Anda di halaman 1dari 15

TUGAS AKHIR METODOLOGI PENELITIAN

PROPOSAL PENELITIAN NON PENDIDIKAN

UJI PENETAPAN KADAR TANIN PADA TEH HIJAU ( CAMELLA SINENSIS )


SEBAGAI PEREDAH DIARE SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

PENULIS:
TRISIA MONICA ZELES
A1F021039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu menyuburkan tanaman,
sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, kondisi iklim yang memenuhi
persyaratan tumbuh tanaman dan curah hujan rata-rata pertahun yang tinggi. Semua
kondisi itu merupakan faktor-faktor ekologis yang baik untuk membudidayakan
tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan salah satunya adalah teh. Teh mula-mula
dikonsumsi oleh orang Cina sampai kirakira abad ke-19. Setelah itu masuk ke Eropa,
Srilanka, India dan Indonesia. Di Indonesia terdapat lebih kurang 90.000 hektar
tanaman teh, 45.000 hektar perkebunan Negara, 24.000 hektar perkebunan rakyat kecil
dan 20.000 hektar perkebunan swasta. Tanaman teh ini dipanen secara manual (Broto,
1998). Teh merupakan tumbuhan yang bisa dimanfaatkan pucuk daun nya untuk di
olah menjadi produk olahan minuman yang bermanfaat memberi ketenangan namun
tidak memberi efek samping kantuk seperti kopi.
Teh hijau dan teh hitam dalam bentuk sediaan teh tubruk sangat banyak
beredar dipasaran. Berbagai produk teh baik jenis teh hijau, hitam maupun teh wangi
telah diproduksi. Bentuk sediaan teh ini juga berbagai macam, dari bentuk teh padat
untuk diseduh, teh celup, hingga teh yang dikemas dalam botol. Saat ini masyarakat
jarang menggunakan teh tubruk untuk dikonsumsi karena cara penyeduan nya masih
secara tradisional.
Teh merupakan salah satu minuman fungsional karena teh mengandung
senyawa utama katekin yaitu suatu kerabat dari tanin terkondensasi. Di dalam teh,
tanin bersama senyawa polifenol lainnya akan membentuk rasa yang menyegarkan,
tanin juga merupakan salah satu senyawa yang mempunyai sifat antioksidan sehingga
dapat meningkatkan sistem pertukaran biologis tubuh. (Oguni, 1996). Beberapa
mineral terpenting juga dikandung teh yaitu fluoride yang dapat memperkuat struktur
gigi. Dengan kandungan senyawa yang memiliki fungsi di dalam metabolisme tubuh
tersebut maka teh dapat dikategorikan sebagai minuman fungsional.
Daun teh mengandung kafein, teobromin, teofilin, tanin, adenin, minyak atsiri,
kuersetin, naringenin dan natural fluorid. Kafein mempercepat pernapasan, perangsang
kuat pada susunan saraf pusat dan aktivitas jantung. Teofilin mempunyai efek deuretik
kuat, menstimulasi kerja jantung dan memperlebar pembuluh darah koroner.
Teobromin terutama mempengaruhi otot. Tanin mempunyain efek astringen pada
saluran cerna (Dalimartha,1999).
Senyawa yang terkandung pada teh yaitu sekitar 2-3 % bagian teh yang terlarut
dalam air merupakan senyawa flavonol. Flavonol merupakan zat antioksidan pertama
yang terkandung pada teh. Flavonol merupakan glukosida dari pada sebagian bentuk
aglikon. Khasiat teh berada pada komponen bioaktifnya, yaitu polifenol, yang secara
optimal terkandung dalam daun teh yang muda dan utuh. Daun teh mengandung
senyawa tanin sekitar 5- 15 %, minyak atsiri, minyak lemak dan asam malat
(Departemen kesehatan Republik Indonesia, 1989). Katekin (tannin) adalah senyawa
