Anda di halaman 1dari 22

TUGAS RANCANGAN TEKNIK

Skripsi acuan:
RANCANG BANGUN ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE SILINDER
HORIZONTAL BERPUTAR DENGAN PENGADUK TIPE ULIR





OLEH:
05121002039 IRANDA PUSPITA SARI
05121002039 LINDRI FIAMELDA







PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2014
Judul awal : RANCANG BANGUN ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE
SILINDER HORIZONTAL BERPUTAR DENGAN PENGADUK
TIPE ULIR
Judul baru : ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE SILINDER DUA TABUNG
HORIZONTAL BERPUTAR DENGAN PENGADUK TIPE ULIR

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting
dalam menunjang peningkatan ekspor non-migas di indonesia. Pada tahun 2004
perolehan devisa dari komodias kopi menghasilkan nilai ekspor sebesar US$ 251 juta
atau 10,1 persen dari nilai ekspor seluruh komoditas pertanian atau 0,5 persen dari
ekspor non migas atau 0,4 persen dari nilai total ekspor (AEKI, 2005).
Indonesia merupakan negara produsen kopi ke-empat terbesar didunia setelah
Brazil, Vietnam dan Kolombia. Dari total produksi, sekitar 67% kopinya diekspor
sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (AEKI, 2013).
Potensi Indonesia dLm dunia internasional dibidang kopi ini harus ditingkatkan,
karena dapat meningkatkan pendapatan petani kopi dan pemasukan anggaran negara.
Hasil produksi yang besar harus didukung oleh pengolahan yang tepat dan benar agar
menghasilkan biji kopi yang bernilai jual tinggi. Salah satu tahap penting pengolahan
kopi yang menentukan kualitasnya adalah proses penyangraian (roasting). Roasting
merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang
ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan (Ciptadi dan Nasution, 1985).
Selama proses penyangraian, terjadi perubahan fisik dan kimia pada biji kopi.
Proses sangrai diawali dengan penguapan air dan diikuti dengan reaksi pirolisis.
Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO
2
dalam jumlah banyak
dari ruang sangrai. Secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi
yang semula kehijauan menjadikecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang umum adalah
antara 195oC sampai 205oC. Suhu 190oc sampai 195oc untuk tingkat sangrai ringan
(warna cokelat muda), suhu 200oC sampai 205oc untuk tingkat sangrai medium
(warna cokelat agak gelap) dan suhu diatas 205oC untuk tingkat sangrai gelap(warna
cokelat tua agak hitam) (ICCRI, 2013).
Alat penyangrai tipe silinder tertutup menghasilkan produk kopi berkualitas
yang memiliki aroma dan cita rasa yang lebih kuat. Penyangrai biji kopi pada silinder
tertutup dilakukan untuk mencapai suhu yang tinggi. Alat penyangrai yang
menghasilkan suhu tinggi sangat dibutuhkan pada skala komersial atau tujuan bisnis
sehingga target produksi kopi sangrai dapat dicapai (Ciptadi dan Nasution, 1985).
Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang, pengecer,
industri kecil dan pabrik. Permbuatan kopi bubuk oleh petani petani biasanya hanya
dilakukan secara tradisional dengan alat alat sederhana. Sedangkan pembuatan kopi
buuk oleh pabrik biasanya dilakukan secara modern dengan skala yang cukup besar
dengan menggunakan alat penyangrai (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Penyangraian kopi hingga pada saat sekarang ini masih banyak menggunakan
peralatan manual ataupun yang disebut secara tradisional yaitu dengan menggunakan
kayubakar sebagai bahan bakar. Hal ini kurang efektif dan efisien bagi manusia.
Untuk mengatasi ketidakefektifan dan ketidakefisienan cara manual ini, maka perlu
dirancang suatu alat penyangrai kopi mekanis. Tentu juga dengan demikian
dibutuhkan analisis konsep perancangan guna mengetahui state of art, identification
of need, konsep, kelayakan dan juga produknya.


1.2. Tujuan
Makalah tugas ini bertujuan untuk merancang dan menguji kerja alat
penyangrai kopi tipe silinder ganda horizontal berputar dengan pengaduk tipe ulir
dan menganalisa metode desain dalam proses pembuatannya.

