Anda di halaman 1dari 49

BERCOCOK TANAM

TEH
I. PENDAHULUAN
Teh mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia oleh karena
unsur-unsur yang dikandungnya. Di Indonesia dan beberapa negara lainnya,
teh merupakan sebagai bahan minuman sehari-hari.

Minum teh dapat menstimulir otot-otot agar bekerja kembali, membuat


keadaan terasa lebih segar dan dapat menghilangkan rasa mengantuk, sebagai
reaksi zat-zat yang terkandung di dalam daun teh. Teh dapat pula dibuat
sebagai bahan obat-obatan, penyegar dan lain-lain. Dari ampas teh, sisa
seduhan, masih tersisa zat-zat yang diperlukan untuk keperluan-keperluan
tersebut di atas.

Minum teh di Eropa dan di Amerika merupakan suatu hal yang istimewa.

Teh kering dari Indonesia dikirim ke luar negeri, oleh karena itu hasil
perkebunan teh dari Sumatera Utara dan Jawa Barat (terutama) merupakan
sumber devisa bagi negara Republik Indonesia.

Dari produk teh hitam dapat dibuat beberapa jenis minuman yang lebih praktis
dalam penyajiannya dalam bentuk yang siap untuk diminum atau dicampur
dengan sari buah-buahan. Jenis-jenis itu antara lain adalah : instant tea, tea
cider,tea tablet, tea mix, juga tea bag. Instant tea adalah sari-sari teh,
sedangkan tea cider, adalah teh yang telah mengalami proses peragian, rasanya
enak, manis keasam-asaman dan mengandung sedikit alkohol.

Pada tahun 1932 tea cider pernah sangat populer dikenal di luar negeri
terutama di Amerika. Sekarang permintaan konsumen terhadap jenis ini
semakin meningkat sesuai dengan perkembangan kultur tehnis dari
pengolahan teh.
Disamping produk teh hitam yang dikenal sehari-hari, ada pula yang dinamakan teh hijau,
suatu hasil pengolahan teh yang berbeda dan lebih sederhana, dan ini dibuat sebagai bahan
industri teh wangi. Akhir-akhir ini dikenal pula jenis baru : yaitu teh putih.

SEJARAH ASAL TANAMAN TEH

Tanaman teh telah dikenal sejak 2000 s/d 3000 tahun yang lalu di dataran tinggi Tiongkok
Selatan, yaitu pada daerah yang terletak antara 250 – 350 L.U. dan 950 – 1050 B.T.
Oleh sebab itu orang menduga daerah ini merupakan daerah asal tanaman teh, dan
memang hingga sekarang ini belum ada bantahan terhadap pendapat ini. Buku Bercocok
Tanam Teh telah diterbitkan pada tahun 780 M. Pada abad ke-8 itu teh telah dikenal
sebagai bahan minuman. Mengingat pusat tanaman teh di Asia Tenggara, maka disinilah
daerah yang mempunyai tradisi menanam teh sesudah Tiongkok, kini berkembang ke Indo
Cina, India, Jepang terus ke Timur Jauh, teh telah berkembang menjadi tanaman industri
yang menarik perhatian pedagang-pedagang Eropa untuk menanam modalnya.

India :
Industri teh dengan cara yang ringan dimulai di India. Setelah percobaan dilakukan di
kebun raya Calkutta dengan biji-biji yang berasal dari Cina, perhatian masyarakat tertarik
oleh karena didapati tanaman teh tumbuh secara liar di daerah tersebut. Inilah yang
dikenal sebagai teh asam.

Sri Lanka :
Di Sri Lanka tanaman teh dengan serius dimulai dari tahun 1870. sekarang Sri Lanka
merupakan negara penghasil teh yang besar dan maju. Klon TRI 2024, TRI 2025 adalah
klon unggul yang ternyata mempunyai sifat-sifat yang baik setelah dilakukan pengujian
sesuai untuk daerah-daerah teh di Indonesia.
Afrika :
Pada tahun 1850 teh ditanam di kebun raya Durban dan berkembang menjadi tanaman
industri, pada tahun 1877 meluas ke Natal sam dengan saatnya perkembangan teh di
Ceylon. Di Malawi didapati industri teh tertua di Afrika.

Dari contoh-contoh tanaman teh dapat dibataskan daerah teh di Afrika ada 3 bagian yaitu :
1. Limuru (Kenya)
2. Entebbe
3. Uganda

Sekarang Afrika juga merupakan daerah penanaman teh yang luas di dunia.

Rusia :

Di Rusia juga didapati perkebunan teh yang luas. Disamping negara-negara teh seperti
Cina, Jepang, Indonesia dan Ceylon, negara-negara yang termasuk penghasil teh lainnya
adalah : Birma, Thailand, Malaya, Ethiopia, Brazil, Mexico, Iran, dsb.

SEJARAH PENANAMAN TEH DI INDONESIA

Tanaman teh (Camellis Sinensis) di Indonesia pertama kali dimasukkan ke Jawa sebelum
tahun 1700, tetapi waktu itu belum untuk tujuan produksi. Usaha untuk
memperkebunkan teh oleh VOC pada tahun 1728 dari biji-biji yang berasal dari Jepang,
namun usaha ini gagal. Baru pada tahun 1826 tanaman teh berhasil diperkebunkan
dengan penyebaran biji yang berasal dari Jepang dan ditanam di Bogor dan Garut.
Sehingga tahun 1826 dicatat sebagai tahun masuknya teh ke Indonesia.

Kemajuan yang pesat pada budidaya teh terjadi sesudah tahun 1878, yaitu setelah
dimasukkannya varietas Assam dari India ke Jawa. Pada permulaan abad ke-20 ini
budidaya teh mulai berkembang di Sumatera dengan bantuan biji yang didatangkan dari
Jawa dan India.
Jenis tanaman teh yang didatangkan dari Jepang dan Tiongkok merupakan
satu-satunya jenis yang memegang peranan penting di jawa sebelum dikenal
adanya jenis baru yang produksinya lebih tinggi, yaitu teh Assam (Camellia
Sinensis). Varietas Assamica yang bijinya didatangkan dari India sekitar tahun
1878.

Sejak tahun 1896 Indonesia dicatat oleh dunia sebagai negara pengekspor teh
ke Eropa, Amerika, Afrika dan Australia disamping Cina, Jepang, India, Sri
Lanka, Taiwan dan Malaysia. Tetapi saat ini Afrika sudah merupakan negara
penghasil teh yang besar di dunia.

SUSUNAN KIMIAWI DAUN TEH

Daun teh yang segar mengandung zat-zat kimia ± 18 – 25 % dari berat daun
segar. Zat-zat kimia/senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah :

1. Tannin/Cotachin :
Tannin berarti zat penyamah, cotachin adalah zat penyamah dalam daun teh,
tetapi bukan dalam arti zat penyamah yang sebenarnya. Senyawa ini
merupakan senyawa yang paling penting pada daun the. Cotachin ini tidak
berwarna tetapi mempengaruhi sifat teh jadi (bubuk teh) baik rasa, warna dan
aromanya. Tannin mengandung 20 – 30 % dari berat kering daun.

2. Karbohidrat :
Antara lain sakorosa, glucosa dan fruktosa, kandungan karbohidrat pada teh
terkandung 0,75 % dari berat kering daun.
3. Pektin :
Antara lain sifatnya membentuk lapisan yang mengkilat yang disebut sebagai
“bloom” dari teh beratnya 4,9 – 7,6 % dari B.K. daun.

4. Caffein :
Caffein akan bereaksi dengan cotachin membentuk senyawa yang menentukan
brikness dari seduhan teh caffein akan menyusun 3 – 4 % dari B.K. daun.

5. Protein :
Peranannya dalam pembentukan aroma pada teh hitam sebagai akibat
perombakan protein menjadi asam-asam amino selama pelayuan. Seluruh
protein dan asam amino berkisar antara 1,4 – 5 % dari B.K. daun.

6. Vitamin :
Antara lain vitamin P, K, A, B1 dan vitamin B2.
7. Mineral :
Dalam daun teh ± 4 – 5 % dari B.K. daun.

8. Enzim-enzim :
Amilase, glucosidase, oximetilase, protease dan peroxydase.
II. NAMA DAN JENIS-JENIS TEH
Untuk tanaman teh ada bermacam-macam nama yang pernah diberikan. Tahun 1916
Cohen Stuart memberi nama tanaman teh dengan Camellia Theifera. 1924 Rehder memberi
nama thea. 1935 Karasawa memberi nama theasinensis, 1937 Seally memberi nama
Camellia, 1943 Wellensiek memberi nama thea sinensis.

Sebaliknya tahun 1937 Seally memakai nama Camellia dengan species sinensis. Sampai
akhirnya nama ini merupakan nama yang benar untuk tea. Penulis-penulis Inggris
memakai nama jenis Camellia tetap dengan species thea, Camellia thea.

Untuk adanya keseragaman dalam membaca literatur agar para pembaca tidak menjadi
terganggu dengan nama Genus dan Species tea yang bermacam-macam ini maka haruslah
kita memakai nama yang menurut aturan Nomenclatur Internasional.

Dalam buku Species plantarum yang ditulis oleh Linnaeus pada tahun 1753 dalam jilid I :
Thea tetap dalam jilid II Camellia.
Robert Sweet ahli pertama yang menyatakan kedua nama ini (1818), dalam bukunya Hortus
Suburbanus Londinensis mengatakan bahwa antara lain : Thea & Camellia disatukan
menjadi Camellia.

Tahun 1923 Jackson mencatat jilid I bulan Mei dan jilid II bulan Agustus pada tahun 1783
sehingga jilid II lebih baru dan dipakai nama Camellia.
Sebaliknya tahun 1924 Rehder mengatakan jilid I lebih tua, jadi keduanya disatukan
menjadi thea.

Tahun 1935 Kongres Botani Internasional di Amsterdam memutuskan bahwa thea tidak
mempunyai prioritas, maka dipakai nama Camellia.

Untuk nama species Seally menamakan : Camellia sinensis O. Kuntze sinonim dengan C.
theifera, C. thea, C. viridis.
Jadi nama yang dipakai sampai saat ini : Camellia sinensis O. Kuntze.
Menurut klasifikasinya ada dua jenis teh (Camellia sinensis) yaitu Type/Varietas Assamica
(teh assam, India) dan Type/Varietas Bohea (sinensis, the Cina). Menurut WELLENSIEK,
type assam terjadi dari mutasi type Cina. Hipotesa ini diperkuat oleh hasil penelitian secara
seleksi.

