PENDAHULUAN
menjadi minuman yang nikmat. Sekarang ini kopi menjadi minuman paling populer
di dunia setelah air dan teh (Cornelis, 2019). Selain itu, kopi merupakan salah satu
Kopi mempunyai berbagai macam jenis, namun yang paling banyak diminati
yaitu jenis Arabika dan Robusta. Kopi Arabika merupakan kopi yang paling banyak
dikembangkan di Indonesia. Kopi ini memiliki aroma dan cita rasa yang kuat.
Berbeda halnya dengan kopi robusta, kopi Robusta merupakan salah satu jenis kopi
yang banyak dibudidayakan oleh penduduk karena kopi Robusta lebih mudah di
dihadapi oleh pecinta kopi adalah kandungan kafein di dalamnya. Hasil penelitian
mengandung lebih dari ribuan bahan kimia alami seperti karbohidrat, lipid, senyawa
berpotensi menyehatkan dan beberapa yang lain berpotensi bahaya. Salah satu
(Wachamo, 2017). Kafein memiliki efek farmakologis yang berguna secara klinis,
seperti merangsang sistem saraf pusat, dan memiliki efek kelelahan, lapar,
1
menyebabkan jantung berdebar, ketidaknyamanan perut, dan tremor. Kafein yang
terkandung dalam biji kopi berkisar 1,5% - 2,5% (Tjay & Rahadja, 2007).
Kafein adalah alkaloid psikostimulan purin yang berbentuk bubuk putih atau
bentuk jarum mengkilap, biasanya menggumpal, tidak berbau, rasanya pahit, dan
memiliki titik lebur 235° - 237°. Kafein sedikit larut dalam air, etanol, dan eter.
Namun, kafein mudah larut dalam kloroform dan lebih larut dalam asam encer
(Soraya, 2008). Jumlah kafein dalam kopi yang beredar di pasaran bervariasi karena
adanya campuran lain. Oleh karena itu, Badan Standardisasi Nasional telah
menetapkan standar kandungan kafein dalam bubuk kopi berada dalam kisaran
yang tinggi maka perlu dilakukan dekafeinasi untuk menghambat aktivitas kafein
memberikan data analisis yang berbeda, hal ini terjadi karena kandungan kafein
dalam kopi dipengaruhi oleh letak geografis dan jenis tanaman kopi. Beberapa dari
kopi bubuk yang dianalisa memenuhi syarat SNI dan ada beberapa yang tidak
memenuhi (Maramis, dkk., 2013; Aptika, dkk., 2015; Fatoni 2015 dan Arwangga,
dkk., 2016).
Suwiyarsa et al., (2018) melakukan penelitian analisis kadar kafein pada kopi
bubuk lokal yang beredar di kota Palu, dengan menggunakan Spektrofotometri UV-
Vis. Hasil penelitian kadar kafein dari enam sampel kopi bubuk lokal jenis arabika
2
A 0,83%, sampel C 1,60%, sampel E 1,29%, dan sampel F 1,72%, sedangkan dua
sampel lain tidak memenuhi syarat yaitu sampel B 2,06%, dan sampel D 2,63%.
Vis dan HPLC pada penetapan kadar kafein dalam kopi menunjukkan metode
menganalisis berapa kandungan kafein pada kopi yang beredar di Sungai Penuh
diajukan yaitu:
2. Apakah kopi bubuk yang beredar di kota Sungai Penuh telah memenuhi
2. Untuk mengetahui apakah kopi bubuk yang beredar di kota Sungai Penuh
3
1.4 Manfaat Penelitian
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Kopi merupakan minuman yang paling disukai banyak orang, baik pria
maupun wanita. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak mengenal kopi. Kopi
adalah minuman yang berasal dari pengolahan dan esktraksi biji pabrik kopi. Selain
rasa dan aromanya yang nikmat, kopi juga dipercaya dapat mengurangi resiko
kanker, diabetes, batu empedu dan penyakit jantung (Siti et al, 2014).
