Anda di halaman 1dari 6

Teh adalah minuman yang mengandung kafeina, sebuah infusi yang dibuat dengan cara

menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari


tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh yang berasal dari tanaman teh dibagi
menjadi empat kelompok: teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih.
Istilah "teh" juga digunakan untuk minuman yang dibuat dari buah, rempah-rempah atau
tanaman obat lain yang diseduh, misalnya, teh rosehip, camomile, krisan dan jiaogulan.
Teh yang tidak mengandung daun teh disebut teh herbal.
Teh merupakan sumber alami kafeina, teofilin, dan antioksidan dengan kadar
lemak, karbohidrat atau protein mendekati nol persen. Cita rasa sedikit pahit dari teh
merupakan kenikmatan tersendiri dari teh.
Teh bunga dengan campuran kuncup bunga melati yang disebut teh melati atau teh
wangi melati merupakan jenis teh yang paling populer di Indonesia[1]. Konsumsi teh di
Indonesia sebesar 0,8 kilogram per kapita per tahun, masih jauh di bawah negara-
negara lain di dunia, walaupun Indonesia merupakan negara penghasil teh terbesar
nomor lima di dunia

Sejarah
Negeri Tiongkok menjadi tempat lahirnya teh. Di sanalah pohon teh Tiongkok (Camellia
sinensis) ditemukan dan berasal, tepatnya di provinsi Yunnan, bagian barat
daya Tiongkok. Iklim Yunnan yang tropis dan subtropis, yaitu hangat dan lembap
menjadi tempat yang sangat cocok bagi tanaman teh. Yunnan memiliki banyak hutan
purba, bahkan ada tanaman teh liar yang berumur 2,700 tahun dan selebihnya tanaman
teh yang ditanam yang mencapai usia 800 tahun juga ditemukan di tempat ini.
Sebuah legenda, salah satu bentuk dokumentasi yang paling tua, menceritakan bahwa
Shennong yang menjadi cikal bakal pertanian dan ramuan obat-obatan, juga yang
menjadi penemu teh. Dikatakan dalam bukunya bahwa dia secara langsung mencoba
banyak ramuan herbal dan menggunakan teh sebagai obat pemunah bila ia terkena
racun dari ramuan yang dicoba. Hidupnya berakhir karena ia meminum ramuan yang
beracun dan tidak sempat meminum teh pemunah racun menyebabkan organ dalam
tubuhnya meradang.
Teh China pada awalnya memang digunakan untuk bahan obat-obatan (abad ke-8 SM).
Orang-orang Tiongkok pada waktu itu mengunyah teh (770 SM–476 SM) mereka
menikmati rasa yang menyenangkan dari sari daun teh. Teh juga sering kali dipadukan
dengan ragam jenis makanan dan racikan sup.
Pada zaman pemerintahan Dinasti Han (221 SM – 8 M), teh mulai diolah dengan
pemrosesan yang terbilang sederhana (dibentuk membulat, dikeringkan dan disimpan)
dan dijadikan sebagai minuman dengan cara diseduh dan dikombinasikan dengan
ramuan lain (misalnya jahe) dan kebiasaan ini melekat kuat dengan kebudayaan
masyarakat Tiongkok. Lebih jauh lagi, teh digunakan sebagai tradisi dalam menjamu
para tamu. Setelah zaman Dinasti Ming, banyak ragam jenis teh kemudian ditemukan
dan ditambahkan. Teh yang populer nantinya ini banyak dikembangkan di daerah
Canton (Guangdong) dan Fukien (Fujian).
Kebiasaan minum teh pun menyebar, bahkan melekat erat pada setiap lapisan
masyarakat. Pada tahun 800 M, Lu Yu menulis buku berjudul Ch'a Ching yang
mendefinisikan tentang teh. Lu Yu adalah seorang anak yatim yang dibesarkan oleh
cendekiawan Pendeta Buddha di salah satu biara terbaik di Tiongkok. Sebagai seorang
pemuda, dia acap kali melawan disiplin pendidikan kependetaan yang kemudian
membuatnya memiliki daya pengamatan yang baik, performasinya pun meningkat dari
tahun ke tahun. Meskipun demikian, dia merasa hidupnya hampa dan tidak bermakna.
Setelah setengah perjalan hidupnya, dia pensiun selama 5 tahun untuk mengasingkan
diri. Dengan riwayat hidup dan perjalanan yang pernah disinggahinya, dia merekam
beragam metode dalam bertanam dan mengelola teh ala Tiongkok Purba.

