Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Disusun Oleh :

1. Devi Dwi Rustaminingrum 18010156

2. Muhammad Egi Ginanjar 18010170

Dosen Pengampu : Lilik Sulastri, M. Farm

PROGRAM STUDI S1 FARMASI REGULER KHUSUS

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR

2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. 2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …..…………………………………………………….... 3


1.2 Tujuan ….…………………………………………………………… 4
BAB II DASAR TEORI

2.1 Tanaman ………………………………………………………………… 6

2.2 Metabolit Sekunder ….……………………………………………………. 11

BAB III METODE KERJA

3.1 Alat Dan Bahan ………………………………………………………. 24

3.2 Cara Kerja ………………………………………………………. 25

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan dan Pembahasan ……………………………………… 31

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………….. 39

5.2 Saran ……………………………………………………………………… 40

DAFTAR PUSTAKA ……….………………………………………………. 42

LAMPIRAN ……………………………………………………………… 43

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah antioksidan dan radikal bebas merupakan istilah yang cukup popular di
kalangan ahi gizi dan tenaga kesehatan professional lainnya. Dalam beberapa
tahun ini, istilah tersebut semakin sering digunakan dan mulai menyita perhatian
public, khususnya masyarakat yang memiliki kepedulian pada kesehatan dan gaya
hidup. Beberapa penelitian juga mengungkapkan peran dari stress oksidatif yang
disebabkan oleh radikal bebas dalam berbagai penyakit yang berbahaya, seperti
penyakit kanker, penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular, dan
penyakit degenerative. Penelitian-penelitian tersebut juga menyampaikan bahwa
antioksidan memiliki nilai terapetik pada penyakit-penyakit tersebut (barhe dan
Tchouya, 2014).
Teh merupakan minuman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat diseluruh
dunia termasuk Indonesia. Teh dibuat dari pucuk daun muda tanaman teh yaitu
Camellia sinesis (L.) O.K. berdasarkan proses pengolahannya, secara tradisional
produk teh dibagi menjadi 3 jenis yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam
(Tuminah,2004). Teh bermanfaat sebagai antioksidan yang dapat menetralisasi
radikal bebas karena mengandung senyawa polifenol yaitu katekin (Gramza et al.,
2005). Jenis-jenis katekin teh sangat ervariasi, dimana kandungan utamanya
adalah (-)-epigalokatekin gelat yang memiliki aktivitas penangkapan radikal
bebas paling baik dibandingkan jenis katekin lainnya (Nanjo et al., 1999).

3
Uji klinis acak konsumsi antioksidan termasuk beta karoten, vitamin E, vitamin C
dan selenium menunjukkan tidak ada pengaruh pada risiko kanker atau mengalami
peningkatan risiko kanker. Suplementasi dengan selenium atau vitamin E tidak
mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. Dengan contoh-contoh ini, stres
oksidatif dapat dianggap sebagai penyebab atau konsekuensi dari beberapa penyakit,
merangsang pengembangan obat senyawa antioksidan potensial untuk mengobati
penyakit. Antioksidan memiliki banyak kegunaan industri, seperti pengawet dalam
makanan dan kosmetik serta untuk mencegah degradasi karet dan bensin.

Daun teh hijau (Camellia sinensis) memiliki kemampuan sebagai antioksidan.


Penelitian ini bertujuan menentukan kapasitas antioksidan fraksi teraktif ekstrak daun
teh hijau menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) dan voltammetri
siklik. Ekstrak kasar metanol memiliki aktivitas antioksidan lebih besar dibandingkan
ekstrak aseton. Ekstrak metanol difraksionasi dengan kromatografi lapis tipis
preparatif (KLTp) menghasilkan 10 fraksi. Di antara 10 fraksi, fraksi 2 merupakan
fraksi teraktif antioksidan karena memilki persentase inhibisi terbesar dibandingkan
fraksi lain ketika diukur dengan metode DPPH, yaitu 74.78%. Begitu pun, metode
voltammetri siklik menunjukkan bahwa fraksi 2 memiliki kapasitas antioksidan
terbesar yang terlihat pada voltammogram daerah anode, yaitu 2.2710μA.s.
Berdasarkan uji fitokimia, fraksi teraktif mengandung senyawa flavonoid dan tanin.

4
1.2 Tujuan Praktikum

I.2.1 Tujuan praktikum uji antioksidan

 Mahasiswa mengetahui kadar oksidan dari ekstrak daun teh, air yakon, dan air
stevia dengan metode dpph dengan IC 50 pada kadar bahan baku standar yang
dinyatakan dengan persen (%b/b)

I.2.2 Tujuan praktikum Partisi-Farksinasi Ekstrak Kental Teh

 Untuk mengetahui metode partisi cair-cair dan pemisahan senyawa polar dan
non polar dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur
 Mempelajari metode partisi cair-cair pada sampel ekstrak kental daun teh
 Untuk memisahkan senyawa polar dan non polar dengan menggunakan
pelarut Etil Asetat dan n-heksan pada sampel ekstrak kentah daun the

I.2.3 Tujuan praktikum rotary evaporator

 Mahasiswa mengetahui cara penggunaan rotary evaporator

I.2.4 Tujuan praktikum Screning Fitokimia Ekstrak Daun Salam Kental

 Untuk mengethaui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung


dalam ekstrak daun salam

I.2.5 Tujuan praktikum Kromatografi Lapis Tipis

 Idetifikasi ada tidaknya ekstrak lain pada sampel


 Mempelajari dasar-dasar pemisahan secara KLT

I.2.6 Tujuan praktikum Kromatografi Kolom

 Mengetahui Teknik pemisahan kimia dengan cara kromatografi kolom


 Memisahkan pigmen dalam sampel ekstrak daun dengan kromatografi kolom

5
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tanaman
2.1.1 Daun Teh (Cammellia sinensis)

Menurut Kitab Herbal Nusantara teh yang memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Theales
Famili : Theacae
Genus : Cammellia
Species : Cammellia sinensis

Ilmu pengetahuan modern mendukung pengobatan tradisional yang mengklaim


untuk tindakan terapeutik teh hijau melalui in vitro, in vivo dan penelitian
berdasarkan seperti penelitian baru seperti pencegahan kanker dan pengobatan, dan
antimikroba terhadap Staphylococcus spp dan virus Helicobacter pylori (Ogle, 2009).

Sifat antibacterial the hijau efektif pada beberapa mikroba antara lain:
Helicobacter pylori (masalah pencernaan), Staphlococcus aureus, Oral streptococci
(karies gigi), Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis), Bacillus cereus (Keracunan
makanan), Escherichia coli (diare dan masalah ginjal), Legioella pneumophila
(pneumonia), Candida albicans (candidiasis), dan Chlamydia trachomatis (clamidia)
(Tran, 2013). Teh hijau menjadi lebih terkenal karena dapat sebagai obat dan
dikonsumsi dalam berbagai cara untuk mengambil manfaat dari the, seperti dalam
minuman, dalam produk makanan atau dalam kapsul terkonsentrasi (Tran, 2013).

6
Teh mengandung komponen volatile (mudah menguap) sebanyak 404 macam.
Komponen volatile tersebut berperan dalam memberikan cita rasa yang khas.
Kandungan kimia dau teh terdiri dari polifenol, kafein (3.5% dari berat kering),
teobromin (0.15-0.2%), Teophilin (0.02-0.04%), Asam organic (1.5%), lignin (6.5%),
asam amino bebas (1-5.5%), teanin (4%) (Gopal, 2015). Bahan-bahan kimia dalam
teh dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukna
fenol, substansi aromatic dan enzim. Substansi fenol dalam teh yang dominan adalah
ppolifenol (Soraya, 2007).

Flavonoid merupakan kandungan zat bioaktif ynag terdapat didalam teh,


flavonoid yang ditemukan pada teh terutama berupa flavanol dan flavonol. Katekin
merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol. Adapun katekin teh yang
utama adalah epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC),
dan epigallocatechin gallate (EGCG). Katekin sendiri memiliki sifat tidak berwarna,
larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat (Hartoyo, 2008).

Katekin berwarna putih, mempunyai titik didih 245oC, mempunyai titik leleh 104-
108oC. katekin sensitive terhadap oksigen, cahaya (dapat mengalami perubahan
warna apabila mengalami kontak langsung dengan udara terbuka), larut di air hangat,
dan stabil ddalam kondisi agak asam atau netral (pH optimum 4-8) (Syah,2006).