1.3. Rumusan Masalah
Bagaimana cara merancang dan menganalisa rancangan skripsi ini?


II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertanian Kopi
Menurut Najiyati dan Danarti (2006), kopi adalah spesies tanaman tahunan
berbentuk pohon. Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi
yang paling sering dibudidayakan hanya kopi Arabika, Robusta, dan Liberika.
Secara lengkap, klasifikasi botani kopi adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : coffea sp.
Pada umumnya tanaman kopi berbunga setelah berumur sekitar dua tahun.
Bila bunga sudah dewasa, terjadi penyerbukan dengan pembukaan kelopak
danmahkota yang akan berkembang menjadi buah. Kulit buah yang berwarna hijau
akan menguning dan menjadi merah tua seiring dengan pertumbuhannya. Waktu
yang diperlukan dari bunga menjadi buah matang sekitar 6-11 bulan, tergantung jenis
dan lingkungan. Kopi Arabika membutuhkan waktu 6-8 bulan, sedangkan kopi
Robusta 8-11 bulan. Bunga umumnya mekar awal musim kemarau dan buah siap
dipetik di akhir musim kemarau. Di awal musim hujan, cabang primer akan
memanjang dan membentuk daun-daun baru yang siap mengeluarkan bunga pada
awal musim kemarau mendatang (Najiyati dan Danarti 2006). Jika dibandingkan
dengan kopi Arabika, pohon kopi Robusta lebih rendah dengan ketinggian sekitar
1,98 hingga 4,88 meter saat tumbuh liar di kawasan hutan.
Pada saat dibudidayakan melalui pemangkasan, tingginya sekitar 1,98 hingga
2,44 meter (Retnandari dan Tjokrowinoto 1991). Buah kopi terdiri dari daging buah
dan biji. Daging buah terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan kulit luar (exocarp),
daging buah (mesocarp), dan kulit tanduk (endocarp) yang tipis, tetapi keras. Kulit
luar terdiri dari satu lapisan tipis. Kulit buah yang masih muda berwarna hijau tua
yang kemudian berangsur-angsurmenjadi hijau kuning, kuning, dan akhirnya
menjadi merah, merah hitam jika buah tersebut sudah masak sekali. Daging buah
yang sudah masak akan berlendir dan rasanya agak manis. Biji terdiri dari kulit biji
dan lembaga (Ciptadi dan Nasution 1985; Najiyati dan Danarti 2006). Kulit biji atau
endocarp yang keras biasa disebut kulit tanduk. Lembaga (endosperma) merupakan
bagian yang dimanfaatkan untuk membuat minuman kopi.
Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), buah kopi umumnya mengandung 2
butir biji, tetapi kadang-kadang hanya mengandung satu butir saja. Biji kopi ini
disebut biji kopi lanang/kopi jantan/kopi bulat. Buah kopi yang sudah masak pada
umumnya akan berwarna kuning kemerahan sampai merah tua. Tetapi ada juga yang
belum cukup tua tetapi telah terlihat berwarna kuning kemerahan pucat yaitu kopi
yang terserang hama bubuk buah kopi. Buah kopi yang terserang hama bubuk ini
mengering di tangkai atau luruh ke tanah. Buah kopi yang keringtersebut dipetik dan
yang luruh di tanah dipungut secara terpisah dari buah masak atau racutan yaitu
memetik semua buah yang tertinggal di pohon sampai habis, termasuk yang masih
muda. Petikan rampasan ini dimaksudkan guna memutus siklus hidup hama bubuk
buah. Pemetikan buah kopi dilakukan secara manual (Ciptadi dan Nasution 1985;
Najiyati dan Danarti 2006).
Di dunia perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling
sering dibudidayakan hanya kopi Arabika, Robusta, dan Liberika. Kopi Robusta
bukan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi
terutama Coffea canephora. Kopi Robusta berasal dari hutan-hutan khatulistiwa
di Afrika, yang membentang dari Uganda hingga Sudan Selatan, bahkan sampai
Abyssinia Barat sepanjang curah hujan mencukupi. Kopi ini masuk ke Indonesia
pada tahun 1900 dan saat ini termasuk jenis yang mendominasi perkebunan kopi di
Indonesia (Retnandari dan Tjokrowinoto 1991).

2.2. Pengembangan Kopi Rakyat Berbasis Agroindustri
Kopi telah memberikan keuntungan bagi petani kopi, tetapi belum dapat
menjamin untuk memenuhi keperluan rumah tangga petani. Karena dibandingkan
dengan para pelaku ekonomi dalam rantai usaha tani dan pemasaran kopi, petani
memiliki posisi paling lemah. Para pedagang dan eksportir memiliki peluang untuk
memperoleh keuntungan meskipun pada tingkat harga terendah. Petani yang telah
mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan tidak dapat menyesuaikan dengan
rendahnya harga kopi. Hal ini akan mempengaruhi pola pengelolaan kopi pada tahap
berikutnya yang selanjutnya berpengaruh terhadap mutu kopi yang dihasilkan dan
pendapatan petani (Retnandari dan Tjokrowinoto 1991). Beberapa keterbatasan
petani kopi dan industri pengolahan kopi rakyat skala kecil adalah sebagai berikut:
1. Keseragaman dan kepastian ketersediaan produk yang rendah
yangmenyebabkan rendahnya standar dan harga produk.
2. Keterbatasan akses terhadap pembiayaan.
3. Ketidakmampuan memenuhi volume yang dipersyaratkan pembeli komersial.
4. Umumnya tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan pembiayaan
operasional dari sumber-sumber formal.
5. Kesulitan untuk mengakses pasar terkait faktor logistik, ketidaktepatan, dan
rendahnya persiapan pengolahan kopi yang bermutu baik.
6. Mekanisme resiko yang terbatas meskipun bergerak dalam suatu kelompok
tani.
7. Kelompok tani cenderung berorientasi sosial, memiliki manajemen
pengelolaan yang rendah.
Pembangunan pertanian pada dasarnya adalah suatu upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup petani, yang dicapai melalui strategi investasi dan
kebijaksanaan pengembangan profesionalitas dan produktivitas tenaga kerja
pertanian, pengembangan sarana, dan prasarana ekonomi, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi disertai dengan penataan dan pengembangan
kelembagaan pedesaan (Kasryno 2002).

2.3. Jenis-Jenis Kopi
Di dunia perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling
sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika. Pada umumnya,
penggolongan kopi berdasarkan spesies, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan
nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari berapa spesies kopi
terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 2004). Menurut Aak (1980),
terdapat empat jenis kopi yang telah dibudidayakan, yakni:
1. Kopi Arabika
Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak di kembangkan di dunia
maupun di Indonesia khususnya. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang
memiliki iklim kering sekitar 1350-1850 m dari permukaan laut. Sedangkan di
Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 10001750
m dari permukaan laut. Jenis kopi cenderung tidak tahan Hemilia Vastatrix. Namun
kopi ini memiliki tingkat aroma dan rasa yang kuat.
2. Kopi Liberika
Jenis kopi ini berasal dari dataran rendah Monrovia di daerah Liberika.
Pohon kopi liberika tumbuh dengan subur di daerah yang memilki tingkat
kelembapan yang tinggi dan panas. Kopi liberika penyebarannya sangat cepat. Kopi
ini memiliki kualitas yang lebih buruk dari kopi Arabika baik dari segi buah dan
tingkat rendemennya rendah.
3. Kopi Canephora (Robusta)
Kopi Canephora juga disebut kopi Robusta. Nama Robusta dipergunakan
untuk tujuan perdagangan, sedangkan Canephora adalah nama botanis. Jenis kopi ini
berasal dari Afrika, dari pantai barat sampai Uganda. Kopi robusta memiliki
kelebihan dari segi produksi yang lebih tinggi di bandingkan jenis kopi Arabika dan
Liberika.
4. Kopi Hibrida
Kopi hibrida merupakan turunan pertama hasil perkawinan antara dua spesies
atau varietas sehingga mewarisi sifat unggul dari kedua induknya. Namun, keturunan
dari golongan hibrida ini sudah tidak mempunyai sifat yang sama dengan induk
hibridanya. Oleh karena itu, pembiakannya hanya dengan cara vegetatif seperti stek
atau sambungan.

