Anda di halaman 1dari 17

1

PERBANDINGAN KADAR KATEKIN TEH HIJAU, TEH OOLONG DAN


TEH HITAM DARI PRODUK TEH MEREK “X”

Sharfianty, Syamsu Nur, Andi Nur Aisyah


Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar
Corresponding author email: sharfiantys@gmail.com

Abstrak

Teh merupakan bahan minuman penyegar yang mengandung senyawa


polifenol yaitu katekin yang dimanfaatkan untuk obat-obatan dan
kosmetik. Penelitian ini untuk mengkaji kandungan senyawa katekin
produk teh hijau, teh oolong dan teh hitam dari Indonesia, China dan
Taiwan. Beberapa teh kemasan di seduh pada suhu dan waktu yang
bervariasi. Identifikasi kandungan senyawa katekin dilakukan
menggunakan reagen kimia dan spektrofotometri UV-Visible. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa teh hijau, teh oolong dan teh hitam
mengandung senyawa epigallocatechin-3-gallate (EGCG) sesuai dengan
adanya perubahan warna berdasarkan reagen kimia dan spektrum UV
yang memilikin λmax pada kisaran 268-274 nm. Hasil uji kuantitatif secara
spektrofotometri UV-Vis menunjukkan bahwa sampel teh hijau
memberikan kadar katekin tertinggi diikuti dengan sampel teh oolong dan
teh hitam memiliki kadar terendah.

Kata kunci: Teh Hijau, Teh Oolong, Teh Hitam Katekin,


Spektrofotometri UV-Visible

Comparison Of Katekin Levels Of Green Tea, Oolong Tea And Black


Tea From "X" Brand Tea Products

Abstract

Tea is a refreshing drink that contains polyphenol compounds, namely


catechins that are used for medicine and cosmetics. This study was to
assess the content of catechin compounds in green tea, oolong and black
tea products from Indonesia, China and Taiwan. Some packaged teas are
brewed at varying temperatures and times. Identification of catechin
compounds was carried out using chemical reagents and UV-Visible
spectrophotometry. The results obtained indicate that green tea, oolong
tea and black tea contain epigallocatechin-3-gallate (EGCG) compounds
according to the color change based on chemical reagents and UV
spectrum which has λmax in the range 268-274 nm. The results of
quantitative tests using UV-Vis spectrophotometry showed that the green
tea samples gave the highest levels of catechins, followed by the oolong
and black tea samples having the lowest levels

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


2

Key words: Green Tea, Oolong Tea, Black Tea Catechin, UV-Visible
Spectrophotometri

PENDAHULUAN
Teh adalah bahan minuman penyegar yang sudah lama dikenal dan
sudah membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa
kandungan senyawa kimia dalam teh dapat memberi kesan warna, rasa
dan aroma yang memuaskan peminumnya. Sehingga sampai saat ini, teh
adalah salah satu minuman penyegar yang banyak diminati. Selain
sebagai bahan minuman, teh juga banyak dimanfaatkan untuk obat-
obatan dan kosmetik (Diah Indarti, 2015).
Katekin merupakan salah satu metabolit sekunder yang terkandung
dalam daun teh. Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan
atau disintesa pada sel dan group taksonomi tertentu pada tingkat
pertumbuhan atau stress tertentu (karori et al, 2007). Selain itu senyawa
katekin juga berperan dalam menentukan sifat produk teh seperti rasa,
warna dan aroma. Senyawa katekin dalam reaksinya dengan kafein,
protein, peptida, ion tembaga dan siklodekstrin membentuk beberapa
senyawa kompleks yang sangat berhubungan dengan rasa dan aroma.
Katekin menentukan warna seduhan terutama terutama pada teh hitam,
pada proses oksidasi enzimatis (fermentasi) sebagian katekin terurai
menjadi senyawa theaflavin yang berperan memberi warna kuning dan
senyawa thearubigin yang berperan memberi warna merah kecoklatan
selama proses pengolahan teh kandungan katekin akan berkurang.
Kandungan katekin akan mengalami penurunan akibat proses pelayuan,
oksidasi enzimatis, penggilingan dan pengeringan.
Katekin teh bersifat antimikroba (bakteri dan virus), antioksidan,
antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air seni,
dan menghambat pertumbuhan sel kanker (Tariq & Reyaz, 2012;
Aigbodion & Marcell, 2013). Keunggulan ini dapat memberikan efek yang
menguntungkan dibidang kesehatan khususnya farmasi karna selain

