Anda di halaman 1dari 9

PENGEMBANGAN PRODUK TEH HIJAU MENJADI BAHAN TAMBAHAN

MAKANAN (FOOD ADITIF)

1. Pengembangan Produk Teh Hijau

Teh merupakan salah satu produk minuman terpopuler yang banyak dikomsumsi oleh
masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia dikarenakan teh mempunyai rasa dan
aroma yang atraktif, selain itu teh juga dipercaya mempunyai khasiat bagi kesehatan
diantaranya mencegah kegemulkan, kanker dan kolesterol. Berdasarkan proses
pengolahannya, teh diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu teh fermentasi (teh hitam),
teh semi fermentasi (teh olong) dan teh tanpa fermentasi (teh hijau).

Teh hijau merupakan jenis teh yang dalam proses pengolahannya tidak menggunakan
proses fermentasi. Teh jenis ini menurut peneliti dari jepang dan rusia, bahwa pada teh
hijau mempunyai beberapa zat gizi dan zat bioaktif yang bermanfaat untuk membantu
menurunkan kadar kolestrol, bahkan dapat mencegah beberapa penyakit kanker
(Anonymous, 2009). Dari manfaat yang ada dalam teh hijau ini, dalam perkembangannya
banyak dikembangkan produk-produk berbasis teh hijau yang saat ini banyak beredar
dipasaran seperti teh celup, teh botol, teh berkarbonasi, teh wangi, teh rasa buah, tablet
effervescent teh, produk permen, eskrim sampai teh dibuat sebagai bahan tambahan
makanan (food aditif).

Banyaknya produk berbasis teh hijau yang saat ini beredar dipasaran, merupakan salah
satu bentuk untuk memanfatkan kahasiat yang dimiliki oleh teh hijau. Khasiat dari teh
hijau diperoleh dari komponen-komponen yang dimiliki oleh teh hijau seperti senyawa-
senyawa polifenol. Senyawa ini mempunyai aktifitas antioksidan yang dapat mencegah
oksidasi oleh radikal bebas, yang dapat menyebababkan timbulnya kanker.

2. Komponen Teh

Komponen utama penyusun teh hijau merupakan senyawa-senyawa polifenol. Polifenol


merupakan kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan seperti pada kacang-
kacangan, teh hijau, teh putih, anggur merah, anggur putih, minyak zaitun dan
turunannya, cokelat hitam, dan delima. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki
banyak gugus fenol dalam molekulnya (Anonymousd,2009).
Polifenol merupakan komponen kimia yang mempunyai aktivitas antioksidan (Suzuki
et al, 2003). Dari penelitian yang sudah dilakukan baik secara farmakolgi maupun
endimologi menegaskan bahwa polifenol pada teh hijau mempunyai peran yang sangat
potensial pada aktivitas antioksidan (Ikeda et al., 2003). Kandungan polifenol dalam daun
teh mencapai 25-35% dari keseluruhan bahan kering daun (Belitz and Grosch 1999).
Pada teh hijau senyawa-senyawa polifenol yang terdiri atas flavonol, flavandiol,
flavonoida dan asam-asam fenolat. Umumnya, senyawa polifenol di dalam teh hijau
adalah kelompok flavanol yang dikenali sebagai katekin.

2.1 Tanin/katekin

Senyawa ini tidak berwarna dan paling penting pada daun teh karena dapat menentukan
kualitas daun teh dimana dalam pengolahannya, perubahannya selalu dihubungkan
dengan semua sifat teh kering yaitu rasa, warna dan aroma. Tanin atau katekin pada daun
teh merupakan senyawa yang sangat kompleks. Jumlah totalnya hanya merupakan fraksi
saja yang merupakan ukuran kualitas teh. Tanin atau katekin sebagian besar tersusun atas
senyawa-senyawa sebagai berikut: katekin, epikatekin, galokatekin, epikatekin galat,
epigalokatekin dan epigalokatekin galat. Katekin ini menyusun 20-30 % dari seluruh
berat kering daun, sedangkan yang terbanyak dari keenam komponen bahan tersebut
adalah epigalokatekin dan galatnya.

