Anda di halaman 1dari 11

DISKUSI KELOMPOK

(judul)
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengetahuan Bahan Pangan

Disusun oleh:
Kelompok 2
Dinda Arrizla Asa Hersandi (23020121130008)
One Triska Laksita (23020121130012)
Setyowati Nur Hanifah (23020121130013)
Anisa Nurul Vadilah (23020121130021)
Felicia Meitha Keziatama (23020121130046)

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI PANGAN


DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
ABSTRAK
Kopi merupakan minuman yang berasal dari seduhan biji kopi yang telah disangrai.
Kopi terdiri dari beberapa jenis dan salah satunya adalah kopi arabika. Kualitas dari kopi
arabika bergantung pada proses pengolahan dari biji kopi sampai menjadi bubuk kopi siap
seduh. Kualitas kopi arabika juga bergantung pada sifat kimia yang diperoleh dari analisis
proksimat dan sifat fisik yang dapat diperoleh dari melakukan uji organoleptik. Sifat kimia
yang perlu diuji adalah kadar air, pH, total fenol yang kandungan total tertingginya terdapat
pada level penyangraian light diikuti berturut-turut medium dan dark yaitu sebesar 71,4; 61,8;
dan 61,4 mg GAE/g (P<0.05), aktivitas antioksidan, dan kafein. Uji organoleptik menyangkut
pengujian mengenai warna, aroma dimana aroma original kopi dapat diperoleh pada suhu
penyangraian antara 190-200ºC, dan rasa yang dihasilkan dari senyawa organik non volatile
dan mineral. 
Kata kunci : kopi, kopi arabika, proses pengolahan, sifat fisik, sifat kimia.

PENDAHULUAN
Kopi merupakan minuman yang berasal dari seduhan biji kopi yang telah disangrai
dan kemudian dihaluskan menjadi bubuk. Dua jenis kopi yang terkenal di Indonesia adalah
kopi robusta (Coffea canephora) dan kopi arabika (Coffea arabica). Kopi arabika juga
dikenal dengan kopi Arab, kopi semak Arab, dan juga kopi gunung. Produksi kopi arabika
cukup besar yaitu sebesar 60% dari total produksi kopi global. Di Indonesia, perkebunan kopi
arabika banyak ditemukan di pegunungan toraja Sumatra Utara, Aceh, dan juga beberapa
daerah di pulau Jawa. Pengolahan kopi dari biji sampai menjadi kopi bubuk yang siap minum
mengalami proses yang panjang.

PROSES PENGOLAHAN
Pascapanen Kopi Arabika

Proses panen dan pascapanen kopi dapat memengaruhi mutu kopi. Penanganan
pascapanen kopi meliputi panen pilih, sortasi buah, pengupasan kulit buah merah, fermentasi
dan pencucian lender, penjemuran 1-2 hari hingga kadar air mencapai kurang lebih 40%,
pengupasan kulit cangkang, penjemuran biji sampai kadar air 11-13%, sortasi dan
pengemasan, serta penyimpanan dan penggudangan. Tahap akhir biji kopi disangrai dan
dijadikan bubuk kopi (Edowai dan Tahoba, 2018).
a. Panen dan Pelepasan Kulit Buah

Waktu panen kopi berpengaruh pada proses selanjutnya sehingga kopi dipanen
ketika sudah benar-benar masak yang dapat dilihat dari warna kulit buah kopi. Kulit
buah berwarna hijau tua adalah buah muda, berwarna kuning adalah setengah masak,
berwarna merah buah kopi sudah masak penuh, dan kehitam-hitaman setelah masak
penuh terlampaui (over ripe). Jika dipanen dalam keadaan tidak masak penuh rasa dan
aroma kopi akan berkurang dan mengakibatkan penurunan kualitas produk akhir kopi
(Edowai dan Tahoba, 2018).

