Anda di halaman 1dari 11

Laporan Praktikum

Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan

PENGUKURAN ANALISIS KAPASITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR


TOTAL FENOL PADA TEH HITAM DAN TEH HIJAU

Dosen: Dr. Saraswati, S. Pi., M. Si.


Asisten: Andi Nabila Putri Khairunisah, Firsi Nurmalisa

Stendy Nur Taufiq (F2401201066), Queena Fatima Azzahra (F2401201095),


Muhammad Rumi Maulana (F2401201099), Hareta Shofi Athiyya
(F2401201113), Maizanov Rahmatika Surur (F24190034), Fajar Adlina Utami P.
(F24190103)

Golongan/Kelompok : P3/8
30 Januari 2023
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

ABSTRACT

Our body needs an important compound that can inhibit free radical reactions,
namely antioxidants. Tea is known for containing polyphenolic compounds that
are recognized as antioxidants. This study aims to explain the principles and
practice of antioxidant capacity analysis using DPPH
(2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl or 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) and analysis of
total phenol content as one of the parameters of the antioxidative ability of food
components. The principle of the DPPH method is reducing DPPH compounds by
antioxidants based on its color change from purple to yellow. The principle of
total phenolic method is based on Folin reagent reduction by antioxidants which
causes color change from yellow to blue. Analysis test result obtained antioxidant
capacity of green tea is 22,233 mg GAE/g (Tong Tji 1); 22,204 mg AEAC/g (Tong
Tji 2); and 21,779 mg AEAC/g (Sariwangi) whereas black tea is 21,825 mg
GAE/g (Tong Tji 1); 21,825 mg AEAC/g (Tong Tji 2); and 17,026 mg AEAC/g
(Sariwangi). Total phenol of green tea is 20,315 mg GAE/g (Tong Tji 1); 29,513
mg AEAC/g (Tong Tji 2); and 18,616 mg AEAC/g (Sariwangi) while black tea is
6,138 mg GAE/g (Tong Tji 1); 5,834 mg AEAC/g (Tong Tji 2); and 4,892 mg
AEAC/g (Sariwangi). Antioxidant capacity and concentration of phenolic
compounds in green tea are higher than black tea.

Keywords: Antioxidant capacity, black tea, DPPH, green tea, total phenolic.
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketika kandungan oksidan atau


