Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN PENYEGAR

ACARA I
PENGOLAHAN TEH

KELOMPOK III

Penanggung Jawab:
Annisa Wulansari A1F015026
Dhenadya Savira Bintang A1F015078

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman perdu yang digunakan

sebagai bahan baku minuman penyegar. Tanaman teh (Camellia sinensis)

dibudidayakan secara luas di berbagai negara dan telah memberikan kontribusi

yang tidak sedikit bagi perekonomian negara-negara tersebut. Negara-negara yang

tercatat sebagai produsen teh terbesar di dunia diantaranya China, India, Sri

Lanka, Jepang, Kenya, bangladesh dan Indonesia. Selain itu, teh adalah jenis

minuman yang paling banyak dikonsumsi manusia dewasa setelah air putih dan

diperkirakan manusia mengkonsumsi teh tak kurang dari 120 ml setiap harinya

(Damayanti, 2008).

Pengolahan teh dikelompokkan menjadi empat, yaitu teh putih (white tea),

teh hijau (green tea), teh hitam (black tea), dan teh oolong. Proses pengolahan dan

analisa mutu merupakan hal penting untuk menentukan tingkat kualitas teh.

Kualitas teh dapat ditentukan dari daun teh yang dipetik, tempat budidaya, dan

cara memanen daun teh. Semakin muda daun teh maka mutu yang dihasilkan akan

semakin baik, begitu sebaliknya. Perbedaan umur daun teh ini juga menentukan

kandungan senyawa polifenol pada daun teh, yang akan berpengaruh juga pada

rasa, aroma, dan warna. Identifikasi dan pengendalian mutu teh sebagai bahan

utama suatu produk merupakan syarat mutlak agar dihasilkan produk yang

berkualitas baik.
Perbedaan teh terdapat dalam proses pengolahannya. Teh putih merupakan

teh yang dibuat dari daun-daun teh muda yang belum mengalami oksidasi. Teh ini

memiliki kandungan kafein yang paling sedikit diantara semua jenis teh.

Pengolahan teh putih hanya dengan memanen, membersihkan, serta

mengeringkan daun dan kuncup teh. Sedangkan teh hijau merupakan teh yang

dibuat tanpa fermentasi. Teh oolong merupakan teh yang difermentasikan

sebagian, dan teh hitam adalah teh yang melalui proses fermentasi penuh.

Dengan mengetahui proses dan tahapan-tahapan dalam pembuatan teh yang

benar maka dapat menghasilkan teh yang memiliki kualitas yang baik. Oleh

karena dalam praktikum ini akan mempelajari tahapan-tahapan dalam pembuatan

teh yang baik, sehingga praktikan akan mengerti proses apa saja yang akan

menentukan kualitas teh. Selain itu praktikan lebih dapat mernyerap ilmu dan

mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya.

B. Tujuan

1. Mengklasifikasikan jenis teh berdasarkan variasi lama fermentasi dan sifat

sensori teh yang dihasilkan

2. Melakukan pengamatan terhadap rendemen, kadar air dan sifat sensori

(warna, aroma, rasa dan kesukaan)

3. Menganalisis variasi proses pengolahan terhadap karakteristik fisikokimia

dan sensori produk yang dihasilkan


II. TINJAUAN PUSTAKA

Teh adalah bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak

negara serta berbagai lapisan masyarakat (Tuminah, 2004). Teh juga mengandung

banyak bahan-bahan aktif yang bisa berfungsi sebagai antioksidan maupun

antimikroba (Gramza et al., 2005). Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Thea

sinensis dan Thea assamica. Thea Sinensis ini juga disebut teh jawa yang ditandai

dengan ciri-ciri tumbuhnya lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat,

daunnya kecil, pendek, ujungnya agak tumpul dan berwarna hijau tua. Thea

assamica mempunyai ciri-ciri tumbuh cepat, cabang agak jauh dari permukaan

tanah, daunnya lebar, panjang dan ujungnya runcing serta berwarna hijau

mengkilat.

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, taksonomi teh dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Guttiferales

Famili : Theacceae

Genus : Cammellia

Species : Cammellia sinensis


Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan, dipanen secara manual, dan

dapat tumbuh pada ketinggian 200 - 2.300 m dpl. Teh berasal dari kawasan India

bagian Utara dan Cina Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal,

yaitu varietas assamica yang berasal dari Assam dan varietas sinensis yang berasal

dari Cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing,

sedangkan varietas sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. Pohon

teh berukuran kecil, karena seringnya pemangkasan maka tampak seperti perdu.

Bila tidak dipangkas, akan tumbuh kecil ramping setinggi 5 - 10 m, dengan

bentuk tajuk seperti kerucut. Daun dari tanaman ini berwarna hijau muda dengan

panjang 5 - 30 cm dan lebar sekitar 4 cm. Tanaman ini memiliki bunga yang

berwarna putih dengan diameter 2,5 - 4 cm dan biasanya berdiri sendiri atau

saling berpasangan dua-dua (Ross, 2005). Buahnya berbentuk pipih, bulat, dan

terdapat satu biji dalam masing-masing buah dengan ukuran sebesar kacang

(Biswas, 2006).

Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan

tannin terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena

banyaknya gugus fungsional hidroksil yang dimilikinya. Katekin terdiri dari 4

jenis yaitu epicatehcin (EC), epigallocatehcin (EGC), epicatehcin gallate (ECG),

dan epigallocatehcin gallate (EGCG). Komponen katekin ini lebih banyak

terdapat dalam teh hijau dibandingkan teh hitam. Dalam teh hitam, sebagian besar

katekin dioksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin. Adapun senyawa lain yang

terkandung di dalam teh adalah alkaloid kafein yang bersama-sama dengan

polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan. Beberapa vitamin yang
dikandung teh di antaranya adalah vitamin C, vitamin B, dan vitamin A yang

diduga akan menurun kadarnya akibat pengolahan, namun masih dapat

dimanfaatkan oleh peminumnya. Beberapa jenis mineral juga terkandung dalam

teh, terutama fluorida yang dapat memperkuat struktur gigi (Kushiyama, 2009).