III. SYARAT-SYARAT TUMBUH PERTANAMAN TEH


3.1. I K L I M
Iklim di Indonesia terutama ditentukan oleh ketinggian diatas permukaan laut dan
banyaknya, serta penyebaran hujan dalam 1 tahun. Faktor temperatur terutama
ditentukan oleh ketinggian. Ketinggian serta curah hujan menentukan pula intensitas
cahaya matahari.

3.1.1. Curah Hujan


Teh tidak tahan terhadap kekeringan yang lama. Karenanya pertanaman teh berpusat di
bagian barat Indonesia. Daerah-daerah pertanaman teh di Indonesia umumnya memilih
curah hujan yang berkisar antara 2.500 sampai 3.000 mm tiap tahun.

Analisa data curah hujan di Assam (India) memperlihatkan bahwa panenan tahunan
berhubung erat dengan turunnya hujan dalam musim kemarau. Kebutuhan tanaman akan
air dapat dicari dari besarnya transpirasi GADD (1935) memperkirakan transpirasi teh
berkisar sekitar 90 cm curah hujan tiap tahun dalam keadaan yang terdapat di Tea
Research Institute Ceylon, angka transpirasi jenis-jenis tanaman berumur panjang berkisar
antara 60 – 90 cm. Dengan demikian tanaman teh mempunyai kemampuan transpirasi
yang besar dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya.
Penelitian mengenai curah hujan minimum yang dibutuhkan untuk
mengusahakan teh dilakukan di Sri Lanka (Ceylon). Pada ketinggian 1.200
meter di atas permukaan laut diperkirakan dari 1 Ha tanaman teh menyerap
air dari dalam tanah sebesar 25.400 kg yang setara dengan curah hujan 2,54
mm/hari. Di Afrika dengan temperatur rata-rata 18C diperoleh hasil produksi
yang tinggi jika curah hujan hanya 125 cm setahun. Angka ini bagi daerah
Assam yang temperaturnya 29C dalam musim semi terlalu rendah. Mengenai
curah hujan di perkebunan teh di Indonesia SCHOOREL (1949) berpendapat
bahwa :
a. Curah hujannya lebih dari 2.500 mm kecuali beberapa kali dibawah angka
itu, tetapi lebih besar dari 2.000 mm.
b. Mempunyai bulan basah yang nyata (lebih dari 100 meter tiap bulan),
hanya beberapa perkebunan mempunyai satu dua bulan kering (kurang
dari 60 mm per bulan).
Di daerah-daerah dimana hampir tak dikenal bulan kering di Jawa Barat,
tanaman teh juga mau tumbuh di tempat-tempat yang hanya beberapa ratus
kaki tingginya dari permukaan laut, misalnya di daerah Bogor. Tetapi di Jawa
Timur dimana dalam musim kemarau sering kali tak ada hujan dalam waktu 1
– 3 bulan tanaman teh hanya mau tumbuh di tempat yang tinggi, misalnya di
lereng-lereng gunung Semeru sebelah selatan.

Demikian juga di Sri Lanka tanaman teh mau tumbuh baik di tempat-tempat
yang tidak terlalu tinggi tetapi tiap bulannya cukup hujan, sedang di India
Utara dimana curah hujannya kadang-kadang kurang sekali, teh hanya
tumbuh baik di daerah pegunungan tinggi. Di bawah ini dapat dilihat
penyebaran hujan pada daerah perkebunan teh di Pematangsiantar (Sumatera
Utara), Cameron Highland (Malaya) dan Sukabumi (Jawa Barat).
Tabel : Penyebaran Curah Hujan pada Daerah Perkebunan
Teh di Pematangsiantar, Cameron Highland dan
Sukabumi
P.Siantar Cameron Highland Sukabumi
Bulan (Sumatera) (Malaya) (Jawa)
cm cm cm
Januari 28.194 23.876 62.738
Februari 18.288 14.732 28.448
Maret 22.606 20.574 38.354
April 22.098 34.036 40.894
Mei 30.480 22.098 26.416
Juni 17.018 16.256 16.510
Juli 17.018 11.938 9.906
Agustus 24.384 12.446 9.652
September 34.798 31.750 10.160
Oktober 42.418 36.322 23.114
Nopember 22.352 38.608 35.052
Desember 24.892 33.020 41.656
Jumlah 304.546 635.656 342.900
3.1.2. Temperatur
Perubahan temperatur sepanjang tahun merupakan penyebab utama
perbedaan kecepatan pembentukan pucuk teh (bush flushing), sampai kadang-
kadang berhenti sama sekali. Daerah asal tanaman teh adalah daerah sub
tropis, oleh sebab itu pertanaman teh di Indonesia, hanya mau tumbuh baik di
daerah pergunungan yang iklimnya tidak panas. Temperatur rata-rata pada
bulan-bulan Juli dan Januari setiap tahun di beberapa negara penghasil teh
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel : Lama Masa Petik Teh Akibat Pengaruh Temperatur Bulanan
Temperatur Rata-rata Masa Petik
Tinggi Tempat Garis Lintang Teh (bulan)
Januari (C) Juli (C)
Poti USSR (0 m) 42 U 7 24 5–6
Kanaya, Jepang (0 m) 35 U 5 25 6
Hankow, China (48 m) 31 U 4 29 6–7
Tocklai, Assam (90 m) 27 U 16 29 8–9
Vientiane, Laos (92 m) 18 U 21 28 12
Kandy, Ceylon (503 m) 7 U 23 24 12
Nuwara Eliya Ceylon (1.830 7 U 15 16 12
m)
Kericho, Kenya (1820 m) 0 U 18 16 12
Bandung, Jawa (700 m) 6 U 24 25 12
North Peru (1.525 m) 9 U 19 20 12
Cholo, Malawi (900 m) 16 U 23 16 12
Chipinge, Rhodesia (462 m) 21 U 23 15 12
Corrientes, Argentina (305 m) 27 U 26 16 7–8
Di tempat-tempat yang tinggi seperti di Malabar (1.550 m) dengan temperatur
rata-rata setiap bulannya 16,9C, memberikan kualitas hasil yang lebih baik.
Temperatur yang ideal bagi pertumbuhan tanaman teh berkisar antara 14C -
25C. Namun demikian temperatur yang berkisar diluar interval di atas,
tanaman teh masih dapat tumbuh pada tabel berikut dapat dilihat temperatur
rata-rata dari 3 daerah perkebunan di Indonesia.
Tabel : Temperatur Rata-rata dari 3 Daerah Perkebunan Teh di Indonesia (C)
Rata-rata P.Siantar Gunung Rasa Cianjur Malabar, Bandung
Panas (Sumatera) 400 Selatan 1.035 m Selatan, 1.550 m
m diatas laut diatas laut diatas laut
Januari 21,7 19,8 16,6
Februari 22,6 19,8 16,6
Maret 23,2 20,1 16,9
April 23,3 20,5 17,1
Mei 23,7 20,5 17,2
Juni 23,2 20,2 16,6
Juli 23,0 20,1 16,6
Agustus 23,0 19,9 16,5
September 22,8 20,1 16,9
Oktober 22,4 20,2 17,2
Nopember 22,2 20,1 17,2
Desember 22,2 19,7 17,0
Rata-rata 22,8 20,1 16,9
3.1.3. Intensitas Sinar Matahari
Intensitas sinar matahari suatu daerah ditentukan oleh ketinggian daerah
tersebut dari permukaan laut serta curah hujannya. Di Jawa udara sering
tertutup awan dalam musim penghujan terutama dalam bulan Januari dan
Februari, sehingga hasil teh dalam bulan-bulan tersebut kurang baik, karena
disamping cahaya matahari yang selalu tertutup awan, juga pemungutan daun
teh sering terganggu. Biasanya hasil teh yang terbanyak didapat dalam bulan-
bulan permulaan dan penghabisan musim penghujan. Dalam waktu itu cuaca
udara sering terang, sedang keadaan tanah tidak kering.
Ketinggian suatu daerah juga berpengaruh kepada intensitas sinar matahari di
daerah tersebut, makin tinggi suatu tempat semakin tinggi pula intensitas
matahari, karena semakin sedikit cahaya yang diserap oleh atmosfer. Tetapi
jumlah jam penyinaran akan mengganggu proses assimilasi, terutama pada
daun, sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan produksi daun. Namun
hal ini tergantung juga dari letak dan tempat keadaan lapangan.

3.1.4. Tinggi Tempat


Pada dasarnya tanaman teh bukanlah tanaman tropika. Dengan demikian
maka sudah dimengerti bahwa kondisi yang optimal untuk pertanaman teh di
Indonesia tidak terdapat di dataran rendah, tetapi di gunung-gunung, jika
ditanam di tempat setinggi permukaan laut, tanaman teh akan hidup juga,
tetapi kualitas yang didapat sangat rendah, selain itu terdapat faktor-faktor
yang menghambat perkembangan yang baik dari tanaman, misalnya saja cara
pelapukan batuan dan tanah pada tempat setinggi permukaan laut
menyebabkan tanah dataran rendah kurang cocok untuk tanaman teh, yang
menghendaki tanah yang dalam dan meneruskan air. Faktor lain yang
memberi kesukaran di tanah rendah adalah peteduh. Di tanah rendah
tanaman teh memerlukan banyak peteduh, sehingga produksi sangat
terhambat karenanya jadi meskipun di Indonesia penanaman teh di tempat
setinggi permukaan laut, bukan merupakan hal yang tidak mungkin, namun
tanah pegunungan jauh lebih cocok untuknya. Umumnya makin tinggi tempat
tumbuh makin meningkat kualitas tehnya.
Pada tinggi tempat lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut produksi teh
sudah jauh lebih baik. Namun batas terbawah produksi teh yang
menguntungkan tidak dapat ditarik dengan tegas, karena variabilitas cuaca
juga ditentukan oleh faktor lain selain tinggi tempat. Sebaliknya letak tempat
yang terlalu tinggi pun memberikan kesulitan berupa kurangnya sinar
matahari dan bahaya pembekuan yang disebut embun upas. Di dataran tinggi
bahaya pembekuan pada malam hari terhadap kebun yang baru saja dipangkas
adalah besar sekali, karena segera sesudah dipangkas cabang-cabang masih
mengandung banyak cairan dan kurang tahan terhadap pembekuan, lagipula
tanaman tidak mempunyai daun yang dapat menghambat panas dari tanah.
Dengan demikian tunas-tunas muda akan rusak.
3.1.5. A n g i n
Angin dapat mempengaruhi produksi tanaman teh, angin kering yang
membawa udara panas dan bertiup kencang, beberapa waktu lamanya dapat
membuat tanaman mati kering walaupun tanahnya basah. Angin ini dapat
menurunkan kelembaban nisbi sampai kurang dari 30 %. Angin ini apabila
selama 3 – 4 hari terus bertiup di perkebunan teh dapat membuat tanaman
menjadi rusak, karena banyak daun-daun teh menjadi layu dan gugur. Tentu
saja tanaman-tanaman tadi untuk beberapa waktu lamanya tidak memberikan
hasil.

