Anda di halaman 1dari 25

Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Waktu Penyimpanan Terhadap Mutu bubuk Kopi

Robusta (Coffea robusta)


The Effect of Packaging Type and Length of Storage Time on Quality of Robusta Coffee
Powder (Coffea robusta)

I. PENDAHULUAN.
1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara produsen kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan Kolumbia,
tapi bila dilihat dari jenis/varietasnya termasuk negara penghasil utama jenis kopi
robusta.Namun demikian mutu dari kopi yang dihasilkan hanya termasuk dalam kategori
mutu sedang sampai rendah,sehingga kalah bersaing dalam menentukan harga jual antar
sesama negara produsen (Yuhono dan Djaenudin, 2015). Pada tingkat nasional, Provinsi
Sumatera Utara berada pada posisi ketiga dalam produksi total kopi Arabika dan Robusta,
dengan produksi total Sumatera Utara pada tahun 2015 mencapai 61.543 ton. Produsen kopi
terbesar di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Selatan (147.090 ton), disusul Provinsi
Lampung (131.854 ton). Luas areal pertanaman kopi Arabika di Provinsi Sumatera Utara
seluas 59.925 ha dengan produksi dan produktivitas masing-masing sebesar 51.606 ton dan
1.161 kg/ha/tahun; tanaman kopi Robusta seluas 22.025 ha dengan produksi dan
produktivitas masing-masing sebesar 9.973 ton dan 2.208 kg/ha/tahun..
Kopi merupakan komoditas hasil perkebunan yang termasuk bahan penyegar, tetapi juga
bisa digolongkan sebagai komoditas perkebunan tahunan.Kopi terbagi menjadi dua jenis,
yaitu kopi robusta dan kopi arabika. Perbedaan dari kedua jenis kopi ini tentunya dapat
diketahui dari rasanya. Kopi arabika merupakan kopi dengan cita rasa terbaik, sedangkan
kopi robusta merupakan jenis kopi kelas 2 karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam, dan
mengandung kafein dengan kadar yang jauh lebih banyak (Darmanto, Adib, & Wijayanti,
2013). Menurut (Sudjarmoko, 2013) Produktivitas tanaman kopi di Indonesia sangat
berpeluang untuk ditingkatkan karena produktivitas kopi yang dihasilkan baru mencapai
sekitar 50% dari potensi yang mampu dicapai. Produktivitas kopi robusta tergolong rendah
karena kopi yang dikelola secara intensif mampu menghasilkan sekitar 2 ton/ha. Rendahnya
produktivitas kopi robusta disebabkan tingkat pengetahuan petani, sarana produksi yang
belum optimal, kondisi cuaca yang tidak menentu, dan tanaman kopi yang tidak terurus
(Kusmiati & Wati, 2020).
Kopi Robusta (Coffea canephora L.) dikenal memiliki kafein yang tinggi dan lebih
tinggi dibandingkan dengan kopi jenis arabika (Erdiansyah dan Yusdianto, 2012). Biji kopi
secara alami mengandung berbagai jenis senyawa antara lain kafein, asam klorogenat,
karbohidrat, lemak, asam amino, senyawa volatil, dan mineral. Ruth (2010), menjelaskan
bahwa biji kopi mengandung protein, minyak aromatis, dan asam-asam organik. Kopi robusta
memiliki kandungan kafein dua kali lipat dibandingkan kopi arabika, sehingga efek stimulan
dari kopi robusta akan lebih besar dibandingkan kopi arabika (Erdiansyah dan Yusdianto,
2012). Kadar kafein yang terdapat di dalam biji kopi robusta antara 1,50-2,72%, sedangkan di
dalam biji kopi arabika sebesar 0,94-1,59% (Mulato, et al., 2006).
Selama penyimpanan biji-bijian atau benih dapat mengalami kerusakan atau deteriorasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju deteriorasi dalam 2 penyimpanan antara lain vigor
awal benih, proses panen dan pasca panen (termasuk kondisi lingkungan dan lama
penyimpanan) (Arief et al., 2004 dalam Yani, 2008). Deteriorasi benih atau biji yang
disebabkan oleh proses pasca panen dapat dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor lingkungan
biotik dan abiotik dari biji/benih tersebut. Lingkungan biotik meliputi tikus, serangga, tungau
dan mikroorganisme. Faktor lingkungan abiotik yang sangat berpengaruh terhadap kerusakan
benih adalah suhu dan kelembaban (Ominski et al., 1994 dalam Yani, 2008). Berbagai
penelitian telah dikembangkan untuk menanggulangi masalah penyimpanan dalam menjaga
nilai mutu dari biji kopi. Salah satunya yaitu cara pengemasan yang baik dapat mengurangi
kerusakan biji selama penyimpanan (Twishsri et al., 2006). Alagusundaram et al (2003),
membandingkan penyimpanan di India dan Canada. Yanping et al (1999), menjelaskan
tentang efek suhu penyimpanan dan tipe pengangkutan yang baik. Penyimpanan yang baik,
akibat penyimpanan yang kurang baik dan mikro organisme yang menyebabkan kerusakan
pada biji kopi telah diteliti oleh Yani (2008). Menurut Hocking (1997) dalam Rahmadi dan
Fleet (2007), hampir semua fungi memproduksi toksin, yang disebut mikotoksin.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan menurunnya mutu kopi. Penurunan mutu
suatu produk akan mengakibatkan umur simpan yang rendah. Salah satunya adalah faktor
penyimpanan. Penyimpanan kopi dalam jangka waktu yang lama jika memiliki kandungan air
yang tinggi dapat menyebabkan berkembangnya jamur. Apalagi, pada saat ini, produk olahan
kopi pada umumnya diperdagangkan dalam bentuk kopi bubuk, baik berupa kopi murni
maupun kopi yang telah dicampur dengan bahan lainnya (Wijaya, 2007). Berbagai penelitian
telah dilakukan untuk menanggulangi kerusakan mutu akibat penyimpanan yang terlalu lama.
Sala satunya adalah penggunaan berbagai jenis kemasan. Kemasan yang digunakan harus
mampu melindungi produk dari absorbsi kelembaban atmosfir yang tidak hanya
menyebabkan produk menggumpal (mengeras/memadat) juga mempercepat penurunan
(deterioration) aroma (Ridwansyah, 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan dan lama waktu
penyimpanan terhadap mutu bubuk kopi robusta kususnya kadar air.Kemasan yang tepat,
akan memberikan perlindungan yang baik pada mutu kopi bubuk robusta.Penelitian ini
mengembangkan model simulasi pendugaan kadar air biji kopi selama penyimpanan yaitu
digunakan untuk menduga kualitas biji kopi robusta selama penyimpanan dalam gudang.Dari
penelitian ini dapat diduga kadar air dari biji kopi selama penyimpanan, sehingga dapat
menduga perubahan kualitas biji kopi robusta akibat kenaikan kadar air bedasarkan jenis
kemasan.
1.2.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perubahan kualitas bubuk kopi robusta
kering selama penyimpanan dalam gudang sebagai akibat dari perubahan kadar air
berdasarkan jenis kemasan yang digunanakan

1.3.Hipotesis
Jenis kemasan dan lama waktu penyimpanan bubuk kopi robusta berpengaruh sangat
nyata.Perlakuan terbaik pada jenis kemasan dan lama waktu penyimpanan bubuk kopi
robusta yaitu perlakuan kemasan aluminium foil .

