Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tanaman Teh

Gambar 2.1 Tanaman Teh (Citraningtyas, 2013)

1. Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi Tanaman

Kerajaan : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Trantroemiaccae

Family : Theaceae

Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis (L) (Novianty, 2009 : 6)

7
8

2. Sejarah Teh

Tanaman teh pertama kali ditemukan di daratan China.

Diperkirakan di propinsi Szechwan. Daerah tersebut

berbatasan dengan wilayah China bagian Barat Daya bagian

Timur Laut India, Birma,Siam dan Indocina.

Ada beberapa versi dalam cerita legenda tentang

pertama kali ditemukannya tanaman teh. Dalam salah satu

legenda diceritakan bahwa dalam suatu perjalanannya ke

hutan, seorang raja China menyempatkan diri untuk

beristirahat melepas lelah. Sambil beristirahat menjerang air

untuk minuman, secara tidak terduga terbanglah sehelai daun

dan masuk ke dalam air mendidih itu. Pada saat raja

menghirup minuman itu dirasakan sebagai minuman yang

cukup menyegarkan. Maka sejak itulah dikenal minuman teh

di China. Masa itu bertepatan dengan masa sesudah

pemerintahan dinasti Han, atau kira-kira tahun 221-265sesudah

masehi (Novianty, 2009). Telah di dokumentasikan bahwa di

bawah kepemimpinan kaisar Han (202SM-1M), pohon teh

ditanam secara independen oleh para biarawan.

Pasokan pertama yang mencapai Inggris terjadi pada

tahun 1652 hingga 1654. Sepreti halnya rempah-rempah tropis,

teh yang awalnya merupakan barang dagangan yang sangat


9

mahal, merupakan produk eksklusif yang hanya bisa dijangkau

oleh para aristokrat dan para saudagar kaya. Ketika Inggris

terlibat dalam perdagangan teh, volume perdagangan yang

menjangkau Eropa dan Amerika juga meningkat, seiring

dengan ketatnya persaingan antar berbagai dermaga. Secara

berangsur-angsur teh menjadi bisa terjangkau oleh masyarakat

kelas menengah. Meskipun demikian Inggris mengalami

‘demam teh’ lebih besar dibanding negara-negara lain

(Novianty, 2009).

3. Nama Lain Teh

Nama asli teh di Asia semuanya hampir sama satu lain.

Di Cina namanya ‘ch’a, di India ‘tsch’, di Jepang ‘cha’ dan di

Rusia ‘caj’, dalam bahasa Inggris ‘tea’ dan dalam bahasa

Jerman ‘tee’. Pada fase awal sejarah Eropa, minuman teh juga

disebut ‘cha’ di Inggris, Belanda dan Portugal. Pada akhir abad

ke 17, kata ‘cha’ menjadi ‘tay’ dan tidak lama kemudian

menjadi ‘tee’ dan ‘tea’ (Novianty, 2009 : 6).

4. Perkembangan Teh di Indonesia

Munculnya teh di Indonesia berawal ketika dr. Andreas

Cleyer, seorang berkebangsaan Belanda, yang membawa bibit

tanaman teh untuk dijadikan tanaman hias pada tahun 1686.

Mulai tahun 1728, bibit teh dari Cina mulai dibudidayakan di

pulau Jawa. Usaha tersebut baru berhasil pada tahun 1824, saat
10

dr. Van Siebold, yang meneliti teh di Jepang, mempromosikan

bibit teh asal Jepang. Sementara perkebunan teh di Indonesia

baru dimulai tahun 1828 dan dipelopori oleh Jacobson.

Teh kemudian menjadi komoditas yang menguntungkan.

Dengan demikian, pada masa pemerintahan gubernur Van Den

Bosch, rakyat dipaksa untuk menanam teh melalui politik

tanam paksa. Setelah Indonesia merdeka, usaha perkebunan

dan perdagangan teh diambil pemerintah (Novianty, 2009 : 6).