radikal bebas dalam tubuh lebih banyak dibandingkan antioksidan. Radikal bebas
merupakan atom atau molekul apa saja yang memiliki satu atau lebih elektron tak
berpasangan. Radikal bebas dianggap berbahaya karena bersifat tidak stabil dan
menjadi sangat reaktif dalam upaya mendapatkan pasangan elektronnya sehingga
menyebabkan terbentuknya radikal baru. Radikal bebas mengganggu keutuhan sel
karena dapat bereaksi dengan komponen sel. Pembentukan radikal baru ini dapat
menimbulkan kerusakan berbagai komponen sel tubuh seperti DNA dan dapat
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid (Lailiyah et al. 2014). Tubuh memiliki
enzim antioksidan alami yang bekerja mengatasi radikal bebas. Akan tetapi,
jumlah radikal bebas yang sangat banyak dapat melampaui kemampuan enzim
antioksidan untuk mengatasinya dan terjadilah ketidakseimbangan yang disebut
dengan stres oksidatif (Febrinda et al. 2013). Ketidakseimbangan tersebut
diketahui berhubungan dengan progresi dari berbagai penyakit degeneratif, seperti
jantung koroner dan kanker. Oleh karena itu, untuk menghindari timbulnya reaksi
tersebut dalam tubuh, kita membutuhkan suatu senyawa penting yang dapat
menghentikan ataupun menghambat reaksi radikal bebas, yaitu antioksidan.
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau
reduktan yang mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan
cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang
dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul
yang sangat reaktif. Antioksidan dapat berasal dari beberapa jenis bahan pangan,
seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan pangan penyegar (teh dan kopi). Dengan
demikian, tanpa disadari, mengonsumsi bahan-bahan pangan tersebut dapat
memberikan manfaat antioksidan untuk tubuh (Asmira et al. 2020). Kapasitas
antioksidan suatu bahan dipengaruhi oleh komponen-komponen di dalam bahan
tersebut yang mampu beraktivitas untuk menghambat terjadinya oksidasi.
Komponen antioksidan tersebut antara lain senyawa fenolik yang merupakan
senyawa yang memiliki gugus hidroksil dan paling banyak terdapat dalam
tanaman. Senyawa ini memiliki keragaman struktural, mulai dari fenol sederhana
hingga kompleks maupun komponen yang terpolimerisasi. Polifenol memiliki
banyak gugus fenol dalam molekulnya dan spektrum yang luas dengan kelarutan
yang berbeda-beda serta menunjukkan banyak fungsi biologis, seperti
perlindungan terhadap stres oksidatif dan penyakit degeneratif secara signifikan
(Diniyah dan Lee 2020).
Teh dikenal sebagai minuman fungsional yang bermanfaat untuk
kesehatan tubuh. Teh berasal dari tanaman Camellia sinensis dan dapat dibagi
dalam beberapa kelompok, seperti teh hijau dan teh hitam. Perbedaan teh tersebut
adalah bagaimana cara memprosesnya. Tanaman teh dikenal memiliki kandungan
senyawa fenol dengan senyawa katekin sebagai substansi yang paling besar.
Theaflavin dan thearubigin adalah turunan senyawa katekin yang memiliki gugus
fenol sehingga dikenal sebagai senyawa polifenol. Kandungan kimia senyawa
polifenol dikenal memiliki manfaat sebagai antioksidan (Paramita et al. 2020).
Teh hijau adalah jenis teh yang tidak difermentasi atau 'non-fermentasi' dan
mengandung lebih banyak katekin (salah satu komponen flavonoid) dibandingkan
teh hitam (Cabrera et al. 2013). Sementara itu, teh hitam merupakan jenis teh
yang diolah melalui proses fermentasi (Wardani dan Fernanda 2016). Praktikum
ini bertujuan menjelaskan prinsip dan mempraktikkan analisis kapasitas
antioksidan menggunakan DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil atau
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil). Selain itu, praktikum ini bertujuan menjelaskan
prinsip dan mempraktikkan analisis kadar total fenol sebagai salah satu parameter
kemampuan antioksidatif komponen bahan pangan terutama dalam produk teh.

II METODE

2.1 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum adalah timbangan analitik, tabung
reaksi, mikropipet, sentrifus atau kertas saring, vortex, dan spektrofotometer.
Bahan yang digunakan pada praktikum adalah pereaksi DPPH 1mM dalam
metanol p.a. yang disiapkan segar, metanol, dan asam askorbat sebagai larutan
standar (0, 0.005, 0.01, 0.02, 0.03, dan 0.04 mg/mL dalam metanol) untuk analisis
kapasitas antioksidan menggunakan DPPH. Sementara itu, untuk analisis kadar
total fenol, dibutuhkan bahan berupa pereaksi Folin Ciocalteau 50%, etanol 95%,
Na2CO3 5%, dan larutan standar asam galat (0, 0.025, 0.05, 0.075, 0.1 mg/mL
dalam etanol). Bahan yang dijadikan sampel pada kedua analisis adalah teh hijau
Tong Tji, teh hijau Sariwangi, teh hitam Tong Tji, dan teh hitam Sariwangi.

2.2 Metode
Pada analisis kapasitas antioksidan menggunakan DPPH, analisis
dilakukan dengan cara melarutkan 0.5 gram sampel dalam akuades hingga volume
50 mL sebagai langkah ekstraksi. Kemudian, sebanyak 1 mL sampel dan laruran
standar masing-masinng ditambakan 7 mL metanol dan 2 mL DPPH 1mM.
Larutan di-vortex dan didiamkan selama 30 menit dalam ruang gelap. Selanjutnya,
absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang sprektrofotometer 517 nm dan
kapasitas antioksidan beserta nilai IC50 ditentukan.
Pada analisis kadar kadar total fenol, analisis dilakukan dengan cara
mengekstraksi 0.1 gram sampel dalam 5 mL etanol 95% menggunakan vortex
selama 2 menit dan sentrifus atau kertas saring. Dari larutan yang telah diesktrak,
sebanyak 0.5 mL ekstrak dan larutan standar masing-masing ditambahkan 0.5 mL
etanol 95%, 2.5 mL akuades, dan 2.5 mL Folin Ciocalteau 50%. Larutan di-vortex
kembali dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian, 0.5 mL Na2CO3 5%
ditambahkan ke dalam larutan. Larutan didiamkan kembali selama 1 jam salam
ruang gelap dan diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm.
Diagram alir prosedur analisis kapasitas antioksidan dapat dilihat pada
Gambar 1 dan diagram alir prosedur analisis kadar total fenol dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 1 Diagram alir analisis kapasitas antioksidan