dominan dari polifenol teh hijau dan terdiri dari epicatechin (EC), epicatechin gallat
(ECG), epigallocatechin (EGC), epigallocatechin gallat (EGCG), catechin dan
gallocatechin (GC). Katekin adalah senyawa yang larut dalam air, tidak berwarna dan
memberikan rasa pahit dan astrigensi (Jamal, 2010).
Buang air besar yang encer lebih sering terjadi dari biasanya. Diare biasanya
disebabkan oleh virus atau, terkadang, makanan yang terkontaminasi. Jarang sekali
menjadi tanda gangguan lain, seperti penyakit radang usus atau sindrom iritasi usus.
Gejala berupa sering buang air besar encer dan nyeri perut. Kebanyakan kasus dapat
sembuh dengan sendirinya. Beberapa infeksi mungkin perlu antibiotik. Kasus yang
parah dapat menyebabkan dehidrasi sehingga membutuhkan cairan intravena. Diare
dapat disebabkan oleh hal-hal di luar penyakit. Contohnya meliputi diet cairan,
intoleran terhadap makanan, stres, cemas, atau penggunaan obat pencahar.
Daun teh yang mengandung tanin, yang mempunyai khasiat sebagai antidiare,
astrigen, sariawan dan menghentikan pendarahan, serta membantu menetralkan lemak
dalam makanan, tetapi juga mencegah oksidasi lemak densitas rendah yang bisa
menjadi plak, menurunkan kolesterol darah, menyegarkan pernafasan, dan merangsang
batang otak (Jamal, 2010). Tanin merupakan senyawa kimia tanaman yang dapat
berfungsi sebagai adstringen. Adstringen bekerja sebagai antidiare dengan cara
mengecilkan pori sehingga menghambat sekresi cairan dan elektrolit. Tanin juga
terbukti membantu melindungi usus dari iritasi yang diakibatkan oleh pemberian
castor oil. Mekanisme tanin sebagai astringen adalah dengan menciutkan permukaan
usus atau zat yang bersifat proteksi terhadap mukosa usus dan dapat menggumpalkan
protein. Oleh Karena itu senyawa tanin dapat membantu menghentikan diare
(Adnyana dkk, 2004).
Selain memberikan efek yang baik bagi tubuh tanin pada teh juga memberikan
efek yang kurang baik bagi tubuh. Tanin ini berperan dalam pengurangan daya serap
zat besi (Fe). Selain itu, tanin diketahui dapat berikatan dengan protein dan mineral
sehingga protein dan mineral tidak dapat digunakan oleh tubuh.
Disini penulis ingin mengetahui berapa kadar senyawa tanin pada teh hijau
tubruk sehingga teh hijau tersebut dapat dijadikan sebagai obat herbal yang bisa
meredahkan diare. Setelah diketahui berapa kadar senyawa tanin pada teh hijau tubruk,
maka dapat ditetapkan saran penggunaan teh hijau tubruk sebagai obat antidiare.
Supaya menghindari efek samping dari tanin tersebut.
Pada penelitian ini digunakan metode sprektrofotometer UV-Vis dan uji pada
mencit. Metode ini merupakan cara yang sederhana untuk menetapkan kuantitas zat
yang sangat kecil, selain itu mudah, cepat, serta memiliki ketelitian yang tinggi.
Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti berapa tersediaan kadar tanin
yang ada pada teh hijau tubruk untuk mengetahui berapa saran penggunaan senyawa
tanin yang diperlukan tubuh untuk meredahkan diare, sehingga dapat digunakan
sebagai antidiare, dalam upaya menghindarkan manusia dari penyakit diare dengan
bahan alami.
1.2 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka untuk
menghindari perluasan pokok pembahasan maka batasan masalah dalam penelitian ini,
antara lain :