2.4. Pengeringan Biji Kopi
Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju
kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana
mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan aktifitas
serangga (Hederson and Perry, 1976). Sedangkan menurut Hall (1957) dan Brooker
et al., (1974), proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar
air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan
pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau
dimanfaatkan. Pengeringan adalah proses pemindahan panas untuk menguapkan
kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media
pengeringan yang biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan adalah mengurangi
kadar air bahan sampai dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim
yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti.
Kombinasi suhu dan lama pemanasan selama proses pengeringan pada
komoditi biji-bijian dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan biji. Suhu
udara, kelembaban relatif udara, aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar akhir
bahan merupakan faktor yang mempengaruhi waktu atau lama pegeringan (Brooker
et al., 1974). Biji kopi yang telah dicuci mengandung air 55%, dengan jalan
pengeringan kandungan air dapat diuapkan, sehingga kadar air pada kopi mencapai
8-10%. Setelah dilakukan pengeringan maka dilanjutkan dengan perlakuan
pemecahan tanduk. Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Pengeringan dengan sinar matahari, dengan cara semua biji kopi diletakkan
dilantai penjemuran secara merata.
2. Pengeringan dengan menggunakan mesin pengering, dimana pada mesin
pengering tersebut terdiri atas tromol besi dengan dindingnya berlubang
lubang kecil (Aak,1980).

Pengeringan pada kopi biasanya dilakukan dengan tiga cara yaitu
pengeringan secara alami, buatan, dan kombinasi antara alami dan buatan.
1. Pengeringan Alami
Pengeringan alami hanya dilakukan pada musim kemarau karena pengeringan
pada musim hujan tidak akan sempurna. Pengeringan yang tidak sempurna
mengakibatkan kopi berwarna coklat, berjamur, dan berbau apek. Pengeringan pada
musim hujan sebaiknya dilakukan dengan cara buatan atau kombinasi cara alami dan
buatan. Pengeringan secara alami sebaiknya dilakukan dilantai semen, anyaman
bambu, atau tikar. Kebiasaan menjemur kopi di atas tanah akan menyebabkan kopi
menjadi kotor dan terserang cendawan (Najiyati dan Danarti, 2004). Cara
penjemuran kopi yang baik adalah dihamparkan di atas lantai dengan ketebalan
maksimum 1.5 cm atau sekitar 2 lapisan. Setiap 12 jam hamparan kopi di bolak-
balik dengan menggunakan alat menyerupai garuh atau kayu sehingga keringnya
merata. Bila matahari terik penjemuran biasanya berlangsung selama 1014 hari
namun bila mendung biasanya berlangsung 3 minggu (Najiyati dan Danarti, 2004).
2. Pengeringan Buatan
Pengeringan secara buatan biasanya dilakukan bila keadaan cuaca cenderung
mendung. Pengeringan buatan memerlukan alat pengering yang hanya memerlukan
waktu sekitar 18 jam tergantung jenis alatnya. Pengeringan ini dilakukan melalui
dua tahap. Tahap pertama, pemanasan pada suhu 65-100
o
C untuk menurunkan kadar
air dari 54% menjadi 30%. Tahap kedua pemanasan pada suhu 5060
o
C untuk
menurunkan kadar air menjadi 8-10% (Najiyati dan Danarti, 2004).
3. Pengeringan Kombinasi Alami dan Buatan
Pengeringan ini dilakukan dengan cara menjemur kopi di terik matahari
hingga kadar air mencapai 30%. Kemudian kopi dikeringkan lagi secara buatan
sampai kadar air mencapai 8-10%. Alat pengering yang digunakan ialah mesin
pengering otomatis ataupun dengan rumah (tungku) pengering. Prinsip kerja kedua
alat hampir sama yaitu pemanasan kopi dengan uap/udara di dalam ruang tertutup
(Najiyati dan Danarti, 2004).