Kandungan Kimia dalam 100 gram teh

NO KOMPONEN JUMLAH

1. Kalori 17 kJ

2. Air 75 – 80%

3. Polifenol 25%

4. Karbohidrat 4%

7
5. Serat 27%

6. Pektin 6%

7. Kafein 2.5 – 4.5%

8. Protein 20%

Sumber : Syah, 2006

2.1.2 Daun Salam (Syzygium polyanthum)

Salam merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mudah tumbuh pada daerah tropis.
Salam banyak tumbuh di hutan dan dapat ditanam di pekarangan rumah. Salam merupakan
tumbuhan asli Indonesia yang telah ditetapkan sebagai salah satu tumbuhan obat yang
tergolong dalam klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Syzygium

Spesies : Syzygium polyanthum (Wight) Walp.

Bagian tanaman salam yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian daunnya. Daun
salam memiliki beberapa karakteristik seperti berdaun tunggal, pertulangan menyirip, letak
berhadapan, berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur, dan berwarna hijau. Daun
salam memiliki tangkai yang panjangnya 0.5-1 cm, panjang daun 5-15 cm dan lebar daun 3-8
cm. Daun salam mengandung senyawa aktif seperti minyak atsiri, tanin, flavonoid dan
eugenol yang berfungsi sebagai antioksidan dan antijamur. Kandungan gizi dalam 100 gram

8
daun salam diantaranya 400,00 energi, 57,00 zat besi dan 8214,00 vitamin A. Daun ini sering
dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu dapur serta dapat digunakan obat diare, diabetis,
gatal-gatal, gangguan pencernaan dan lemah lambung. Rebusan daun salam yang diminum
setiap hari, dipercaya dapat menurunkan kolesterol darah. Oleh Badan POM, daun salam
ditetapkan sebagai salah satu dari sembilan tanaman obat unggulan yang telah diteliti atau
diuji secara klinis untuk menanggulangi masalah kesehatan tertentu.

2.1.3 Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius)

Yakon atau smallanthus sonchifolius merupakan tananam asli dari Andes yang
masuk dalam famili Asteraceae. Yakon memiliki daun berwarna hijau tua dan tinggi
antara 1,5-3 m. Tanaman ini memiliki bunga berwarna kuning hingga orange.
Tanaman yakon memiliki umbi berwarna cokelat dengan daging umbi berwarna putih
kekuningan dan hampir mirip dengan singkong (Taylor, 2006).

9
Gambar 2. Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius)

Daun yakon memiliki kegunaan utama untuk mengobati diabetes dan gula darah
yang tinggi, sebagai antimikrobial pada ginjal dan mengobati infeksi saluran kemih,
obat kuat untuk masalah hati, dan sebagai antioksidan. Rebusan daun yakon
dilaporkan telah dapat menurunkan tingkat gula darah menjadi normal pada tikus
yang menderita diabetes (Taylor, 2006). Yakon mengandung bahan aktif yang
memiliki efek farmakologis. Daun dan batang tanaman yakon memiliki kandungan
protein yang cukup banyak dan senyawa fenolik seperti flavonoid, asam firulat, asam
klorogenik, dan kafein. Beberapa studi melaporkan bahwa teh yang dibuat dari daun
yakon dapat menurunkan glikemia daan meningkatkan konsentrasi insulin pada
plasma darah tikus yang menderita diabetes (Baroni et al., 2008). Berdasarkan
penilitian yang telah dilakukan sebelumnya, daun yakon basah memiliki kandungan
protein sebesar 2,87%, sedangkan daun yakon kering memiliki kandungan protein
sebesar 17,12% hingga 21,18%. Kandungan protein yang cukup tinggi dalam daun
yakon dapat dikaitkan dengan pemicu pengeluaran insulin oleh sel beta pankreas
yang dapat menurunkan kadar gula darah penderita diabetes (Lachman et al., 2003).

Daun yakon (Smallanthus sonchifolius) atau yang dikenal sebagai daun insulin
merupakan salah satu spesies tanaman yang secara efektif dapat menurunkan kadar
gula darah. Berdasarkan hasil penelitian Baroni et al. (2008), pemberian 400 mg/kg
BB/hari ekstrak daun yakon selama 14 hari dapat menurunkan hiperglikemia pada
tikus diabetes. Daun yakon dapat menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi
pelepasan insulin dari sel beta pankreas, sehingga ada perlawanan terhadap hormon
yang mampu meningkatkan laju pelepasan glukosa, meningkatkan jumlah dan
sensitivitas reseptor insulin, serta meningkatkan penyerapan glukosa oleh jaringan
dan organ. Manfaat dari daun yakon, diperoleh dari kandungan yang ada pada daun
yakon, seperti flavonoid, asam firulat, asam klorogenik, kafein, serta protein.
Pelepasan insulin di dalam tubuh dipicu oleh asam amino arginin, alanin, asparagin,
fenilalanin, glisin, leusin (Floyd et al., 1966).

10
Daun yakon memiliki manfaat yang baik bagi penderita penyakit diabetes. Salah
satu kelemahan daun yakon adalah rasanya yang pahit, menjadikannya kurang
diminati oleh konsumen. Pengaplikasian daun yakon dalam produk pangan belum
banyak dilakukan, masih sekedar dimanfaatkan sebagai teh atau diambil ekstraknya
(Baroni et al., 2008).

2.2 Metabolit Sekunder


1. Golongan Fenol
Golongan fenol yang terdapat dalam daun teh adalah:
a. Katekin
Katekin adalah senyawa metabolit yang secara alami dihasilkan oleh
tumbuhan dan termasuk dalam golongan flavonoid. Senyawa ini memiliki
aktivitas antioksidan berkat gugus fenol yang dimilikinya. Struktur molekul
katekin memiliki dua gugus fenol (cincin A dan B) dan satu gugus
dihidropiran (cincin C), dikarenakan memiliki lebih dari satu gugus fenol,
maka senyawa katekin sering di sebut senyawa polifenol.
Katekin pada daun teh merupakan senyawa yang sangat kompleks,
tersusun sebagai komponen senyawa katekin (C),epikatekin (EC), epikatekin
galat (ECG), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin galat (EGCG), dan
galokatekin (GC). Kandungan total katekin pada daun the segar berkisar 13.5
– 31% dari seluruh berat kering daun dan kandungan katekin C. sinensis
varietas assamica selalu lebih besar daripada C. sinensis varietas sinensis.
Senyawa katekin merupakan senyawa yang paling penting pada daun teh,
yang berfungsi sebagai antioksidan yang menyehatkan tubuh. Hasil penelitian
University of Kansas (2007) yang dipresentasikan di American Chemical
Society, menyatakna bahwa katekin dalam the hijau berkemampuan 100 kali
lebih efektif untuk menetralisir radikal bebas dari pada vitamin C dan 25 kali
lebih ampuh dari vitamin E.

11
Selain itu senyawa katekin juga berperan dalam menentukan sifat produk
teh seperti rasa, warna dan aroma. Senyawa katekin dalam reaksinya dengan
kafein, protein, peptide, ion tembaga dan siklodekstrin membentuk beberapa
senyawa kompleks yang sangat berhubungan dengan rasa dan aroma. Katekin
menentukan warna seduhan terutama pada the hitam, pada proses oksidasi
enzimatis (fermentasi) sebaian katekin terurai menjadi senyawa theaflavin
yang berperan memberi warna kuning dan senyawa thearubigin yang berperan
memberi warna merah kecoklatan.
Penurunan kandungan katekin tertinggi terjadi pada pengolahan the hitam.
Penurunan kandungan katekin yang tinggi pada pengolahan teh hitam
merupakan keharusan, mengingat katekin sengaja diubah menjadi theaflavin
dan thearubigin untuk menghasilkan cita rasa yang khas.
b. Flavanol

Struktur olekul senyawa flavanol hamper sama dengan katekin tetapi


berbeda pada tingkatan oksidasi dari inti difenilpropan primernya. Flavanol
merupakan satu diantara sekian banyak antioksidan alami yang terdapat dalam
tanaman pangan dan mempunyai kemampuan mengikat logam. Senyawa
falvanol dalam teh kurang disebut sebagai penentu kualitas, tetapi diketahui
mempunyai aktivitas yang dapat menguatkan dinding pembuluh darah kapiler
dan memacu pengumpulan vitamin C. Flavanol pada daun teh meliputi
senyawa kaemferol, kuarsetin dan mirisetin dengan kandungan 3-4% dari
berat kering.