Komposisi kimia daun teh segar dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia daun teh segar


Komponen Satuan (%)
Protein 16,0
Lemak 8,0
Klorofil dan pigmen 1,5
Pectin 4,0
Pati 0,5
Polifenol yang dapat difermentasi 20,0
Polifenol lain 10,0
Kafein 4,0
Gum dan gula-gula 3,0
Asam amio 7,0
Mineral (abu) 4,0
Departemen kesehatan RI, 1996

Dalam perdagangan teh Internasional dikenal tiga golongan teh yang

pengolahannya berbeda dari segi bentuk serta cita rasanya yaitu Black Tea (teh

hitam), Green Tea (teh hijau), Oolong Tea (teh oolong), dan White Tea (teh

putih).
1. Teh Hitam

Teh hitam didapat dari hasil penggilingan yang menyebabkan daun terluka

dan mengeluarkan getah. Getah itu bersentuhan dengan udara sehingga

menghasilkan senyawa tea flavin dan tearubigin. Artinya, daun teh mengalami

perubahan kimiawi sempurna sehingga hampir semua kandungan katekin

terfermentasi menjadi tea flavin dan tearubugin. Warna hijau bakal berubah

menjadi kecoklatan dan selama proses pengeringan menjadi hitam. Teh hitam

paling dikenal luas dan banyak dikonsumsi. Dadan, periset di pusat Penelitian Teh

dan Kina Gambung, menamakan reaksi itu oksidasi enzimatis. Tea flavin

menurunkan warna merah kekuning-kuningan dalam setiap seduhan, tearubigin

memberi kombinasi warna coklat kemerahan dan kuning. Soal rasa seperti

katekin, tea flavin memberi kesegaran (Sujayanto, 2008).

Sebelum menjadi teh hitam yang kering daun-daun teh tersebut telah

melewati berbagai proses yaitu:

a. Proses Pemetikan

Proses ini dilakukan dengan tangan agar lebih selektif. Kalau dengan alat

pemotong misalnya ani-ani yang digunakan untuk memanen padi, batang keras

pun kemungkinan besar akan ikut terpotong.

b. Proses Pelayuan

Proses selanjutnya adalah pelayuan. Proses ini bertujuan untuk mengurangi

kadar air sehingga kandungan enzim dalam pucuk teh lebih kental. Proses ini

dilakukan pada tempat pelayuan (withering trough) berupa kotak persegi panjang

beralaskan kawat kasa. Di bawah kawat kasa ini terdapat blower penghembus
udara kearah kasa. Pucuk daun teh dibeberkan di atas withering trough dengan

ketebalan 30 cm, bagian permukaannya harus rata agar pelayuan merata.

Hembusan udara tadi dapat menerbangkan air dalam daun teh. Proses pelayuan

berlangsung 7- 24 jam. Untuk mencapai kadar air yang diinginkan maka

dilakukan proes pembalikan. Langkah ini juga supaya pucuk teh tidak terbang

tertiup blower. Kemudian hamparan pucuk teh dibongkar untuk dimasukkan ke

dalam conveyor (semacam corong yang dihubungkan dengan alat penggiling).

Lalu teh dimasukkan ke dalam tong plastik lantas diletakkan ke ban berjalan

untuk masuk ke ruang giling.

c. Proses Penggilingan

Setelah itu daun masuk ke mesin penggilingan. Yaitu Green Leaf Shifter,

pada proses ini pucuk teh masuk ke mesin getar. Dengan demikian pucuk teh

terpisahkan dari ulat, kerikil, pasir dan serpihan lain melalui perbedaan berat

jenisnya. Pucuk teh tersebut masuk ke conveyor untuk mengalami proses

penggilingan awal dengan mesin BLC (Barbora Leaf Conditioner), dimana pucuk

teh dipotong menjadi serpihan kecil-kecil sebagai prakondisi untuk proses

penggilingan selanjutnya menggunakan mesin Crush Tear & Curl (CTC) dan agar

fermentasi dapat berlangsung dengan lancar. Out put yang dihasilkan adalah

berupa bubuk teh basah berwarna hijau.

d. Proses Fermentasi

Proses ini lebih tepat disebut oksidasi enzimatik. Mesin bekerja membeber

bubuk daun teh basah hingga terpapar oksigen sehingga terjadi perubahan warna.

Pada ujung fermentasi teh akan berwarna kecoklatan. Selain perubahan warna
juga terjadi perubahan aroma, dari bau daun menjadi harum teh. Proses ini

berlangsung selama 1-5 jam dengan suhu optimal 26 - 27oC .

e. Proses Pengeringan

Tujuan dari proses ini adalah untuk menghentikan reaksi oksidasi enzimatik

pada daun teh. Selain itu juga untuk membunuh mikroorganisme yang beresiko

terhadap kesehatan. Pengeringan ini juga dapat membuat teh tahan lama disimpan

karena kadar air yang rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven besar Fluid Bed Dryer (FBD),

dengan suhu masuk 100 - 120oC dan suhu keluarnya 80 - 105oC selama 15 - 20

menit. Sehingga kadar airnya hanya 2,5 - 3 % saja di dalam teh, selanjutnya

proses sortasi dan pengemasan (Sujayanto, 2008).