1. Menentukan kadar dari sediaan teh hijau (Camella Sinensis) tubruk dengan
merk ( Kepala djenggot, Thee 2 tang, Tong tji, dan cap botol )
2. Mengetahui saran penggunaan senyawa tanin yang diperlukan oleh tubuh
sebagai antidiare
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, makan penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah kadar tanin pada teh hijau (Camella Sinensis) tubruk dengan merk
yang berbeda memiliki kadar tanin yang sama?
2. Berapa dosis tanin yang dibutuhkan untuk meredahkan diare/iritasi pada usus?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Untuk membandingkan kandungan tanin antara sampel yang satu dengan yang
lain dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
2. Untuk mengerahui berapa dosis tanin yang dibutuhkan untuk meredahkan
diare/iritasi pada usus.
1.5 Manfaat Penelitian
Temuan yang ditargetkan dalam penelitian ini adalah suatu formulasi kadar
tanin sebagai antidiare. Temuan ini akan menjadi sumbangan pengetahuan dan
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan informasi tentang jumlah kadar tanin di dalam masing-masing
sampel.
2. Memberikan informasi tetang kegunaan senyawa tanin pada pereda diare atau
antidiare . Dalam upaya untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan
kesehatan, khususnya penyediaan bahan-bahan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat.
3. Meningkatan kapasitas dan kapabilitas Universitas Bengkulu dalam melakukan
penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teh hijau ( Camella Sinensis)
Teh hijau memiliki kandungan polifenol yang tinggi (Cabrera et al., 2006).
Polifenol ialah antioksidan yang kekuatannya 100 kali lebih efektif dibanding
dengan vitamin C dan 25 kali lebih tinggi dibanding dengan vitamin E. Senyawa
polifenol yang termasuk di dalamnya yaitu flavonoid, teofilin, tannin, vitamin E,
katekin. Senyawa polifenol membantu menghambat perkembangan virus ataupun
kelainan yang dapat menimbulkan kanker (Kumalaningsih, 2006).
Polifenol merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat
(Cabrera dkk.2006). Antioksidan adalah zat yang diperlukan untuk melawan
pengaruh bahaya dari radikal bebas yang terbentuk sebagai hasil metabolisme yang
terjadi di dalam tubuh. Radikal bebas ( free radical ) adalah senyawa atau molekul
yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya
(Winarti, 2010).