1.3.Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
 Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan peringatan waktu terjadinya
kerusakan bubuk kopi. Sehingga pencegahan dengan cara menggunakan
bahan kemasan yang mampu menjaga kualitas biji kopi kering atau
mengeringankan kembali bubukyang basah dapat meminimalkan terjadinya
kerusakan bubuk kopi pada saat penympanan di gudang.
 untuk menanggulangi masalah penyimpanan dalam menjaga nilai mutu dari
biji kopi. Salah satunya yaitu cara pengemasan yang baik dapat mengurangi
kerusakan biji selama penyimpanan

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kopi Robusta

Robusta adalah salah satu jenis tanaman kopi dengan nama ilmiah
Coffea canephora. Nama robusta diambil dari kata “robust“, istilah dalam bahasa Inggris
yang artinya kuat. Minuman yang diekstrak dari biji kopi robusta memiliki cita rasa yang
kuat dan cenderung lebih pahit dibanding arabika. Biji kopi robusta banyak digunakan
sebagai bahan baku kopi siap saji (instant), pencampur kopi racikan (blend) dan juga
digunakan untuk membuat minuman kopi berbasis susu seperti cappucino, cafe latte dan
macchiato (Panggabean, 2011). Struktur Buah kopi robusta terdiri dari kulit buah
(epicarp) yang berwarna hijau waktu masih muda dan berubah menjadi kuning lalu
menjadi merah, daging buah (mesocarp) yang berwarna putih, kulit tanduk (endocarp)
yang merupakan lapisan biji kopi yang keras, (spermoderm) kulit ari yang membungkus
biji kopi dan (endosperm) biji yang mengandung unsur, zat rasa, dan aroma kopi. Biji
kopi terdapat satu pasang pada satu buah, namun terkadang ada yang masih mempunyai
satu biji setiap buahnya. Biji Kopi berbentuk bidang cembung pada punggungnya dan
bidang datar pada perutnya (Ridwansyah, 2003).
Produk kopi dapat diaplikasikan pada banyak produk pangan. Penelitian Nurhayati
(2017) kopi dapat dibuat dalam bentuk kopi instan dan kopi celup, yang memiliki
karakteristik aroma serta rasa yang baik dan memudahkan untuk proses penyajian.
Penelitian Renny (2017), kopi dapat diaplikasikan ke dalam produk brownies yang
menghasilkan citarasa yang lebih baik daripada brownies lain nya. Penelitian Sri (2020),
kopi dapat diaplikasikan ke bentuk produk permen jelly 7 yang memanfaatkan kopi defect
dan menghasilkan warna yang baik. Beragam produk yang dapat dihasilkan membuktikan
bahwa kopi dapat diaplikasikan dalam ragam jenis. Cita rasa kopi yang khas menjadi
alasan kopi banyak disukai oleh berbagai kalangan. Kopi robusta terkenal akan
kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein merupakan senyawa hasil metabolisme
sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit (Desintya,
2012). Kafein memiliki rumus senyawa kimia C8H10N8O2 dan rumus bangun 1.3.7-
trimetilxantin. Gugus metil berikatan dengan ketiga hydrogen dan nitrogen pada cincin
xanthin. Kafein mempunyai kemiripan struktur kimia dengan tiga senyawa alkaloid yaitu
xantin, teofilin dan teobromin (Citra, 2019). Kafein pada biji kopi secara alami terletak
pada membrane sel dan vakuola. Kafein juga dapat diproduksi secara komersial dengan
cara ekstraksi dari tanaman tertentu serta diproduksi secara sintetis. Mayoritas produksi
kafein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri minuman. Kafein juga digunakan
sebagai penguat rasa atau bumbu pada berbagai industri makanan (Misra, 2008).
Biji kopi robusta memiliki rasa yang cenderung pahit, tidak memiliki banyak karakter
rasa dan lebih kekacang-kacangan (nutty). Bentuk biji bulat utuh dan ukurannya lebih
kecil dari kopi arabika. Kandungan kafein kopi robusta lebih tinggi dibandingkan arabika.
Harga kopi robusta lebih murah dibandingkan kopi arabika serta cocok sebagai base atau
bahan dasar espresso atau coffe blend (Annisa, 2013).
Tabel 1. Kandungan Kimia yang Terdapat pada Biji Kopi Robusta Komposisi Biji kopi
Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah disangrai serta kopi bubuk instan (% bobot
kering).

Componen Kopi Roasted Kopi Roasted Instant


(%) Arabica Arabica Robusta Robusta Powder
Mineral 3.0-4.2 3.5-4.5 4.0-4.5 4.6-5.0 9.0-10
Cafein 0.9-1.2 1.0 1.6-2.4 2.0 4.5-5.1
Polysacarida 50-55 24-39 37-47 - 6.5
Lipids 12-18 14.5-20 9.0-13 11-16 1.5-1.6
Chlorogenic 5.5-8 1.2-2.3 7-10 3.9-4.6 5.2-7.4
Asam amino 2.0 0.0 2.0 0.0 0.0
Protein 11-13 13-15 11-13 13-15 16-21
Humic acids - 16-17 16-17 15.02 -

2.2.Sifat Fisiko-Kimia Biji Kopi Robusta

Biji kopi berasal dari tanaman kopi yang bernama Perpugenus Coffea. Buah kopi
muda memiliki warna hijau sedangkan buah kopi yang sudah masak memiliki warna
merah dan sebagian warna kuning. Biji kopi pada umumnya terdapat satu pasang pada
satu buah, namun terkadang ada yang masih mempunyai satu biji setiap buahnya. Biji
kopi berbentuk bidang cembung pada punggungnya dan bidang datar pada perutnya
(Ridwansyah, 2003). Menurut Siswoputranto (1993), buah kopi terdiri dari kulit buah
(exocrap) berwarna hijau waktu masih muda dan berubah menjadi kuning terus menjadi
merah, daging buah (mesocrap) yang berwarna putih serta memiliki rasa yang agak
manis, kulit tanduk (endocarp) merupakan biji kopi yang keras, kulit ari yang
membungkus biji kopi dan endosperma yang mengandung unsur, zat rasa, aroma kopi dan

lain-lain kandungannya.

