Anda di halaman 1dari 45

PREFORMULASI

BAHAN ALAM
Dosen Pengampu:
apt. Fauzia Ningrum Syaputri, M.Farm.
apt. Rizky Dwi Larasati, M.S.Farm.
Kelompok 2A

Ananda Syifa N.R (180106006)


Andi Azzahra A.P (180106007)
Athalia Jovanka S (180106013) Workshop Pengembangan Produk
Azka Silmi Z (180106016)
Jamu dari Kulit Buah Naga
Dea Nopita P (180106018)
Eneng Nelisa (180106024) (Hylocereus polyrhizus)
Hasna Hapsari N (180106034)
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) atau dapat disebut buah pitaya merupakan
tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis kering. Habitat asli buah naga berasal dari
negara Meksiko. Kulit buah naga merah mempunyai berat 30% - 35% dari berat utuh buah
(Wahyuni, 2011).
Kulit dari buah naga merah biasanya dapat diolah untuk dijadikan produk pangan, sebagai
bahan dasar kosmetik, pewarna alami, dan lain sebagainya. Menurut penelitian Wu dkk.
(2006) keunggulan dari kulit buah naga sebagai antioksidan disebabkan karena buah naga
kaya akan senyawa polifenol.
kulit buah naga merah mengandung beberapa senyawa seperti vitamin B1, vitamin B2,
vitamin B3 dan vitamin C, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, flavonoid, tiamin, niasin,
pyridoxine, kobalamin, glukosa, fenol, betasianin, polifenol, karoten, fosfor, besi dan
fitoalbumin yang beberapa diantaranya merupakan senyawa antioksidan.
Pendahuluan

Jamu adalah warisan leluhur bangsa yang telah dimanfaatkan secara turun temurun untuk
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Penduduk yang mengkonsumsi jamu sebanyak
95,6% menyatakan merasakan manfaat minum jamu.
Pembuatan sediaan jamu didasarkan pada tujuan agar memudahkan pengguna dan juga
dilihat dari bahan-bahan yang digunakan kan cocok dibuat serbuk.
Penggunaan jamu sebagai alternatif pengobatan di samping obat modern pada masyarakat
merupakan bagian dari indigenous knowledge masyarakat. Pemakaian jamu dan obat
tradisional lainnya yang dilakukan secara turun temurun tidak terlepas dari peran orang tua
dalam melestarikan budaya.
Pendahuluan
2. Rumusan Masalah
Bagaimana menentukan formulasi sediaan jamu dari kulit buah naga (Hylocereus
polyrhizus) ?
Bagaimana karakteristik fisik dan kimia sediaan jamu dari kulit buah naga (Hylocereus
polyrhizus) ?

3. Tujuan Praktikum
Menentukan formula sediaan jamu dari kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus)
Menentukan cara evaluasi karakteristik fisik dan kimia sediaan jamu dari kulit buah
naga (Hylocereus polyrhizus)
Teori Zat Aktif
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cactales
Family : Cactaceae
Genus : Hylocereus
Subfamily : Hylocereanea
Spesies : Hylocereus undarus ( daging putih )
Hylocereus costaricensis ( daging merah )
Kandungan Kimia yang Efektif
Kulit buah naga merah mengandung beberapa senyawa seperti vitamin B1, vitamin B2,
vitamin B3 dan vitamin C, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, flavonoid, tiamin,
niasin, pyridoxine, kobalamin, glukosa, fenol, betasianin, polifenol, karoten, fosfor, besi
dan fitoalbumin yang beberapa diantaranya merupakan senyawa antioksidan.
Teori Zat Aktif
Indikasi
Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki kandungan antosianin yang dapat
menurunkan kolesterol (Kanner et al., 2001). Kulit buah naga merah juga memiliki kandungan
nutrisi seperti karbohidrat, lemak, protein dan serat pangan. Kandungan serat pangan yang
terdapat dalam kulit buah naga merah sekitar 46,7%, kandungan serat pangan memiliki
manfaat bagi kesehatan yaitu mengontrol berat badan atau kegemukan, menanggulangi
penyakit diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon (usus besar) serta
mengurangi tingkat kolesterol darah (Susanto dan Saneto, 1994).
Kontraindikasi
Dalam kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) senyawa fenol memiliki sifat mudah
teroksidasi dan sensitif terhadap perlakuan panas dengan adanya proses pengeringan
mengakibatkan penurunan senyawa fenol dalam seduhan kulit buah naga merah. Suhu
optimum pengeringan untuk mendapatkan kadar total fenol maksimum 60˚C. Pengeringan
lebih tinggi dari 60˚C setelah 4 menit mengakibatkan fenol menjadi rusak dan kadarnya
cenderung menurun (Irmayanti, 2016).
Teori Zat Aktif

Efek samping
Pengobatan menggunakan ekstrak kulit buah naga tidak memiliki efek toksik maupun efek
samping yang berbahaya sehingga terapi penyembuhan menggunakan ekstrak ini sangat
aman (Theresia, 2015).

Dosis
Pemberian ekstrak kulit buah naga merah dosis 150 mg lebih baik dalam menurunkan
kolesterol LDL (Theresia, 2015).
Preformulasi Zat Aktif
Preformulasi Zat Aktif
Preformulasi Zat Tambahan

Serbuk
Daun Stevia
Preformulasi Zat Tambahan

Serbuk
Daun Stevia
Preformulasi Zat Tambahan

Maltodextrin
(HOPE Ed.6 Hal 418)
Preformulasi Zat Tambahan

Maltodextrin
(HOPE Ed.6 Hal 418)

10-99%
Preformulasi Zat Tambahan

Gom Arab
(HOPE Ed 6 hal 1)
Preformulasi Zat Tambahan

Gom Arab
(HOPE Ed 6 hal 1)

1-5%
Preformulasi Zat Tambahan

Aquadest
Preformulasi Zat Tambahan

Aquadest
Metode Ekstraksi
Dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut aquadest.
Aquadest merupakan senyawa polar dan hanya mengekstrak senyawa polar sehingga
komponen total fenol dan flavonoid memiliki kelarutan yang rendah di dalam air (Algariri
et al., 2013). Pelarut yang bersifat polar diantaranya adalah etanol, metanol, aseton dan
air (Sudarmadji et al., 1997). Ekstrak kulit buah naga merah memiliki aktivitas antioksidan
yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak buahnya karena memiliki kandungan fenolik
yang lebih tinggi (Wu et al., 2006). Proses penyarian menggunakan metode maserasi
karena metode ini tergolong sederhana dan cepat tetapi sudah dapat menyari zak aktif
simplisia dengan maksimal. Keuntungan utama dari metode ini ialah tidak dilakukan
pemanasan sehingga dapat mecegah rusak atau hilangnya zat aktif yang ingin disari.
Metode Ekstraksi

Proses penyarian diawali dengan proses pembasahan. Proses pembasahan


menggunakan pelarut ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang
sebesar-besarnya kepada cairan penyari untuk masuk ke pori-pori simplisia
sehingga mempermudah proses penyarian selanjutnya (Hayatus dan Henny,
2015). Adapun kelebihan menurut literatur lain dari metode maserasi yaitu
biayanya yang murah, mudah untuk dilakukan dan tanpa pemanasan sehingga
tidak merusak senyawa flavonoid (Cuppet et al., 1954).
Metode:
Proses Pemilihan dan Pengolahan Bahan Baku
Dikumpulkan dan dipilih buah naga yang memiliki kualitas yang baik, memiliki bentuk yang tidak
cacat, warna merata, tidak busuk dan umur buah yang matang.

Proses Pembuatan Simplisia (Rayanti dkk, 2016)


1. Buah naga dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotorannya dan ditiriskan.
2. Kulit buah naga dikupas lalu ditimbang sebanyak 100 gram.
3. Kulit buah naga dipotong-potong kurang lebih 1 mm untuk mempercepat proses
pengeringan.
4. Dikeringkan kulit buah naga menggunakkan oven dengan suhu 40⁰C selama 8 jam.
5. Setelah pengeringan, dipilih kulit buah naga yang memiliki kualitas yang baik yaitu memiliki
tekstur keras dan berwarna merah keunguan.
6. Kulit buah naga kering ditimbang kembali untuk mengetahui berat akhir.
7. Kulit buah naga kering dihaluskan menggunakan blender, kemudian diayak menggunakan
ayakan ukuran 20 mesh, setelah itu ditimbang serbuk kulit buah naga
Metode:

Prosedur Ekstraksi (Yanti dan Siska, 2017)


Dimasukkan serbuk simplisia kulit buah naga ke dalam gelas kimia, kemudian ditambahkan
pelarut campuran etanol 70% dan HCl 1% dengan perbandingan 9:1. Lalu ditutup gelas
kimia menggunakan alumunium foil, sambil sesekali diaduk selama 24 jam.
Setelah itu, disaring hingga diperoleh filtrat. Lalu filrat diuapkan menggunakan penangas
air sehingga diperoleh ekstrak kental dari kulit buah naga.
Metode: Standarisasi Simplisia dan Ekstrak
1. Parameter Spesifik
Pemeriksaan Organoleptik
Dilakukan dengan pengenalan secara fisik menggunakan panca indera untuk mendeskripsikan
bentuk, bau, warna dan rasa.
Uji Makroskopik
Diamati menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat. Cara ini dilakukan untuk mencari
kekhususan morfologi dan warna simplisia kulit buah naga.
Uji Mikroskopik
Dilakukan pengamatan dibawah mikroskop, menggunakan kloralhidrat L.P.
Kadar Sari Larut Air
Ditimbang 5 gram serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah naga, dimaserasi selama 24 jam dengan
100 mL air menggunakan labu ukur sambil berkali – kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian
dibiarkan lalu disaring. Diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan penguap yang telah di
tara. Dipanaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % kadar sari larut
dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.
Metode: Standarisasi Simplisia dan Ekstrak
Kadar Sari Larut Etanol
Ditimbang 5 gram serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah naga, dimaserasi selama 24 jam dengan 100
mL etanol (95%) menggunakan labu ukur sambil berkali – kali dikocok selama 6 jam pertama kemudian
biarkan lalu saring. Diuapkan 20 mL filtrate hingga kering dalam cawan penguap yang telah di tara.
Dipanaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % kadar sari larut dalam
etanol, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.
2. Parameter non Spesifik
Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi toluen. Toluen yang digunakan
dijenuhkan dengan air terlebih dahulu. Serbuk simplisia dan ekstrak ditimbang sebanyak 5
gram dan dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu ditambahkan toluen yang telah
dijenuhkan. Dengan hati-hati labu dipanaskan selama 15 menit, setelah toluen mulai
mendidih, penyulingan diatur 2 tetes / detik, lalu 4 tetes / detik. Setelah semua tersuling,
dilanjutkan pemanasan selama 5 menit. Setelah itu tabung didinginkan hingga mencapai
suhu kamar. Volume air dibaca setelah toluen dan air memisah dengan sempurna.
Metode: Standarisasi Simplisia dan Ekstrak
Kadar Abu Total
Ditimbang 2 gram serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah naga, dimasukkan dalam krus silica
yang telah dipijar dan ditara, disisihkan. Dipijarkan perlahan – lahan hingga arang habis, dinginkan,
dan ditimbang. Jika arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring melalui kertas
saring bebas abu. Dipijarkan ampas dan kertas saring tadi dalam krus yang sama. Dimasukkan
filtrat kedalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, dan ditimbang. Dihitung kadar abu
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

Kadar Abu Tidak Larut Asam


Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, didihkan dengan 25 mL HCl encer selama 5
menit. Dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, disaring melalui krus silica atau kertas
saring bebas abu, dicuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap, dan ditimbang. Hitung
kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.
Metode: Standarisasi Simplisia dan Ekstrak
Kadar Abu Larut dalam Air
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, didihkan dengan 25 mL air selama 5
menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut, saring dengan kerta saring bebas abu, cuci dengan
air panas, dan pijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450°C, hingga bobot tetap,
dan ditimbang. Hitung kadar abu yang larut dalam air terhadap bahan yang dikeringkan di
udara.

Penetapan Susut Pengeringan


Serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah naga ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke
dalam krus porselin bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105⁰C selama 30
menit dan telah ditara. Kurs dimasukkan ke dalam oven dalam keadaan tutup krus terbuka,
dikeringkan pada suhu 105⁰C hingga bobot tetap, didinginkan dalam desikator. Replikasi
dilakukan sebanyak 3 kali kemudian dihitung presentasinya.
Metode: Standarisasi Simplisia dan Ekstrak
3. Penentuan Cemaran Mikroba
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah naga dilarutkan dalam 10 mL larutan
pengencer yaitu Aqua Pro Injection, lalu dikocok hingga homogen untuk mendapatkan
pengenceran 10-1. Disiapkan 3 tabung, dimasukkan 9 mL larutan pengencer pada masing-
masing tabung. Dipipet sebanyak 1 mL dari pengenceran 10-1 ke dalam tabung pertama,
dikocok hingga homogen untuk mendapatkan hasil pengenceran 10-2. Perlakuan sama
dilakukan hingga diperoleh hasil pengenceran 10-3 dan hasil pengenceran 10-4.

Angka Lempeng Total (ALT)


Dipipet 1 mL dari tiap pengenceran ke dalam cawan petri yang steril (triplo) dengan
menggunakan pipet yang berbeda dan steril untuk masing-masing pengenceran. Ke
dalam masing-masing cawan petri dituangkan 15 mL media NA (Nutrient Agar) yang
telah dicairkan, lalu cawan petri digoyang agar suspensi tercampur rata. Setelah media
memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 24 jam dengan posisi terbalik.
Metode: Standarisasi Simplisia dan Ekstrak

Penentuan Total Kapang


Dipipet 1 mL dari tiap pengenceran ke dalam cawan petri steril (triplo) dengan
menggunakan pipet yang berbeda dan steril untuk masing-masing pengenceran. Ke
dalam masing-masing cawan petri dituangkan 15 mL media PDA (Potato Dextrose Agar)
yang telah dicairkan, lalu cawan petri digoyang agar suspensi tercampur rata. Setelah
media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 25⁰C selama 5 hari dengan posisi
terbalik. Kemudian diamati.
Metode: Skrining Fitokimia

1. Identifikasi Alkaloid dengan Metode Culvenor-Fitzgerald


Sampel dicampur dengan 5 mL kloroform dan 5 mL amoniak kemudian dipanaskan,
dikocok dan disaring. Tambahkan 5 tetes asam sulfat 2 N pada masing-masing filtrat,
kemudian kocok dan didiamkan. Bagian atas dari masing-masing filtrat diambil dan diuji
dengan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf. Terbentuknya endapan jingga, cokelat,
dan putih menunjukkan adanya alkaloid.

2. Identifikasi Flavonoid
Sampel dicampur dengan 3 mL etanol 70%, dikocok, dipanaskan, dan dikocok
lagi kemudian disaring. Kemudian ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 2 tetes HCl
pekat pada masing-masing filtrat. Terbentuknya warna merah pada lapisan
etanol menunjukkan adanya flavonoid.
Metode: Skrining Fitokimia

3. Identifikasi Saponin
Sampel dididihkan dengan 20 mL air dalam penangas air. Filtrat dikocok dan didiamkan
selama 15 menit. Terbentuknya busa yang stabil menunjukkan positif terdapat saponin.

4. Identifikasi Steroid dan Terpenoid


Sampel diekstrak dengan etanol dan ditambah 2 mL asam sulfat pekat dan 2 mL asam
asetat anhidrat. Perubahan warna dari ungu ke biru atau hijau menunjukkan adanya steroid
dan terbentuknya warna kecoklatan antar permukaan menunjukan adanya senyawa
terpenoid.
5. Identifikasi Tanin
Sampel didihkan dengan 20 mL air lalu disaring. Ditambahkan beberapa tetes
feriklorida 1% dan terbentuknya warna coklat kehijauan atau biru kehitaman
menunjukkan adanya tanin.
Susunan Formulasi
Metode Pembuatan

1. Disiapkan semua bahan


2. Dikeringkan ekstrak kulit buah naga pada suhu 105°C selama 1 jam
3. Dihaluskan ekstrak kulit buah naga
4. Di ayak dengan ayakan mesh no. 80
5. Dimasukan ekstrak kulit buah naga yang telah di ayak kedalam wadah
6. Dimasukan serbuk daun Stevia sebagai pemanis digerus ad homogen
7. Dimasukan maltodekstrin, gom Arab digerus ad homogen
8. Dimasukkan ke dalam kemasan
Metode Evaluasi
Metode Evaluasi
Metode Evaluasi
Metode Evaluasi
Metode Evaluasi
Pembahasan
Buah naga (Hylocereus polyhizus) merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis
kering. Buah naga ini memiliki kandungan antioksidan seperti vitamin C, senyawa flavonoid,
serta polifenol. Buah naga memiliki pigmen warma berupa antosianin yang berfungsi sebagai
antioksidan (Kristanto, D. 2008 ). Kulit buah naga selama ini jarang dimanfaatkan dan lebih
sering menjadi limbah. Padahal, kulit buah naga memiliki kapasitas antioksidan, efek
antiproliferatif (Stintzing, F.c, Scheibe and Carle, R. 2002 ).
Ekstrak kulit buah naga dibuat menjadi jamu instan. Jamu instan yaitu jamu yang dibuat
menggunakan mesin dan dalam bentuk serbuk yang dikemas dan melalui proses produksi yang
panjang hungga menjadi produk jamu kemasan. Jamu instan dibuat dengan menggunakan
tumbuhan obat yang banyak ditanam disekitar rumah (Wahyuningsih & Widiyastuti, 2019).
Tujuan dibuat jamu instan ekstrak kulit buah naga yaitu untuk menjaga daya tahan tubuh
terhadap radikal bebas serta untuk menjaga kekebalan tubuh. Selain itu dibuat jamu instan agar
memudahkan konsumen dalam mengkonsumsi jamu tidak usah meracik dengan merebus
tumbuhan obat.
Pembahasan
Serbuk daun stevia sebagai pemanis alami dan akuades sebagai pelarut. Bahan tambahan
maltodekstrin merupakan bahan yang sering digunakan dalam pembuatan makanan yang
dikeringkan karena selaun bahan pengisi, maltodekstrin memiliki beberapa kelebihan antara lain
tidak manis, dan mudah larut dalam air (Kuntz, 1998). Gom arab digunakan sebagai pengikat
karena dalam gom arab terdapat rongga sehingga dapat mengikat air, menurut Departemen
Kesehatan RI (1995), gom arab mempunyai struktur yang mudah rapih dan membentuk
fragmen bersudut dan kadar air gom arab tidak lebih dari 15%. Serbuk daun stevia digunakan
sebagai pemanis. Daun stevia mengandung pemanis alami non kalori dan mampu
menghasilkan rasa manis 70-400 kali dari manisnya gula tebu. Kemudian kualitas dari pemanis
stevia didasarkan atas aroma, rasa, penampilan dan tingkat kemanisannya. Selain itu daun
stevia tidak memberikan rasa pahit pada akhirnya. Sedangkan zat tambahan terakhir yaitu
akuades yang digunakan sebagai pelarut.
Pembuatan jamu instan di buat dengan kemasan yang praktis, tujuannya agar memudahkan
konsumen sehingga jamu mudah di bawa kemana- mana.
Lampiran: kemasan
Lampiran: label
Lampiran: kemasan tanpa label
Daftar Pustaka
Algariri et al. (2013) : Hypoglycemic and Anti-hyperglycemic Study of Gynura Procumbens
Leaf Extracts. School of Pharmaceutical Sciences. University Sains Malaysia. Penang :
Malaysia.
Cuppet et al. (1954) : Natural Antioxidant-Are They Reality. Dalam Foreidoon Shahidi :
Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Aplications. AOC Press, Champaign,
Illinois : 12-24.
Hayatus dan Henny (2015) : Perbandingan Pelarut Etanol dan Air Pada Pembuatan Ekstrak
Umbi Bawang Tiwai (Eleutherine americana Merr) Menggunakan Metode Maserasi. Jurnal
Ilmiah Manuntung. 1(2), 149-153, ISSN Cetak 2443-115X, ISSN Elektronik 2477-1821.
Akademi Farmasi Samarinda.
Irmayanti (2016) : Efek Pemberian Seduhan Kulit Buah Naga Merah Terhadap Kadar
Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) Tikus Sprague Dawley Dislipidemia.
Kristanto, D. 2008. Buah Naga Pmebudidayaan di Pot dan di Kebun. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Daftar Pustaka
Stintzing, F.C, Scheibe, A and Carle, R. 2002. Betacyanin in Fruit From Red Purple Pitaya
(Hylocereuspolyrhizus) (Weber). Brintton and Rose. Food Chemistry, 77:101-106.
Sudarmadji et al. (1997) : Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit
Liberti : Yogyakarta.
Susanto dan Saneto (1994) : Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu : Surabaya.
Theresia (2015) : Efek Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Terhadap
Penurunan Kadar Kolesterol LDL Pada Tikus Jantan Galur Wistar. Universitas Kristen
Maranatha : Bandung.
Wahyuningsih, I & Widiyastuti, L. 2019. Pengolahan Empon-Empon Menjadi Minuman
Kesehatan Berbasis Zero Waste Home Industry. Jurnal Bedikari. 7.
Wu, L. C., Hsu, H. W., Chen, Y., Chiu, C. C., and Ho, Y. I., .(2006). Antioxidant and
Antiproliferative Activities of Red Pitaya. Food Chemistry. 95. 319-327.
Thank you
for attending!

Anda mungkin juga menyukai