2.5. Penyangraian Kopi
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini
merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi
dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa
organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan
atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama
waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato,
2002). Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi
kehilangan berat kering terutama gas dan produk pirolisis volatil lainnya.
Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa kopi. Kehilangan berat
kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang
digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu ligh roast suhu yang
digunakan 193 C sampai 199 C, medium roast suhu yang digunakan 204 C dan
dark roast suhu yang digunakan 213 C sampai 221 C. Light roast menghilangkan
3-5% kadar air, medium roast menghilangkan 5-8% dan dark roast menghilangkan 8-
14% kadar air (Varnam and Sutherland, 1994).
Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous.
Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas
pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan
permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan
faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik
untuk penyangraian secara batch maupun continous yaitu berupa drum horizontal
yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas
melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran
silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan
menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara
daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfer serta menekan biaya
operasional (Ciptadi dan Nasution, 1985).
Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light),
medium dan gelap (dark). Secara laboratoris tingkat kecerahan warna biji kopi
sangrai diukur dengan pembeda warna lovibond. Biji kopi beras sebelum disangrai
mempunyai warna permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga
nilai Lovibondnya (L) berkisar antara 60-65. Pada penyangraian ringan (light),
sebagian warna permukaan biji kopi berubah kecoklatan dan nilai L turun menjadi
44-45. Jika proses penyangraian dilanjutkan pada tingkat medium, maka nilai L biji
kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran 38-40. Pada penyangraian gelap,
warna biji kopi sangrai makin mendekati hita/;m karena senyawa hidrokarbon
terpirolisis menjadi unsur karbon. Sedangkan senyawa gula mengalami proses
karamelisasi dan akhirnya nilai L biji kopi sangrai tinggal 34-35. Kisaran suhu
sangrai untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 190
o
C-195
o
C, sedangkan untuk
tingkat sangrai medium adalah di atas 200
o
C. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di
atas 205
o
C (Mulato, 2002).
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut
Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) seperti swelling, penguapan
air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar,
denaturasi protein, terbentuknya gas sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma
yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena
terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari kemudian gas-gas ini mengisi
ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma dan rasa di
dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985)
adalah:
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam
klorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin
aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi
pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline,
alanin, threonin, glisin dan asam aspartat.
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan
volerat.
Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan
terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin,
asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa
bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium
kafein klorogenat. Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan
dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari outlet khusus dan
digunakan langsung oleh konsumen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta
kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak
melewati outlet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu
menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan
tetapi menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution ,1985).
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini
merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi
dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa
organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan
atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai. Makin lama
waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato,
2002).
Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi
kehilangan berat kering terutama gas dan produk pirolisis volatil lainnya.
Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa kopi. Kehilangan berat
kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang
digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu ligh roast suhu yang
digunakan 193 C sampai 199 C, medium roast suhu yang digunakan 204 C dan
dark roast suhu yang digunakan 213 C sampai 221 C. Light roast menghilangkan
3-5% kadar air, medium roast menghilangkan 5-8% dan dark roast menghilangkan
8-14% kadar air (Varnam and Sutherland, 1994).
Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau continous.
Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas
pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan
permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan
faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik
untuk penyangraian secara batch maupun continous yaitu berupa drum horizontal
yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas
melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran
silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan
menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara
daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfer serta menekan biaya
operasional (Ciptadi dan Nasution, 1985).
Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light),
medium dan gelap (dark). Secara laboratoris tingkat kecerahan warna biji kopi
sangrai diukur dengan pembeda warna lovibond. Biji kopi beras sebelum disangrai
mempunyai warna permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan sinar sehingga
nilai Lovibondnya (L) berkisar antara 60-65. Pada penyangraian ringan (light),
sebagian warna permukaan biji kopi berubah kecoklatan dan nilai L turun menjadi
44-45. Jika proses penyangraian dilanjutkan pada tingkat medium, maka nilai L biji
kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran 38-40. Pada penyangraian gelap,
warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam karena senyawa hidrokarbon
terpirolisis menjadi unsur karbon. Sedangkan senyawa gula mengalami proses
karamelisasi dan akhirnya nilai L biji kopi sangrai tinggal 34-35. Kisaran suhu
sangrai untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 190 oC-195 oC, sedangkan untuk
tingkat sangrai medium adalah di atas 200 oC. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di
atas 205 oC (Mulato, 2002).
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut
Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) seperti swelling, penguapan
air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar,
denaturasi protein, terbentuknya gas sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma
yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena
terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari kemudian gas-gas ini mengisi
ruang dalam sel atau pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma dan rasa di
dalam kopi menurut Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985)
adalah:
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam
klorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin
aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi
pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline,
alanin, threonin, glisin dan asam aspartat.
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan
volerat.

Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan
terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin,
asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa
bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium
kafein klorogenat. Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan
dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari outlet khusus dan
digunakan langsung oleh konsumen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta
kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak
melewati outlet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu
menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat melepaskan
tetapi menerima oksigen (Ciptadi dan Nasution ,1985).