Gambar 1. Susunan buah kopi (Kirsten, 2007)

Biji kopi memiliki kandungan kadar air yang berbeda selama proses pemanenan
hingga penyimpanan. Pada saat dipanen kadar air kopi berkisar 50-70 % dalam bentuk
buah matang, 35–50 % dalam bentuk buah kopi kering (hampir 5 kering), dan 16-30 %
buah yang benar-benar kering (Kamau, 1998 dalam Palacios, 2007). Pada akhir proses
pengeringan menghasilkan biji dengan kadar air harus berada pada atau di bawah 12 %
(Illy, 1995 dalam Palacios, 2007). Biji kopi memiliki komposisi kimia yang berbeda
tergantung pada metode pemprosesan yang diterapkan (Bytof et al.,2005 dan Knopp et
al., 2006 dalam Selmar et al., 2008). Menurut Selmar et al (2008), biji kopi mengandung
glukosa, fruktosa, karbohidrat dan asam amino bebas. Clarke dan Marcae (1987) dalam
Ridwansyah (2003), menyebutkan komponen dari biji kopi dapat dilihat pada Tabel 1.
Komposisi Biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah disangrai serta kopi bubuk
instan (% bobot kering).

Componen Kopi Roasted Kopi Roasted Instant


(%) Arabica Arabica Robusta Robusta Powder
Mineral 3.0-4.2 3.5- 4.0-4.5 4.6- 9.0-10
4.5 5.0
Cafein 0.9-1.2 1.0 1.6-2.4 2.0 4.5-5.1
Polysacarida 50-55 24- 37-47 - 6.
39 5
Lipids 12-18 14.5 9.0-13 11-16 1.5-1.6
-20
Chlorogenic 5.5-8 1.2- 7-10 3.9- 5.2-7.4
2.3 4.6
Asam amino 2.0 0.0 2.0 0.0 0.
0
Protein 11-13 13- 11-13 13-15 16-21
15
Humic acids - 16- 16-17 15.02 -
17

2.3.PENGOLAHAN BIJI KOPI

Musim panen kopi di Indonesia tidak serempak di seluruh daerah. Menurut


Siswoputranto (1993), musim panen dimulai dari derah Barat Indonesia yakni daerah
Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tenggah, bersamaan dengan Jawa Timur dan Sulawesi
dan terus ke Timur mulai Bulan April - Oktober pada setiap tahunnya. Biji kopi yang
sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging
buah, kulit tanduk dan kulit arinya, butiran biji kopi yang demikian ini disebut kopi beras
(coffee beans) atau market coffee. 6 Berdasarkan cara pengolahannya, ada dua cara
pengolahan kopi yaitu pengolahan kering dan pengolahan basah (Ridwansyah, 2003).
Menurut Irwanto et al (1991), pengolalahan basah dapat dilakukan dengan cara
fermentasi maupun tanpa fermentasi. Kopi yang dihasilkan biasanya sudah tidak
mengandung lendir. Pengolahan kopi dengan cara ini biasanya dilakukan oleh
perkebunan besar. Kopi yang dihasilkan dari pengolahan basah biasanya disebut kopi
WIB (West lndische Bereiding) (Ridwansyah, 2003). Pengolahan kering biasanya
dilakukan oleh petani kopi. Pengolahan kering biasanya dilakukan dengan cara menjemur
biji kopi, dilanjutkan dengan pengupasan kullit dan pensortiran. Terkadang petani kopi
menjual dalam bentuk buah kopi yang telah kering (kopi asalan). Kopi asalan ini
selanjutnya dikupas dan dikeringkan lagi oleh pengumpul untuk meningkatkan nilai mutu
dan daya simpan biji kopi (Irwanto et al., 1991). Pada akhir proses pengringan, biji kopi
yang dihasilkan harus memiliki kadar air pada atau di bawah 12% untuk mencegah
terjadinya proses fermentasi dan tumbuhnya jamur (Illy, 1995 dalam Palacios, 2007).
Menurut Ridwansyah (2003), Perbedaan pokok dari pengolahan basah dan pengolahan
kering adalah pada pengolahan kering pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari
dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah pengupasan daging
buah dilakukan sewaktu masih basah.
Menurut Reh et al (2006), biji kopi memiliki perlakuan yang sangat berbeda pada
kandungan kadar air yang tinggi dan rendah dengan sejumlah konsekuensi yang tidak
diinginkan. Kesalahan dalam pengolahan dapat mengakibatkan tumbuhnya mikroba,
pembentukan mikotoksin dan perubahan warna biji kopi. Biji kopi yang berwarna hitam
dapat menimbulkan rasa asam yang berat yang berpengaruh terhadap selera (Clark and
Macrae, 1987 dalam Franca et al., 2005).
Kopi memiliki kandungan kadar air yang berbeda selama proses pemanenan hingga
penyimpanan. Pada saat dipanen kadar air kopi berkisar 50-70 % dalam bentuk buah
matang, 35–50 % dalam bentuk buah kopi kering (hampir kering) setelah sampai pabrik,
dan 16 – 30 % buah yang benar-benar kering di pabrik (Kamau, 1998 dalam Palacios,
2007). Pada akhir proses pengeringan menghasilkan biji dengan kadar air harus berada
pada atau di bawah 12 % untuk mencegah terjadinya proses fermentasi dan tumbuhnya
jamur (Illy, 1995 dalam Palacios, 2007). Kadar air yang aman selama penyimpanan
antara 8.0-12.5 % (Reh et al., 2006).