12
2. Golongan Bukan Fenol
a. Alkaloid
Sifat menyegarkan seduhan teh berasal dari senyawa alkaloid yang
dikandungnya, dengan kisaran 3 – 4% dari berat kering daun. Alkaloid utama
dalam daun teh adalah senyawa kafein, theobromin dan theofilin. Senyawa
kafein dipandang sebagai bahan yang menentukan kualitas teh, selama
penolahan teh, kafein tidak mengalami penguraian, tetapi kafein akan bereaksi
dengan katekin membentuk senyawa yang menentukan nilai kesegaran
(briskness)dari seduhan teh.
b. Protein dan asam – asam amino
Kandungan protein dalam daunt eh dirasakan sangat besar peranannya
dalam proses pembentukan aroma pada teh terutama pada teh hitam.
Perubahan utama selama proses pelayuan adalah penguraian protein menjadi
asam-asam amino, asam amino bersama karbohidrat dan katekin akan
membentuk sebyawa aromatis asam amino, yang berupa senyawa karbohidrat,
alcohol, aldehid, keton, dan ester. Asam amino yang banyak berperan dalam
pembentukan senyawa aromatis adalah alanine, fenil alanine, valn, leusin, dan
isoleusin. Adapun kandungan protein dan asam amino bebas pada daun teh
adalah berkisar antara 1.4 – 5% dari berat kering daun, dimana kandunan
asam amino bebas pada C. sinensis varietas sinensis lebih tinggi daripada C.
sinensis varietas assamica, sehingga seduhan C. sinensis varietas sinensin
memiliki aroma yang lebih baik.
Kandungan asam amino bebas pada daun teh sebanyak 50% didominasi
oleh asam amino L-theanin, sisanya berupa asam glutamate, asam aspartate
dan arginine. L-theanin merupakan asam amino yang sangat khas karena
hanya ditemukan di dalam daun teh dan beberapa jenis jamur serta beberapa
spesies Camellia yaitu C. javonica dan C. sasanqua. Asam amino L-theamin
telah terbukti mendorong terbentuknya gelombang α di dalam otak yang dapat

13
memberikan rasa tenang. Oleh karena itu, meminum teh setelah pulang kerja,
saat menerima tamu, bercengkrama dengan keluarga atau tea break saat
seminar maupun rapat merupakan kebiasaan yang baik karena aktivitas L-
theanin dapat menurunkan ketegangan dan memberikan perasaan rileks.

2.3 Metode Pemisahan


2.3.1 Partisi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut didalam 2 macam
zat  pelarut yang tidak saling bercampur atau dengan kata lain perbandingan
konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik, dan pelarut air. Hal tersebut
memungkinkan karena adanya  sifat senyawa yang dapat terlarut dalam air
dan adapula senyawa yang dapat larut dalam  pelarut organik.
Corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan dalam
ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu
campuran antara dua fase pelarut dengan densitas yang berbeda yang tak
tercampur.
Corong pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola,
mempunyai penyumbat di atasnya dan di bawahnya. Corong pemisah yang
digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya
terbuat dari kaca ataupun teflon. Ukuran corong pemisah bervariasi antara 50
ml sampai 3 L. Dalam skala industri, corong pemisah bisa berukuran sangat
besar dan dipasang sentrifuge.
Untuk memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan
kedalam corong dari atas dengan corong keran ditutup. Corong ini kemudian
ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur.
Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap
yang berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua
fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase
larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong.

14
Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa
organiklipofilik seperti eter, MTBE, diklorometana, kloroforom, ataupun etil
asetat. Kebanyakan pelarut organik berada di atas fase air kecuali pelarut yang
memiliki atom dari unsur halogen. Pemisahan ini didasarkan pada tiap bobot
dari fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada pada bagian dasar sementara
fraksi yang lebih ringan akan berada di atas. Tujuannya untuk memisahkan
golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain. Senyawa
yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar akan
masuk ke pelarut non polar.
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia
diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana sebagian
komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua.
Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai
terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase zat cair.
Komponen kimia akan terpisah ke dalam dua fasa  tersebut sesuai dengan
tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
Prinsip kerja partisi cair – cair  dilakukan dengan cara pemisahan
komponen kimia diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Dimana
sebagian komponen larut pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase
kedua. Lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan
didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan.
Yakni fase cair dan komponen kimi yang terpisah.

2.3.2 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorbsi dan adsorben


bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum
digunakan adalah silica gel (asam silikat), alumina (aluminium oxyde),
kieselghur (diatomeus earth) dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben

15
tersebut, yang paling banyak dipakai adalah silica gel karena mempunyai daya
pemisahan yang baik (adnan, 1997).

Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan


kromatografi kertas adalah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih
sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih
cepat (adnan, 1997). Penampakan noda pada sinar UV 254 nm dan 366 nm
disebabkan karena adanya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor
yang terikat oleh ausokrom yang terdapat pada noda tersebut. Gugus kromofor
adalah gugus atom yang dapat menyerap radiasi elektromagnetik (sinar UV)
dan mempunyai ikatan rangkap tak jenuh (terkonyugasi). Sedangkan gugus
terkonyugasi adalah struktur molekul dengan ikatan rangkap tak jenuh lebih
dari satu yang berada berselang-seling dengan ikatan tunggal. Flouresensi
warna yang tampak tersebut merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar
ke tingkat energi tinggi. Perbedaan energi emisi yang dipancarkan pada saat
kembali ke energi dasar inilah yang menyebabkan perbedaan flouresensi
warna yang dihasilkan oleh tiap noda (Mufidah, 2001).

Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana


dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap
saat secara cepat (Ibnu, 2007). Beberapa keuntungan dari kromatografi planar
ini (Ibnu, 2007) :

- Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.


- Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi
warna, fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
- Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun
(descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.

16
Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak. Fase diam yang unmum
diguankan adalah silica gel, baik yang normal fase maupun reversed fase.
Pada KLT komponen bergerak degan kecepatan yang berbeda-beda mengkuti
naiknya eluen, katrena daya serap adsorben pada komponen-komponen tidak
sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan berbeda dan hal inilah
yang merupakan atau menyebabkan terjadinya pemisahan. Perbandingan
kecepatan permukaan dari pelarut dengan jarak yang ditempuh oleh ssebyawa
terlarut merupakan dasar untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang
terdapaat dalam ekstrak atau campuran senyawa tersebut (Sudjadi, 1986)
Perbandingan kecepatan ini disingkat dengan Rf (Rate of Flow). Rf = Jarak
yang ditempuh senyawa terlaru Jarak yang ditempuh oleh pelarut

2.3.3 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom


sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat
tersebut berupa pipa gelas yang dilengkapi suatu kran dibagian bawah kolom
untuk mengendalikan aliran zat cair, ukuran kolom tergantung dari banyaknya
zat yang akan dipindahkan. Secara umum perbandingan panjang dan diameter
kolom sekitar 8:1 sedangkan daya penyerapnya adlah 25-30 kali berat bahan
yang akan dipisahkan. Teknik banyak digunakan dalam pemisahan senyawa-
senyawa organic dan konstituen-konstituen yang sukar menguap sedangkan
untuk pemisahan jenis logan-logam atau senyawa anorganik jarang dipakai
(Yazid, 2005, hal: 98).

Dalam proses kromatografi selalu terdapat salah satu kecenderungan


molekul-molekul komponen untuk melarut dalam cairan, melekat pada
permukaan padatan halus, bereaksi secara kimia dan terekslusi pada pori-pori

17
fasa diam. Komponen yang dipisahkan harus larut dalam fasa gerak dan harus
mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan fasa diam dengan cara
melarut di dalamnya, teradsorpsi atau bereaksi secara kimia. Pemisahan
terjadi berdasarkan perbedaan migrasi zat-zat yang menyusun suatu sampel.
Hasil pemisahan dapat digunakan untuk keperluan analisis kualitatif, analisis
kuantitatif dan pemurnian suatu senyawa. Dalam beberapa hal metode
pemisahan kromatografi mempunyai kemiripan dengan metode pemisahan
ekstraksi. Kedua metode ini sama-sama menggunakan dua fasa, dimana fasa
satu bergerak terhadap fasa lainnya, kesetimbangan solut selalu terjadi di
antara kedua fasa ( Alimin dkk, 2007, hal: 74-75).

Pemisahan kromatografi kolom adsorpsi didasarkan pada adsorpsi


komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda-beda terhadap
permukaan fase diam. Kromatografi kolom terabsorpsi termasuk pada cara
pemisahan cair padat, substrat padat bertindak sebagai fasa diam yang
sifafnya tidak larut dalam fasa cair, fasa bergeraknya adalah cairan atau
pelarut yang mengalir membawa komponen campuran sepanjang kolom.
Pemisahan bergantung pada kesetimbangan yang terbentuk pada bidang antar
muka diantara butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan
relatif komponen pada fasa bergeraknya. Antara molekul-molekul komponen
dan pelarut terjadi kompetisi untuk teradsorpsi pada permukaan adsorben
sehingga menimbulkan proses dinamis. Keduanya secara bergantian tertahan
beberapa saat di permukaan adsorben dan masuk kembali pada fasa bergerak
(Yazid, 2005, hal: 100).

