PENDAHULUAN
Kopi bubuk merupakan salah satu jenis kopi yang banyak digemari
masyarakat (Maramis et al., 2013). Kopi bubuk berasal dari biji kopi yang
disangrai kemudian digiling, dengan atau tanpa penambahan bahan lain dalam
kadar tertentu tanpa mengurangi rasa dan aroma serta tidak membahayakan
bubuk (Evizal, 2013). Setiap daerah yang ditumbuhi tanaman kopi memiliki
(Coffea arabica) dan kopi robusta (Chanephora var. robusta). Selain kedua jenis
kopi tersebut Indonesia juga terdapat jenis kopi lain yaitu kopi luwak, kopi yang
bukan berasal dari spesies kopi khusus namun berasal dari buah kopi arabika atau
kopi robusta yang dimakan oleh hewan luwak (Krishnakumar et al., 2002).
yang dapat menyebabkan perubahan komposisi kimia biji kopi seperti karbohidrat
dan asam amino yang berperan penting dalam reaksi Maillard serta pembentukan
citarasa dari kopi (Belitz & Grosch, 1987). Reaksi Maillard menghasilkan zat
zat berbahaya dan berpotensi menyebabkan kanker sekitar 2 % kasus tiap tahun
1
didunia. Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa rata-rata
asupan akrilamida melalui makanan berada pada rentang 0,3 – 0,8 μg/kg BB/hari.
menjernihkan air minum, produksi plastik, dan bahan pewarna (Harahap, 2006).
Penelitian sebelumnya analisis akrilamida dalam kopi serbuk (tubruk) dan kopi
instan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) oleh Prabowo et al., (2016)
dengan pelarut asam fosfat, fase diam kolom sunfire C18 (150 × 4,6 mm id, 5 µm),
laju alir 0,15 mL/menit, dengan detektor UV, panjang gelombang 202 nm, dan
0,001 µg/g pada kopi serbuk (tabruk) dan kopi instan sebanyak 5,71 ± 0,03 µg/g.
kadar akrilamida dalam kopi bubuk tradisional dan kopi luwak yang beredar
menggunakan dua metode yang berbeda yaitu Kromatografi cair kinerja tinggi
MS).
2
1.2 Rumusan Masalah
kopi luwak yang dianalisis dengan metode Kromatografi cair kinerja tinggi
2. Berapa kadar akrilamida dalam kopi bubuk tradisional dan kopi luwak
massa (KG-MS).
Terdapat kandungan akrilamida dalam kopi bubuk dan kopi luwak yang
(KG-MS).
analisis kandungan akrilamida pada kopi bubuk dan kopi luwak serta
3
menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya untuk pengujian
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kopi
famili Rubiaceae dan genus Coffea, tumbuh tegak, bercabang dan bila dibiarkan
jenis golongan kopi, akan tetapi yang paling sering dibudidayakan adalah kopi
arabika (Coffea arabica) dan kopi robusta (Coffea canephora var. robusta)
sebagai berikut:
Ordo : Rubiales
Genus : Coffea
Spesies : Coffea sp
5
2.1.2 Morfologi Tumbuhan
sebagai berikut:
1. Akar
sistem perakaran yang dangkal, bagian akar berada di kedalaman 0-30 cm berguna
untuk tegaknya tanaman dan menolong bila terjadinya kekeringan. Bagian pusat
cenderung ke bawah 3 cm. Pada bagian tersebut muncul akar serabut yang merata
dan masuk lebih dalam yang berfungsi sebagai menyerap makanan. Sistem
2. Batang
Rubiaceae dari genus Coffea, tumbuh tegak, bercabang dan bila dibiarkan dapat
tumbuh mencapai tinggi 12 meter. Batang kopi tegak lurus dan pada setiap ruas
berbeda-beda. Cabang yang tumbuh tegak lurus atau vertikal disebut cabang
orthotrop atau wiwilan atau cabang air, sedangkan cabang yang tumbuh ke
samping atau horizontal disebut plagiotrop, cabang ini tempat tumbuh bunga atau
buah.
3. Daun
Daun pada cabang vertikal tumbuh berselang-seling, sedangkan daun pada cabang
6
horizontal tumbuh pada ruas yang sama dan tidak berselang-seling. Besar kecilnya
daun tergantung jenis kopi. Daun berbentuk bulat oval dengan ujung meruncing
sampai bulat. Daun tua berwarna hijau tua, daun yang masih muda berwarna
perunggu.