Gambar 2 Diagram alir analisis total kadar fenol


III HASIL

Tabel 1 Hasil pengukuran kapasitas antioksidan teh hijau dan teh hitam merek
Tong tji dan Sariwangi metode DPPH
Sampel U Absorbansi Kapasitas Rata-rata Kapasitas Rata-rata
antioksidan (%) antioksidan (mg
(%) (mg AEAC/g) AEAC/g)
Teh hijau 1 0,087 91,504 91,504 22,233 22,233
Tong tji 1 2 0,087 91,504 22,233
Teh hitam 1 0,100 90,234 90,1365 21,854 21,825
Tong tji 1
2 0,102 90,039 21,796
Teh hijau 1 0,089 91,308 91,406 22,174 22,2035
Tong tji 2 2 0,087 91,504 22,233
Teh hitam 1 0,089 91,308 90,1365 22,174 21,825
Tong tji 2
2 0,113 88,965 21,476
Teh hijau 1 0,086 91,601 90,478 21,964 21,7785
Sariwangi 2 0,109 89,355 21,593
Teh hitam 1 0,114 88,867 74,0235 21,447 17,0265
Sariwangi 2 0,418 59,180 12,606
Absorbansi blanko = 1,024
Contoh perhitungan (sampel teh hijau Tong Tji 1 ulangan 1):
(𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜− 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 (%) = 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
𝑥 100%
(1,024−0,087)
= 1,024
𝑥 100%
= 91, 504
(𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 (%) − 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝) 𝑥 50 𝑚𝑙
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 (𝑚𝑔 𝐴𝐸𝐴𝐶/𝑔) = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒 𝑥 0,5 𝑔
(91,504−16,849) 𝑥 50
= 335,79 𝑥 0,5
= 22, 233

Tabel 2 Kurva standar asam askorbat


Konsentrasi (mg/mL) Absorbansi
0,00 2,020
0,10 0,845
0,15 0,363
0,20 0,049
0,25 0,013
0,30 0,005

Persamaan regresi kurva standar: y = 335,79x + 16,849

Kurva standar:

Gambar 3 Kurva standar asam askorbat

Tabel 3 Total fenol sampel teh hijau dan teh hitam


Absorbansi Total fenol Rata-rata total fenol
Sampel U
(+ Folin) (mg GAE/g) (mg GAE/g)

Teh hijau 1 1,349 19,276


20,315
Tong tji 1 2 1,489 21,353
Teh hitam 1 0,479 6,368
Tong tji 1 6,138
2 0,448 5,908
Teh hijau 1 2,098 30,389
29,513
Tong tji 2 2 1,980 28,638
Teh hitam 1 0,492 6,561
Tong tji 2 5,834
2 0,394 5,107
Teh hijau 1 1,266 18,045
18,616
Sariwangi 2 1,343 19,187
Teh hitam 1 0,393 5,092
4,892
Sariwangi 2 0,366 4,691
Contoh perhitungan (Sampel Teh hijau Tong tji 1 ulangan 1) =
(𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝) 𝑥 50
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑒𝑛𝑜𝑙 (𝑚𝑔 𝐺𝐴𝐸/𝑚𝑔) = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒 𝑥 0,5
(1,349−0,0498) 𝑥 5
= 3,37 𝑥 0,1
= 19, 276

Tabel 4 Kurva standar asam galat


Konsentrasi (mg/mL) Absorbansi
0,000 0,076
0,025 0,125
0,05 0,182
0,075 0,2975
0,1 0,411

Persamaan regresi kurva standar: y = 3,37x + 0,0498


Kurva standar:

Gambar 4 Kurva standar asam galat


IV PEMBAHASAN

DPPH (1,1-diphenyl-2-pycrilhydrazil) digunakan sebagai pereaksi bersifat


stabil dalam uji penangkapan radikal bebas dan relatif mudah digunakan karena
cukup dilarutkan. DPPH memiliki kestabilan yang lama jika disimpan dalam
kondisi baik dan kering. Nilai absorbansi DPPH memiliki nilai dengan kisaran
antara 515–520 nm (Tristantini et al. 2016). Prinsip metode DPPH adalah atom
hidrogen pada senyawa antioksidan yang berikatan dengan elektron bebas pada
senyawa radikal mengakibatkan radikal bebas menjadi senyawa non-radikal.
Perubahan ini mengakibatkan warna ungu memudar menjadi warna kuning yang
berasal dari gugus pikril (Setiawan et al. 2018).
Pada total fenol, pereaksi yang digunakan yaitu Folin-Ciocalteu.
Perubahan warna biru disebabkan adanya reaksi senyawa fenolik dengan
Folin-Ciocalteu yang dapat diukur pada panjang gelombang 775 nm (Hapsari et
al. 2018). Pereaksi yang digunakan mengoksidasi fenolik Ciocalteu, mereduksi
asam heteropoli menjadi suatu senyawa kompleks molibdenum-tungsten. Reaksi
ini dapat terjadi ketika suasana basa dengan penambahan Na2CO3 agar disosiasi
proton terjadi dari senyawa fenolik menjadi ion fenolat.
Daun teh mengandung komponen fenolik yang memiliki aktivitas
antioksidan tinggi dengan menangkap senyawa radikal bebas yang menyebabkan
stres oksidatif atau secara tidak langsung dengan faktor transkripsi dan aktivitas
enzim (Tong et al. 2019; Wispen et al. 2022). Polifenol dalam teh secara umum
dikelompokkan menjadi dua, yaitu polifenol primer (flavan-3-ol dan tanin) serta
polifenol sekunder (turunan flavan-3-ol, seperti theaflavin, theflagallin, dan
theasinensin) (Takemoto M dan Takemoto H 2018). Secara umum, kandungan
polifenol yang terdapat dalam teh adalah flavonoid, flavonol (quercetin,
kaempferol, dan myricetin), dan asam fenolat (Bortolini et al. 2021).
Katekin merupakan komponen fenolik yang paling dominan pada teh
dengan persentase 18–36% berat kering daun teh (Yan et al. 2020). Katekin
tergolong atas katekin ester dan non-ester yang terbagi menjadi epicatechin (EC),
epicatechin-3-gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), dan
epigallocatechin-3-gallate (EGCG) (Yan et al. 2020). Senyawa fenol berperan
besar dalam aktivitas antioksidan, tetapi metode pengolahan teh dapat
memengaruhi kandungan fenol dan komponen bioaktif lainnya dalam teh karena
degradasi beberapa komponen kimiawi, umumnya karena perbedaan tingkat dan
sifat oksidasi atau fermentasi (Bortolini et al. 2021; Wong et al. 2022).
Berdasarkan metode pengolahannya, teh hijau dikenal sebagai teh tanpa
fermentasi (tidak mengalami proses oksidasi), sedangkan teh hitam dikenal
sebagai teh fermentasi. Proses pengolahan teh yang berbeda akan menghasilkan
teh dengan komponen kimiawi yang berbeda sehingga total fenol dan aktivitas
antioksidan pada teh variatif. Komponen bioaktif sendiri sensitif terhadap
oksidasi, hidrolisis, dan reaksi kimia lainnya yang umumnya terjadi selama proses
pengolahan (Bortolini et al. 2021).
