Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kopi dimulai pada abad ke-9 di Ethiopia dan diperkenalkan ke Eropa
pada abad ke-17. Tetapi tanaman kopi tidak tumbuh dan berkembang dengan baik
di daerah tersebut, sehingga Bangsa Eropa memanfaat wilayah jajahannya sebagai
tempat menanam tanaman kopi. Indonesia dikuasai oleh Belanda dan berperan
penting dalam sejarah dan persebaran varietas kopi di dunia. Menurut literatur
sejarah kopi, minuman ini pernah menjadi komoditas utama masyarakat Islam.
Minuman kopi sangat populer di kalangan peziarah di Mekkah, meski sudah
berkali-kali dinyatakan sebagai minuman dilarang. Peziarah meminumnya untuk
mencegah kantuk dan tetap terjaga saat shalat malam.

Jenis kopi yang populer dan banyak diminati oleh pecinta kopi di dunia yaitu
Arabika (Coffea arabica), Robusta (Coffea canephora), dan Liberika (Coffea
liberica). Kopi Arabika adalah kopi pertama yang ditemukan di Ethiopia dan
orang Arab menyebarkannya ke seluruh dunia, sehingga digunakan sebagai nama
jenis kopi. Kopi arabika juga merupakan jenis kopi pertama yang dibawa oleh
Belanda ke Indonesia. Kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo yang
merupakan variaetas Coffea canephora. Disebut kopi robusta karena berasal dari
kata robust yang berarti kuat (rasa pahit yang tajam). Meskipun tanaman ini lebih
kuat dari arabika dan lebih tahan hama, namun kualitas buahnya lebih rendah.
Kopi liberika pertama kali ditemukan di Liberia, sehingga banyak

1
orang mengira tanaman ini berasal dari daerah tersebut. Meski masih ditanam di
beberapa daerah, tingkat produksi di Liberia paling rendah di antara jenis lainnya,
yaitu sekitar 1-2% dari produksi kopi dunia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi perkopian dunia, Indonesia dan Lampung


2. Bagaimana proses pemanenan kopi yang baik dan benar
3. Bagaimana penanganan pasca panen kopi

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui kondisi perkopian dunia, Indonesia dan Lampung
2. Untuk mengetahui proses pemanenan kopi yang baik dan benar
3. Untuk mengetahui penanganan pasca panen kopi

2
II. PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Perkopian

2.1.1 Kondisi Perkopian Dunia


Menurut Hopewell (2014), Negara Brazil memiliki tingkat produktivitas
menghasilkan kopi lebih tinggi dibandingkan dengan negara produsen kopi
lainnya. Selama ini pangsa pasar ekspor Brazil mencapai 30% dari total
perdagangan kopi dunia, jauh tertinggal dari negara lain. Mengingat sekitar 80%
produksi kopi Brazil adalah kopi Arab, Brazil juga merupakan penghasil kopi
Arab terbesar di dunia. Sedangkan, negara konsumsi kopi terbanyak di dunia
dipegang oleh negara-negara anggota Uni Eropa, dengan konsumsi kopi sebesar
42,6 juta pound (60 kg). Indonesia termasuk salah satu negara dengan konsumsi
kopi terbesar di dunia, yaitu menempati urutan keenam dengan jumlah konsumsi
kopi mencapai 4,6 juta bungkus 60 kg / lb (60 kg) selama 2016/2017. Berikut
grafik 10 negara dengan konsumsi kopi terbesar dunia tahun 2016/2017 :

Sumber : Databooks

3
Menurut International Coffee Organization (2004), berikut daftar lima negara
produsen dan pengekspor kopi di dunia :

Tabel lima negara penghasil kopi terbesar di dunia periode 2016-2017 :


No. Negara Jumlah (dalam bungkus 60 kg)
1. Brazil 55.000.000
2. Vietnam 25.500.000
3. Kolombia 14.500.000
4. Indonesia 11.491.000
5. Etiopia   6.600.000

Tabel lima negara pengekspor kopi terbesar di dunia periode 2016-2017 :


No. Negara Jumlah (dalam bungkus 60 kg)
1. Brazil 34.500.000
2. Vietnam 23.200.000
3. Kolombia 12.800.000
4. Indonesia 6.891.000
5. Honduras   5.589.000

