Anda di halaman 1dari 31

AGRIBISNIS KOPI

Dosen mata kuliah:

Roza Afifah,S.Pd.,M.Hum

Oleh:

Eljunai Fijey Sihotang (1906113735)

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini membahas tentang “Agribisnis Kopi” dibuat untuk memperdalam pemahaman dan
pengetahuan tentang budidaya tanaman dan pemasaran kopi Indonesia. Dalam proses
penyelesaian makalah ini penulis berterima kasih kepada orang-orang yang telah
terlibat secara langsung maupun tidak langsung, khususnya Ibu Roza Afifah
S.Pd,M.Hum selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah
memberikan arahan yang berguna bagi proses pembuatan makalah ini. Kritik dan
saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, 27 November 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kopi (Coffea spp) adalah salah satu spesies tanaman berbentuk pohon yang
masuk ke dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi tumbuh
tegak,bercabang, dan tingginya dapat mencapai 10 meter. Daunnya bulat lonjong
dengan ujung yang agak meruncing. Daun tumbuh berhadap- hadapan pada batang,
cabang, dan ranting- rantingnya. Pada awalnya kopi hanya ada di Ethiopia, dimana
biji-bijian asli ditanam oleh orang Ethiopia dataran tinggi. Akan tetapi ketika bangsa
Arab meluaskan perdagangannya, biji kopi pun telah meluas sampai ke Afrika Utara
dan biji kopi disana ditanam secara massal. Dari Afrika Utara itulah biji kopi mulai
meluas ke Asia sampai ke Eropa dan ketenarannya sebagai minuman mulai
menyebar.

Tanaman kopi sendiri diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-13


tepatnya pada tahun 1696 pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Budidaya kopi
dikembangkan di Indonesia hampir 3 abad, yaitu sejak tanaman kopi untuk pertama
kali dimasukkan ke pulau Jawa di zaman Hindia Belanda, bersamaan waktunya
dengan digemarinya minuman kopi di kawasan Eropa. Kopi merupakan salah satu
hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi diantara
tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara.
Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan
sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di
Indonesia (Rahardjo,2012).

Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan komoditas perkebunan


yang dijual ke pasar dunia. Menurut International Coffee Organization (ICO)
konsumsi kopi meningkat dari tahun ke tahun sehinggapeningkatan produksi kopi di
Indonesia memiliki peluang besar untuk mengekspor kopi ke negara-negara
pengonsumsi kopi utama dunia seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Biji
kopi Indonesia juga dipasok ke gerai-gerai penjual kopi (coffe shop) seperti
Starbucks dan Quick Check yang berlokasi di Indonesia maupun yang berada di luar
negeri.

Penyebaran kopi mula-mula keberbagai wilayah cukup lambat, karena minuman


kopi pada waktu itu hanya dikenal sebagai minuman berkhasiat menyegarkan badan
yang terbuat dari biji kopi menjadi kopi bubuk yang diseduh dengan air panas.
Namun semenjak ditemukan cara pengolahan buah kopi yang lebih baik, kopi
menjadi minuman disamping berkhasiat juga mempunyai aroma yang khas dan
rasanya nikmat, akhirnya kopi menjadi terkenal sehingga tersebar di berbagai negara
(Najiyanti dan Danarti, 1997).Perkembangan kopi di Indonesia mengalami kenaikan
produksi yang cukup pesat, pada tahun 2007 produksi kopi mencapai sekitar 676,5
ribu ton dan pada tahun 2013 produksi kopi sekitar 691,16 ribu ton. Sehingga
produksi kopi di Indonesia dari tahun 2007-2013 mengalami kenaikan sekitar 2,17 %
(Badan Pusat Statistik, 2015). Keberhasilan agribisnis kopi membutuhkan dukungan
semua pihak yang terkait dalam proses produksi pengolahan kopi di Indonesia dapat
bersaing di pasar dunia (Rahardjo,2012).

Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh


rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan
produksi akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena penanganan pasca panen yang tidak
tepat. Kondisi perkopian diberbagai daerah di Indonesia yang dilaporkan media
massa cukup memprihatinkan. Sebagian petani menebang dan membongkar kebun
kopinya untuk diganti dengan tanaman lain dan kebanyakan kebun kopi dibiarkan
terlantar..Oleh Karena itu, untuk memperoleh biji kopi yang bermutu baik diperlukan
budidaya dan penanganan pasca panen yang tepat. Proses pengeringan dan
penyangraian merupakan salah satu tahapan yang penting dalam pemrosesan biji kopi
untuk menghasilkan biji kopi yang berkualitas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi agribisnis kopi di Indonesia?
2. Bagaimana cara budidaya tanaman kopi?
3. Bagaimana penanganan pascapanen kopi di Indonesia?
4. Bagaimana perkembangan teknologi pengolahan kopi di Indonesia?
5. Bagaimana perdagangan kopi di Indonesia dan kebijakan pemerintah pada
industri kopi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui potensi bisnis kopi di Indonesia

2. Untuk mengetahui cara budidaya tanaman kopi

3. Untuk mengetahui penanganan pascapanen kopi di Indonesia

4. Untuk mengetahui perkembangan teknologi pengolahan kopi di Indonesia

5. Untuk mengetahui perdagangan kopi di Indonesia dan kebijakan pemerintah pada

industri kopi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Potensi Agribisnis Kopi di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang dilalui garis khatulistiwa dengan musim


dan cuaca relative stabil dan tanah yang subur sehigga berpeluang besar untuk
menjadi negara penghasil kopi ternama di duni. Indonesia juga terdiri atas banyak
pulau, yang membuat produk kopinya kaya rasa dan aroma. Interaksi antara iklim,
jenis tanah, varietas kopi, dan metode pengolahan membuat kopi Indonesia paling
menarik di dunia. Potensi sumber daya lahan perkebunan kopi Indonesia seluas 1,3
juta hektar, menopang sekitar 5 juta keluarga petani dan pendorong agribisnis yang
member pasokan besar pada devisa negara. Dari potensi luasa lahan perkebunan
tersebut, baru 950.000 hektar yang merupakan areal produktif perkebunan kopi kopi
dengan populasi sekitar 1,5 miliar pohon dan menghasilkan kopi rata-rata 750.000
ton per tahun. Perkebunan kopi Indonesia tersebar di pulau-pulau besar, seperti
Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sebagian besar
perkebunan itu milik petani (perkebunan rakyat), sedangkan sebagian kecil
merupakan perkebunan milik pemerintah dan swasta.

Menurut Rahmat (2014) produsen kopi utama di dunia saat ini meliputi
delapan negara, yaitu:

1. Brazil.

Negara ini mendominasi produksi kopi dunia, baik sebagai produsen maupun
eksportir, sekaligus juga pengonsumsi kopi terbesar kedua di dunia. Di Brazil,
tanaman kopi tumbuh di areal pesisir tenggara, dari Pernambuco di utara sampai
Parana di selatan. Sebagian besar areal tanaman kopi cenderung membeku selama
musim dingin. Produksi dan perdagangan kopi Brazil mempekerjakan lebih dari lima
juta orang dan menyuplai 30% kopi dunia.
2. Kolombia.