Pada saat teradsorpsi komponen dipaksa untuk berpindah oleh aliran fasa
bergerak yang ditambahkan secara kontinu, akibatnya hanya komponen yang
mempunyai afinitas lebih besar terhadap adsorben akan secara selektif
tertahan. Komponen afinitas paling kecil akan bergerak lebih cepat mengikuti
aliran pelarut. Pada kromatografi adsorpsi, besarnya koefisien distribusi sama

18
dengan konsentrasi zat terlarut pada fasa teradsorpsi dibagi konsentrasinya
pada fasa larutan. Ketergantungan jumlah zat terlarut yang teradsorpsi
terhadap konsentrasi zat terlarut dalam larutan dinyatakan dengan isoterm
adsorpsi Langmuir (Yazid, 2005, hal: 100).

Metode pemisahan kromatografi kolom ini memerlukan bahan kimia yang


cukup banyak sebagai fasa diam dan fasa bergerak bergantung pada ukuran
kolom gelas. Untuk melakukan pemisahan campuran dengan metode
kromatografi kolom diperlukan waktu yangcukup lama, bias berjam-jam
hanya untuk memisahkan satu campuran. Selain itu, hasil pemisahan kurang
jelas artinya kadang-kadang sukar mendapatkan pemisahan secara sempurna
karena pita komponen yang satu bertumpang tindih dengan komponen
lainnya. Masalah waktu yang lama disebabkan laju alir fasa gerak hanya
dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, ukuran diameter partikel yang cukup
besar membuat luas permukaan fasa diam relative kecil sehingga tempat
untuk berinteraksi antara komponen-komponen dengan fasa diam menjadi
terbatas. Apabila ukuran diameter partikel diperkecil supaya luas permukaan
fasa diam bertambah menyebabkan semakin lambatnya aliran fasa gerak atau
fasa gerak tidak mengalir sama sekali. Selain itu fasa diam yang sudah
terpakai tidak dapat digunakan lagi untuk pemisahan campuran yang lain
karena sukar meregenerasi fasa diam (Hendayana, 2006, hal: 2-3).

Untuk memisahkan campuran, kolom yang telah dipilih sesuai campuran


diisi dengan bahan penyerap seperti alumina dalam keadaan kering atau
dibuat seperti bubur dengan pelarut. Pengisian dilakukan dengan bantuan
batang pengaduk untuk memanfaatkan adsorben dan gelas wool pada dasar
kolom. Pengisian harus dilakukan secara hat-hati dan sepadat mungkin agar
rata sehingga terhindar dari gelembung-gelembung udara, untuk membantu
homogenitas biasanya kolom setelah diisi divibrasi diketok-ketok. Sejumlah
cuplikan yang dilarutkan dalam sedikit pelarut, dituangkan melalui sebelah

19
atas kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam adsorben. Komponen-komponen
dalam campuran diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penyerap
berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut
secara terus-menerus, masing-masing komponen akan bergerak turun melalui
kolom dan pada bagian atas kolom akan terjadi kesetimbangan baru antara
bahan penyerap, komponen campuran dan eluen. Kesetimbangan dikatakan
tetap apabila suatu komponen yang satu dengan yang lainnya bergerak ke
bagian bawah kolom dengan waktu atau kecepatan berbeda-beda sehingga
terjadi pemisahan (Yazid, 2005, hal: 200-2001).

2.4 Aktivitas Antioksidan

Antioksidan adalah salah satu komponen makanan yang bermanfaat bagi


kesehatan. Penggunaan antioksidan dalam industri pengolahan pangan merupakan
usaha untuk menghambat oksidasi lemak/minyak sehingga bahan makanan lebih
tahan lama untuk disimpan (Sudjatini, 1998). Antioksidan adalah suatu senyawa
yang pada konsentrasi rendah secara signifikan dapat menghambat atau mencegah
oksidasi substrat dalam reaksi rantai (Halliwell et al., 2004). Antioksidan dapat
melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul tidak stabil yang
dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan dapat mendonorkan elektronnya
kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat menstabilkan radikal bebas dan
menghentikan reaksi berantai. Contoh antioksidan antara lain β karoten, likopen,
vitamin C, vitamin E.

Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan.


Flavonoid memiliki kemampuan untuk meredam molekul tidak stabil yang
disebut radikal bebas. Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar yang
senyawa terdiri dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan diberbagai macam
tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan gula bersenyawa pada satu atau
lebih grup hidroksil fenolik (Sirait, 2007). Flavonoid merupakan golongan

20
metabolit sekunder yang disintesis dari asam piruvat melalui metabolisme asam
amino. Flavonoid adalah senyawa fenol, sehingga warnanya berubah bila
ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu antosianin,
proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron,
flavanon, dan isoflavon (Harborne, 1987).

Klasifikasi antioksidan berdasarkan sumbernya dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Antioksidan alami
Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diperoleh dari bahan
alam. Senyawa antioksidan yang termasuk ke dalam antioksidan alami
antara lain ialah vitamin A, karotenoid, vitamin C, antosianin, isoflavon,
selenium, dan tokoferol. Menurut Winarti (2010), isoflavon merupakan
salah satu golongan flavonoid yang dapat membantu mengurangi resiko
penyakit jantung koroner, prostat dan kanker. Tokoferol yang disebut juga
dengan vitamin E, merupakan antioksidan alami yang paling banyak
ditemukan dalam minyak nabati dan terdapat dalam bentuk α, β, γ dan σ
tokoferol. Tokoferol mempunyai banyak ikatan rangkap sehingga akan
melindungi lemak dari proses oksidasi (Winarno, 1984). Tokoferol
bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai sebagai akibat kemampuannya
memindahkan hidrogen fenolik ke radikal peroksil. Radikal fenoksi yang
terbentuk merupakan resonant-stabilized dan relatif tidak bereaksi kecuali
dengan radikal peroksil lain.
Karakteristik antioksidan yang berasal dari bahan pangan dilihat dari
kandungan polifenol. Senyawa fenolik adalah senyawa yang berperan
terhadap antioksidan alami (Markham, 1988). Senyawa antioksidan alami
polifenol adalah multifungsional, dapat berfungsi sebagai pereduksi atau
donor elektron, penangkap radikal bebas, pengkelat logam, dan peredam
terbentuknya singlet oksigen. Antioksidan alami lainnya yaitu antosianin
yang merupakan pigmen pemberi warna merah keunguan pada sayuran,

21
buah-buahan dan tanaman bunga yang merupakan senyawa flavonoid
yang bisa melindungi sel dari sinar ultraviolet. Antosianin pada tanaman
hadir bersamaan dengan pigmen alami seperti flavonoid, karotenoid,
anthaxanthin, dan betasianin (Astawan et al., 2008).

2. Antioksidan Sintetik
Winarno (1984), mengatakan bahwa antioksidan sintetik yang sering
digunakan adalah Butylated hydroxyanisole (BHA), Butylated
hidroxytoluene (BHT), Propylgalate (PG), Tert-Butyl Hydroquinone
(TBHQ) dan Nordihydroquaretic Acid (NDGA). Antioksidan sintetik
tersebut biasa ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan dengan
tujuan untuk mencegah ketengikan. BHA biasanya digunakan sebagai
antioksidan dalam bahan pangan. BHA ini sangat mudah mengalami
degradasi oleh panas dan irradiasi oleh sinar UV. BHT biasanya
ditambahkan pada bahan pangan dengan tujuan mencegah terjadinya
proses autooksidasi. BHT ini merupakan salah satu antioksidan
monofenolik. Sedangkan Tert-Butyl Hydroquinone (TBHQ) merupakan
antioksidan difenolik yang biasa ditambahkan pada makanan.

Klasifikasi antioksidan berdasarkan fungsinya dibagi menjadi 3 yaitu:


1. Antioksidan Primer
Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat
menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang
melepaskan hidrogen. Antioksidan primer dapat berasal dari alam atau
sintetis. Contoh antioksidan primer adalah Butylated hidroxytoluene
(BHT) (Winarsi, 2007). Reaksi antioksidan primer terjadi pemutusan
rantai radikal bebas yang sangat reaktif, kemudian diubah menjadi
senyawa stabil atau tidak reaktif. Antioksidan ini dapat berperan sebagai
donor hidrogen atau CB-D (Chain breaking donor) dan dapat berperan

22
sebagai akseptor elektron atau CB-A (Chain breaking acceptor) (Triyem,
2010).
2. Antioksidan Sekunder
Antioksiden sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau non
enzimatis. Antioksidan ini menghambat pembentukan senyawa oksigen
reatif dengan cara pengelatan metal, atau dirusak pembentukannya.
Prinsip kerja sistem antioksidan non enzimatis yaitu dengan cara
memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan
menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi
dengan komponen seluler. Antioksidan sekunder di antaranya adalah
vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam lipoat, asam urat,
bilirubin, melatonin dan sebagainya.
3. Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi system enzim DNA-Repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA
yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya Single dan
Double strand baik gugus non-basa maupun basa.