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


3

sebagai bahan minuman teh juga banyak dimanfaatkan untuk obat-obatan


dan kosmetik. Untuk mendapatkan kadar katekin yang tinggi perlu
dilakukan penelitian mengenai pengaruh genotipe dan ketinggian karena
pada beberapa jenis tanaman menunjukkan genotipe dan ketinggian
sangat berpengaruh terhadap kandungan bioaktif tanaman (Arniputri,
Sakya, & Rahayu, 2007; Bermawie, Purwiyanti, & Mardiana, 2006;
Martono, 2011). Selain itu, kandungan katekin juga dipengaruhi oleh
musim (Cherotich et al., 2013).
Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi (oksidasi enzimatis),
yaitu dibuat dengan cara menginaktifkan enzim fenolase yang ada dalam
pucuk daun teh segar (Soraya, 2007). Teh hitam diperoleh melalui proses
fermentasi. Pada proses ini, sebagian besar katekin dioksidasi menjadi
teaflavin dan tearubigin, suatu senyawa antioksidan yang tidak sekuat
katekin (Winarsi, 2007). Teh oolong diproses secara semi fermentasi.
Proses pembuatan dan pengolahan teh oolong berada diantara teh hijau
dan teh hitam, dimana teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan
yang dilakukan segera setelah proses penggulungan daun, dengan tujuan
untuk menghentikan proses fermentasi, oleh karena itu teh oolong disebut
sebagai teh semi fermentasi (Winarsi, 2007).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian


mengenai perbandingan kadar katekin teh hijau, teh oolong, dan teh hitam
dari produk teh merek “X”.

Metodologi Penelitian

Tahapan pada penelitian ini adalah penyiapan alat dan bahan,


proses ekstraksi secara seduh, identifikasi dengan reagen kimia,
identifikasi secara spektrofotometri uv-visible, pembuatan larutan standar
katekin, penentuan panjang gelombang maksimum, penentuan kadar
katekin, dan analisis data.

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


4

Penyiapan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan dalam


penelitian ini diantaranya:peralatan gelas, magnetik stirer, penangas air,
Spektrofotometer UV-Vis. Bahan-bahan yang digunakan diantaranya
katekin (sigma aldrich), Fecl 3 (Merck, Germany), asam klorida (Merck
Germany), air suling (water one), formaldehyde, dan beberapa produk teh
merek dari luar dan dalam negeri.
Proses Ekstraksi secara seduh. Serbuk teh ditimbang sebanyak 5
gram, kemudian diseduh dengan aquadest sebanyak 100 mL pada suhu
75°C, kemudian diaduk menggunakan magnetik stirer dengan variasi
waktu penyeduhan 5 menit, 10 menit dan 15 menit, hingga diperoleh
ekstrak teh, kemudian di saring. Perlakuan yang sama dilakukan pada
suhu 85°C dan 95°C.
Identifikasi dengan Reagen Kimia. Masing-masing serbuk teh
ditimbang sebanyak 5 gram, kemudian ditambahkan dengan air 100 mL
dan di didihkan selama 15 menit. Setelah itu didinginkan dan disaring
sehingga didapatkan filtrat. Masing-masing filtrat di pipet 1 dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan dengan larutan
FeCl3 1%, apabila terbentuk warna hijau ungu atau hitam maka hasil ini
menyatakan bahwa sampel mengandung kadar katekin. Selanjutnya
dengan cara yang sama dilakukan dengan menggunakan reagen steasny
(folmaldehide 20% dan HCL pekat 2:1) ditambahkan ke dalam tabung
reaksi yang berisi masing-masing larutan sampel dan dipanaskan, apabila
terbentuk endapan merah jingga maka sampel positif mengandung
gallokatekin.
Identifikasi secara Spektrofotometri UV-Visible. Larutan sampel
dan larutan standar katekin (20 ppm) di scanning dengan kecepatan 240
nm/cm pada rentang panjang gelombang 200-400 nm dengan
menggunakan kuvet 1 cm. Panjang gelombang sampel dibandingkan
dengan panjang gelombang standar.
Pembuatan Larutan Standar Katekin. Sebanyak 10 mg katekin
murni, dilarutkan dengan menggunakan pelarut etanol absolut sebanyak