2. Teh hijau

Teh hijau diolah tanpa mengalami oksidasi, tidak memberi kesempatan

terjadinya fermentasi. Setelah layu daun teh langsung digulung, dikeringkan, dan

siap untuk dikemas. Biasanya pucuk teh diproses langsung dengan uap panas

(steam) atau digoreng (pan frying) untuk menghentikan aktivitas enzim. Warna

hijau tetap bertahan dan kandungan taninnya relatif tinggi. Teh hijau dipercaya

menurunkan bobot tubuh. Hal ini disebabkan kandungan polifenolnya tinggi. Teh

hijau menjadi favorit masyarakat di Jepang dan Korea. Bahkan di Jepang terdapat

beragam teh hijau seperti gyokuro, sencha, kabusecha dan konacha masing-

masing dibedakan berdasarkan proses pembuatannya. Menurut Bambang

Mukhtar, seorang ahli teh dari Bogor Jawa Barat bahwa gyokuro yang paling

istimewa karena di- aging selama 5 tahun, rasanya gurih seperti kaldu. Aroma
kaldu itu pun menguat tajam. Teh hijau pas dinikmati saat banyak aktivitas karena

dipercaya meningkatkan konsentrasi, jadi tidak cocok diminum sebelum

berangkat tidur (Sujayanto, 2008).

Sebelum menjadi teh hijau yang kering, teh hijau ini juga mengalami

beberapa proses yaitu:

a. Proses Pemetikan

Proses ini dilakukan dengan tangan agar lebih selektif. Kalau dengan alat

pemotong misalnya ani-ani yang digunakan untuk memanen padi, batang keras

pun kemungkinan besar akan ikut terpotong.

b. Proses Pelayuan

Proses selanjutnya adalah pelayuan. Proses ini bertujuan untuk inaktivasikan

enzim polifenol oksidase dan mengurangi kadar air hingga 60-70 %. Proses ini

dilakukan dengan system rotary panner dengan panas 80-100oC selama 2-4 menit.

c. Proses Penggulungan

Proses peggulungan ini dilakukan dengan sistem open top roller selama 15-

17 menit. Tujuannya adalah untuk memecah sel daun sehingga menghasilkan rasa

sepet. Tapi proses penggulungannya tidak sampai hancur seperti pada proses teh

hitam (pada bagian penggilingan).

d. Proses Pengeringan

Proses selanjutnya adalah pengeringan yang dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pertama dilakukan pada suhu 110-135oC selama 30 menit. Tahap

berikutnya pemanasan 70-90o C dalam waktu 60-90 menit, selanjutnya proses

sortasi dan pengemasan (Sujayanto, 2008).


3. Teh Oolong

Teh oolong adalah teh hasil semioksidasi enzimatis alias tidak bersentuhan

lama dengan udara saat diolah. Teh oolong terletak diantara teh hijau dan teh

hitam. Fermentasi terjadi namun hanya sebagian (30 – 70 %). Hasilnya, warna teh

menjadi cokelat kemerahan. Teh oolong biasa disajikan dalam upacara pernikahan

dan sebagai teman menyantap hidangan laut. Sebelum menjadi teh oolong yang

kering dan dapat dikonsumsi secara praktis, teh tersebut mengalami beberapa

tahapan proses yaitu:

a. Proses Pemetikan

Proses ini dilakukan dengan tangan agar lebih selektif. Kalau dengan alat

pemotong, misalnya ani-ani yang digunakan untuk memanen padi, batang keras

pun kemungkinan besar akan ikut terpotong.

b. Proses Pelayuan

Proses pelayuan ini dilakukan dengan menggunakan sinar matahari selama

90 menit. Kemudian dipaparkan di dalam ruangan untuk dilakukan kembali

proses pelayuan selama 4-8 jam.

c. Proses Pengeringan

Pada proses pengeringan dilakukan dengan Panning System, hal ini

bertujuan untuk inaktivasi enzim agar fermentasi tidak sempurna atau

fermentasinya parsial.

d. Proses Penggulungan

Proses peggulungan ini dilakukan dengan sistem open top roller selama 5-

12 menit. Tujuannya adalah untuk memecah sel daun sehingga menghasilkan rasa
sepat. Tapi proses penggulungannya tidak sampai hancur seperti pada proses teh

hitam (pada bagian penggilingan) (Sujayanto, 2008).

4. Teh Putih

Teh lain yang tak kalah istimewa adalah white tea alias teh putih. Disebut

begitu karena saat diseduh warna air hanya sedikit berubah menjadi kekuningan.

White tea dipercaya memiliki lebih banyak manfaat daripada teh hijau. Dari teh

ini diambil dari pucuk daun yang masih menggulung yang memiliki kandungan

katekin dan kafein paling tinggi. Teh beraroma tajam seperti rempah-rempah ini

menjadi unggulan di cafe tea Addict di bilangan Gunawarman, Jakarta Selatan.

“white tea yang dicampur 20% teh hijau dinamakan pure nirvana,” kata Priyanto,

juru racik teh disana. Meneguk secangkir pure nirvana langsung menghangatkan

tubuh. Yang menarik sisa daun teh bisa dimakan sambil dicampur madu

(Sujayanto, 2008).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Alat

- Tampah

- Wadah plastik

- Penggorengan tanah liat

- Soled kayu

- Kompor gas

- Nampan plastik

- Plastik PP

- Stoples

- Wadah untuk menyeduh teh

- Saringan ampas

- Gelas plastik untuk organoleptik

- Aqua

- Sendok

- Form organoleptik

- Timbangan analitik

- Oven memert

- Oven biasa

-
2. Bahan

- Daun teh segar

- Air

- Gula pasir

B. Prosedur Kerja

1. Pembuatan teh

Daun teh yang tersedia diambil pucuknya, dipetik dengan rumus P+2 dan
P+4. Lalu ditimbang sebanyak 200 gram

Daun teh dilayukan dengan diangin-anginkan dan diremas hingga daun


lemas (indikator : daun dapat digulung tanpa patah dan setelah
menggulung, daun tidak dapat membuka kembali )

Daun teh yang sudah layu diberi perlakuan:


a. Daun teh difermentasi selama 0 menit: daun teh langsung
disangrai menggunakan wajan tanah pada kompor api kecil untuk
inaktifasi enzim
b. Daun teh difermentasi 30 menit : daun teh yang sudah layu
digulung dengan tangan kemudian didiamkan selama 30 menit.
Setelah itu disangrai menggunakan wajan tanah pada api kecil
untuk inaktifasi enzim
c. Daun teh difermentasi 60 menit : daun teh yang sudah layu
digulung dengan tangan kemudian didiamkan selama 60 menit.
Setelah itu disangrai menggunakan wajan tanah pada api kecil
untuk inaktifasi enzim
Daun teh yang telah disangrai kemudian dikeringkan meggunakan oven
hingga kering patah. Hasil teh yang sudah kering ditimbang.

Setelah dingin, daun teh dimasukan ke dalam plastik PP dan disimpan

Daun teh yang sudah jadi kemudian diseduh dan dianalisis sifat
fisikokimia serta sensorinya (2% dalam 5% larutan gula)

2. Kadar air daun teh segar

Sampel berupa daun teh segar diambil dan ditimbang sebanyak 2 gram
dan ditaruh di dalam cawan porselen

Sampel yang sudah siap, dimasukan ke dalam oven selama semalam.

Setelah semalam, sampel dikeluarkan dan ditaruh di dalam desikator


selama 15 menit kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik

Setelah selesai ditimbang, sampel kembali dimasukan ke dalam desikator


dan dimasukan kembali ke dalam oven
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel. Pengamatan Teh


Parameter/Varibel P00 P30 P60 B00 B30 B60
Berat awal daun teh (g) 200,18 200,17 200 200,10 200 216,99

Berat teh setelah disangrai (g) 88 74,2 52,26 64,3 61,38 66,09

Rendemen teh (%) 43,96 37,07 28,13 32,13 30,68 30,45

Kadar air teh segar (% ) 6,47 8,25 7,69 8,78 7,68 9,23

Tabel. Pengamatan kadar air teh segar


Berat Sampel Cawan + Cawan + Sampel
Kode
Cawan awal Sampel 1 sampel 2 akhir

P00 39,015 2,0000 40,9038 40,8933 1,8783

P30 43,3913 2,0020 45,6494 45,6389 1,8476

P60 46,9660 2,0007 48,8414 48,8238 1,8578

B00 41,4008 2,0001 43,2386 43,2394 1,8386

B30 52,1133 2,0023 53,9824 53,9727 1,8594

B60 39,4615 2,0017 41,3119 41,2935 1,8325

Keterangan:
P00 = p+2, fermentasi 0 menit

P30 = p+2, fermentasi 30 menit

P60 = p+2, fermentasi 60 menit

B00 = p+4, fermentasi 0 menit

B30 = p+4, fermentasi 30 menit

B60 = p+4, fermentasi 60 menit

Perhitungan

a. Perhitungan Rendemen Teh

Perhitungan Rendemen Teh = x 100%

P00 = = 43,96%

P30 = = 37,06%

P60 = = 28,13%

B00 = = 30,68%

B30 = = 30,45%

B60 = = 30,45%

b. Perhitungan Kadar Air Teh Segar

Perhitungan Kadar Air = x 100%

P00 =

P30 =
P60 =

B00 =

B30 =

B60 =

DATA UJI ORGANOLEPTIK TEH

Warna Air Seduhan


Kode Sampel
Panelis
200 230 260 400 430 460

Fadhil 2 4 1 2 2 2

Awe 2 2 4 2 3 3

Alya 2 4 4 2 2 2

Fathimah 2 4 4 4 2 2

Ismaninda 2 4 4 2 2 2

Windy 1 2 4 4 2 2

Arin 1 2 4 2 2 3

Tarsinih 1 4 4 2 2 2

Novia T 1 2 4 2 2 3

Puji Aristi 1 4 4 2 2 4

Laily 1 3 3 1 2 3

Eliz 1 2 2 3 4 4
Natalia 1 2 3 3 2 3

Rizki R 1 3 3 2 2 2

Dika 1 1 3 3 2 2

Total 20 43 51 36 33 39

Rata –
1,33 2,86 3,4 2,4 2,2 2,6
rata

Warna Ampas Seduhan


Kode Sampel
Panelis
200 230 260 400 430 460

Fadhil 1 1 1 1 1 1

Awe 1 1 1 1 1 1

Alya 1 1 1 1 1 1

Fathimah 1 1 1 1 1 1

Ismaninda 1 1 1 1 1 1

Windy 1 1 1 1 1 1

Arin 1 1 1 1 1 1

Tarsinih 1 1 1 1 1 1

Novia T 1 1 1 1 1 1

Puji Aristi 1 1 1 1 1 1

Laily 1 1 1 1 1 2

Eliz 1 1 1 1 1 1
Dikha 1 1 1 1 1 1

Natalia 1 1 1 1 1 1

Riski R 1 1 1 1 1 2

Total 15 15 15 15 15 17

Rata –
1 1 1 1 1 1,13
rata

Warna Teh Kering


Kode Sampel
Panelis
200 230 260 400 430 460

Fadhil 1 1 1 1 1 1

Awe 1 1 1 1 1 1

Alya 1 1 1 1 1 1

Fathimah 1 1 1 1 1 1

Ismaninda 1 1 1 1 1 1

Windy 1 1 1 1 1 1

Arin 1 1 1 1 1 1

Tarsinih 1 1 1 1 1 1

Novia T 1 1 1 1 1 1

Puji Aristi 1 1 1 1 1 1

Laily 1 1 1 1 1 1

Eliz 1 1 1 1 1 1
Riski R 1 1 1 1 1 1

Dika 1 1 1 1 1 1

Natalia 1 1 1 1 1 1

Total 15 15 15 15 15 15

Rata –
1 1 1 1 1 1
rata

Kekuatan Aroma Teh


Kode Sampel
Panelis
200 230 260 400 430 460

Fadhil 1 2 3 3 1 1

Awe 1 2 3 4 1 1

Alya 1 2 3 3 2 1

Fathimah 1 2 3 3 1 2

Ismaninda 1 2 3 3 1 1

Windy 1 2 3 4 1 1

Arin 2 2 2 4 1 2

Tarsinih 1 2 3 3 1 1

Novia T 1 2 3 3 2 1

Puji Aristi 1 2 2 3 2 4

Laily 1 2 2 3 2 5

Eliz 1 1 3 3 2 3
Riski R 1 2 3 2 1 1

Dika 2 2 3 3 1 1

Natalia 1 2 2 2 1 1

Total 17 29 41 46 20 26

Rata – rata 1,13 1,93 2,73 3,06 1,33 1,73

Tingkat Kesukaan
Kode Sampel
Panelis
200 230 260 400 430 460

Fadhil 1 4 4 4 2 2

Awe 1 1 4 4 1 1

Alya 1 3 4 4 1 1

Fathimah 1 3 1 4 1 2

Ismaninda 1 3 4 4 1 1

Windy 2 1 2 1 1 3

Arin 2 3 3 2 1 2

Tarsinih 1 3 2 4 1 2

Novia T 2 3 1 1 2 3

Puji Aristi 1 2 4 2 2 3

Laily 1 1 1 3 1 3

Eliz 1 1 2 4 1 1

Riski R 1 2 2 4 1 1
Dika 1 2 1 4 3 1

Natalia 1 2 4 5 2 1

Total 18 34 39 50 21 27

Rata – rata 1,2 2,26 2,6 3,33 1,4 1,8

Kekuatan Rasa Pahit Asam


Kode Sampel
Panelis
200 230 260 400 430 460

Fadhil 1 3 3 4 1 1

Awe 1 2 3 4 5 1

Alya 2 3 4 3 4 1

Fathimah 2 3 5 3 5 1

Ismaninda 1 3 3 4 1 1

Windy 2 3 4 4 4 1

Arin 2 3 4 4 4 1

Tarsinih 1 3 4 4 1 1

Novia T 1 2 3 4 1 1

Puji Aristi 3 3 5 5 5 1

Laily 3 3 2 3 1 1

Eliz 3 2 3 3 1 1

Riski R 2 1 3 3 4 1

Dika 2 2 4 4 4 1
Natalia 2 2 3 3 4 1

Total 28 38 53 55 45 15

Rata –
1,86 2,53 3,54 3,67 3 1
rata

Kekuatan Rasa Asam


Kode Sampel
Panelis
200 230 260 400 430 460

Fadhil 1 4 4 3 1 1

Awe 1 2 2 4 2 1

Alya 1 1 4 4 1 1

Fathimah 1 4 4 4 1 1

Ismaninda 1 3 4 4 2 1

Windy 1 4 4 4 2 1

Arin 1 2 3 3 1 1

Tarsinih 1 4 4 3 1 1

Novia T 1 1 2 4 1 1

Puji Aristi 1 2 1 2 3 1

Laily 1 2 3 4 2 1

Eliz 1 1 2 2 3 2

Riski R 1 2 2 2 1 1

Dika 1 2 3 2 1 1
Natalia 1 2 4 2 1 1

Total 15 36 46 47 23 16

Rata –
1 2,4 3,07 3,1 3,13 1,07
rata

Keterangan=

200 = p+2, fermentasi 0 menit

230 = p+2, fermentasi 30 menit

260 = p+2, fermentasi 60 menit

400 = p+4, fermentasi 0 menit

430 = p+4, fermentasi 30 menit

460 = p+4, fermentasi 60 menit

Keterangan parameter atribut sensori =

 Warna air seduhan

Skala intensitas=

1= Hijau kekuningan

2= Kuning kemerahan

3= Merah kuningan

4= Merah kecoklatan

5= Coklat kemerahan
 Warna ampas seduhan

Skala intensitas=

1= Hijau kekuningan

2= Kuning kemerahan

3= Merah kuningan

4= Merah kecoklatan

5= Coklat kemerahan

 Warna teh kering

Skala intensitas=

1= Hijau kekuningan

2= Kuning kemerahan

3= Merah kuningan

4= Merah kecoklatan

