Disusun Oleh:
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini:
a. Untuk mengetahui proses dari ekstraksi dengan menggunakan metode
infundasi
b. Untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada
daun pandan menggunakan uji kualitatif fitokimia
c. Untuk memastikan suatu senyawa metabolit sekunder tersebut benar-
benar ada pada tanaman daun pandan menggunakan uji kromatografi lapis
tipis
d. Untuk mengetahui khasiat dari senyawa metabolit sekunder yang
didapatkan dari ekstrak daun pandan
1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang akan didapatkan dari praktikum ini:
a. Mahasiswa dapat mengetahui cara ekstraksi dengan metode infundasi
b. Mahasiswa dapat mengetahui cara melihat kandungan senyawa metabolit
sekunder pada suatu tanaman
c. Mahasiswa dapat mengetahui dengan pasti bahwa senyawa metabolit
sekunder yang diinginkan itu ada pada tanaman yang digunakan
d. Mahasiswa dapat mengetahui khasiat dari senyawa metabolit sekunder
yang terdapat pada suatu tanaman dengan melakukan penelitian
selanjutnya
BAB II
LANDASAN TEORI
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan
atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan
satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarutcair
(solven) sebagai separating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut
yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Komponen-komponen
kimia yang terkandung di dalam bahan organik seperti yang terdapat di dalam
tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh keperluan hidup manusia, baik
komponen senyawa tersebut digunakan untuk keperluan industri maupun untuk
bahan obat-obatan. Komponentersebut dapat diperoleh denganmetode ekstraksi
dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen kimia yang sering
digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkan senyawa tersebut dengan
menggunakan suatu pelarut. (Muhiedin, 2008). Infudasi adalah proses penyarian
yang digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari
bahan-bahan nabati. Prinsip infundasi yaitu ekstraksi dengan pelarut air pada
temperature penangan air (bejna infusa tercelup dalam penangan air mendidih,
temperature terukur 96-98oC) selama waktu 15-20 menit.
Fitokimia atau fitonutrien merupakan komponen-komponen pada
tumbuhan (buah dan sayuran) yang tidak termasuk kedalam zat gizi, tetapi
mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan (Sirait, 2007). Pengujian
fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun
ataupun efek yang bermanfaat, dimana ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar
yang diuji dengan sistem biologis (Robinson, 1991).
Kromatografi lapis tipis (Thin-layer chromatography/TLC) merupakan
teknik kromatografi yang berguna untuk memisahkan senyawa organik. Karena
kesederhanaan dan kecepatan TLC, sering digunakan untuk memantau kemajuan
reaksi organik dan untuk memeriksa kemurnian produk. Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) dalam penelitian pada umumnya dan dalam fitokimia khususnya.
Kromatografi lapis tipis adalah teknik kromatografi planar sederhana, hemat
biaya, dan mudah dioperasikan yang telah digunakan di laboratorium kimia umum
selama beberapa dekade untuk memisahkan senyawa kimia dan biokimia secara
rutin. Secara tradisional, metode kimia dan optik digunakan untuk
memvisualisasikan bintik analit pada pelat TLC. Juga memiliki aplikasi luas
dalam mengidentifikasi kotoran atau ketidakmurnian dalam senyawa. Studi
menyoroti ulasan tentang KLT dan penerapan estimasi kualitatif dan kuantitatif
senyawa bioaktif dari tanaman obat.
Daun pandan mengandung senyawa metabolik skunder yaitu, alkaloida,
steroid atau triterpenoid, flavonoida, saponin, dan fenol hidrokuinon yang
merupakan senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam
jaringan tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat toksik dan berfungsi sebagai alat
perlindungan diri dari gangguan hama (Dalimartha, 2009).
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
komponen bioaktif pada sampel uji. Prinsip pada percobaan ini yaitu mengetahui
ada atau tidaknya komponen bioaktif pada sampel uji. Sampel uji yang digunakan
berupa daun pandan segar yang telah dikeringkan dan dihaluskan. Uji yang
dilakukan bersifat kualitatif dan kuantitatif, sehingga data yang dihasilkan juga
bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang digunakan yaitu skrining fitokimia.