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


5

10 mL didalam labu 10 mL sehingga didapatkan konsentrasi larutan


katekin murni 1000 ppm, kemudian dipipet sebanyak 1 mL larutan katekin
murni 1000 ppm dan dilarutkan dengan etanol absolut dalam labu 10 mL
(konsentrasi 100 ppm). Setelah itu, untuk membuat konsentrasi 4 ppm, 6
ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm, dipipet dari larutan induk
(konsentrasi 100 ppm) sebanyak 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL; 1 mL; 1,2 mL;
1,4 mL dan diencerkan dengan pelarut etanol absolut di dalam labu 10
mL.
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Penentuan panjang
gelombang maksimum katekin, dilakukan dengan mengukur larutan baku
katekin (10 ppm) spektrofotometer pada panjang gelombang 200-400 nm.
Penentuan Kadar Katekin. Panjang gelombang maksimum katekin,
dilakukan dengan mengukur larutan baku katekin (10 ppm)
spektrofotometer pada panjang gelombang 200-400 nm.
Analisis Data. Analisis data terlebih dahulu dilakukan dengan
metode kurva standar, regresi linier y = bx + a dibuat berdasarkan data
absorbansi dan konsentrasi dari larutan standar (Alfian dan Susanti,
2012). Analisis data dilanjutan menggunakan uji ANOVA satu arah
dengan program SPSS 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian ini yaitu perbandingan kadar katekin pada teh hijau,
teh oolong dan teh hitam yang di peroleh dari dalam dan luar negeri dan di
ukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis yang bertujuan untuk
mengetahui perbandingan kadar katekin yang terkandung pada masing-
masing teh yang memiliki banyak aktivitas farmakologi serta dapat
digunakan sebagai pengobatan. Katekin merupakan salah satu senyawa
metabolit dalam teh yang diketahui memiliki aktivitas farmakologis.
Pada penelitian ini terdapat 3 sampel yang digunakan yaitu teh hijau,
teh oolong, dan teh hitam. Masing-masing teh diperoleh dari Indonesia,
China dan Taiwan. Pada penelitian perbandingan kadar katekin di dalam

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


6

teh hijau, teh oolong, dan teh hitam dilakukan beberapa tahap. Pada
tahap pertama proses yang dilakukan yaitu ekstraksi dengan cara
penyeduhan menggunakan 3 variasi suhu yaitu pada suhu 75, 85, dan 95 0
C dan 3 variasi waktu yaitu 5, 10, dan 15 menit. Pada proses ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh suhu dan lamanya penyeduhan yang
dibutuhkan sehingga katekin yang terdapat dalam teh dapat tersari secara
maksimal.
Pada tahap selanjutnya yaitu proses identifikasi senyawa katekin
pada air seduhan teh hijau, teh oolong dan teh hitam. Pada identifikasi
katekin dilakukan dengan menggunakan reagen FeCl 3 dan steasny
(Formaldehide 20% dan HCL Pekat 2:1) serta profil spektrofotometer UV-
Vis dari masing-masing sampel. Katekin merupakan senyawa polifenol
yang dapat terbentuk kompleks antara gugus –OH fenol dari sampel
dengan adanya Fe 3+ (besi) yang ditandai dengan terbentuknya
perubahan warna kompleks menjadi hijau, biru atau merah ke hitaman
(Ryanata, 2014). Tabel 1 menunjukkan adanya perubahan warna yang
terjadi pada masing-masing sampel dengan menggunakan metode
esktraksi yang berbeda.
Berdasarkan dari hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sampel
memberikan reaksi positif terbentuk kompleks warna hijau kehitaman
dan merah jingga dengan penambahan pereaksi FeCl 3 1%. Reaksi
tersebut menunjukkan adanya gallokatekin (Ryanata et al 2014 dan
Fajrina dkk 2017). Hasil tersebut juga diperkuat dengan
menggunakan pereaksi steasny (formaldehid 20%:HCl p (2:1))
yang menunjukkan adanya perubahan warna merah kehitaman.
Adanya perubahan warna dari sampel menunjukkan positif
mengandung tannin katekin (Fajrina dkk, 2017 dan Djamal, 2010).
Berdasarkan pada hasil identifikasi dengan menggunakan pereaksi
kimia menunjukkan bahwa pada teh hijau, teh oolong dan teh hitam
dari indonesia, china dan taiwan kemasan hasil seduhan positif
mengandung katekin.