5. Morfologi Teh

Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan, dipanen

secara manual dan dapat tumbuh pada ketinggian 200 - 2.300

m dpl. Teh berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina

Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu

Camellia sinensis var. Assamica yang berasal dari Assam dan

Camellia sinensis var. sinensis yang berasal dari Cina. Varietas

assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing,

sedangkan varietas Sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya

agak tumpul.

Pohon kecil, karena seringnya pemangkasan maka

tampak seperti perdu. Bila tidak dipangkas akan tumbuh kecil

ramping setinggi 5 – 10 m, dengan bentuk tajuk seperti

kerucut. batang tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung

ranting dan daun muda berambut halus. Daun tunggal,


11

bertangkai pendek, letak berseling, helai daun kaku seperti

kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal

runcing, tepi bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6

– 18 cm, lebar 2 – 6 cm, warnanya hijau, permukaannya

mengilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga

bergabung menjadi satu, berkelamin dua, garis tengah 3 – 4

cm, warnanya putih cerah dengan kepala sari berwarna kuning,

harum. Buahnya buah kotak, berdinding tebal, pecah menurut

ruang, masih muda hijau, setelah tua coklat kehitaman. Biji

keras, 1 – 3. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk

pembuatan minuman teh. Perbanyakan dengan biji, setek,

sambungan atau cangkokan (Dalimartha, 1999 : 151).

6. Jenis dan pengolahan Teh

Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh

(Camellia sinensis (L)) melalui proses pengolahan tertentu.

Secara umum berdasarkan cara atau proses pengolahannya, teh

dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh

oolong dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara

menginaktifasi enzim oksidase atau fenolase yang ada dalam

pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan atau penguapan

menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap

kadar katekin dapat dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara

memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatik terhadap


12

kandungan katekin teh. Sementara teh oolong dihasilkan

melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah

proses rolling atau penggulungan daun, dengan tujuan untuk

menghentikan proses fermentasi, yang memiliki karakteristik

khusus dibandingkan teh hitam dan teh hijau (Novianty, 2009 :

7).

7. Pengolahan Teh Hitam

Teh hitam terbaik di dunia dihasilkan di India (Assam,

Darjeeling dan Nilgiri), Sri Lanka (Ceylon) serta Cina. di

negara-negara barat, konsumsi tehnya lebih dari 80%

menggunakan teh hitam. Khusus di Amerika, konsumsi teh

jenis ini mencapai lebih dari 90%.

Cara pengolahannya, daun dirajang dan dijemur di bawah

panas matahari sehingga mengalami perubahan kimiawi

sebelum dikeringkan. Perlakuan tersebut akan menyebabkan

warna daun menjadi coklat dan memberikan cita rasa teh hitam

yang khas.

Tahap-tahap pengolahan teh hitam sebagai berikut :

a. Pelayuan dalam ruangan

Pelayuan dalam ruangan dilakukan selama 12 – 18 jam.

Selama proses pelayuan yang lama, kadar air daun

berkurang dan menjadi lembut sehingga daun-daun mudah

digiling.
13

b. Penggilingan

Penggilingan bertujuan agar membran daun hancur

sehingga mengeluarkan minyak atsiri yang menimbulkan

aroma yang khas.

c. Fermentasi penuh

Selama proses fermentasi, warna daun menjadi gelap dan

sarinya menjadi kurang pahit. Proses fermentasi dihentikan

saat aroma dan rasanya sudah maksimal.

d. Pengeringan

Proses pengeringan untuk mengurangi kadar air sebanyak 2

– 5%. Sarinya mengering pada permukaan daun dan

bertahan relatif tetap sampai dilepaskan oleh air

penyeduhan.

e. Sortasi

Selama proses produksi, banyak daun teh robek atau remuk

sehingga produk teh akhir terdiri atas daun utuh, daun robek

dan partikel-partikel yang lebih kecil (Novianty, 2009).