Selama bertahun-tahun, Kolombia telah menghasilkan kopi terbaik dunia


dengan kopi yang mempunyai keseimbangan cita rasa dan kedalaman yang sangat
baik. Kopi Kolombia dihasilkan dari perkebunan pada rangkaian Pegunungan
Cordilleras yang merupakan bagian dari Andes Utara. Kolombia merupakan penyalur
kopi terbesar kedua di dunia dengan 10% pangsa pasar.

3. Costa Rica.

Negara ini dikenal sebagai Little Switzerland dari Amerika Tengah. Costa
Rica merupakan salah satu negara industry kopi terbaik. Produksi biji kopi negara
tersebut sangat kompleks, enak, dan memiliki kadar asam yang halus.

4. Ethiopia.

Kopi Arabika dipercaya berasal dari Ethiopia, yang sampai kini masih dapata
ditemukan sebagai tumbuhan liar di negara tersebut. Sumber daya alam Ethiopia
sangat luasa dengan hasil kopi paling unik di dunia.

5. Hawai.

Negara ini merupakan satu-satunya negara bagian Amerika Serikat yang


mengembangkan budi daya kopi secara komersial.

6. Guatemala.

Separuh dari bagian selatan Guatemala merupakan daerah Sierra Madre, yakni
pegunugan tinggi yang sangat cocok untuk tanaman kopi. Imigran Jerman di
Guatemala mengembangkan teknik budi daya kopi pada kondisi cuaca ekstrem.
Mereka membakar sampah di dekat perkebunan kopi pada cuaca buruk sehingga
asapnya yang tebal melindungi pohon kopi dari kebekuan dan menghasilkan rasa
asap pada biji kopi.
7. India.

Negara ini merupakan salah satu negara penghasil kopi tertua di dunia. Pada
awal tahun 1600-an seorang peziarah bernama Baba Budan mengunjungi Makkah
dan membawa beberapa biji kopi ke luar Arab. Kopi tersebut ditanam dan
dikembangkan di India. Saat ini India menjadi produsen dan pemasok kopi ke pasar
dunia.

8. Indonesia.

Indonesia menhasilkan beberapa jenis kopi ekselen. Belanda pertama kali


memperkenalkan tanaman kopi di Pulau Jawa pada pertengahan abad ke-17.
Produksi kopi Indonesia menjadi generasi awal di belahan dunia ini. Khususnya Asia
Pasifik. Biji kopi Indonesia terkenal kaya rasa.

Menurut Puslitkoka Indonesia Coffe and Cocoa Research Institute (ICCRI),


produksi kopi Indonesia sebgaian besar jenis Robusta, mencapai 75%. Sisanya adalah
kopi Arabika. Sebagai produsen biji kopi Robusta, saat ini Indonesia menduduki
peringkat kedua dibawah Vietnam. Untuk kopi Arabika, Indonesia berada pada posisi
ketiga, dibawah Brazil dan Vietnam. Dalam lima tahun terkahir, sumber yang sama
menempatkan Indonesia sebagai produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil
dan Vietnam. Sementara dari catatan ekspor, USDA menempatkan Indonesia pada
posisi keempat eksportir kopi terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.
Dalam perkembangannya, produksi kopi Indonesia masih dibawah Brazil yang
sebesar 3 juta ton/tahun, sebagian besar (70%) merupakan jenis kopi Arabika.
Sementara Vietnam mampu memproduksi kopi sebesar 1,3 juta ton, 80% diantaranya
jenis robusta.

Indonesia menjadi penghasil kopi Arabika terbaik di dunia dan sebagai penghasil
kopi Robusta terbaik kedua di dunia setelah Vietnam. Total produksi kopi Indonesia
mencapai 700.000 ton per tahun. Dari jumlah tersebut, 80% kopi Robusta dan 80%
kopi Robusta dan 90% kopi Arabika diekspor. Kopi Arabika yang telah dikenal dunia
antara lain kopi Gayo, kopi Sumatera, kopi Jawa dari Jawa Timur, Bali, dan Flores.
Saat ini, di wilayah Indonesia timur sedang dikembangkan kopi Arabika Papua.
Selain kopi Arabika, Indonesia mengembangkan kopi spesial dari jenis Robusta
mengingat pasarnya sangat menjanjikan. Di India terdapat kopi Fine Robusta. Untuk
menghasilkan kopi spesial Robusta dengan kualitas yang tinggi tidaklah muda karena
terkait dengan persyaratan khusus mulai dari petik, fermentasi sampai pada pemilihan
biji.

Dari aspek geografis, posisi Indonesia cukup strategis dalam perdagangan kopi
dunia, menempati posisi keempat negara produsen dan pengekspor kopi di dunia
setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam. Sumber daya hayati yang melimpah,
didukung kondisi geografis spesifik dan agro-ekosisitem yang optimal serta kearifan
local yang dimiliki warganya,Indonesia menghasilkan produk kopi specialty yang
mempunyai cita rasa dan aroma yang khas dan diminati dunia. Negara tujuan ekspor
utama kopi Indonesia antara lain negar-negara anggota Masyarakat Ekonomi Eropa
(MEE), negara kawasan Amerika, khususnya Amerika Serikat, dan negara di
kawasan Asia, seperti Jepang, Singapura, Korea, dan Malaysia.

Potensi sumber daya agribisnis kopi Indonesia belum dimanfaatkan secara


optimal, karena tingkat produktivitas kopi Indonesia baru mencapai 760 kg/ha.
Bandingkan dengan potensi lahan dan pencapaian produksi kopi di beberapa negara
produsen kopi dunia, seperti Vietnam yang hanya memiliki lahan produktif seluas
550.000 hektar mampu menghasilkan 2000-3000 kg/ha. Upaya untuk meningkatkan
produktivitas, kuantitas, dan kualitas produksi kopi, pemerintah Indonesia membuat
Gerakan Nasional Kopi (GNK).

Gerakan Nasional Kopi dilakukan melalui program intensifikasi,ekstensifikasi,


dan rehabilitasi yang ramah lingkungan. Intensifikasi difokuskan pada peningkatan
produktivitas kopi dari 760 kg/ha menjadi 1.000 kg/ha, didukung dengan penyuluhan
secara intensif kepada para petani kopi. Ekstensifikasi diarahkan pada percepatan
perluasan areal tanam, terutama untuk kopi Arabika, di sentra produksi kopi seperti
Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Flores, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Bali,
Sulawesi, dan Papua. Ekstensifikasi melalui pembukaan lahan baru untuk kopi
Arabika di wilayah Aceh Tengah (Aceh), Cangkringan (Yogyakarta), Tanah Toraja
(Sulawesi Selatan), Flores, dan Papua. Langkah lain, penanaman kopi Arabika di
areal hutan tanpa mengganggu ekosisistem hutan. Diversifikasi dilakukan dengan
cara mengganti tanaman tua dengan bibit unggul. Peremajaan tanaman ini menjadi
upaya strategis untuk menjamin stabilitas pasokan produksi tanaman kopi. Sebagian
besar anaman kopi Indonesia berumur 20-30 tahun dengan tingkat produktivitas yang
menurun hingga 30% dibanding tanaman kopi umur 5-20 tahun.