Gambar 2.2 Teh Hijau (Camella Sinensis) (merdeka.com)

Teh hijau sangat bermanfaat bagi kesehatan manuasia karena mengandung


senyawa metabolit sekunder seperti saponin, tanin, alkaloid, flavonoid dan
glikosida. Metabolit sekunder pada teh dapat menghambat aktivitas enzim, seperti
enzim angiotensin-I, amilase, sukrase, maltase, enzim glukosil yang merupakan
enzim pemicu HIV, dan enzim tirosinase.

Selain dikonsumsi sebagai minuman sehari-hari, teh juga mempunyai banyak


khasiat tertentu, diantaranya sebagai peluruh kencing (diuretik), stimulansia jantung
(kardiotonik), menstimulir susunan saraf pusat, penyegar badan, berkhasiat sebagai
astringen pada saluran cerna, penyubur, dan menghitamkan rambut. Beragam
manfaat teh tentu tidak lepas dari keberadaan kandungan kimia yang terdapat di
dalam produk teh.

Senyawa kimia yang terkandung dalam teh terdiri atas empat kelompok, yaitu
substansi alkaloid (cajfein, theofilin, theobromin), substansi polifenol (tannin,
catechin,flavonol, esterfenol, theaflavin, thearobigin), substansi senyawa flavor
volatil, dan substansi senyawa beraneka ragam pigmen, asam amino, logamkhusus,
dan vitamin. Katekin senyawa yang terkandung di dalam daun teh sebanyak 20 %
dari berat kering teh yang merupakan substansi utama penyebab teh memenuhi
persyaratan sebagai minuman fungsional. Senyawa tersebut banyak dikandung pada
pucuk tanaman teh Camellia sinensis assamica, bila dibandingkan dengan lain
(Arifin, 1994). Ternyata daun teh juga memiliki kaya akan anti-oksidan yang tinggi
dan dapat dijadikan sebagai obat herbal alami.

2.1.2 Antioksidan Bahan Alam


Teh hijau mengandung komponen bioaktif yaitu polifenol yang memiliki
aktivitas anti-oksidan yang sangat kuat. Daun teh mengandung senyawa polifenol,
yaitu 20-30% dari bahan kering seluruhnya seperti tanin, katekin, dan lain-lain.
Antioksidan adalah suatu bahan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi. Reaksi
oksidasi dapat terjadi karena adanya oksigen atau peroksida. Antioksidan dapat
digunakan untuk menghambat proses oksidasi dalam bahan pangan (Trilaksani,W.
2003). Karakteristik struktur senyawa antioksidan tersusun dari cincin benzena
disertai gugus hidroksi atau gugus amino. Secara umum antioksidan digolongkan
menjadi dua yaitu sintesis dan alam (Desrosier, 1970). Senyawa antioksidan banyak
terdapat pada beberapa jenis tanaman seperti golongan rempah-rempah, coklat,
anggur, daun teh, daun sirih, dan Iain-lain.
Penelitian tentang ekstrak polifenol dari beberapa jenis tanaman sebagai
antioksidan telah banyak dilakukan. Penelitian Tri Panji (1983) tentang penetapan
kadar tanin dengan metoda biru prusi, hasil pengukuran kadar dikonversikan ke
dalam Ekivalen Asam Galat (EAG) dengan menggunakan kurva baku hubungan
A730 Vs konsentrasi ion fero (Fe2+ amonium sulfat) dan juga kurva baku
hubungan A73o vs konsentrasi asam galat yang telah dipersiapkan dengan kondisi
yang sama. Ekstrak teh juga dapat digunakan untuk menekan pembentukan
glikosilasi. Komponen teh seperti tanin, katekin, dan flavonoid berperan dalam
menghilangkan radikal bebas.