Introduksi teh ke Indonesia


Teh diintroduksikan dari Jepang oleh orang Jerman, Andreas Cleyer pada 1664 dan
ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Pada 1827, teh dibudidayakan dalam
skala besar di Kebun Percobaan Cisurupan, Jawa Barat. Selanjutnya, teh mulai
berkembang di Jawa. Setelah itu, Rudolf Edward Kerkhoven membawa Camellia
sinensis var. assamica (Masters) tipe Chang pada 1877 ke Jawa dari Sri Lanka
(Ceylon) dan ditanam di kabupaten Gambung, Jawa Barat (saat ini kantor Pusat
Penelitian Teh dan Kina Indonesia) (Sriyadi et al., 2012[3])

Pengolahan dan pengelompokan


Daun teh Camellia sinensis segera layu dan mengalami oksidasi kalau tidak segera
dikeringkan setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna
gelap, karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tanin. Proses selanjutnya
berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun menguap
dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan.
Pengolahan daun teh sering disebut sebagai fermentasi, walaupun sebenarnya
penggunaan istilah ini tidak tepat. Pemrosesan teh tidak menggunakan ragi dan tidak
ada etanol yang dihasilkan seperti layaknya proses fermentasi yang sebenarnya.
Pengolahan teh yang tidak benar memang bisa menyebabkan teh ditumbuhi jamur yang
mengakibatkan terjadinya proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi
dengan jamur harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan unsur
bersifat karsinogenik.
Berikut ini pengelompokan teh berdasarkan tingkat oksidasi:
 Teh putih
Teh yang dibuat dari pucuk daun yang tidak mengalami proses oksidasi dan
sewaktu belum dipetik dilindungi dari sinar matahari untuk menghalangi
pembentukan klorofil. Teh putih diproduksi dalam jumlah lebih sedikit
dibandingkan teh jenis lain sehingga harga menjadi lebih mahal. Teh putih
kurang terkenal di luar Tiongkok, walaupun secara perlahan-lahan teh putih
dalam kemasan teh celup juga mulai populer.
 Teh hijau
Daun teh yang dijadikan teh hijau biasanya langsung diproses setelah dipetik.
Setelah daun mengalami oksidasi dalam jumlah minimal, proses oksidasi
dihentikan dengan pemanasan (cara tradisional Jepang dengan menggunakan
uap atau cara tradisional Tiongkok dengan menggongseng di atas wajan panas).
Teh yang sudah dikeringkan bisa dijual dalam bentuk lembaran daun teh atau
digulung rapat berbentuk seperti bola-bola kecil (teh yang disebut gun powder).
 Oolong
Proses oksidasi dihentikan di tengah-tengah antara teh hijau dan teh hitam yang
biasanya memakan waktu 2-3 hari.