23
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan selama bulan Januari 2021 bertempat di


Laboratorium STTIF Parung Aleng, Bogor

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fitokimia ini adalah beaker


glass 500 ml, corong pisah, s patel, batang pengaduk, statif, gelas ukur 100 ml,
corong, tabung reaksi, rak tabung reaksi, kaki tiga, bunsen spirtus, kawat kasa,
chamber KLT, sprayer sesium sulfat, mikropipet & Fintips refill 1000uL pipa
kapiler, gelas piala, labu ukur 100 ml, pipet volume, bulp, kaca arloji, kapas,
alumunium foil, spektrometer uv-vis, oven.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ekstrak


kental teh, aquadest, etanol, n-heksan, etil asetat, ekstrak daun salam, aquadest,
kloroform, H2SO4 2N, ammonia, reagen Mayer , reagen wagner, logam Mg, HCl
pekat, FeCl3 10 %, Asam Asetat Anhidrat ( C4H6O3), H2SO4 Pekat, FeCl3, NaOH 1N,
diklorometana, methanol, plat KLT, ekstrak teh dengan air, ekstrak teh
dengan etanol, ekstrak salam dengan air, ekstrak salam dengan etanol, ekstrak
daun teh etil asetat, dimethyl sulfoxide, DPPH, menthol, ekstrak air yakon, air
teh, air stevia.

24
3.3 Metode Kerja
3.3.1 Partisi cair – cair

Dalam Partisi cair-cair seharusnya dilarutkan ekstrak kental teh dengan air
300 ml, akan tetapi ekstrak tidak dapat terlarut dengan baik maka pelarut air
diganti dengan ethanol sebanyak 134 ml lalu dimasukkan kedalam corong
pisah kemudian ditambahkan n-heksan sebanyak 100 ml kedalam corong
pisah dan campuran di gojok selama 10 menit lalu dibiarkan selama 3 menit
hingga membentuk 2 lapisan yaitu fraksi air dan fraksi n-heksan, kemudian
pisahkan di beaker glass. Penambahan n-heksan dan penggojokan diulang
sebanyak 3x. Fraksi air kemudian ditambah etil asetat sebanyak 100 ml, dan
campuran kemudian di gojog selama 10 menit lalu di biarkan selama 3 menit
hingga membentuk 2 lapisan, kemudian pisahkan di beaker glass.
Penambahan etil asetat dan penggojokan diulang sebnayak 3x. Maka di dapat
3 fraksi yaitu Fraksi Air, Fraksi n-heksan dan fraksi etil setat. Terakhir
masing-masing fraksi di uapkan. Fraksi air di uapkan di waterbath, sedangkan
fraksi n-heksan dan fraksi etil astat dibiarkan menguap sendirinya.

3.3.2 Uji Fitokimia

Uji fitokimia yang dilakukan pada daun salam meliputi identifikasi alkaloid,
flavanoid, saponin, steroid, quinin, fenol, terpenoid dan tanin secara kualitatif.

1. Uji Alkaloid
Pengujian ini dilakukan dengan memasukan sampel ekstrak daun salam kental
kedalam tabung reaksi.Lalu ditambahkan 5 ml kloroform, 5 ml amoniak, 1 ml
H2SO4 2N lalu kocok. Setelah dikocok pindahkan sampel pada 3 tabung reaksi
sama banyak . Sampel tabung pertama di tambahkan reagen mayer, tabung reaksi

25
ke dua ditambahkan reagen wagner , tabung reaksi ke tiga di tambahkan reagen
dragondrof.

2. Uji Flavonoid
Pengujian Flavonoid dilakukan dengan memasukan sampel ekstrak daun salam
kental kedalam tabung reaksi. Lalu ditambahkan sedikit logam Mg dan 2 tetes
HCl pekat dari sisi tabung serta dikocok perlahan-lahan, apabila terbentuk
warna merah atau jingga yang menunjukan adanya flavonoid.

3. Uji Fenolik
Pengujian fenolik dengan memasukan sampel ekstrak daun salam kental ke
dalam tabung reaksi kemudian diambahkan 1 ml pereaksi besi (III) klorid 10 %.

4. Uji Saponin
Pengujian saponin dilakukan dengan memasukan sampel ekstrak daun salam
kental kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahakan 10 ml aquadest dan
dipanaskan selama 10 menit, apabila terdapat buih yang tidak hilang selama 30
detik maka terdapat kandungan saponin.

5. Uji Terpenoid dan Steroid


Pengujian terpenoid dan steroid dilaukan dengan mem asukan sampel
ekstrak daun salam kental ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 ml
asam asetat anhidrat dan 1 ml asam sulfat pekat.

6. Uji Tanin
Pengujian tannin dilakukan dengan memasukan sampel ekstrak daun salam
kental ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml aquadest, lalu
dipanaskan selama 10 menit setelah itu tambahkan FeCl 3.

7. Uji Quinon

26
Pengujian quinon dilakukan dengan memasukan sampel ekstrak daun salam
kental ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 10 ml aquadest , lalu dipanaskan
selama 10 menit kemudian ditambahkan NaOH.
3.3.3 Kromatografi Lapis Tipis
Pada metode kromatografi lapis tipis dilakukan dengan menyiapkan
plat KLT yang telah ditandai dengan garis bawah 1,5 cm dan garis atas 1 cm
dengan pensil. Kemudian dibuat fase gerak dengan perbandingan
Diklorometan : methanol (10:1, 5:1, 2:1), Hexan : Etil asetat (2:1, 1:1),
Kloroforfm : Metanol : air (6:4:1), Metanol : Air (5:1) sebanyak 5 mL dan
masukkan dalam chamber lalu tunggu hingga 15 menit untuk bisa digunakan.
Setelah itu, totol sampel dengan bantuan pipa kapiler dan biarkan mengering.
Mulai proses KLT dengan meletakkan plat berisi sampel pada chamber lalu
tutup, amati pergerakan kemudian hentikan proses pada saat fase gerak
mencapai garis atas. Tunggu hingga plat tetes kering, lalu lakukan proses UV
dan juga penyemprotan dengan sesium sulfat. Berikut ilustrasi proses KLT

3.3.4 Kromatografi Kolom


1. Pembuatan powder silica dan esktrak yacon
Ditimbang esktrak yacon sebanyak 1 gr, masukkan kedalam lumpang.
Ditambahkan 1 sdm silica gel kedalam lumpang, gerus hingga terbentuk
powder homogen
2. Pembuatan eluen
Membuat 2 eluen dengan menggunakan heksan : etil asetat dengan
perbandingan heksan 200 ml : etil asetat 40 ml (5:1) dan heksan 200 ml :

27
etil asetat 100 ml (2:1). Hasil eluen tersebut masing-masing dimasukkan
kedalam erlenmeyer, tutup dengan menggunakan alumunium foil dan
kocok sebentar agar homogen.
3. Pembuatan bubur silica gel dan proses kromatografi kolom
Disiapkan dan timbang silica gel sebanyak 10 gr, masukan kedalam
beaker glass, kemudian tambahkan eluen 5:1 yang tadi dibuat kedalam
beaker glass tersebut. Siapkan statif dan kolom dan masukkan kapas
secukupnya kedalam kolom tersebut dengan menggunakan batang
pengaduk sampai dasar kolom, lalu masukan bubur silica kedalam kolom,
biarkan mengalir dan diamkan sampai tersisa endapan bubur silica gel
yang memadat. Siapkan dan susun vial dan beri label nomor urut. Setelah
bubur silica memadat, masukan powder ekstrak yakon secukupnya dan
sisa eluen 5:1. Jadi didapatkan urutan kolom : kapas – fase diam – ekstrak
yakon – fase gerak – cadangan fase gerak
Biarkan eluat terus mengalir dan tampung dengan menggunakan vial
yang disusun berdasarkan nomor urut sampai eluat berwarna bening.
Ketika eluat yang ditampung sudah bening, masukkan eluen 2:1 kedalam
kolom dibiarkan mengalir dan tampung dengan vial sampai eluat tidak
berwarna. Simpan semua vial yang telah terisi eluat.
Pipet heksan 5ml dengan mikropipet dan masukan kedalam beaker.
Tambahkan etil asetat sebanyak 1 ml, aduk kemudian dari campuran
tersebut dipipet sebanyak 5 ml dan masukan kedalam chamber. Siapkan
plat KLT dan totolkan eluat sebanyak 6 kali pada plat klt tersebut
kemudian masukan plat klt yang sudah ditotolkan kedalam chamber tadi,
ditutup dan dibiarkan cairan eluen naik hingga tanda batas, lalu keluarkan
setelah itu plat klt tersebut dicek dengan menggunakan lampu UV 254 nm.