4. Bunga
Bunga kopi bertangkai pendek, saat mekar berwarna putih, sebelum mekar
berupa kuncup putih kehijauan berukuran panjang 5 mm. Bunga memiliki sekitar
diguyur hujan dan selama belum diguyur hujan, bunga tidak akan mekar dan
kekuningan selama 2 bulan atau lebih. Pada fase ini, bunga kopi dinamakan bunga
5. Buah
bulat seperti kelereng, diameter 1 cm. Saat masih muda, kulit kopi berwarna hijau
kemudian menjadi kuning, dan setelah masak berwarna merah. Biji kopi berada
pada bagian paling dalam buah kopi berwarna coklat kehijauan. Biji kopi
aroma kopi, sedangkan non volatil berpengaruh pada mutu kopi. Selain kafein dan
asam klorogenat biji kopi juga mengandung mineral, trigonelline, lemak, protein,
7
2.1.3 Penyebaran Tanaman Kopi
tepatnya tahun 1696. Pengiriman kopi pertama ke Indonesia gagal karena banjir
melanda kota Batavia. Pengiriman kedua dilakukan pada tahun 1699 sebagai
ekspor kopi pertama di Indonesia. Perdangan kopi mulai dimonopoli oleh VOC
Hindia Timur adalah kongsi dagang asal Belanda yang memonopoli aktivitas
diperluas hingga wilayah Bali, Sulawesi, di dataran tinggi Sumatera Barat, dan
serangan hama dan menyebabkan musnah beberapa kultivar yang ada. Sehingga
tanaman kopi yang musnah. Jenis kopi robusta yang tahan terhadap serangan
hama dan cocok untuk dibudidayakan di dataran rendah (Nurhakim & Rahayu,
2014). Saat ini, jenis tanaman kopi yang paling sering dibudidayakan secara
komersial di Indonesia yaitu kopi arabika (Coffea arabica), dan kopi robusta
Kopi adalah jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh dimana saja,
terkecuali pada tempat-tempat terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin
atau daerah-daerah tandus yang memang tidak cocok bagi tempat tumbuh
8
tanaman kopi (Aksi Agraris Kanisius, 1988). Di dunia perdagangan dikenal
beberapa jenis golongan kopi dengan famili Rubiaceae. Famili tersebut memiliki
banyak genus hampir 70 spesies, tetapi hanya ada dua spesies yang ditanam dalam
skala luas diseluruh dunia yang memiliki nilai ekonomis dan diperdagangkan
secara komersial yaitu kopi arabika (Coffea arabica) dan kopi robusta (Coffea
Kopi arabika tumbuh di daerah dengan ketinggian 700 – 1.700 m dpl, suhu
16 – 20 °C. Kualitas bijinya jauh lebih baik dari kopi robusta dan liberika. Kopi
arabika memiliki daun yang tipis. Aromanya kopi yang kuat dan wangi. Kopi
yang paling banyak dan paling dahulu dikembangkan. Tetapi jenis ini sangat tidak
tahan terhadap penyakit HV (Hemileia vastatrix) atau penyakit karat daun karena
Rahayu, 2014).
Kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1889 dengan
harga lebih murah dari pada kopi arabika dan mulai masuk ke indonesia pada
tahun 1900. Kopi robusta dengan bau yang khas memiliki rasa lebih cokelat, lebih
pahit, namun sedikit asam. Memiliki tekstur lebih kasar dibandingkan arabika.
Produksi kopi robusta lebih tinggi daripada kopi arabika dan liberika. Namun,
kualitas buahnya lebih rendah dari kopi arabika dan liberika. Keunggulan lain dari
9
kopi robusta diantaranya lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit HV
400 - 700 m dpl. Namun, dapat ditanam pada ketinggian kurang dari 400 m dpl
Kopi luwak (Civet coffee) adalah salah satu produk kopi khas Indonesia
yang dihasilkan dari feses hewan luwak, setelah hewan tersebut mengkonsumsi
buah kopi matang yang berwarna merah (Krishnakumar et al., 2002). Indonesia
merupakan negara pertama penghasil kopi luwak sejak zaman penjajahan kolonial
kopi luwak semakin diminati kalangan penikmat kopi lokal maupun mancanegara
Secara fisik kopi luwak sebenarnya hampir sama dengan kopi non luwak
perbedaannya adalah kopi luwak berasal dari buah kopi masak optimal yang
dipilih langsung oleh hewan luwak. Dalam pencernaan luwak biji kopi mengalami
proses fermentasi alami pada tingkat suhu optimal dengan bantuan mikroba dan
komposisi kimiawi biji kopi dan pembentukan senyawa prekursor citarasa seperti
asam amino dan gula reduksi. Sekresi hormon endogen pencernaan luwak
meresap kedalam biji kopi sehingga kopi luwak menjadi berbeda dengan kopi
biasa (Fuferti et al., 2013). Kopi luwak ada dua jenis berdasarkan buah kopi yang
dimakan yaitu kopi luwak arabika dan kopi luwak robusta sedangkan berdasarkan
10
proses produksinya, yaitu kopi luwak alami (kopi luwak liar) dan kopi luwak
Biji-biji kopi hijau belum memiliki aroma kopi, untuk hasil aroma kopi
menggunakan suhu tinggi (200 – 250 °C) dan penggilingan (Belitz & Grosch,
senyawa aroma dan rasa terbentuk melalui reaksi Maillard (reaksi pencoklatan
non enzimatik) menyebabkan terjadinya penurunan protein dan asam amino, asam
sebagian besar polimer karbohidrat, lemak, kafein, dan garam anorganik bertahan
hanya senyawa yang diinginkan terbentuk namun senyawa yang tidak diinginkan
juga terbentuk melalui reaksi Maillard dan pemanggangan merupakan salah satu
cara pembentukan akrilamida dalam biji kopi dimana hasil reaksi antara asam
murkovic, 2004).