Ekspor kopi Indonesia berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat.


Berdasarkan data Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), dalam lima
tahun terakhir (2009-2013) ekspor kopi Indonesia rata-rata 444.505 ton dengan nilai
US $ 1,1 miliar per tahun. Secara terinci ekspor kopi tahun 2009 sebesar 478.025 ton
senilai US $ 801,66 juta, tahun 2010 sebesar 447.494 ton senilai US $ 845,54 juta,
tahun 2011 menjadi 352.007 ton senilai US $ 1,04 miliar, tahun 2012 mencapai
425.000 ton senilai US $ 1,25 miliar, dan tahun 2013 ditargetkan mencapai 520.000
ton senilai US $ 1,5 miliar. Pada tahun-tahun mendatang ekspor kopi diharapkan
terus meningkat karena adanya aneka program berbasis teknologi tepat guna yang
berkesinambungan. Ekspor kopi tersebut cukup menggembirakan karena selain
ekspor biji kopi, juga kopi instan. Hal ini membuktikan bahwa industry pengolahan
kopi dalam negeri terus bergairah. Selama ini ekspor kopi Arabika Indonesia terbesar
ke Amerika, sedangkan ekspor kopi Robusta ke Eropa dan Jepang.

Peluang dan faktor pendongkrak ekspor kopi dunia terus meningkat adalah
terjadinya peningkatan konsumsi kopi dunia dari tahun ke tahun. Kopi termasuk
minuman paling popular di dunia setelah air. Setiap hari lebih dari 1 miliar cangkir
kopi dikonsumsi manusia di seluruh dunia. Tidak mengherankan apabila kopi
menjadi komoditas yang paling banyak diperdagangkan di dunia setelah minyak
bumi. Kebutuhan kopi dunia meningkat dari 8 gram menjadi 15 gram per cangkir. Di
samping itu, juga terjadi perubahan budaya dalam pola minum kopi dari sistem
konvensional (drip coffe) ke pola modern (espresso).

Peningkatan konsumsi kopi dunia tidak terlepas dari pertumbuhan permintaan


negara konsumen baru. Negara-negara seperti Rusia, Eropa Timur, Asia, dan China
menjadi pasar kopi dengan tingkat pertumbuhan mencapai 35%. China dan Korea
Selatan juga menjadi sasaran baru ekspor olahan kopi local, karena di China terjadi
transisi konsumen the ke kopi. China juga menjadi tujuan baru ekspor kopi instan
Indonesia untuk dijadikan bahan baku produk lain seperti kopi instan 3 in 1. Pangsa
pasar kopi makin prospektif, terus meningkat oleh karena adanya peningkatan
konsumsi kopi di negara-negara produsen kopi, seperti Brazi, Meksiko, Indonesia,
Vietnam, dan India. Di Indonesia, konsumsi kopi dalam negeri juga mengalami
kenaikan yang cukup berarti. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 240 juta
jiwa merupakan potensi yang sangat besar dalam menyerap produk yang dihasilkan
oleh industry kopi dalam negeri.

Disisi lain, perkembangan industry kopi menunjukkan bahwa masyarakat


Amerika menyenangi jenis kopi spesial, seperti kopi Mandailing, Gayo, dan Lintong
dari Sumatera; kopi Bajawa dari Flores; kopi Kintamani dari Bali; kopi Toraja dan
Celepes dari Sulawesi; serta kopi Wamena dari Papua. Selain itu, konsumen Amerika
saat ini semakin banyak yang meminta kopi organik dan fair trade. Kopi spesial
memiliki persyaratan khusus, yaitu biji kopi tanpa cacat primer, bersih dan ukurang
yang seragam, sehingga harganya relative lebih mahal. Selain Amerika Serikat yang
merupakan pasar kopi spesial terbesar, permintaan juga dating dari Eropa, Australia,
Jepang, Korea, dan Tiongkok. Kopi spesial adalah kopi Arabika pilihan. Di
Indonesia, terdapat tujuh sentra produksi kopi Arabika spesial, antara lain Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jawa Timur di kawasan Gunung Ijen, Kintamani
Bali, Toraja, Flores dan Papua. Tiap tahun produksi kopi jenis Arabika antara 90.000-
100.000 ton, yang merupakan kopi spesial sekitar 20.000 ton (Siswopurwanto, )

Kopi spesial memiliki karakteristik dan cita rasa yang khas. Kopi Sumatera
memiliki aroma yang kuat dan cita rasa kakao, tanah dan tembakau. Kopi Jawa
memiliki cita rasa yang nyaman, heavy body, dan rasa akhir yang bertahan serta cita
rasa herbal. Sementara kopi Bali terasa lebih manis dari kopi lainnya, dengan cita
rasa kacang dan jeruk. Kopi Sulawesi memiliki tingkat kemanisan dan body yang
baik, dengan cita rasa rempah yang hangat. Kopi Flores memiliki rasa heavy body,
manis, cita rasa cokelat dan tembakau. Kopi Papua terasa heavy body, cokelat, tanah,
dan cita rasa akhir rempah. Aroma kopi Indonesia tersebut berbeda-beda karena
berbagai alas an. Variabael yang paling berpengaruh adalah jenis tanah, ketinggian
tempat dari permukaan laut, varietas kopi, metode pengolahan dan penyimpanan.
Kombinasi faktor-faktor alam dan manusia tersebut menghasilkan rasa local yang
khas untuk setiap jenis kopi. Hampir semua jenis kopi indoesia memiliki rasa yang
spesial. Potensi lain yang menjadikan kopi Indonesia makin perpekstif di pasar dunia
adalah kopi luwak.

2.2 Budidaya tanaman kopi


2.2.1 Syarat tumbuh tanaman kopi
Menurut Rahardjo dan Pudji (2011), syarat tumbuh tanaman kopi adalah
sebagai berikut:
1) Tanah

Pada umumnya tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya dalam,
gembur, subur, banyak mengandung humus dan permeable, atau dengan klata lain
tekstur tanah harus baik. Akar tanaman kopi mempunyai kebutuhan oksigen yang
tinggi, yang berarti tanah yang drainasenya kurang baik dan tanah liat berat adalah
tidak cocok. Sebab tanah yang seperti itu akan sulit ditembus akar, peredaran air dan
udara pun akan menjadi jelek. Tanaman kopi menghendaki reaksi yang agak asam pH
5,5-6,5. Tetapi hasil yang baik seringkali diperoleh dari tanah yang lebih asam,
dengan catatan keadaan fisiknya baik, degan daun-daun cukup ion Ca+ +
untuk
fisiologi zat makanan dengan jumlah makanan tanaman yang cukup.

2) Iklim
Faktor iklim sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi.
Faktor iklim mencakup:
a. Daerah penyebaran, tingg tempat, dan suhu
Kopi adalah suatu jenis tanaman yang terdapat pada daerah tropis dan
subtropis yang membentang di sekitar garis ekuator, dan dapat hidup pada dataran
rendah dan dataran tinggi. Hal ini sangat bergantung pada jenisnya.
b. Curah hujan dalam satu tahun
Pengaruh curah hujan terhadap tanaman kopi, yang penting bukanlah
banyaknya, melainkan pemerataan atau pembagian curah hujan tersebut dalam
masa satu tahun. Batas minimal dalam satu tahun sekitar 1.000-2.000 mm, sedang
yang optimal sekitar 1.750-2.500 mm. Tanaman kopi memerlukan musim kering
maksimal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat.
c. Angin
Pohon kopi tidak tahan pada goncangan angin kencang, lebih-lebih dimusim
kemarau. Karena air itu akan mempertinggi penguapan air pada permukaan tanah
perkebunan. Selain mempertinggi penguapan, angin juga dapat mematahkan dan
merebahkan pohon pelindung yang tinggi, shingga dapat merusakkan tanaman
dibawahnya. Untuk mengurangi kerasnya goncangan angin, ditepi-tepi
perkebunan dapat ditanami pohon penahan angin. Kecuali itu pohon
pelindungjuga dapat mengurangi derasnya goncangan angin.

d. Pengaruh iklim terhadap produksi tanaman


Pengaruh iklim mulai nampak sejak cabang-cabang primer menjelang
berbunga dan hal ini akan terasa terus pada saaat bunga membuka sampai dengan
berlangsungnya peyerbukan, pertumbuhan buah muda sampai buah menjadi tua
dan masak. Semakin banyak penyinaran, maka persiapan pembentukan bunga pun
akan semakin cepat.
2.2.2 Bercocok tanam

Menurut Rahmat (2014) cara bercocok tanam kopi secara umum adalah sebagai
berikut:

1) Pembibitan

Untuk mengambil bibit kopi yang berkualitas biasanya petani langsung


mengambil dari kebun sendiri yang telah diketahui kualitas dari pohon kopi yang
akan diambil bibitnya. Bibit kopi dapat ditanam setelah umur 8-9 bulan. Sebelum
ditanam di tempat persemaian, semua biji dibenamkan lebih dulu. Pada tempat
perkecambahan dibentuk bedeng-bedengan dengan ukuran lebar 1,20 m dan panjang
2,40 m dan di atas bedengan biasanya diberi atap. Biji kopi akan berkecambah kurang
lebih satu bulan. Bibit yang sehat akan dipindahkan ke dalam polibag dengan hati-
hati agar akarnya tidak putus. Penyiraman bibit yang sudah dalam polibag dilakukan
dua kali sehari dan dijaga agar tanah tetap lembab. Setelah umur tiga bulan perlu
dilakukan pemupukan dengan pupuk Urea atau pun Za. Pupuk dilarutkan dalam air
dengan konsentrasi pupuk 1% kemudian disiramkan ke bibit kopi yang sudah
berumur tiga bulan.

2) Penanaman

Pada proses penanaman pengaturan jarak tanaman perlu dilakukan agar tiap
tanaman tidak saling mengganggu. Dewasa ini jarak tanam kopi berkisar 2,5-3 m
dengan perkiraan jumlah tanam per ha ada 1000-1500 pohon. Kurang lebih 2-3 bulan
sebelum musim tanam, lubang tanam sudah harus dibuat agar tanah dalam lubang
terkena sinar matahari. Lubang dibuat dengan dalam dan lebar enam puluh centi
meter. Musim penanamn yang baik adalah musim hujan. Bibit ditanam dengan hati-
hati agar akarnya tidak rusak. Kemudian, tanah sekitar tanaman dipadatkan.

3) Pemeliharaan

Agar tanaman kopi tumbuh dengan baik, maka perlu dipelihara dengan baik.
Pemeliharaan tanaman kopi meliputi:

a. Mengerjakan tanah
Agar peredaran udara dan air lancar, maka tanah disekitar tanaman kopi yang
baru ditanam perlu dilonggarkan dengan cara dicangkul tipis dengan jarak
kurang lebih tiga puluh centi meter dari batang.
b. Pemangkasan
Tanaman kopi jika dibiarklan saja dari kecil hingga besar tingginya bisa
mencapai sepuluh meter. Pemenggalan pucuk biasanya mulai dilakukan sejak
tanaman kopi masih kecil. Ketika tanaman kopi mulai tinggi, ranting-ranting yang
dibawah juga bisa dipangkas jika tidak memiliki daun lagi.
c. Pemupukan
Pupuk yang dulu digunakan oleh perkebunan adalah ZA, Urea, Fosfat alam, dan
sebagainya. Namun stelah ditemukan teknologi modern, pupu yang digunakan
adalah pupuk majemuk (pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur), seperti
Nitrofoska, Gandasil, Baifolan, dan sebagainya. Pemupukan dilakukan dengan
disebar di sekitar tanaman kopi dengan dosis segenggam tangan orang dewasa
atau disesuaikan dengan besarnya tanaman kopi. Umumnya pemupukan
dilakukan dua kali dalam setahun.
d. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit tanaman kopi dapat dilakukan dengan
pengendalian secara kimia seperti pestisida dan insektisida yang disemprotkan ke
tanaman kopi yang diserang hama. Jenis pestisida yang digunakan bergantung
pada jenis hama yang menyerang tanaman kopi. Penyakit dalam tanaman kopi
dapat berupa karat daun, bercak daun,kutu daun, ulat api,dan penggerek buah.
Pengendalian penyakit juga dapat dilakukan dengan memotong bagian tanaman
kopi yang terkena penyakit dan membuangnya agar tidak menular ke bagian yang
lain.
2.2.3 Pemanenan

Musim berbunga tanaman kopi sekitar 3-4 kali dalam satu tahun. Dengan
demikian, maka panennya pun mengikuti gelombang musim bunga . hal ini berjalan
3-4 bulan. Mulai dari bunga sampai buah kopi itu masak, memakan waktu 8-12
bulan. Pemetikan buah kopi dilakukan dengan tertib sekali, hanya kopi yang masak
saja yang dipungut satu per satu yaitu kopi yang kulitnya sudah berwarna merah. Jadi
pemungutan tidak boleh diracut satu dompol sekaligus. Kecuali jika buah itu semua
masak atau kering harus diambil. Apabila dalam pemungutan kopi terdapat pohon
kopi yang tinggi, pemungutan dilakukan dengan tangga yang dapat dipindah-
pindahkan.