2.1.2 Kondisi Perkopian Indonesia


Indonesia termasuk negara produsen dan pengekspor kopi paling besar di dunia
yaitu menduduki peringkat empat penghasil dan pengekspor kopi terbanyak di
dunia. Hal tersebut didukung dengan budaya masyarakat Indonesia yang suka
mengonsumsi minuman kopi, baik seduhan kopi hitam maupun varian minuman
kopi lainnya. Indonesia memiliki beberapa kopi yang terkenal seperti kopi luwak
dan kopi Mandailing. Banyak hasil produksi dari bidang pertanian yang diekspor
dari Indonesia, kopi menjadi salah satu penghasil devisa terbesar nomor empat
setelah sawit, kakao dan karet. Luas perkebunan kopi di Indonesia menempati
urutan kedua, dan dari sisi produksi dan ekspor menempati urutan keempat, hal ini
terlihat dari total produktivitas kopi Indonesia sebesar 792 kilogram biji kering
per hektar per tahun (Najiyati dkk, 2007).

Produksi kopi di Indonesia berfluktuasi setiap tahun kecuali DKI Jakarta, hampir
seluruh provinsi di Indonesia bisa menghasilkan kopi. Kebun kopi terbesar berada
di Sumatera Selatan dengan luas 277.542 Ha dan hasil panen 140.812 ton.
Distribusi produksi kopi di Indonesia tidak merata antar daerah, sehingga akan

4
menyebabkan daerah basis produk kopi Indonesia terkonsentrasi hanya di satu
daerah. Terkonsentrasinya areal basis komoditas kopi pada suatu wilayah saja
akan mempengaruhi daya dukung komoditas kopi Indonesia terhadap kegiatan
penanaman. Sekitar 95% produksi kopi di Indonesia adalah kopi rakyat, dan
sisanya kopi manor. Jumlah persentase kopi Indonesia didominasi oleh kopi
robusta yaitu sebesar 83% dari jumlah produksi kopi di Indonesia dan sisanya
17% berupa kopi arabika. Beberapa produk kopi Indonesia yang terkenal secara
komersial adalah kopi Arabika yaitu Kopi Gayo, Kopi Protong, Kopi Mandering,
Kopi Jawa, Kopi Kintamani Bali, Kopi Toraja dan Kopi Flores / Bahawa dan
menjadi ikon kopi Indonesia di luar negeri karena memiliki keunikan karakteristik
dan rasa. Hasil produksi kopi di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan
dengan negara produsen kopi seperti pada Negara Vietnam dan Brazil, oleh
karena itu produktivitas kopi perlu ditingkatkan lagi agar jumlah ekspor semakin
tinggi pula (Najiyati dkk, 2007).

Grafik daerah penghasil kopi di Indonesia :

Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia 2018


Tabel daerah penghasil kopi di Indonesia :
No. Provinsi Daerah
1. Sumatera Selatan Pagar Alam, Indragili Hulu
2. Lampung Kab. Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Utara

5
3. Bengkulu Kepahiang, Curup, Rejang Lebong
4. Jawa Timur Kab.Jember, Banyuwangi. Situbondo, Bondowoso,
Malang, Jombang
5. Sumatera Utara Tapanuli, Pematang Siantar, Samosir, Sidikalang
6. Aceh Aceh Tengah, Bener Meriah
7. Sulawesi Selatan Kab. Tana Toraja, Polmas dan Enrekang
8. Sumatera Barat Kab. Agam, Padang Pariaman, Tanah Datar, Solok
dan Pasaman

2.1.3 Kondisi Perkopian Lampung

Menurut BPS Provinsi Lampung (2014), Provinsi Lampung menjadi pusatnya


produksi kopi robusta khususnya di Kabupaten Lampung Barat, yang ditetapkan
sebagai salah satu kawasan perkebunan kopi nasional berdasarkan Kepmentan No.
46/Kpts/PD.300/ 1/2015. Robusta Lampung tersebar tiga kabupaten yaitu di
Kabupaten Lampung Barat memiliki luas 60.382 Ha, Kabupaten Tanggamus
seluas 43.941 hektar dan Kabupaten Lampung Utara seluas 17.149 hektar. Total
area kopi Robusta di Lampung seluas 161.162 hektar Produksi mencapai 133.243
ton.