2.1.3 Senyawa Tanin sebagai Antidiare


Tanin diketahui mempunyai beberapa khasiat diantaranya antidiare. Tanin
bekerja sebagai penkhelat berefek spasmolitik yang dapat menciutkan usus atau
mengkerutkan usus sehingga gerak paristaltik usus berkurang (Nurhalimah dkk.
2015). Diare merupakan syndrome penyakit yang di tandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja melambat sampai mencair, serta bertambahnya
frekuensi buang air besar dari biasanya hingga 3 kali atau lebih dalam sehari.
Dengan ungkapan lain, diare adalah buang air besar (defikasi) dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cairan. Kandungan air dalam tinja lebih banyak
daripada biasanya (normal 100-200 ml perjam tinja) atau frekuensi buang air besar
lebih dari 4 kali. Diare dapat diredahkan dengan bahan kimia seperti obat-obatan
yang didasari bahan kimia (oralit dll.), selain bahan kimia ternyata diare dapat
diredahkan dengan bahan herbal alami yaitu senyawa tanin yang terkandung
didalam teh hijau tubruk.
Mekanisme tanin sebagai astringen/antidiare adalah dengan menciutkan
permukaan usus atau zat yang bersifat proteksi terhadap mukosa usus dan dapat
menggumpalkan protein. Oleh Karena itu senyawa tanin dapat membantu
menghentikan diare (Adnyana dkk, 2004).
Sehingga senyawa tanin pada teh hijau tubruk dapat di analisis kadarnya
terlebih dahulu dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis, kemudian
baru di uji dengan uji aktivitas mencit sehingga tahu berapa saran penggunaan tanin
pada teh hijau sebagai antidiare.

2.1.4 Metode Spektrofotometer


Pada penelitian analisis kadar senyawa tanin pada teh hijau tubruk dapat
digunakan instrument spektrofotometer UV-Vis. Sektrofotometri UV-Vis
merupakan suatu teknik analisis spektroskopi yang memanfaatkan sumber radiasi
elektromagnetik ultraviolet (190-380nm) dan sinar tampak (380-780nm) melalui
spektrofotometer (Taufiqurrahman dkk. 2023: 182). Metoda spektrofotometri
merupakan cara yang sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil,
selain itu mudah, cepat, serta memiliki ketelitian yang tinggi. Ryanata (2014),
menggunakan metoda spektrofotometri dalam menentukan kadar tanin dari kulit
buah pisang. Digunakannya alat ini adalah untuk mengukur absorbansi pada ekstrak
teh hijau. Disini digunakan larutan standar yaitu larutan katekin murni dan
digunakan pada rentang panjang gelombang 200-400 nm ( Nur, dkk. 2020). Setelah
di dapatkan kadar tanin pada teh hijau maka penulis akan menguji saran
penggunaan kadar tanin tersebut menggunakan uji mencit.