3.2. T A N A H
Areal teh di dunia ditanam di atas tanah yang asalnya bermacam-macam. Di
India Utara sebagian besar Kwarter dan Alluvial baru. Di Sri Lanka dan India
Selatan ditanam pada tanah hasil pelapukan batuan Archaen. Tanah
pegunungan di Jawa merupakan hasil erupsi berasal dari granit, gneis dan
batu pasir. Tanaman teh tidak mau tumbuh pada tanah di ari alkalis atau
pada tanah kapur. Meskipun tanaman teh dapat tumbuh pada tanah dengan
sifat fisik apa saja, tetapi yang terbaik adalah diatas tanah bertekstur medium
(light loam), gembur sedalam mungkin (deep friable) dan tersedia unsur hara
tanaman. Tanaman teh di China dan Jepang dapat juga tumbuh pada tanah
yang miskin, di lereng-lereng bukit yang gagal ditanami tanaman lain.
3.2.1. Sifat Fisik Tanah Tanaman Teh
Tanaman teh dapat tumbuh pada berbagai tekstur tanah. Di India Utara tanah
teh yang ekonomis berkisar dari pasir ringan sampai lempung/liat yang lekat,
termasuk debu geluh (loam) dari semua jenis. Di Cachar tanaman teh tumbuh
pada tanah gambut (peat soils) yang disebut “bheels” yang telah didrainase,
tetapi permukaan air tanah masih tetap sedalam 30 cm dari permukaan tanah.
Di Sri Lanka dan India Selatan tanahnya tua berwarna merah dan agak
lateritik. Tanahnya terdiri sebahagian besar atas pasir dan lempung dengan
100 % debu. Di Afrika Timur tanah tanaman teh dilaporkan sebagai tanah
tropikal merah, yang berasal dari batuan granit, gneis, batu pasir dan deposit
vulkanis. Tanah ini terletak pada ketinggian antara 900 – 1.200 meter dengan
curah hujan yang tinggi dan relatif miskin unsur hara tanaman. Tanahnya
gembur dan mudah tererosi.
3.2.2. Sifat Kimia Tanah Tanaman Teh
Tanaman teh memerlukan tanah yang bereaksi asam, dan tidak tahan terhadap
tanah yang bereaksi alkalis. Sehubungan dengan perlunya reaksi tanah yang
asam maka pada penanaman teh sering dilakukan pemupukan lubang
tanaman dengan memakai belerang. Di dalam tanah belerang mengalami
oxidasi menjadi asam belerang dan mempunyai pengaruh yang mengasamkan.
Beberapa tanah tanaman teh yang baik di India Utara ph-nya 5,4 di Sri Lanka
dan India Selatan 4,6 – 6,0, di Jepang 5,0 – 6,0, di Afrika Timur 4,4 – 6,2, di
Caucasus 5,0 – 5,4 dan di Indonesia 4,8 – 6,0.
IV. BAHAN TANAMAN
Tanaman teh dapat diperbanyak secara generatip dengan melalui biji maupun
secara vegetatip.

4.1. SECARA GENERATIP


Perbanyakan dengan cara generatip yaitu dengan melalui biji, sebagai hasil
persilangan antara pohon induk jantan dengan pohon induk betina, baik secara
alamiah maupun secara buatan. Perbanyakan tanaman dengan cara generatip ini
dapat dilakukan dengan cara langsung ditanam di lapangan ataupun dengan cara
biji disemaikan lebih dahulu, kemudian dipindahkan ke pembibitan, baru
ditanam di lapangan.

4.1.1. Testing Biji


Biji teh yang berasal dari pohon induk biji yang berasal dari kebun biji, terlebih
dahulu harus dipilih yang baik. Cara ini dapat dilakukan dengan :
a. Memilih biji yang lebih besar, hal ini didasarkan bahwa diameter biji yang lebih
besar akan terkandung bahwa makanan yang lebih banyak dan mempunyai
pertumbuhan yang baik.
b. Biji-biji direndam dalam ember yang tenggelam dianggap yang baik, sedangkan
yang terapung dianggap kurang baik, cara ini didasarkan kepada penentuan
BD dengan prinsip bahwa BD yang besar mempunyai daya kecambah yang
baik.
4.1.2. Persemaian Kecambah
Biji yang telah diseleksi harus dikecambahkan lebih dahulu di tempat persemaian tertentu,
persemaian kecambah ini dibuat dari lapisan pasir yang lembab dan diatasnya ditaburkan
biji-biji teh kemudian ditutup dengan goni yang lembab. Penutupan dengan karung goni
bertujuan mengatur kelembaban agar cukup tinggi dan mencegah serangan hama lalat biji.
Setiap 2 hari sekali dibuka dan dipilih mana yang telah pecah kemudian segera
dipindahkan ke pembibitan setelah 2 – 4 minggu tergantung kepada sifat genetis dari biji itu
sendiri.

4.1.3. Pembibitan
Biji yang retak dipindahkan ke pembibitan. Pembibitan biji pada suatu bedengan yang
panjangnya ± 15 m, lebar 1,2 m dan tinggi ± 20 cm, dengan arah Utara – Selatan. Diantara
bedengan dibuat parit-parit drainase yang lebarnya 30 cm juga untuk memudahkan
pemeliharaan.
Biji ditanamkan sedalam ± 3 cm didalam tanah dan sebaiknya dengan mata yang
menghadap kebawah, ditanam dengan dengan jarak tanam (20 x 20) cm. Bedengan diberi
perlindungan untuk menjaga tanaman muda yang akan tumbuh dari teriknya sinar
matahari. Sebagai bahan tanaman, bibit ini dapat dipindahkan ke lapangan setelah 9
bulan sebagai bibit cabutan. Sedangkan bibit yang oleh karena sesuatu hal baru dapat
dipindah ke lapangan setelah berumur 1,5 – 2 tahun, disebut dengan stump.

4.2. SECARA VEGETATIP


Sejak tahun 1902 telah mulai dilakukan percobaan bahan tanaman secara vegetatip. Cara
vegetatip ini dapat diperoleh antara lain dengan :

4.2.1. Cangkok
Cara ini pernah dicoba, tetapi kurang berhasil. Setelah diketahui cara perbanyakan
vegetatip lainnya, cara ini telah ditinggalkan karena :
- Hasilnya belum dapat dipastikan
- Bibit yang dicangkok dari pohon induk jumlahnya terbatas, dengan perkataan lain tidak
praktis dan tidak ekonomis.
4.2.2. Okulasi/Bibit Tempelan
Untuk ini diperlukan mata dari pohon induk yang ditempelkan pada suatu batang bawah yang
berasal dari biji. Cara ini juga kurang berhasil karena banyak jenis pohon induk yang sukar sekali
diperbanyak secara okulasi karena sifat incompatibility antara batang bawah dengan mata/tunas
yang ditempelkan.

4.2.3. E n t e n
Cara ini mirip dengan okulasi, hanya bahan tanaman yang berasal dari pohon induk dapat
disambungkan dengan cara penyambungan mahkota, penyambungan celah dari samping maupun
penyambungan kopulasi.

Ketiga cara perbanyakan vegetatip di atas adalah sulit karena menuntut syarat-syarat khusus dan
tidak praktis serta tidak ekonomis, sebab dalam jangka waktu yang relatif tidak lama, cara ini
tidak dapat memenuhi kebutuhan kebun.
(Untuk 1 Ha saja dibutuhkan bibit lebih kurang 10.000).

4.2.4. Stek Daun Teh


Usaha perbanyakan tanaman teh melalui stek telah mulai dirintis sejak tahun 1902, akan tetapi
usaha tersebut banyak mengalami kesulitan dan kegagalan karena teknik penyetekan belum
dikuasai pada waktu itu. Pada tahun 1932 dikerjakan kembali sampai tahun 1950. Walaupun
hasilnya masih jauh dari memuaskan, sesudah tahun 1950 perhatian pada masalah penyetekan
terhenti, antara lain karena perkembangan teh yang agak menurun pada waktu itu.