28
3.3.5 Uji Antioksidan
A. Uji Antioksidan I
1. PEMBUATAN LARUTAN INDUK SAMPEL

Pembuatan larutan induk sampel 1.000 ppm dengan melarutkan .1 gram


ekstrak daun teh etil asetat pada labu ukur 100 mL. Ekstrak daun teh
tersebut ditimbang menggunakan kaca arloji, setelah ditimbang dilarutkan
dengan dimethyl sulfoxide hingga larut, lalu tuangkan kedalam beaker
glass tambah aquadest 50mL aduk ad larut homogeny, lalu tuangkan
kedalam labu ukur tambah aquadest ad batas 100 mL setelah itu dibuat
deret konsentrasi 10, 20, 40, 80, 160 dan 320 ppm.

2. PEMBUATAN LARUTAN UJI ANTIOKSIDAN

Pada deret konsentrasi masing-masing dipipet sebanyak 2 ml ke tabung


reaksi berbeda, ditambah 4ml methanol dan 2 ml DPPH, setelah itu tabung
reaksi di lapisi alumunium foil dan ditutup dengan kapasi, lalu simpan di
tempat gelap selama 30 menit.

3. PENENTUAN PANJANG GELOMBANG SERAPAN MAKSIMUM


DPPH

Setelah 30 menit, kemudian diukur serapan larutan dengan menggunakan


spektrofotometri UV-vis pada panjang gelombang 400-800 nm. Panjang
gelombang yang memiliki absorbansi tertinggi digunakan sebagai panjang
gelombang optimum untuk pengukuran sampel. Pengukuran diawali
dengan larutan blanko yaitu methanol, lalu larutan deret, dan terakhir
larutan control (campuran dari 1ml DPPH dan 3 ml methanol).

29
B. Uji Antioksidan II
Siap kan masing masing sampel air yakon, air stevia timbang sampel
sebanyak 100 mg dan larutkan masing-masing sampel dengan air sampai
dengan homogen. Setelah homogen siapkan labu ukur 100 ml sebanyak 3
buah untuk masing-masing sampel. Lalu larutkan sampel yang sudah
homogen kedalam labu dengan aquadest ad 100 ml masing masing diberi
label sesuai nama sampel. (100 mg dalam 100 ml air sama dengan 1000
ppm). Kemudian Siapkan masing masing 6 labu ukur ukur 100ml lalu buat
deret konsentrasi 5 ppm = 0,5 ml, 10 ppm = 1ml, 20 ppm =2ml, 40 ppm
=4ml, 80 ppm, 160 ppm= 8ml ad 100 ml air. Lalukan yang sama pada
masing masing sampel.
Selanjutnya membuat dpph dengan menimbang dpph sebanyak 10 mg
dalam air 100 ml labu ukur yang sudah ditutup rapat dengan alumuniun
foil. Siapkan tabung reaksi sebanyak 7 buah tabung reaksi, lalu bungkus
rapat tabung reaksi dengan alumunium foil dan kapas yang sudah dilapisi
alumunium foil untuk penutup mulut dari tabung reaksi. Lalu kan hal yang
sama untuk 3 sampel tersebut. Masing masing beri label tabung 1 untuk
kontrol minus, tabung 2 untuk 5 ppm, tabung 3 untuk 10 ppm, tabung 4
untuk 20 ppm, tabung 5 untuk 40 ppm, tabung 6 untuk 80 ppm, dan
tabung 7 untuk 160 ppm. Lalukan hal yang sama untuk masing-masing 3
sampel tersebut. Masukan 2 ml dpph + 2 ml etanol + 2ml ekstrak yang
sudah di encerkan di labu ukur . Masukan kedalam tabung reaksi sesuai
dengan label sampel yang sudah disiapkan, dan untuk cairan control minus
masukan 2 ml dpph + 6 ml methanol. Setelah sudah semua dimasukan
pada tabung reaksi , dan sudah dipastikan tabung reaksi tertutup rapat.
Masukan tabung reaksi tersebut kedalam inkubator selama 30 menit
dengan suhu 370 C diruang gelap. Siapkan spektro UV-Vis dan lakukan

30
pengukuran serapan larutan. Lalukan hal yang sama pada masing masing
sampel.

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia atau penapisan fitokimia adalah pemeriksaan


kandungan kimia secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa
yang terkandung dalam suatu tumbuhan. Skrining fitokimia merupakan
metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengungkapkan
keberadaan senyawa - senyawa metabolit sekunder dari tumbuh-tumbuhan
(Harborne, 1987). Hasil skrining fitokimia ekstrak daun salam dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.

No Pemeriksaan Hasil

1 Alkaloid +
2 Flavonoid -
3 Fenol +
4 Saponin +
5 Triterpenoid -
6 Steroid +
7 Tannin +
8 Quinin +

Ket : (+) mengandung golongan senyawa, (-) tidak mengandung golongan senyawa

Dari hasil uji skrining fitokimia pada tabel diatas, menunjukan bahwa ekstrak
daun salam mengandung senyawa alkaloid, saponin, fenol, steroid, quinin dan tanin.

31
Hasil ini tidak sesuai dengan literatur karena daun salam seharusnya mengandung
flavonoid yang memiliki manfaat sebagai antioksidan.

4.2 Partisi Cair-Cair


Larutan ekstrak kental teh yang ditambahkan n-heksan terdapat 2 lapisan yaitu
fraksi air dan fraksi n-heksan pada setiap penggojokan. Larutan fraksi air + etil asetat
terdapat 2 lapisan yaitu fraksi air dan fraksi etil asetat, namun pemisahan ini hanya
terjadi pada penggojokan pertama saja, penggojokan kedua dan ketiga tidak
menunjukkan adanya pemisahan yang berarti seluruh larutan terakhir merupakan
bagian dari fraksi air. Larutan ekstrak kental teh yang berupa fraksi air yang
didapatkan setelah pemisahan fraksi heksan dan fraksi etil asetat.

4.3 Kromatografi Lapis Tipis


Hasil praktikum identifikasi golongan komponen kimia dengan menggunakan
metode kromatografi lapis tipis di peroleh hasil sebagai berikut :

Tujuan dilakukan pengamatan KLT yakni untuk mengetahuai cara


mengidentifikasi noda dengan menggunakan metode KLT. Penggunaan KLT
memiliki beberapa keuntungan, yaitu pemisahan dapat dilakukan dengan cepat, zat-
zat yang bersifat asam atau basa kuat dapat digunakan, analisis dapat dilakukan lebih
sensitif dengan alat sederhana sehingga penggunaannya mudah. Selain itu, metode ini

32
sederhana, cepat dalam pemisahan, sensitif, dan mudah untuk memperoleh kembali
senyawa-senyawa yang terpisahkan.
Ekstrak yang digunakan pada praktikum ini yaitu ekstrak teh dengan air,
ekstrak teh dengan etanol, ekstrak salam dengan air, dan ekstrak salam dengan etanol.
Berdasarkan tingkat kepolaran sifat yang didapatkan yaitu semi polar dan tidak
murni, hal ini ditunjukan dengan terbentuk nya noda dengan jarak yang berbeda-beda
dan dengan campuran fasa gerak yang bersifat semi polar.
Alasan penjenuhan chamber sebelum digunakan yaitu untuk menghilangkan
uap air didalam chamber agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan noda pada
lempeng, selain itu agar tekanan yang ada didalam chamber tidak mempengaruhi
proses perambatan noda dengan adanya penjenuhan chamber.
Alasan digunakan lampu UV 254 nm ialah untuk pengamatan pada lempeng
atau dikatakan untuk melihat flouresensi pada lempeng. Mekanisme kerja pada UV
254 nm ialah terjadinya flouresensi pada lempeng ini dikarenakan cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut.
Sehingga ketika elektron tereksitasi yakni perubahan suatu energi rendah ketingkat
energi tinggi ini dapat menyebabkan energi yang dihasilkan akan terlepas.
Pengidentifikasian golongan komponen kimia dengan melakukan
penyemprotan menggunakan beberapa pereaksi tertentu setelah lampeng di masukan
ke dalam chamber maka lempeng akan di semprotkan lalu di lihat di bawah sinar UV.
Adapun pereaksi yang di gunakan adalah sesium sulfat.
Sehingga dari hasil pengamatan dapat diketahui kandungan kimia yang secara
jelas menampakkan noda dengan penyemprotan menggunakan larutan-larutan
spesifik untuk identifikasi yakni pada sampel ini tidak murni. Sebagai faktor
kesalahan yang mungkin terjadi yakni, rusaknya lempeng KLT, tidak jenuhnya
larutan eluen dan tidak bersihnya alat yang digunakan.
Dalam Praktikum ini tidak dilakukan perhitungan Rf dikarenakan keterbatasn
waktu dalam praktikum sehingga tidak didapatkan hasil dari KLT.