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


7

Tabel 1. Kadar katekin dari teh hitam, teh oolong dan teh hijau
Metode Sampel Perubahan warna UV spectra
FeCl3 Steasny Hasil λmax Hasil **
*
(nm)
Seduhan 1A Cokl Merah + 277 EGCG
dengan at Kehitaman
air 1B Cokla Merah + 274 EGCG
t Kehitaman
1C Cokla Merah + 268 ECG
t Kehitaman
2A Cokla Merah + 275 EGCG
t Kehitaman
2B Cokla Merah + 274 EGCG
t Kehitaman
2C Cokla Merah + 273 EGCG
t Kehitaman
3A Cokla Merah + 274 EGCG
t Kehitaman
3B Cokla Merah + 275 EGCG
t Kehitaman
3C Cokla Merah + 273 EGCG
t Kehitaman
Standar Hijau Endapan Merah + 280 Kateki
Kehit Jingga n
aman
Keterangan: Sampel 1A (Teh Hitam Indonesia), 1B (Teh Hitam China),
1C (Teh Hitam Taiwan), 2A (Greentea Indonesia), 2B (Greentea
China), 2C(Green Tea Taiwan), 3A (Teh Oolong Indonesia), 3B (Teh
Oolong China), 3C (Teh Oolong Taiwan). *(+) sampel positif

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


8

mengandung katekin (gallokatekin), **(EGCG)


epigallocathecin gallate and (ECG) epicathecin gallate.
Gambar 1. Spektra UV-Visible dari beberapa sampel teh. (A) teh hitam,
(B) teh oolong, (C) teh hitam

Indonesia Indonesia
Taiwan Taiwan
China China

A B

Indonesia
Taiwan
China

C
Selain itu, pada identifikasi jenis katekin dalam sampel masing-
masing teh juga dilakukan dengan menggunakan spektrofotmeter UV-
Vis. Spektrum serapan dari berbagai produk teh hijau, teh oolong dan
teh
Teh hitam kemasan yang diukur menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada rentang panjang gelombang 200-400 nm dengan
konsentrasi masing-masing sampel 0,5%. Spektra UV direkam pada

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


9

rentang italic spektra 2 nm dan kecepatan pembacaan 240 nm-menit -1.


Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya puncak pada rentang
panjang gelombang yang berbeda-beda dari masing-masing sampel
tersebut (Gambar 1 dan Tabel 1).
pada gambar A yaitu profil UV-spektra dari beberapa teh hitam
dengan pelarut air (seduhan) menunjukkan bahwa teh hitam pada
pelarut air/seduhan tersebut memberikan serapan maksimal pada λmax
271, 267, dan 268 pada sampel teh hitam kemasan dari Indonesia,
Taiwan dan China. Sedangkan pada gambar B yaitu profil UV-spektra
dari beberapa teh hijau dengan pelarut air (seduhan) menunjukkan
bahwa teh hijau pada pelarut air/seduhan tersebut memberikan
serapan maksimal pada λmax 272, 271, dan 271 pada sampel teh hijau
kemasan dari Indonesia, Taiwan dan China. Begitupun pada gambar C
yaitu profil UV-spektra dari beberapa teh oolong dengan pelarut air
(seduhan) menunjukkan bahwa teh oolong pada pelarut air/seduhan
tersebut memberikan serapan maksimal pada λ max 271, 272, dan 273
pada sampel teh oolong kemasan dari Indonesia, Taiwan dan China.

Gambar 2. UV-Spektra Kurva Baku Katekin

Pada pergeseran panjang gelombang tersebut dapat disebabkan


karna adanya perbedaan golongan senyawa dimana baku standar yang
digunakan merupakan katekin murni. Pada proses perbandingan kadar

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


10

katekin dilakukan berdasarkan perlakuan pengaruh suhu dan waktu


terhadap kadar katekin dari hasil seduhan teh hijau, teh oolong dan teh
hitam produk dari dalam dan luar negeri.
Perbandingan kadar katekin pada sampel teh kemasan digunakan
persamaan regresi linear kurva baku katekin. Kurva baku tersebut
dapat digunakan untuk menentukan kadar katekin dari beberapa
kemasan teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Larutan standar dibuat
dalam lima seri konsentrasi yaitu 0 ; 10 ; 20 ; 30 ;40 dan 50 µg/mL.