5= Coklat kemerahan

 Kekuatan Aroma Teh

Skala intensitas=

1= Tidak kuat

2= Sedikit kuat

3= Agak kuat
4= Kuat

5= Sangat kuat

 Tingkat kesukaan

Skala intensitas=

1= Tidak suka

2= Sedikit suka

3= Agak suka

4= Suka

5= Sangat suka

 Kekuatan rasa pahit sepat

Skala intensitas=

1= Tidak kuat

2= Sedikit kuat

3= Agak kuat

4= Kuat

5= Sangat kuat

 Kekuatan rasa asam

Skala intensitas=

1= Tidak kuat

2= Sedikit kuat

3= Agak kuat
4= Kuat

5= Sangat kuat

B. Pembahasan

1. Rendemen teh kering

Rendemen teh adalah kadar kandungan teh kering di dalam tanaman teh

yang dinyatakan dengan persen dengan berat teh awal. Berdasarkan analisis

rendemen pada enam perlakuan teh yang berbeda-beda, maka didapatkan hasil

rendemen untuk perlakuan teh kode P00 (p+2, fermentasi 0 menit) yaitu 43,96%,

P30 (p+2, fermentasi 30 menit) yaitu 37,07 %, P60 (p+2, 60 menit) yaitu 28,13 %,

B00 (p+4, fermentasi 0 menit) yaitu 32,13 %, B30 (p+4, fermentasi 30 menit)

yaitu 30,68 %, B60 (p+4, fermentasi 60 menit) yaitu 30,45%.

Berdasarkan hasil praktikum ini, diketahui bahwa rendemen daun teh yang

paling tinggi yaitu pada pengolahan teh hijau dengan rumus petikan p+2, lama

fermentasi 0 menit (kode P00), sementara rendemen paling rendah yaitu pada

pengolahan teh hitam dengan rumus petikan p+2, lama fermentasi 60 menit (kode

P60).

Menurut Alf, (2004), suhu pengeringan berpengaruh secara signifikan

terhadap rendemen ekstrak daun kering. Semakin tinggi suhu pengeringan,

semakin tinggi rendemen ekstrak. Semakin tinggi panas yang digunakan dalam

pengeringan, semakin tinggi kerusakan protein, karbohidrat termasuk serat

selulosa penyusun dinding sel seperti yang terdapat dalam daun teh. Rendemen

makin turun pada derajat sangrai yang makin lama. Rendemen juga dipengaruhi
oleh susut berat daun teh selama penyangraian. Makin tinggi kadar air daun teh

dan makin lama waktu penyangraian menyebabkan rendemen menjadi lebih kecil.

2. Kadar air daun teh segar

Bagian-bagian dari pucuk teh mempunyai kadar air yang berbeda. Dengan

demikian mungkin nampak perbedaan sedikit antara kecepatan pelayuan dari

misalnya daun kesatu dan daun ketiga. Dibawah ini diberi contoh dari kadar air

yang berada di berbagai bagian dari pucuk teh :

Tabel 1. Kadar Air Daun Teh Segar

Letak Kadar air (%)

Jarum pecco 78,5


Daun ke-1 76,5
Daun ke-2 77,0
Daun ke-3 77,6
Daun ke-4 76,6
Sumber : Thio Goan Loo, 1982

Dalam praktikum ini digunakan daun P+2 dan P+4. Pada tim 1-3 menggunakan

daun P+2. Sedangkan tim 4-5 menggunakan daun P+4. Hasil yang didapat dari

praktikum ini adalah pada kode sample B60, yaitu daun teh P+4 yang di fermentasi

60 menit, daunnya memiliki kadar air yang paling tinggi, yaitu 9,23 (%bb).

Sedangkan menurut Loo (1982), kadar air yang paling tinggi adalah pada jarum

pecco. Ini merupakan daun pucuk yang belum mekar. Untuk daun ke-4, kadar airnya

semakin rendah.
Perbedaan daun kesatu, kedua dan ketiga tidaklah terlalu besar, sedangkan

daun tua mengandung lebih sedikit air daripada daun muda. Air lebih mudah

menguap dari daun daripada tangkai, karena daun memiliki stomata serta

bentunya pipih, sedangkan pelepasan air dari tangkai hanya terjadi melalui daun.

Karena itu pucuk halus lebih mudah melepas air daripada pucuk kasar, dan bila

pelayuan dilakukan dengan cepat, air dari tangkai tiak sempat berpindah ke daun

untuk dapat menguap (Sembiring, 2009).

Jika dibandingkan dengan daun teh yang difermentasi dan tidak di

fermentasi maka, kadar air yang seharusnya memiliki kadar air lebih rendah

adalah daun teh yang difermentasi, karena tujuan dari fermentasi teh adalah untuk

mengurangi kadar airnya.

3. Uji organoleptik

Dalam praktikum ini, dilakukan pengujian organoleptik terhadap warna air

seduhan, warna ampas seduhan, warna teh kering, kekuatan aroma, tingkat

kesukaan, kekuatan rasa pahit sepat, dan kekuatan rasa asam pada berbagai jenis

perlakuan sampel teh. Berdasarkan warna air seduhan teh dapat diketahui bahwa

sampel dengan kode 200 (p+2, fermentasi 0 menit) memiliki jumlah nilai rata-rata

warna air seduhan teh terendah yaitu 1,33 atau berwarna hijau kekuningan. Pada

sampel 230 (p+2, fermentasi 30 menit), jumlah nilai rata-ratanya yaitu 2,86 atau

kuning kemerahan. Sedangkan nilai rata-rata tertinggi warna air seduhan teh yaitu

terdapat pada teh dengan kode sampel 260 (p+2, fermentasi 60 menit) yang mana

berwarna merah kekuningan dengan nilai 3,4. Selanjutnya, untuk nilai rata-rata

sampel 400 yaitu 2,4 dengan warna kuning kemerahan dan sampel 430 yang
memiliki nilai rata-rata 2,2 atau serupa dengan warna sampel 400 yaitu kuning

kemerahan. Terakhir, nilai rata-rata pada sampel 460 yaitu sebesar 2,6 atau

dengan warna kuning kemerahan.