Uji kualitatif yang digunakan pada percobaan ini adalah uji alkaloid, steroid atau
triterpenoid, saponin, dan fenol hidrokuinon. Lalu uji kuantitatif yang digunakan
pada percobaan ini yaitu kromatografi lapis tipis.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat
1. Panci Infus (1) 11. Rak Tabung Reaksi (1)
2. Termometer (1) 12. Pipet tetes (2)
3. Kompor Listrik (1) 13. Bunsen (1)
4. Corong (1) 14. Penjepit Tabung Reaksi (1)
5. Beaker glass Iwaki 100ml (1) 15. Chamber KLT (1)
6. Kain Flanel (1) 16. Pinset (1)
7. Batang Pengaduk (1) 17. Plat KLT (1)
8. Botol wadah (1) 18. Pipa Kapiler (1)
9. Tabung Reaksi (6) 19. Mesin Biosensor UV (1)
10. Gelas Ukur Iwaki 10ml (2) 20. Penggaris (1)
3.2. Bahan
1. Serbuk Daun Pandan 8. Asam Sulfat Pekat
2. Aquadest 9. Asam Klorida 2N
3. Asam Sulfat 2N 10. Etanol 70%
4. Pereaksi Meyer 11. FeCl3 5%
5. Pereaksi Wagner 12. Quarsetin
6. Kloroform 13. Methanol
7. Anhidrida Asetat
Uji Kualitatif
Skrining
Fitokimia
1. Uji Alkaloid
a. Menambahkan 0,5g sampel kedalam 2 tabung reaksi dan dilarutkan
dalam asam sulfat 2N
b. Menambahkan pereaksi Meyer kedalam tabung 1 dan pereaksi Wagner
kedalam tabung 2
c. Mengamati ada tidaknya endapan berwarna yang terjadi (Reaksi positif
jika pada tabung 1 terdapat endapan putih kekuningan dan tabung 2
terdapat endapan coklat)
2. Uji Steroid atau Triterpenoid
a. Menambahkan 0,5g sampel kedalam tabung reaksi dan dilarutkan
dalam 2ml kloroform
b. Menambahkan 10 tetes anhidrida asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat
c. Mengamati perubahan warna yang terjadi (Reaksi positif mengandung
steroid jika larutan berubah warna dari merah menjadi biru atau hijau
dan Reaksi positif mengandung Triterpenoid jika terdapat lapisan
ditengah berwarna coklat)
3. Uji Saponin
a. Menambahkan 0,5g sampel kedalam tabung reaksi dan dilarutkan
dalam asam klorida 2N
b. Memanaskan larutan dalam penangas air selama 30 menit
c. Mengamati ada tidaknya busa yang terbentuk (Reaksi positif jika
terdapat busa yang bertahan ±5 menit)
4. Uji Fenol Hidrokuinon
a. Menambahkan 0,5g sampel kedalam tabung reaksi dan dilarukan
dalam 10ml etanol 70% lalu didiamkan selama 30 menit
b. Mengambil 1ml dari larutan sebelumnya dan memasukkan kedalam
tabung reaksi yang baru
c. Menambahkan 2 tetes FeCl3 5%
d. Mengamati perubahan yang terjadi (Reaksi positif jika larutan berubah
warna menjadi hijau/hijau kebiruan)
Uji Kuantitatif
4.2. Pembahasan
Pada percobaan kali ini, kami melakukan uji kualitatif dan
kuantitatif fitokimia dari ekstrak daun pandan yang di ekstrak menggunakan
metode infundasi. Uji kualitatif fitokimia yang kami lakukan meliputi
skrining fitokimia senyawa metabolit sekunder alkaloid, steroid atau
triterpenoid, saponin, dan fenol hidrokuinon. Sedangkan uji kuantitatif yang
kami lakukan meliputi uji kromatografi lapis tipis.