Gambar 1. Spektra UV-Visible dari beberapa sampel teh. (A) teh hitam,
(B) teh oolong, (C) teh hitam

0.9
0.8
0.7 f(x) = 0.01536 x + 0.0299999999999999
0.6 R² = 0.995416343200459
Absorbansi

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi Larutan Standard

Sedangkan pada pengukuran serapan panjang gelombang


maksimum dilakukan pada rentang 200-400 nm. Panjang gelombang
maksimum ditunjukkan pada 280 nm. Panjang gelombang tersebut
kemudian digunakan untuk
mengukur serapan kurva kalibrasi, sampel seduhan teh hijau, teh
oolong, dan teh hitam kemasan.
Berikut ini adalah data kadar katekin pada sampel teh hijau, teh
oolong, dan teh hitam kemasan yang diekivalensikan terhadap katekin
(%b/b E.

Tabel 2. Kadar katekin teh dari Indonesia dengan berbagai perlakuan.

Tempat Jenis Teh Suhu Waktu Kadar (g/100 g)

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


11

Indonesia b c Green Tea* 75** 5 32,05 ± 0,76


10 24,08 ± 0,17
15 26,94 ± 0,28
85** 5 27,08 ± 5,01
10 28,46 ± 2,24
15 19,90 ± 0,82
95** 5 32,05 ± 0,76
10 24,08 ± 0,17
15 32,25 ± 3,05
Indonesia b c Teh Oolong* 75** 5 4,55 ± 0,28
10 10,98 ± 0,18
15 10,49 ± 0,14
85** 5 4,28 ± 0,14
10 7,51 ± 1,01
15 15,68 ± 0,82
95** 5 7,80 ± 0,81
10 9,57 ± 0,02
15 13,10 ± 0,77
Indonesia b c Teh Hitam* 75** 5 4,77 ± 0,59
10 7,61 ± 0,15
15 5,24 ± 0,07
85** 5 7,14 ± 0,17
10 10,97 ± 0,32
15 7,84 ± 0,41
95** 5 18,10 ± 0,25
10 17,53 ± 0,11
15 16,11 ± 0,09

Tabel 3. Kadar katekin teh dari China dengan berbagai perlakuan


Tempat Jenis Teh Suhu Waktu Kadar (g/100 g)

China a c Teh Hitam* 75** 5 13,08 ± 0,70

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


12

10 10,15 ± 0,51
15 15,72 ± 0,02
85** 5 12,84 ± 0,49
10 7,26 ± 0,46
15 14,85 ± 2,62
95** 5 7,86 ± 0,48
10 13,52 ± 0,43
15 15,75 ± 0,008
China a c Green Tea* 75** 5 12,07 ± 0,98
10 24,08 ± 0,17
15 11,71 ± 3,70
85** 5 10,03 ± 0,35
10 28,46 ± 2,24
15 10,31 ± 0,22
95** 5 27,61 ± 2,13
10 24,08 ± 0,17
15 17,98 ± 3,67
China a c Teh Oolong* 75** 5 10,08 ± 1,85
10 9,07 ± 1,26
15 11,99 ± 1,70
85** 5 17,85 ± 2,94
10 23,77 ± 0,72

15 23,06 ± 1,50
95** 5 24,70 ± 1,55
10 25,48 ± 1,15
15 24,07 ± 1,03

Tabel 4. Kadar katekin teh dari Taiwan dengan berbagai perlakuan


Tempat Jenis Teh Suhu Waktu Kadar (g/100 g)