33
4.4 Kromatografi Kolom

Pelarut Perbandingan (ml) Vial ke- Warna

n-heksana : etil asetat 5:1 2 Kuning

n-heksana : etil asetat 5:1 5 Hijau

n-heksana : etil asetat 5:1 8 Hijau pekat

n-heksana : etil asetat 5:1 11 Hijau kekuningan

n-heksana : etil asetat 5:1 14 Hijau

n-heksana : etil asetat 5:1 17 Hijau

n-heksana : etil asetat 5:1 20 Hijau pucat

n-heksana : etil asetat 5:1 23 Hijau pucat

n-heksana : etil asetat 5:1 26 Hijau pekat

n-heksana : etil asetat 5:1 29 Hijau kekuningan

n-heksana : etil asetat 2:1 32 Hijau pekat

n-heksana : etil asetat 2:1 35 Kuning

n-heksana : etil asetat 2:1 38 Kuning pucat

n-heksana : etil asetat 2:1 41 Bening

n-heksana : etil asetat 2:1 44 Bening

34
n-heksana : etil asetat 2:1 47 Bening

Perhitungan nilai Rf
Nilai Rf dapat dihitung dengan perbandingan :
Rf = jarak spot sampel / jarak lintasan
Sampel air yacon tanpa kolom : Rf = 1.5 cm/5 cm = 0.3 cm

1. Vial ke-2 : Rf = 4.8 cm/5 cm = 0.96 cm


Vial ke-5 : Rf = 2.3 cm/5 cm = 0.46 cm
Vial ke-8 : Rf = 1.5 cm/5 cm = 0.3 cm
Vial ke-11 : Rf = 1.5 cm/5 cm = 0.3 cm
2. Vial ke-14 : Rf = 1.3 cm/5.5 cm = 0.24 cm
Vial ke-17 : Rf = 1 cm/5.5 cm = 0.18 cm
Vial ke-20 : Rf = 1 cm/5.5 cm = 0.18 cm
Vial ke-23 : Rf = 1 cm/5.5 cm = 0.18 cm

3. Vial ke-26 : Rf = 0.5 cm/ 5.5 cm = 0.090 cm


Vial ke-29 : Rf = 0.3 cm/5.5 cm = 0.054 cm
Vial ke-32 : Rf = 0.2 cm/5.5 cm = 0.036 cm
Vial ke-35 : Rf = 0.1 cm/5.5 cm = 0.018 cm

4. Vial ke-38 : Rf = 0.1 cm/5.5 cm = 0.018 cm


Vial ke-41 : Rf = 0.1 cm/5.5 cm = 0.018 cm
Vial ke-44 : Rf = 0.1 cm/5,5 cm = 0.018 cm
Vial ke-47 : Rf = 0.1 cm/5.5 cm = 0.018 cm

Pada praktikum kali ini menggunakan metode kromatografi kolom, fase diam
yang digunakan adalah silica gel sedangkan fase geraknya dengan menggunakan
campuran eluen heksan : etil asetat (5:1 dan 2:1). Silika gel digunakan sebagai fase

35
diam karena silika gel memiliki pori-pori dan tidak mudah bereaksi dengan senyawa-
senyawa organik pada kolom. Eluen 5:1 dimasukan kedalam kolom yang telah
berisikan kapas dan bubur silica, sampel tersebut membutuhkan waktu lama untuk
menuruni kolom (proses fraksinasi lama), tetapi ketika ditambahkan eluen n-heksan :
etil asetat komponen-komponen sampel sangat cepat menuruni kolom. Hasil yang
diperoleh dari percobaan ini terdapat beberapa fraksi, yaitu larutan kuning, hijau,
hijau pekat, hijau kekuningan, hijau pucat, dan bening (tidak berwarna).
Hasil percobaan diatas sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
pemisahan campuran dengan metode kromatografi kolom diperlukan waktu yang
cukup lama, bisa berjam-jam  hanya untuk memisahkan satu campuran (Hendayana,
2006:2-3). Kromatografi kolom terbagi dua, yaitu kromatografi fasa normal dan
kromatografi fasa terbalik, percobaan ini menggunakan kromatografi fasa terbalik.
Kromatografi fasa terbalik yaitu adsorben yang digunakan bersifat nonpolar,
sedangkan eluennya bersifat polar dan sampel juga bersifat polar. Silika gel yang
merupakan adsorben bersifat nonpolar, sedangkan n-heksan dan etil asetat sebagai
eluen dan ekstrak yakon sebagai sampel bersifat polar. Hal ini sesuai dengan metode
yang digunakan pada percobaan ini kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel
yang bersifat nonpolar dan fasa gerak yaitu eluen n-heksan : etil asetat = 5:1 dan 2:1
yang bersifat polar. Sehingga pada kedua percobaan ini menghasilkan beberapa
fraksi. Fraksi awal yang akan keluar merupakan senyawa nonpolar kemudian diikuti
dengan senyawa yang bersifat semipolar dan selanjutnya senyawa bersifat polar.

4.5 Uji Antioksidan


Pada Uji Antioksidan yang pertama dilakukan pada daun teh yang dilakukan
dengan 3 macam praktikum yaitu Pembuatan Larutan Induk Sampel, Pembuatan
Larutan Uji Antioksidan, dan Penentuan Panjang Gelombang maksimum DPPH.
Pada Pembuatan Larutan Induk Sampel . Nilai absorbansi yang didapat adalah 10
ppm=0.1605; 20 ppm= 0.0747; 30 ppm; 40 ppm=0.0721; 80 ppm= 0.0673; 160

36
ppm=0.0574. Pada Pembuatan Larutan Uji antioksidan Deret standart yang didapat
adalah 10 ppm=0.5ml; 20 ppm= 2ml; 40ppm= 4ml; 80ppm= 8ml; 160ppm= 160ml;
320 ppm= 32ml. Pada, Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH, ). %
Inhibisi yang di dapat adalah 10 ppm= 65.71%; 20 ppm= 84.04%; 40 ppm= 84.60%;
80 ppm= 85.62%; 160ppm=87.74%; 320 ppm= 86.20%. Menurut Hukum Lambert,
serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel (b) yang disinari, dengan
bertambahnya sel, maka serapan akan bertambah. Hasil R yang di dapat adalah 0.2,
menurut hukum lambert, r yang bagus mendekati nilai 1. Persen inhibisi yang di
dapat angkanya berdekatan.

Uji antioksidan yang kedua dilakukan dengan sampel air yakon dan stevia.

Hasil spektro dan perhitungan dari sampel air sampel air STEVIA :

Rata-Rata Hasil Spektro Perhitungan persen

Blanko = 0,000 Kontrol negative = 0,9408

dpph 2ml + methanol 2 ml R= 0,4822 5 ppm = (0,9408 −0,817)/0,9408 x 100


% =11, 59%
5ppm r= 0,817
10 ppm = (0,9408 −0,6491)/0,9408 x
10 ppm r= 0,6591 100 % =25,94%
20 ppm r= 0,5402 20 ppm = (0,9408 −0,5402)/0,9408 x
40 ppm r= 0,3931 100 % =42,58%

80 ppm r= 0,1760 40 ppm = (0,9408 −0,3931)/0,9408 x


100 % =58,21%
160 ppm r= 0,14
80 ppm = (0,9408 −0,1760)/0,9408 x
100 % =81, 29%

160 ppm = (0,9408 −0,14)/0,9408 x 100


% =85, 11%

37
Hasil Grafik

Ic. Y = 0,4236 x + 29,213

X = (50 −29,213)/0,436 = 49,07 ppm

Nilai IC 50 = 49,07 PPM

Pada hasil uji kadar antioksidan bahwa pada sample ekstrak air stevia ini
menunjukan hasil yang menaik setiap perbedaan konsentrasi artinya setiap kenaikan
konsentrasi terjadi peningkatan %inhibisi yang dengan grafik nya akan menunjukan
linear. Sehingga pada pengujian ekstrak air stevia ini dapat menangkal radikal bebas.
Semakin bentuk linear semakin pula anti oksidan yang terkandung dalam ektrak
stevia ini Dengan nilai IC 50 Sebesar 49,07 PPM Terjadinya perubahan warna
dengan perbedaan antara control (-) bewarna ungu gelap meskipun sudah di inkubasi
dengan sampel 5 ppm- 160 ppm yaitu warna kuning terang setelah melakukan
inkubasi selama 30 menit dengan suhu 370c Sehingga anlisi pengujian antioksidan
pada metode DPPH dengan sampel ekstrak air stevia ini berhasil dari perubahan
warna, nilai abs, dan nilai %inhibisi, serta ic50

hasil spektro dan perhitungan l air yakon

Rata-rata hasil spektro Perhitungan persen

Blanko = 0,000 Kontrol negative = 0,9408

dpph 2ml + methanol 2 ml R= 0,323 5 ppm = (0,9408 −0,643)/0,9408 x 100


% =31,65%
5ppm r= 0,648
10 ppm = (0,9408 −0,562)/0,9408 x
10 ppm r= 0,562 100 % =40,26%
20 ppm r= 0,736 20 ppm = (0,9408 −0,5402)/0,9408 x
40 ppm r= 0,54 100 % =21,76%