2.1.5 Uji Aktivitas Mencit


Pada penelitian analisis kadar senyawa tanin digunakan juga metode uji
aktivitas mencit yang dilakukan sehingga mengetahui berapa saran penggunaan
senyawa tanin pada teh hijau sebagai antidiare sehingga tidak menyebabkan efek
samping yang ada pada tanin jika dikonsumsi berlebihan. Sebanyak 40% studi
menggunakan mencit sebagai model laboratorium (Nugroho, 2009). Mencit
seringkali digunakan dalam penelitian di laboratorium yang berkaitan dengan
bidang fisiologi, farmakologi, toksikologi, patologi, histopatologi. Mencit banyak
digunakan sebagai hewan laboratorium karena memiliki kelebihan seperti siklus
hidup relatif pendek, banyaknya jumlah anak per kelahiran, mudah ditangani,
memiliki karakteristik reproduksinya mirip dengan hewan mamalia lain, struktur
anatomi, fisiologi serta genetik yang mirip dengan manusia (Herrmann et al., 2019).
2.2 Penelitian yang Relevan
1. Penelitian oleh Anzharni Fajrina , Junuarty Jubahar , Stevani Sabirin pada
tahun 2016 dengan judul ”PENETAPAN KADAR TANIN PADA TEH
CELUP YANG BEREDAR DIPASARAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
UV-VIS” . Penelitian ini relevan karena pada penelitian ini pembuatan ekstrak
dari teh celup yang akan digunakan sebagai sampel utama penentuan kadar
tanin menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis.
2. Penelitian oleh Rizal Fauzi, Annisa Fatmawati, Emelda pada tahun 2020
dengan judul “Efek Anti Diare Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera
L.) Pada Mencit Putih Jantan”. Penelitian ini relevan karena pada penelitian ini
dilakukan menggunakan ekstrak daun kelor dengan metode meserasi dan uji
fotokimia. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada
penelitian ini digunakan ekstrak teh hijau dengan berbagai jenis merk teh hijau
dengan menggunakan metode Transit Intensinal.

2.3 Kerangka Berpikir

E.coli

Diare
Antimotilitas
Diare

Sintetis Alami

Antimotilitas
Daun Kelor Teh Hijau Teh Hitam
berbahan kimia

Kadar senyawa
tanin pada sediaan Kandungan senyawa
Mengandung senyawa teh hijau berbagai tanin pada teh hijau
elektrolit dan mineral merk
seperti(natrium
klorida)

Konsentrasi Ekstrak teh hijau


yang digunakan pada
penentuan kadar
tanin :1000ppm, 100ppm,
10ppm
Konsentrasi Larutan Kalibrasi
Uji penetapan kadar tanin
pada teh hijau ( camella
sinensis ) sebagai peredah
diare secara spektrofotometri
uv-vis Nilai Absorbansi

Ektrak teh hijau + Hcl


perlakuan; Ektrsak teh hijau +
CMC Na 0,5% perlakuan 2;
perlakuan 2-5 ektak teh hijau
dengan dosis : 9,1 mg/20 g
BB; 18,2 mg/20 g BBdan 36,4
Penetapan kadar tanin pada teh mg/20 g BB
hijau dan saran penggunaan
senyawa tanin pada teh hijau :
 Uji kualitatif
 Uji kuantitatif
 Penetapan panjang
gelombang
 Penetapan kurva kalibrasi
 Uji aktivitas mencit

BAB III
METODE PENELITIAN
3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus - November 2023 di
Laboratorium Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA Universitas Bengkulu.

3. 2 Alat dan Bahan


2.1.6 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas
standar laboratorium, seperangkat alat Spektrofotometer UV-Vis, timbangan
analitik, ayakan mesh 30, ayakan mesh 20, penangas air, Rotary evaporator
botol gelap, pipet tetes, kertas perkamen, beacker glass, erlenmeyer, gelas
ukur, corong, waterbath, tabung reaksi, rak tabung reaksi, tisu, spidol,
aluminum foil, dan batang pengaduk.
2.1.7 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa teh hijau
tubruk yang beredar di pasaran (Kepala djenggot, Thee 2 tang, Tong tji, dan
cap botol), teh hijau murni , aquadest, katekin, etanol 70 %, natrium asetat,
besi (III) klorida, dan larutan gelatin, formalin, asam klorida, mencit putih
jantan berat badan 20 – 40 gram dan berumur 2 – 3 bulan, kertas saring,
norit, loperamid HCl.