Menurut Banowati (2013) produksi kopi Kabupaten Lampung Barat naik menjadi
52.644 ton. Faktor yang mempengaruhi produksi kopi umumnya dibagi menjadi
faktor genetik, faktor alam, faktor tenaga kerja, faktor modal dan Faktor
manajemen. Jadi kelima faktor tersebut haruslah lengkap sehingga menghasilkan
hasil produksi kopi yang terbaik. Pada proses produksi kopi, terdapat proses
pemeliharaan dan pemanenan, dimana proses pemeliharaan mencakup kegiatan
pemupukan, penyiangan, dan pemangkasan sehingga tanaman kopi tidak hanya
lebat pada daun saja. Dalam proses pemeliharaan faktor alam seperti hujan dan
angin kencang sangat berpengaruh, karena dapat mengurangi jumlah buah dan
merusak buah pada tanaman kopi.

2.2 Pemanenan Kopi

6
Panen adalah tahap akhir dari proses budidaya tanaman, pada tanaman kopi yang
dapat berbuah biasanya jika sudah berumur 2,5 - 3 tahun. Dalam pemanenan hal
yang perlu diperhatikan yaitu cara panen, panen dapat dilakukan secara mekanis
dan tradisional. Pemanenan mekanis dilakukan dengan menggunakan teknologi,
sehingga sangat mendukung kegiatan pemanenan dan meningkatkan produktivitas
tanaman. Alat dan mesin yang dapat digunakan yaitu Derricadeira, Picker dan
Stripping Machine. Perkebunan kopi di Indonesia belum terkondisikan dari
tanaman kopinya yang memiliki tinggi berbeda-beda serta keadaan tanah
perkebunan yang sebagian besar berbentuk pegunungan, selain itu faktor biaya
juga menyebabkan petani kopi Indonesia memilih memanen dilakukan secara
konvensional (Ernawati, 2008).

Pemanenan buah secara tradisional dilakukan dengan cara memetik buah yang
matang pada tanaman kopi. Buah masak ditandai dengan perubahan warna kulit
dari berwarna hijau tua (buah kopi muda) hingga warnanya menjadi merah (buah
kopi sudah masak sempurna) saat kondisi ini adalah waktu yang tepat dilakukan
pemanenan. Bila terlambat memanen buah kopi, maka buah kopi akan over ripe
dengan ditandai perubahan warna menjadi kehitaman (Ernawati, 2008). Beberapa
petani akan memperkirakan waktu panen sendiri, lalu memetik buah yang sudah
tua dan yang masih berwarna hijau dari pohonnya. Selain dipetik satu-satu, cara
pemanenan dapat dilakukan dengan cara menggoyangkan dahan dengan tangan
agar buah jatuh ke dalam keranjang atau di terpal yang telah direntangkan di
bawah pohon. Cara ini memang lebih cepat, tetapi akan menurunkan kualitas biji
kopi.

2.3 Penanganan Pasca Panen Kopi

2.3.1 Pengolahan dan Penggilingan Biji Kopi


Buah biji kopi sebelum menjadi bubuk kopi perlu melalui proses pengolahan yang
dapat dilakukan secara basah ataupun kering. Pengolahan basah dilakukan dengan
bantuan air untuk pengupasan dan pencucian pada buah kopi, sedangkan

7
pengolahan kering yaitu pengolahan buah kopi setelah dipanen langsung
dikeringkan saja (Najiyati dkk, 2007). Berikut tahapan pengolahan basah dan
kering pada biji kopi :

Panen Buah Masak

Sortasi Buah

Fermentasi Pengupasan
Kering

Pencucian

Penjemuran

Sortasi

Penggudangan
Gambar skema tahapan pengolahan kopi secara basah

Panen Buah Masak

Sortasi Buah

Penjemuran
Pengeringan Mekanis
Sortasi

Pengupasan

Penggudangan
Gambar skema tahapan pengolahan kopi secara kering

8
Tujuan sortasi atau adalah untuk memisahkan biji kopi yang sudah matang,
mentah dan seragam dari buah yang cacat / pecah, serta biji kopi yang terserang
hama dan penyakit. Penyortiran juga digunakan untuk membersihkan benda asing
seperti ranting, daun dan kerikil. Tujuan pengupasan adalah untuk memisahkan
kulit kopi dari biji kopi yang dapat dikupas dengan menggunakan mesin. Proses
dilakukannya fermentasi bertujuan agar lapisan lendir yang dimiliki biji kopi
dapat hilang, sedangkan fermentasi pada kopi robusta bertujuan untuk mengurangi
rasa pahit. Biasanya setelah proses fermentasi masih ada lendir yang menempel
pada kulit tanduk sehingga perlu dilakukan pencucian. Penjemuran bertujuan
untuk mengeringkan / menurunkan kadar air pada biji kopi. Tujuan penggudangan
/ penyimpanan adalah untuk menjaga biji kopi dalam kondisi aman sebelum biji
kopi dijual kepada konsumen (Edowai dkk, 2018).