2.4. MUTU BIJI KOPI


Kriteria umum yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas biji kopi meliputi
ukuran, warna, bentuk, proses penyangraian, pengolahan pasca panen, tanaman, rasa dan
ada tidaknya cacat pada biji kopi (Bank et al., 1999 dalam Franca et al., 2005). Cacat
dan rasa merupakan kriteria yang paling penting dalam mengevaluasi mutu kopi. Tidak
adanya biji yang cacat cukup relevan dalam meningkatkan mutu kopi, karena mereka
dapat dikaitkan dengan berbagia masalah selama pra-panen dan proses pengolahan
(Franca et al., 2005). Mutu dari kopi robusta dan arabika dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai
cacat biji kopi.
Pemahaman terhadap mutu kopi dapat berbeda mulai tingkat produsen hingga
konsumen. Menurut Salla (2009), bagi produsen terutama petani, mutu kopi dipengaruhi
oleh kombinasi tingkat produksi, harga dan budaya. Pada tingkat eksportir maupun
importir, mutu kopi dipengaruhi oleh ukuran biji, jumlah cacat, peraturan, ketersediaan
produk, karakteristik dan harga. Pada tingkat pengolahan kopi bubuk, kualitas kopi
tergantung pada kadar air, stabilitas karakteristik, asal daerah, harga, komponen biokimia
dan kualitas cita rasa. Pada tingkat konsumen, pilihan kopi tergantung pada harga, aroma
dan selera, pengaruh terhadap kesehatan serta aspek lingkungan maupun sosial (Salla,
2009). Kualitas cita rasa kopi dapat berbeda untuk setiap konsumen ataupun negara.
Menurut Leroy et al. (2006), cita rasa termasuk dalam sifat-sifat organoleptik yang dapat
diukur dengan indera dan dapat dipengaruhi oleh sifat fisik, kimiawi, faktor-faktor
agronomi dan teknologis. Penilaian kualitas organoleptik tergantung pada evaluasi
sensorik.
Penilaian kualitas organoleptik kopi membutuhkan latihan, terutama flavor dari
secangkir kopi yang merupakan kombinasi komponen multiaromatik pada kopi.
Penerapan teknologi pengolahan semi basah pada pasca panen kopi adalah salah satu
upaya untuk meningkatkan mutu kopi rakyat. Buah kopi akan melalui proses fermentasi
yang dipercaya dapat meningkatkan cita rasa (Cortez and Menezez, 2000; Mulato dkk.,
2006; Najiyati dan Danarti, 2006). Akan tetapi pengolahan semi basah menghasilkan
limbah cair yang akan menimbulkan permasalahan lingkungan. Salah satu tahapan
penerapan konsep produksi bersih adalah minimisasi input air proses yang diharapkan
dapat membantu mengurangi jumlah limbah cair dengan tetap mempertahankan mutu
kopi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengolahan semi basah berbasis
upaya minimisasi air proses pada tahapan pasca panen buah kopi terhadap mutu fisik dan
seduhan (cita rasa) kopi robusta.
Perhitungan nilai cacat dilakukan dari contoh uji seberat 300 g. Jika satu biji kopi
mempunyai lebih dari satu nilai cacat, maka penentuan nilai cacat tersebut didasarkan
pada bobot nilai cacat terbesar. Dari biji kopi seberat 300 g, ditebar diatas kertas,
kemudian dipilih dan dipisahkan biji cacat dan kotoran yang ada pada cuplikan.
Tempatkan secara terpisah dalam kaca arloji atau cawan aluminium masing-masing dan
hitung nilai cacatnya (SNI 01-2907-2008)Selain dilaksanakan uji mutu melalui defect
system, juga harus diikuti dengan uji cita rasa (cup taste test). Menurut Yuhono dan
Djaenudin (2008), cacatcitarasa dapat meliputi :

Earthy : berbau tanah, paling banyak di jumpai pada kopi asalan daripetani.

Mouldy : berbau jamur akibat penanganan yang kurang baik , kandungankadar air
masih tinggi menyebabkan jamur masuk.

Fermented : berbau busuk, sebagai akibat jelek dari pengolahan secarabasah yang
tidak sempurna.

Musty : berbau lumut.


Oleh karenanya kopi hasil panen dari kebun harus segera diolah. Terlambat sedikit
pengolahan menyebabkan citarasa yang khas yang dikandung oleh kopi berupa aroma dan
rasa akan hilang. Ini yang disebut sebagaicacatcitarasa
Tabel 3. Penentuan besarnya nilai cacat biji kopi berdasarkan SNI 01-2907-2008

NO Jenis cacat Nilai cacat

1 1 (satu) biji hitam 1 (satu)

2 1 (satu) biji hitam sebagian ½ (setengah)

3 1 (satu) biji hitam pecah ½ (setengah)

4 1 (satu) kopi gelondong 1 (satu)

5 1 (satu) biji coklat ¼ (seperempat)

6 1 (satu) kulit kopi ukuran besar 1 (satu)

7 1 (satu) kulit kopi ukuran sedang ½ (setengah)

8 1 (satu) kulit kopi ukuran kecil 1/5 (seperlima)

9 1 (satu) biji berkulit tanduk ½ (setengah)

10 1 (satu) kulit tanduk ukuran besar ½ (setengah)

11 1 (satu) kulit tanduk ukuran sedang 1/5 (seperlima)

12 1 (satu) kulit tanduk ukuran kecil 1/10 (sepersepuluh)

13 1 (satu) biji pecah 1/5 (seperlima)

14 1 (satu) biji muda 1/5 (seperlima)

15 1 (satu) biji berlubang satu 1/10 (sepersepuluh)

16 1 (satu) biji berlubang lebih dari satu 1/5 (seperlima)

17 1 (satu) biji bertutul-tutul 1/10 (sepersepuluh)

18 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran besar 5 (lima)

19 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran sedang 2 (dua)

20 1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran kecil 1 (satu)