3. 3 Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel
Sampel diambil berdasarkan tingkat konsumsi tertinggi dari
masyarakat, sampel di beli di supermarket terdekat yang ada di brngkulu.
2. Uji kehalusan serbuk teh hijau tubruk
Ditimbang 5 gram serbuk teh hijau, diayak menggunakan ayakan
dengan ukuran lubang pengayakan 1000 µm, kemudian ditimbang serbuk
teh hijau yang lolos dari ayakan 1000 µm dan serbuk teh yang tidak lolos
dari ayakan 1000 µm, selanjutnya dipersentasekan. Hasil ayakan yang lolos
dari ayakan 1000 µm diayak kembali menggunakan ayakan dengan ukuran
lubang ayakan 850 µm, ditimbang banyak serbuk teh hijau yang lolos dari
ayakan 850 µm dan yang tidak lolos 850 µm, dipersentasekan. Hasil ayakan
yang lolos dari ayakan 850 µm diayak kembali menggunakan ayakan
dengan ukuran lubang ayakan 600 µm, ditimbang banyak serbuk tah hijau
yang lolos dari ayakan 600 µm dan yang tidak lolos 600 µm, dan
dipersentasekan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
3. Uji kualitatif (Identifikasi golongan senyawa tannin)
Masing-masing serbuk teh hijau ditimbang sebanyak 2 gram,
kemudian ditambahkan dengan air 100 mL dan dididihkan selama 15 menit,
setelah itu didinginkan dan disaring sehingga didapatkan filtrat. Filtrat I
ditambahkan dengan larutan besi (III) klorida (FeCl3) 1 %, apabila
terbentuk warna hijau ungu atau hitam maka hasil ini menyatakan bahwa
tanin positif. Filtrat II ditambahkan dengan gelatin apabila terbentuk
endapan maka hasil ini menyatakan bahwa tanin positif. Filtrat III
ditambahkan dengan pereaksi Steasny (formaldehid 20 %: asam klorida 2:1)
15 mL kemudian dipanaskan di penangas air apabila terbentuk endapan
merah muda hasil ini menyatakan bahwa tannin katekin positif. Selanjutnya
dari filtrat dijenuhkan dan ditambah dengan natrium asetat kemudian
ditambah dengan larutan besi (III) klorida (FeCl3) 1 % apabila hasilnya
terbentuk warna biru tinta maka hasil ini menyatakan bahwa tannin gallat
positif (Jamal, 2010).
4. Uji kuantitatif (Penetapan kadar tanin)
Ditimbang sebanyak 10 gram masing-masing teh hijau, kemudian
ditambahkan dengan etanol 70 % sebanyak 200 mL dan dilakukan proses
maserasi selama 18 jam sambil dikocok setiap 6 jam. Setelah proses
maserasi dengan menggunakan waterbath larutan teh tersebut disaring
dengan menggunakan kertas saring dan dikeringkan sampai terbentuk
ekstrak kental yang kering.
Larutan sampel dengan konsentrasi 1000 ppm dibuat dengan cara
menimbang ekstrak kental yang kering sebanyak 50 mg, dilarutkan dengan
etanol 70 % sebanyak 50 mL. Setelah itu didapatkan larutan sampel dengan
konsentrasi 1000 ppm kemudian dilakukan pngenceran dengan cara dipipet
larutan induk sebanyak 1 mL dilarutkan dengan etanol 70 % dalam labu 10
mL sehingga didapatkan larutan sampel dengan konsentrasi 100 ppm,
dilakukan pengenceran kedua dengan cara dipipet larutan dengan
konsentrasi 100 ppm sebanyak 1 mL diencerkan dengan etanaol 70 % dalam
labu 10 mL sehingga didapatkan larutan sampel dengan konsentrasi 10 ppm.
Selanjutntnya larutan uji tersebut dilakukan uji kuantitatif. Uji kuantitatif
dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS(Fajrina ,dkk.
2016)
5. Penetuan panjang gelombang
Ditimbang sebanyak 50 mg katekin murni, dilarutkan dengan
menggunakan pelarut etanol 70 % sebanyak 50 mL sehingga didapatkan
konsentrasi larutan katekin murni 1000 ppm. Kemudian dilakukan
pengenceran pertama dengan cara memipet 1 mL larutan katekin murni
1000 ppm dan dilarutkan dengan etanol 70 % dalam labu 10 mL
(konsentrasi 100 ppm). Pengenceran kedua dilakukan dengan cara memipet
1 mL larutan katekin murni 100 ppm dan dilarutkan dengan etanol 70 %
dalam labu 10 mL (konsentrasi 10 ppm). Kemudian dilakukan pengukuran
panjang gelombang dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
(Fajrina, dkk. 2016).
6. Penetuan kurva kalibrasi
Ditimbang 50 mg katekin murni, dilarutkan dengan menggunakan
pelarut etanol 70 % sebanyak 50 mL didalam labu 50 mL sehingga
didapatkan konsentrasi larutan katekin murni 1000 ppm, kemudian dipipet
sebanyak 1 mL larutan katekin murni 1000 ppm dan dilarutkan dengan
etanol 70 % dalam labu 10 mL (konsentrasi 100 ppm). Setelah itu untuk
membuat konsentrasi 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm,
dipipet dari larutan induk (kensentrasi 100 ppm) sebanyak 0,4 mL; 0,6 mL;
0,8 mL; 1 mL; 1,2 mL; 1,4 mL dan diencerkan dengan pelarut etanol 70 %
di dalam labu 10 mL (Fajrina, dkk. 2016)
7. Uji Aktivitas (Mencit) Ekstrak Etanol Teh Hijau (EETH) dengan
Metode Transit Intestinal
Mencit putih jantan sebanyak 25 ekor, berat badan 20-30 gram
dijadikan sebagai hewan uji. Hewan uji dipuasakan makan selama 18 jam
sebelum percobaan dimulai, akan tetapi minum masih tetap diberikan.
Mencit dikelompokkan menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari 5 ekor mencit kemudian ditimbang satu per satu. Kelompok I
sebagai control positif diberi loperamid HCl dosis2 mg/KgBB. Kelompok II
merupakan kontrol negatif, diberi CMC-Na 0,5%. Kelompok III, IV dan V
diberiperlakuan EETH dengan dosis optimasi yaitu secara berturut-turut
sebagai berikut 9,1 mg/20 g BB; 18,2 mg/20 g BBdan 36,4 mg/20 g BB.
Pada waktu t=0, sediaan uji diberikansecara oral 0,5 ml/20 g berat badan
mencit. Setelah t=45 menit, mencit diberikan norit10% sebanyak 0,1 ml/10
g secaraper oral. Pada t=65 menit, mencit dikorbankan secara dislokasi
tulang leher.
Bedah rongga perut mencit, selanjutnya usus dikeluarkan dan
dibersihkan. Ukur panjang usus yang dilalui marker norit mulai dari pylorus
sampai ujung akhir marker. Demikian juga ukur panjang usus masing-
masing hewan uji. Hitung rasio jarak yang ditempuh marker terhadap
panjang usus seluruhnya. EETH dikatakan memiliki efek antimotilitias bila
nilai rasio jarak yang dilalui oleh marker norit kelompok EETH lebih kecil
bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil uji aktivitas anti diare
selanjutnya dianalisis secara statistic dengan melakukan uji normalitas dan
homogenitas serta anova satu arah dengan tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05) (Fauzi, dkk. 2020)