Buah tanaman kopi sendiri terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri
atas tiga lapisan, yaitu kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp), dan lapisan
kulit tanduk (endokarp) yang tipis tapi keras. Buah kopi umumnya mengandung dua
butir biji, tetapi terkadang hanya mengandung satu butir atau bahkan tidak berbiji
sama sekali. Biji kopi terdiri atas kulit biji dan lembaga. Lembaga atau endosperm
adalah bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kopi. Lapisan
kulit buah kopi harus dikeluarkan untuk mendapatkan biji kopi. Ketika dirasa bahwa
kulit bagian luar telah terlepas, lalu dibersihkan dengan dicuci dan kemudian dijemur
atau proses pengeringan (Edowai dan Tahoba, 2018).

b. Pengeringan

Proses pengeringan biji kopi bertujuan untuk memisahkan biji bagian dalam
dengan kulit dan mengeluarkan kadar air pada biji kopi sehingga dapat disimpan
sebelum disangrai. Biji   kopi dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 10-13%. Hal
ini dilakukan agar biji kopi yang disimpan tidak mudah terserang penyakit. Kadar air
kesetimbangan kopi adalah sekitar 12% dengan toleransi 1%. Kadar air kopi tersebut
tidak banyak berubah selama penyimpanan dan pengangkutan.  Namun, jika disimpan
terlalu lama kadar air kopi dapat naik hingga 1–2%, tetapi jika disimpan pada RH
(kelembaban relatif) rendah kadar air kopi dapat turun sebesar 10% (Edowai dan
Tahoba, 2018).

Pengeringan biji kopi dapat dilakukan di dalam rumah pengering atau tanpa
menggunakan rumah pengering. Keuntungan menjemur di dalam rumah pengering
adalah terhindar dari kotoran, tidak perlu di angkat ketika hujan, dan menghindari
gangguan dari hewan yang berkeliaran. Setelah dijemur, dilakukan pembersihan dan
menguliti kulit bagian dalam dari biji kopi dengan cara yang hampir sama dengan
menguliti kacang tanah. Proses terakhir adalah pengeringan dan pembersihan lapisan
yang menyerupai selaput pada biji kopi. Biji kopi dikatakan telah kering ketika dirasa
sudah tidak lembab dan kulit ari sudah mulai terlepas dari biji kopi. Sebelum
disangrai dapat disimpan, tetapi agar kualitas tetap terjaga gudang penyimpanan harus
memiliki sistem sirkulasi udara yang baik agar biji kopi tidak mengalami kerusakan. 
Proses selanjutnya adalah sortasi, grading, dan sangrai (Edowai dan Tahoba, 2018). 

c. Sortasi dan Grading

Sortasi bertujuan untuk memisahkan kotoran atau benda asing dari produk, 
sedangkan grading adalah kegiatan setelah sortasi untuk mengelompokkan produk
sesuai  dengan bentuk, warna, atau jenis. Sortasi dan grading dilakukan di tempat
dengan cahaya atau penerangan yang cukup. Grading dilakukan untuk mendapatkan
tiga klasifikasi kopi, yakni basic, classic, dan premium. Basic adalah kopi yang
bentuknya tidak sempurna, biji terbelah, dan agak keras, sedangkan classic adalah biji
kopi yang utuh dan ukurannya lebih tipis. Klasifikasi premium adalah kualitas terbaik
dengan biji kopi yang bentuknya utuh dan tebal dibandingkan classic (Edowai dan
Tahoba, 2018).

d. Sangrai

Penyangraian sangat penting untuk mengembangkan sifat organoleptik spesifik


(aroma,  rasa , dan warna) yang  mendasari  kualitas  kopi. Namun, proses ini sangat
kompleks karena   jumlah panas yang dipindahkan ke biji sangat penting. Proses
sangrai biji kopi dilakukan di ruangan berbeda dengan proses lainya. Suhu dan
kelembaban ruangan sangrai adalah 25°C dengan kelembaban 75%. Proses sangrai
biji kopi pada suhu 160–200°C. Penyangraian dengan suhu rendah atau sekitar 160°C
selama 12 menit menghasilkan biji kopi yang belum tersangrai dilihat dari perubahan
warna dan bau yang ditimbulkan. Penyangraian   pada   suhu   sekitar 200°C selama
10 menit menghasilkan biji kopi yang tersangrai dengan baik. Proses sangrai tidak
boleh lebih lama atau lebih cepat karena suhu dan waktu sangrai mempengaruhi mutu,
jika terlalu cepat aroma kopi belum terasa dan jika terlalu lama berpengaruh pada rasa
kopi yang dihasilkan. Waktu penyangraian bervariasi dari 7 sampai 30 menit
tergantung pada jenis alat dan mutu kopi bubuk. Penyangraian diakhiri saat aroma dan
citarasa kopi yang diiginkan telah tercapai yang diindikasikan dari perubahan warna
biji yang semula berwarna kehijauan menjadi cokelat tua, cokelat-kehitaman, dan
hitam (Edowai dan Tahoba, 2018).