2.5.PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

Dalam pengertian umum kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah
atau tempat bahan yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuan.
Dalam pengertian khusus kemasan adalah wadah atau tempat yang digunakan untuk
mengemas suatu komoditas dan telah dilengkapi dengan tulisan atau label yang menjelaskan
tentang isi, kegunaan dan lain-lainnya. Pengermasan bertujuan untuk melindungi produk agar
dapat sampai ke tanggan konsumen dalam keadaan baik dan aman dalam kondisinnya
maupun mutu dari produk (Wiraatmadja et al., 1991) Friedman dan Kipness (1977) dalam
Wiraatmadja et al (1991), menyatakan bahwa proses distribusi meliputi kegiatan
pengemasan, penanganan, penggudangan, dan pengangkutan. Dalam proses pendistribusian
kemasan dan produk yang dikemas akan mengalami resiko baik lingkungan, misalnya suhu
dan kelembaban relatif (RH); resiko fisis, misalnya gesekan dan risiko lainnya seperti
investasi mikroorganisme. Berbagai jenis bahan kemasan dapat digunakan untuk mengemas
produk, diantaranya kertas, karton gelombang, kayu, plastik, serat goni dan sebagainya
(Anonimous, 1980 dalam Wiraatmadja et al., 1991).
Menurut Widjandi et al (1989), kemasan karung yang sering digunakan antara lain
karung goni, kantong kertas, karung kain, karung plastik dan karung rajut/jala. Pada karung
yang memiliki lubang ventilasi yang baik memungkinkan masuknya oksigen yang cukup dan
menghindari kerusakan karena akumulasi karbondioksida. Karung goni memiliki banyak
kelebihan yakni memiliki kekuatan yang luar biasa, sehingga mampu disusun tinggi dan
tahan terhadap penanganan yang kasar, serta dapat digunakan kembali hingga beberapa kali
(Justice dan Bass, 2002). Kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kering atau biji
bercangkang, tapi pada umumnya serta untuk keperluan ekspor, kopi disimpan dalam bentuk
biji kopi (anonimous, 2005). Di Indonesia biji kopi yang sudah diklasifikasikan mutunya
disimpan di dalam karung goni dan dijahit zigzag mulutnya dengan tali goni selanjutnya
disimpan didalam gudang penyimpanan ( Ridwansyah, 2003). Disain dari gudang
penyimpanan sangat berpengaruh dalam menjaga kualitas dari biji kopi. Gudang
penyimpanan tidak baik terbuat dari besi karena besi tidak bisa melindungi perubahan suhu
luar. Besi merupakan pembawa panghantar panas yang baik yang dapat mengakibatkan
terjadinya kondensasi pada bagian dalam gudang. Jika hal tersebut terjadi maka dapat terjadi
peningkatan kadar air dari biji kopi. Batu-bata atau kayu lapis merupakan bahan yang baik
untuk melindungi gudang dari perubahan suhu (Anonimous, 2005).
Suhu udara berpengaruh terhadap laju penguapan bahan. Jika suhu udara di dalam
gudang penyimpanan meningkat maka akan mengakibatkan laju penguapan bahan akan
meningkat. Apabila sirkulasi udara tidak lancar maka akan menjenuhkan atmosfer pada
permukaan produk, sehingga produk mudah menyerap uap air yang ada di udara yang
mengakibatkan kadar air dari produk dapat meningkat. Kelembaban relatif (RH) udara
berpengaruh terhadap perpindahan uap dari dalam bahan ke permukaan dan sebaliknya.
Semakin tinggi RH maka akan semakin tinggi kemampuan produk dalam menyerap uap air
di permukaan (Twishsri et al., 2006). Selama penyimpanan terjadi dua proses yaitu pindah
massa air yang terjadi secara simultan hingga uap air di dalam gudang penyimpanan
seimbang. Penguapan terjadi karena adanya perbedaan suhu antara bahan dengan suhu
lingkungannya. Pindah massa terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air di dalam
bahan yang lebih tinggi daripada tekanan uap di luar bahan menyebabkan massa uap air
berpindah dari dalam bahan ke udara dan juga sebaliknya. Menurut Wirakartakusumah,
Hermanianto dan Andarwulan (1989), dalam keadaan kesetimbangan (steady state) maka
berlaku total enthalpi udara yang keluar sama dengan entalpi udara dalam air yang masuk.
ma h* = ma h1 + mw hf* (1) h* = h1 + (mw/ma) hf* (2) Menurut hukum konservasi masa:
mw = ma (H* - H1) (3) sehingga entalpi setelah menampung uap air menjadi: h* = h1 + (H*-
H1) hf* (4) Nilai hf* kecil sehingga dapat diabaikan dan menjadi : h* - h1 = 0 (5) Selama
penyimpanan di dalam gudang, kopi yang disimpan pasti mengalami penurunan kualitas.
Penurunan kualitas disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada biji kopi. Suatu bahan dapat
dikatakan rusak bila terdapat penyimpangan yang melewati batas normal yang dapat diterima
oleh panca indra.
Dalam arti luas,simulasi berarti duplikasi dari suatu sistem atau aktivitas tanpa
pencapaian yang sebenarnya dari hakekat kenyataan itu sendiri (Morgenthaler, 1961 dalam
Kusuma, 2007). Simulasi merupakan penyusunan model dari suatu sistem dan dilakukan
percobaan pada model tersebut. Pada hakekatnya simulasi merupakan suatu operasi yang
terdiri dari pembuatan model dan percobaan (modelling and experimentation). Model adalah
suatu abstrak dari suatu keadaan yang sesungguhnya atau dengan kata lain merupakan
penyederhanaan dari suatu sistem yang nyata untuk memungkinkan pengkhayalan tentang
apa yang tersirat dalam suatu sistem (Kusuma, 2007). Faktor yang menentukan keamanan
dalam penyimpanan biji-bijian antara lain kadar air biji, pindah massa, suhu, oksigen dan
carbon dioksida, keadaan biji dan kadar air kesetimbangan (ASHRE, 1997). Simulasi
penyimpanan biji kopi dapat dilakukan dengan membuat model matematis dari faktor-faktor
yang mempengaruhi. Perubahan kadar air pada biji terjadi akibat adanya penyerapan uap air
yang ada di udara oleh biji atau disebabkan karena terjadi penguapan pada biji. Sehingga
kesetimbambangan kadar air pada biji dapat dirumuskan sebagai berikut (Nelwan et
al.,1997).
2.5.1. Jenis kemasan

 Kemasan sekunder: kotak dari kardus, tas kertas, dan kantong plastik. Kemasan
tersebut berfungsi sebagai wadah dan pelindung sejumlah kemasan primer
sehingga mudah dan aman untuk dibawa.
 Kemasan tersier: kotak kayu dan kontainer (box). Saat ini, kontainer menjadi
kemasan paling luar yang populer untuk pengiriman dengan transportasi jarak
jauh.

2.5.2. Fungsi Kemasan Produk

Selain sebagai wadah, kemasan juga banyak memiliki manfaat. Berikut manfaat
kemasan produk (Sri Julianti,2019)

1. Untuk menjaga produk agar tetap terlindung dan tetap bersih terjaga dari kotoran serta
kontaminasi.
2. Membuat daya tahan produk meningkat, karena terjaga dari kerusakan fisik dan pengaruh
cuaca.
3. Untuk menyeragamkan ukuran atau bobot produk yang akan dijual.
4. Untuk menambah daya jual produk, konsumen diuntungkan dengan kemudahan
pemakaian produk (praktis).
5. Kemasan mampu menarik konsumen untuk membeli produk yang dijual.
6. Kemasan juga dapat menampilkan informasi produk yang dapat membantu konsumen
untuk menentukan keputusan pembelian. Informasi tersebut dapat berupa bahan baku, berat
produk dan tanggal kedaluwarsa.
2.6.Simulasi Penyimpanan Biji Kopi

Dalam arti luas, simulasi berarti duplikasi dari suatu sistem atau aktivitas tanpa
pencapaian yang sebenarnya dari hakekat kenyataan itu sendiri (Morgenthaler, 1961 dalam
Kusuma, 2007). Simulasi merupakan penyusunan model dari suatu sistem dan dilakukan
percobaan pada model tersebut. Pada hakekatnya simulasi merupakan suatu operasi yang
terdiri dari pembuatan model dan percobaan (modelling and experimentation). Model adalah
suatu abstrak dari suatu keadaan yang sesungguhnya atau dengan kata lain merupakan
penyederhanaan dari suatu sistem yang nyata untuk memungkinkan pengkhayalan tentang
apa yang tersirat dalam suatu sistem (Kusuma, 2007). Faktor yang menentukan keamanan
dalam penyimpanan biji-bijian antara lain kadar air biji, pindah massa, suhu, oksigen dan
carbon dioksida, keadaan biji dan kadar air kesetimbangan (ASHRE, 1997). Simulasi
penyimpanan biji kopi dapat dilakukan dengan membuat model matematis dari faktor-faktor
yang mempengaruhi. Perubahan kadar air pada biji terjadi akibat adanya penyerapan uap air
yang ada di udara oleh biji atau disebabkan karena terjadi penguapan pada biji. Sehingga
kesetimbambangan kadar air pada biji dapat dirumuskan sebagai berikut (Nelwan et
al.,1997).
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat


Penelitian dilakukan di kampus teknologi pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
(FAPERTA), Universitas Jambi), Jambi. Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret - Mei
2022.
3.2. Bahan Dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi l jenis robusta grade 4b
dengan kadar air 12–13
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamera digital dan komputer
,timbangan analitik, labu ukur 50 ml, labu ukur 100 ml, labu ukur 250 ml, penangas air,
mesin penyangrai,.
Peralatan yang diperlukan untuk analisis diantaranya yaitu Oven Drying, timbangan
analitik, cawan, dan desikator.Sebelum dilakukan penelitian ini perlu diadakan persiapan
bahan. Bahan yang perlu disiapkan adalah kopi sebanyak 4 kg. Kopi tersebut dikemas
kedalam 4 jenis kemasan dengan masing-masing kemasan berisi 1 kg. Parameter yang diamati
pengaruh terhadap kadar air, kadar abu dan kadar senyawa volatil

3.3. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang
terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis kemasan yang terdiri dari empat jenis kemasan
yaitu kemasan botol kaca, plastik polietilen (PE), aluminium voil, dan kemasan kertas. Faktor
kedua adalah lama waktu penyimpanan yang terdiri dari 0 hari,15 hari, 30 hari, 45
hari, 60 hari, 75 hari dan 90 hari.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini akan dikaji ada pengaruh pada kopi yang disebabkan karena
peningkatan kadar air pada saat penyimpanan. Dalam hal ini kerusakan yang disebabkan
selain pengaruh kadar air bubuk kopi diabaikan. Perlakuan untuk penelitian ini dilakukan
dengan cara meletakkan model gudang di dalam ruangan. Untuk menyederhanakan sistem,
beberapa asumsi dibuat:

1. Kadar air awal bahan sebelum mengalami perlakuan adalah sama.


2. Suhu Udara pada model gudang penyimpanan sebelum perlakuan adalah sama.
3. Jenis Kemasan yang digunakan terdiri dari 4 jenis kemasan yaitu Kemasan Kopi kemasan
plastik, kemasan botol kaca, kemasan kertas, kemasan aluminium foil,
Adapun prosedur kerja dalam penelitian ini adalah

1.Kopi disangrai pada suhu 175 0C selama 25 menit


2. Setelah disangrai, kopi dihaluskan dalam mesin penghalus
3. Sebelum disimpan dalam berbagai kemasan, bubuk kopi terlebih dahulu diuji kadar air,
kadar abu dan senyawa volatile.
4. Kopi bubuk selanjutnya disimpan ke dalam kemasan plastik, botol kaca, kertas, dan
aluminium foil
5. Kopi bubuk diuji kadar air,kadar abu dan kadar volatil pada hari ke-15, 30, 45, 60, 75,
dan hari ke-90
6. Setelah diketahui perlakuan terbaik, maka selajutnya perlakuan tersebut diuji kadar
kafeinnya
IV. Hasil dan Pembahasan

4.1.Suhu dan RH Ruang Penyimpanan

Kopi bubuk yang telah disangrai dan dihaluskan, dimasukkan kedalam berbagai
kemasan penelitian, dan selanjutnya disimpan pada ruang dengan ukuran 3 x 4 m, dan
diberikan pengukur suhu dan RH thermohygrometer sehingga suhu dan RH ruangan
penyimpanan dapat diketahui setiap hari.
Tabel 4.1 Rataan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan
Hari ke-
0 15 30 45 60 75 90
Suhu 28,5 28,41 28,22 28,28 28,51 28,67 28,9
(°C)
RH (%) 59 72,13 69,73 69,6 71,26 71,06 70,8
V. Hasil dan Pembahasan

5.1.Suhu dan RH Ruang Penyimpanan

Kopi bubuk yang telah disangrai dan dihaluskan, dimasukkan kedalam berbagai
kemasan penelitian, dan selanjutnya disimpan pada ruang dengan ukuran 3 x 4 m, dan
diberikan pengukur suhu dan RH thermohygrometer sehingga suhu dan RH ruangan
penyimpanan dapat diketahui setiap hari.
Tabel 4.1 Rataan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan
Hari ke-
0 15 30 45 60 75 90
Suhu 28,5 28,41 28,22 28,28 28,51 28,67 28,9
(°C)
RH (%) 59 72,13 69,73 69,6 71,26 71,06 70,8

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2019

Pada Tabel 4.1 kita dapat melihat bahwa suhu penyimpanan masih berada pada ambang batas
suhu ruang, dimana suhu ruang berkisar antara 25-300C. Faktor utama yang berkaitan dengan
upaya mempertahankan kualitas produk pangan adalah teknik pengemasan dan kondisi
penyimpanan yaitu suhu dan kelembaban udara (Labuza, 2000). Suhu penyimpanan dapat
mempengaruhi aktivitas air dan potensial redoks. Aktivitas air dari bahan pangan dapat naik
oleh keadaan penyimpanan yang lembab. Permukaan bahan pangan yang berhubungan
dengan udara akan memungkinkan perkembangan jenis-jenis mikroorganisme oksidatif. Suhu
yang tinggi pada ruang penyimpanan dapat menyebapkan penguapan dari senyawa- senyawa
yang ada pada bahan yang disimpan dan RH yang tinggi juga dapat menyebapkan masuknya
uap air kedalam bahan yang disimpan dan mempercepattumbuhnya mikroorganisme sehingga
berakibat rusaknya bahan pangan yang disimpan.
Udara dengan RH 50% mengandung setengah dari seluruh uap air yang maksimal
dapat ditahan oleh udara tersebut. Udara dengan RH 100% dikatakan jenuh karena seluruh
kapasitas udara ini penuh dengan uap air (Manik, 2013 dalam Wildan Ramadhan, 2018)

4.2. Kadar Air


Kadar air merupakan sala satu indikator dalam penyimpanan suatu produk. Semakin
tinggi kadar air suatu bahan maka akan semakin pendek umur simpan bahan tersebut.
Sebaliknya, semakin rendah kadar air suatu bahan maka akan semakin lama umur simpan
bahan tersebut. Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar air pada bubuk
kopi robusta selama masa penyimpanan dalam berbagai kemasan.
Gambar 1. Kadar Air bubuk kopi robusta

Berdasarkan Gambar 1 di atas diketahui bahwa parameter uji kadar air pada
bubuk kopi robusta selama penyimpanan dalam berbagai kemasan mengalami
peningkatan kadar air. penyimpanan dengan menggunakan kemasan kertas mengalami
kenaikan kadar air tertinggi sebesar 8,27 % pada hari ke-90 sedangkan peningkatan
kadar air terendah adalah penyimpanan dengan kemasan aluminium foil sebesar 3,53 %
pada hari ke- 90.

Kemasan sangat berpengaruh terhadap kadar air bubuk kopi robusta.