Pada hasil uji kualitatif fitokimia yang meliputi skrining fitokimia
senyawa metabolit sekunder alkaloid, steroid atau triterpenoid, saponin dan
fenol hidrokuinon. Pada hasil uji alkaloid dikatakan positif mengandung
senyawa alkaloid dengan pembuktian saat praktikum yaitu ditandai dengan
adanya endapan putih kekuningan pada tabung yang di isi dengan pereaksi
meyer dan adanya endapan coklat pada tabung yang di isi dengan pereaksi
wagner. Pada hasil uji steroid atau triterpenoid dikatakan positif
mengandung senyawa triterpenoid dengan pembuktian saat praktikum yaitu
ditandai dengan adanya lapisan berwarna coklat diantara 2 fase yang
terbentuk. Pada hasil uji saponin dan fenol hidrokuinon dikatakan negatif
mengandung senyawa saponin dan fenol hidrokuinon karena pada saat
praktikum hasil yang didapatkan yaitu tidak adanya busa yang dihasilkan
saat pemanasan dan tidak terjadi perubahan warna menjadi hijau atau hijau
kebiruan, hal ini kemungkinan terjadi pada uji saponin karena pemanasan
yang dilakukan yaitu menggunakan bunsen dalam kurun waktu yang tidak
lama dan hasil positif mungkin bisa didapatkan jika pemanasan
menggunakan penangas air dalam kurun ±30 menit. Dan kemungkinan hal
yang menyebabkan gagalnya pada uji saponin dan fenol hidrokuinon ini
yaitu pada sampel ekstrak daun pandan yang digunakan, karena pembuatan
ekstrak daun pandan dengan metode infundasi ini dilakukan 2 minggu
sebelum praktikum skrining fitokimia dilaksanakan, maka dari itu bisa
menjadi pemicu gagalnya pada uji saponin dan fenol hidrokuinon ini.
Kemungkinan lain karena rusaknya senyawa saponin dan fenol hidrokuinon
yang ada didalam ekstrak daun pandan yang disebabkan oleh penyimpanan
pada suhu ruang yang tidak menentu suhunya, jadi potensi terjadi kerusakan
pada senyawa metabolit sekunder saponin dan fenol hidrokuinon ini bisa
saja terjadi. Hal ini juga diperkuat dengan literatur dari (Dalimartha, 2009)
yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa daun pandan mengandung
senyawa metabolik skunder yaitu, alkaloida, steroid atau triterpenoid,
flavonoida, saponin, dan fenol hidrokuinon yang merupakan senyawa kimia
pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam jaringan tumbuhannya,
senyawa tersebut bersifat toksik dan berfungsi sebagai alat perlindungan diri
dari gangguan hama.
Pada hasil uji kuantitatif fitokimia yang meliputi uji kromatografi
lapis tipis dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa metabolit sekunder
flavonoid pada ekstrak daun pandan yang digunakan. Pada praktikum
kromatografi lapis tipis ini digunakan sampel bahan quarsetin sebagai
senyawa baku flavonoid pembanding dari sampel uji ekstrak yang
digunakan, hasil positif jika sampel uji memiliki kenaikan yang sama atau
mendekati dengan sampel quasetin. Pada hasil uji kromatografi lapis tipis
ini, dikatakan sampel uji ekstrak daun pandan negatif mengandung senyawa
flavonoid, karena tidak adanya kenaikan noda pada totolan sampel uji
ekstrak daun pandan. Akan tetapi jika dilihat dari warnanya, sampel uji
ekstrak daun pandan ini bisa dikatakan positif mengandung senyawa
flavonoid. Kegagalan kenaikan pada sampel uji ekstrak daun pandan ini,
kemungkinan terjadi karena terlalu cairnya ekstrak yang didapatkan. Oleh
karena itulah yang menjadikan besarnya kemungkinan pada kegagalan uji