e. Penggilingan

Setelah proses sangrai, biji kopi kemudian didinginkan. Setelah dingin, biji kopi
dapat digiling menggunakan mesin penggiling. Mesin yang digunakan bertenaga
motor dengan tegangan 220 V. Tujuan penggilingan adalah untuk memperkecil
ukuran biji kopi agar memudahkan dalam mengonsumsi kopi. Secara umum, semakin
kecil ukurannya rasa dan aromanya akan semakin baik.  Hal ini disebabkan sebagian
besar bahan yang terdapat di dalam bahan kopi dapat larut dalam air ketika diseduh.
Penggilingan dapat dilakukan oleh dua orang dengan tugas yang berbeda. Satu orang
bagian input atau memasukan biji kopi dan satu orang lainnya bagian output atau
menadah bubuk kopi. Proses selanjutnya setelah penggilingan adalah pengemasan
(Edowai dan Tahoba, 2018).

f. Pengemasan

Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan kualitas, meminimalkan kerusakan,


memudahkan dalam proses distribusi, meningkatkan nilai jual, dan sebagai sarana
informasi tentang produk yang dikemas (Edowai dan Tahoba, 2018).

SIFAT KIMIA
Kadar Asam Lemak Bebas
Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida,
furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah
menguap. (Simbolon et al., 2013). Sebagian besar biji kopi yang diolah mempunyai kadar
asam lemak bebas yang seragam pada setiap karakteristiknya. Pada hasil uji yang dilakukan
terhadap biji kopi dan salah satunya adalah kopi arabika, menunjukkan adanya pengaruh
yang signifikan, dimana disetiap perlakun dan perbedaan pengolahan akan menunjukkan
adanya zat pengaruh yang nyata terhadap kadar lemak bebas.
Menentukan kadar asam lemak bebas dalam biji kopi dilakukan dengan prosedur
Standarisasi Larutan KOH atau NaOH 0.1 N, Preparasi Sampel, dan Interpretasi Hasil
(Winarno et al., 2021). Dalam proses tersebut akan memunculkan hasil berupa beberapa data
mengenai kandungan maupun kadar asam lemak bebas yang terkandung pada kopi,
khususnya kopi arabika. Sebenarnya tidak hanya kopi arabika saja yang dapat di uji struktur
kimianya dengan cara proses ini, tetapi semua jenis kopi dapat dilakukan dengan metode ini.
Berikut penjelasan mengenai prosedur penentuan kadar asam lemak bebas pada biji kopi :
a. Standarisasi Larutan KOH atau NaOH 0.1 N
Pada prosedur standarisasi larutan langkah pertama yaitu menimbang 25 mg asam
oksalat ke dalam erlenmever 100 mL. Setelah itu melarutkan 50 mL akuades dengan
ditambahkan 3-5 tetes indikator PP 1%. Lalu, mentitrasi dengan larutan KOH 0.1 N
hingga titik akhir titrasi dan berubah warna menjadi merah muda seulas.
b. Preparasi Sampel
Setelah proses standarisasi larutan yaitu tirasi dengan larutan KOH 0.1 N hingga
titik akhir tirasi (merah muda seulas) dilanjutkan dengan menutup etraction thrimble
dengan kapas. Setelah itu ekstraksi dengan n-heksana selama 16 jam menggunakan
alat ekstraksi minyak/lemak (soxxtech atau sokhlet). Uapkan pelarut nheksana sampai
hanya tersisa residu lemak (merah muda seulas). Lalu, larutkan residu lemak dengan
50 mL etanol 95% panas dan tambahkan 3-5 tetes indikator PP 1%. Tirasi dengan
larutan KOH 0.1 N atau NaOH 0.1 N hingga titik akhit titrasi (merah muda seulas).
Pada proses ini dilakukan dengan pengerjaan blanko.
c. Interpretasi Hasil
Pada proses ini dilakukan dengan dua perhitungan, yaitu perhitungan Normalitas
KOH atau NaOH 0.1 N dan perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas (%). Rumus
perhitungan dapat dilihat pada Tabel 1.