Tahun 1950 penyetekan di Indonesia mulai mendapat perhatian kembali dan lambat laun hasilnya
menjadi lebih baik. Sejak tahun 1970 para pekebun muali melaksanakan pembibitan stek secara
besar-besaran, setelah yakin bahwa mutu asal stek sama dengan bibit asal biji terutama dari
perakarannya. Pada waktu ini pembibitan teh dengan cara stek merupakan cara yang paling cepat
didalam memenuhi kebutuhan bibit yang semakin meningkat.
1. Pemilihan Lokasi
a. Berdrainase baik
b. Kalau mungkin melandai ke Timur
c. Dekat dengan kebun yang akan ditanam
d. Dekat dengan jalan agar mudah melakukan pengangkutan
e. Dekat dengan penyediaan tanah untuk mengisi kantongan pastik
f. Dekat dengan sumber air
g. Mudah melakukan pengawasan.
2. Membuat Naungan Kolektif
a. Tinggi bangunan 2 m di atas tanah
b. Luas tergantung kebutuhan atau rencana pembibitan
(untuk 100 m² memuat 6.000 – 7.000 kantong plastik)
c. Tiang-tiang tengah diusahakan membaris ke arah Barat – Timur
d. Dinding samping di bagian bawah setinggi  75 cm. Bagian atas terdiri dari
bambu teranyam jarang
e. Atap dapat dari bahan-bahan daun paku andam, lalang dan sebagainya
f. Sekeliling bangunan dibuat selokan untuk membantu drainase sedalam 60 cm
dan lebar 40 cm.
3. Persiapan Media Tanah
a. Dipilih top soil yang berstruktur remah dan bukan bekas tanah pengolahan
b. Disediakan juga tanah bawah (sub soil) seperti di atas
c. Top soil dan sub soil di atas diayak dengan ayakan kawat berdiameter 0,5 – 1
cm agar bebas dari sisa-sisa akar dan batu
d. Tanah media stek ini dibiarkan kering-kering angin kira-kira 4 – 6 minggu
sebelum dimasukkan kedalam kantong plastik
e. Tiap m3 top soil dicampur dengan pupuk TSP 160 gr, ZK 140 gr, ZA 300 gr dan
Dithane-M45 300 gr
f. Tiap m3 sub soil dicampur dengan ZA 300 gr, TSP 160 gr dan ZK 140 gr + Dithane-
M45 300 gr.
Tanah untuk media stek ini perlu PH yang rendah yaitu 4,5 – 5,5. Untuk klon-klon Cin
dan RB3 perlu PH yang lebih rendah lagi hingga tambahan tawas perlu disesuaikan
dapat sampai 800 gr/m3.
4. Pembuatan Bedengan
a. Ukuran bedengan dibuat dengan tinggi 20 cm, lebar 1 m dan panjang 10 – 15 m.
5. Pengisian Kantong Plastik
a. Ukuran kantong palstik dapat dipakai paling kecil dengan ukuran diameter dilipat 13
cm, panjang 30 – 33 cm dan tebal 0,04 mm
b. Kantong palstik dilubangi bagian sisinya dan juga bawahnya dengan diameter 1 – 1,5
cm
c. Kantong palstik diisi dengan 2/3 bagian bawah dengan top soil dan 1/3 bagian
sebelah atas dengan sub soil.
d. Pengisian tanah tidak boleh terlalu padat juga tidak boleh terlalu longgar. Pemadatan
cukup dengan menjatuh-jatuhkan sampai 3 kali kemudian diratakan
e. Kemudian kantongan plastik yang telah diisi tanah disusun di atas bedengan yang
telah disediakan.
6. Pembuatan Rangka Sungkup Palstik
a. Rangka sungkup dapat dibuat dari bambu atau besi dengan rusuk-rusuk dari tali
rafia, bambu atau besi
b. Bentuk rangka sungkup dapat berbentuk setengah lingkaran atau bentuk rumah,
asal tinggi bagian tengah 60 cm bagian tepi 40 cm dari permukaan kantong plastik
c. Sungkup dari plastik dengan ukuran lebar 2 m, panjang 12 m dan tebal 0,08 mm.
7. Pengambilan Bahan Stek
a. Bahan untuk stek diambil dari kebun bibit stek yang khusus ditanam untuk
keperluan penyetekan. Untuk meningkatkan mutu bahan stek, pohon induk
harus mendapat pemupukan khusus yaitu sebesar 30 gr N + 6 gr P2O5 + 18 gr
K2O per poko tiap tahun dan disamping itu ditambah dengan pemupukan 1 %
ZnSO4
b. Ranting diambil sebaiknya telah mempunyai daun 10 – 12 helai dan untuk
tujuan ini pohon-pohon induk stek dipangkas 4 – 6 bulan sebelum pemotongan
ranting untuk bahan stek. Dengan demikian waktu pemangkasan pohon induk
harus disesuaikan dengan jadwal yang direncanakan.
c. Ranting dipotong 15 cm diatas bekas pangkasan dan sebaiknya 10 – 15 hari
sebelum pemotongan ranting lebih dahulu dilakukan tipping
d. Ranting yang sudah dipotong harus segera dimasukkan kedalam ember atau
kantong plastik yang berisi air.
8. Pemotongan Stek
a. Satu ranting stek yang utuh terdiri dari : bagian bawah tungkai yang berwarna
coklat, bagian tengah berwarna hijau tua dan bagian ujung/pucuk berwarna
hijau muda. Ranting yang baik dipakai adalah dari bagian tengah. (Dari satu
ranting yang terdiri dari 12 daun yang baik dipakai adalah mulai dari ruas ke-4
atau 5 sampai ruas ke-8 atau 9).
b. Yang dimaksud dengan stek daun teh adalah bahan tanaman yang terdiri dari
1 ruas dengan satu helai daun dan sebuah kuncup atau tunas pada ketiak
daun yang panjangnya 0,5 cm. Kalau ruas terlalu pendek boleh dipakai dua
ruas.
c. Pisau yang digunakan untuk pemotongan stek harus yang bersih dan tajam
dan pemotongan miring kearah dalam 45
d. Stek yang selesai dipotong sebelum penanaman lebih dahulu dicelup ke dalam
larutan Dithane-M45 sebanyak 20 gr/10 ltr.
9. Penanaman Stek
a. Sebelum stek ditanamkan, tanah dalam kantongan plastik harus lebih dahulu
disiram dengan air sampai cukup basah ( 10 ltr air tiap 200 kantong plastik).
Kemudian ditanamkan stek sedalam 4 – 5 cm. Lalu sungkup plastik
ditutupkan dan ujung-ujungnya harus dibenamkan dipinggir bedengan,
sehingga tidak ada bagian yang terbuka.
b. Sungkup plastik dibiarkan tetap tertutup selama 3 bulan sepanjang
didalamnya masih terlihat titik-titik air
c. Bagian sungkup plastik yang bocor ditambal dengan selotip
d. Setelah 3 bulan dilakukan penyiangan terhadap lumut/rumput yang tumbuh
e. Setelah berumur 4 bulan dipupuk dengan larutan urea 1 % dan Bayfolon 2
minggu sekali
f. Dua minggu sekali disiram dengan air jika diperlukan
10.Pembukaan Sungkup Plastik
a. Dua minggu pertama setelah 3 bulan dibuka 2 jam setiap hari antara jam 7 – 9
pagi. Dua minggu berikutnya 4 jam setiap hari kemudian 6 jam per hari.
Setelah 6 – 8 bulan sungkup plastik dapat dibuka seluruhnya. Pada waktu ini
bibit telah dapat dipindahkan ke lapangan.
V. BAHAN TANAMAN
Pekerjaan persiapan tanah untuk penanaman teh, sebagaimana juga umumnya pada jenis
tanaman tahunan lainnya, sangat penting dilaksanakan secermat mungkin. Kekurangan atau
kesalahan dalam persiapan tanah ini akan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kurang
baik dan pemeliharaan selanjutnya akan memerlukan biaya dan tenaga yang banyak. Kerugian
tersebut akan terasa terus menerus pada tahun-tahun selanjutnya.

5.1. PEMBONGKARAN POHON-POHON


Penanaman baru mungkin dilakukan di tanah cadangan yang masih merupakan hutan atau
tanah yang telah direboisasi. Pembongkaran pohon-pohonan disini harus dilakukan sedemikian
sampai terbongkar tunggul-tunggul dan akar-akarnya. Tunggul dan akar yang tidak terbognkar
habis dapat menyebabkan kerugian di kemudian hari karena merupakan sumber serangan
penyakit akar pada tanaman baru. Untuk mencegah penyakit akar tersebut maka sebaiknya
pohon-pohonan yang akan dibongkar harus dimatikan jauh sebelum pengerjaan tanah dilakukan.
Cara yang paling mudah untuk mematikan pohon-pohon tersebut adalah dengan menguliti
pohon-pohon itu dari permukaan tanah sampai kira-kira setinggi 1 m. Dengan cara demikian,
pohon akan mati perlahan-lahan sampai semua persediaan zat pati dalam akar habis. Jika
memakai obat-obatan kimia maka proses kematian pohon akan lebih cepat hasbis/dirusak
dengan obat-obatan tersebut. Obat lama yang lazin dipakai misalnya natrium arsenit dan obat
baru contohnya 2.4.5. T.

5.2. PEMBEBASAN SEMAK-SEMAK DAN GULMA


Setelah pohon-pohon besar dibongkar seringkali masih banyak semak-semak atau gulma yang
harus dibongkar atau dibersihkan. Apabila pada areal-areal yang terbuka, umumnya tanah telah
ditumbuhi gulma dengan populasi yang tebal.
Dalam cara tradisionil, pekerjaan membongkar pohon, semak dan gulma selalu dikerjakan
sekaligus dengan penggemburan tanah, yaitu dengan mencangkul. Akan tetapi dengan cara
pencangkulan selalu terdapat kemungkinan tidak sempurnanya pekerjaan-pekerjaan tersebut
sehingga dibutuhkan pengawasan yang ketat disamping juga membutuhkan tenaga kerja yang
banyak.
Dewasa ini untuk maksud tersebut banyak digunakan herbisida yang ternyata dapat
memberikan beberapa keuntungan. Diantaranya ialah pemakaian tenaga kerja
lebih sedikit dan pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat. Herbisida yang banyak
dipakai pada saat ini ialah Dalapon dan Paraquat. Herbisida Round up (Glyphosate)
buatan Monsanto, yang dari beberapa percobaan hasilnya ternyata sangat baik
untuk memberantas berbagai jenis gulma.

5.3. PENGGEMBURAN TANAH


Tanah yang akan ditanami perlu digemburkan untuk memberikan keadaan yang
sebaik mungkin bagi perkembangan akar dari bibit yang baru ditanam. Untuk
maksud ini maka pencangkulan atau pembajakan dengan traktor tidak perlu terlalu
dalam, cukup 30 – 40 cm. Akar tanaman akan sudah tumbuh cukup kuat untuk
dapat menembus lapisan tanah yang lebih dalam dengan kekuatannya sendiri.

5.4. PENGAWETAN TANAH


Pada setiap tahap persiapan tanah mulai dari pembongkaran pohon-pohonan dan
seterusnya selalu terbuka kemungkinan terjadinya erosi. Demi kelestarian
kesuburan tanah dan berhasilnya tanaman yang akan kita usahakan maka cara-
cara pengawetan tanah penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan sebaik-
baiknya.