Taiwan a b Teh Hitam* 75** 5 5,85 ± 0,80


10 6,16 ± 0,42

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


13

15 7,75 ± 0,25
85** 5 7,42± 0,15
10 7,33 ± 0,90
15 7,44 ± 1,06
95** 5 36,21 ± 0,51
10 35,07 ± 0,23
15 32,22 ± 0,19
Taiwan a b Green Tea* 75** 5 7,22 ± 0,86
10 8,47± 0,94
15 8,47 ± 0,94
85** 5 10,31 ± 2,77
10 19,90 ± 0,82
15 19,90 ± 0,82
95** 5 20,16 ± 0,86
10 26,43 ± 2,08
15 26,43 ± 2,08
Taiwan a b Teh Oolong* 75** 5 9,54 ± 1,19
10 15,23 ± 0,30
15 10,49 ± 0,14
85** 5 14,28 ± 0,34
10 21,95 ± 0,65
15 15,68 ± 0,82
95** 5 36,21 ± 0,51
10 35,07 ± 0,23
15 32,22 ± 0,19

Berdasarkan uji statistik one way ANOVA menunjukkan bahwa


hasil berdasarkan perlakuan suhu 75, 85 dan 95 0C terdapat perbedaan
signifikan kadar katekin pada masing-masing perlakuan (p<0,05, n=3).
Berbeda halnya terhadap lama penyeduhan (5 10 dan 15 menit)
menunjukkan bahwa secara statistik tidak memberikan pengaruh

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


14

signifikan dengan kadar katekin yang ditunjukkan pada setiap sampelnya,


baik pada sampel teh hijau, sampel teh oolong maupun sampel teh hitam
dari indonesia, china dan taiwan (p>0,05, n=3). Jika dibandingkan secara
spesifik hasil ekstraksi dengan cara seduhan dapat disimpulkan bahwa
sampel teh hijau memberikan kadar katekin tertinggi diikuti dengan
sampel teh oolong dan teh hitam memiliki kadar terendah. Pada sampel
teh hijau yang memiliki kadar tertinggi diperoleh dari indonesia dan kadar
terendah teh hijau diperoleh dari taiwan. Sedangkan pada teh oolong
kadar tertinggi yaitu di peroleh dari taiwan dan kadar terendah diperoleh
dari indonesia. Dan pada teh hitam kadar tertinggi diperoleh dari taiwan
sedangkan kadar terendah diperoleh dari indonesia.
Perbedaan kadar katekin pada teh tersebut kemungkinan di
pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis varietas dan klon teh,
ketinggian tempat dimana pucuk dihasilkan, pengaruh petikan, serta
proses selama pengolahan dipabrik.

Kesimpulan
Disimpulkan bahwa sampel teh hijau Indonesia memiliki kadar
katekin tertinggi 32,25±3,05 pada suhu 950 c diikuti dengan sampel teh
oolong China memiliki kadar katekin tertinggi 25,48±1,15 pada suhu 950c
dan teh hitam Taiwan memiliki kadar terendah 36,21±0,51.

Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang anallisis aktivitas
antioksidan untuk mengetahui tingkatan aktivitas antioksidan pada
masing-masing teh.

DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah A.N., 2006.”Taklukan Penyakit dengan teh hijau”. PT.
Agromedia Pustaka: Tangerang.
Andriyani D, Utami PI, Dhiani BA. 2010 “Penetapan Kadar Tanin Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum L) Secara Spektrofotometri

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


15

Ultraviolet Visibel” Pharmacy.1:7(1)


Atomssa T, Gholap A V. Characterization and determination of catechins
in green tea leaves using UV-visible spectrometer. J Eng Technol
Res. 2015;
Badan Standarisasi Nasional. 2014 “Teh Hitam Celup” Standarisasi
Nasional Indonesia.
Broto SW. 1998 “Meteorologi Pertanian Indonesia” Yogyakarta: Mitra
Gama Widya.
Cabrera, C., Artacho, R.& Gimenez, R., 2006. “Beneficial Effects of Green
Tea-A Review”. J Am Coll Nutr, Vol 25 No. 2, p. 79-99.
Cyboran,S., Strugala, P., Wloch, A., Oszmianski, J., Kleszczynska, H.
(2015).” Concentrated Green Tea Supplement: Biological Activity
and Molecular Mechanism”. Life Sciences, 126: 1-9.
Daniells, S. 2008. Green tea catechins go nano: study.
Departemen kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta:
departemen kesehatan RI. Hal.1033.

Depkes RI. 2000,” Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat”, Depkes RI, Jakarta.
Depkes, RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.
Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Djamal R. 2010 “Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi. Universitas”


Baiturrahmah”: Padang.
Fajriana, Anzharni dkk. 2017.”Penetapan Kadar Tanin pada Teh Celup
yang Beredar di Pasaran secara Spektrofotometri Ultraviolet Sinar
Tampak”. jurnal sains dan teknologi farmasi : Padang.

Gandjar, I. G dan Abdul R. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. Hal. 329-342. Hagerman AE. Tannin Chemistry.
Departement Chemistry and Biochemistry. Miami University.
Oxford, USA. 2002.

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


16

Harborne, J.B. 1987,”Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan”. Alih Bahasa Kosasih Padmawinata.
ITB Bandung. Hal 1-107.
Indarti, D. 2015.”Outlook Teh". Sekretariat Jenderal Kementeriaan
Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Jones DS.2010 “ Statistika farmasi”. Penerjemah” HU Ramadanianti., & H.
Rivai. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Khopkar, S.M. 2008. “Konsep Dasar Kimia Analitik”. Jakarta: UI Press.

Lucida, H. 2006.”Determination of the ionization constants and the stability


of cathechin” from gambir (uncaria gambir (Hunter) Roxb),
ASOPMS 12 International Conference, Padang November 2006.
Mahmood, T., Akhtar, N.&Khan, B.A.,2010.”The Morphology,
Characteristics, and Medicinal Properties of Camellia sinensis’
Tea”.Journal of Medicinal Plants Research, Vol. 4 No. 19, p. 2028-
2033.

Martono Y. 2010,”Penetapan Kadar Asam Galat, Kafein dan


Epigalokatekin Galat pada berbagai Produk Teh Celup”. Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains UKSW. 2010:114
125.
Marzuki, A., 2012.”Kimia Analisis Farmasi”, Dua Satu Press: Makassar.

Putra, W.S., 2015. Kitab Herbal Nusantara :”Aneka Resep & Ramuan
Tanaman Obat untuk Berbagai gangguan kesehatan”.
Yogyakarta: Katahati.
Redha, Abdi. 2010.”Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan
Peranannya dalam Sistem Biologis”. Jurnal Belian Vol. 9.196-202.

Robinson, T. 1995.”Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi”. Penerbit ITB:


Bandung.
Rohdiana, D. 2007.”Petunjuk Teknis Pengolahan Teh”. Pusat Penelitian
Teh dan Kina. Gambung

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah


17

Ryanata, E. (2014).”Penetuan Jenis Tanin dan Penetapan Kadar Tanin


dari Kulit Buah Pisang Masak (Musa paradisica L) secara
Spektrofotoetri dan Permanganometri”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya. 4 (1) 1-16.
Sae-tan, S, Grove, K.A., Lambert, J.D. 2011.”Weight Control and
Prevention of Metabolic Syndrome by Green Tea”.
Pharmacological Research, 64: 146-154.
Santoso J., Rohayati S. dan Dadan R. 2009.”Teknologi Pengolahan
Produk Teh Berkatekin Tinggi”. Pusat Penelitian Teh dan Kina
Gambung.
Sastrohamidjojo, H. 2013.”Kimia Dasar”. UGM Press: Yogyakarta
Soekmanto, A., Hapsari, Y., dan Simanjuntak, P., (2007),”Kandungan
Antioksidan pada Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa,
(Phaleria macrocarpa)”, (Scheff) Boerl. (Thymelaceae),
Biodiversitas, Vol. 8 (2): 92-95
Sumpio, B.E., 2006. Cordova, A.C.,Berke-Schlessel, D.W., Qin, F.&Chen,
Q.H., 2006.”Green tea, the “Asian Paradox”, and Cardiovascular
Disease.
Syah, A.A.N., 2006.”Taklukan Penyakit Dengan Teh Hijau” Jakarta: Agro
Media Pustaka, Hal.34-42, 46-61, 69-70, 106-12.
Widyaningrum, N. 2013.” Epigallocathechin-3-gallate (EGCG) pada Daun
Teh Hijau sebagai antijerawat”. Majalah Farmasi dan Farmakologi.
17(3):95
Wina A., Surjowardojo, P., dan Susilorini, T., 2017, “Daya Hambat Ekstrak
Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa L.) Dengan Pelarut
Ethanol Dan Aquades Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Penyebab Mastitis Pada Sapi Perah”, Jurnal Ternak Tropika, Vol
18 (2):8-13.

Sharfianty, Syamsu Nur dan Andi Nur Aisyah

Anda mungkin juga menyukai