ACARA II
PROSES PENGOLAHAN KOPI
Oleh :
Resty Khairunissa A1D007012
Natya Laksmi Putri A1D007032
A. Latar Belakang
B. Tujuan Praktikum
Buah kopi atau sering juga disebut kopi gelondong basah adalah buah kopi
hasil panen dari kebun, kadar airnya masih berkisar antara 60-65% dan biji
kopinya masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit
tanduk dan kulit ari. Buah kopi terdiri dari tiga bagian, yaitu lapisan kulit terluar
(eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp)
yang tipis, tetapi keras. Pada umumnya, buah kopi mengandung dua butir biji,
tetapi terkadang hanya mengandung satu butir atau bahkan tidak berbiji (hampa)
karena bakal biji tidak berkembang secara sempurna. Biji terdiri dari kulit biji dan
lembaga. Lembaga (endosperm) merupakan bagian yang dimanfaatkan untuk
membuat minuman kopi.
Komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah
tempat tumbuh dan pengolahan kopi. Struktur kimia yang terpenting tedapat
didalam kopi adalah kafein dan caffeol. Kafein yang menstimuli kerja saraf,
caffeol memberikan flavor dan aroma yang baik (Ridwansyah, 2002).
Teknik budi daya kopi untuk memperoleh hasil yang bermutu tinggi tidak
hanya berhenti pada budi daya dan pemanenan saja, melainkan juga cara
penanganan hasil panen. Penanganan kopi setelah panen dimulai dengan sortasi
(pemilihan) gelondong, kemudian pengolahan, sortasi biji, dan
pengepakkan/penyimpanan (Najiyati dan Danarti, 2007).
Kopi yang sudah dipetik harus segera diolah lebih lanjut dan tidak boleh
dibiarkan selama lebih dari 12-20 jam. Bila tidak segera diolah, kopi akan
mengalami fermentasi dan proses kimia lainnya yang dapat menurunkan mutu.
Bila terpaksa belum dapat diolah, kopi harus direndam dulu dalam air bersih
mengalir (Najiyati dan Danarti, 2007).
Penilaian biji-biji kopi didasarkan atas rupa (appearance), warna dan
ukuran, rasa dan aroma dari biji yang telah disangrai dan digiling menjadi serbuk.
Sifat-sifat ini ditentukan oleh tumbuhan asal, cara memlihara kebun, dan cara
pengolahan biji,biji kopi. Sifat-sifat baik dari biji-biji kopi dapat dirusak oleh cara
pengolahan yang kurang tepat. Selain itu, sifat-sifat baik itu juga dapat dirusak
oleh cara penyangraian yang tidak memenuhi syarat dari konsumen sehingga
hasilnya menjadi kurang menarik (Loo, 1983).
Tujuan utama dari pengolahan kopi adalah memperoleh biji-biji kopi yang
berkualitas tinggi. Proses pengolahan buah kopi dilakukan melalui dua cara,
uyaitu cara basah dan kering.
Pengolahan secara kering sangat cocok untuk lahan yang tidak terlalu luas,
karena alatnya sederhana dan biaya investasi rendah (Najiyati dan Danarti, 2007).
Pengolahan secara kering terutama ditujukan untuk kopi robusta karena tanpa
fermentasi sudah diperoleh mutu yang cukup baik. Sedangkan untuk kopi arabika,
sedapat mungkin diolah secara basah karena diperlukan fermentasi untuk
mendapatkan mutu kopi yang baik. Pengolahan secara kering dilakukan beberapa
tahap, yaitu sortasi gelondong, pengeringan dan pengupasan.
a. Sortasi gelondong
Sortasi gelondong sudah mulai dilakukan sejak pemetikan tetapi harus
diulangi lagi pada waktu pengolahan. Sortasi pada awal pengolahan dilakukan
setelah kopi datang dari kebun. Kopi yang berwarna hijau, hampa, dan terserang
bubuk disatukan. Sementara kopi yang berwarna merah dipisahkan karena akan
menghasilkan kopi yang bermutu baik (Najiyati dan Danarti, 2007).
b. Pengeringan
Kopi yang sudah dipeik dan disortasi harus segera dikeringkan agar tidak
mengalami proses kimia yang dapat menyebabkan penurunan mutu. Cara
pengeringan ini hampir sama dengan pengeringan biji kopi pada pengolahan
basah, yaitu pengeringan secara alami, buatan dan kombinasi keduanya (Najiyati
dan Danarti, 2007).
c. Hulling
Hulling pada pengolahan kering agak berbeda dengan hulling pada
pengolahan basah. Hulling pada pengolahan kering bertujuan untuk memisahkan
biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit ari.
Kadar air optimum kopi pada saat dihulling sekitar 15%. Lebih dari 15%
biasanya kopi masih sulit dikupas sehingga banyak kulit kopi yang belum
terkupas. Sebalinya, bila kadar air kurang dari 15% banyak kopi yang pecah.
Kadar air tersebut dapat dicapai dengan cara kopi yang baru keluar dari alat
pengering harus diangin-anginkan terlebih dahulu sekitar 21-24 jam (Najiyati dan
Danarti, 2007).
Proses selanjutnya yang harus dilakuakn setelah hulling baik pada
pengolan basah maupun pengolahan kering adalah sortasi biji. Sortasi biji
dimaksudkan untuk membersihkan kopi beras dari kotoran sehingga memnuhi
syarat mutu dan mengklasifikasikan kopi tersebut menurut standar mutu yang
telah ditetapkan (Najiyati dan Danarti, 2007).
Tabel 1. Syarat mutu umum biji kopi pengolahan basah
No Jenis kopi Satuan Persyaratan
1. Biji berbau busuk dan berbau kapang - Tidak ada
2. Serangga hidup - Tidak ada
3. Kadar air (bobot/bobot) % Maksimum 12
4. Kadar kotoran (bobot/bobot) % Maksimum 0, 5
5. Robusta. Biji ukuran besar, lolos ayakan % Maksimum 5
lubang bulat berukuran 7,5 mm
(bobot/bobot)
6. Robusta. Biji ukuran sedang, lolos % Maksimum 5
ayakan lubang berukuran 6,5 mm
(bobot.bobot)
7. Robusta. Biji ukuran kecil, lolos ayakan % Maksimum 5
lubang bulat berukuran 5,5 mm
(bobot/bobot)
Sumber : (Najiyati dan Danarti, 2007).
Tabel 2. Syarat mutu umum biji kopi pengolahan basah
No Jenis kopi Satuan Persyaratan
1. Biji berbau busuk dan berbau kapang - Tidak ada
2. Serangga hidup - Tidak ada
3. Kadar air (bobot/bobot) % Maksimum 13
4. Kadar kotoran (bobot/bobot) % Maksimum 0,5
5. Biji lolos ayakan 3 mm x 3 mm % Maksimum 5
(bobot/bobot)
6. Biji ukuran besar, lolos ayakan ukuran % Maksimum 5
5,6 mm x 5,6 mm (bobot/bobot)
Sumber : (Najiyati dan Danarti, 2007).
Kopi yang telah memenuhi syarat mutu umum dinilai lebih kanjut untuk
ditentukan tingkat mutunya. Penilaian tersebut menggunakan sistem nilai cacat
dan dapat menghasilkan enam nilai mutu. Untuk memperoleh nilai cacat, dapat
menggunakan pedoman penentuan besarnya nilai cacat kopi.
Tabel 3. Penilaian tingkat mutu berdasarkan sistem nilai cacat
No Tingkat mutu Syarat mutu khusus
1. Mutu 1 Jumlah nilai cacat maksimum 11
2. Mutu 2 Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25
3. Mutu 3 Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44
4. Mutu 4 Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60
5. Mutu 5 Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80
6. Mutu 6 Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150
7. Mutu 7 Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225
Sumber : (Najiyati dan Danarti, 2007).
Roasting
Roasting atau penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada
suhu 200-225°C. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kopi yang berwarna
cokelat kayu manis-kehitaman (Najiyati dan Danarti, 2007).
Dalam proses penyangraian ini biji kopi mengalami dua proses, yaitu
penguapan air pada suhu 100°C dan pirolisis pada suhu 180-225°C. Pada tahap
pirolisis, kopi mengalami perubahan kimia antara lain pengarangan serat kasar,
terbentuknya senyawa volatil, penguapan zat-zat asam, dan terbentuknya zat
beraroma khas kopi.
Pada proses penyangraian,kopi juga mengalami perubahan warna dari
hijau atau cokelat muda menjadi cokelat kayu manis, kemudian menjadi hitam
dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah
pecah (retak) maka penyangraian segera dihentikan. Selanjutnya kopi diangkat
dan didinginkan.
Penyangraian secara tradisional umumnya dilakukan petani secara terbuka
dengan wajan yang terbuat dari tanah (kuali) atau dengan wajan yang terbuat dari
besi/baja. Sedangkan pada proses penyangraian oleh pedagang atau pabrik
dilakukan secara tertutup dengan mesin yang harganya cukup mahal seperti batch
roaster.
A. Hasil Pengamatan
Tabel 4. Kadar Air
Parameter Kadar air (%)
Mutu I 30’ 2
45’ 2,75
60’ 2,25
Mutu I 30’ 4
45’ 3,5
60’ 3
Tabel 5. Rendemen
Parameter Kopi mutu I Kopi mutu II
30’ 45’ 60’ 30’ 45’ 60’
Berat kopi setelah disangrai 30,950 29,276 28,101 19,860 20,020 21,3600
1 7 2 0 0
Berat kopi setelah digiling 26,126 25,369 23,391 16,740 17,297 18,9550
8 0 4 0 7
Rendemen (%) 84,42 86,65 83,24 84,30 86,40 88,74
Tabel 7. Organoleptik
Panelis 1 2 3 4 5
Jenis
W A K W A K W A K W A K W A K
kopi
Mutu I 30’ 2 3 1 2 4 3 2 2 1 3
45’ 2 2 2 2 3 3 2 3 1 2
60’ 2 2 2 1 2 3 2 2 1 2
Mutu II 30’ 3 4 1 3 4 2 4 1 2 3 2 1 3 2 2
45’ 4 4 1 3 3 2 3 1 1 4 2 1 4 1 1
60’ 2 3 2 2 4 2 2 2 2 3 2 1 2 1 1
Keterangan :
Warna (W)
1 = tidak hitam
2 = agak hitam
3 = hitam
4 = sangat hitam
Aroma (A)
1 = tidak tercium
2 = agak tercium
3 = tercium
4 = sangat tercium
Kesukaan (K)
1 = tidak suka
2 = agak suka
3 = suka
4 = sangat suka
B. Pembahasan
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini
merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji
kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak
senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi.
Dalam menilai rasa, aroma, dan kenampakkan dari biji-biji kopi kering,
biji-biji tersebut harus disangrai dahulu selama kurang lebih 15-20 menit.
Kemudian kopi yang telah dibakar digiling. Setelah itu diseduh dengan air
mendidih. Setelah air seduhan kopi didinginkan sampai suhunya 55°C dan dinilai
(Loo, 1983).
Berdasarkan hasil pengamatan, kopi mutu I yang disangrai selama 30, 45
dan 60 menit memilki warna yang agak hitam dan kopi mutu II yang disangrai
selama 30 dan 45 menit berwarna hitam serta kopi mutu II yang disangrai selama
60 menit berwarna agak hitam. Aroma yang ditimbulkan dari kopi mutu I yang
disangrai selama 30 menit dapat tercium, kopi mutu I yang disangrai selama 45
dan 60 aromanya agak tercium, sedangkan untuk kopi mutu II aroma yang
ditimbulkan agak tercium. Kesukaan panelis terhadap kopi mutu I yang disangrai
selama 30, 45, dan 60 menit adalah agak suka, sedangkan untuk kopi mutu II yang
disangrai selama 45 menit panelis tidak menyukainya dan kopi mutu II yang
disangrai selama 30 dan 60 menit panelis agak suka terhadap kopi tersebut.
Data pengamatan tersebut menunjukkan bahwa pada kopi mutu I dan II,
semakin lama waktu penyangraian maka warna hitam akan berkurang. Hal ini
berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama waktu penyangraian
maka warna kopi akan semakin hitam. Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan
suhu yang digunakan untuk menyangrai kopi dengan perlakuan waktu sangrai 30
dan 45 menit suhunya lebih tinggi dibanding dengan perlakuan waktu sangrai 60
menit sehingga transfer panas dari wajan penyangrai lebih cepat dan
menghasilkan kopi dengan warna yang lebih hitam.
Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon
pembentuk citarasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama
penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma
khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan
asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino
membentuk senyawa melanoidin yang memberikan warna cokelat.
Biji kopi yang telah disangrai kemudian dihaluskan dengan mesin
penghalus sampai diperoleh butiran kopi bubuk. Butiran kopi bubuk mempunyai
luas permukaan yang relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan
demikian, senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke
dalam air penyeduh. Waktu penyangraian selama 30 menit ternyata telah mampu
untuk mengeluarkan aroma khas kopi pada air seduhan kopi. Semakin lama waktu
penyangraian aroma kopi justru berkurang. Biji kopi secara alami mengandung
berbagai jenis senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester,
asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin
lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas didalam seduhan
makin berkurang secara signifikan sehingga aroma yang dihasilkan akan
berkurang juga.
Tingkat kesukaan panelis terhadap kopi yang disangrai selama 30 menit
adalah yang paling tinggi. Hal ini disebabkan karena aroma, rasa, dan warna yang
dihasilkan dari kopi ini, baik kopi mutu I dan mutu II lebih disukai konsumen.
Namun kopi mutu I lebih disukai oleh panelis karena aromanya lebih kuat dan
warna yang ditimbulkan sesuai dengan tingkat kesukaan panelis.
Kopi mutu I yang disangrai selama 30 menit mempunyai kadar air 2%, 45
menit 2,75% dan 60 menit kadar airnya 2, 25%. Dan pada kopi mutu II kadar air
semakin menurun dengan semakin lamanya waktu penyangraian, yaitu 4% pada
waktu penyangraian 30 menit, 3,5% pada waktu penyangraian 45 menit dan 3%
pada waktu penyangraian 60 menit. Menurut Najiyati dan Danarti (2007) bahwa
kadar air kopi setelah penyangraian adalah 1,15% sedangkan data pengamatan
menunjukkan kadar air kopi yang disangrai lebih tinggi dari 1,15%. Keadaan ini
terjadi karena pada saat melakukan pengukuran kadar air, sampel terlalu lama
berada di udara terbuka saat akan melakukan penimbangan sehingga bubuk kopi
yang bersifat higroskopis akan menyerap air dari lingkungan dan hasilnya pun
akan lebih tinggi dari kadar air yang seharusnya.
Rendemen adalah perbandingan antara berat kopi bubuk dibandingkan
berat kopi beras. Selama penyangraian, berat biji kopi menyusut karena
penguapan air dan senyawa–senyawa volatil serta pelepasan kulit ari. Bersamaan
dengan penguapan air, beberapa senyawa volatil yang terkandung didalam biji
kopi seperti aldehid, furfural, keton, alkohol dan ester ikut teruapkan.
Nilai rendemen tertinggi untuk kopi mutu I yaitu 86,65% diperoleh pada
waktu penyangraian 45 menit dan terendah yaitu 83,24% pada waktu
penyangraian 60 menit. Sedangkan nilai rendemen tertinggi untuk kopi mutu II
yaitu 88,74% dengan perlakuan waktu penyangraian selama 60 menit dan nilai
terendah adalah 84,30% dengan perlakuan waktu penyangraian selama 30 menit.
Selain karena proses sangrai, susut berat juga terjadi selama proses penghalusan
karena partikel bubuk yang sangat halus terbang kelingkungan akibat gaya
sentrifugal putaran pemukul mesin penghalus sehingga hasil yang diperoleh
menyimpang dengan teori yang menyatakan bahwa penurunan berat biji kopi
selama penyangraian akan menyebabkan nilai rendemen berkurang sesuai dengan
lama penyangraian. Kulit biji kopi yang ikut atau hilang dalam proses
penghalusan juga dapat mempengaruhi banyaknya rendemen yang dihasilkan.
Total padatan terlarut pada kopi mutu I menunjukkan peningkatan,
semakin lama waktu penyangraian maka semakin tinggi total padatan terlarut.
Sedangkan pada kopi mutu II total padatan terlarut tertinggi yaitu pada perlakuan
dengan waktu penyangraian 30 menit dan terendah pada waktu 45 menit. Semakin
tinggi total padatan terlarut maka semakin baik mutu dari kopi tersebut karena
semakin banyak zat-zat yang terlarut pada saat penyeduhan.