PENGOLAHAN TEH
PENDAHULUAN
Salah satu minuman penyegar yaitu teh digemari oleh semua kalangan usia dengan tujuan
konsumsi yang berbeda-beda, seperti menambah kesegaran dan pelepas dahaga. Teh sejak
dahulu dikenal sebagai salah satu minuman terpopuler di dunia. Tanaman teh (Camellia sinensis)
dibudidayakan secara luas di berbagai negara dan telah memberikan kontribusi yang tidak
sedikit bagi perekonomian negara-negara tersebut. Negara-negara yangtercatat sebagai produsen
teh terbesar di dunia diantaranya China, India, Sri Lanka, Jepang, Kenya, Bangladesh
dan Indonesia. Beragam olahan teh dapat ditemukan dalam bentuk kemasan langsung minum
dalam botol, teh celup serta teh kering. Teh dikategorikan sebagai bahan penyegar dikarenakan
adanya kandungan alkaloid yang memberikan stimuli berupa peningkatan kerja jantung bagi
yang mengonsumsi. Selain itu bahan penyegar biasanya memiliki aroma, bau dan rasa yang khas
dari setiap komoditasnya. Pada teh sendiri aroma dan rasa tersebut berasal dari senyawa kimia
tehaflavin dan kafein. Jenis teh yang dikonsumsi rata-rata di dunia berdasarkan cara
pengolahannya yaitu teh hitam, teh hijau dan teh oolong. Teh hitam adalah teh yang melalui
proses fermentasi penuh. Sedangkan teh hijau dibuat tanpa adanya fermentasi dan teh oolong
adalah teh yang difermentasi sebagian. Proses pengolahan dan analisa mutu merupakan hal yang
penting untuk menentukan tingkat kualitas teh. Penentuan ini berdasarkan pemetikan pada daun
teh, tempat budidaya dan bagaimana cara pemanenan pada daun teh. Perbedaan umur daun teh
nantinya juga akan menentukan kandungan senyawa polifenol pada daun teh, yang akan
berpengaruh pada rasa, aroma dan warna. Berdasarkan hal tersebut maka dengan mengetahui
proses dan tahapan-tahapan dalam pembuatan teh yang sesuai dapat menghasilkan kualitas teh
yang baik.
Tujuan adanya pengolahan teh yaitu untuk mengklasifikasikan jenis teh berdasarkan
variasi lama fermentasi dan sifat sensori teh yang dihasilkan. Kemudian untuk melakukan
pengamatan terhadap rendemen, kadar air dan sifat sensori (aroma, rasa, warna dan kesukaan)
serta menganalisis variasi proses pengolahan terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori dari
produk yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Teh hijau merupakan teh yang tidak mengalami proses fermentasi yang biasanya
dikonsumsi untuk membantu proses pencernaan dan juga kemampuannya dalam membunuh
bakteri. Adanya kandungan tinggi polifenol berperan untuk membasmi bakteri peruksak dan
bakteri penyebab penyakit rongga mulut (Watanabe et al., 2009). Prinsip pengolahan teh hijau
adalah inaktivasi enzim polifenol oksidase untuk mencegah terjadinya oksimatis yang merubah
polifenol menjadi senyawa oksidasinya berupa tehaflavin dan teharubigin. Pada proses
pengolahan teh hijau China digunakan mesin pelayuan berupa rotary panner untuk
menginaktivasi enzim. Sementara itu, proses teh hijau Jepang menggunakan steamer dalam
menginaktivasi enzimnya. Daun teh yang sudah dilayukan, kemudian digulung dan dikeringkan
sampai kadar air tertentu (Rohdiana, 2015). Sebelum menjadi teh hijau kering, terdapat beberapa
proses yaitu pemetikan, pelayuan hingga kadar air 60-70%, penggulungan yang tidak sampai
hancur serta pengeringan. Warna hijau pada teh ini tetap bertahan dikarenakan kandungan
taninnya tinggi.