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian seperti
sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi.
Sedangkan penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir biji kopi yang telah
11
2004). Proses penggilingan dibedakan menjadi dua yaitu secara tradisional dan
modern. Cara tradisional biasa dilakukan oleh petani dengan cara menumbuk kopi
sangrai dengan lumpang sedangkan cara modern dilakukan oleh industri dengan
menggunakan mesin yang dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sesuai
2.2 Akrilamida
makanan yang kaya karbohidrat pada pemanasan suhu tinggi diatas 120 °C.
dan karsinogen pada manusia. Jalur utama pembentukan akrilamida adalah reaksi
antara asam amino dan gugus karbonil dari gula pereduksi, yang dikenal sebagai
terutama pada keripik kentang, biskuid, roti, sereal, dan kopi (Harahap, 2005;
kristalin bening hingga putih tidak berwarna dengan bobot molekul 71,08 dan
tidak berbau. Senyawa ini sangat mudah larut dalam air, larut dalam aseton,
etanol, metanol dan dimetil eter. Tidak larut dalam heksan, kloroform, dan
diklorometana. Titik leleh akrilamida pada suhu 84,5 °C dan titik didih pada suhu
0,009 kPa (25 °C); 0,004 kPa (40 °C); dan 0,09 kPa (50 °C) (Friedman, 2003;
12
Harahap, 2006; Lingnert et al., 2002). Rumus struktur akrilamida terlihat pada
(Gambar 1).
digunakan sebagai produksi kertas, industri tekstil, sebagai flokulan dan koagulan
dalam proses pengolahan air minum dan limbah, bahan pengikat, pengatur
viskositas pada pemrosesan minyak mentah serta gel pada kosmetik (Friedman,
2003).
2.2.3 Farmakokinetika
nafas (inhalasi), dan lewat kontak dengan kulit utuh (rute dermal). Menurut FAO
absorpsi akrilamida diperkirakan cepat lewat rute oral. Kelarutan akrilamida yang
tinggi menjadi salah salah satu alasan bagi distribusinya yang cepat keseluruh
dimetabolisme oleh cairan enzim sitokom P450 lalu diekskresikan melalui urin
dan empedu. Waktu paruh eliminasi akrilamida pada tikus sekitar 2 jam,
13
sedangkan waktu paruh eliminasinya pada manusia belum diketahui secara jelas
dihasilkan ketika proses pemanasan suhu yang tinggi pada makanan seperti
keripik kentang, biskuid, dan kopi. Menurut IARC (International Agency for
pada manusia jika dikonsumsi secara berlebihan, senyawa ini juga memiliki efek
neurotoksik dan genotoksik pada hewan. Akrilamida juga terbukti toksik terhadap
pertumbuhan dan reproduksi pada tikus dan mencit serta dapat menyebabkan
tumor pada saraf pusat, kelenjer susu, kelenjer tiroid, uterus, dengan dosis letal
kasus tiap tahun di Swedia, bentuk monomernya bersifat racun terhadap sistem
saraf pusat, sedangkan bentuk polimer tidak bersifat toksik sehingga akrilamida
tidak bersifat kanker. Penelitian dari negara Swedia, Switzerland serta Amerika
14
menemukan bahwa terdapat konsentrasi akrilamida rata-rata pada bubuk kopi
sebanyak 200 µg/kg dari tiga sampel yang diuji (Harahap, 2006).
Penelitian sebelumnya analisis akrilamida dalam kopi serbuk (tubruk) dan kopi
instan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) oleh Prabowo et
al., (2016) menggunakan fase gerak asam fosfat : asetonitril : akuabides (1:5:94
v/v/v) dengan pelarut asam fosfat, fase diam kolom sunfire C 18 (150 × 4,6 mm id,
5 µm), laju alir 0,15 mL/menit, dengan detektor UV, panjang gelombang 202 nm,
dan volume injeksi 20 µL. Kopi serbuk memiliki kandungan akrilamida 7,03 ±
0,001 µg/g dan kopi instan memiliki kandungan akrilamida sebesar 5,71 ± 0,03
µg/g.