80 ppm r= 0,704 40 ppm = (0,9408 −0,3931)/0,9408 x


100 % =42,60%

38
160 ppm r= 0,582 80 ppm = (0,9408 −0,1760)/0,9408 x
100 % =25,17%

160 ppm = (0,9408 −0,14)/0,9408 x


100 % =38,13%

Pada sampel air yakon ini tidak bisa dibuat grafik persamaan linear
dikarenakan nilai presentasi yang dihasilkan persennya turun naik . Karena
seharusnya semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi persen inhibisi, sedangkan
hasil dari pengamatan sampel ini tidak menunjukan itu . Jadi data yang dihasilkan
linear , penyebabnya dapat dikarenakan sampel tidak homogen pada saat pengerjaan
atau pengukuran yang keliru. Pada konsentrasi 40 ppm dapat menghambat radikal
bebas sebesar 42% tidak bisa dibuat nilai IC50N karena data TIDAK LINEAR.
Terjadinya perubahan warna dengan perbedaan antara control (-) bewarna ungu gelap
meskipun sudah di inkubasi dengan sampel 5 ppm- 160 ppm yaitu warna kuning
terang setelah melakukan inkubasi selama 30 menit dengan suhu 370c Sehingga anlisi
pengujian antioksidan pada metode DPPH dengan sampel ekstrak air stevia ini
berhasil dari perubahan warn

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Skrining Fitokimia

39
Dari uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daun salam
mengandung senyawa alkaloid, saponin, fenol, steroid, quinin dan tannin. Hasil ini
tidak sesuai dengan literatur karena daun salam seharusnya mengandung flavonoid
yang memiliki manfaat sebagai antioksidan.

5.1.2 Partisi Cair-cair

Larutan ekstrak jental the yang berupa fraksiair yang didapatkan setelah
pemisahan fraksi heksan dan fraksi etil asetat.

5.1.3 Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak yang digunakan pada praktikum ini yaitu, ekstrak the dengan air,
ekstrak the dengan etanol, ekstrak salam dengan air, dan ekstrak salam dengan etanol.
Berdasarkan tingkat kepolaran sifat yang didaptkan yaitu semi polar dan tidak murni,
hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya noda dengan jarak yang berbeda-beda dan
dengan campuran fasa gerak yang bersifat semi polar.

5.1.4 Kromatografi Kolom

Pada praktikum kali ini menggunakan metode kromatografi kolom, fase diam
yang digunakan adalah silica gel sedangkan fase geraknya dengan menggunakan
campuran eluen heksan : etil asetat (5:1 dan 2:1). Silika gel digunakan sebagai fase
diam karena silika gel memiliki pori-pori dan tidak mudah bereaksi dengan senyawa-
senyawa organik pada kolom. Eluen 5:1 dimasukan kedalam kolom yang telah
berisikan kapas dan bubur silica, sampel tersebut membutuhkan waktu lama untuk
menuruni kolom (proses fraksinasi lama), tetapi ketika ditambahkan eluen n-heksan :
etil asetat komponen-komponen sampel sangat cepat menuruni kolom. Hasil yang
diperoleh dari percobaan ini terdapat beberapa fraksi, yaitu larutan kuning, hijau,
hijau pekat, hijau kekuningan, hijau pucat, dan bening (tidak berwarna).

40
Hasil percobaan diatas sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
pemisahan campuran dengan metode kromatografi kolom diperlukan waktu yang
cukup lama, bisa berjam-jam  hanya untuk memisahkan satu campuran.

5.1.5 Uji Antioksidan

Pada Uji Antioksidan yang pertama dilakukan pada daun teh yang dilakukan
dengan 3 macam praktikum yaitu Pembuatan Larutan Induk Sampel, Pembuatan
Larutan Uji Antioksidan, dan Penentuan Panjang Gelombang maksimum DPPH..
Hasil R yang di dapat adalah 0.2, menurut hukum lambert, r yang bagus mendekati
nilai 1. Persen inhibisi yang di dapat angkanya berdekatan.

Pada hasil uji kadar antioksidan bahwa pada sample ekstrak air stevia ini
menunjukan hasil yang menaik setiap perbedaan konsentrasi artinya setiap kenaikan
konsentrasi terjadi peningkatan %inhibisi yang dengan grafik nya akan menunjukan
linear. Sehingga pada pengujian ekstrak air stevia ini dapat menangkal radikal bebas.

Pada sampel air yakon ini tidak bisa dibuat grafik persamaan linear
dikarenakan nilai presentasi yang dihasilkan persennya turun naik . Karena
seharusnya semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi persen inhibisi, sedangkan
hasil dari pengamatan sampel ini tidak menunjukan itu . Jadi data yang dihasilkan
linear , penyebabnya dapat dikarenakan sampel tidak homogen pada saat pengerjaan
atau pengukuran yang keliru.

5.2 Saran

Harap dilengkapi sarana dan prasarana di laboratorium, diperhatikan


kesehatan dan keselamatan kerja saat praktikum, mencuci tangan, dan menjaga jarak
karena praktikum dilakukan saat pandemic Covid-19..

41
Praktikum sebaiknya dilakukan dengan teliti lagi. dikarenakan PSBB kita
tidak dapat melakukan praktikum, praktikum dilakukan oleh perwakilan mahasiswa.
Sebaiknya yang melakukan praktikum bisa lebih jelas untuk menjelaskan apa yang di
praktikan kepada mahasiswa yang tidak dapat praktek ke laboratorium dan kooperatif
jika mahasiswa yang tidak praktek bertanya tentang kegiatan prakteknya.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2014/01/
perkebunan_warta-vol19No3-2013-4.pdf

2. https://agrotek.id/klasifikasi-dan-morfologi-tanaman-teh/#:~:text=Morfologi
%20Daun&text=Tanaman%20teh%20memiliki%20helaian
%20berbentuk,juga%20runcing%20di%20bagian%20ujungnya.&text=Di
%20mana%20daun%20ini%20berukuran,luasnya%20memiliki%20lebih
%20banyak%20rambut.

3. http://repository.unika.ac.id/14846/2/12.70.0175%20Buddy%20Kristianto
%20BAB%20I.pdf
4. http://arikimia.blogspot.com/2013/06/laporan-kromatografi-kolom.html
5. https://arranirykimia.blogspot.com/2017/05/contoh-laporan-kimia-analitik-
ii.html
6. http://eprints.umm.ac.id/43076/3/jiptummpp-gdl-irdarizkyw-51035-3-
babii.pdf
7.
8. Roy J. Gritter, 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.

42
9. Serma, J and Bernard F., 2003. Handbook of Thin-Layer Chromatography
Third edition, Revised and Expanded. Marcell Dekker Inc. New York.
10. Sharma, Veena dan R. Paliwal. 2013. Preliminary phytochemical
investigation and thin layer chromatography profiling of sequential extracts
of Moringa oleifera pods. International Journal of Green Pharmacy. India
11. Tim Penyusun. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Organik Farmasi. Lab.
Kimia Organik FMIPA ITB. Bandung
12. https://id.wikipedia.org/wiki/Metabolit_sekunder

13. https://www.google.com/search?q=daun+salam

14. Syamsuhidayat , sri sugati dan Johnny Ria Hutapea , 1991 , inventaris
tanaman obat Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

43
LAMPIRAN

KROMATOGRAFI KOLOM

Beberapa fraksi yang diperoleh kemudian dilakukan


KLT dan diidentifikasi dibawah sinar UV 254 nm

Hasil eluat yang tertampung


dalam wadah vial
44
Bubur silica gel yang telah
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS Hasil penambahan isi pada kolom
memadat kapas->bubur silica gel->ekstrak yacon
Chamber beserta asetat)
->eluen (n-heksan:etil hasil KLT,
menunggu kering

Penyinaran dengan Lampu UV

45
Sesium Sulfat untuk penyemprotan

Proses Pembakaran setelah


disemprot Sesium sulfat dengan Hot
Plate

Plate KLT setelah pembakaran


dengan Hot Plate

46
SKRINING FITOKIMIA

47
48

Anda mungkin juga menyukai