Perhitungan Normalitas KOH atau NaOH Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas
0.1 N (%)

m ( Vp−Vb ) × Np× BM as . lemak × fp


V p × f p ×63 10× Wspl
Keterangan :
Keterangan :  Wspl = bobot sampel (gram)
 m = bobot standar primer (mg)  Vp = volume larutan KOH atau
 Vp = volume penitar (mL) NaOH pada penitaran sampel (mL)
 fp = faktor pengenceran  Vb = volume larutan KOH atau
NaOH pada penitaran blanko (mL)
 Np = normalitas larutan KOH atau
NaOH fp = faktor pengenceran
 BM = bobot molekul asam lemak
bebas (g/mol)
Tabel 1. Rumus Perhitungan Interpretasi Hasil

Kadar Kafein
Komponen utama di dalam biji kopi adalah kafein, kafein adalah zat perangsang
syaraf yang sangat penting apabila dikonsumsi. Kandungan kafein setiap jenis kopi berbeda-
beda. Kadar kafein rata-rata pada jenis arabika sekitar 1,2%. Kafein merupakan senyawa aktif
turunan metilxantin yang terkandung dalam kopi. Kandungan kafein pada kopi akan naik
sejalan dengan bertambahnya suhu dan lama waktu penyangraian. Suhu dan lama waktu
penyangraian akan mempengaruhi proses terurainya zat cair dan zat asam sehingga jumlah
kandungan zat non cair seperti kafein, lemak dan mineral akan meningkat persentasenya
(Maksum et al., 2020).
Tinggi rendahnya kadar kafein umumnya digunakan sebagai pertimbangan dalam
menentukan racikan pencampuran untuk resep campuran bubuk kopi. Beberapa tubuh
manusia ada yang sangat peka terhadap kafein. Kafein sebenarnya hanya menyumbang
citarasa bitterness kurang dari 10%. Kafein tidak memiliki pengaruh langsung terhadap
citarasa. Namun untuk beberapa jenis kopi, kafein berhubungan dengan komponen lainnya,
seperti lemak dan asam klorogenat yang dapat mempengaruhi bitterness dan kekentalan
seduhan kopi (Winarno et al., 2021).

Kandungan Karbohidrat
Pada penelitian didapatkan bahwa kandungan karbohidrat pada kopi arabika terhitung
sekitar 60% karbohidrat. Karbohidrat berperan dalam memberikan efek warna, busa yang
terbentuk, dan aroma karena merupakan prekursor reaksi Maillard (Edowai 2019). Untuk
mengetahui kadar karbohidrat dapat dilakukan dengan menakar sejumlah kopi dan ditambah
HCL serta didihkan selama tiga jam. Larutan tersebut kemudian didinginkan dan dinetralkan
dengan NaOH lalu di saring. Panaskan kembali menggunakn enlenmeyer sebanyak pipet 10
ml. Setelah dingin, ditambahkan larutan Kl dan H2SO4 secara perlaham, dan dititar
secepatnya. Nilai karbohidrat yang terdapat pada kopi arabika dapat dihitung dengan
persamaan.
w 1× fp
Karbohidrat = × 100 %
w

Protein
Protein merupakan salah satu komponen organik yang berperan sangat vital dalam
memberikan flavor kopi karena dibutuhkan pada saat reaksi Maillard. Golongan protein
dianggap sebagai prekursor terbentuknya senyawa-senyawa volatil yang timbul di dalam biji
kopi, seperti furan, pyrazine, pyrrol, aldehid, dan melanoidin. Pada penelitian dilakukan
analisis nitrogen (N) total yang diinterpretasikan sebagai nilai protein. Pada biji kopi sebelum
di roasting, kadar proteinnya adalah 11%-13% dan setelah roasting kadar protein berubah
menjadi 13%-15%. Hal ini serupa dengan hasil analisis pada kopi arabika bubuk, yaitu antara
12,6 %-13,7 %. Walaupun demikian, kopi tidak dapat dijadikan sebagai sumber protein
karena kandungan asam amino esensialnya rendah.