 Teh hitam
Daun teh dibiarkan teroksidasi secara penuh sekitar 2 minggu hingga 1 bulan.
Teh hitam merupakan jenis teh yang paling umum di Asia Selatan (India, Sri
Lanka, Bangladesh) dan sebagian besar negara-negara di Afrika seperti Kenya,
Burundi, Rwanda, Malawi dan Zimbabwe. Terjemahan harafiah dari aksara
Hanzi untuk teh bahasa Tionghoa (红茶) atau (紅茶) dalam bahasa Jepang
adalah teh merah karena air teh sebenarnya berwarna merah. Barat
menyebutnya teh hitam karena daun teh berwarna hitam. Di Afrika Selatan, teh
merah adalah sebutan untuk teh rooibos yang termasuk golongan teh herbal.
Teh hitam masih dibagi menjadi dua jenis: ortodoks (teh diolah dengan metode
pengolahan tradisional) atau CTC (metode produksi teh crush, tear, curl yang
berkembang sejak tahun 1932). Teh hitam yang belum diramu (unblended)
dikelompokkan berdasarkan asal perkebunan, tahun produksi, dan periode
pemetikan (awal musim semi, pemetikan kedua, atau musim gugur). Teh jenis
ortodoks dan CTS masih dibagi-bagi lagi menurut kualitas daun pascaproduksi
sesuai standar Orange Pekoe.
 Pu-erh (Póu léi dalam bahasa Kantonis)
Teh pu-erh terdiri dari dua jenis: mentah dan matang. Teh pu-erh mentah bisa
langsung digunakan untuk dibuat teh atau disimpan beberapa waktu hingga
matang. Selama penyimpanan, teh pu-erh mengalami oksidasi mikrobiologi
tahap kedua. Teh pu-erh matang dibuat dari daun teh yang mengalami oksidasi
secara artifisial supaya menyerupai rasa teh pu-erh mentah yang telah lama
disimpan dan mengalami proses penuaan alami. Teh pu-erh matang dibuat
dengan mengontrol kelembapan dan temperatur daun teh mirip dengan
proses pengomposan. Teh pu-erh biasanya dijual dalam bentuk padat setelah
dipres menjadi seperti batu bata, piring kecil, atau mangkuk. Teh pu-erh dipres
agar proses oksidasi tahap kedua bisa berjalan, karena teh pu-erh yang tidak
dipres tidak akan mengalami proses pematangan. Semakin lama disimpan,
aroma teh pu-erh menjadi semakin enak. Teh pu-erh mentah kadang-kadang
disimpan sampai 30 tahun bahkan 50 tahun supaya matang. Pakar bidang teh
dan penggemar teh belum menemui kesepakatan soal lama penyimpanan yang
dianggap optimal. Penyimpanan selama 10 hingga 15 tahun sering dianggap
cukup, walaupun teh pu-erh bisa saja diminum setelah disimpan kurang dari
setahun. Minuman teh pu-erh dibuat dengan merebus daun teh pu-erh di dalam
air mendidih sering kali hingga 5 menit. Orang Tibet mempunyai kebiasaan
minum teh pu-erh yang dicampur dengan mentega dari lemak yak, gula dan
garam.

Teh Da Hong Pao, sejenis teh Oolong


 

Teh putih Bai Hao Yinzhen


 

Teh Pu-erh tuo cha yang belum matang, setelah dipres


 

Teh Huoshan Huangya, jenis teh kuning


Kandungan Ampas Teh
Ampas teh mempunyai kandungan protei kasar yang cukup tinggi yaitu
27,42% (GINTING, 1993). Namun, kendalanya sebagai pakan broiler
adalah kandungan zat anti nutrisi yang cukuptinggi yaitu tannin 1,35%
(ISTIRAHAYU, 1993) dan serat kasar 23,01% (SOEJIWO, 1982). Proses
fermentasi biasanya menghasilkan produk makanan yang mempunyai
nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan bahan makanan asalnya. Hal
ini disebabkan mikroba bersifat memecah komponen kompleks
menjadi zat-zat yang lebih sederhana, sehingga mudah dicerna
(WINARNO et al, 1980)
            Hasil analsis terhadap ampas teh terfermentasi Aspergllus
niger menunjukkan kandungan air 8,8%; abu 2,25%; protein kasar
29,36%; serat kasar 21,19%; lemak 1,11%; kalsium 0,891%; fosfor
0,211%;tannin 0,19%; lisin 0,76%; metionin 1,00%; sistin 0,78%; dan
energy metabolisme 223 kkal/kg. Secara umum, komposisi nutriennya
meningkat walupun tidak begitu tinggi dibandingkan dengan hasil
analsis yang dilaporkan ISTIRAHAYU (1993) dan SOEJIWA (1982).
Peningkatan protein diduga karena adanya penambahan protei yang
disumbangkan oleh sel mikro akibat pertumbuhanya yang
menghasilkan produk Protein Sel Tunggal atau biomassa sel yang
mengandung sekitar 40-65% protein.
            Adanya kandungan asam amino yang cukup tinggi, jga
menunjukkan bahwa ampas teh terfermentasi ini mempunyai
kandungan nutrisi yang lebih baik. Hal ini didasarkan pada hasil analisa
Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas
Padjadjaran (2002) terhadap tiga jens asam amino yang terkandung
dalam ampas teh fermentasi dan dinilai penting untuk pakan broiler,
yaitu lisin 0,76%; metionin 1,00% dan sistein 0,75%. Menurut DARANA
(1995), kandungan asam amino tersebut cukup tinggi apabila terdapat
pada bahan penyusun pakan unggas. Disamping adanya peningkatan
dari zat-zat makanan yang diperlukan, fermentasi diduga juga
berpengaruh juga terhadap perbaikan zat anti nutrisi.

Anda mungkin juga menyukai