Menurut Rahmat (2014) stadium perkembangan warna buah kopi meliputi lima
tahap, mulai dari buah kopi berwarna hijau hingga buah kopi berwarna merah tua
kehitaman. Karakteristik dari masing-masing stadium buah kopi adalah sebagai
berikut:

1) Buah hijau

Warna hijau memperlihatkan kondisi buah yang masih sangat muda. Apabila
pada stadium ini dipanen (dipetik), biji kopi masih berwarna hitam putih pucat dan
keriput dengan aroma yang dihasilkan flavor, acidity, dan body lemah. Selain
itu,buah kopi yang masih hijau dapat mengakibatkan cacat rasa, yaitu grassy,
bitterness, dan astringency sangat tinggi sehingga buah seperti ini belum layak
dipanen (dipetik).

2) Buah kuning atau hijau kekuningan


Warna buah yang kuning atau hijau kekuningan menunjukkan buah masih
mentah. Bila dipetik dan diproses maka akan menghasilkan biji kopi keabu-abuan
hingga hijau pucat dengan aroma flavor, acidity, dan body lemah. Selain itu juga
mengakibatkan cacat rasa, yaitu grassy, bitterness, dan astringency tinggi.

3) Buah merah kekuningan

Warna merah kekuningan yang segar dan sehat menunjukkan buah cukup
masak, fisik biji keabu-abuan dengan aroma dan cita rasa yang bagus, acidity
seimbang, body mantap, bitterness sedang, astringent sedang, dan tidak terdapat
cacat cita rasa. Buah stadium ini dapat dipetik (dipanen).

4) Buah merah penuh

Warna merah yang segar dan sehat menunjukkan buah cukup masak, fisik biji
keabu-abuan dengan aroma dan cita rasa yang bagus, acidity seimbang, body mantap,
bitterness sedang, astringent sedang, dan tidak terdapat cacat cita rasa, sehingga buah
pada stadium ini layak dipetik (dipanen).

5) Buah merah tua kehitaman

Warna merah tua kehitaman menunjukkan buah sudah terlalu masak dan akan
membusuk, fisik biji cokelat dan hitam dengan aroma dan acidity sedang, body
sedang, terdapat cacat cita rasa seperti earthy, moldy, dan stink sehingga buah
stadium ini perlu dipetik (dipanen).

Jadi berdasarkan perkembangan warna buah kopi, saat yang tepat untuk
memanen kopi adalah bila kulit buah kopi telah berwarna merah. Kopi Robusta
memerlukan waktu 8-11 bulan sejak kuncup sampai matang, sedangkan kopi Arabika
6-8 bulan. Kematangan buah kopi dapat dilihat dari kekerasan dan komposisi
senyawa gula didalam daging buah. Buah kopi yang sudah masak, daging buahnya
lunak, berlendir dan mengandung senyawa gula yang relative tinggi sehingga tersa
manis. Sebaliknya, daging buah kopi yang masih muda sedikit keras, tidak berlendir
dan rasanya tidak manis karena senyawa gula belum terbentuk secara maksimal.
Kandungan lender pada buah yang terlalu masak cenderung berkurang karena
sebagian senyawa gula dan pectin sudah terurai secara alami akibat respirasi. Panen
buah kopi berwarna merah dapat menghasilkan biji kopi dengan mutu prima. Secara
teknis, panen buah kopi merah (masak) memberikan beberapa keuntungan
dibandingkan panen buah kopi muda, antara lain:

1) Warna biji dan cita rasanya lebih baik


2) Mudah diproses karena warna kulitnya mudah terkelupas
3) Rendemen hasil atau perbandingan berat biji kopi beras per berat buah segar
lebih tinggi
4) Biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih besar (tidak pipih)
5) Waktu pengeringan lebih cepat

Pemanenan kopi biasanya dilakukan berdasarkan tingkatan kemasakan buah


kopi yang terdiri atas:

1. Tingkat permulaan yang disebut lelesan, yaitu pemungutan buah yang


dimakan bubuk dan buah kopi yang kering.
2. Tingkat pertengahan, yaitu pemungutan buah kopi yang masak di pohon.
3. Tingkat terakhir yang disebut racutan, yaitu pemungutan seluruh buah
kopi baik muda maupun tua.

Panen buah kopi dilakukan secara bertahap karena tanaman kopi berbunga
tidak secara serentak. Menurut Rahmat (2014) proses pemetikan buah kopi dibedakan
menjadi sebagai berikut:

a. Petik permulaan
Pemetikan permulaan bertujuan untuk memutuskan siklus pertumbuhan hama
dan penyakit, terutama hama bubuk (PBKo) yang menyerang buah kopi. Buah
yang sehat sebaiknya dipisahkan dan langsung diproses dengan sistem basah,
sedangkan buah yang terserang hama dan penyakit langsung direbus dengan air
panas selama kurang lebih 15 menit kemudian dijemur sampai kering dan diolah
dengan pengolahan kering.
b. Petik utama atau panen raya
Buah kopi pada tahap ini sudah banyak yang masak secara bersamaan
sehinngga pemetikan dilakukan secara selektif. Pemetikan hanya dilakukan
terhadap buah yang masak dan buah terserang hama dan penyakit. Buah yang
baik dan yang cacat dipisahkan agar dihasilkan biji kopi yang bermutu baik.
c. Panen habis atau racutan
Panen secara racutan merupakan pemetikan teradap semua buah kopi yang
tertinggal, termasuk buah yang masih hijau. Panen demikian biasanya dilakukan
pada pemanenan akhir. Tahap petik racutan dilakukan apabila jumlah buah yang
tertinggal di pohon antara 10-20 %. Hasil panen kemudian dipisahkan mana yang
sudah masak dan mana yang belum masak. Buah yang masih hijau diproses
secara kering, sedangkan buah masak bisa diproses secara basah.
d. Lelesan
Lelesan dilakukan terhadap buah kopi yang gugur karena terlambat petik.
Lelesan dilakukan dengan memungut buah kopi yang sewaktu panen berjatuhan.
Sebelum buah itu tumbuh sebaiknya dikutip satu per satu dan langsung diolah
secara kering. Agar cabang produksi dapat berbuah dengan stabil, cara panen
yang baik dan benar perlu diketahui terlebih dahulu.

2.3 Penanganan Pascapanen Kopi


Kegiatan pascapanen kopi meliputi sortasi buah, pengupasan, fermentasi,
pencucian, pengeringan, sortasi biji, pengemasan, penyimpanan, standarisasi mutu,
dan transportasi hasil. Penanganan kopi pascapanen perlu memperhatikan keamanan
pangan. Dalam upaya menghasilkan biji kopi yang bermutu sebagaimana
dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI), penanganan kopi pascapanen
perlu dilakukan tepat waktu, tepat cara, dan tepat jumlah. Adanya jaminan mutu kopi
yang diikuti ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu
serta berkelanjutan menjadi dasar keputusan dalam pemasaran pada tingkat harga
yang menguntungkan (Rahmat, 2014).

