute budd-chlari syndrome (penyumbatan
pada vena yang ada dihati), hepatic artery ligation.
Kadar billirubin dari pasien juga mengalami peningkatan, kondisi ini
biasnya terjadi pada pasien yang mengalami gangguan hepatoseluler,
penyakit sel parenkim, obstuksi salutan empedu, hemolisis sel darah.
Kadar asetaminofen dalam serum berada diatas konsentrasi untuk
terapi.
Kasus 1

Kemungkinan pasien mengalami :


Gangguan pada saluran empedu
Obstruksi saluran empedu
Sirosis akibat toksin.
Kasus 2
A 53-year old male (height: 5 feet, 10 inches; weight 265 pounds)
was diagnosed with insulin resistance and type 2 diabetes mellitus. His
fasting plasma glucose (FPG) level was 174 mg/dL (normal 70-110 mg/dL)
and his hemoglobin (Hb) A1c value was suboptimal at 8.4%. The patient
had normal renal and hepatic function. The patient stated that his
consumption of alcohol was moderate and that he was not currently
taking any medications other than an occasional ibuprofen. He stated that
he had gained a significant amount of weight over the past 2 years, and
he largely attributed this to both his increasingly stressful workload and
sedentary lifestyle since switching jobs. He was instructed by his physician
to modify his diet, increase his level of activity as much as possible, and
was prescribed oral metformin (500 mg bid) to be taken with meals.
Lanjutan...
At a follow-up examination 3 months later, the patient's status
had not really changed that significantly; he weighed 260 pounds, his FPG
was 157 mg/dL, and his HbA1c was 8.0%. He admitted that he had not
really increased his level of exercise or modified his diet that much, but
insisted that he was taking his metformin every day. The physician
considered adding an oral sulfonylurea to the patient's regimen, but first
decided to check further if the patient had been taking his metformin as
prescribed. He instructed the patient to bring his current prescription
bottle with him for his next visit in 2 weeks. When his office contacted the
local pharmacy where the patient had his prescriptions filled, the
pharmacist informed the physician that the patient's metformin
prescriptions appeared to have been refilled in a timely manner.
Lanjutan...

At his next office visit, the patient brought his current


prescription bottle that still contained metformin tablets, but should have
been empty. The patient admitted that he had not been taking his
metformin twice everyday. He stated that he sometimes only took the
medication once a day, and occasionally missed a day completely because
he forgot or was too tired". He also stated the he had "a few more"
metformin tablets in his medicine cabinet at home which were stored in a
non-prescription container.
Kasus 2
Seorang pria berusia 53 tahun (tinggi: 5 kaki, 10 inci (177,8cm);
berat badan 265 pon(120,31kg)) di diagnosis dengan resistensi insulin dan
diabetes melitus tipe 2. tingkat glukosa plasma puasa (FPG) adalah 174 mg /
dL (70-110 mg / dL normal) dan hemoglobin-nya (Hb) nilai A1c adalah
suboptimal, yaitu 8,4%. Pasien memiliki fungsi ginjal dan hati yang normal.
Pasien menyatakan bahwa mengkonsumsi alkohol moderat dan ia tidak
sedang mengkonsumsi obat selain ibuprofen sesekali. Dia menyatakan
bahwa dia telah mengalami peningkatan berat badan selama 2 tahun
terakhir, dan sebagian besar disebabkan oleh beban kerjanya yang stres dan
gaya hidupnya sejak beralih pekerjaan. Dia diperintahkan oleh dokter untuk
memodifikasi diet, meningkatkan aktifitas sebanyak mungkin, dan
diresepkan metformin oral (bid 500 mg) harus diminum berasaan dengan
makanan.
Kasus 2
Pada pemeriksaan tindak lanjut 3 bulan kemudian, status pasien
tidak benar-benar berubah secara signifikan; setelah ditimbang beratnya 260
pon (120,31kg), FPG nya 157 mg / dL, dan HbA1c-nya adalah 8,0%. Dia
mengakui bahwa ia tidak benar-benar meningkatkan olahraganya atau
mengubah pola makannya, tapi dia bersikeras bahwa ia meminum metformin
setiap hari. Lalu dokter menambahkan sulfonilurea oral untuk rejimen pasien,
tapi sebelumnya memutuskan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut jika
benar pasien sudah memakai metformin sebagaimana yang telah ditentukan.
Dia menginstruksikan pasien untuk membawa botol resep saat ini saat
melakukan kunjungan berikutnya dalam 2 minggu. Ketika ruahsakit
menghubungi farmasi lokal di mana pasien mengambil resep nya, apoteker
memberitahu dokter bahwa resep metformin pasien tampaknya telah diisi
ulang pada waktu yang tepat.
Kasus 2

Pada kunjungan berikutnya, pasien membawa botol resep nya yang


masih berisi tablet metformin, tetapi seharusnya sudah kosong. Pasien
mengaku belum meminum metformin dua kali setiap hari. Ia menyatakan
bahwa ia kadang-kadang hanya meminum obat sekali sehari, dan kadang-
kadang dia melewatkan hari karena dia "lupa atau terlalu lelah". Dia juga
menyatakan bahwa ia memiliki "beberapa" tablet metformin di lemari obat
di rumah yang disimpan dalam wadah non-resep.
Kasus 2

Dari hasil data laboratorium dapat dilihat bahwa :


Dilihat dari kadar gula darah dan nilai Hb A1C tidak mengalami perubahan yang
signifikan setelah mendaptkan terapi. Hal ini mungkin terjadi karna pasien yang
tidak teratur meminum obat sesuai dengan yang dianjurkan.
Melihat dari kadar Hb A1C yang diatas 7% pasien beresiko besar untuk mengalami
komplikasi seperti, nefropati, neuropati, dan retinopati, kegagalan terapi
disebabkan karna pasien tidak rutin meminum obat, maka dari itu pengobatan
dapat dioptimalkan bila pasien rutin meminum obat.

Anda mungkin juga menyukai