8. Komposisi Kimia Teh

Teh mengandung sejenis antioksidan yang bernama

katekin. Pada daun teh segar, kadar katekin bisa mencapai 30%

dari berat kering. Teh hijau dan teh hitam mengandung katekin
14

yang tinggi, sedangkan teh hitam mengandung lebih sedikit

katekin karena katekin hilang dalam proses oksidasi. Teh juga

mengandung kafein (sekitar 3% dari berat kering atau sekitar

40 mg per cangkir), theofilin dan theobromin dalam jumlah

sedikit (Novianty, 2009 : 7).

Daun mengandung kafein (2 – 3%), theobromin, theofilin,

tannin, xanthine, adenine, minyak atsiri, kuersetin, naringenin

dan natural fluoride.

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Teh

No Komponen Jumlah

1 Kalori 17 kJ

2 Air 75 – 80%

3 Polifenol 25%

4 Karbohidrat 4%

5 Serat 27%

6 Pektin 6%

7 Kafein 2,5 – 4,5%

8 Protein 20%

(Dalimartha, 1999 : 151).

2.1.2 Senyawa Alkaloid

Alkaloid merupakan kelompok senyawa metabolit sekunder

yang mempunyai sifat alkali. Sifat inilah yang membuat penamaan


15

golongan senyawa-senyawa ini sebagai alkaloid. Sifat alkali ini

dimungkinkan karena secara kimia alkaloid adalah senyawa

organik yang mengandung nitrogen baik satu atau lebih dalam

bentuk amina primer, sekunder maupun tersier. Definisi umum

yang digunakan untuk alkaloid dalam kimia hasil alam atau hasil

alam adalah senyawa organik siklik yang mengandung N dengan

tingkat oksidasi negatif yang terdapat secara terbatas dalam mahluk

hidup (Raharjo, 2013 : 171-172).

Di alam terdapat beberapa senyawa alkaloid xantin, antara

lain 1,3-dimetilxantin (theofillin), 3,7-dimetilxantin (theobromin)

yang banyak terdapat dalam biji coklat dan 1,3,7-trimetilxantin

(kafein) dalam kopi dan teh (Novianty, 2008).

2.1.3 Kafein
1. Sifat Kafein

Gambar 2.2 Struktur Kafein (1,3,7-trimetilxantin)

Kafein berbentuk anhidrat atau hidrat yang mengandung

satu molekul air. Mengandung tidak kurang dari 98,5% dan


16

tidak lebih dari 101,0% C8H10N4O2 dihitung terhadap zat

anhidrat.

Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih,

biasanya menggumpal, tidak berbau, rasa pahit. Larutan bersifat

netral terhadap kertas lakmus. Bentuk hidratnya mekar di udara.

Kelarutan agak sukar larut dalam air, dalam etanol,

mudah larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter (DepKes

RI, 1995 : 254).

2. Farmakologi Kafein

Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak

terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan biji coklat. Kafein

memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis,

seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos

terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung.

Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan

dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis)

mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah,

tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang (Farmakologi UI,

2002). Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) yang

diacu dalam Liska (2004), dosis kafein yang diizinkan 100-

200mg/hari, sedangkan menurut SNI 01- 7152-2006 batas

maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150


17

mg/hari dan 50 mg/sajian. Kafein sebagai stimulan tingkat

sedang (mild stimulant) memang seringkali diduga sebagai

penyebab kecanduan. Kafein hanya dapat menimbulkan

kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan

rutin. Namun kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat

psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu

dua hari setelah konsumsi (Maramis, dkk, 2013).

2.1.4 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan yang paling

lama. Penyediaan secangkir kopi atau teh termasuk rasa dari

ekstraksi dan komponen bau dari masalah sayuran kering dengan

air panas. Demikian juga dengan bahan-bahan wewangian dan

banyak obat diisolasi secara ekstraksi dengan pelarut organik

(Novianty, 2009 : 12).

Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara untuk

praperlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan

analit-analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin

mengganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi analit. Di samping

itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk memekatkan analit

yang ada analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil

sehingga tidak memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi atau

kuantifikasi (Gandjar dan Rohman, 2007 : 46).


18

Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut adalah

mempunyai kelarutan yang rendah dalam air (<10%), dapat

menguap sehingga memudahkan penghilangan pelarut organik

setelah dilakukan ekstraksi dan mempunyai kemurnian yang tinggi

untuk meminimalkan adanya kontaminasi sampel (Gandjar dan

Rohman, 2007 : 47). Pelarut organik yang digunakan untuk

ekstraksi adalah kloroform.

2.1.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan

fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan

berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa

pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan

dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal).

Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat

yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak),

pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).

Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan

(dideteksi). Untuk campuran yang tidak diketahui, lapisan pemisah

(sifat penjerap) dan sistem larutan pengembang harus dipilih

dengan tepat karena keduanya bekerja sama untuk mencapai

pemisahan (Stahl, 1985 : 3-13)

Prinsip dasar kromatografi didasarkan pada kesetimbangan

konsentrasi komponen-komponen yang dituju, antara dua fase yang


19

tidak saling campur. Yang satunya fase diam, karena tidak bergerak

di dalam suatu kolom atau diikatkan dalam suatu pendukung,

sedangkan yang kedua, disebut dengan fase gerak, karena fase

gerak didorong melalui fase diam (Gandjar dan Rohman, 2012 :

285). Dalam KLT dan juga kromatografi kertas, hasil-hasil yang

diperoleh digambarkan dengan mencantumkan nilai Rf-nya yang

merujuk pada migrasi relatif analit terhadap ujung depan fase gerak

atau eluen. Maka nilai Rf didefinisikan sebagai :


Rf =

Nilai Rf ini terkait dengan faktor perlambatan. Nilai Rf

bukanlah suatu nilai fisika absolut untuk suatu kompone. Meskipun

demikian, dengan pengendalian kondidi KLT secara hati-hati, nilai

Rf dapat digunakan sebagai cara untuk identifikasi kualitatif.

(Gandjar dan Rohman, 2012 : 331). Nilai hRf diperoleh dari 100 x

Rf dan untuk memperkuat hasil dari hRf perlu dilakukan

perhitungan hRx untuk mengetahui kedekatan antara sampel dan

standar. Maka nilai Rx didefinisikan sebagai :


Rx =

(Sastrohamidjojo, 2005 hal : 35)


20

2.1.6 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang

gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang

diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak

memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada

kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum UV-Vis

mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang

struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum

ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif.

Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan

menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Spektroskopi didefinisikan sebagai interaksi antara radiasi

elektromagnetik (REM) dengan sampel. Jika panjang gelombang

REM yang digunakan bersesuaian dengan panjang gelombang

ultraviolet-visibel maka disebut dengan spektroskopi ultraviolet-

visibel atau biasa disingkat UV-Vis (Gandjar dan Rohman, 2012 :

60).

Sinar Ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-

400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang

400-800 nm (Dachriyanus, 2004).


21

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan UV-Vis yaitu

meliputi :

1. Adanya gugus-gugus penyerap (Kromofor)


Gugus kromofor adalah gugus fungsi yang menyerap atau
mengabsorbsi radiasi elektromagnetik di daerah panjang
gelombang ultraviolet dan daerah cahaya tampak.
2. Pengaruh pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel

3. Pengaruh suhu

4. Ion-ion anorganik

5. Pangaruh pH (Gandjar dan Rohman, 2012 : 70-79).

1. Instrumentasi Spektrofotometri UV – Visibel

Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum,

setiap komponen dari instrumen yang dipakai harus berfungsi

dengan baik. Komponen-komponen spektrofotometri UV-Vis

meliputi sumber sinar, monokromator, dan sistem optik.

a. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen

untuk pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk

daerah visibel.

b. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke

dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang

selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator

berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang


22

gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen

melewati spektrum.

c. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar

sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan

sebagai mana dalam spektrofotometer berkas ganda (double

beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu

kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum

sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko

dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang

digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi.

d. Detektor adalah peranan detektor penerima yang

memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang

gelombang.

e. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan

yang membuat isyarat listrik dapat diamati.

f. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat

listrik (Rohman, 2007 dan Sirait, 2009).