Kriteria mutu biji kopi meliputi aspek fisik, citarasa, kebersihan dan aspek
keseragaman serta konsisitensi. Semua itu sangat ditentukan oleh perlakuan pada
setiap tahapan proses penaganan pascapanen. Penanganan pascapanen secara
terintegrasi dapat menghasilkan produk primer berupa biji kopi dan produk sekunder
berupa kopi sangrai, kopi bubuk, kopi cepat saji dan beberapa produk turunan lain.
Pengembangan produk tersebut memberikan nilai tambah yang lebih besar, membuka
peluang pasar dan membuka tenaga kerja.

Penanganan pascapanen, khususnya pengolahan buah kopi, bertujuan untuk


memisahakan biji kopi dari daging buah, kulit tanduk, dan kulit ari. Proses
pascapanen memiliki peran penting menghasilkan kualitas kopi. Di samping itu,
penanganan pascapanen perlu memperhatikan keamanan pangan kopi dari
kemungkinan kontaminasi secara fisik, kimia, maupun biologi. Kontaminasi secara
fisik, yaitu tercampurnya biji kopi dengan benda asing, seperti rambut atau kotoran.
Kontaminasi kimia adalah tercampurnya biji kopi dengan bahan-bahan kimia.
Kontaminasi biologi merupakan tercampurnya biji kopi derngan jasad renik yang
berasal dari pekerja, kotoran atau sampah.
2.4 Perkembangan Teknologi Pengolahan Kopi

Selama kurang lebih 30 tahun yang terakhir ini perkembangan dibidang


teknologi pengolahan kopi lebih terbatas dibandingkan dengan perkembangan
dibidang budi daya. Namun demikian, ada juga beberapa perkembangan yang cukup
principal, yaitu mengenaimasalah fermentasi. Disamping itu ada pula perkembangan
dibidang peralatan, yaitu antara alat pengupas (pulper), alat pengering dan alat
sortasi, yang semuanya ditujukan kea rah peningkatan dank e arah efisiensi.

2.4.1 Penguapan dan Fermentasi

Pada tahun 1950 dari Kolombia tersiar berita bahwa fermentasi yang
merupakan salah satu tahap dalam proses pengolahan kopi, dapat mengakibatkan
penyusutan berat biji hingga 2-5 %. Selanjutnya berita ini memperoleh penegasan
dari hasil penelitian yang dilakukan di Brazil dan Salvador pada tahun 1951-1952.

Dalam hal ini Indonesia juga tidak ketinggalan, untuk mengadakan penelitian
yang dilakukan di CPV Bogor (BPP Bogor), oleh Jacob dan Leep tahun 1957 yang
juga member hasil serupa. Penelitian di laboratorium ini menunjukkan bahwa
fermentasi selama 36 jam menyebabkan penyusutan berat biji antara 1-4 % (pada
kopi Excelsa), sedangkan sebuah penelitian lain yang dilakukan di suatu perkebunan,
mendapatkan penyusutan rata-rata 7,7 %. Dalam penelitian ini tidak dijelaskan jenis
kopi yang dipakai namun ada kemungkinan jenis Robusta.

Melihat hasi-hasil penelitian tersebut, orang lalu berusaha untuk


memperpendek jangka waktu fermentasi, atau apabila mungkin meniadakan sama
sekali. Sejak itulah beberapa perkebunan mulai beralih dari mesin pengupas model
VIS kepada model RAUNG. Pengupas RAUNG ini dapat mengupas dan sekaligus
mencuci biji-biji kopi yang telah dikupasnya, tidak perlu fermentasi. Meskipun hasil
yang dicapai oleh prngupas RAUNG ini juga cukup memuaskan, namun mesin
pengupas ini memerlukan tenaga penggerak yang jauh lebih besar dari pada pengupas
VIS.Untuk kapasitas 30 kuintal per jam misalnya, pengupasan raung memerlukan
tenaga penggerak yang berkekuatan 25-30 tenaga kuda sedang pengupas VIS hanya
memerlukan 5-7 tenaga kuda. Dengan semakin mahalnya harga bahan bakar yang
cukup besar itu, maka perlu suatu pemikiran yang lebih cermat, kecuali bagi
perkebunan-perkebunan yang dapat menggunakan turbin-air sebagai sumber tenaga.

Berkat percobaan-percobaan yang dilakukan oleh Van Wijk dan Reverman di


kebun percobaan Sumber Asih pada musim panen tahun 1954-1955, akhirnya
persoalan tersebut dapat diatasi dengan jalan menggabungkan pengupas VIS yang
didikuti dengan pencucian pencuci Raung. Seperti telah dikemukakan dimuka, bahwa
mesin Raung adalah alat pengupas dan pencuci, namun dapat dipergunakan hanya
sebagai pencuci saja. Dari penelitian yang dilakukan oleh Soerjadiria (1972)
dibeberapa perkebunan kopi di Jawa Timur diperoleh data bahwa biaya pengupasan
dan pencucian memakai mesi Raung sebesar Rp 1,74,- per kg kopi biji sedangkan
jika memakai kombinasi pengupas VIS dan pencuci raung hanya Rp 1,37,- atau
kurang lebih 21 % lebih murah (1972). Dewasa ini semakin banyak perkebunan yang
memakai sistem kombinasi ini, terutama sesudah tahun 1972 (Panggabean, 2011)

2.4.2 Alat Pengering

Pada waktu sebelum perang, pengeringan kopi di perkebunan biasanya


dilakukan dalam “Rumah Pengering” VIS (Vis-Drooghuis). Tetapi sekarang
pengering VIS ini dianggap kurang praktis, sebab selama proses pengeringan (20-22
jam), hamparan biji-biji kopi itu harus terus-menerus dibolak-balik secara merata.
Sejak beebrapa tahun lalu, banyak perkebunan yang beralih kepada pengering Mason
yang berbentuk silinder. Pengering VIS yang sekarang masih ada juga yang dipakai;
pada umumnya bangunan tersebut berasal dari bangunan sebelum perang. Disamping
itu sejak kira-kira tahun 1969 ada pula beberapa perkebunan yang beralih dari VIS ke
pengering ADS (American Drying System) yang berbentuk menara.
Dari penelitian yang dilakukan di beberapa perkebunan di Jawa Timur dan
Jawa Tengah, ternyata pengeringan yang dilakukan pakai pengering Mason.
Pengering tersebut adalah yang paling murah diantara ketiga macam pengering.
Dalam tahun yang terakhir ini, memang semakin banyak perkebunan yang
menggunakan pengeringan Mason, lebih-lebih karena orang telah mendapat lebih
banyak pengalaman terutama dalam mengatur kecepatan putaran tromol untuk
mendapatkan warna biji kopi yang lebih dikehendaki.