Teh oolong merupaan teh yang dalam proses pengolahannya mengalami oksidasi
sebagian atau tidak berinteraksi lama dengan udara ketika diolah. Hasil dari teh ini adalah
bewarna cokelat kemerahan. Teh oolong memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi
daripada teh hitam namun lebih rendah daripada teh hijau karena teh oolong telah mengalami
oksidasi sebagian. Keunggulan teh ini dibanding teh hijau yaitu cita rasa dan aromanya lebih
disukai dibanding teh hijau yang cenderung pahit (Gardjito, 2011). Proses teh olong sebelum
dapat dikonsumsi yaitu pertama pemeikan dengan tangan agar selektif. Kemudian proses
pelayuan dengan bantuan sinar matahari dan dipaparkan dalam ruangan. Selanjutnya proses
pengeringan dengan panning system yang berujuan inaktivasienzim agar fermentasi tidak
sempurna dan yang terakhir yaitu pengulungan agar diperoleh rasa sepat yang khas.
Teh hitam didapat dari hasil penggilingan yang menyebabkan daun terluka dan
mengeluarkan getah. Getah itu bersentuhan dengan udara sehingga menghasilkan senyawa tea
flavin dan tearubigin. Artinya, daun teh mengalami perubahan kimiawi sempurna sehingga
hampir semua kandungan katekin terfermentasi menjadi tea flavin dan tearubugin. Setelah proses
fermentasi telah selesai, daun teh dikeringkan untuk menginaktivasi enzim dan menghentikan
fermentasi. Pada proses ini, warna daun teh berubah menjadi coklat kehitaman, terjadi perubahan
aroma dan kelembaban turun hingga kurang dari 6% (Shahidi dan Naczk, 2004). Tahapan proses
pengoahan menjadi teh hitam yaitu pertama proses pemetikan, kemudian proses pelayuan untuk
mengurangi kadar air sehingga kandungan enzim dalam pucuh teh lebih kental, Proses pelayuan
berlangsung 7-24 jam. Untuk mencapai kadar air yang diinginkan maka dilakukan proes
pembalikan. Tahapan proses selanjutnya yaitu penggilingan, teh dipotong menjadi serpihan-
serpihan kecil bewarna hijau yang selanjutnya teh mengalami fermentasi hingga berubah warna
menjadi kecoklatan. Proses terakhir yaitu pengeringan untuk menghentikan reaksi oksidasi
enzimatik pada daun teh. Pengeringan ini juga dapat membuat teh tahan lama disimpankarena
kadar air yang rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Tuminah, 2004).
Daun Teh
Pelayuan
Penggulungan
Pengeringan
Teh Bubuk
( Diawi dkk, 2020).
Daun Teh
Pelayuan
Penggulungan
Fermentasi, t = 30 menit
Penyangraian
Pengeringan
Proses pembuatan teh hitam
Daun Teh
Pelayuan
Penggulungan, t = 4 jam
Pengeringan
Teh Bubuk
X .V
Kadar fenol = ×100 %
m
Keterangan :
X : Konsentrasi fenol (µG/ml)
V : Volume ekstrak (ml)
m : Berat sampel (mg)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan berbagai metode pengolahan teh
diperoleh hasil rendemen yang tertera pada tabel 1. Hasil rendemen tertinggi diperoleh pada teh
hitam sebesar 14,8% kemudian teh hijau 6,72% dan hasil rendemen terendah pada teh oolong
yaitu 5,64%. Nilai rendemen bertujuan untuk memperkirakan banyaknya senyawa bioaktif yang
terdapat dalam bahan. Semakin tinggi nilai rendemen maka senyawa bioaktif juga semakain
banyak. Menurut (Fajar,Ibnu., dkk., 2018) tingginya hasil rendemen pada pengolahan teh
disebabkan karena pengaruh tingginya suhu dan lama ekstraksi. Hal ini juga didukung oleh
penelitian Winata et al. (2015) yang menyatakan bahwa semakin lama ekstraksi maka kuantitas
bahan yang terekstrak juga akan semakin meningkat dikarenakan kesempatan untuk bersentuhan
antara bahan dengan pelarut semakin besar.Suhu ekstraksi yang tinggi menyebabkan
peningkatan energi kinetik larutan sehingga difusi pelarut ke dalam sel jaringan semakin
meningkat pula.
Hasil uji kadar air terhadap teh dengan berbagai jenis pengolahan diperoleh sekitar 0,13-
0,28%. Kadar air tertinggi diperoleh pada teh hitam sebesar 0,28% sedangkan terendah diperoleh
pada teh hijau 0,13%. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) kadar air tersebut masih
memenuhi syarat kadar air teh yaitu maksimal 10%. Menurut (Manoi, 2006) apabila kadar air
dibawah 10% dapat mencegah terjadinya proses enzimatik dan kerusakan oleh mikroba seperti
bakteri, kapang dan khamir. Kadar air merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya air
yang terdapat pada bahan yang diujikan. Produk dengan kadar air yang lebih tinggi akan lebih
mudah mengalami kerusakan atau tahan lama dibandingkan dengan produk dengan kadar air
rendah. Kadar air sangat mempengaruhi mutu teh kering, pada produk teh kering akan
mempengaruhi umur simpan, dimana apabila teh kering mengandung cukup banyak kadar air
akan mengakibatkan teh cepat lembab dan mudah rusak (Kusumaningrum, ria, 2013)
Berdasarkan hasil uji total fenol didapatkan kadar fenol tertinggi yaitu pada teh hitam
sebesar 6,21%, kemudian teh oolong 3,86% serta terendah yaitu teh hijau sebesar 2,18%. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa metode pengolahan dan bahan baku teh yang berbeda berpengaruh
terhadap total fenol. Tetapi hasil uji total fenol berbeda dengan litatur, menurut (Lelita, dea dkk.,
2013) kandungan total fenol akan lebih tinggi ketika proses pengolahannya melalui proses
fermentasi sebagian dan tidak bersentuhan lama dengan udara. Semakin lama proses fermentasi
yang dilakukan, maka kandungan total fenol dalam teh akan berkurang. Pada hasil penelitian
literature, pada teh hitam hasil total fenolnya lebih rendah dibanding teh hijau dan teh oolong
sedangkan perolehan tertinggi total fenol yaitu teh oolong. Hal tersebut dikarenakan proses
pengolahan teh oolong terjadi fermentasi sebagian. Kemudian pada teh hitam fermentasinya
dilakukan penuh dan lama sehingga menyebabkan kadar fenolnya menurun. Aktivitas dari enzim
peroksidase yang tersisa dari proses fermentasi teh hitam, juga akan mempercepat penurunan jumlah
tehaflavin pada saat penyimpanan. Menurunnya jumlah tehaflavin pada teh hitam berakibat pada
menurunnya kandungan kadar fenol (Shahidi dan Naczk, 2004)
Berdasarkan hasil uji organoleptic pada warna diperoleh skor 4 yaitu gelap untuk teh
hitam, skor 3 yaitu medium pada teh oolong dan teh hijau. Menurut literature (Ramlah, 2017)
warna yang lebih pekat atau gelap menunjukkan kadar flavonoid yang tinggi dengan aktivitas
antioksidan yang tinggi pula. Adanya flavonoid memberikan warna kuning kecokelatan pada
seduhan berubah menjadi cokelat gelap apabila terjadi reaksi oksidasi lebih lanjut. Sedangkan
pada teh oolong dan teh hijau warna yang dihasilkan lebih cerah dibanding teh hitam dapat
disebabkan kandungan senyawa flavonoidnya lebih sedikit. Factor lamanya fermentasi dapat
merubah warna pekat menjadi lebih terang dikarenakan adanya aktivitas dan kemampuan
mikroba dalam mendegradasi warna. Warna merupakan salah satu indicator penting dalam
menentukan penerimaan dalam suatu produk oleh konsumen karena tampilan visual pertamanya.
terang Hasil uji terhadap aroma teh didapatkan skor sekitar 2,96-3,23 yang berarti rata-rata
aroma pada teh yaitu kuat. Menurut (Kim et al., 2011) senyawa pembentuk aroma teh terdiri dari
minyak atsiri yang bersifat mudah menguap dan mudah direduksi sehingga menghasilkan aroma
harum pada teh. Selain itu ketika terjadi proses pengeringan, asam galat akan teroksidasi menjadi
senyawa teharubihin (TR) dimana senyawa tersebut bertanggung jawab pada aroma harum teh.
Kemudian hasil uji rasa pada teh dihasilkan rata-rata skor sekitar 2,77-2,97 dengan hasil rasa
tertinggi pada teh hijau sedangkan hasil terendah pada teh hitam. Rasa merupakan indicator
penting dalam penilaian suatu produk dimana dilakukan oleh indera pengecap manusia. Menurut
literature (Ramlah,2017) hasil skoring sekitar 2,33-3,80 menghasilkan rasa sepat-agak tidak
sepat. Hal ini dikarenakan adanya senyawa katekin yang dapat memberikan rasa pahit dan sepat
pada teh, sehingga apabila senyawa katekin semakin tinggi maka rasa dari teh semakin sepat.
KESIMPULAN
Jenis teh yang dikonsumsi rata-rata di dunia berdasarkan cara pengolahannya yaitu teh
hitam, teh hijau dan teh oolong. Teh hitam adalah teh yang melalui proses fermentasi penuh.
Sedangkan teh hijau dibuat tanpa adanya fermentasi dan teh oolong adalah teh yang difermentasi
sebagian. Hasil uji rendemen, kadar air, total fenol dihasilkan kadar tertinggi yaitu the hitam
sebesar 14,8%, 0,28% dan 6,21%. Sedangkan hasil uji organoleptic warna skor tertinggi 4 pada
jenis the hitam, kemudian untuk warna hampir seluruh jenis the mendapat skor sama yaitu 3 serta
pada rasa juga dihasilkan rata- rata skor yang sama yaitu 2. Perbedaan masing-masing jenis the
dapat disebabkan karena lamanya fermentasi dan proses oksidasi.
DAFTAR PUSTAKA
Diawi, A., Damat., & Rastikasari, A., (2020). Buku Panduan Praktikum: Teknologi Polisakarida
& Hasil Perkebunan. Malang: Lab UMM.
Fajar, Ibnu F., dkk. 2018. Kandungan Senyawa Flavonoid Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Teh Hijau Pada Perlakuan Suhu Awal Dan Lama Penyeduhan. Jurnal Rekayasa dan
Manajemen Agroindustri ISSN : 2503-488X Vol. 6, No.3, 196-202
Kim, Y., K.L. Goodner., J. Park., J. Choi dan S.T. Talcott. 2011. Changes in antioxidant
phytochemical and volatile composition of Camellia sinensis by oxidation during tea
fermentation. Food Chem. 129:1331-1342.
Kusumaningrum, ria, dkk. 2013. Karakteristik dan Mutu Teh Bunga Lotus (Nelumbo nucifera).
Teknologi hasil perikanan Volume II, nomor 01 November 2013
Lelita, Dea Ira dkk,. 2013. Sifat Antioksidatif Ekstrak Teh (Camellia Sinensis Linn.) Jenis Teh
Hijau, Teh Hitam, Teh Oolong dan Teh Putih dengan Pengeringan Beku (Freeze
Drying). Jurnal teknologi pangan dan hasil penelitian Volume 13 No. 1
Ramlah. 2017. Penentuan Suhu dan Waktu Optimum Penyeduhan Daun Teh Hijau (Camellia
Sintesis L.) P+2 terhadap Kandungan Antioksidan Kafein, Tanin dan Katekin. Skripsi.
Tidak dipublikasikan. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin, Makassar.
Rohdiana. 2015. Teh, Karakteristik, Proses, dan Komponen Fungsionalnya. Pusat Penelitian Teh
dan Kina. Food Review Indonesia. Vol. X/ No.8. Agustus 2015.
Shahidi F, Naczk M. 2004. Phenolics in Food and Nutraceuticals. New York: CRC Press LLC.
Syah, Andi Nur. 2006. Taklukan Penyakit dengan Teh Hijau. Jakarta: Agro Media Pustaka. Hal.
34-42, 46-61, 69-70, 106-12
Tuminah S. 2004. Teh [(Camellia sinensis O.K. var Assamica (Mast )] sebagai Salah Satu
Sumber Antioksidan. Cermin Dunia Kedokteran No. 144.
Winata, E. W., dan Yunianta. 2015. Ekstraksi Antosianin Buah Murbei (Morus lba L.) Metode
Ultrasonic Batch (Kajian Waktu dan Rasio Bahan: Pelarut). Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3(2):773-783.