Selain itu, tanaman kopi (Coffea sp) merupakan komoditas ekspor utama
yang dikembangkan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi
di pasar dunia. Permintaan kopi Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu
seperti kopi Robusta yang memiliki keunggulan rasa yang kuat dan kopi Arabika
yang memiliki rasa yang unik dan nikmat (Hilmawan, 2013). Hal tersebut jelas
sangat menguntungkan bagi petani kopi maupun negara. Kebanyakan kebun kopi
Indonesia, dan 2 % dikelola oleh negara, serta 2 % lagi dikelola swasta (Kusmiati
2011). Kopi dikenal dengan kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein itu sendiri
adalah metabolit sekunder dari golongan alkaloid yang berasal dari tanaman kopi
dan memiliki rasa yang pahit. Peran utama kafein dalam tubuh adalah
memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Kafein tidak hanya terdapat
5
pada tanaman kopi, tetapi juga pada daun teh dan biji kakao (Netherland Nutritions
Center, 2013).
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Astridae
Ordo : Rubiaceace
Genus : Coffea
Spesies : Coffea sp
a. Akar
Tanaman kopi termasuk jenis tanaman berkeping dua (dikotil) dan berakar
tunggang (Panggabean, E. 2011). Akar kopi memiliki akar yan tumbuh tegak lurus
dengan pangkal hingga 45 cm. Menurut Subandi (2011), akar kopi tidak dalam
karena lebih dari 90% berat akar berada pada lapisan tanah 0-30 cm. Pada akar
utama, beberapa akar kecil tumbuh menyamping (meluas), sering disebut akar
6
lebar. Rambut akar, bulu-bulu akar, dan tudung akar tumbuh pada akar yang luas
Batang yang tumbuh dari biji disebut batang utama. Saat tanaman masih
muda, batang utama dapat terlihat dengan jelas. Setiap ruas tumbuh daun yang
saling berhadapan, kemudian tumbuh dua macam cabang yaitu cabang orthotrop
(cabang yang tumbuh secara vertikal) dan cabang plagiotrop (cabang yang tumbuh
secara horizontal).
c. Daun
Daun kopi berbentuk lonjong dengan ujung agak runcing. Daun tumbuh pada
batang, cabang dan ranting yang tersusun berdampingan. Susunan daun berselang-
seling di ranting. Daun muda berwarna perunggu, sedangkan pada daun tua
berwarna hijau tua (Rahardjo, 2012). Menurut Subandi 2011, jika intensitas cahaya
terlalu rendah, daun kopi akan menjadi lebih lebar, tipis dan lembek.
d. Bunga
Bunga pada tanaman kopi adalah bunga majemuk yang mempunyai bentuk
kisoma dan payung, kebanyakan 3-5 bunga, sehingga membentuk komposisi semu
antara 800-1500 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata adalah 15-
24ºC. Ketika suhu mencapai 25ºC maka dapat mengurangi aktivitas fotosintesis,
sehingga hasil yang kurang maksimal saat pemanenan. Pada tanaman kopi arabika
7
rentan terhadap penyakit karat daun. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa tamanan
ini terletak di area di bawah 800 meter di bawah permukaan laut (Najiyati dan
Danarti, 1997).
1. Berdaun kecil
4. Memiliki aroma dan cita rasa yang lebih enak dibandingkan kopi lainnya
(Anonim, 2013).
horizontal). Selain itu, kopi arabika memiliki warna kulit abu-abu, bila tipis menjadi
Daun kopi arabika berwarna hijau tua dengan lapisan lilin yang halus.
Daunnya mempunyai panjang empat hingga enam inci dan juga berbentuk oval atau
persegi panjang. Menurut Hiwot (2011), daun kopi arabika juga merupakan daun
sederhana dengan batang pendek, dan umur daun kopi arabika kurang dari satu
tahun. Pohon kopi arabika memiliki susunan daun bilateral, artinya dua daun
tumbuh dari batang yang saling berhadapan (Roche dan Robert, 2007).
pangkalnya ditutupi dengan dua ovula. Benang sari pada bunga ini terdiri dari 5-7
tangkai yang pendek. Arabika umumnya mulai berbunga setelah berumur 2 tahun.