Pembuatan saluran-saluran air untuk pembuangan air hujan, rorak-rorak, teras-


teras pada tempat-tempat yang diperlukan sampai kepada cara penanaman
menurut contour dan penanaman tanaman pembantu seperti Tephrosia sp.,
Crotolaris sp. dan lain-lain semuanya merupakan usaha dalam rangka pengawetan
tanah.
5.5. PENYUBURAN KEMBALI TANAH
Tindakan ini diperlukan terutama pada penanaman ulangan (replanting). Khususnya
pada tanah-tanah yang dianggap kurang subur baik fisik maupun kimianya.

Penyuburan kembali tanah dapat dilakukan dengan reboisasi, artinya menanami


kembali dengan jenis-jenis tanaman tahunan. Tapi cara ini akan memakan waktu
lama sekali. Di Sri Lanka telah menjadi suatu keharusan untuk melakukan
penyuburan tanah kembali setiap akan melakukan penanaman ulangan.

Setelah tanaman teh lama dibongkar, tanah dikerjakan seperti biasa kemudian
ditanami rumput Guetemala atau Mana (Managrass) selama 2 tahun. Dalam jangka 2
tahun rumput tersebut dipangkas beberapa kali kira-kira selang 6 bulan. Akan tetapi
hasil pangkasannya tidak diangkut ke tempat lain, dibiarkan di tempat itu sehingga
tanah disitu terutama lapisan atasnya bertambah kadar bahan organik dan
mineralnya.

5.6. MENGAJIR DAN MELUBANG


Tahap terakhir dari persiapan tanah ialah membuat lubang tanam. Sebelum
pekerjaan ini dimulai harus ditentukan dahulu jarak tanam yang akan dipakai.
Setelah jarak ditentukan dimulailah pekerjaan mengajir. Menanam menurut contour
adalah yang paling baik karena dengan demikian secara langsung melakukan
tindakan pencegahan erosi.
VI. PENANAMAN
6.1. WAKTU BERTANAM
Waktu terbaik untuk penanaman ialah pada permulaan musim hujan, jika tanah
sudah cukup mengandung air. Dengan demikian pada waktu musim kemarau
tanaman sudah cukup kuat, akarnya sudah berkembang dengan baik sehingga dapat
bertahan untuk melampaui musim kering.
6.2. PEMINDAHAN BIBIT KE LAPANGAN
6.2.1. Asal Biji
6.2.1.1. Secara Langsung
Jika perkebunan tidak mempunyai stump dan pemakaian bibit dalam
keranjang/kantong plastik yang dianggap terlalu banyak memakan biaya dan tenaga
maka perkebunan dapat menanam biji langsung di lapangan. Di tiap-tiap tempat
tanaman dibuat 2 atau tiga lubang sedalam 4 – 6 cm. Dalam tiap lubang
dimasukkan 2 atau 3 butir biji teh yang telah retak dengan pusatnya ke arah bawah
lalu ditutup tanah. Kemudian lubang-lubang tadi diberi tudung dari daun atau
jerami supaya bibit yang baru tumbuh tidak menderita karena panas matahari.
Setelah setahun atau sedikit lebih lama dilakukan seleksi pada tanaman. Tanaman
yeng berlebih dicabut dan ini dapat dipakai untuk penyulaman.
6.2.1.2. Secara Tidak Langsung
1. Bibit Putaran
Dengan cara ini pemindahan bibit dilakukan dengan suatu alat sehingga
kemungkinan rusaknya akar waktu pemindahan ke lapangan dapat diperkecil. Oleh
karena itu bibit ini sudah dapat dipindah ke lapangan pada umur 6 bulan, bila
keadaan iklim telah memenuhi syarat. Jika keadaan terlalu kering sebaiknya
ditunggu iklim yang lebih baik dan ini dapat dilakukan hingga bibit berumur  9
bulan.
2. Bibit Cabutan
Dengan cara ini bibit dipindah ke lapangan setelah berumur  9 bulan, pada waktu ini
tanaman sudah lebih besar dan kuat serta akarnya sudah panjang. Sebelum dicabut
persemaian disiram hingga cukup basah/lembab untuk mnecegah kerusakan akar
pada waktu pencabutan. Jika akar bibit ini sudah terlalu panjang perlu diadakan
pemangkasan akar sebelum penanaman.

3. Stump
Oleh karena sesuatu hal, misalnya keadaan lapangan yang tidak cukup menampung
jumlah bibit yang tersedia atau kurangnya tenaga kerja sewaktu pemindahan bibit ke
lapangan maka biji dapat dipindah ke lapangan setelah berumur  18 bulan. Bibit
yang dipindahkan dengan cara demikian disebut stump.

Sebelum pemindahan dilakukan pemangkasan tanaman setinggi 15 – 20 cm dari


permukaan tanah. Juga dilakukan pemangkasan akar. Bibit stump ini dapat juga
digunakan untuk penyisipan di lapangan.

6.2.2. Asal Stek


Umumnya sejak tahun 1970, perbanyakan tanaman dengan melalui stek telah
menunjukkan hasil yang memuaskan sehingga pada masa sekarang ini hampir
seluruh perkebunan teh di Indonesia tidak pernah lagi memperbanyak tanaman
dengan asal biji.

Dengan teknik pembibitan stek daun teh, yaitu dengan menggunakan sungkup
plastik dan naungan kolektif maka telah dapat dihasilkan bibit stek yang baik
(umumnya keberhasilan stek yang hidup dapat dicapai sampai 95 %). Bibit asal stek
yang diperoleh dengan cara ini dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur : 8 –
9 bulan.
6.3. JARAK TANAM
Umumnya sistem tanam yang dipakai pada tanaman teh adalah empat persegi
panjang, dengan jarak tanam 90 x 120 cm dan 90 x 150 cm. Pernah juga dilakukan
dengan sistem jarak tanam yang lebih lebar yaitu 120 x 180 cm, 135 x 165 cm dan
150 x 150 cm.

Cara lain yaitu dengan sistem jarak tanam baris, yaitu dengan jarak 60 x 120 cm.
Jarak antara tanaman 60 cm, sedang jarak antara barisan 120 cm. Dengan sistem
ini yang penting diperhatikan adalah jarak antara barisan sehingga tidak
menghalangi kelancaran pemetikan pucuk teh. Pola pagar ini mempunyai beberapa
keuntungan antara lain :
- Jumlah tanaman per ha lebih tinggi

- Produksi 6 – 8 % lebih tinggi

Pada tahun 1976 Balai Penelitian Teh dan Kina telah berhasil mengadakan
percobaan jaran tanam untuk bahan tanaman asal stek dari klon PS1, seperti terlihat
pada tabel berikut :
Tabel : Produksi Pucuk Basah pada Berbagai Tingkat Jarak Tanam dari :
Januari 1976 – Juni 1978

Jarak Tanam (cm) Kerapatan Tanaman/ha Produksi Pucuk Basah (kg)


130 x 150 5,226 10.933,8
100 x 140 7,272 11.902,5
90 x 120 9,408 14.000,0
70 x 130 11,154 14.363,8
80 x 100 12,726 18.281,3
65 x 105 14,784 19.360,0

Dalam percobaan bahan tanaman asal stek ini diperoleh bahwa jumlah tanaman
persatuan luas dengan produksi tidak terdapat perbandingan yang sebanding. Hal
ini juga sesuai dengan tanaman yang berasal dari biji yang pernah dilakukan pada
waktu dulu.

Untuk tanaman yang mempunyai habitus lebih besar/cepat menutup pada tanah-
tanah yang subur dianjurkan memakai jarak tanam yang lebih lebar. Sebaliknya
bagi tanaman-tanaman yang habitusnya kecil dan ditanam pada tanah yang kurang
subur dianjurkan untuk memakai jarak tanam yang lebih sempit.

Pada tanaman yang masih muda, memakai jarak tanam rapat lebih menguntungkan
dengan catatan bila tanaman telah dewasa dilakukan penjarangan.
VII. PEMELIHARAAN TANAMAN
7.1. P E N Y I A N G A N
Pada waktu dulu, pemeliharaan hanya diutamakan ke arah pemberantasan hama dan penyakit.
Masalah gulma belum begitu menjadi masalah yang serius. Tanpa disadari sebenarnya, gulma
merupakan saingan bagi tanaman utama dalam penyerapan unsur hara , air dan cahaya matahari.
7.1.1. Beberapa Jenis Gulma yang Terdapat di Perkebunan Teh
Jenis gulma yang banyak dijumpai di areal pertanaman teh adalah :
- Paspalum conjugatum (jukut pahit)
- Cynodon dactylon (kakawatan)
- Panicum repens (lempuyangan)
- Ageratum conyzoides (babadotan)
- Borreria sp (gletak)
- Eupatorium riparium (teklan)
- Drymaria chordata (jukut ibun)
- Euphorbia hirta (nanangkan)
- Mikania sp
- Emilia sonchifolia
- Equisetum debile
- Setaria barbata
- Digitaria sp
- Axonopus compressus

7.1.2. Cara Pemberantasan


7.1.2.1. Cara Mekanis
Pemberantasan secara mekanis dilakukan dengan cara mengoret dan mencangkul dangkal sekitar
tanaman. Pengendalian gulma secara mekanis dengan cangkul atau koret dapat dianjurkan pada
tanaman teh yang masih sangat muda karena pada waktu ini akar tanaman belum saling jalin
menjalin. Metoda mekanis dengan dengan garpu dapat dilakukan pada saat setelah pemangkasan,
terutama bertujuan untuk melonggarkan struktur tanah.
7.1.2.2. Cara Kimia
Pemberantasan atau pengendalian gulma secara kimia, yaitu dengan menggunakan
herbisida. Hal ini telah umum dilakukan di perkebunan-perkebunan teh dewasa ini.
Cara pemberantasan kimia mempunyai beberapa keuntungan antara lain :
- Pemakaian tenaga kerja lebih sedikit, sehingga dapat dimanfaatkan untuk

pekerjaan -pekerjaan pemetikan, pemangkasan dan sebagainya.


- Menghindari kerusakan akar-akar rambut tanaman teh.

- Dengan program pengendalian gulma yang tepat akan menurunkan biaya

pemeliharaan pada tahun-tahun selanjutnya.