Berdasarkan pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teh hitam

memiliki tingkat warna air seduhan yang lebih tinggi dibanding teh dengan jenis-

jenis lainnya. Hal tersebut dikarenakan, adanya fermentasi yang lebih lama pada

teh hitam menyebabkan terjadinya oksidasi pada berbagai komponen kimiawi

pada pengolahan teh hitam dan menyebabkan penurunan nilai kecerahan dari teh

hitam dibandingkan teh oolong (short fermented) dan teh hijau (unfermented).

Selanjutnya, dilakukan analisis organoleptik terhadap kekuatan rasa pahit

sepat pada beberapa sampel teh yang diuji. Senyawa yang menyebabkan teh

memiliki rasa pahit dan sepat adalah senyawa tanin. Tanin yang ada di dalam teh

akan memberikan rasa sepat atau khas (ketir). Katekin merupakan penyusun tanin

dimana katekin ini mempunyai sifat antioksidatif yang berperan dalam melawan

radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh (Bungsu, 2012). Katekin teh larut

dalam air, tidak berwarna serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh

(Sibuea, 2003). Senyawa polifenol yang ditemukan di dalam teh termasuk dalam

grup katekin (flavanol). Menurut Hartoyo dan Astuti (2002), kandungan senyawa

polifenol dalam teh hitam yang paling tinggi adalah epigallo katekin.

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa teh yang memiliki tingkat rasa

pahit sepat terendah adalah teh dengan rumus petikan p+4, lama fermentasi 60

menit atau yang biasa disebut teh hitam berdasarkan lama waktu fermentasinya

tersebut. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin lama waktu


fermentasi yang terjadi, maka akan semakin menurunkan rasa pahit dari seduhan

teh yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan hasil yang didapat oleh Silaban

(2005), yang memberikan pernyataan bahwa semakin lama fermentasi yang

dilakukan, maka skor pada uji organoleptik untuk parameter rasa pahit akan

menurun. Fermentasi asam-asam amino dan lipid pada daun teh segar juga akan

menghasilkan komponen-komponen volatil yang akan mempengaruhi flavor teh,

mengurangi rasa pahit, meningkatkan rasa sepat, serta menghasilkan senyawa dan

flavor kompleks lainnya termasuk asam organik. Adapun senyawa polifenol yang

ditemukan di dalam teh termasuk dalam grup katekin (flavanol). Menurut Hartoyo

dan Astuti (2002), kandungan senyawa polifenol dalam teh hitam yang paling

tinggi adalah epigallo katekin.

Teh memiliki kandungan senyawa yaitu tanin, sifat fisik tanin yang ada pada

teh jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam

dan sepat. Rasa asam teh pada kode sampel 200 (p+2, fermentasi 0) nilai rata rata

menurtu 15 panelis adalah 1 atau rasa asamnya tidak kuat. Sampel 230 (p+2,

fermentasi 30 menit) mempunyai rasa asam dengai nilai 2,4 atau memiliki rasa

asam yang sedikit.. Nilai rata – rata rasa asam teh kode sampel 260 (p+2,

fermentasi 60 menit) 3,07 atau memiliki rasa asam yang agak kuat. Kode sample

400 (p+4, fermentasi 0 menit) mempunyai rasa asam dengan nilai 3,1 atau agak

kuat. Pada kode sampe 430 (p+4, fermentasi 30 menit) memiliki niai rata-rata

rasa masam tertinggi diantara yang lain menurut 15 panelis yaitu 3,13 atau agak

kuat. Sampel 460 (p+4 fermentasi 60 menit) rata – rata rasa asamnya adalah 1,07

atau rasa asamnya tidak kuat


Pada uji organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan, diketahui bahwa

sampel yang paling disukai oleh panelis berdasarkan nilai rata-ratanya yaitu

adalah teh dengan kode sampel 400 atau sampel dengan rumus petikan p+4 dan

lama fermentasi 0 menit dengan nilai sebesar 3,33 (agak suka). Berdasarkan lama

waktu fermentasinya, teh ini masuk dalam golongkan teh jenis teh hijau.

Sedangkan sampel teh yang paling tidak disukai panelis adalah teh dengan kode

sampel 200 atau teh dengan rumus petikan p+2 dan lama waktuj fermentasi 0

menit. Persepsi panelis terhadap kesukaan keseluruhan teh lebih kepada parameter

rasa dibandingkan parameter yang lainnya.

Pengujian terhadap kekuatan aroma teh dilakukan dengan mencium aroma

teh yang sudah disediakan menggunakan indera penciuman. Terdapat lima tingkat

skor yang dapat dipilih oleh panelis, yaitu tidak kuat, sedikit kuat, agak kuat, kuat,

dan sangat kuat. Masing-masing sampel diuji oleh lima belas orang panelis.