Pada awalnya, bunga tumbuh dari ketiak daun yang terletak di batang utama atau
cabang reproduksi. Banyak bunga akan tumbuh di bawah ketiak daunnya yang ada
8
di cabang primer. Bunga ini berasal dari kuncup sekunder dan di reproduksi yang
Tidak seperti Arabika, Robusta tahan terhadap karat daun, dan membutuhkan
lebih tinggi. Inilah yang membuat kopi ini dapat bersaing dengan kopi lainnya. Saat
ini, luas perkebunan kopi di Indonesia relatif besar 90% terdiri dari kopi Robusta,
dataran rendah (Prastowo et al., 2010). Kopi Robusta bisa beradaptasi lebih baik
yang relatif cepat. Kopi ini biasanya sudah diproduksi ketika mencapai usia 2,5
tahun. Sedangkan produksi dan umur ekonomis kopi robusta berkisar antara usia 5-
15 tahun. Namun, tingkat produksi kopi robusta sangat dipengaruhi oleh faktor-
faktor berikut: Tingkat perawatan dan kondisi sekitarnya (Haryanto, 2012). Secara
morfologi, kopi robusta memiliki ciri-ciri buah berbiji, berbentuk lonjong, dengan
biji lebih pendek dari arabika (8-16mm) tetapi diameternya lebih besar (15-18mm).
Secara umum, kopi robusta memiliki bobot yang lebih ringan dibandingkan dengan
kopi arabika (0,4 g per biji). Kopi robusta lebih beraroma pahit daripada arabika.
9
2.1.5 Kandungan Kimia Kopi
1. Kafein
di dalam kopi tidak selalu berdampak buruk bagi kesehatan, karena dosis kafein
yang cukup dan tidak berlebih aman untuk dikonsumsi (Rahayu, 2007).
2. Trigonelin
Trigonelin adalah senyawa alkaloid yang berasal dari enzim metilasi niasin
(Farah, 2012). Senyawa trigonelin dapat menjadi pengahambat in vitro sel kanker
invasif, regenerasi dendrit dan akson hewan percobaan, serta meningkatkan daya
(Farah, 2012). Selain itu, dengan asam klorogenat dan fenol bersifat antibakteri dan
bekerja dengan cara menghancurkan dinding sel bakteri terdiri dari perbedaan kutub
antara lipid DNA dengan gugus biobase yang merusak dinding sel, Senyawa ini
3. Asam Klorogenik
Asam klorogenat adalah ester dari asam sinamat dan asam quinik. Kandungan
tertinggi ada di biji kopi, mendekati 14%, senyawa ini berperan dalam menentukan
kualitas dan rasa kopi. Selain itu, ester asam klorogenat dalam bentuk asam kafeik,
Asam ferulik dan asam p-koumaric memiliki fungsi sebagai antioksidan (Farah,
polaritas antara lipid yang membentuk DNA dan gugus alkohol, yang merusak
dinding sel, senyawa dapat masuk ke dalam sel bakteri (Yaqin dan Nurmilawati,
2015).
10
2.1.6 Manfaat Kopi
1. Nutrisi otak
Kafein dalam kopi memiliki peran dalam menjaga fungsi otak tetap terjaga.
Banyak pecandu kopi mengatakan tidak dapat berkonsentrasi pada pekerjaan tanpa
minum kopi.
2. Pereda Stress
Stres dan kopi berjalan beriringan. Manfaat kopi yang nyata untuk kesehatan
adalah menghilangkan stres. Stres kerja, stres kuliah, dan sebagainya. Itu bisa
diatasi dengan minum kopi. Jangankan minum kopi, menghirup kopi saja dapat
3. Mengobati Diabetes
dalam saluran pencernaan. Kopi dapat menurunkan diabetes hingga 50%. Asam
4. Keindahan Kulit
Selain bisa diminum dan memberikan manfaat Kesehatan. Kopi juga berguna
menggunakannya dalam bentuk lulur dan masker. Ada banyak salon yang
5. Melindungi Gizi
11
sehari dapat mencegah kanker mulut. Hal tersebut terjadi karena komposisi di
dalam kopi dapat mencegah pertumbuhan sel kanker dan kerusakan DNA.
6. Meningkatkan Stamina
Kafein dalam kopi diduga dapat meningkatkan stamina. Efek kafein adalah
untuk merangsang kerja jantung sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke otot-
otot yang menjaga tubuh agar tidak kehabisan energi terlalu cepat.
Kopi juga telah terbukti mencegah sirosis hati, dan penyakit hati lainnya. Ini
8. Pencegahan Kanker
1. Kopi Bubuk
Kopi bubuk adalah kopi olahan yang dibuat melalui proses penyangraian,
kemudian digiling.