SIFAT FISIK
Warna
Bubuk kopi arabika yang sudah dihaluskan memiliki warna coklat tua seperti biji
kopinya. Warna coklat tersebut didapat dari proses reaksi browning melalui reaksi maillard
dan karamelisasi. Selain itu, penambahan gula pasir pada proses penyajian minuman kopi
juga ikut menambah kepekatan warna coklat pada kopi. Gula pasir yang dipanaskan dalam
suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan kadar sukrosa dalam gula
menurun sehingga reaksi pencoklatan non enzimatik yaitu karamelisasi terjadi (Masuku,
2017).
Aroma
Menurut Kaswindi et al. (2017) bahwa aroma kopi yang dihasilkan dipengaruhi oleh
proses penyangraian biji kopi. Biji kopi arabika secara alami mengandung banyak senyawa
organik yang membentuk cita rasa dan aroma khas kopi ketika penyangraian. Proses yang
terjadi antara lain swelling yang disebabkan oleh terbentuknya gas-gas seperti CO2 sebagai
hasil oksidasi dan terbentuknya aroma khas kopi. Senyawa dalam biji kopi yang membentuk
aroma khas tersebut adalah golongan fenol asam yang tidak mudah menguap seperti asam
kofeat, asam klorogenat, asam ginat, dan riboflavin.
Rasa
Fermentasi yang dilalui biji kopi, semakin lama prosesnya akan menyebabkan pati
dalam kopi terdegradasi menjadi glukosa. Glukosa tersebut selanjutnya bereaksi dengan asam
amino dalam protein yang terkandung dalam kopi. Reaksi tersebut membentuk melanoidin
yang merupakan komponen utama dalam proses pencoklatan yang terjadi pada saat
penyangraian. Sehingga semakin lama fermentasi biji kopi, rasa kopi yang dihasilkan akan
lebih nikmat (Balya et al., 2018). 
Tekstur
Tekstur makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen
dalam membeli dan mengonsumsi makanan. Hal ini juga terjadi pada tekstur kopi yang
umumnya ditemukan dalam wujud bubuk. Menurut Masuku (2017) menyatakan bahwa
tekstur kopi bubuk dapat dinilai dari kehalusan bubuk dengan cara menekan bubuk kopi
dengan jari. Kopi bubuk didapat dari proses penggilingan biji kopi setelah melalui proses
roasting atau penyangraian. 

PENGUJIAN KANDUNGAN
Kadar air

         Pengujian kadar air dapat ditentukan oleh tingkat penyangraian berdasarkan estimasi
waktunya, dimana terdapat tiga level penyangraian yakni light, medium dan dark. Pada
penyangraian light akan menghasilkan kadar air paling tinggi karena proses penyangraian
dilakukan sekitar 6 menit, sedangkan penyangraian medium dan dark selama 8 dan 10 menit.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu penyangraian akan
mempengaruhi kadar air pada kopi (Maksum et al., 2020). Selama proses penyangraian ini
volume akan meningkat dan pori-pori biji kopi akan mengalami perkembangan sehingga
porositasnya meningkat yang berakibat pada keluarnya air dari biji kopi.

Kadar air pada kopi juga dapat diuji melalui proses pengeringan pada suhu 40ºC
dengan kecepatan udara sebesar 0,7 m/s. Pengaturan suhu disesuaikan dengan suhu rata rata
matahari ketika terik yakni pukul 10.00-14.30 yang berkisar pada angka 35-40 ºC. Sebelum
dikeringkan, biji kopi terlebih dahulu ditimbang setiap 30 menit hingga tercapai titik konstan.
Selama proses pengeringan ini, panas dari bahan akan berpindah ke udara disertai dengan
perpindahan massa airnya (Santoso dan Egra, 2018). Kadar air pada kopi arabika yang diukur
dengan pengeringan secara tradisional mengalami penurunan dari 50-55% menjadi 8% dan
mencapai titik konstan setelah 23 jam. Lambatnya pengeringan disebabkan oleh faktor suhu
yang fluktuatif. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada pengeringan menggunakan mesin
pengering, dimana kadar kopi akan menurun dengan cepat dari 50% menjadi 8% dan
mencapai titik konstan setelah 17 jam. Mesin pengering membuat laju pengeringan dan
penurunan kadar air menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan pengeringan secara
tradisional karena kecepatan dan suhu mesin pengering bersifat konstan. Akibatnya, udara
panas dapat dialirkan ke dalam biji kopi secara terus-menerus tanpa terpengaruh suhu
lingkungan. Menurut Santoso dan Egra (2018) kombinasi kedua metode pengeringan ini
dapat meningkatkan efisiensi proses, biaya pemakaian dan mampu mengurangi terjadinya
kerusakan yang ditimbulkan akibat pengeringan tradisional, diantaranya adalah over dry
karena suhu tinggi dan serangan jamur.

