PENDAHULUAN
Tanaman Kelor
Kelor (Moringa oleifera Lamk.) berasal dari India dan Arab kemudian menyebar di
berbagai wilayah. Kelor adalah tanaman yang bisa tumbuh denga cepat, berumur panjang,
berbunga sepanjang tahun, dan tahan kondisi panas ekstrim. tanaman kelor dikenal sebagai
tanaman obat berkhasiat dengan memanfaatkan seluruh bagian dari tanaman kelor mulai
dari daun, kulit batang, biji, hingga akarnya. Tanaman ini telah dipelajari khasiatnya untuk
kesehatan, memiliki antijamur, antioksidan, antibakteri, antiradang, diuretik, dan sebagai
hepatoprotektor. Daun kelor juga berkhasiat untuk mengatasi berbagai keluhan yang
diakibatkan karena kekurangan vitamin A (gangguan penglihatan), kekurangan Choline
(penumpukan lemak pada liver), kekurangan vitamin B1 (beri-beri), kekurangan vitamin
B2 (kulit kering dan pecah-pecah), kekurangan vitamin B3 (dermatitis), kekurangan
vitamin C (pendarahan gusi), kekurangan kalsium (osteoporosis), kekurangan zat besi
(anemia), kekurangan protein (gangguan pertumbuhan pada anak). Melalui penelitian, kelor
ternyata mengandung banyak ntrisi penting seperti vitamin, mineral, asam amino, beta
karoten, antioksidan, nutriends, anti inflamasi, dan asam lemak omega 3 dan 6.
Kelor bisa diawetkan dalam waktu lama tanpa kehilangan nutrisi. Pengeringan atau
pembekuan bisa dilakukan untuk menyimpan daun. Hal ini dikatakan oleh Yang et al,
bahwa daun kelor yang ada dioven pada suhu rendah guna untuk mengeringkan daun
menyimpan lebih banyak nutrisi (kecuali vitamin C) daripada daun kering beku. Oleh
karena itu, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan alat rumah tangga yang
ekonomis seperti kompor untuk menjaga suplai nutrisi daun secara terus menerus.
Pengawetan dengan dehidrasi meningkatkan umur simpan kelor tanpa mengubah beberapa
nilai gizi. Selain itu, yang et al juga mengatakan bahwa perebusan dapat meningkatkan
ketersediaan zat besi dan kandungan antioksidan.
Pengeringan
Salah satu proses yang dilakukan untuk mengolah daun teh herbal adalah melalui
proses pengeringan. Proses pengeringan merupakan suatu cara menghilangkan atau
mengeluarkan sebagian kadar air yang terdapat pada suatu bahan dengan energi panas agar
bahan tersebut tidak mudah rusak saat disimpan. Pengeringan dapat mengurangi kadar air
bahan sehingga menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur, serta mengurangi aktivitas
enzim yang dapat merusak bahan, sehingga dapat memperpanjang umur simpan dan
pengawetan. Jika air dihilangkan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan dan
menyebabkan perubahan warna, tekstur, dan aroma bahan pangan. Tujuan utama
pengeringan yaitu mengurangi kandungan kadar air bahan pangan sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan (Putratama, 2009)
SNI Teh
Tampah, wadah plastik, kompor gas, spatula, nampan plastik, plastik pp, cabinet
dryer, alumunium foil
BAHAN
Timbang daun
masing-masing 50 gr
Alfian 2 2 4 1
Adella 3 3 3 1
Amelia 3 3 3 1
Chika 2 3 3 1
Rata-rata 2,5 3 3 1
1. Uji organoleptik
Senyawa yang menyebabkan teh memiliki rasa pahit dan sepat adalah senyawa
tanin. Tanin yang ada di dalam teh akan memberikan rasa sepat atau khas (ketir). Katekin
merupakan penyusun tanin dimana katekin mempunyai sifat antioksidatif yang berperan
dalam melawan radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh (bungsu, 2012). Katekin
teh larut dalam air, tidak berwarna serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh
(subuea, 2003). Senyawa polifenol yang ditemukan di dalam teh termasuk dalam grup
katekin (flavanol). Menurut hartoyo dan astuti (2002), kandungan senyawa polifenol dalam
teh hitam yang paling tinggi adalah epigallo katekin.