kromatografi lapis tipis ini, dan kemungkinan kecil lainnya yaitu karena
rusaknya senyawa flavonoid dalam ekstrak daun pandan yang digunakan,
yang disebabkan oleh lamanya penyimpanan hasil ekstraksi daun pandan
pada suhu ruang yang tidak menentu suhunya. Hasil jika ekstrak daun
pandan seharusnya positif mengandung senyawa flavonoid diperkuat
dengan literatur dari (Misbahul Jannah, et al, 2018) yang menyatakan pada
penelitiannya bahwa hasil dari uji kromatografi lapis tipis memiliki hasil
nilai Rf sebesar 0,89 nm yang menandakan bahwa nilai Rf tersebut
menunjukkan senyawa flavonoid tersebut termasuk kedalam golongan
senyawa flavonoid jenis flavon.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada hasil uji saponin dan fenol hidrokuinon dikatakan negatif
mengandung senyawa saponin dan fenol hidrokuinon karena pada saat
praktikum hasil yang didapatkan yaitu tidak adanya busa yang dihasilkan saat
pemanasan dan tidak terjadi perubahan warna menjadi hijau atau hijau
kebiruan, hal ini kemungkinan terjadi pada uji saponin karena pemanasan
yang dilakukan yaitu menggunakan bunsen dalam kurun waktu yang tidak
lama dan hasil positif mungkin bisa didapatkan jika pemanasan menggunakan
penangas air dalam kurun ±30 menit.
Dan kemungkinan hal yang menyebabkan gagalnya pada uji saponin
dan fenol hidrokuinon ini yaitu pada sampel ekstrak daun pandan yang
digunakan, karena pembuatan ekstrak daun pandan dengan metode infundasi
ini dilakukan 2 minggu sebelum praktikum skrining fitokimia dilaksanakan,
maka dari itu bisa menjadi pemicu gagalnya pada uji saponin dan fenol
hidrokuinon ini.
Pada hasil uji kromatografi lapis tipis dikatakan negatif mengandung
flavonoid, karena tidak adanya kenaikan pada sampel uji ekstrak daun
pandan. Kegagalan kenaikan pada sampel uji ekstrak daun pandan ini,
kemungkinan terjadi karena terlalu cairnya ekstrak yang didapatkan. Oleh
karena itulah yang menjadikan besarnya kemungkinan pada kegagalan uji
kromatografi lapis tipis ini, dan kemungkinan kecil lainnya yaitu karena
rusaknya senyawa flavonoid dalam ekstrak daun pandan yang digunakan,
yang disebabkan oleh lamanya penyimpanan hasil ekstraksi daun pandan
pada suhu ruang yang tidak menentu suhunya.
5.2. Saran
Pada percobaan kali ini ditemukan beberapa kesalahan yang terjadi,
baik dari kondisi sampel uji ekstrak daun pandan maupun prosedur kerja yang
dilakukan. Oleh karena itu, kami menyarankan agar dilakukan percobaan
ulang dengan menggunakan sampel uji ekstrak daun pandan yang baru
didapatkan dan dengan prosedur kerja menurut literatur yang digunakan
dalam laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ferdinan, A., Rizki, F. S., Kurnianto, E. & Kurniawan, 2022. Fraksinasi dan
Identifikasi Senyawa Tanin Dari Ekstrak Pandan Hutan (Freycinetia
sessiliflora Rizki). Journal Borneo, II(2), pp. 93-98.
Jannah, M., Noorjannah & Adelia, N., 2018. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Pandan
(Pandanus amaryllifolius Roxb). Dinamika Kesehatan, IX(2), pp. 415-428.
Nius, A. et al., 2021. Uji Kualitatif Fitokimia Daun Pandan. Praktikum Kimia
Organik Dasar, Tuesday January.
LAMPIRAN
(Gambar. Hasil Uji Alkaloid +Meyer) (Gambar. Hasil Uji Alkaloid +Wagner)
(Gambar. Hasil Uji Fenol Hidrokuinon) (Gambar. Hasil Uji Kromatografi Lapis
Tipis gelombang 366 nm)