Kadar abu

         Kadar abu merupakan indikator yang menunjukkan jumlah material dalam suatu
bahan. Penentuan kadar abu penting dilakukan untuk mengetahui baik atau tidaknya suatu
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan dan sebagai penentu parameter nilai gizi
pada suatu bahan makanan. Pada kopi, kadar abu atau kandungan materialnya dapat berupa
unsur kelumit yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhan. Kandungan material kopi
dapat dipengaruhi oleh iklim, unsur hara lingkungan tempat tumbuhnya dan pemakaian
pupuk selama pemeliharaan tanaman kopi (Siregar et al., 2020). Hasil pengujian kadar abu
pada kopi arabika berada pada 4,43-4,96%b/b.  Angka tersebut menunjukkan bahwa kadar
abu masih memenuhi persyaratan SNI 01-3542-2004 yakni maksimal 7%/b/b.
DAFTAR PUSTAKA

Balya, M. F. Barlaman, S. Suwarsono, dan Djumarti. 2018. Karakteristik fisik dan


organoleptik biji kopi arabika hasil pengolahan semi basah dengan variasi wadah dan
lama fermentasi (studi kasus di desa pedati dan sukosawah kabupaten bondowoso).
Edowai, D. N. dan A. E. Tahoba. 2018. Proses produksi dan uji mutu bubuk kopi arabika
(Coffea arabical) asal Kabupaten Dogiyai, Papua. J. Agriovet. 1(1): 1-18.
Irwinsyah, A. D., J. R. Assa, dan Y. Y. E Oessoe. 2021. Analisis Aktivitas Antioksidan
Dengan Metode Dpph Serta Tingkat Penerimaan Kopi Arabika Koya. J. Cocos
Unstrat. 6(6): 1-10.
Kaswindi, B. S. Putra, dan R. Khathir. 2017. Kajian mutu kopi arabika gayo dengan
perlakuan variasi suhu dan lama penyangraian. J. Ilmiah Mahasiswa Pertanian
Unsyiah. 2(2): 416-422.
Maksum, A., Munasib, I. S. M. Purbowati, R. E. K. Kurniawan dan Furqon. Pengaruh
Ketinggian Tempat dan Level Sangrai Terhadap Atribut Mutu Kopi Arabika
Kabupaten Banjarnegara. J. Agrin. 24(1): 38-48.
Masuku, M. A. 2017. Studi kualitas organoleptik bubuk kopi biji dengan penambahan
aplikasi good manufacturing process dan hazard analysis critical control point di kota
ternate. J. Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 10(2): 80-86. 
Santoso, D. dan S. Egra. 2018. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Karakteristik dan
Sifat Organoleptik Biji Kopi Arabika (Coffeae Arabica) dan Biji Kopi Robusta
(Coffeae Cannephora). J. Rona Teknik Pertanian. 11(2): 50-56.
Siregar, Z. A., R. T. M. Suthamihardja dan D. Susanty. 2020. Karakterisasi Kopi Arabika
(Coffea arabica L.) Hasil Fermentasi dengan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus sp).
J. Sains Natural Universitas Nusa Bangsa. 10(2): 87-94.
Winarno, R. A., M. I. Perangin-angin., dan N. V. Sembiring. 2021. Karakteristik sifat kimia
biji kopi arabika dengan beberapa metoda pengolahan di kabupaten simalungun 
provinsi sumatera utara. J. Agrivet Ilmu Pertanian Dan Peternakan. 9(2): 237-243.

Anda mungkin juga menyukai