Berdasarkan hasil uji organoleptik aroma teh diperoleh nilai rata – rata untuk

sampel 200 yaitu 1,13 hal ini berarti teh hijau dengan rumus petikan p+2 memiliki

aroma tidak kuat. Rata-rata sampel 230 yaitu 1,93 artinya teh oolong dengan

rumus petikan p+2 memiliki aroma sedikit kuat. Rata-rata sampel 260 yaitu 2,73

artinya teh hitam dengan rumus petikan p+2 memiliki aroma agak kuat. Rata-rata

sampel 400 yaitu 3,06 artinya teh hijau dengan rumus petikan p+4 memiliki

aroma kuat. Rata-rata sampel 430 yaitu 1,33 artinya teh oolong dengan rumus

petikan p+4 memiliki aroma tidak kuat. Rata-rata sampel 460 yaitu 1,73 artinya

teh hitam dengan rumus petikan p+4 memiliki aroma sedikit kuat.
Menurut (Stanford, 2009), aroma merupakan salah satu sifat yang penting

bagi penentu kualitas teh, dimana aroma tersebut sangat erat hubungannya dengan

substansi aromatis yang terkandung dalam daun teh. Sunstansi aromatis

pembentuk aroma teh merupakan senyawa volatile (mudah menguap), baik yang

terkandung secara alamiah pada daun teh maupun yang terbentuk sebagai hasil

reaksi biokimia pada proses pengolahan teh (pelayuan, penggulungan, oksidasi

enzimatis, pengeringan). Substansi aromatis yang terkandung secara alamiah

jumlahnya jauh lebih sedikit daripada yang terbentuk selama proses pengolahan

teh. Adapun senyawa aromatis yang secara alamiah sudah ada pada daun teh

diantaranya adalah linalool, linalool oksida, pfheuneutanol, gerniol, benzyl

alcohol, metil salisilat, n-heksanal dan cis 3-heksenol. Molekul gas pada udara

yang dihirup tersebut merangsang dan menyentuh sel-sel peka bau dalam rongga

hidung. Bau tersebut akan terasa apabila gas bergerak melewati ujung-ujung

solfaktori

Nilai rata - rata warna teh kering pada semua sampel yaitu dengan kode

sample 200 (p+2, fermentasi 0 menit), 230 (p+2, fermentasi 30 menit), 260 (p+2,

fermentasi 60 menit), 400 (p+4, fermentasi 0 menit), 430 (p+4, fermentasi 30

menit) dan 460 (p+4, fermentasi 60 menit) memiliki kesamaan rata-rata dengan

skala intensitas 1, menunjukan bahwa teh kering berwarna hijau kekuningan.

Warna ampas teh untuk kode sampel 200 (p+2, fermentasi 0 menit), 230

(p+2, fermentasi 30 menit), 260 (p+2, fermentasi 60 menit), 400 (p+4, fermentasi

0 menit), dan 430 (p+4, fermentasi 30 menit) memiliki nilai rata – rata 1,

menunjukan bahwa ampas dari teh berwarna hijau kekuningan. Pada kode sampel
460 (p+4, fermentasi 60 menit) nilai rata-rata warna ampas nya adalah 1,13

menunjukan ampas teh berwarna hijau.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Teh adalah minuman yang mengandung kafein, sebuah infusi yang

dibuatdengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang

dikeringkan daritanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh

mengandung senyawa katekin ataupolifenol yang dapat memberikan

rasa menyegarkan dan dapat berfungsi untukmeningkatkan sistem

pertahanan biologis tubuh terhadap kanker, menghambat penuaan

karena mengandung antioksidan, dan lain-lain.

2. Berdasarkan proses pengolahannya, jenis teh dapat dibedakan menjadi teh

tanpa fermentasi (teh putih dan teh hijau), teh semi fermentasi (teh olong),

serta teh fermentasi (teh hitam).

B. Saran

Sebaiknya untuk kedepannya praktikan dapat lebih teliti dan hati-hati dalam

melakukan praktikum, baik dalam penimbangan sebelum perlakuan, proses


fermentasi, proses penyangraian dan penimbangan setelah perlakuan agar hasil

yang diperoleh bisa lebih valid dan sesuai dengan apa yang di harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alf, R. 2004. Tanaman Perkebunan Teh Camelia sinensis L. USU-Press, Medan.

Biswas, K.P., 2006. Description of Tea Plant. In: Encyclopaedia of Medicinal


Plants. New Delhi: Dominant Publishers and Distributors.

Bungsu P. Pengaruh Kadar Tanin Pada Teh Celup Terhadap Anemia Gizi Besi
(AGB) Pada Ibu Hamil Di UPT Puskesmas Citeureup Kabupaten Bogor
Tahun 2012. Jaakar: Universitas Indonesia; 2012.

Damayanti, E., et al. 2008. Studi Kandungan dan Turunannya sebagai


Antioksidan alami Serta Karakteristik Organoleptik Produk Teh Murbei dan
Teh Camellia-Murbei. Media Gizi & Keluarga, Juli 32 (1): 95-103.

Hartoyo A dan Astuti A. 2002. Aktivitas Antioksidan Dan Hipokolestrolemik


Ekstrak Teh Hijau Dan Teh Wangi Pada Tikus Yang Diberi Ransum Kaya
Asam Lemak Tidak Jenuh Ganda. Jurnal Eknologi Dan Industri Pangan 13(1):
78-84.

Kushiyama, M., Shimazaki, Y., Murakami, M., & Yamashita, Y.,2009.


Relationship Between Intake of Green Tea and Periodontal Disease. J
Periodontol, 80:372-377.

Ross, I.A., 2005. Tea Common Names and Its Uses. In: Medicinal Plants of the
World 3rd vol. New Jersey: Humana Press.

Sibuea, P, 2003, Antioksidan Senyawa Ajaib Penangkal Penuaan Dini, Sinar


Harapan, Yogyakarta.

Silaban, Marisi. 2005. Pengaruh Jenis Teh dan Lama Fermentasi pada Proses
Pembuatan Teh Kombucha. Skripsi: Departemen Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Stanford, L. D., S. Salehi, and B. M. Walker. 2009. Odor cue memory for odor-
associated words. Journal of Chemical Perception 2: 59-69.
Sujayanto, G. 2008. Khasiat Teh Untuk Kesehatan dan Kecantikan. Flona Serial
Oktober(I): hal. 34-38.

Anda mungkin juga menyukai