Teh hijau diproses dengan memanaskan daun teh dengan proses steaming
atau pan-firing yang menyebabkan inaktivasi enzim oksidatif (polifenol oksidase
dan peroksidase) yang rentan terhadap temperatur tinggi sehingga mencegah
oksidasi katekin (Wong et al. 2022) dan kandungan total fenol pada teh hijau
menjadi maksimal. Akan tetapi, katekin tetap dapat berkurang apabila enzim
oksidatif masih aktif ketika teh sudah dilayukan dan karena penggunaan suhu
panas yang terlalu tinggi. Sementara itu, teh hitam diproses dengan pelayuan pada
suhu ruang, penggilingan, serta fermentasi yang mengoksidasi katekin menjadi
theaflavin dan thearubigin sehingga memiliki polifenol primer yang lebih rendah
daripada teh hijau.
Putri et al. (2021) menyimpulkan bahwa pengolahan teh dengan steaming
dan drying memiliki total fenol yang tinggi karena inaktivasi enzim polifenol
oksidase yang menghambat oksidasi flavanol sehingga menghambat penurunan
kandungan fenol dalam teh. Sementara itu, teh yang diproses dengan pelayuan
dalam suhu ruang mengalami reaksi oksidasi enzimatis sehingga total fenol
berkurang, dan lebih berkurang lagi ketika dilanjutkan dengan penyangraian
dalam suhu terlalu tinggi. Putri et al. (2021) menemukan bahwa aktivitas
antioksidan dengan metode pengukusan dan pengeringan lebih tinggi daripada
aktivitas antioksidan dengan metode pelayuan dan penyangraian, menegaskan
pengaruh metode pengolahan terhadap aktivitas antioksidan dan total fenol serta
mengindikasikan bahwa kapasitas antioksidan dalam menangkap radikal bebas
berbanding lurus dengan total fenol.
Pada hasil yang didapatkan pada praktikum analisis antioksidan
menggunakan metode DPPH, sampel teh hijau dari beberapa produk didapatkan
hasil pada kisaran 21–22 mg AEAC/g sampel. Sementara itu, teh hitam berada
pada kisaran 17–22 mg AEAC/g sampel. Sampel teh hijau dan teh hitam
mempunyai kapasitas antioksidan yang hampir serupa. Menurut Oliveira et. al.
(2023), kapasitas antioksidan pada teh hijau mempunyai nilai IC50 sebesar 0,051
µg/ml. Pada kurva asam askorbat, didapatkan kapasitas antioksidan sebesar 50%
pada konsentrasi 0,09872 mg/ml atau 98,72 ppm. Perbandingan ini sangat jauh
karena mempunyai IC50 yang sangat berbeda. Perbedaan ini dapat terjadi pada
kurva standar yang kurang baik dalam pengerjaannya, dibuktikan dengan
persentase kapasitas antioksidan yang sangat tinggi. Padahal, kapasitas
antioksidan pada beberapa sumber lain dinyatakan cukup rendah.
Pada hasil total fenol, didapatkan total fenol teh hijau lebih besar dari teh
hitam. Teh hijau mempunyai kisaran 18,6–29,5 mg GAE/g, sedangkan teh hitam
mempunyai kisaran 4,8–6,1 mg GAE/g. Pada produksinya, teh hitam mengalami
fermentasi yang mereduksi kadar fenol dalam teh. Menurut Oliveira et. al. (2023),
total fenol pada teh hijau didapatkan pada konsentrasi 0,569 µg/ml asam galat.
Angka ini mendekati dan hampir sama. Menurut Paramita et. al. (2020), kadar
fenol pada teh hitam berkisar pada konsentrasi 1,50 ± 0,02 % mg GAE/g. Hasil ini
saling berdekatan dan mendekati.