III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Identifikasi Kebutuhan
Proses penyangraian merupakan salah satu tahapan yang penting, namun
saat ini masih sedikit data tentang bagaimana proses penyangraian yang tepat untuk
menghasilkan produk kopi berkualitas. Tingkat kualitas penyangaraian kopi yang
masih rendah selain itu efisiensi waktu penyangraian yang relatif lebih lama jika
penyangraian masih dilakukan dengan cara yang manual, misalnya menyangrai kopi
dengan wajan yang terbuka dan masih menggunakan panas yang dihasilkan dari kayu
bakar sehingga citarasa dan aroma kopi juga kurang baik. Jika pengadukan tidak
dilakukan dengan cepat maka biji kopi yang disangrai dapat gosong. Alat penyangrai
kopi yang ada masih menggunakan tenaga manusia untuk menggerakan atau
memutar tabung penyangrainya. Suhu dan waktu penyangraian yang belum dapat
menghasilkan sangaraian biji kopi yang optimal.
Untuk mengatasi beberapa masalah yang ditemukan, dibutuhkan alat yang
dapat mempermudah kegiatan penyangraian kopi dan menghasilkan biji kopi yang
berkualitas tinggi baik citarasa dan aromanya. Lama waktu penyangraian yang relatif
lebih cepat dengan suhu yang cukup tinggi dan hasil sangraian matang
merata.Kriteria yang harus dipenuhi alat yang akan dibuat untuk menyelesaikan
masalah tersebut, sebagai berikut :
1. Alat tidak lagi menggunakan pemutar tabung manual dengan tenaga
manusia, sehingga petani kopi hanya mengontrol kerja alat.
2. Penyangraian lebih cepat dan kapasitas tampung alat cukup banyak
3. Mudah dioperasikan

3.2. Spesifikasi Produk Dan Perencanaan Proyek
3.2.1. Identifikasi Pengguna dan Konsumen
Alat ini diharapkan dapat digunakan petani kopi dalam proses penyangraian
untuk menghasilkan mutu kopi produksi rumahan yang baik dan bernilai ekonomis
tinggi. Alat ini dapat digunakan oleh pemula dan mahir.

3.3.Perancangan Konsep Produk
3.3.1. Konsep produk
Alat sebelumnya, penyangraian kopi hanya menggunakan satu silinder . Di
sini kami merancang alat baru dengan memodifikasi alat menjadi dua silinder,
silinder satu ada di luar sedangkan silinder ke dua ada di bagian dalamnya . pada
perancangan produk ini, silinder tabung luar dibuat tidak bergerak sedangkan pada
silinder tabung dalam berputar. Pada bagian dalam silinder dalam terdapat ulir yang
berfungsi untuk mengaduk biji kopi pada saat penyangraian.
Pemanas menggunakan satu kompor dengan bahan bakar gas. Untuk tabung
gas bisa dipakai dalam ukuran apa saja. Kompor yang berfungsi sebagai sumber api
diletakkan di bawah silinder.
Dalam alat ini menggunakan thermostat dan selenoid yang digunakan untuk
menstabilkan suhu di dalam tabung. Termostat terletak pada tabung penyangrai,
sedangkan selenoid terletak di didekat sumber api.
Sebagai penggerak, digunakan motor listrik yang berfungsi untuk memutar
tabung bagian dalam yang kecepatannya dapat diatur dangan menggunakan reducer.
Reducer dipasang pada poros tabung. Reducer yang digunakan berbentuk gir yang
dihubungkan dengan menggunakan rantai pada motor listrik. Sehingga kecepatan
putar silnder dapat disesuaikan dengan yang dibutuhkan.
Pintu masuk diletakkkan di bagian ujung atas dekat dengan reducer. Lubang
pintu berbentuk segi empat dengan tutup terbuat dari plat besi dengan model pintu
geser. Lubang pemasukan tabung dalam dengan tabung luar dipasang sejajar. Supaya
letak pintu bisa sejajar maka diberi tanda pada ujung poros dan bagian ujung tabung
berupa garis lurus pada keduanya.
Pintu keluar diletakkan pada ujung tabung lainnya yang berlawanan dengan
pintu masuk.
Silinder dalam. Pintu berbentuk melingkar mengikuti lingkaran silinder dalam yang
dihubungkan menggunakan poros bolong dan menyatu pada pintu keluar dan bagian
ujungnya terletak di luar tabung. Bagian ujung poros yang keluar dari tabung
berfungsi sebagai pegangan. Pada bagian tersebut dipasang bahan isolator yang tahan
terhadap panas. Tabung akan menutup apabila pintu didorong, dan akan membuka
apabila ditarik.
Silinder luar. Pintu terletak di bagian ujung bawah silinder. Lubang berbentuk
segi empat yang letaknya tepat di bawah pintu silinder dalam. Pada pintu keluar
diberi saluran untuk memudahkan penampungan kopi.
Pada alat ini menggunakan dua sumber energi yaitu motor listrik dan gas.
Motor listrik sebagai penggerak tabung dan kompor gas sebagai sumber panas
tabung penyangrai.