Hanya kopi kering yang dapat dilakukan proses penggilingan. Penggilingan biji
kopi menggunakan mesin huller sehingga mendapatkan biji kopi pasar. Kopi perlu
digiling untuk mendapatkan kopi bubuk dan menambah luas permukaan kopi.
Dalam hal ini, rasa kopi akan lebih mudah larut selama penyeduhan, sehingga
seluruh rasa kopi akan terlarut dalam air dan nikmat untuk diminum (Ernawati,
2008).

2.3.2 Pengemasan Bubuk Kopi


Banyak penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan jenis pengemasan yang
tepat bagi suatu produk karena setiap produk membutuhkan jenis kemasan yang
berbeda- beda. Kerusakan mutu diakibatkan oleh penyimpanan yang terlalu lama
dan kesalahan dalam melakukan pengemasan. Banyak jenis mikroorganisme
pengoksidasi diproduksi di permukaan makanan yang bersentuhan dengan udara.
Temperatur yang tinggi di ruang penyimpanan akan menyebabkan senyawa yang
ada di dalamnya akan menguap. Penyimpanan dan kelembaban relatif yang tinggi
juga akan menyerap uap air ke dalam material yang disimpan dan mempercepat
pertumbuhan mikroorganisme, sehingga merusak makanan yang disimpan
(Ridwansyah, 2003).

9
Pengemasan sangat mempengaruhi kadar air dalam bubuk kopi. Pemilihan
kemasan harus sesuai dengan kebutuhan produk di dalamnya, sehingga mampu
melindungi produk dari kelembaban. Jika dalam kemasan lembab, dapat
menyebabkan bubuk kopi menjadi menggumpal dan mengeras, serta terjadinya
penurunan kualitas pada bubuk kopi. Suhu penyimpanan akan mempengaruhi
aktivitas air. Menurut Pradana (2012) kemasan aluminium foil memiliki
keunggulan karena memiliki sifat impermeabilitas cahaya, gas, air, bau dan
pelarut yang tidak dimiliki bahan kemasan fleksibel lainnya. Dengan kemampuan
tersebut, kopi yang bersifatnya mudah menyerap kelembapan dari udara
(higroskopis) dapat tertahan dengan kemasan aluminium foil. Semakin lama
waktu penyimpanan, semakin tinggi kadar air dari bubuk kopi yang dapat
menyebabkan bubuk kopi menggumpal.

10
III. KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini sebagai berikut :


1. Penghasil kopi terbesar di dunia yaitu Brazil dengan 55.000.000 bungkus
kemasan / 60 kg, sedangkan produksi kopi terbanyak di Indoensia yaitu
Provinsi Sumatera Selatan dan produksi kopi Provinsi Lampung paling
banyak berasal dari Kabupaten Lampung Barat.
2. Proses pemanenan buah kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara
mekanis dan manual
3. Pengolahan pasca panen buah kopi dapat digolongkan menjadi dua metode
yaitu metode pengolahan secara basah dan pengolahan secara kering.

11
DAFTAR PUSTAKA

Banowati, Eva., Sriyanto. 2013. Geografi Pertanian. Ombak. Yogyakarta.

BPS Provinsi Lampung. 2014. Statistik Daerah Kabupaten 2014. BPS Provinsi
Lampung. Lampung.

Edowai, Desi Natalia., Tahoba, Afia E. 2018. Proses Produksi dan Uji Mutu
Bubuk Kopi Arabika (Coffea arabica L) Asal Kabupaten Dogiyai, Papua.
Agriovet, 1(1):1-18.

Ernawati. 2008. Teknologi Budaya Kopi Poliklonal. Badan Penelitian Dan


Pengembangan pertanian. Bogor.

Hopewell, Kristen. 2014. New Protagonist in Global Economic Governance:


Brazilian Agribusiness at the WTO. New Political Economy, 18(5): 1-23.

International Coffee Organization. 2004. Priceelasticity of Demand and Coffee


Consumption in Importing Countries. International Coffee Organization.
London.

Najiyati., Danarti. 2007. Kopi Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Pradana, M Budiyanto. 2012. "Pengaruh Jenis Kemasan Dan Kondisi


Penyimpanan Terhadap Mutu dan Umur Simpan Produk Keju Lunak

12
Rendah Lemak”. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian USU. Medan.

13

Anda mungkin juga menyukai