Akrilamida memiliki berat molekul 71,08 dengan kelarutan yakni 215 g/L
air pada suhu 25 °C. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa akrilamida
merupakan suatu senyawa dengan kepolaran yang tinggi dan bila ditinjau dari
memiliki pasangan elektron bebas sehingga dapat menyerap sinar UV. Analisis
yang memiliki validitas dan sensitivitas yang baik, tidak memerlukan tahap
derivatisasi terlebih dahulu, waktu analisisnya cepat dengan tingkat akurasi yang
tinggi (Harahap et al., 2005). hal ini mendasari penggunaan Kromatografi cair
15
kinerja tinggi fase terbalik dengan detektor UV untuk analisis akrilamida dalam
sampel.
paling sensitif untuk analisis akrilamida. Metoda ini telah digunakan untuk
al., 2004). Analisis akrilamida dalam kopi dan kopi produk dengan metode GC-
Phase Extraction). Metode ini menggunakan dua tahap pemurnian yaitu yang
pertama dengan larutan etanol dan Carrez untuk mengendapkan polisakarida dan
protein, dan yang kedua dengan kolom ekstraksi fase padat (SPE) yang terbukti
Espresso berada pada kisaran 11,4 – 36,2 µg dan 200,8 – 229,4 µg untuk sampel
kopi dan sereal. Hasilnya menunjukan bahwa kadar akrilamida pada produk kopi
gangguan spektra. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari
sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume
dahulu dengan sejumlah tertentu larutan standard dan diencerkan seperti pada
16
2.2.6 Mekanisme Terbentuknya Akrilamida dalam Makanan yang
Dipanggang
warna, rasa dan aroma pada makanan yang dipanaskan. Namun beberapa senyawa
ini ada yang tidak bermanfaat atau bahkan bersifat toksik bila dikonsumsi. Salah
satu hasil reaksi Maillard yang toksik adalah akrilamida. Reaksi Maillard dalam
(Zyzak et al., 2003). Reaksi Maillard merupakan suatu reaksi kompleks yang
terjadi antara senyawa karbonil (umumnya gula pereduksi) dengan suatu amina
(biasanya berupa asam amino, peptida atau protein). Rekasi ini pertama
2002).
interaksi antara senyawa karbonil dengan asam amino asparagin selama proses
reaksi eliminasi imina (Zyzak et al., 2003). Skema pembentukan akrilamida dapat
17
Gambar 2. Mekanisme pembentukan akrilamida melalui reaksi Maillard (Zyzak et
al., 2003).
Makanan
Karbohidrat dan asam amino merupakan senyawa kimia utama pada kopi
aroma pada kopi. Akrilamida terbentuk dari berbagai senyawa prekursor yang
banyak ditemukan pada makanan seperti asam amino atau protein, karbohidrat
terutama glukosa, fruktosa, dan lipida (minyak dan lemak). Semakin banyak asam
lemak tak jenuh maka semakin tinggi kadar akrilamida diakibatkan pembentukan
18
akrilamida pada lipid melalui mekanisme oksidasi asam lemak. Semakin banyak
gula pereduksi dan asam amino atau protein maka semakin tinggi kadar
dan lama pemanasan dengan kandungan akrilamida. Semakin tinggi suhu dan
120 °C. Menurut Bagdonaite & Murkovic, (2004) bahwa biji kopi yang
dipanggang untuk waktu yang lebih lama dan suhu yang lebih tinggi memiliki
lebih sedikit akrilamida dibandingkan dengan yang dipanggang pada waktu yang
cepat dan suhu yang lebih rendah, hal ini disebabkan karena perbedaan komposisi
c. Kadar air
diolah dengan kadar air yang tinggi seperti dikukus. Akrilamida juga tidak
ditemukan pada bahan makanan mentah atau bahan baku. Kadar air yang rendah
juga berkorelasi dengan semakin tingginya suhu yang digunakan untuk mengolah
bahan makanan. Dengan kadar air yang rendah pada bahan makanan maka tidak
perlu suhu yang tinggi untuk mengolah makanan tersebut sehingga mengurai
19
d. pH
dan meningkat seiring bertambahnya pH. Semakin tinggi pH maka semakin tinggi
e. Jenis kopi
signifikan lebih tinggi kadar akrilamida pada kopi Robusta (Coffea canephora
dan kuantitatif bahan dalam jumlah yang sangat kecil. KCKT mempunyai
kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang
yang cepat dalam banyak hal, dengan keunggulan zat-zat yang tidak menguap
atau tidak tahan panas dapat dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa perlu
20
protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat
Pemisahan dengan KCKT dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase
diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase
diamnya lebih non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada
kedua pemisahan ini, sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase
normal dan KCKT fase terbalik. Selain klasifikasi diatas, KCKT juga dapat
2007).