3.4. Perancangan Produk
Pada perancangan produk ini, memiliki tahapan tahapan sebagai berikut:
3.4.1. Desain dan Pemilihan Bahan
Pada tahap ini dilakukan perancangan alat penyangrai kopi dan
menentukan bahan-bahan konstruksi yang akan digunakan pada alat
penyangrai kopi tersebut.
3.4.2. Perakitan Alat
Pada tahap ini dilakukan perakitan bagian-bagian alat sehingga menjadi
unit alat penyangrai kopi silinder ganda horizontal putar dengan
pengaduk tipe ulir.
3.4.3. Pengujian alat penyangrai kopi
Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat penyangrai kopi
bekerja sesuai dengan prosedur atau tidak. Dimana pengujian ini
nantinya akan menghasilkan data spesifikasi alat penyangrai kopi yang
dapat dievaluasi.
3.4.4. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu kebutuhan daya,
kapasitas teoritis, kapasitas efektif dan efisiensi kerja alat.
3.4.5. Pengolahan dan analisis data
Data yang diperoleh dari pengukuran pada saat penelitian akan diolah
dan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

3.5. Evaluasi Produk
3.5.1. Kebutuhan Daya (Watt)
Menurut Khurmi dan Gupta (1999), kebutuhan daya pada benda
putar menggunakan rumus sebagai berikut :
P=

.(1)
Keterangan:
P = Daya yang dibutuhkan untuk memutar pulley yang digerakkan
(Watt)
F = Gaya yang bekerja pada pulley yang digerakan (N)
R = Jari-jari pulley (m)
N = Putaran permenit (rpm)

3.5.2. Kapasitas Teoritis
Kapasitas teoritis diperoleh dengan menggunakan persamaan
matematis yang telah dimodifikasi (Muin, 1986) sebagai berikut:
KT=P=

..(2)
Keterangan:
KT =kapasitas teoritis (Kg/jam)
TG = tebal mata ulir (m)
TK = tinggi kontak (m)
P = massa jenis bahan (Kg/m
3
)
Rpm = kecepatan putaran permenit (rpm)
O = diameter ulir (m)
N = jumlah ulir
N = jumlah pengaduk

3.5.3. Kapasitas Efektif (Kg/jam)
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 7850 (2010),
Kapasitas kerja efektif suatu alat adalah perbandingan antara massa suatu
bahan terhadap waktu kerja alat.
KE=

(3)

Keterangan:
KE = Kapasitas Efektif (kg/jam)
W = Berat kopi yang disangrai (Kg)
T = Waktu yang dibutuhkan dalam penyangraian (detik)

3.5.4. Efisiensi Kerja Mesin
Menurut Daywin et al. (1984), sfisiensi kerja mesin ditentukan
dengan membandingkan antara kapasitas kerja efektif terhadap kapasitas
kerja teoritis yang dinyatakan dalam persen(%).
EF=

()........................................................................(4)
Keterangan:
EF = Efisiensi kerja mesin (%)
KE = Kapasitas efektif (kg/jam)
KT = Kapasitas Teoritis (kg/jam)

3.5.5. Konsumsi Bahan Bakar LPG
Menurut SNI 7580 (2010), komsumsi bahan bakar dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
FC=

..(5)
Keterangan:
FC = konsumsi bahan bakar (L/jam)
FV = volume bahan bakar yang dipakai (L)
t = waktu (jam)

3.5.6. Tingkat Kematangan
Perubahan-perubahan warna terjadi secara berturut-turut dari
hijau atau coklat muda menjadi kayu manis lalu hitam dengan permukaan
berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah
(retak), maka penyangraian segera dihentikan dan kopi segera diangkat
lalu didinginkan. Perubahan warna biji kopi menjadi coklat ini
disebabkan karena terjadinya karamelisasi karbohidrat yang
terkandungdalam kopi akibat penggunaan suhu yang sangat tinggi dalam
proses penyangraian.































IV. LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir perencanaan penelitian





Lampiran 2. Gambar Alat

Anda mungkin juga menyukai