2. Kopi Instan
Kopi instan adalah kopi olahan yang dibuat dengan cara penyangraian ekstraksi
3. Kopi Dekafein
Kopi dekafein adalah kopi olahan yang dimana tidak terdapat lagi kandungan
kafein di dalamnya.
12
4. Kopi Instan Dekafein
Kopi instan dekafein adalah jenis kopi olahan yang kandungan kafeinnya telah
5. Minuman Kopi Gula, Kopi Gula Susu dan Kopi Gula Krimmer
Minuman kopi gula adalah penggabungan dari kopi bubuk dengan gula,
minuman kopi gula susu adalah penggabungan dari kopi bubuk dengan gula dan
susu, sedangkan minuman kopi gula krimmer adalah penggabungan dari kopi
Kafein adalah zat psikoaktif yang dapat ditemukan di banyak sumber, seperti:
kopi, teh, soda, dan cokeat. Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbesar ke -
4 dengan outputnya adalah 350.000 ton dan nilai outputnya adalah 367 juta dolar
AS, peringkat keempat di dunia (Yahmadi, 2005). Konsumsi kopi telah meningkat
selama 10 tahun terakhir sebesar 98%. Salah satu alasannya adalah pengaruh gaya
hidup dan banyaknya tempat tinggal dan kafe menjadi tren tempat nongkrong anak
Kafein diketahui memiliki efek adiktif dan memiliki efek positif pada tubuh
dan kebahagiaan (Wilson, 2018). Selain itu, kafein memiliki efek farmakologis
yang bermanfaat secara klinis seperti stimulasi susunan saraf pusat, relaksasi otot
polos terutama otot polos bronkus, dan stimulasi otot jantung (Farmakologi UI,
2002).
13
Selain efek positifnya, kafein juga memiliki efek negatif pada tubuh manusia.
dikonsumsi dalam jumlah banyak dan teratur (Wilson, 2018). Selain itu, konsumsi
kafein yang berlebihan dapat memiliki efek negatif seperti detak jantung yang tidak
Meskipun hanya ada sedikit kafein dalam kopi, kafein memiliki peran sebagai
senyawa stimulan yang hampir identik dengan alkohol. Perbedaannya pada rasanya
yang pahit, bisa digunakan sebagai obat. Senyawa ini juga mempengaruhi kerja
sistem saraf pusat, otot dan ginjal. Kafein Memiliki efek langsung pada sistem saraf
daya pikir, peningkatan energi tubuh. Di dalam tubuh, kafein memiliki efek
antagonis pada fungsi tubuh adenosin (senyawa di otak yang membantu tertidur
dengan cepat) membuat seseorang sulit untuk tertidur setelah minum kopi.
Di dalam Farmakope Indonesia Edisi ke-3 kafein juga dikenal dengan nama
monogrofi dari kafein berdasarkan Farmakope Indonesia edisi ke-3 tahun 1979:
a. Pemerian
b. Kelarutan
Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam
14
c. Jarak Lebur
Antara 235˚C dan 237,5˚C; penetapan dilakukan menggunakan zat yang telah
d. Penyimpanan
(1,3,7-trimethilxantin)
elektromagnet dan molekul atau atom bahan kimia. Spektrofotometri UV-Vis juga
15
dalam molekul yang dianalisis sehingga UV-Vis lebih banyak digunakan untuk
spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya yang disinari pada permukaan material
dan cahaya setelah melewati material tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah
It/I0 atau I0/I t (rasio cahaya yang datang terhadap cahaya yang melewati sampel)
lain:
a. Kelebihan
b. Kekurangan
(Dewa, 2016).
yang luas sehingga hanya sedikit informasi tentang struktur yang dapat diperoleh.
Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran kuantitatif. Konsentrasi analit
16
2.3.2 Hukum Lamber-Beer
molekul suatu zat). Kedua pernyataan ini dapat digabungkan dalam hukum
A= a x b x c (g/L)
Keterangan:
A: absorbans
a: koefisien eksitasi
monokromator, kuvet, dan detektor. Cahaya dari sumber cahaya akan melewati
17
1. Sumber radiasi atau lampu
Sumber radiasi di sini adalah dua lampu terpisah yang mampu secara
yang cukup tinggi, stabilitas jangka pendek, dan distribusi spasial emisi yang
a. Lampu deuterium
Lampu digunakan dalam rentang panjang gelombang dari 190 nm hingga 380
lurus energi radiasi dalam rentang panjang gelombang ini. Sumber radiasi
deuterium memiliki masa manfaat kurang lebih 500 jam (Helwandi, 2016).
b. Lampu tungsten
Lampu ini merupakan campuran dari filamen tungsten dan gas yodium
Untuk daerah pengukuran 350-2000 nm, karena di daerah ini sumber radiasi "Iodine
Tungsten" memberikan energi radiasi dalam bentuk kurva, oleh karena itu cocok
c. Lampu xenon
Lampu xenon akan memiliki sensitivitas terbaik pada panjang gelombang 500 nm
(Helwandi, 2016).
18
2. Monokromator
a. Filter optik
tampak yang ditransmisikan berwarna terang sesuai dengan warna filter yang
digunakan. Filter yang baik didasarkan pada interferensi cahaya yang saling
b. Prisma
c. Kisi difraksi
Potongan kecil dari kaca cermin di mana banyak garis bergerak yang sama
dipotong menjadi beberapa bagian, kisi beberapa ribu per milimeter, untuk
d. Kuvet
Kuvet adalah wadah sampel yang akan dianalisis. Dari bahan yang digunakan,
ada dua macam kuvet yaitu kuvet silika leburan dan kuvet kaca. Kuvet silika yang
menyatu dapat digunakan dalam rentang pengukuran 190-1100 nm. Kuvet kaca
19
e. Detektor
Fungsi detektor adalah mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal
elektronik. Beberapa jenis detektor: detektor fotosel, detektor tabung foton vakum,
detektor tabung pengganda foton, dan detektor PDA (photodiode array). Detektor
PDA memiliki jumlah elemen 128 – 1024, PDA baru dibuat di tengah dengan dioda
kontinu 25,6 mm dan jarak 25 mm, sehingga mereka tidak hanya mampu
juga pada rentang yang lebar. jangkauan Dan mengukur panjang gelombang
serapan, gelombang dengan akurasi yang kurang lebih sama. (Helwandi, 2016).
gelombang cahaya tertentu oleh bahan yang diperiksa. Setiap zat memiliki
Banyaknya cahaya yang diserap oleh suatu zat sebanding dengan konsentrasi zat
20
BAB III. METODE PENELITIAN
Padang.
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, corong
pemisah, spatel, kertas saring, batang pengaduk, pipet tetes, pipet volume, labu ukur
(100 mL, 50 mL, 10 mL), tabung reaksi, gelas ukur, beker glass, erlenmeyer, alat
Visibel.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kopi bubuk lokal
(p.a), Plat KLT Silica gel 60 F254, kafein baku standar, Bromothymol Blue (BTB),
Kalsium Klorida (CaCl2), Natrium Hidroksida (NaOH 0,1 N), Hidrogen Peroksida
Sampel yang digunakan yaitu 3 produk kopi bubuk lokal jenis Arabika yang
21
Kemudian disaring dan masukkan ke dalam corong pisah, lalu difraksinasi empat
kali berturut turut dengan kloroform 125 mL. Tunggu selama 15 menit, maka akan
terbentuk lapisan fase air dan fase kloroform. Fase kloroform dipisahkan dan
diletakkan dalam wadah yang berbeda. Kemudian gabungkan fase kloroform dan
dimasukkan ke dalam labu 50 mL, cukupkan hingga tanda batas dengan methanol
pada lempeng KLT, dan masukkan ke dalam chamber dengan fase gerak kloroform,
methanol (p.a), dan aquadest (100:13,5:10), (Fatoni, 2015). Kemudian diukur dan
violet.
Masukkan 100 mg kafein standar ke dalam labu ukur 100 mL, larutkan
sampai tanda batas dengan aquadest dan kocok sampai homogen, hingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 1000 ppm, dipipet 5 mL larutan dalam labu ukur 100
22
3.6.2 Penentuan Kurva Kalibrasi
sebanyak 0,8 mL; 1,2 mL; 1,6 mL; 2 mL; 2,4 mL ke dalam labu ukur 10 mL,
Diambil dari salah satu deret konsentrasi yang telah dibuat yaitu 8 ppm.
Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang antara 200 nm – 400 nm.
tambahkan methanol sampai tanda batas dan ukur serapannya pada panjang
dengan rumus :
Y = a + bx
∑Y−b∑X
a=
𝑛∑𝑋 2 −(∑𝑋 2 )
𝑛∑XY− ∑X ∑Y
b= 𝑛
𝑛∑X1Y1−(∑X1)(∑Y1)
r = √{𝑛∑𝑋12 − (∑𝑋1)2 }{𝑛∑𝑌12 − (∑𝑌1)2}
23
Keterangan:
a: Konstanta (intersep)
n: Banyak data
r: Koefisien korelasi
Keterangan:
lebih kelompok sampel data. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara
kadar Kafein Kopi Bubuk Lokal variasi kopi Arabika. Data yang diperoleh
merupakan data primer dan berskala ratio , sehingga dilakukan analisis kuantitatif
24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil uji Reaksi warna sampel ekstrak Kopi (Coffea sp.) merk Radjea, Saliho,
Gambar 13).
Tipis (KLT) terhadap sampel ekstrak kopi (Coffea sp.) diperoleh hasil bahwa
sampel positif mengandung Kafein. Ekstrak Kopi yang dideteksi dengan sinar
UV 254 nm didapatkan dari ekstrak kopi Radjea, Saliho, Berlian dengan nilai
diukur pada rentang panjang gelombang 200 – 400 nm adalah 272 (Lampiran
6. Berdasarkan hasil uji kuantitatif Kafein pada ekstrak kopi (Coffea sp.) dengan
R adalah sebesar 2,963 mg/g; kadar rata-rata kafein dari ekstrak kopi S adalah
25
sebesar 2,337 mg/g; kadar rata-rata kafein dari ekstrak kopi B adalah sebesar
signifikan antara kadar Kafein ketiga sampel kopi (p<0,05) (Lampiran 15,
Tabel 8, 9, 10,11).
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini digunakan tiga sampel bubuk kopi lokal dengan merek
yang berbeda yaitu kopi Radjea, kopi Saliho, kopi Berlian. Bubuk kopi lokal ini
dipilih karena memiliki aroma dan rasa yang khas, dan memiliki rasa yang enak,
mudah didapat dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat terutama kalangan orang
dengan aquadest panas dan CaCO3 , dengan tujuan untuk membantu pendesakan
kafein dalam kopi sehingga larut dalam air atau untuk mengikat bahan-bahan yang
kafein dan zat-zat lain dalam kopi karena CaCO3 larut dalam keadaan panas. CaCO3
akan mengendap apabila dingin sehingga larutan perlu disaring dalam keadaan
kloroform karena kafein larut dalam 6 bagian kloroform. Metode Fraksinasi ini
26
Menurut Misfadhila (2016) adanya penambahan CaCO3 berfungsi untuk
memutuskan ikatan kafein dengan senyawa lain, sehingga kafein akan ada pada
basa bebas. Kafein dalam basa bebas tadi akan larut dalam kloroform, karena
konsentrasi zat yang di ekstraksi pada dua lapisan yang terbentuk. Terbentuknya
dua lapisan disebabkan karena berat jenis antara kedua larutan tersebut berbeda
Hasil yang diperoleh dari pengukuran panjang gelombang kafein pada konsentrasi
8 ppm dalam pelarut methanol pa pada 272 nm. Panjang gelombang inilah yang
digunakan untuk mengukur serapan pada kurva kalibrasi dan penetapan kadar pada
antara lain: dengan jumlah yang sangat kecil dapat dipisahkan dengan jelas, hasil
27
pemisahan lebih baik, dan butuh waktu singkat dengan sedikit alat. Berdasarkan
hasil analisa kualitatif pada plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT), untuk
pembanding kafein murni dan sampel ekstrak kopi yang sudah ditotolkan terdapat
noda ketika dilihat dibawah lampu UV 254 nm, dengan nilai Rf masing-masing
yang diperoleh untuk pembanding kafein murni sebesar 0,58 dan esktrak kopi
sebesar 0,58. Menurut Depkes RI, 2008 jika zat uji yang diidentifikasi dan baku
pembanding itu sama, maka terdapat kesesuaian nilai Rf. Nilai Rf adalah
perbandingan jarak yang ditempuh suatu senyawa dengan jarak yang ditempuh oleh
pelarut. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel ekstrak kopi
pada pembanding dan sampel ekstrak kopi yang akan diamati perubahan warna
menjadi warna violet; pada penambahan CaCl2 , BTB, dan juga NaOH 0,1 N pada