Tanin teh merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol. Jumlah atau
kandungan katekin ini bervariasi untuk masing-masing jenis teh. Adapun katekin teh
yang utama adalah epicatehcin (EC), Epicatehcin galat (ECG), Epigalochatechin dan
Epichatecin gallate (EGCG). Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut dalam air,
serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Hampir semua sifat produk teh
termasuk didalamnya warna, rasa dan aroma secara langsung maupun tidak langsung,
dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ester menjadi katekin non ester dapat
menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau (Hartoyo, 2003).
Gambar: Struktur tanin

Menurut juneja et all (1999) menyatakan bahwa tanin mempunyai efek yang berlawanan
dengan cafein. Dari segi aktifitas fisiologis tanin mempunyai karakteristik penyerapan
didalam usus lebih cepat. Selain itu tanin merupakan flavor yang memberikan rasa pada
teh dan juga memberikan efek relaksasi pada orang yang meminumnya.

2.2 Flavanol

Senyawa kurang menentukan kualitas pada teh kering bila dibandingkan dengan katekin
tetapi diketahui mempunyai aktifitas pada teh, meliputi kaemferol, querectin dan
miricetin (Sumarsono, 1987).

Flavanol utama yang ada didalam daun teh adalah quercetin, kaemferd dan
myricetin.Flavanol ini terutama terdapat dalam bentuk glikosidanya (berkaitan dengan
molekul gula) dan sedikit dalam bentuk glikonnya. Jumlah flavanol teh ini bervariasi
tergantung dari berbagai hal, misalnya suhu dan cara ekstraksi yang digunakan. Jumlah
tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2. Jumlah flavanol teh

Jenis flavanol Jumlah (g/kg)


Teh Hijau Teh Hitam

Myricetin 0,83-1,59 0,24-0,52

Quercetin 1,79-4,05 1,04-3,03

Kaempferol 1,53-3,31 1,72-2,31

2.3 Tehaflavin dan Teharubigin

Dalam proses pembuatan teh khususnya teh hitam, katekin dioksidasi secara enzimatis
membentuk pigmen teh warna hitam yaitu tehaflavin dan teharubigin yang terbentuk
karena adanya reaksi yang terjadi antar quinon (turunan katekin) dengan gallokatekin.
Jumlah thaeflavin dan tharubigin dalam teh masing-masing berkisar antara 0,3-2 % dan
10-20 % (berat kering). Keduanya berkontribusi terhadap sifat teh hitam, seperti pada
warna, strengh dan body.

3. Pengembangan Produk Teh Hijau Menjadi Bahan Tambahan Makanan (Food


Aditif)

Pengembangan produk teh hijau menjadi bahan tambahan makanan (food aditif) yaitu
dengan cara memanfaatkan kandungan antioksidan dalam teh hijau. Antioksidan adalah
substansi yang dapat menetralisir atau menghancurkan radikal bebas. Radikal bebas
merupakan jenis oksigen yang memiliki tingkat reaktif yang tinggi dan secara alami ada
didalam tubuh sebagai hasil dari reaksi biokimia di dalam tubuh. Antioksidan juga
merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi dalam bahan pangan sehingga
produk pangan yang ditambah dengan antioksidan dapat mempertahankan nilai gizi dan
mencegah kerusakan pangan akibat proses oksidasi. Dalam industri pangan antioksidan
lazim digunakan untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi terutama dalam bahan pagan
berlemak (Konisi et al, 2003). Adapun mekanisme antioksidan untuk mencegah proses
oksidasi yaitu menurunkan konsentrasi O2, menangkap senyawa yang dapat mengionisasi
terbentuknya peroksida, menetralkan oksigen, mengikat ion logam yang dapat
membentuk radikal bebas (Anonymousc, 2009).
Bahan tambahan pangan dari teh hijau diperoleh dari ekstraksi teh hijau untuk
mendapatkan polifenol yang mempunyai aktifitas antioksidan. Penggunaan ekstrak teh
hijau dapat melindungi oksidasi dalam sistem emulsi minyak dalam air pada PH 5,5
selain itu dapat menghilangkan ion ferri yang dapat menimbulkan oksidasi sehingga
dapat memperpanjang umur simpan produk pangan. Selain itu, polifenol dari teh hijau
juga dapat berfungsi sebagai pencegah timbulnya warna pada produk pangan yang tidak
diinginkan serta dapat mempertahankan senyawa betacaroten dan asam ascorbat (vit C)
pada produk pangan (Christiane et al, 2001).

3.1. Ekstraksi Teh Hijau Sebagai Bahan Tambahan makanan (Food Aditif)

Proses ekstraksi merupakan proses penarikan ke luar atau proses pemisahan suatu bahan
yang dicampur, biasanya dengan menggunakan pelarut. Ekstraksi merupakan salah satu
komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber dari bahan tersebut.

Ekstraksi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara tetapi umumnya menggunakan pelarut
berdasarakan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran.
Menurut Anonymousd (2009), pelarut polar hanya akan melarutkan solute yang polar dan
pelarut non polar akan melarutkan solute yang non polar atau disebut “like dissolve like“.

Menurut Hui (1992), ekstraksi terdiri dari 3 tahapan diantaranya :

1. Pencampuran bahan baku dengan pelarut sehingga terjadi kontak di keduanya

2. Pemisahan bahan baku

3. Pengambilan bahan terlarut dari pelarut

Proses estraksi teh hijau merupakan proses untuk mendapatkan senyawa-senyawa


antioksidan yang dapat dimanfatkan sebagai bahan tambahan makanan (Food aditif).
Pada ekstraksi teh, diperlukan model ekstraksi yang tepat agar ekstrak teh yang
dihasilkan mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi dengan daya simpan yang lama.
Menurut Perman dan Gordon (1997) proses ekstraksi teh hijau dengan sistem emulsi
merupakan proses ekstraksi yang efektif untuk mempertahankan aktifitas antioksidan
tetap tinggi dan juga ekstraksi teh hijau dengan sistem ini dapat memperpanjang umur
simpan.

Perman dan Gordon (1997) menyatakan ekstrak teh hijau mempunyai aktifitas
antioksidan yang tinggi jika diekstraksi menggunakan sistem emulsi OW (minyak dalam
air) pada PH 5,5 selama penyimpanan yang panjang yaitu 40 hari. Komponen antioksidan
yang berperan penting dalam sistem emulsi OW ini adalah epigallocatechin gallate
(EGCG) dan epicatechin gallate (ECG). Ketika murni, ECG mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan (p>0.05) dan EGCG dapat mengoksidasi secara sempurna
dalam waktu 15 hari. Efek antioksidan yang tinggi pada sistem EGCG atau ECG terjadi
pada konsentrasi 10-4 M, pada konsentrasi ini dapat menghilangkan ion ferri penyebab
radikal bebas. Tetapi, semua flavonoid akan mempunyai efek prooksidan yaitu dapat
membentuk ion-ion ferry.

3.2. Aplikasi Bahan Tambahan Pangan Bahan Tambahan makanan (Food Aditif)
dari Teh Hijau Pada Produk Pangan

Aplikasi teh hijau sebagai bahan tambahan pangan (food adtif) diantaranya pada jus dan
permen. Pada produk jus, teh hijau diekstrak untuk mengambil kandungan senyawa
bioaktif (polifenol) yang ada dalam teh hijau kemudian ditambahkan pada produk jus.
Penambahan ekstrak teh pada jus dapat meningkatkan dan memperbaiki qualitas jus dan
dapat menjadikan jus sebagai produk pangan fungsional. Sedangkan pada produk
permen, penambahan ekstraks teh hijau bertujuan untuk mencegah kerusakan gigi yang
disebabkan oleh komsumsi permen yang berlebihan serta dapat menghilangkan nafas
yang tidak sedap akibat mengkomsumsi produk yang dapat menimbulkan bau pada mulut
seperti bawang putih, ikan, tembakau pada rokok dan lain sebagainya.

Pengembangan teh hijau menjadi bahan tambahan makanan (food aditif) mempunyai
peluang yang sangat besar untuk dikembangkan, mengingat saat ini banyak digunakan
bahan tambahan pangan yang sintetik yang berbahaya bagi kesehatan dan beredar luas
dimasyarakat. Dengan penggunaan teh hijau sebagai bahan tambahan pangan maka
produk yang dihasilkan tidak akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan karena terbuat
dari bahan alami. Dengan adanya pengembangan produk teh hijau menjadi food aditf
maka akan meningkatkan nilai tambah dari teh hijau dan dapat menghasilkan produk
pangan yang aman bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa. 2009. Teh Hijau Anti Kanker yang kuat, http://gizi.fema.ipb.ac.id. Akses
3 september 2009.

Anonymousb.2009. Prospek Teh Hijau Sebagai Kemoterapi Kanker.


http://www.indospiritual.com. Akses 3 september 2009.

Anonymousc. 2009. Polifenol. wikipedia.ac.id. Akses 3 september 2009.

Anonymousd. 2009. Potential of Hydrogen. http://www.bppt.go.id/index.php?


option=com_content&task=view&id=1358&Itemid=30. diakses tanggal 23 September
2009

Belitz, H. D. And Grosch, W. 1999. Food Chemistry. Second Edition. Springer. Jerman.

Christiane J. Dufresne, Edward R. Farnworth (2001).


A review of latest research findings on teh health promotion properties of tea. Food
Research and Development Centre, Agriculture and Agri-food Canada, 3600 Casavant
Boulevard West, Saint Hyacinteh, Quebec J2S 8E3, Canada Received 19 October 2000;
accepted 12 February 2001

Dave, Palombodi. 2008. Tea Diet. Prestasi Pustaka, Jakarta, 23.

Hartoyo, A. 2003. Teh dan Khasiatnya bagi Kesehatan, Kanisius. Yogyakarta.

Hui, Y.H. 1992. Encyclopedia o Food Science & Technology, Volume “. John Willey
& Sons. New York

Ikeda, I., Kobayashi, M., Hamada, T., Tsuda, K., Goto, H., Imaizumi, K., Nozowa, A.,
Sugimoto, A. and Kakuda, T. 2003. Heat Epimerized Tea Catechin Rich in
Gallocatechin Gallate and Catechin Gallate Are More Effective To Inhibit Cholesterol
Absorption Than Tea Catechin Rich In Epigallocatechin Gallate and Epicatechin
Gallate. J. Agric. Food Chem 51: 7303-7307

Juneja, Lekh Raj., Djong-Chi Chu, Tsutomu Okubo, Yukiko Nagato, Hidehiko
Yokogoshi. 1993. L-tehanine-a unique amino acid of green tea and its relaxation e€ect
in humans. Laboratory of Nutritional Biochemistry, School of Food and Nutritional
Sciences, Teh University of Shizuoka, 52-1 Yada, Shizuoka 422-8526, Japan

Kustamiyati, B. (1994). Kimia Teh dalam Kumpulan Kertas Kerja dan Latihan
Ketrampilan Pengolahan Teh Hitam. Balai Penelitian Teh dan Kina. Gambung.
Bandung.

Konishi, Y., Kobayashi, S. and Shimizu, M. 2003. Tea Polyphenols Inhibit Teh
Transport of Dietary Phenolic Acid Mediated by Teh Monocarboxylic Acid
Transporter (MCT) in Intestinal Caco-2 Cell Monolayers. J. Agric. Food Chem. 51:
7296-7302

Penman, Andrea Roedig and Michael H. Gordon. 1997. Antioxidant Properties of


Catechins and Green Tea Extracts in Model Food Emulsions. J. Agric. Food Chem.
1997, 45, 4267−4270

Setyamidjaja, Djoehana 2004. Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Teh. Penerbit
Kanisius: Yogyakarta.134-141.

Sumarsono. (1987). Laporan Training Tea Tester. Balai Penelitian Teh dan Kina.
Gambung. Bandung.

Suzuki, M., Sano, M., Yosidha, R., Degawa, M., Mitase, T and Yamamoto, M.M. 2003.
Epimerization of Tea Catechin and O-Methylated Derivatives of (-)-Epigallocatechin-
3-O-gallate: Relationship Between Epimerization and Chemical Structure. J. Agric.
Food Chem. 51: 510-514

Anda mungkin juga menyukai