2. Analisa Secara Spektrofotometri

Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri

UV-Vis dapat digolongkan atas dua macam pelaksanaan

pekerjaan, yaitu analisis senyawa tunggal dan analisis

kuantitatif campuran dua atau lebih analit.


23

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis

dengan spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang

semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan

spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut harus diubah

terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut

adalah tahapan-tahapan yang harus diperhatikan :

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap UV-Vis

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak

menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan

adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau

direaksikan dengan pereaksi tertentu.

b. Waktu operasional

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi

atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk

mengetahui waktu pengukuran yang stabil.

c. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis

kuantitatif adalah panjang gelombang yang memiliki

absorbansi yang maksimal. Untuk memilih panjang

gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva

baku pada konsentrasi tertentu.


24

d. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis

dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi

larutan dengan berbagai dengan konsentrasi diukur,

kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara

absorbansi dengan konsentrasi.

3. Hukum Lambert – Beer

Dasar analisis kuantitatif senyawa obat dengan

spektrofotometri UV-Vis adalah hukum Lambert-Beer, yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara absorbansi dengan

konsentrasi senyawa obat. Hukum Lambert-Beer

diformulasikan dengan persamaan berikut :

A= ɛbc

Yang mana : A= absorbansi; ɛ adalah absorptivitas molar; b=

tebal kuvet (cm); c adalah konsentrasi (M).

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas

yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus

dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum Lambert-

Beer tersebut ada beberapa pembatasan yaitu :

a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis

b. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai

penampang luas yang sama


25

c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak

tergantung pada yang lain dalam laurtan tersebut

d. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi

e. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan

(Gandjar dan Rohman, 2012 : 92 - 93).

2.1.7 Uraian Bahan

1. Teh

Teh (Camellia sinensis (L)) sebagai bahan minuman yang

dibuat dari pucuk muda daun teh yang telah mengalami proses

pengolahan tertentu seperti pelayuan, penggilingan, oksidasi

enzimatis dan pengeringan (Juniaty, 2013).

Kandungan senyawa kimia pada daun teh serta

perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa kimia tersebut

selama pengetahuan, sangat penting diketahui terutama bagi

pelaku industri teh seperti pengusaha dan petani sehingga dapat

menghasilkan produk teh yang bercita rasa dan beraroma serta

berkhasiat tinggi yang dapat bersaing dengan teh produksi luar

negeri. Begitupun bagi konsumen teh, dengan pengetahuan

tersebut konsumen dapat memilih jenis teh yang tepat sesuai

kebutuhannya.
26

2. Kafein

Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih,

biasanya menggumpal, tidak berbau, rasa pahit. Larutan bersifat

netral terhadap kertas lakmus. Bentuk hidratnya mekar di udara.

Kelarutan agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut

dalam kloroform, sukar larut dalam eter (DepKes RI, 1995 :

254).

3. Kloroform

Kloroform adalah triklormetana, mengandung etanol

1,0% v/v sampai 2,0% v/v sebagai zat penstabil. Berbentuk

cairan mudah menguap, tidak berwarna, bau khas, rasa manis

dan membakar. Kelarutan larut dalam lebih kurang 200 bagian

air, mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam

sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam

minyak lemak (Deples RI, 1979 : 151).

4. Aquadestilata

Merupakan air suling yang dibuat dengan menyuling air

yang dapat diminum. Berbentuk cairan jernih, tidak berwarna,

tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa (DepKes RI, 1979 : 96).

2.2 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya pengaruh suhu pada

proses penyeduhan terhadap kadar kafein teh kemasan.

Anda mungkin juga menyukai