pembanding dan sampel ekstrak kopi yang akan diamati perubahan warna menjadi
warna biru terang. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sampel
ekstrak kopi memiliki warna yang sama dengan senyawa pembandingnya. Hal ini
Analisa kuantitatif menggunakan standar kafein murni dan dibuat deret 5 seri
gelombang 272 nm. Diperoleh persamaan regresi linear yaitu y = 0,0232 + 0,0436x
dengan nilai koefisien korelasi 0,9991. Menurut Hermita (2004), nilai koefisien
korelasi yang baik hampir mendekati 1. Hal ini berarti bahwa perbandingan kadar
28
dengan parameter yang diukur memiliki linearitas yang baik. Artinya, parameter
regresi linear peneliti juga menghitung uji batas deteksi (limit of detection, LOD)
merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih
LOQ) merupakan parameter pada analisa renik dan diartikan sebagai kuantitas
terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan
seksama (Harmita, 2015). Nilai Batas deteksi dan batas kuantitasi yang didapatkan
persamaan regresi linear. Kadar kafein rata-rata yang diperoleh pada sampel kopi R
sebesar 2,963 mg/g atau 0,2963 % b/b; sampel kopi S sebesar 2,337 mg/g atau
0,2337 % b/b; sampel kopi B sebesar 1,306 mg/g atau 0,1306 % b/b. Jadi kadar
kafein dari ketiga sampel kopi kurang memenuhi persyaratan menurut SNI karena
Lalu dilanjutkan dengan uji keseksamaan. Uji keseksamaan atau uji presisi
merupakan ukuran derajat kesesuaian antara hasil individu dari rata-rata jika
campuran yang homogen (Harmita, 2006). Hasil percobaan yang dilakukan didapat
nilai koefisien variasi pada sampel kopi R sebesar 1,54 % dan nilai standar deviasi
(SD) sebesar 0,0455. Hasil percobaan yang dilakukan didapat nilai koefisien variasi
pada sampel kopi S sebesar 1,01 % dan nilai standar deviasi (SD) sebesar 0,02371.
29
Hasil percobaan yang dilakukan didapat nilai koefisien variasi pada sampel kopi B
sebesar 1,86 % dan nilai standar deviasi (SD) sebesar 0,0360. Syarat uji
didapatkan menunjukkan ketelitian yang tepat pada sampel kopi Radjea, kopi
Saliho, dan kopi Berlian. Karena masuk dalam kriteria nilai KV yang
diperbolehkan.
analisa ANOVA satu arah. Uji ANOVA satu arah merupakan analisa statistik yang
ingin melihat perbedaan (variasi), misalnya variasi rata-rata yang disebabkan oleh
satu faktor (baik terkontrol ataupun random) (Rohman, 2014). Pada Analisa
ANOVA jika sampel memilki nilai signifikansi ≤0,05 maka sampel dikatakan tidak
memiliki perbedaan yang signifikan, begitu pula saat sampel memiliki nilai
penelitian ini hasil yang didapatkan pada uji ANOVA yaitu nilai signifikansi sebesar
0,000 yang artinya ≤ 0,05, yang menunjukkan bahwa kadar pada sampel
Uji ANOVA dilanjutkan dengan uji Duncan. Pada penelitian ini ketiga sampel
kopi didapatkan hasil angka yang terletak di subsheet yang berbeda. Hal tersebut
menyatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara ketiga sampel kopi (kopi
Radjea, kopi Saliho, kopi Berlian). Apabila angka tersebut berada di subsheet yang
sama maka sampel tidak memiliki perbedaan yang signifikan, begitu juga apabila
angka muncul pada subsheet yang berbeda maka sampel ketiga kopi memiliki
30
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil uji statistik ANOVA satu arah program SPSS 25.00
b/b. Jadi kafein pada ketiga sampel kopi tidak memenuhi persyaratan
5.2 Saran
Disarankan untuk penelitian dengan hal yang sama yaitu pada saat melakukan
proses fraksinasi dengan corong pisah larutan kopi harus dalam keadaan panas.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bonnie K. Bealer, Bennet Alan, dan Weinberg, 2010, The Miracle of Caffeine:
Manfaat Tak Terduga Kafein Berdasarkan Penelitian Paling Mutakhir,
Qanita PT Mizan Pustaka, Bandung.