Beberapa jenis herbisida yang biasa dipakai di perkebunan teh dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel : Jenis, Dosis dan Interval Penyemprotan Herbisida

No. Bahan Aktif Nama Dagang Dosis Interval


Produk/ha Penyemprotan
1. MSMA Ansar 529 M 5,4 lt
2,4 – D (48,6 % a.i.) 1,8 lt 2 – 3 bulan
Sodium Chlorate 7,5 kg
2. MSMA 4,3 lt
Sodium Chlorate 6,0 lt 1,5 – 2 bulan
Dalapon Gramevin 2,1 kg
(85 % a.i.)
3. Dalapon Basfapon 5 kg
(85 % a.i.)
2,4 – D U 46 D 1 lt 1 bulan
Spreader & Citowet 150 cc
Sticker
4. Paraquat Gramoxone 1,5 – 2 lt 1 – 2 bulan
(0,2 lbs/Imp)
5. Dalapon Basfapon 5,0 kg 2 – 3 minggu
6. Amitrol 47,5 % 2 x pemberian
Diuron 24 % Ustinex SP 3,5 kg selang 3 minggu
MCPA 16 %
7. Paraquat Diuron Paracol 2,0 lt 1 bulan
7.2. P E M U P U K A N
Pemupukan merupakan salah satu usaha untuk mendorong kenaikan produksi yang hasilnya dapat
cepat diperoleh. Dengan adanya pemupukan kebutuhan tanaman akan unsur hara dapat dipenuhi
seluruhnya, tidak saja untuk tumbuh normal tetapi untuk tumbuh lebih baik. Dengan
pertumbuhan yang lebih baik akan mampu memberikan produksi yang lebih tinggi. Pemupukan
bertujuan pula untuk memperbaiki sifat-sifat tanah sehingga pertumbuhan tanaman lebih baik dan
dapat memberikan hasil yang lebih baik pula.

Pada tanaman tahunan seperti teh, pemupukan yang teratur dan tepat perlu dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang tinggi sepanjang tahun.

Unsur hara utama yang diberikan dalam pemupukan adalah unsur N, P dan K. Disamping unsur
hara makro juga diberikan unsur hara mikro dalam jumlah yang lebih sedikit yaitu Mg, Zn, Ca, S,
Fe, Mn, B, Mo, A1 dan Cu dan lain-lain.

Bagi tanaman teh, unsur-unsur hara tersebut sangat penting untuk menjaga produktivitasnya.
Unsur hara yang terpenting bagi tanaman teh antara lain adalah :

1. Nitrogen (N)
Peranannya paling penting untuk produksi pucuk. Dalam pembentukan pucuk efeknya baru akan
tampak apabila unsur-unsur lainnya tersedia dalam perimbangan yang sesuai. N bersama-sama
dengan C, H dan O dalam proses metabolisme membentuk protein tanaman dan merupakan bagian
khlorophyl yang memegang peranan penting dalam proses photosyntesa.

Nitrogen memberikan efek yang paling menyolok dan cepat terutama menstimulir pertumbuhan di
atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun (TISDALE, et al, 1965; SUPARDI, 1975).

DARMAWIJAYA (1976) mengatakan bahwa Nitrogen penting bagi pembentukan protein dan bahan
organik guna merangsang pertumbuhan vegetatip terutama pucuk. Dalam keadaan yang baik,
setiap kilogram N yang ditambahkan pada tanaman teh akan memberikan tambahan hasil 8 kg teh
kering. Bila tanggapan kurang dari 4 kg, berarti tidak ada keseimbangan antara unsur hara N, P
dan K atau adanya gangguan unsur hara. Kadar N dalam pucuk teh cukup tinggi dan stabil sekitar
4 – 5 % berat kering (DARMANJAYA, 1976).
Pengaruh pemberian N bersifat kumulatip dan mampu meningkatkan pada
pertengahan suatu siklus pangkasan bahkan berlaku dari daur ke daur pangkasan
berikutnya (DE GEUS, 1967).

Kekurangan (deffisiensi) unsur hara N


Tanaman yang kekurangan memperoleh unsur hara N akan menyebabkan tumbuh
kerdil dan sistem perakarannya terbatas, daun menjadi kuning atau hijau kekuning-
kuningan dimana bertendensi cepat rontok (DE GEUS, 1967; SIMATUPANG, 1970;
SUPARDI, 1975).

Menurut SAMUEL, et al (1965) kekurangan unsur hara N akan menyebabkan


tanaman kerdil, sistem perakaran terbatas disertai daun menguning.

Dari hasil percobaan DARMAWIJAYA (1976) didapat bahwa tanaman yang


kekurangan unsur hara N akan menimbulkan gejala menguning daun, pertumbuhan
merana dan daun yang baru pertumbuhannya lebih kecil.

2. Phosphor (P)
Unsur ini mempunyai sifat sangat mudah terlarut dalam air yang bereaksi asam
seperti dalam tanah-tanah perkebunan teh umumnya. Lagipula P ini mudah difixasi
oleh Fe dan A1 yang bebas dalam reaksi asam tersebut. Oleh karena itu efek P baru
akan tampak bila diberikan dalam jumlah cukup banyak + Phosphor (P).

BUCKMAN dan BRADY (1964) menyatakan bahwa dari ketiga unsur utama yang
dibutuhkan tanaman N, P dan K, maka unsur Phosphorlah yang paling banyak
persoalannya. Kandungan Phosphor didalam tanah umumnya dalam keadaan tidak
tersedia bagi tanaman.
Menurut TISDALE dan SAMUEL (1965) bahwa kandungan Posfor tanah yang tinggi tidak selalu
menyatakan pengambilan posfor yang tinggi oleh tanaman. Tanaman dapat memperlihatkan
deffisiensi walaupun tanah mengandung beberapa ton per acre.

Unsur Posfor biasanya diberikan dalam pupuk Super Posfat (DS atau TS) dapat larut dalam air
(RADJINO, et al, 1971).

Peranan P Dalam Tanaman


TISDALE dan SAMUEL (1965) mengatakan bahwa Posfor penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Pengaruh unsur hara Posfor terhadap tanamn menurut SAMUEL, et al
(1965) adalah pada saat :
- Pembelahan sel dan pembentukan lemak

- Pembungaan hingga pembentukan buah

- Mempercepat masak

- Merangsang Perkembangan akar

- Menguatkan jerami hingga mengurangi kerebahan

- Kualitas hasil tanaman terutama rumput dan sayuran

- Mempertinggi resistensi terhadap penyakit

DARMANJAYA (1976) mengatakan bahwa Posfor mempunyai fungsi yang penting dalam
pembentukan sel dan pertumbuhan generatip. Bersama unsur N, P mendorong pertumbuhan akar
dengan memperkuat pembentukan bulu-bulu akar dan mempercepat penyembuhan luka
pangkasan.

Kekurangan (Deffisiensi) Unsur P


Kekurangan unsur hara Posfor biasanya mengurangi ukuran tanaman dan warna daun yang hijau
tua. Nitrat akan diakumulasikan dalam jaringan tanaman bilamana Posfor dalam keadaan tidak
cukup (TISDALE dan SAMUEL, 1965; SIMATUPANG, 1970).

SRI ADININGSIH (1975), THOMSON dan TROCH (1975) mengatakan bahwa kekurangan unsur hara
Posfor akan menyebabkan tanaman kerdil, pertumbuhan terhambat, warna daun hijau tua gelap,
terdapat garis dan bintik-bintik ungu dan memperlambat kematangan.
Menurut ADISEWOJO (1958) bahwa tanda-tanda kekurangan unsur hara Posfor pada
tanaman teh akan mengakibatkan :
- Daun-daun hijau tua, kdang-kadang sedikit kemerah-merahan

- Tepi daun sering bercak-bercak merah tua

- Pembentukan daun dan kuncup baru berkurang

DE GEUS (1967) juga mengatakan bahwa kekurangan unsur hara Posfor pada
tanaman teh akan menyebabkan :
- Batang tanaman lebih kecil

- Akar-akar lebih sedikit

- Pengaruh yang kecil dapat diperoleh dari P2O5 terhadap hasil dari tanaman teh

- Mempengaruhi perkembangan dari bidang petik (frame)

- Menyebabkan daun sangat hijau tua gelap (tunas menjadi kasar, daun tebal)

3. Kalium (K)
Kalium merupakan unsur ketiga yang penting setelah Nitrogen dan Posfor. Kalium
diserap tanamn dalam jumlah yang banyak, kadang-kadang lebih besar daripada
Nitrogen seperti halnya pada tanaman umbi-umbian (ISMUNADJI, et al, 1976).
Pengasaman tanah oleh pupuk ZA dapat menghalangi penyerapan K oleh akar-akar
tanaman teh. Unsur K memberikan respon yang besar terhadap penyerapan N.

Peranan K Dalam Tanaman


ISMUNADJI, et al (1976) mengutip dari JACKSON dan VOLK (1968) mengatakan
bahwa Kalium peranannya dalam metabolisme air dalam tanaman, mempertahankan
turgor membentuk batang yang kuat dan berpengaruh terhadap hasil.
Menurut SUPARDI (1975) bahwa peranan utama dari Kalium dalam tanaman adalah :
- Sebagai aktivator berbagai enzim

- Tanaman lebih resistensi terhadap serangan hama dan penyakit

- Merangsang pertumbuhan akar

- Mengimbangi terhadap pengaruh N dan P

- Mengimbangi pengaruh kematangan terhadap tanaman yang dipercepat oleh Posfor

DARMAWIJAYA (1976) menyatakan bahwa Kalium penting dalam proses physiologi,


misalnya dalam proses metabolisme seperti pembentukan gula dan karbohidrat dalam
rangka menambah kekuatan tanaman dengan menghasilkan kayu yang lebih kuat.
Kalium mendorong absorbsi air dan menghambat transpirasi.

HARYONO, et al, (1974) juga menyatakan bahwa Kalium mempunyai pengaruh baik
terhadap kondisi tanaman terutama terhadap besarnya kerangka atau frame.

Kekurangan (Deffisiensi) Unsur Hara K


SUSENO (1974) menyatakan bahwa kekurangan unsur Kalium cenderung
menunjukkan khlorosa disamping mengeringnya pinggir-pinggir daun akibat
rendahnya kandungan air dalam daun, mengurangi produksi dan bentuk daun yang
abnormal.