Kromatografi (partisi) fase terikat menggunakan fase diam dari silika yang
dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk
oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Fasa diam yang paling populer
adalah fase terbalik dan sebagai fase geraknya adalah campuran metanol atau
asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer (Gandjar & Rohman, 2007).
Komponen KCKT pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa,
21
pembuangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam
(Gandjar & Rohman, 2007). Instrumen dasar KCKT terlihat pada (Gambar 3).
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam, seperti wadah pelarut kosong
ataupun labu laboratorium. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak
antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus disaring
terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil. Selain itu, adanya gas
dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul
sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus lembam terhadap fase
22
gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,
teflon dan batu nilam. Pompa yang digunakan mampu mengalirkan fase gerak
dengan kecepatan alir 3 mL/menit tekanan 5000 psi dan mampu mengalirkan fasa
konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam Kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT) yaitu pompa dengan tekanan konstan dan pompa dengan
aliran fase gerak konstan yang sering digunakan (Gandjar & Rohman, 2007).
2.3.2.3 Injektor
penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi
dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal (Gandjar & Rohman,
2007). Suatu injektor lengkung, yang pas dengan lengkung bervolume tetap antara
sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke
kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD
0,1%. Saat ini, KCKT pada umumnya sudah menggunakan autosample injeksi.
Sampel disusun dalam sebuah rak sampel, kemudian secara otomatis sampel
23
diambil dengan syringe spuit Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Gandjar
2.3.2.4 Kolom
Suatu kolom yang biasanya berupa tabung baja yang terbuat dari stainless
dengan diameter partikel rata-rata (3, 5, atau 10 µm). Kolom dihubungkan pada
injektor dan detektor dengan tabung berdiameter dalam yang sempit, lebih kurang
0,2 mm, untuk meminimalkan volume yaitu ruang kosong didalam sistem ketika
kromatografi tidak terjadi dan pelebaran pita dapat terjadi melalui difusi
2.3.2.5 Detektor
keluar dari kolom. Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan
suara yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan atau
respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran
dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.
Detektor yang paling banyak digunakan ialah detektor UV/Vis. Detektor ini
didasarkan pada adanya penyerapan radiasi ultravolet (UV) dan sinar tampak
(Vis) pada panjang gelombang 190 - 800 nm oleh struktur atau gugus kromofor
dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh
24
detektor lalu mengalurkannya sebagai suatu kromtogram yang selanjutnya dapat
dievaluasi oleh seorang pengguna. Rekorder saat ini jarang digunakan karena
organik yang mudah menguap dan juga untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
senyawa dalam suatu campuran. Kromatografi gas ada dua macam yaitu:
kromatografi gas-cair, fasa diam yang digunakan cairan yang diikat pada suatu
pendukung sehingga solut akan larut dalam fase diam dan mekanisme sorpsi-nya
solut-solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui
kolom yang mengandung fasa diam dengan kecepatan yang tergantung rasio
25
Gambar 4. Diagram skematik pada Kromatografi gas (Gandjar & Rohman, 2007).
sebagai berikut:
Fase gerak atau disebut dengan gas pembawa karena tujuannya adalah
mambawa sampel (solute) menuju kolom dan tidak berpengaruh pada selektifitas.
Syarat gas pembawa adalah murni dan tidak reaktif, gas pembawa keadaan murni
agar tidak berpengaruh pada detektor dan disimpan dalam tangki bertekanan
tinggi (biasanya merah untuk hidrogen dan abu-abu untuk nitrogen). Gas
argon dan metana. Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik
dan jenis detektor yang digunakan. Helium merupakan tipe gas pembawa yang
26
(mengurangi pelebaran pita) dan Helium akan efisien pada kecepatan alir 40
Sampel dimasukan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik yang biasanya
berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik
tinggi daripada suhu kolom maksimum dan seluruh sampel akan menguap setelah
Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat sedikit bahkan sampai
sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit dilakukan jika sampel yang
disuntikkan terlalu kecil (pada kolom kapiler), maka ditempuh suatu cara untuk
disuntikkan ke dalam aliran gas pembawa atau ke dalam kotak panas yang
berfungsi untuk mengubah sampel cair menjadi fase gas tanpa terfraksinasi atau
aliran. Satu aliran akan masuk ke kolom dan satunya lagi akan dibuang. Aliran
relatif dalam kedua aliran ini dikendalikan dengan sejenis penghambat sepeti
katup jarum pada aliran yang dibuang. Laju alir diukur dan ditentukan nisba
27
yang mempunyai nisbah pemecah 1:100, maka sebanyak 0,01 µl sampel masuk ke
dalamnya terdapat fase diam, sehingga merupakan komponen yang sentral. Kolom
berfungsi sebagai pemisah mengandung fase diam yang biasanya berupa adsorben
(kromatografi gas, padat) atau caira. Kolom tersebut terbuat dari logam, gelas,
atau silika. Semakin sempit diameter kolom, maka semakin efisieni pemisahan
kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam
dan umumnya kolom dengan diameter 0,2 dengan sampel yang sangat kompleks.