Menurut (stanford, 2009), aroma merupakan salah satu sifat penting bagi penentu
kualitas teh, dimana aroma tersebut sangat erat hubungannya dengan substansi aromatis
yang terkandung di dalam daun teh. Substansi aromatis pembentuk aroma teh merupakan
senyawa volatile (mudah menguap), baik yang terkandung secara alamiah pada daun teh
maupun yang terbentuk sebagai hasil reaksi biokimia pada proses pengolahan teh.
2. Intensitas Warna
Intensitas Warna
No sampel
L a B
1 Teh herbal 48,7 6,5 20,8
Pengujian warna mengacu pada munsell (1997) menggunakan alat color reader
merk konika minolita (CR-10) dengan nilai yang digunakan adalah L*, a*, dan b*. mula-
mula sampel diletakkan di bawah lensa colour reader kemudian hasil dari nilai L *, a*, dan b*
sampel akan tertangkap oleh lensa kamera dan tercatat di alat berdasarkan warna biru,
merah dan hijau dari cahaya yang terserap oleh objek atau sampel. Nilai L *, a*, dan b* akan
menunjukkan warna sampel cerah dan terang atau gelapnya bahan.
Berdasarkan hasil praktikum uji intensitas warna yang menggunakan color reader,
didapatkan nilai L pada sampel teh yang sudah dikeringkan yaitu sebesar 48,7 yang artinya
nilai lightness berarti gelap. Untuk nilai a didapatkan sebesar 6,5 yang artinya menunjukkan
warna merah. dan untuk b sebesar 20,8 yang menunjukkan warna kuning.
Nilai lightness memiliki skala 0 sampai 100. Skala 0 sampai 50 berarti gelap dan
skala 51 sampai 100 berarti terang. Nilai a menunjukkan warna antara hijau hingga merah
dengan skala -80 sampai 80. Skala -80 sampai 0 menunjukkan warna hijau. Skala 0 sampai
80 menunjukkan warna merah. Nilai b menunjukkan warna antara biru hingga kuning
dengan skala -70 sampai 70. Skala -70 sampai 0 menunjukkan warna biru. Skala 0 sampai
70 menunjukkan warna kuning (Suyatma, 2009)tanin
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa teh herbal dari
daun kelor sangat bermanfaat bagi kesehatan. Walaupun begitu, ditinjau dari hasil uji
organoleptik teh herbal, panelis tidak menyukai rasa dari Teh tersebut dikarenakan
memiliki rasa yang pahit yang disebabkan oleh senyawa tanin. Teh yang sudah diseduh
memiliki warna hijau muda yang hampir merujuk ke warna hijau dan memiliki aroma yang
sangat menyengat.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). (2018). Statistik Teh Indonesia 2017. https://bps.go.id
Badan Standardisasi Nasional. (2016). SNI 3945:2016. Teh hijau. In Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
Badan Standarisasi Indonesia. (2016). SNI 1902:2016. Teh hitam. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
Hartoyo, A. and Astuti, M., 2002. Aktivitas antioksidan dan hipokolesterolemik ekstrak teh
hijau dan teh wangi pada tikus yang diberi ransum kaya asam lemak tidak jenuh
ganda.
Machmud, P.B., Hatma, R.D. and Syafiq, A., 2019. Konsumsi Teh dan Anemia Defisiensi
Besi pada Wanita Hamil di Kabupaten Bogor, Indonesia. Media Gizi Mikro
Indonesia, 10(2), pp.91-100.
Romandhoni, A.N. and Arrosyid, M., 2019. Penetapan Kadar Kafein pada Teh Oolong
(Camellia Sinensis) Menggunakan Ekstraksi Refluk dengan Metode Titrasi Bebas
Air. CERATA Jurnal Ilmu Farmasi, 9(1).
Sibuea, P., 2003. Antioksidan Senyawa Ajaib Penangkal Penuaan Dini. Sinar Harapan,
Yogyakarta.
Stafford, L.D., Salehi, S. and Waller, B.M., 2009. Odors cue memory for odor-associated
words. Chemosensory Perception, 2(2), pp.59-69.
LAMPIRAN