2.4.3 Sortasi

Sejak tahun 1969 beberapa perkebunan telah menggunakan mesin sortasi


warna elektronik yang sortex. Pada dewasa ini mesin sortex dipakai antara lain di
Perkebunan Bojongrejo, di Jawa Tengah dan Perkebunan Satak, Kalibakar,
Garengrejo, Gunung Kumitir dan Sumber Jambe di Jawa Timur. Mesin ini hanya
khusus untuk memisahkan biji-biji yang warnanya menyimpang dari warna standar
yang dikehendaki. Dalam tahun 1973 ribuan ton kopi Indonesia telah ditolak masuk
ke Amerika Serikat oleh FDA (Food and Drug Administration), karena lebih dari 10
% rusak dimakan serangga. Kopi ini adalah yang berasal adri kopi rakyat, terutama
dari jenis Robusta. Sebelumnya Departemen Perdagangan sudah merencanakan untuk
melarang mengekspor kopi mutu Robusta, mulai tanggal 1 April1973. Namun
larangan ini kemudian dibatalkan karena jenis mutu tersebut masih banyak diminta
oleh pembeli di luar negeri, terutama di Amerika Serikat. Penolakan ini kemudian
diulang lagi pada tahun 1974, meskipun jumlahnya sudah berkurang. Kejadian-
kejadian ini merupakan pula salah satu pendorong baik bagi pemerintah maupun para
perusahaan ekspor, untuk mengadakan standarisasi mutu.

Dalam seminar standarisasi dan pengawasan mutu barang ekspor yang


pertama pada bulan Juni 1974 telah ditetapkan standar mutu dari 16 macam barang
ekspor, diantaranya termasuk pula kopi. Namun demikian, untuk melaksanakan
ketentuan-ketentuan standarisasi tersebut tentu masih diperlukan lagi waktu,
disamping peralatan yang harus tersedia dan dapat dipergunakan dengan mudah oleh
para petani kopi. Pada tahun 1975 ini masih ada juga petani kopi Indonesia yang
ditahan oleh FDA, walaupun jumlahnya sudah sangat berkurang.

2.5 Perdagangan Kopi di Indonesia dan Kebijakan Pemerintah pada Industri


Kopi
2.5.1 Perdagangan kopi di Indonesia

Kebutuhan kopi semakin bertambah seiring dengan pertambahan jumlah


penduduk serta kemajuan teknologi yang menimbulkan perubahan gaya hidup dan
tren. Manfaat dari meminum kopi sudah banyak dibuktikan oleh masyarakat, bahkan
beberapa pakar ilmu kedokteran dan medis banyak menuliskan artikel dari
penelitiannya tentang manfaat meminum kopi. Indonesia merupakan salah satu
penghasil kopi terbaik di dunia, khususnya untuk kopi Arabika. Hal ini dapat dilihat
dari jumlah ekspor dari Indonesia yang dilakukan oleh perusahaan eksportir
komoditas kopi. Beberapa tahun terkahir, berbagai perusahaan asing telah
melakukukan ekspansi besar-besaran untuk mendapatkan kopi arabika di Sumatera
Utara, Aceh Tenggara, dan Sulawesi Selatan, untuk jenis kopi Robusta, perusahaan
eksportir menginvestasikan usahanya di Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung,
Bengkulu, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara, Bali, dan Pulau Kalimantan, dan Papua.
Pada tahun 2003, ekspor kopi dari Indonesia sebesar 5.800 ton (bernilai US $ 17,9
juta). Sementara itu, impor kopi pada tahun yang sama mencapai 1.560 ton atau
setara US $ 3,56 juta (Rahmat, 2014).

Ditingkat petani kecil, kopi umumnya dijual dalam bentuk biji berkulit tanduk
dengan kadar air sekitar 20-25%. Untuk pemasaran kopi secara modern, terdapat
kelompok tani yang berguna untuk menampung hasil panen dari para petani kecil.
Sementara itu, untuk pemasaran secara tradisional, petani umumnya menjual hasil
panennya ke pasar tradisional. Setiap kelompok tani atau pengumpul di pasar
tradisional umumnya sudah memiliki jaringan supplier, kopi diolah dengan mengupas
kulit tanduk dengan menggunakan mesin huller. Setelah itu, supplier menjual
kembali dalam jumlah yang besar ke trader atau perusahaan eksportir. Dari eksportir,
kopi dijual dalam bentuk kemasan karung goni atau kantong plastic ke pasar umum,
baik dalam negeri maupun luar negeri.

Selama delapan tahun terakhir, pemasaran kopi Indonesia tergolong cukup


baik. Salah satu indikatornya adalah kenaikan harga jual kopi yang signifikan setiap
tahunnya. Selain itu, bertambahnya investasi dari pihak asing di beberapa kabupaten
di Indonesia, seperti dibangunnya gudang penyimpanan kopi di Berastagi (Sumatera
Utara) dan Takengon (Aceh) (Panggabean, 2011). Berikut beberapa hal penting yang
dirangkum penulis mengenai perdagangan kopi di Indonesia.

1. Sebagian besar pemasaran kopi di Indonesia dikuasai oleh pihak asing (negara
lain)
2. Pedagang besar lokal cukup banyak yang mengalami kebangkrutan, tetapi
pengumpul kecil bertambah.
3. Terjadi peningkatan luas areal perkebunan kopi Arabika dan Robusta di
berbagai wilayah.
4. Penguasaan harga berdampak sangat positif untuk petani kopi, yakni harga
jual semakin tinggi. Selama lima tahun terakhir, kenaikan harga rata-rata jual
kopi Arabika cabutan dan kopi Robusta defect lampung mencapai 100%.

Sudah menjadi kenyataan bahwa sebagian masyarakat di Indonesia


menggantungkan sector hidupnya dari sector pertanian. Industrialisasi pertanian
merupakan suatu kesepakatan strategi yang tepat untuk mengembangkan
perekonomian, khususnya untuk para petani. Industri yang berbasis pertanian
diupayakan mampu memberikan nilai tambah dan mendapatkan pengembangan dari
hasil pertanian. Melalui pengelolaan potensi sumber daya manusia yang baik dapat
menambah pengembangan perekonomian. Jika mengkaji dari segi prospek pasar dan
investasi, bisnis, dan usahatani mengenai kopi sangat menguntungkan. Pasalnya,
potensi wilayah penghasil kopi sudah sangat mendukung.

2.5.2 Pasar ekspor dan impor

Kopi dari Indonesia sudah mencapai pasar internasional tetapi kebanyakan


dalam bentuk produk mentah. Indonesia masih melakukan impor produk kopi jadi
dan teknologi untuk mengolah biji kopi (Panggabean, 2011).

a. Pasar ekspor.

Secara umum, ketidakstabilan pasar ekspor dapat disebabkan dari negara


tujuan ekspor yang hanya terpusat kepada beberapa negara. Pengembangan tujuan
ekspor belum mampu dilakukan karena biaya atau mutu kopi belum mampu bersaing.

b. Pasar impor.