Ada dua jenis kolom pada Kromatografi gas yaitu kolom kemas dan kolom
Fase diam yang dipilih berdasarkan polaritas dari sampel yang akan
diujikan. Fase diam yang polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa yang lebih
polar, sebaliknya fase diam yang non polar akan lebih berinteraksi dengan
senyawa yang lebih non polar. Semakin tipis lapisan penyalut sebagai fase diam,
maka semakin tinggi suhu operasionalnya. Untuk lapisan solut < 1 µm, suhu
operasional dapat mencapai 460 °C, sementara itu suhu minimnya dapat mencapai
5. Detektor
keluarnya fase gerak yang membawa sampel yang telah dipisahkan menjadi
28
komponennya. Detektor yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan
2007).
sebagai detektor maka akan mampu memberikan informasi data struktur kimia
memonitor ion tunggal atau beberapa ion yang karakteristik dalam analit, maka
batas deteksi ion-ion ini akan ditingkatkan (Gandjar & Rohman, 2007).
6. Pengaturan suhu
yakni kelarutan senyawa dan titik didih senyawa. Karena titik didih senyawa
kromatografi gas. Walaupun suhu kolom dapat berkisar antara 100 – 400 °C tetapi
tetap harus dikendalikan karena pada suhu tertentu fase diam berada dalam fase
campuran kompleks. Kelebihan dari meode ini yaitu dapat memisahkan senyawa
dengan baik dan dapat langsung di deteksi struktur senyawanya, serta kelemahan
29
ini yang hanya dapat memisahkan senyawa volatil dan semivolatil (Gandjar &
Rohman, 2007).
dianalisis dapat diubah menjadi ion-ion gas. Pada kromatografi gas hanya terjadi
30
III. PELAKSANAAN PENELTIAN
III.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu perangkat alat
porselen, labu ukur (Iwaki®), gelas piala (Iwaki®), erlenmeyer (Iwaki®), gelas ukur
(Iwaki®), tabung reaksi (Iwaki®), pipet tetes (Iwaki®), Vortex Mixer (VM 300),
III.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk analisis adalah empat sampel kopi bubuk
tradisional (dua kopi bubuk biasa dan dua kopi bubuk luwak), Akrilamida
(C2H3N) (Merck), heksana (C6H14) (Merck), aquabidest (Merck), dan kertas saring.
31
III.3 Prosedur Penelitian
sampling. Sampel yang dipilih adalah produk kopi bubuk robusta dengan bentuk
sediaan yang berbeda yaitu dua kopi bubuk biasa dan dua kopi bubuk luwak
dengan cara mencatat 10 merek kopi bubuk biasa yang dijual di kota Padang
Sumatera Barat, kemudian diberi nomor lot dikocok dan diambil dua nomor lot
untuk kopi bubuk biasa. Untuk kopi bubuk luwak dengan cara yang sama yaitu
mencatat 10 merek kopi bubuk luwak yang dijual di Sumatera, kemudian diberi
nomor lot dikocok dan diambil dua nomor untuk kopi bubuk luwak.
vortex mixer selama 5 menit. Setelah itu, campuran endapan didekantasi hati-hati,
dilakukan dua kali. Untuk mengekstraksi akrilamida, residu kopi yang telah
suhu 40 ± 0,1 °C. Lapisan aseton disaring dengan menggunakan kertas saring dan
2 mL fase gerak asetonitril dan air (2:98, v/v) dan dikocok untuk melarutkan
32
selanjutnya masing-masing larutan disaring menggunakan acrodisc syringe filter
2012).
asetonitril dan akuabides dengan perbandingan ( 2:98 v/v ) dan laju alir 0,5
sampel diinjeksikan ke dalam sistem KCKT dengan kondisi fase gerak, laju alir
dan panjang gelombang yang sama. Kemudian dari data yang diperoleh dipilih
kondisi yang memberikan harga efisiensi yang tinggi dan waktu retensi yang
mikrotube. Satu larutan sampel tanpa penambahan standar akrilamida dan lima
33
tetes aquabides dan di-ultrasonik untuk menghomogenkan selama 20 menit pada
suhu 40 ± 0,1 °C. Lapisan aseton disaring dengan menggunakan kertas saring dan
2 mL fase gerak asetonitril : air ( 2:98, v/v ) dan dikocok untuk melarutkan.