ADISEWOJO (1958) mengatakan bahwa tanda-tanda kekurangan unsur hara Kalium


pada tanaman teh akan menyebabkan :
- Rupa daun hijau tidak mengkilat, tapi daun sering menjadi kering, begitu juga

ujungnya yang disebabkan oleh cendawan, lama-lama warna daun agak orange
terutama disisi bawah lalu menjadi kuning.
- Akar sedikit panjang tetapi tidak kuat dan tidak bercabang banyak.
DE GEUSS (1967) menyatakan juga bahwa kekurangan unsur hara Kalium pada tanaman teh di
Indonesia akan menyebabkan :
- Daun berwarna biru muda atau coklat muda atau pinggir daun mengering (mati), hal

ini akan menurunkan hasil


- Pertumbuhan lambat laun menurun dan bidang petik (frame) menjadi jarang

- Menunjukkan tipe transparan karena pengurangan daun terus menerus (daun

belum tua betul sudah gugur)


- Daun-daun gugur dimulai dari daun yang bawah terus keatas, sementara pucuk-

pucuk yang tinggal


- Sensitifnya terhadap serangan penyakit

4. Magnesium (Mg)
Magnesium adalah salah satu unsur hara makro yang sebelumnya kurang diperhatikan dan
sekarang mulai dirasakan keperluannya untuk memberikan unsur hara Magnesium pada tanaman
teh (SUTARYANTO, et al, 1978).

Peranan Mg Dalam Tanaman


Magnesium merupakan penyusun utama khlorophyl (SUSENO, 1974; SIMATUPANG, 1970;
PASARIBU, 1978).

Kekurangan (Deffisiensi) Unsur Hara Mg


Menurut SIMATUPANG (1970) bahwa kekurangan unsur hara Mg pada tanaman akan menyebabkan
tidak sempurnanya proses photosynthesa.

PASARIBU (1980) mengatakan bahwa tanaman teh yang tidak dipupuk dengan Mg akan
menunjukkan gejala kekurangan Mg (daun-daun tua, bagian bawah menguning diantara tulang-
tulang daun). Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada waktu musim kemarau.

Disamping pemangkasan dan pemupukan, dalam pemeliharaan tanaman perlu juga dilakukan
pemberantasan hama dan penyakit serta perlakuan pemetikan terhadap perdu teh (WARLI, 1975;
DARMAWIJAYA, 1977).
5. Aluminium (Al)
A1SO4 dapat menurunkan pH sekitar 0,5 – 0,6 pada dosis 200 – 600 gr/m3.
hambatan pertumbuhan stek yang diduga karena pH terlalu tinggi, ternyata dapat
diatasi dengan pemberian A1SO4.
Menurut SCHOOREL, A.F., (1949) pemupukan pada tanaman teh dapat dibagi sebagai
berikut :
a. Pemupukan Sebelum Penanaman di Pesemaian
Pada jenis tanah pegunungan tinggi atau tanah kwartsa yang berasal dari tuf liparit,
dapat diberikan 100 gr S tiap m2, disebarkan diatas petak-petak pesemaian dan
dimasukkan kedalam tanah. Pada jenis tanah ini ditambahkan lagi 150 gr paten kali.
b. Pemupukan Pesemaian pada Tahun Pertama
Pada jenis tanah di atas diberikan 75 gr ZA dan 30 gr DS. Pada jenis tanah lain harus
diberikan 75 gr ZA, 50 gr fosfat alam dan 30 gr ZK. (semua per m2).
c. Pemupukan Pesemaian pada Tahun-tahun Kedua dan Tahun berikutnya adalah
2 kali dari pemberian tahun pertama.
d. Pemupukan Lubang Tanaman pada Pembukaan Kembali Tanaman
Untuk jenis tanah seperti (a) diberikan lumpur belerang sebanyak 100 gr dan
ditambah lagi 100 gr Paten Kali. Untuk jenis tanah lain diberikan 100 gr fosfat alam +
50 gr ZK tiap tanaman.
e. Pemupukan Tanaman Muda Selama 3 Tahun Pertama
Untuk jenis tanah pegunungan tinggi diberikan 20 gr ZA, 15 gr DS dan 10 gr ZK.
Untuk jenis tanah kwarsa yang berasal dari tuf liparit diberikan 20 gr ZA, 15 gr DS
dan 40 gr Paten Kali. Untuk tanah jenis lain 20 gr ZA, 20 gr Fosfat alam dan 20 gr
ZK.
f. Pemupukan Tanaman Muda Selama Tahun ke-5, ke-5 dan ke-6
Untuk jenis tanah pegunungan tinggi diberi 30 gr ZA, 15 gr DS dan 10 gr ZK. Untuk
jenis tanah kwartsa diberikan 30 gr ZA, 15 gr DS, 30 gr Paten Kali. Untuk jenis
tanah lain 30 gr ZA, 30 gr fosfat alam dan 15 gr ZK.

g. Pemupukan Tanaman Setelah Tahun ke-7


Untuk jenis tanah pegunungan tinggi diberikan 40 gr ZA, 15 gr DS dan 10 gr ZK.
Untuk jenis tanah kwartsa yang berasal dari tuf liparit diberikan 40 gr ZA, 15 gr DS
dan 30 gr Paten Kali. Untuk jenis tanah lain 40 gr ZA, 30 gr fosfat alam dan 20 gr
ZK.

h. Pemupukan Kebun-kebun Biji Teh


Untuk jenis tanah pegunungan tinggi diberikan 200 kg ZA, 200 kg DS dan 100 kg ZK
tiap hektar. Untuk jenis tanah kwartsa diberikan 200 kg ZA, 200 kg DS dan 400 kg
Paten Kali. Untuk tanah-tanah jenis lain, 200 kg ZA, 300 kg fosfat alam dan 200 kg
ZK tiap ha.

7.3. PENANAMAN POHON PELINDUNG


Pohon pelindung pada pertanaman teh mempunyai banyak fungsi dan dapat
diringkaskan sebagai berikut :
1. Mengurangi penyinaran matahari pada tanaman dan tanah dan membantu
mengurangi kandungan air dalam tanah dengan cara transpirasi.
2. Menghambat pemancaran panas di waktu malam (ini terutama mempunyai arti
penting untuk tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya pembekuan).
3. Menahan hujan yang deras yang dapat membatasi terjadinya erosi.
4. Menahan angin.
5. Menembus lapisan-lapisan keras dalam tanah dan karena perakarannya yang
dalam maka lapisan tanah yang turut mengambil bagian dalam sirkulasi bahan
makanan tanaman menjadi lebih tebal.
6. Menggugurkan sejumlah daun yang merupakan sumber penting bagi bahan organis
dalam lapisan tanah atas.
7. Jika pohon pelindung ini termasuk kedalam Leguminosae maka pohon pelindung
dapat mengikat zat lemas dari udara.

Beberapa jenis pohon pelindung yang digunakan di perkebunan teh :


1. Grevillea robusta
2. Albizzia falcata
3. Albizzia sumatrana
4. Albizzia procera
5. Leucaena glauca
6. Leucaena pulverulenta
7. Erythrina subumbrans
8. Erythrina poeppingiana
9. Gliricidia maculata
10. Acacia decurrens
11. Acacia elata
12. Acacia prunosa
13. Acacia longifolia
14. Cassia multijuga

Akhir-akhir ini pohon pelindung merupakan maslaah yang serius bagi perkebunan teh. Hal ini
adalah akibat pohon pelindung yang terlalu rapat dan menyebabkan keadaan yang terlalu lembab
akan menstimulir perkembangan penyakit cacar daun teh yang dapat menimbulkan/mengakibatkan
kerusakan berat bagi tanaman teh. Disamping itu pohon pelindung dapat pula menjadi tanaman
inang bagi penyakit cacar daun teh tersebut.
Pembungaan pohon pelindung sama sekali berarti akan menimbulkan kerusakan
tanaman. Tapi sebaliknya pohon pelindung yang terlalu lebat akan menimbulkan
bahaya yang lebih besar seperti tersebut di atas.
Di Sri Lanka diketahui bahwa hasil produksi yang lebih tinggi dicapai pada kebun-
kebun tanpa pohon pelindung. (Hal ini disebabkan karena tanaman teh di Sri Lanka
umumnya terletak pada dataran tinggi dan pengaruh angin tidak mengakibatkan
kerugian yang berarti).
Di Assam (India) pohon pelindung masih digunakan sampai sekarang. Diketahui di
India ada 2 jenis tanaman :
1. Yang duduk daunnya mendatar sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung
2. Yang jenis daunnya agak tegak memungkinkan tersebarnya sinar matahari dalam
mahkota daun lebih merata sehingga temperatur tidak terlalu tinggi walaupun
tanpa pelindung.
Di Indonesia sekitar tahun 1968, masalah pohon pelindung merupakan hal yang
serius, oleh karena banyak tanaman teh yang rusak berat akibat serangan penyakit
cacar daun (blisterblight).
Perkebunan-perkebunan menginstruksikan untuk memusnahkan semua pohon
pelindung di perkebunan. Tetapi setelah itu timbul pula masalah baru, tanaman teh
menderita kekeringan akibat teriknya sinar matahari.
Lalu kemudian hal ini diatasi dengan pemupukan yang berat (penanaman tanpa
pohon pelindung dapat dianjurkan, tetapi harus diimbangi dengan pemupukan).
Saat ini, masalah tersebut telah dapat diatasi, yaitu dengan menganjurkan
penanaman kembali pohon pelindung tersebut dipangkas. Jadi waktu dibutuhkan
perlindungan bagi tanaman teh, misalnya pada waktu tanaman masih muda atau
pada waktu tanaman teh baru dipangkas, pohon-pohon pelindung dibiarkan tumbuh.
Sedangkan pada waktu tanaman tidak diperlukan maka pohon-pohon pelindung
tersebut dipangkas.
7.4. HAMA TANAMAN TEH
Beberapa hama yang menyerang tanaman teh dapat dibagi sebagai berikut :