3. 4 Teknik Perolehan Data


1. Uji kehalusan teh hijau tubruk
Pada uji kehalusan ini data didapatkan dari hasil pengayakan dengan
tiga ukuran partikel diinginkan. Serbuk teh di ayak menggunakan
pengayakan 1000 µm, 850 µm, dan 600 µm. jika serbuk tersebut lolos
pada ukuran yang pertama maka hasil ayakan akan di ayak dengan ukuran
yang kedua, serbuk yang tidak lolos tersebut dipersentasekan. Dilakukan
hal tersebut hingga ayakan ketiga dengan merk teh hijau yang berbeda.
2. Uji kuantitatif (Penetapan kadar tanin)
Pada uji kuantitatif ini yaitu untuk menentukan kadar tanin pada
sampel.pada uji ini diperoleh data dengan beberapa tahap uji yaitu pertama
disiapkan ekstrak kental dari sediaan masing-masing teh hijau dengan di
tambahkan etanol 70% sehingga didapatkan ekstrak kental yang kering
dengan dilakukan meserasi selama 18 jam. Kemudian disiapkan larutan
sampel dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 1000 ppm, 100 ppm, dan
10 ppm. Larutan tersebut diencerkann dengan etanol 70%. Setelah itu
dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk
mendapatkan nilai absorbansi yang akan digunakan pada analisis data.
3. Penetuan panjang gelombang
Pada penentuan panjang gelombang ini diperoleh data dari variasi
konsentrasi dari larutan katekin murni dengan melihat nilai serapan atau
absorbansi yang tinggi. Uji ini digunakan dengan beberapa rentang
panjang gelombang dan absorbansi yang paling tinggi itu merupakan
panjang gelombang maksimum suatu larutan tersebut.
4. Penetuan kurva kalibrasi
Pada penentuan kurva kalibrasi ini diperoleh data konsntrasi dari
larutan katekin murni yang digunakan. Digunakan larutan katekin dengan
konsentrasi yang berbeda sebagai larutan kalibrasi dengan konsetrasi
( 1000 ppm, 100 ppm, 12 ppm, 10 ppm, 8 ppm, 6 ppm, 4 ppm. Larutan
tersebut dilarutkan dengan etanol 70% sehingga mendapat konsentrasi
yang berbeda, data yang dihasilkan nantinya digunakan sebagai data kurva
kalibrasi untuk pembanding sampel.
5. Uji Aktivitas (Mencit)
Pada uji ini data yang akan diperoleh yaitu dosis penggunaan senyawa
tanin yang di butuh kan tubuh ketika diare. Hewan uji ini dipuasakan
makan sebelum percobaan dimulai, tetapi minum tetap diberikan. Hewan
tersebut dikelompokkan menjadi lima kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 5 ekor mencit, setelah itu mencit akan disuntikkan
dengan kadar disis tanin yang berbeda, kemudian mencit di bedah dan
dilihat dari panjang usus nya melalui marker norit, sehingga dapat
diperoleh data berapa dosis kadar tanin yang dibutuhkan tubuh saat diare.
3. 5 Teknik Analisa Data
1. Identifikasi sediaan teh hijau tubruk dilakukan secara wawancara masyarakat
dengan tingkat tertinggi konsumsinya melalui lembar observasi.
2. Analisi data terlebih dahulu dilakukan dengan metode kurva kalibrasi, regresi
linier y = a + bx dibuat berdasarkan data absorbansi dan konsentrasi dari
larutan kalibrasi.
3. Kadar tanin pada setiap jenis teh hijau tubruk dilihat dari absorbansinya dan
di bandingkan dengan kurva kalibrasinya, sehingga hasil akhir data tersebut
dapat dihitung dengan analisis ANOVA satu jalan dan uji Kruskal Wallis
( Fajrina, dkk.2016)
4. Pada uji aktivitas mencit, analisis data dilakukan dengan uji statistik yaitu uji
normalitas dan uji homogenitas. Sehingga hasil akhir data tersebut dapat
dihitung dengan uji ANOVA satu arah.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana dkk. (2004). Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih dan Jambu Biji Daging
Buah Merah Sebagai Antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia, (29)(1)

Arifin, S. (1994). Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung.
Bandung

Broto, S. W. (1998). Meteorologi Pertanian Indonesia. Yogyakarta: Mitra Gama Widya.

Cabrera, C., Artacho, R. & Gimenez, R., (2006). Beneficial Effects of Green Tea-A Review.
Journal of The American College of Nutrition, 25(2), pp.79-99.

Dalimartha, S. (1999). Atlas Tumbuhan Indonesia, (Jilid I). Jakarta: Trubus Agriwidya.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1989). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.
Desrosier, N. W. (1988). Pengantar Pengemasan. Bogor : Laboratorium Pengemasan Teknologi
Industri, Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Herrmann K, Pistollato F, Stephens ML.(2019). Beyond the 3Rs: expanding the use of
humanrelevant replacement methods in biomedical research. Altex 36(3): 343-352.

Jamal, R. (2010). Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi. Padang: Penerbit Universitas
Baiturrahma

Mutiarahmi, Nur Citra., Tyagita Hartady., dan Ronny Lesmana. (2021). Kajian Pusraka:
Penggunaan Mencit Sebagai Hewan Coba di Laboratorium yang Mengacu pada
Prinsip Kesejahteraan Hewan. Indonesia Medicus Veterinus. 10(1)

Nugroho CA. (2009). Pengaruh minuman beralkohol terhadap jumlah lapisan sel spermatogenik
dan berat vesikula seminalis mencit. Jurnal Ilmiah Widya Warta 33(1): 56-60.

Pudiastuti.(2011). Penyakit Pemicu stroke . Yogyakarta. Nuha Medika

Ryanata, E. (2014). Penetuan Jenis Tanin dan Penetapan Kadar Tanin dari Kulit Buah Pisang
Masak (Musa paradisica L) secara Spektrofotoetri dan Permanganometri. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 4 (1) 1-16.

Tri Panji (1983). Penetapan kadar tanin dengan metoda biru prusi. Journal Ilmiah Kimia 3(1)

Trilaksani, W. (2003). Antioksidan : Jenis, sumber, Mekanisme Kerja dan Peranan Terhadap
Kesehatan. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Winarti, Sri. (2010). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai