Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di Indonesia merupakan salah
satu kekayaan alam yang perlu untuk dilestarikan, mengingat peranan dan khasiat
dari tumbuhan tersebut yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan
masyarakat berupa pemeliharaan kesehatan dan pengobatan. Salah satunya adalah
biji pinang (Areca catechu) yang mempunyai banyak senyawa metabolit sekunder.
Pinang (Areca catechu) adalah sejenis palma yang tumbuh didaerah
Pasifik, Asia dan Afrika bagian Timur. Pinang banyak terdapat di Indonesia baik
di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi. Di Indonesia biji
pinang tersebut tidak secara umum digunakan oleh masyarakat atau dengan kata
lain hanya sebagian kecil saja yang mengkonsumsi pinang tersebut.
Biji pinang mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin. Flavonoid
mempunyai aktivitas sebagai antiseptik dan antioksidan. Penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Lee dan Choi (1999) menyebutkan bahwa ekstrak etanol biji
pinang memperlihatkan aktivitas antioksidan dengan LC50 sebesar 45,4 μ mg/ml.
Aktivitas antioksidan yang terdapat dalam ekstrak etanol biji pinang ini mampu
memperlambat atau mencegah proses oksidasi molekul lain. Oksidasi adalah
reaksi kimia yang dapat menghasilkan radikal bebas, sehingga memicu reaksi
berantai yang dapat merusak sel. Selain itu antioksidan juga membantu
meningkatkan proses pembaharuan sel, sehingga kulit mati tidak menumpuk di
lapisan kulit.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang akan
diidentifikasikan dalam penelitian ini adalah membuat formulasi sediaan gel
masker dari biji pinang karena biji pinang memliliki manfaat antioksidan.

1
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat masker wajah dari biji
pinang yang memiliki manfaat antioksidan serta stabil dalam penyimpanan.

1.4 Kegunaan Penelitian


Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat formulasi sediaan
masker wajah dari biji pinang dan dapat mempelajari setiap prosedur pembuatan
dan evaluasinya.

1.5 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2019 sampai dengan
selesai bertempat di Laboratorium Kimia Bahan Alam Sekolah Tinggi Farmasi
Indonesia, Jl Soekarno Hatta 354. Bandung Jawa Barat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Pinang


2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Tumbuhan pinang diklasifikasikan sebagai berikut (Balitbangkes,
2001):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophytha
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Arecales
Suku : Arecaceae/Palmae
Marga : Areca L.
Jenis : Areca catechu L.
2.1.2 Morfologi Biji Pinang
Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak
berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Bidang irisan biji
mempunyai perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan
menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989).
2.1.3 Kandungan Kimia Biji Pinang
Biji buah pinang mengandung alkaloid, tanin, flavan, senyawa
fenolik, asam galat, getah dan lignin (Wang dan Lee, 1996).
A. Katekin

Gambar 2.1. Struktur Katekin

3
Katekin juga merupakan senyawa metabolit sekunder yang
secara alami dihasilkan oleh tumbuhan Arecha catechu L.,
dimana katekin termasuk golongan flavonoid. Senyawa ini
memiliki antioksidan berkat gugus fenol yang dimilikinya
struktur molekul katekin memiliki dua gugus fenol ( cincin A
dan B ) dan satu gugus hidropiran ( cincin C ) dikarenakan
memiliki lebih dari satu gugus fenol maka senyawa katekin
sering disebut senyawa polifenol. ( juniaty Tawoha, Balitteri
2013 )

Gambar 2.2 Jalur Biosintesis


Katekin berkhasiat sebagai antioksidan yang isinya
didominasi oleh senyawa katekin yang mempunyai manfaat
segudang yaiu: sebagai anti virus, anti radang dan anti
bakteria.
Pada 1 cangkir teh hjau Jepang mengandung polifenol 37-
56%, katekin 30-42% dan epigalokatekin galat 10-13% 10
atau 67.5 mg katekin dalam 100ml . Komponen ini dalam
tubuh dapat berperan untuk memperbaiki kerusakan yang
kognitif, menghambat proses penimbunan lemak dan banyak
lagi manfaat yang lain.
Katekin juga memiliki aktivitas senyawa biologi
yang penting seperti seperi aktifitas anti tumor dan anti
oksidan. Flafon-3-ol epikatekin dan katekin . Secara medis
senyawa katekin dalam teh memilki banyak manfaat seperti
mampu mengurangi resiko kanker, tumor, menurunkan

4
kolesterol, mencegah hipertensi, membunuh bakteri dan jmur,
serta membunuh virusvirus influenza. Polifenol juga
memperkuat mekanisme pertahanan suatu organisme,
memiliki sifat anti-mikroba, antrkanker, dan antioksidan
Katekin dan turunannya sangat bermanfaat bagi
kesehatan manusia, berperan sebagai anti oksidan . senyawa
polifenol berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil
(OH) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein, DNA dan
sel. Kemampuan polifenol menangkap radikal bebas 100 kali
lebih efektf dibandingkan dengan vitamin C dan 25 kali lebh
Efektf dibandingkan dengan vitamin E.
2.1.4 Manfaat Biji Pinang
Biji pinang berkhasiat sebagai antielmintik, penenang, mengobati
luka, memperbaiki pencernaan, meluruhkan dahak dan malaria. Sabut buah
pinang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan (dispepsia),
sulit buang air besar (sembelit), edema dan beri-beri karena urin sedikit
(Dalimartha, 2009). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji
manfaat sabut buah pinang, diantaranya sebagai antioksidan antimikroba
(Cyriac, dkk., 2012) dan antidiare.

2.2 Metode Ekstraksi


Ektrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang diterapkan (Depkes
RI, 1995). Ektraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu.
Metode ekstraksi yang dipakai dalam penelitian ini adalah ekstraksi
sinambung dengan alat soxhlet. Ekstraksi ini menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soxhlet sehingga terjadi
ekstraksi sinambung dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (Depkes RI,2000)

5
a. Maserasi
Sebanyak 30 g serbuk kulit biji yang sudah terendam dengan petroleum
eter dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer 250 mL, kemudian
ditambahkan pelarut metanol sebanyak 100 ml lalu didiamkan selama 24
jam. Sampel disaring dan filtrat yang diperoleh ditampung. Sementara itu
residu hasil penyaringan diekstraksi lagi seperti cara sebelumnya. Filtrat
yang diperoleh dievaporasi menggunakan evaporator pada suhu 50 oC
sampai diperoleh ekstrak pekat. Rendemen yang didapat 0,77%
b. Sokletasi
Sebanyak 30 g serbuk kulit biji pinang yaki yang sudah terendam
petroleum eter dibungkus dengan kertas saring dan diikat kemudian
dimasukkan ke dalam ekstraktor soklet. Pelarut metanol sebanyak 400 mL
dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Kemudian alat soklet dirangkai
dengan kondensor. Ekstraksi dilakukan sekitar 10 jam hingga cairan tidak
berwarna. Ekstrak yang didapat dievaporasi menggunakan evaporator pada
suhu 50oC sampai diperoleh ekstrak pekat. Rendemen yang didapat 1,17%
c. Perkolasi
Sebanyak 30 g serbuk kulit biji yang sudah terendam dengan petroleum
eter dimasukkan dalam alat perkolator, kemudian pelarut metanol
sebanyak 100 mL dialirkan dari atas menuju ke bawah. Ekstraksi
dilakukan selama 3 jam. Filtrat yang diperoleh dievaporasi menggunakan
evaporator pada suhu 50oC sampai diperoleh ekstrak pekat. Rendemen
yang didapat 1,1%
(Harbone, 1996)

2.3 Metode Pemisahan


2.3.1 Metode Identifikasi
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis telah dikembangkan menjadi suatu teknik
yang sangat canggih untuk senyawa dan untuk menentukan
adanya pengotor minor. Karena metode ini adalah salah satu
teknik kromatografi yang paling awal, tersedia sangat banyak uji

6
berbasis KLT dan monografi farmakope yang mencerminkan
sejauh mana teknik ini telah dikembangkan sebagai teknik
pengendalian mutu dasar untuk pengotor minor. Alasan
keunggulannya dalam hal ini dikarenakan fleksibilitasnya untuk
dapat mendeteksi hampir semua senyawa, bahkan beberapa
senyawa anorganik. (Watson, 2009: 358)
Beberapa keuntungan kromatografi lapis tipis adalah digunakan
untuk tujuan analis, identifikasi pemisahan komponen dapat
dilakukan dengan pereaksi warna atau dengan radiasi
mengggunakan sinar UV, dapat dilakukan elusi secara menaik
(ascending), menurun (descending) atau dengan cara elusi 2
dimensi dan ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena
komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak
bergerak

2.4 Preformulasi
2.4.1 Carbomer

Gambar 2.4.1 Struktur Carbomer


(Raymond: 2009, hal:110-112)
Pemerian : berwarna putih, halus, asam, bubuk
higroskopis dengan sedikit bau yang khas.
Kelarutan : Mengembang dalam air, gliserin setelah
dinetralisir dalam etanol 95%. carbomer
tidak larut, tapi hanya mengembang sampai
batas yang luar biasa. karena merupakan tiga
dimensi mikro gel silang.
pH : Tingkat viskositas yang lebih tinggi pada
pH 6-11 dan viskositas akan menurun pada
pH di bawah 3 atau di atas 12.

7
Stabilitas : bahan yang stabil dan higroskopis, dapat
dipanaskan pada suhu 104oC selama 2 jam.
Penyimpanan : disimpan dalam wadah kedap udara.
Kegunaan : carbomer digunakan untuk bahan bioodesif,
agen pengemulsi,stabilizer emulsi, reolusi
pengubah, agen penstabil, agen penangguh
serta tablet pengikat
Inkompatibilitas : berubah warna oleh resorsinol dan tidak
sesuai dengan fenol, polimer kationik, asam
kuat dan elektrolit tingkat tinggi. Besi dan
logam transisi katalis dapat menurunkan
disperse dengan karbomer. Dapat dicegah
dengan mengukur pH disperse atau
parameter kelarutan dengan menggunakan
alkohol dan poliolyang tepat.
Alasan : dapat meningkatkan viskositas sediaan.
(Raymond: 2009, hal:110-112)

2.4.2 Trietanolamin

Gambar 2.4.2 Struktur Trietanolamin


(Raymond:2009, Hal 754)
Pemerian : Berwarna sampai kuning pucat, cairan
kental.
Kelarutan : Bercampur dengan aseton, dalam benzene
1 : 24, larut dalam kloroform, bercampur
dengan etanol.
Konsentrasi : 2-4%

8
Kegunaan : Zat pengemulsi/ Emulgator
OTT : akan bereaksi dengan asam mineral
menjadi bentuk garam kristal dan ester
dengan adanya asam lemak tinggi.
Stabilitas : TEA dapat berubah menjadi warna coklat
dengan paparan udara dan cahaya
(Raymond:2009, Hal 754)

2.4.3 PEG 6000


Pemerian : Serbuk yang mudah mengalir; putih; bau
manis yang samara /sedikit.
Titik leleh : 56-61 oC
Fungsi : Emulsifying agent
Kelarutan : Larut dalam air dan dapat bercampur dalam
semua proporsi dengan polietilen glikol
lainnya; larut dalam aseton, diklorometana,
etanol dan methanol
Stabilitas : PEG secara kimiawi stabil di udara dan
dalam larutan, meskipun higroskopis. PEG
tidak mendukung pertumbuhan mikroba dan
tidak akan tengik. PEG dan PEG dalam
bentuk cair, dapat disterilkan dengan
autoclave, filtrasi dan iradiasi gamma. PEG
disimpan dalam wadah (stainless stail,
aluminium, kaca, atau lined steel) tertutup
rapat
(Raymond: 2009, hal 545-550)

2.4.4 Gliserin

9
Gambar 2.4.4 Struktur Gliserin
(Raymond: 2009, hal 283)
Khasiat : Zat tambahan sebagai emollient
Pemerian : Cairan seperti sirup, jernih tidak berwarna,
tidak berbau, manis diikuti rasa hangat,
higroskopik. Jika disimpan beberapa lama
pada suhu rendah memadat membentuk
massa hablur tidak berwarna yang tidak
melebur hingga suhu mencapai lebih kurang
200C.
Kelarutan : Dapat campur dengan air dan dengan
etanol (95%) P, prtaktis tidak larut dalam
kloroform P dan dalam minyak lemak.
Konsentrasi : <30%
Inkompatibilitas : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
(Farmakope Indonesia Edisi III, hal 271).

2.4.5 Etanol 96%

Gambar 2.4.5 Struktur Etanol


(Raymond: 2009, hal 17)
Nama :Alcohol 96%
Titik didih :78,15⁰C
Densitas :0,8119-0,8139 at 20⁰C
Stabilitas :Larutan etanol biasanya disterilisasi dengan
autoclave atau filtrasi dan disimpan dalam wadah
kedap udara, tempat dingin.
Pemerian :Mengandung 95,1-96,9% v/v C2H6O pada 15⁰C.
Bersih, tidak berwarna, mudah bergerak, mudah
menguap, bau khas dan rasa terbakar.

10
Kelarutan :Bercampur dengan kloroform, eter, glycerin dan air
(dengan naiknya suhu dan konsentrasi volume).
Kadar : 60-90%
Fungsi :Sebagai zat aktif antibakteri.
(Raymond: 2009, hal 17)

2.4.6 Nipagin (Metil Paraben)

Gambar 2.4.6 Struktur Nipagin


(Raymond: 2009, Hal 441)
(Raymond: 2009, Hal 441)
Rumus : C8H8O3
molekul
Berat molekul : 152,15
Warna : Tidak berwarna
Rasa : Sedikit rasa terbakar
Bau : Khas lemah (hampir tidak berbau)
Penampilan : Serbuk hablur
Khasiat : pengawet antimikroba
Kelarutan : Kelarutan dalam air : sukar larut
Kelarutan dalam etanol : mudah larut
Kelarutan dalam,benzen,
karbon tetraklorida : larut
Kelarutan dalam etanol
dan eter : mudah larut
0
Titik lebur : 125–128 C
pH : 9.5–10.5 (0.1% w/v aqueous solution)
Bobot jenis : Sebenarnya 174.14
Alasan : Karena pada rentang konsentrasi 0,015-
pemilihan 0,2% berfungsi sebagai antimicrobial untuk
nipagin sediaan oral. 0,015%

11
2.4.7 Nipasol (Propyl Paraben)

Gambar 2.4.7 Struktur Nipagin

(Raymond: 2009, hal.596)


Rumus Kimia : C10H12O3
Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil, tidak
berwarna
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah
larut dalam etanol dan eter, sukar larut dalam
air mendidih.
Titik lebur : 95° dan 98°
Bobot jenis : 1,288 g/cm3
pH :4 - 8
Stabilitas :Kelarutan dalam air pada pH 3-6 bisa
disterilkan dengan autoclaving tanpa
mengalami penguraian, pada pH 3-6
kelarutan dalam air stabil (penguraian kecil
dari 10%)
Inkompatibilitas :Dengan senyawa magnesium trisilikat,
alumunium silikat.
Kegunaan :Antimicrobial preservative (0,01% - 0,6%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Farmakope Indonesia IV hal 713 ; Raymond: 2009, hal.596)

2.4.8 BHT

12
Gambar 2.4.8 Struktur Butylated hydroxytoluene
(Raymond: 2009, hal:75)
Stabilitas :paparan cahaya, kelembaban dan panas
menyebabkan penurunan warna, dan
menurunkan aktivitas, harus disimpan dalam
wadah terlindung dari cahaya, ditempat yang
sejuk dan kering.
Pemerian : kristal padat/ bubuk putih kekuningan/
kuning pucat.
Td : 265
Tl : 70
Densitas : 1,031
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air glicerin,
propilen glikol, larutan alkali hidroksida,
sangat mudah larut dalam aseton, benzen,
etanol 95 %, dan mineral oil
Kadar lazim : 0,02 % kadar terpilih 0,02 %
Fungsi : antioksidan
OTT : kontak dengan oksidator dapatr
menyebabkan pembakaran spontan, kontak
dengan garam dapat menyebabkan
perubahan warna sampai hilanganya
aktivitas
Alasan : diperlukan sebagai antioksidan dari mineral
oil yang mudah teroksidasi.
(Raymond: 2009, hal:75)

2.4.9 Aquadest

13
Gambar 2.4.9 Struktur Aquadest
(Farmakope Indonesia Edisi IV, hal 1124). 
Rumus molekul : H2O
BM : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar.
Titik leleh : 17,8˚C
BJ : 1,2636 g/cm3 pada 20˚C
pH : 5,0-7,0
Stabilitas : Secara kimiawi stabil pada semua suasana
(es,cair, uap air).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Pelarut.
(Farmakope Indonesia Edisi IV, hal 1124). 

14
2.5 Formulasi Sediaan Herbal Masker Biji Pinang
R/

Kesimpulann : dari ke6 formula di atas di pilih formula ke6 karena pada F VI
dengan nilai IC50 2,003 µg/mL hal ini menunjukkan bahwa nilai konsentrasinya
lebih aktif dibandngkan FI sampai dengan FV dengan penambahan natrium
metabisufit dua kali dosis menjadi 0,2%, BHT yang mampu melindungi katekin
sebagai antioksidan terbaik.

15
BAB III
TATA KERJA

3.1 Bahan Penelitian


3.1.1 Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan adalah biji pinang (Areca catechu
L) yang diperoleh dari Laboratorium Bahan Alam STFI Bandung, Jawa
Barat.
3.1.2 Bahan Kimia
Air, etanol, etil asetat, HCl, ammonia, amyl alcohol, eter,
Lieberman-burchard, vanillin sulfat, FeCl3, dragendroff, mayer, larutan
gelatin, KOH, Magnesium, H2SO4, asam asetat anhidrat, methanol, n-
heksana, butanol, kloroform, toluene, dan aceton

3.2 Alat Penelitian


Botol coklat, vial, erlenmeyer, gelas ukur, corong gelas, kertas saring,
hairdryer, sendok tanduk, labu destilasi 2L, instrument soxhlet, plat KLT, bejana
pengembang (chamber), kaca arloji, pinset, pipa kapiler, sprayer, lampu UV 254
nm dan 366 nm, viscometer brookfield, pH meter, kaca objek, cawan krus, tanur,
timbangan analitik, penangas air.

3.3 Metode Penelitian


Metode penelitian meliputi :
Metode penelitian dimulai dengan mengumpulkan, penyediaan, dan
determinasi (penentuan) biji pinang serta pembuatan sediaan masker herbal.
Sebelum diekstraksi dilakukan skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia.
Ekstraksi dilakukan dengan cara soxhlet.
3.3.1 Pengumpulan, Penyediaan, Biji Pinang
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah biji pinang. Bahan
yang akan digunakan dibersihkan dari pengotor dan dicuci bersih dengan
menggunakan air bersih yang mengalir, kemudian dikeringkan dengan cara
di oven. lalu setelah dikeringkan digiling menjadi serbuk, kemudian serbuk

16
yang diperoleh disimpan dalam wadah yang bersih, kering dan tertutup
rapat.

3.3.2 Karakterisasi Simplisia


Karakterisasi dilakukan terhadap simplisia biji pinang, dilakukan
dengan metode yang tertera pada Materia Medika Indonesia. Adapun
tahapan nya sebagai berikut:
A. Penentuan Kadar Sari Larut Air
Dilakukan maserasi sejumlah 5,0 gram sampel selama 24 jam
dengan 100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat
sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Larutan kemudian disaring dan diuapkan
20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang
telah ditera, kemudian residu dipanaskan pada suhu 105°C hingga
bobot tetap. Kadar sari larut air dihitung dalam persen terhadap
sampel awal. Perlakuan dilakukan sebanyak tiga kali replikasi.
(Depkes RI, 1989)
B. Penentuan Kadar Sari Larut Etanol
Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam dengan 100 ml
etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18
jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol,
kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal
berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105°C
hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut
dalam etanol (95%), dihitung terhadap ekstrak awal.
C. Penetapan Susut Pengeringan
Satu g simplisia ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam krus
porselen bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu
105oC selama 30 menit dan telah ditara. Simplisia diratakan dalam
krus porselen dengan menggoyangkan krus hingga
merata.Masukkan ke dalam oven, buka tutup krus, panaskan pada
temperatur 100oC sampai dengan 105oC, timbang dan ulangi
pemanasan sampai didapat berat yang kostan (Depkes, 1989).

17
D. Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 3 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang
seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijarkan
dan ditara, diratakan. Krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang
habis, pijaran dilakukan pada suhu 600ºC selama 3 jam kemudian
didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar
abu dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara. Jika cara
ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, saring
melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa kertas dan kertas
saring dalam krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus,
diuapkan.Dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang dan dihitung
(Depkes, 1989)
E. Penetapan Kadar Air
Simplisia ditimbang sebanyak 5 gram, didestilasi dengan 250 ml
toluen jenuh air. Dididihkan sampai toluen mendidih, dilakukan
penyulingan dengan kecepatan tetesan 2 tetes/detik dan dinaikkan
kembali menjadi 4 tetes/detik. Penyulingan dihentikan dan
dilakukan perhitungan kadar air dan dicatat hasilnya.

3.3.3 Skrining Fitokimia


Penapisan fitokimia terhadap simplisa biji pinang untuk
mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat didalamnya,
pengujian ini meliputi uji alkaloid, flavonoid, tanin, monoterpen dan
seskuiterpen, steroid dan terpenoid, kuinon, dan saponin (Ditjen POM,
2000) Pengujian ini dilakukan pada simplisia biji pinang dan ekstrak biji
pinang.
A. Skrining Senyawa Alkaloid
Serbuk simplisia dibasakan dengan amonia, kemudian
ditambahkan kloroform, digerus kuat-kuat. Lapisan kloroform
dipipet sambil disaring, kemudian kedalamnya ditambahkan asam
klorida 2 N. Campuran dikocok kuat-kuat hingga terdapat dua
lapisan. Lapisan asam dipipet, kemudian dibagi menjadi 3 bagian:
Kepada bagian 1 ditambahkan pereaksi Mayer. Terjadinya endapan
atau kekeruhan diamati. Bila terjadi kekeruhan atau endapan

18
berwarna putih, berarti dalam simplisia kemungkinan terkandung
alkaloid.
Kepada bagian 2 ditambahkan pereaksi Dragendorf. Terjadinya
endapan atau kekeruhan diamati. Bila terjadi kekeruhan atau
endapan berwarna jingga kuning, berarti dalam simplisia
kemungkinan terkandung alkaloid.
Bagian 3 digunakan sebagai blanko.
B. Skrining Senyawa Flavonoid
Sejumlah simplisia digerus dalam mortir dengan ditambahkan
sedikit air panas dan di didihkan selama 15 menit. Kemudian
disaring, filtrate diambil sebanyak 5 ml, ditambahkan serbuk Mg
dan 2 ml alcohol : HCl (1:1), lalu dikocok kuat. Filtrate diambil
kemudain ditambahkan amil alkohol, lalu dikocok kuat-kuat,
dibiarkan memisah. Reaksi positif dengan terbentuknya warna
merah pada lapisan amil alcohol.
C. Skrining Senyawa Tanin
Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan di
atas tangas air, kemudian disaring. Kepada filtrat ditambahkan
larutan gelatin 1%. Adanya senyawa tanin ditandai dengan
terjadinya endapan berwarna putih.
D. Skrining Senyawa Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid
Serbuk simplisia digerus dengan eter, kemudian dipipet sambil
disaring. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian
dibiarkan menguap hingga kering. Kepada hasil pengeringan filtrat
ditambahkan larutan vanillin 10% dalam asam sulfat pekat.
Terjadinya warna-warna menunjukkan adanya senyawa mono dan
seskuiterpenoid.
E. Skrining Senyawa Steroid dan Triterpenoid
Serbuk simplisia digerus dengan eter, kemudian dipipet sambil
disaring. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian
dibiarkan menguap hingga kering. Kepada hasil pengeringan filtrat
ditambahkan pereaksi Liebermann Burchard. Terjadinya warna ungu

19
menunjukkan adanya senyawa triterpenoid sedangkan adanya warna
hijau biru menunjukkan adanya senyawa steroid.
F. Skrining Senyawa Kuinon
Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan di
atas tangas air, kemudian disaring Kepada filtrat ditambahkan
larutan KOH 5%. Adanya senyawa kuinon ditandai dengan
terjadinya warna kuning hingga merah.
G. Skrining Senyawa Saponin
Sejumlah kecil serbuk simplisia dalam tabung reaksi dipanaskan di
atas tangas air, kemudian disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan dikocok kuat secara vertikal selama sekitar 5
menit. Terbentuknya busa yang mantap dan tidak hilang selama 30
menit dengan tinggi busa minimal 1 cm menunjukkan adanya
saponin.
H. Skrining Senyawa Fenolat
FeCl3 1% ditambahkan dengan ekstrak hingga terjadi perubahan
warna, lalu warnanya dibandingkan dengan ekstrak murni, maka
akan tampak warna lebih hitam jika positif. Derajat disesuaikan
dengan perubahan warna yang terjadi.

3.3.4 Pembuatan Ekstrak Biji Pinang


Sebanyak 900 gram biji pinang di ekstraksi sinambung dengan 2
alat soxhlet masing masing 450 gram, menggunakan pelarut yaitu pelarut
etanol 70%. dilakukan 2 kali ekstraksi, 1 kali ekstraksi terdiri dari 5 siklus.
Jumlah pelarut tiap 1 kali ekstraksi adalah 1,8 L. Dihasilkan ekstrak cair
kemudian dilakukan evaporasi menjadi ekstrak kental.

3.3.5 Identifikasi
Kromatografi Lapis Tipis
Plat KLT disiapkan lalu di totolkan sejumlah ekstrak dengan pipa
kapiler. Lalu dikembangkan dengan pengembang yang cocok.
Kemudian dijenuhkan di dalam chamber dan dibaca pada lampu

20
UV 254 nm dan 366 nm (Depkes,2008). Pengujian ini dilakukan
pada ekstrak biji pinang dan sediaan msker wajah yang sudah jadi.

3.3.6 Formulasi Sediaan Masker Wajah


R/ Ekstrak biji pinang 3%
Karbomer 0,75%
TEA 1%
PEG 4000 10%
Gliserin 10%
Etanol 96% 20%
Metil Paraben 0,03%
Propil Paraben 0,01%
BHT 0,1%
Oleum Citri 1 tetes
Aquadest ad 10 ml

3.3.7 Pembuatan Sediaan Masker Wajah


Karbomer dikembangkan dengan akuades, tambahkan gliserin +
TEA hingga mengembang (Campuran 1). Dilarutkan metil paraben dan
propil paraben dalam etanol 96% (Campuran 2). PEG 4000 dilarutkan
dalam air dan dimasukan kedalam campuran. Dimasukkan oleum citri
kedalam campuran. Ektrak biji pinang dimasukan sedikit demi sedikit pada
basis. Dihomogenkan dengan mortar ad homogen.

3.3.8 Evaluasi Sediaan Masker wajah


A. Organoleptis
Uji Penampilan Fisik (Organoleptik) Uji penampilan Fisik
(organoleptik) sediaan dengan melihat kehomogenan
masker wajah, bau, dan warna sediaan selama
penyimpanan.
Warna : coklat
B. pH
pH kulit yaitu 4,5 – 7,0 (Wasiaatmadja, 1997).
pH Pengukuran pH dilakukan dengan cara electrode dicuci
dan dibilas dengan air suling kemudian dilakukan kalibrasi
pH meter dengan menggunakan larutan dapar pH 4 kalium
bifalat da pH 7 fosfat ekimolal, lalu ditentukan pH masker
dari masingmasing formula.

21
C. Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan
sampelsebanyak 0,1 gram pada gelas objek lalu diamati.
Bahan- bahan yang digunakan dalam pembuatan masker
gel wajah harus terdispersi merata dalam sediaan. Uji ini
dilakukan untuk melihat apakah terdapat bagian yang tidak
tercampurkan dengan baik.
D. Viskositas
Sediaan masker gel berada pada rentang 4467 – 5759 cP
Viskositas Sebanyak 2 gram sediaan masker gel
ditempatkan pada Viskotester Brookfield, kemudian diatur
spindle dan kecepatan yang akan digunakan, dan
Viskotester Brookfield dijalankan, kemudian viskositas dari
masker gel akan terbaca.
E. Pengujian Waktu Sediaan Mengering
Waktu kering dari produk masker yang ada dipasaran yaitu
antara 10 -20 menit (Septiani, dkk 2011)
Pengujian Waktu Sediaan Mengering dilakukan dengan
mengamati waktu yang diperlukan sediaan untuk
mengering, yaitu waktu dari saat mulai dioleskannya
masker wajah gel pada kaca hingga benar-benar terbentuk
lapisan yang kering (Vieira et al., 2009).

22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Simplisia


Karakterisasi simplisia yang dilakukan meliputi penetapan kadar sari larut
air dan kadar sari larut etanol. Karakterisasi ini bertujuan untuk menjamin mutu
simplisia dengan memenuhi nilai standar pada simplisia. Hasil karakterisasi dapat
dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia
Jenis Karakterisasi Syarat Hasil (%)
Kadar sari larut air ≥ 8,87 % 15,95%
Kadar sari larut etanol ≥ 11,03 % 22,2%
Kadar abu ≤ 1,4% 1,8%
Kadar air ≤ 10% 40%
Susut pengeringan ≤ 10% 11,26%

Penetapan kadar sari larut air dan etanol bertujuan untuk memberikan
gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dan etanol
dari suatu simplisia , Penetapan kadar abu untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuk ekstrak, Penetapan kadar air untuk memberikan batasan minimal atau
rentang tertentu besarnya kandungan air di dalam bahan, dan Penetapan susut
pengeringan untuk mengetahui batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
senyawa hilang pada proses pengeringan. (Depkes RI,2000)

4.2 Skrining Fitokimia (Simplisia)


Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam simplisia biji pinang. Skrining fitokimia ini
dilakukan sekaligus sebagai uji pendahuluan senyawa katekin.

Tabel 4.2 Skrining Fitokimia


Pengujian Hasil
Alkaloid: Filtrat 1 +
Filtrat 2 +
Tanin +
Flavonoid +
Monoterpen dan seskuiterpen +

23
Steroid dan triterpenoid +
Kuinon +
Saponin +
Keterangan: + (terdeteksi) dan – (tidak terdeteksi)
Dari hasil diatas menunjukkan adanya katekin karena hasil skrining pada
flavonoid positif.

4.3 Ekstraksi
Pada proses ekstraksi dilakukan dengan cara panas yaitu ekstraksi
sinambung dengan alat soxhlet. Ekstraksi ini bertujuan untuk melarutkan semua
zat yang terkandung dalam sample menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian
di hitung rendemen ekstrak. Hasil rendemen ekstrak dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.3 Hasil Rendemen Ekstrak
Ekstrak Berat Simplisia (g) Berat Ekstrak Kental Hasil (%)
(g)
Etanol 900 59,4506 11,89

4.4 Skrining Fitokimia (Ekstrak)


Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam ekstrak biji pinang. Skrining fitokimia ini
dilakukan sekaligus sebagai uji pendahuluan senyawa katekin.

Tabel 4.4 Skrining Fitokimia


Pengujian Hasil
Alkaloid: Filtrat 1 +
Filtrat 2 +
Tanin +
Flavonoid +
Monoterpen dan seskuiterpen -
Steroid dan triterpenoid -
Kuinon +
Saponin +
Fenolat -
Keterangan: + (terdeteksi) dan – (tidak terdeteksi)

Dari hasil diatas menunjukkan adanya katekin karena hasil skrining pada
flavonoid positif.

4.6 Identifikasi
4.6.1 KLT Ekstrasi
Kromatografi lapis tipis ini bertujuan mengetahui pengembang atau
pelarut yang sesuai untuk mengisolasi/mendapatkan katekin murni dengan

24
baik dan benar. Dari hasil tersebut, didapatkan pelarut yang cocok yaitu
etil:methanol:air (10:1,3:1ml). Hasil KLT dapat dilihat di gambar 4.6
dengan hasil Rf 1 0,282 Rf 2 0,589 dan hasil hamper mendekati dengan
literature yaitu Rf 1 0,22 Rf 2 0,6

Gambar 4.6 Hasil Kromatografi Lapis Tipis Tiga Pengembang


4.6.1 KLT Sediaan
…………

Fraksi etil asetat Fraksi etil asetat asli

Fraksi air Fraksi air asli Fraksi air palsu

4.7 Evaluasi Preformulasi


Evaluasi preformulasi bertujuan untuk mengetahui stabilitas basis masker
sebelum ditambahkan zat berkhasiat dari ekstrak biji pinang
A. Uji Organoleptik

25
Pada basis masker diamati secara visual meliputi, bentuk tekstur, bau,
warna, untuk di lihat ada tidaknya perubahan saat di evaluasi beberapa
hari hasil dapat di lihat di table 4.7.
B. Uji pH
Untuk melihat sesuai atau tidak dengan persyaratan pH wajah kisaran pH
normal wajah yaitu 4,5-6,5 (Rizky et al., 2013) Nilai pH penting untuk
mengetahui tingkat keasaman dari sediaan Uji pH pada basis masker
yang di buat yaitu 5-6 dengan demikian basis masker wajah yang
dihasilkan relatif aman digunakan agar tidak mengiritasi kulit.
C. Uji Homogenitas
basis yang dibuat menunjukan susunan yang homogen dan tidak terlihat
adanya butiran kasar.

Tabel 4.7 Evaluasi Preformulasi Sediaaan


Hari ke -
Evaluasi
1 2 3 4 5 6 7
Bentuk Gel Gel Gel Gel Gel Gel Gel
Bau Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk
Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Warna keruh keruh keruh keruh keruh keruh keruh

4.8 Evaluasi Formulasi


Evaluasi formulasi bertujuan untuk mengetahui stabilitas sediaan masker
ekstrak biji pinang.
A. Uji Organoleptik
pada sediaan masker diamati secara visual meliputi, bentuk tekstur, bau,
warna, untuk di lihat ada tidaknya perubahan saat di evaluasi beberapa hari
hasil dapat di lihat di table 4.8.
B. Uji pH
Uji pH untuk melihat sesuai atau tidak dengan persyaratan pH wajah
kisaran pH normal wajah yaitu 4,5-6,5 (Rizky et al., 2013) Nilai pH
penting untuk mengetahui tingkat keasaman dari sediaan. Uji pH pada
sediaan masker yang di buat yaitu 5 dengan demikian sediaan masker
wajah yang dihasilkan relatif aman digunakan agar tidak mengiritasi kulit.
C. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas untuk melihat tercampur / terdapat butiran kasar dari
sediaan yang menandakan tidak homogen, dan sediaan yang dibuat
menunjukan susunan yang homogen karena tidak terlihat adanya butiran
kasar menandakan zat aktif ekstrak biji pinang tersebar secara merata.