Kemasan yang baik akan mampu mempertahankan kadar air bubuk kopi yang
cenderung meningkat selama masa penyimpanan. Kemasan aluminium foil yang
digunakan dalam penelitian ini, mampu mempertahankan kadar air sesuai SNI
sampai pada hari ke-90. Hal ini disebapkan karena pengemas aluminium foil
memiliki kemampuan penghalang udara, cahaya, lemak dan uap air. Hal ini sejalan
dengan pendapat Muh. Pradana Budiyanto (2012) kemasan aluminium foil memiliki
kelebihan karena bersifat impermeable (tidak dapat ditembus) oleh cahaya, gas, air,
bau dan bahan pelarut yang tidak dimiliki oleh bahan pengemas fleksibel lainnya.
Dengan kemampuan ini, sifat bubuk kopi yang higroskopis sehingga cenderung
mengadsorbsi uap air dari udara dapat ditahan oleh kemasan aluminium foil yang
tahan terhadap udara, cahaya dan uap air. Setiap kemasan memiliki karakteristik
masing-masing dan kemampuan dalam mempertahankan kadar air bubuk kopi. Hal
ini sesuai dengan pendapat Dimar Wigati (2009) kemasan yang berbeda dapat
mempengaruhi kadar air.
Semakin lama penyimpanan maka semakin tinggi kadar air bubuk kopi yang
dihasilkan dan menyebapkan menggumpalnya bubuk kopi kususnya pada
kemasan kertas. Penggumpalan bubuk kopi disebapkan karena kadar air bubuk kopi
robusta yang terus mengalami peningkatan selama masa penyimpanan. Hal ini
bersesuaian dengan pendapat Troller (1978) Kadar air akan semakin meningkat seiring
dengan waktu penyimpanan, yang merupakan salah satu indikator kerusakan pada
bahan pangan. Perubahan kadar air yang tinggi berakibat pada stabilitas makanan. Hal
tersebut menjadi pertimbangan dalam hal kemasan dan penyimpanan makanan.
Terjadinya peningkatan kadar air disebapkan oleh adanya penyerapan uap air dari
udara sehingga kadar air bubuk kopi menjadi lebih tinggi. Penyerapan uap air ini dapat
disebapkan oleh sifat higroskopis bubuk kopi sehingga cenderung menyerap uap air
dari udara.

4.3. Kadar Abu

Kadar abu merupakan campuran dari bahan anorganik atau mineral yamg

terdapat dalam suatu bahan pangan (Akbar Maulana, 2016). Kadar abu sangat

berkaitan dengan jumlah mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar abu

sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan yang akan di uji kadar abunya. Kadar abu

bubuk kopi robusta disajikan pada Gambar 2

Gambar 2. Kadar abu bubuk kopi robusta


Berdasarkan Gambar 4.2 di atas diketahui bahwa parameter uji kadar abu pada bubuk
kopi robusta selama penyimpanan dalam berbagai kemasan mengalami penurunan walaupun
penurunannya sangat rendah. penyimpanan dengan menggunakan kemasan kertas mengalami
penurunan kadar abu tertinggi sebesar 4,99 % pada hari ke-90 sedangkan penurunan kadar abu
terendah adalah penyimpanan dengan kemasan aluminium foil sebesar 5,53 % pada hari ke-90.

Kemasan aluminium foil mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan kemasan


lainnya khususnya dalam mempertahankan kadar abu suatu bahan. Hal ini dapat terlihat dalam
penelitian ini, dimana bubuk kopi dalam kemasan aluminium foil mengalami penurunan paling
rendahdibanding kemasan lain. Hal ini disebapkan oleh kemampuan aluminium foil dalam
menahan gas, cahaya maupun udara yang masuk atau keluar dari kemasan. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Muh. Pradana Budiyanto (2012) kemasan aluminium foil memiliki kelebihan
karena bersifat impermeable (tidak dapat ditembus) oleh cahaya, gas, air, bau dan bahan pelarut
yang tidak dimiliki oleh bahan pengemas fleksibel lainnya.
Kadar abu maksimum menurut SNI pada bubuk kopi adalah 5 %. Sedangkan dalam
penelitian ini, kadar abu bubuk kopi yang dihasilkan sudah melewati standar SNI sejak 0 hari
dimana kadar abu bubuk kopi robusta sebesar 5,77 % dan selama penyimpanan terjadi
penurunan kadar abu yang tidak terlalu signifikan. Penurunan kadar abu yang kecil disebapkan
karena tidak ada penambahan bahan lain selama penyimpanan sehingga komposisi akhir kopi
tetap sama dengan komposisi awal penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Yustika Segar
Negari (2011), Semakin lama penyimpanan, kadar abu produk cenderung menurun. Dalam
penelitian ini, kemasan kertas mengalami penurunan kadar abu terbesar yaitu 4,99 % pada
penyimpanan hari ke-90. Walaupun kadar abu sesuai SNI pada hari ke-90, hal ini menunjukkan
bahwa kemasan kertas dapat ditembus oleh udara baik dari luar maupun dari dalam kemasan.
Hal ini disebapkan karena lipatan dan penutupan kertas secara manual.

Tingginya kadar abu bubuk kopi yang terdapat dalam penelitian ini bisa disebapkan
oleh komposisi kopi dan kontaminan selama penaganan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Patoni A. Gafar (2018) Kadar abu dalam bubuk kopi merupakan komponen yang tidak
terbakar pada pembakaran dengan suhu tinggi. Kadar abu berasal dari mineral yang terdapat
secara alami dalam bubuk kopi. Disamping itu juga mungkin terdapat berbagai zat asing yang
merupakan kontaminan selama penanganan. Pendapat di atas juga sejalan dengan pendapat
Erna (2012) dalam Fiona D.,dkk (2013) Kadar abu yang tinggi dikarenakan kandungan
mineral yang tinggi, selain itu kotoran dan sisa kulit ari juga dapat mempengaruhi kadar abu
yang terkandung dalam biji kopi.
4.4. Senyawa Volatil

Senyawa volatil merupakan kumpulan dari berbagai zat yang mudah menguap

sehingga menghasilkan aroma. Aroma kopi yang tidak segar, akan menurunkan nilai mutu

kopi. Sebaliknya, jika aroma kopi tetap segar maka nilai mutu kopi akan akan meningkat. Kadar

senyawa volatil pada bubuk kopi robusta disajikan dalam Gambar 3

Gambar 3. Kadar Senyawa Volatil Bubuk Kopi Robusta

Berdasarkan Gambar 4.3 di atas diketahui bahwa parameter uji kadar


senyawa volatil pada bubuk kopi robusta selama penyimpanan dalam berbagai
kemasan mengalami penurunan. penyimpanan dengan menggunakan kemasan
kertas mengalami penurunan kadar senyawa volatil tertinggi sebesar 68,23 %
pada hari ke-90 sedangkan penurunan kadar abu terendah adalah penyimpanan
dengan kemasan aluminium foil sebesar 73,4 % pada hari ke-90.