7.4.1. Serangga
7.4.1.1. Yang Merusak Daun
a. Penggulung-penggulung Daun
Meskipun timbulnya serangan penggulung daun tidak membahayakan kehidupan tanaman, namun
serangga-serangga ini dapat menimbulkan kerugian pada hasil panenan. Contoh :
- Gracilaria theivora : menggulung daun secara melintang pada perdu teh yang baru
beberapa bulan dipangkas. Siklus hidupnya 22 – 27 bulan.
- Laspeyresia Leucostoma : ditemukan pada pucuk daun perdu, kerugian sebagai
akibat tergulungnya daun. Siklus hidupnya 5 minggu.
- Homona coffearia : telur-telur diletakkan pada bagian atas daun tua berkelompok-
kelompok 100 – 150 butir. Siklus hidupnya 5 – 8 minggu.
Pemberantasan dengan cara memetik daun yang diserang :
Pemberantasan dengan biologis
- Homona diberantas dengan : Macrocentrus homonae, Elasmus homonas dan
Bethylus distigma.
- Laspeyresia dengan parasit : Asympiesella sp, Aponteles sp (Braconidae), dan lain-
lain.
b. Ulat Saku (Ulat Kantong)
Pelbagai jenis ulat termasuk kedalam golongan ini yaitu :
- Clania variegatta
- Clania crameri
- Pagodia hekmeyeri
- Acantopsyche subteralbata
- Acantopsyche snelleni

Tanaman inang ulat ini adalah Acacia sp, Albisia sp, dll
c. Ulat Siput / Ulat Api / Ulat Bulu
Kedalam golongan ini termasuk jenis-jenis yang terdapat pada tanaman teh sebagai berikut :
- Belippa laleana

- Belippa albiguttata

- Cania bilinea

- Setora nitens

- Setora simplex

- Thosea cervina

- Thosea sinensis

- Parasa lepida

- Narosa pura

- Orthocraspeda trima

- Orthocraspeda sordiba

Umumnya para pekebun sudah mengenal betul ulat ini, disamping sebagai perusak, hadirnya ulat
ini menjadi penghalang bagi para pemetik. Ulat ini meletakkan telur di permukaan daun-daun tua,
bentuk lonjong agak pipih, berwarna kuning pucat atau kehijau-hijauan.

Pemberantasan :
- Cara Mekanis : mengumpulkan ulat dan kepompong dengan tangan dan

merusaknya.
- Cara Biologis : membuat suspensi ulat yang sakit dan disemprotkan kembali.

d. Ulat Terisa
Di Indonesia kupu-kupunya diidentifikasikan sebagai :
- Terias hecabe

- Terias blanda-blanda

Ulat ini timbul secara massal, dapat merugikan sebab dapat menyebabkan gundulnya pohon-pohon
pelindung.
e. Kumbang Daun
Timbul secara massal, dapat merugikan karena memakan daun teh. Pemberantasan dengan
penangkapan.

f. Ulat Kupu Gajah (Attaeus atlas L)


Ulatnya dapat menimbulkan kerugian besar, sukar diberantas dengan insektisida karena badannya
tertutup oleh lilin dan berkulit tebal. Siklus hidupnya lama, yaitu : telur 15 hari, ulat 2 – 3 bulan,
pufa 4 – 10 bulan.

Pemberantasan secara mekanis dengan pengambilan/penangkapan ulat-ulat dan dirusak.

g. Ulat Kuda (Stanropus alternus walker)


Ulat ini tidak berbahaya pada perdu teh dan terdapat pada batang tanaman teh muda.
Pemberantasan secara mekanis dengan pengumpulan ulat dengan tangan.

h. The Red Borer (Zensera caffea Mielner)


Ulat ini tidak berbahaya pada perdu teh dan terdapat pada batang tanaman teh muda.
Pemberantasan segera dilakukan bila terdapat gejala serangan dengan cara : memangkas batang
yang terserang dan langsung membunuh ulatnya.

Helopeltis
Helopeltis adalah sejenis kepik yang sifatnya menusuk dan menghisap caioran dari daun-daun yang
ditusuk. Helopeltis dicatat sebagai hama yang penting yang paling merugikan pada budidaya teh di
Jawa dan di Sumatera Utara. Hama ini menyerang daun-daun dan pucuk-pucuk muda serta
ranting muda dengan cara memasukkan/ menusukkan daun/ranting-ranting muda dengan alat
yang bentuknya seperti jarum pentul (rostrum). Bagian yang ditusuk menimbulkan bercak-bercak
hijau kemudian coklat dan kemudian bagian tersebut mati.

Helopeltis menyebabkan 2 macam kerugian. Pertama adalah kerugian langsung karena


menurunnya produksi sebagai akibat kerusakan daun-daun yang ditusuk, kedua adalah kerugian
tidak langsung karena adanya pengaruh dari serangan terhadap perdu teh, terutama terjadinya
“kanker cabang”.
Ada beberapa jenis helopeltis yang merusak daun teh, yaitu :
1. Helopeltis theivora Wat
- Hidup pada daerah dengan ketinggian kurang dari 600 m
- Warna tubuhnya kehijau-hijauan atau kekuning-kuningan dengan belang-belang
hitam, panjang tubuhnya 6 – 7 m
- Mempunyai tonjolan tegak lurus pada thoraxnya
2. Helopeltis antonii Sign
- Hidup pada daerah dengan ketinggian 1.200 – 1.400 m dari permukaan laut
- Panjangnya 6,5 – 7,8 mm
- Berwarna hitam, pada abdomen nampak strip-strip hitam dan putih.

Siklus hidupnya dari telur sampai imago sekitar 15 – 24 hari. Dalam serangga betina dapat hidup
paling sedikit 50 hari. Menurut LEEFMANS, satu indung tiap hari membuat tusukan sampai 159
hari pada  8 daun, lebih menyukai sisi bagian bawah daun untuk menghindari sinar matahari.

Halopeltis paling banyak timbul pada musim penghujan dan paling kurang pada musim kemarau.
Dari beberapa pustaka diketahui pada musim kemarau yang basah umumnya diikuti oleh serangan
Helopeltis yang berat. Ternyata bahwa periode basah membuat perkembangan serangga ini.

LEEFMANS berpendapat bahwa Helopeltis mempertahankan diri terhadap masa kering pada
tanaman teh dan tidak dalam hutan. Karena perkembangan Helopeltis pada teh paling kurang baik
pada musim kering maka dianjurkan agar pada waktu itu dilakukan pemberantasan yang intensif
terhadap hama tersebut.

Pemberantasan :
- Pemberantasan Secara Kimiawi
Di Sumatera Utara (PTP VIII) helopeltis diberantas dengan jenis insektisida baru (golongan organo –
fossor dan carbaryl) yaitu Fenitrothion 50 cc (Sumithion 50 cc) dan Dimethoate (Perfection 40 cc)
dengan dosis 200 – 300 cc/ha. Penyemprotan dengan insektisida tersebut dilakukan dengan apa
yang disebut sistem sisir (barisan) yang bergerak secara teratur agar lebih intensif.
- Pemberantasan dengan predator, tidak memuaskan
- Pemberantasan secara biologis dengan cendawan atau bakteri phatogen, misalnya :

cacy parasiter Agamermis paradecondata


- Pemberantasan secara langsung dilakukan dengan penangkapan dan penyemprotan
insektisida pada kebun-kebun yang baru dipangkas
- Pada kebun-kebun yang sudah agak tinggi dianjurkan untuk melakukan :

penangkapan, pemetikan pucuk-pucuk yang mengandung telur-telur helopeltis,


memperpendek siklus petikan dengan tujuan memtik sebanyak mungkin pucuk
sebelum telur-telur menetas.

Tungau
Pada tanaman teh di Indonesia ditemukan 5 jenis (Species) tungau yang dapat merupakan hama,
jenis-jenis tersebut adalah :
1. Tungau Laba-laba Merah (Indonesia)
Red Spider mite (Inggris)
Oligonychus Coffeae (latin) Spint mijt.
Tungau Laba-laba merah ini bentuknya relatif cukup besar, mudah dilihat dengan mata telanjang
Tubuhnya berwarna merah dan bagian belakangnya berwarna ungu. Tungau ini hidup pada
bagian atas dari daun dan menyebabkan bercak-bercak berwarna coklat pada daun-daun
tersebut. Membentuk koloni dan menyerang tanaman yang masih muda. Tungau ini tidak begitu
penting dan hanya pada keadaan yang luar biasa barulah tindakan pengendalian dilakukan.

2. Tungau Kuning (Indonesia)


Yellow mite (Inggris)
Polyphagotarsonemus latus atau Hemitar Sonemus Latus (L) (latin)
Tungau ini bentuknya sangat kecil hanya dapat dilihat dengan loupe (kaca pembesar). Nampak
berkilau, tembus pandang berwarna kuning dan kadang-kadang kehijau-hijauan. Terdapat pada
pucuk dan terdapat pada kedua belah sisi daun teh muda, dan terbanyak pada bagian bawah
daun.
Tungau ini menyebabkan bagian bawah daun yang terserang berwarna coklat muda
dan seringkali berupa garis-garis yang sejajr dengan tulang tengah daun. Tungau
ini dijumpai pada tanaman yang baru dipangkas dan mengadakan penyerangan
yang berat pada tunas-tunas muda. Serangan hanya pada musim hujan dan pada
musim kemarau populasinya menurun.
penyemprotan cacar teh dengan fungisida yang mengandung Cu yang terlalu sering
nampak merangsang populasi tungau jingga atau tungau ungu
3. Tungau Merah Muda (Indonesia)
Pink mite (Inggris)
Eriophyes theae (L); (Latin)
Tungau ini sangat kecil bentuknya, sukar dilihat walaupun dengan kaca pembesar,
berwarna kuning dan bentuknya seperti cacing, bergerak lambat, hidup pada dua
belah sisi-sisi daun muda. Warna coklat kekuning-kuningan nampak pada bagian-
bagian bawah daun muda yang terserang. Daun-daun yang terserang nampak
lebih kuning dari daun-daun yang normal dan kelihatan seperti terputar dan tidak
dapat terbuka penuh. Tungau ini diketemukan pada tanaman muda maupun pada
tanaman tua, baik pada musim hujan, maupun pada musim kemarau. Perdu yang
terserang produksinya menurun dan mutu pucuknya pun rendah. Pemberantasan
dilakukan dengan cara pemetikan dapat menurunkan populasi tungau.
4. Tungau Ungu (Indonesia)
Purple mite (Inggris)
Calacarus Corinatus (Latin)
Bentuk tungau ini sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan kaca pembesar,
tubuhnya berwarna ungu dengan ciri khusus berupa lilin pada ujungnya. Hidup
pada kedua belah sisi dari daun dan lapisan pemeliharaan, terutama pada sisi
daun bagian atas. Tungau ini menyerang pada musim kemarau, populasi menurun
pada musim hujan. Akibat serangan tungau ini perdu menjadi lemah dan

Anda mungkin juga menyukai