V SIMPULAN
Penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan
bahwa sampel teh hijau dan teh hitam dengan berbagai merek mempunyai
aktivitas antioksidan yang sangat tinggi serta total fenol yang cukup tinggi,
dengan total fenol pada teh hijau jauh lebih tinggi dibandingkan dengan teh hitam.
DAFTAR PUSTAKA

Asmira S, Nurhamidah, Analdi A. 2020. Aktivitas antioksidan dan total fenol


pada kopi kawa daun yang berpotensi sebagai alternatif pangan fungsional.
SCIENTIA Jurnal Farmasi dan Kesehatan. 10(2): 200–107. doi:
10.36434/scientia.v10i2.234. ISSN 2502-1834.
Bortolini DG, Haminiuk CWI, Pedro AC, Fernandes IAA, Maciel GM. 2021.
Processing, chemical signature and food industry applications of Camellia
sinensis teas: an overview. Food Chemistry: X. 2021(100160). doi:
10.1016/j.fochx.2021.100160.
Cabrera C, Artacho R, Glimenez R. 2013. Benefical effects of green tea – a
review. Journal of the American College of Nutrition. 25(2).
Diniyah N, Lee SH. 2020. Komposisi senyawa fenol dan potensi antioksidan dari
kacang-kacangan: review. Jurnal Agroteknologi. 14(1): 91–102. doi:
10.19184/j-agt.v14i01.17965. ISSN 2502-4906.
Febrinda AE, Astawan M, Wresdiyati T, Yuliana ND. 2013. Kapasitas antioksidan
dan inhibitor alfa glukosidase enstrak umbi bawang Dayak. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. 24(2): 161–167. doi:
10.6066/jtip.2013.24.2.161. ISSN 1979-7788.
Hapsari AM, Masfria, Dalimunthe A. 2018. Pengujian kandungan total fenol
ekstrak etanol tempuyung (Shoncus arvensis L.) TM Conference. 1(1):
284–290.
Lailiyah A, Adi TK, Hakim A, Yusnawan E. 2014. Kapasitas antioksidan dan
kandungan total senyawa fenolik ekstrak kasar alga coklat Sargassum
cristaefolium dari Pantai Sumenep Madura. ALCHEMY. 3(1): 18–30.
ISSN 2460-6871.
Oliveira JT, da Costa FM, da Silva TG, Simões GD, dos Santos Pereira E, da
Costa PQ, Pieniz S. 2023. Green tea and kombucha characterization:
Phenolic composition, antioxidant capacity and enzymatic inhibition
potential. Food Chemistry. 408(135206).
Paramita NLPV, Andari NPTW, Andani NMD, Susanti NMP. 2020. Penetapan
kadar fenol total dan katekin daun teh hitam dan ekstrak aseton teh hitam
dari tanaman Camellia sinensis var. Assamica. Jurnal Kimia (Journal of
Chemistry). 14(1). 43–50.
Putri KD, Yusasrini NLA, Nocianitri KA. 2021. Pengaruh metode pengolahan
terhadap aktivitas antioksidan dan karakteristik teh herbal bubuk daun
afrika (Vernonia amygdalina Delile). Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi
Pangan. 10(1): 77–96.
Setiawan F, Yunita O, Kurnia A. 2018. Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol
kayu secang (Caesalpinia sappan) menggunakan metode DPPH, ABTS,
dan FRAP. Media Pharmaceutica Indonesiana. 2(2): 82–89.
Takemoto M, Takemoto H. 2018. Synthesis of theaflavins and their functions.
Molecules. 23(4): 918. doi: 10.3390/molecules23040918.
Tong T, Liu YJ, Kang J, Zhang CM, Kang SG. 2019. Antioxidant activity and
main chemical components of a novel fermented tea. Molecules. 24(16):
2917. doi: 10.3390/molecules24162917.
Tristantini, D, Ismawati A, Pradana BT, Jonathan JG. 2016. Pengujian aktivitas
antioksidan menggunakan metode DPPH pada daun tanjung (Mimusops
elengi L). Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan.
Wardani RK, Fernanda HF. 2016. Analisis kadar kafein dari serbuk teh hitam, teh
hijau dan teh putih (Camellia sinensis L.). Journal of Pharmacy and
Science. 1(1): 15–17. doi: 10.53342/pharmasci.v1i1.48. ISSN 2527-6328.
Wispen S, Somsong P, Santivarangkna C, Tiyayon P, Chathiran W, Matthews KR,
Srichamnong W. 2022. Changes in bioactive compounds, antioxidant
activities and chemical properties of pickled tea by-product fermentation:
promising waste management and value-added product. Fermentation.
8(10): 472. doi: 10.3390/fermentation8100472.
Wong M, Sirisena S, Ng K. 2022. Phytochemical profile of differently processed
tea: a review. Journal of Food Science. 87(5): 1925–1942. doi:
10.1111/1750-3841.16137.
Yan Z, Zhong Y, Duan Y, Chen Q, Li F. 2020. Antioxidant mechanism of tea
polyphenols and its impact on health benefits. Animal Nutrition. 6:
115–123. doi: 10.1016/j.aninu.2020.01.001.

Anda mungkin juga menyukai