gerak asetonitril : akuabides ( 2:98, v/v ) laju alir 0,5 mL/menit. Tentukan Luas
Area dibawah kurva/ area under curve (AUC) masing-masing larutan dan kadar
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan induk akrilamida dilarutkan
dengan fase gerak asetonitril : aquabides (2:98, v/v) sampai tanda batas. Larutan
sebanyak 0,2 mL; 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; dan 2 mL. Masing-masing larutan
dimasukan ke dalam labu ukur 10 mL. Cukupkan dengan fase gerak asetonitril
dan aquabides (2:98, v/v) sampai tanda batas. Saring dengan acrodisc syringe
yang diperoleh dihitung dan buat kurva kalibrasi untuk menentukan persamaan
34
3.3.6 Pengujian Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi dan batas kuantitasi ditentukan dari regersi kurva baku yang
diperoleh. Nilai LOD = 3 × (SD/S) dan LOQ = 10 × (SD/S), standar deviasi (SD)
dari garis regresi yang dinyatakan sebagai Sy/x dan S merupakan nilai kemiringan
(slope atau b) pada persamaan garis atau regresi linier y = a + bx (Prabowo et al.,
2012).
analisis yang sesuai dan ditentukan luas area puncaknya. Konsentrasi Akrilamida
detektor UV dengan panjang gelombang 200 nm dalam 15 menit, laju alir lebih
kurang 0,5 mL/menit, fase diam oktadesilsilana (ODS atau C18) (phenomenek)
(150 mm × 4,6 mm id, 5 µm), fase gerak asetonitril : akuabides (2:98). Amati
hasil dan hitung luas area puncak/ area under curve (AUC) pada larutan baku dan
sebanyak 1 µL dengan mode splitless pada suhu 260 °C. Analsis dilakukan
spektrometri massa. Sampel dialiri dengan bantuan gas pembawa Helium dengan
kecepatan alir 1,6 mL/menit tekanan 13,7 kPa dan dipisahkan oleh kolom kapiler
35
5% fenil 95% metilpolisiloksan (HP-5) (30 m × 0,25 mm i.d × 0,25 µm ketebalan
film). Sistem ionisasi elektron untuk deteksi GC-MS menggunakan energi ionisasi
sebesar 70 ev. Suhu kolom dijaga pada 65 °C, ditingkatkan hingga 170 °C dengan
kenaikan 40 °C/menit dan ditahan selama 15 menit pada suhu 250 ºC. Waktu elusi
tiap sampel 30/menit. Aliran total 60 mL/menit, aliran kolom 0,50 mL/menit,
kecepatan linear 25,90 cm/detik, waktu retensi akrilamida 11,3 menit. Kemudian
keempat sampel kopi bubuk tradisional yang terdiri dari sampel A, B, C, dan D,
masing-masing yang telah dimasukan dalam vial yang berpenutup, dan telah
Y = a + bx
36
a = tatapan regresi ( perpotongan garis terhadap sumbu y )
x = konsentrasi ( µg/mL )
C = Cs × Fp × V
Fp = faktor pengenceran
V = volume (mL)
Cs× Fp× V
% b/v kadar = ×100 %
W
Fp = faktor pengenceran
V = volume (mL)
37
Keterangan: x = nilai dari masing-masing pengukuran
N = frekuensi penetapan
N – 1 = derajat kebebasan
3× SD
Rumus Limit of Detection (LOD) =
b
b = slope
10× SD
Rumus Limit of Quatitation (LOQ) =
b
b = slope
yaitu dengan menghitung nilai fragmentasi (m/z) dari hasil spektrum spektrometri
massa kemudian dibandingkan dengan angka similarity index (SI) pada pustaka
kromatografi gas spektrometri massa. Angka similarity index yang lebih besar
gas. Sehingga disimpulkan bahwa puncak tersebut adalah senyawa yang sama
dengan senyawa yang terbaca pada kromatografi gas. Bila ditemukan nilai
similarity index yang sama dari fragmentasi sebuah puncak maka dipilih
38
fragmentasi senyawa dengan berat molekul terendah sabagai fragmentasi puncak
39
DAFTAR PUSTAKA
Gandjar, I.G., & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan pertama.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
40
Krishnakumar, H., Balasubramanian, N. K., & Balakrishnan, M. (2002).
Sequential pattern of behavior in the common palm civet Paradoxurus
hermaphrodites (Pallas). International Journal od Comparative
Psychology, 15, 303-311.
Lingnert, H., Grivas, S., Jagerstad, M., Skog, K., Tornqvist, M., & Aman, P.