Kebutuhan kopi domestic secara langsung akan menaikkan jumlah impor


kopi. Pada tahun 1994, jumlah importer atau supplier espresso machine (alat pembuat
beberapa menu kopi) relatif sedikit. Namun seiring berjalannya waktu, berbagai kafe
dan restoran penyedia menu kopi mulai menggunakan alat ini.

Menurut Panggabean (2011), impor kopi di Indonesia mengalami kenaikan


yang cukup besar setiap tahunnya, sebesar 74,44%. Karena itu, perlu adanya peran
serta pemerintah untuk mendorong pelaku bisnis menanamkan investasi pada
komoditas kopi.

2.5.3 Kebijakan pemerintah


Kebijakan pemerintah bertujuan untuk mengembangkan industry pengolahan
kopi dan menciptakan iklim investasi yang sehat dan meningkatkan daya saing
ekspor nasional.

Berikut tahapan pencapaian program klaster industry pengolahan kopi


Indonesia pada tahun 2008 (Panggabean, 2011).

Tabel 1. Tahapan pencapaian program klaster industri pengolahan kopi tahun 2008

1. Meningkatkan kerja sama interklaster dan antarklaster


Clustering 2. Meningkatkan fungsi kelembagaan
3. Monitoring dan evaluasi
Pembagunan lanjutan infrastruktur pertanian dan industri
Infrastruktur pengolahan kopi
Promosi investasi lanjutan bidang perkebunan, industri, dan jasa
Investasi perdagangan
1. Lanjutan penggalakan penanaman kopi jenis arabika
Bahan baku 2. Lanjutan peningkatan produktivitas kopi jenis robusta
3. Penyedia bahan baku industri secara kontinu
Melanjutkan usaha peningkatan peranan research and
Teknologi development di bidang teknologi pengolahan kopi
Melakukan diklat, baik budidaya tanaman kopi, pengolahan kopi,
SDM maupun pemasaran
1. Partisipasi pada pameran dan misi dagang ke luar negeri
Pasar
2. Mengurangi mata rantai jalur distribusi

Upaya lanjutan kemitraan antara petani kopi dengan pengusaha


Iklim usaha
industri dalam upaya meningkatkan iklim usaha yang kondusif

Menurut Panggabean 2011, kebijakan dan strategi ekspor kopi yang


diterapkan pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah menerapkan kebijakan panen yang berbasis pada teknologi padat
karya untuk menyerap SDM yang lebih besar dalam industry pengolahan kopi.
Penyerapan tenaga kerja di bidang usaha perkopian sebagian besar masih pada
sub sector perkebunan, sedangkan pada subsector industri pengolahan masih
sedikit. Pada industri-industri kopi kecil dan menengah pengolahan kopi masih
dilakukan secara tradisional, kurangnya pemahaman mengenai pengolahan kopi
menyebabkan rendahnya jumlah produksi kopi yang dihasilkan industrii kopi
kecil dan menengah. Kualitas serta mutu produksi yang dihasilkan juga terbilang
masih cukup rendah.
b. Dengan penggunaan teknologi padat karya, pengembangan industrialisasi kopi di
Indonesia diharapkan dapat membuka kerja sama antara petani kecil dan industry
kopi besar sehingga menyerap tenaga kerja yang berasal dari para petani kopi
kecil. Pengembangan industry kopi dalam semi padat karya ini juga diharapkan
memberikan efek distribusi pendapatan yang lebih langsung dan lebih besar
kepada para petani kopi. Untuk dapat memberikan hasil yang nyata dilakukan
penumbuhan dan penguatan kelembagaan usaha tani.
c. Kebijakan mengenai regulasi impor yang diterapkan oleh AS bagi ekspor kopi
yang masuk ke negaranya berusaha diatasi pemerintah Indonesia dengan
menerapkan ISCoffe (Indonesian Sustainable Coffe). ISCoffe merupakan
tindakan untuk melakukan sertifikasi terhadap produk ekpor kopi Indonesia agar
mampu memenuhi standar yang diterapkan dalam aturan perdagangan
internasional, sehingga mampu menangani masalah kebijakan regulasi standar
ekspor kopi yang diterapkan oleh Amerika Serikat.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, simpulan makalah sebagai berikut:

1. Potensi agribisnis kopi di Indonesia sangat terbuka, karena potensi sumber daya
lahan di Indonesia kopi di negara ini sangat luas dan juga kondisi alam yang
sangat mendukung. Selain itu, peningkatan konsumsi kopi dunia yang semakin
tinggi sangat membuka peluang ekspor kopi dari Indonesia.
2. Budidaya tanaman kopi meliputi pembibitan, penanaman, pemeliharaan, yang
harus disesuaikan dengan kondisi tanah dan iklim, serta proses yang terakhir
adalah pemanenan.
3. Penanganan pascapanen kopi di Indonesia bertujuan untuk memisahkan biji kopi
dari kulitnya agar siap diolah menjadi produk olahan kopi. Kegiatan pascapanen
meliputi sortasi buah, pengupasan, fermentasi, pencucian, pengeringan, sortasi
biji, pengemasan, penyimpanan, sttandarisasi mutu, transportasi hasil, dan
pengolahan menjadi produk olahan kopi.
4. Perkembangan teknologi pengolahan kopi di Indonesia masih terbatas jika
dibandingkan dengan teknologi dibidang budidaya sehingga Indonesia masih
lebih banyak mengekspor produk mentah alias biji kopi saja ke luar negeri.
Teknologi yang sudah diterapkan hanya pada pengupasan kopi, penguapan dan
fermentasi, alat pengering dan sortasi.
5. Perdagangan kopi Indonesia tergolong cukup baik dan telah memasuki pasar
ekspor dan impor dan kebijakan pemerintah juga menerapkan kebijakan pada
pengembangan panen yang berbasis teknologi, pengembangan industrialisasi
kopi, dan kebijakan mengenai regulasi impor.

3.2 Saran

Berdasarkan uraian di atas, saran dari makalah adalah sebagai berikut:


1. Membahas tentang agroindustri kopi di Indonesia.
2. Membahas tentang analisis peluang usaha bisnis kopi.
3. Membahas tentang produk-produk olahan kopi.

DAFTAR PUSTAKA

Budiman Haryanto. Prospek Tinggi Bertanam Kopi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. 2005. Statistik Perkebunan

Indonesia 2012 (Kopi),Jakarta

Panggabean Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta: PT Agro Media Pustaka

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan

Robusta. Jakarta: Penebar Swadaya

Rukmana Rahmat.2014. Untung Selangit dari Agribisnis Kopi. Yogyakarta: Andi

Siswoputranto, P.S. Kopi Internasional dan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius

Sri Najiyati, Danarti.2014. Kopi: Budidaya dan Penanganan Pascapanen. Jakarta:

Penebar Swadaya

Anda mungkin juga menyukai