Senyawa-senyawa yang menguap menyebapkan timbulnya aroma pada


suatu bahan. Senyawa yang menguap tersebut dikenal dengan sebutan
senyawa volatil. Hal ini sesuai dengan pendapat Ni Putu Ayu Purnamayanti
(2017), aroma kopi muncul akibat dari senyawa volatil yang tertangkap oleh
indera penciuman manusia. Kemasan yang baik akan mempertahankan aroma
dari suatu bahan. Kemasan yang tidak tertutup rapat akan mudah merubah
aroma dan mutu kopi bubuk. Selama penyimpanan menunjukkan bahwa setiap
jenis kemasan mengalami penurunan senyawa volatil. Diatara jenis- jenis
kemasan yang digunakan, kemasan aluminium foil merupakan kemasan yang
mengalami penurunan paling sedikit. Hal ini disebapkan karena aluminium
foil mempunyai kelebihan dibanding kemasan lain yakni tahan terhadap udara,
cahaya dan gas sehingga senyawa volatil yang mudah menguap dapat tertahan
dalam kemasan. Kemasan yang kedap udara seperti aluminium foil dapat
mencegah penguapan. Hal ini sejalan dengan pendapat Yustika Sekar Negari
(2011), Jenis kemasan yang kedap udara dapat mencegah penguapan flavor
dalam bahan. Selain itu, saat proses

produksi perlu dipastikan pengemasan dilakukan dengan baik agar tidak


mengalami kebocoran pada kemasan.
Selain jenis kemasan, penurunan senyawa volatil juga sangat dipengaruhi
oleh lama penyimpanan. Semakin lama penyimpanan semakin rendah kadar
senyawa volatil yang ada pada bubuk kopi. Selain lama penyimpanan, penurunan
kadar senyawa volatil juga sangat dipengaruhi oleh suhu ruang penyimpanan.
Suhu yang tinggi akan menyebapkan penguapan senyawa volatil. Hal ini sesuai
dengan pendapat Irma Nopitasari (2010), Semakin tinggi suhu penyimpanan
yang digunakan, maka penurunan kadar VRS juga akan semakin tinggi.
Penurunan kadar VRS kopi bubuk tersebut terjadi karena adanya penguapan
senyawa volatil dari produk kopi bubuk tersebut sehingga menyebabkan
penurunan aroma pada produk.
Semakin lama waktu penyimpanan, senyawa volatil akan semakin banyak
menguap dan menyebapkan berkurangnya bahkan hilangnya aroma pada bubuk
kopi robusta sehingga mempengaruhi mutu bubuk kopi. Kombinasi kemasan
dan lama waktu penyimpanan yang tepat akan mampu mempertahankan mutu
bubuk kopi. Berkurangnya senyawa volatil sejak pengujian 0 hari bisa
disebapkan oleh proses penyangraian yang menguapkan banyak senyawa volatil.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ni Putu Ayu Purnamayanti (2017), Semakin
lama penyangraian maka semakin banyak senyawa volatil yang menguap
sehingga akan mempengaruhi aroma kopi bubuk.
4.5 Kadar Kafein Pada Perlakuan Terbaik

Kopi merupakan minuman dengan kandungan kafein yang berbeda-


beda tergantung pada jenis kopinya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Dewi
Septianingtyas (2018), kandungan kafein pada biji kopi berbeda-beda
tergantung pada jenis kopinya dan kondisi geografis dimana biji kopi tersebut
ditanam. Kandungan kafein dan asam yang berlebih dapat berdampak negatif
bagi kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian setelah didapat perlakuan terbaik
yaitu kemasan aluminium foil maka kadar kafein pada perlakuan terbaik di uji
dan hasilnya sebesar 3,02%. Kadar kafein pada kopi berbeda beda. Menurut
Tim Karya Tani Mandiri (2010), bahwa kadar kaafein pada kopi robusta
berkisar antara 1,5 – 2,5%. Ini menendakan bahwa kopi yang telah diteliti
memiliki kadar kafein yang sangat tinggi. Selain bubuk kopi robusta yang
memang mempunyai kadar kafein yang tinggi, metode pengujian sampel juga
sangat berpengaruh terhadap hasil kafein yang diperoleh. Pengujian dengan
metode spektrofotometrik UV-vis mempunyai hasil yang lebih besar dari
seharusnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Fathia Rizqi

Aprilia, dkk (2018), dalam sampel kopi yang dianalisis terdapat beberapa jenis
senyawa alkaloid lainnya selain dari kafein, sehingga senyawa-senyawa tersebut
juga dapat menjadi pengganggu dalam analisisi kafein menggunakan UV-Vis
sehingga menyebabkan hasil analisis menjadi lebih banyak dari yang
seharusnya.
Hasil analisis kafein pada penelitian ini juga melebihi standar SNI yakni
sebesar 0,9 – 2% sehingga perlu kehati-hatian dalam mengonsumsi kopi robusta
karena memiliki kadar kafein yang tinggi dibandingkan jenis kopi lainnya

V. Simpulan

Jenis kemasan dan lama waktu penyimpanan bubuk kopi robusta


berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu dan kadar senyawa
volatil. Sementara untuk interaksi antara jenis kemasan dan lama waktu
penyimpanan bubuk kopi robusta berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air
dan senyawa volatil tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar abu bubuk kopi
robusta.Perlakuan terbaik pada jenis kemasan dan lama waktu penyimpanan
bubuk kopi robusta yaitu perlakuan kemasan aluminium foil dimana kadar air
bubuk kopi robusta selama penyimpanan sebesar 1,87% - 3,53%, kadar abu
sebesar 5,57% - 5,53%, kadar senyawa volatil sebesar 79,36% - 73,4%, dan
kadar kafein sebesar 3,02%.
Daftar Pustaka

Achmad, Z. 2009. Pendugaan Perubahan Kualitas Biji Kopi Selama Penyimpanan Dalam
Gudang. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Prtanian Institut Pertanian Bogor.

Aprilia R.F., Ayuliansari Y., Putri T., Azis Y.M., Camelina D. W., dan Putra R.
M. 2018. Analisis Kandungan Kafein Dalam Kopi Tradisional Gayo dan Kopi
Lombok Menggunakan HPLC dan Spektrofotometri UV/Vis. Jurnal Biotika. Vol. 16
(2): 37-41
Budiyanto Pradana, M. 2012. Pengaruh Jenis Kemasan Dan Kondisi Penyimpanan
Terhadap Mutu dan Umur Simpan Produk Keju Lunak Rendah Lemak. Skripsi.
Bogor. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.

Darmanto, S. M., Adib, A., & Wijayanti, A. Perancangan Corporate Identity Dan
Kemasan Kopi Surya Kintamani Bali. (On line) (publication.petra.ac.id, diakses 11
Juni 2018).

Dimar Wigati. 2009. Pengaruh Jenis Kemasan Dan Lama Penyimpanan Terhadap
Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk Crumble.
Skripsi. Bogor. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Elisa R., Hasyim A. I, & Lestari D. A. H. Analisis Daya Saing Dan Mutu Kopi Di
Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat. JIIA Vol. 4 (3): 253-261.
Gafar A. Patoni. 2018. Proses Penginstanan Aglomerasi Kering dan Pengaruhnya
Terhadap Sifat Fisiko Kimia Kopi Bubuk Robusta ( Coffea robusta Lindl. Ex De Will).
Jurnal Dinamikan

Anda mungkin juga menyukai