32
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dewa, Kopi. 2016. Perbedaan Kopi Arabika dan Robusta. Diakses tanggal 23
maret 2020. http://kopidewa.com/cerita-kopi/arabika-robusta.
Farah, A. 2012. Coffe Constituens in Coffe : Emerging Health Effects and Disease
Revention. First Edition. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd.
Farmakologi UI. 2002. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. Fatoni,
A. 2015. Analisa Secara Kualitatif dan Kuantitatif Kadar Kafein dalam
Kopi Bubuk Lokal yang Beredar di kota Palembang Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis. Palembang: Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Bhakti Pertiwi.
Gandjar, I. G., & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 222-226, 242-244, 253-256, 378-379.
Hamni. 2013. Potensi Pengembangan Teknologi Proses Produksi Kopi Lampung.
Jurnal Mechanical, 4(1) : 15-16.
Harmita. 2006. Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi, Departemen
Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, Jakarta.
Harmita. (2015). Analisis Fisikokimia : Potensiometri & Spektroskopi, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Haryanto. 2012. Prospek Tinggi Bertanam Kopi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
33
Maramis, R. K., Citraningtyas, G., & Wehantow, F. 2013. Analisis Kafein dalam
Kopi Bubuk Lokal di kota Manado Menggunakan Spektrofotometri UV-
Vis. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. 2(4), 122-3520.
Misfadhila, S., Zulharmita, Dan D. H. Siska (2016). Pembuatan kafein salisilat
secara semisintesis dari bubuk kopi olahan tradisional kerinci. Vol . 8 (2):
175-188.
Najiyati, S. dan Danarti. 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Rahardjo P. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta.
Jakarta: Penerbar Swadaya.
Rahayu, Tuti., dan Rahayu, Triastuti., 2007, Optimasi Fermentasi Cairan Kopi
Dengan Inokulan Kultur Kombucha. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi,
Vol. 8, No. 1: 15-29.
Roche, D dan Robert, 2007. A Family Album Getting to The Roots of Coffee’s Plants
Heritage. (www.roastmagazine.com). Diakses pada tanggal 15 Maret 2013.
34
Soraya, N. 2008. Isolasi Kafein Dari Limbah Teh Hitam CTC Jenis
Powder Secara Ekstraksi. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Susanti, H., Araaf, N. P., & Kusbandari, A., 2019, Perbandingan Metode
Spektrofotometri UV dan HPLC pada Penetapan Kadar Kafein dalamKopi,
Majalah Farmasetika, 4, pp. 28-33.
Suwiyarsa, I. N., Nuryanti, S., and Hamzah, B., 2018, Analisis Kadar Kafein dalam
Kopi Bubuk Lokal yang Beredar di Kota Palu, Jurnal Akademika Kimia,
7(4). Pp. 189-192.
Swastika KD. 2012. Efek kopi terhadap kadar gula darah post prandial pada
mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
tahun 2012. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/38931 - Diakses
2 September 2016
Tjay, T. H, & Rahadja, K. 2007. Obat obat penting, khasiat penggunaan dan efek
efek sampingnya ( Edisi IV). Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Van Der Vossen, H. A. A. M., dan Wessel, M. 2000. Plant Resources of South East
Asia. The Netherlands: Backhuys Publisher : 66-74.
Van Steinn CGGJ. 2008. Flora, Cetakan ke -7. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Wachamo, H. L. 2017. Review on Health Benefit and Risk of Caffeine
Consumption. Medical & Aromatic Plants Journal, 11:416.
Wilson, C. 2018. The Clinical Toxicology of Caffeine: A Review and Case Study.
Elsivier (Toxicology Reports), 5: 1140-1152.
35
36
Lampiran 1.
37
Lampiran 2.
38
Lampiran 3.
39
Lampiran 4.
40
Lampiran 5.
41
Lampiran 6.
42
Lampiran 7.
43
Lampiran 8.
44
Lampiran 9.
45
Lampiran 10.
46
Lampiran 11.
47
Lampiran 12.
48
Lampiran 13.
49
Lampiran 14.
50
Lampiran 15.
51