26
D. Uji Viskositas
Nilai viskositas menunjukkan kestabilan dari sediaan yang dihasilkan.
Hasil pengujian viskositas masker wajah menunjukkan bahwa di spindle
no 64 hasilnya 9000 cps dan di spindle no R1 hasilnya 3010 cps

Tabel 4.8 Evaluasi Formulasi Sediaan


Hari ke -
Evaluasi
1 2 3 4 5 6 7
Bentuk Gel Gel Gel Gel Gel Gel Gel
Bau Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk Jeruk
Warna Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat Coklat

27
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Simpulan
Hasil pembuatan masker wajah dari biji pinang menunjukkan memiliki
hasil fisik yang baik dan manfaat antioksidan serta stabil dalam penyimpanan.

28
LAMPIRAN I
PERHITUNGAN
1. Kadar Sari Larut Air
Berat cawan : 55,2187 gr
Berat cawan + filtrate : 55,345 gr
(Berat cawan + filtrate ) – berat cawan =
55,345 gr - 55,2187 gr = 0,0958 gr

% kadar sari larut air = 3,19 % ×5 = 15,95%

2. Kadar Sari Larut Etanol


Berat cawan : 67,0066 gr
Berat cawan + filtrate : 67,1400 gr
(Berat cawan + filtrate ) – berat cawan =
67,1400 gr - 67,0066 gr = 0,1334 gr

% kadar sari larut etanol = 4,44 % ×5 = 22,2%

3. Susut Pengeringan
Alat : moisture balance
Berat simplisia : 3,036 gr
Suhu : 1050C
Waktu : 3,8 menit
Hasil : 11,26 %
4. Kadar Air

= 40%

5. krus kosong : 19,6696 gr


Krus + abu : 19,7069 gr
Kadar abu : 1. 19,7069 gr
2. 19,7069 gr
3. 19,7069 gr

= 1,8 %

29
LAMPIRAN II
SKRINING SIMPLISIA

Alkaloid kuinon

kuinon Saponin

Steroid dan
triterpenoid

Flavonoid

Monoterpene dan seskuiterpen


tanin

30
LAMPIRAN II
KARAKTERISASI SIMPLISIA

Kadar air
Kadar abu

Kadar sari larut etanol Kadar sari larut air

31
LAMPIRAN III
SKRINING EKSTRAK

Kuinon Alkaloid

Flavonoid Saponin

Tannin Fenolat

32
Monoterpene dan seskuiterpen Steroid dan triterpenoid

DAFTAR PUSTAKA

Cyriac,M. B., Pai. V., Varghese, I., Shantaram, M., Jose, M., 2012, Antimicrobial
Properties of Areca Chatechu (Areca Nut) Husk Extracts Against
Commom Oral Pathogents, Internatioanal Journal Research Ayurvedic
Pharmaceutical.
Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 5. Jakarta : Trubus
Agriwidya.
David,G G., dan Watson. 2009. Analisis Farmasi, Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materia Medika Indonesia.
Jilid V. Jakarta : Direktorat Pengawasan Obat Dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Propil Kesehatan 2007. Jakarta:
Depkes RI Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Depkes RI: Jakarta.
Ditjen POM Depkes RI, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.

Departemen Kesehatan RI. Jakarta.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Farmakope Herbal Indonesia,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Dwiarso Rubiyanto. 2006. Dasar-dasar pemisahan kromatografi kertas,
kromatografi kolom dan lapis tipis. Yogyakarta:FMIPA UII.
Eistien Yazid. 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta.
Harbone, J,B 1996 Metode Fitokimia penentuan cara menganalisa. ITB. Bandung
Juniaty Towaha, Balitri.2013. Kandungan Senyawa Kimia pada Daun Teh
(Camelllia sinensis) Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri,Vol. 19, No.3.
Lee KK, Choi JD. 2009. The effects of Areca catechu L.Extract on Anti
Inflammation and Anti-melanogenesis, International Journal of Cosmetic
Science.
Nasution, 2010."Pharmacochemical Investigation on Raw Materialsof Passiflora
Edulis Forma Flavicarpa" :Planta Med.
Raymond Rowe, C. 2009. “Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6thed”. USA:
Pharmaceutical Press.
Rubiyanto, Dwiarso. 2016. Metode Kromatografi. Yogyakarta:
Deepublish:Yogyakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.
Rizky, A.W., Latifa., dan Winarni, P. 2013. Formulasi Krim Ekstrak Lidah Buaya

(Aloe vera) Sebagai Alternatif Penyembuhan Luka Bakar. Indonesian

33
Journal of Chemical Science.
Wang, C.K., dan Lee, W.H. 1996. Separation, Characteristic, and Biological
Activities of Phenolic in Areca Fruit. J. Agric. Food Chem.

34

Anda mungkin juga menyukai