(2002). Acrylamide in food: Mechanisms of formation and influencing
factors during heating of foods. Scandinavian Journal of Nutrition,
46(4), 159-172.
Maramis, R. K., Citraningtyas, G., & Wehantouw, F. (2013). Analisis kafein
dalam kopi bubuk di kota Manado menggunakan spektrofotometri UV-
Vis. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(4), 122-128.
Marcone, M. F. (2004). Compotition and properties of Indonesian palm Civet
coffee (kopi luwak) and ethiopian Civet coffee. Food Research
International, 37, 901-912.
Najiyati, S., & Danarti. (1999). Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Nurhakim, Y. I., & Rahayu, S. (2014). Perkebunan Kopi Skala Kecil Cepat
Panen. Jakarta: Infra Pustaka.
Oktadina, F. D., Argo, B. D., & Hermanto, M. B. (2013). Pemanfaatan nanas
(Ananas comosus L. Merr) untuk penurunan kadar kafein dan perbaikan
citarasa kopi (Coffea sp) dalam pembuatan kopi bubuk. Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 1(3), 265-273.
Prabowo, M. H., Wibowo, A., & Yuliani, F. (2012). Identifikasi dan analisis
akrilamida dalam kopi serbuk (tubruk) dan kopi instan dengan metode
Kromatografi cair kinerja tinggi. Jurnal Ilmiah Farmasi, 9(1), 13-24.
Parliment, T. H. (2000). An overview of coffee roasting. In Parliment, T. H., Ho,
C. T., Schieberle, P (Eds.). Caffeinated Beverage: Health Benefits,
Physiological Effects and Chemistry (pp. 188–201). American
Chemical Society Symposium Series 754; American Chemical Society:
Washington.
Pittet, A., Périsset, A., & Oberson, J. M. (2004). Trace level determination of
acrylamide in cereal-based foods by gas chromatography–mass
spectrometry. Journal of Chromatography A, 1035: 123-130.
41
Soares, C., Cunha, S., & Fernandes, J. (2006). Determination of acrylamide in
coffee and coffee products by GC-MS using an improved SPE clean-up.
Food Additives and Contaminants, 23(12), 1276-1282.
Standar Nasional Indonesia (SNI). (2004). Kopi Bubuk. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
Suhono, B., & Tim LIPI. (2010). Ensiklopedia Flora Jilid 1. Bogor: PT. Kharisma
Ilmu.
Towaha, J., & Tjahjana, B. E. (2015). Kopi luwak budidaya sebagai diversifikasi
produk yang mempunyai citarasa khas. Jurnal SIRINOV, 3(1), 19-30.
Watson, D. G. (2010). Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi
dan Praktisi Kimia Farmasi (Edisi II). Penerjemah: W. R. Syarief.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Zyzak, D.V., Sanders, R. A., Stojanovic, M., Tallmadge, D. H., Eberhart, B. L.,
Ewald, D. K., Gruber, D. C., Morsch, T. R., Strothers, M. A., Rizzi, G.
P., & Villagran, M. D. (2003). Acrylamide formation mecanism in
heated foods. Journal Agricultural and Food Chemistry, 51, 4782-
4787.
42
LAMPIRAN 1. Skema kerja penelitian
Penyiapan alat
Ekstraksi akrilamida
(1.)Filtrat kopi yang telah dihilangkan (2.) Lapisan aseton (3.) Kemudian residunya
kandungan lemaknya kemudian disaring dengan ditambahkan 2 mL fase gerak
diekstrak dengan cara : kertas saring → asetonitril dan aquabides
uapkan dengan (2:98 v/v) → kocok (untuk
20 mL aseton + 2 tetes aquabides → Waterbath melarutkan) → saring dengan
dihomogenkan menggunakan kertas saring.
ultrasonik 20 menit suhu 40 ± 0,1 °C
KCKT GC-MS
Anaisis data
43
LAMPIRAN 1. (Lanjutan)
Pembuatan standar Adisi
Timbang 6 x 2,2 g bubuk kopi → enam mikrotube
dekantasi
Ekstraksi akrilamida
(1.) Filtrat kopi yang telah (2.) Lapisan aseton (3.) Kemudian residunya
dihilangkan kandungan lemaknya disaring dengan ditambahkan 2 mL fase gerak
kemudian diekstrak dengan cara : kertas saring → asetonitril dan aquabides
uapkan dengan (2:98 v/v) → kocok (untuk
20 mL aseton + 2 tetes aquabides → Waterbath melarutkan) → saring dengan
dihomogenkan menggunakan kertas saring.
ultrasonik 20 menit suhu 40 ± 0,1 °C
KCKT GC-MS
Anaisis data
44
LAMPIRAN 1. (Lanjutan)
Sistem KCKT
45