Anda di halaman 1dari 25

JURNAL KOSMETOLOGI

“FORMULASI SEDIAAN DEODORANT DAN ANTIPRESPIRANT ?STICK


MENGGUNAKAN TAWAS DAN ALUMINUM KLORIDA”

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Andi Azzahra Amalia (180106007)

Annisa Azzahra (180106010)

Ayu Permata Dewi (180106015)

Dea Nopita Putri (180106018)

Erika Maulani (180106025)

Hasna Hapsari Nur F (180106035)

Rifki Maulana (180106055)

Siti Antika N.Y. (180106064)

Dosen Pengampu :

apt. Fauzia Ningrum Syaputri, M. Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan suatu negara tropis yang selalu disinari matahari,
sehingga berkeringat tidak dapat dihindari. Bagi seseorang, keluarnya keringat
yang berlebihan dapat menimbulkan masalah timbulnya bau badan yang
kurang sedap. Bau badan sangat berhubungan dengan sekresi keringat, dan
adanya pertumbuhan mikroorganisme. Bau badan lebih tercium pada daerah
dengan kelenjar apokrin lebih banyak, seperti pada ketiak (aksila) dan daerah
pubik (Mutschler,1991; Gross & Venson,1972).
Deodorant merupakan jawaban atas kebutuhan tersebut, karena dapat
mencegah dan menghilangkan bau badan dengan cara menghambat
dekomposisi atau penguraian keringat oleh bakteri (Young, 1972). Bau badan
biasanya berhubungan erat dengan peningkatan keluarnya keringat
(perspirasi) baik kelenjar keringat ekrin maupun apokrin, maka antiperspiran
yang menekan perspirasi kulit, dibutuhkan untuk melengkapi kosmetik ini
(Wasitaatmadja, 1997).
Deodorant adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap
keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan (Rahayu, dkk.,
2009). Deodorant stick, berbentuk batang padat, mudah dioles dan merata
pada kulit, bau sedap, stik transparan atau berwarna. Pembuatannya berbeda
dengan pembuatan lipstik karena deodorant ini merupakan gel sabun.
Pembuatannya mirip dengan pembuatan emulsi, yaitu suatu fase minyak (fatty
acid) diadukkan dalam suatu fase larutan alkali dalam air/alkohol pada suhu
sekitar 70oC. Gel panas yang terbentuk diisikan ke dalam cetakan pada suhu
sekitar 60-65oC dan dibiarkan memadat (Ditjen POM, 1985; Tranggono dan
Latifah, 2007).
Tawas merupakan deodorant antiperspiran tradisional, yang berfungsi
untuk memperbaiki bau badan, bekerja dengan menghambat sekresi keringat
dengan mengecilkan pori-pori. (Wasitaatmadja, 1997). Walaupun demikian,
pada awal tahun 2005 US Food and Drug Administration (FDA) tidak lagi
mengakuinya sebagai antiperspirant. Aluminium klorida pada umumnya
digunakan sebagai zat aktif untuk sediaan antiprespirant karena mempunyai
sifat astringen dan antibakteri dan mempunyai pH 4 yang tidak menyebabkan
iritasi dan tidak merusak jaringan kulit (Ditjen POM, 1985; Butler, 2000).
Dalam perdagangan tawas tersedia dalam bentuk sediaan serbuk
deodoran antiperspiran. Bentuk sediaan ini kurang efektif karena dapat
terlarut bersama-sama dengan keringat. Oleh karena itu, dibuat sediaan
deodoran antiperspiran dalam bentuk batang (stick) dengan menggunakan
bahan aktif tawas dan aluminium klorida untuk mempercepat pengeringan
sediaan pada saat dioleskan di kulit.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana rancangan formula sediaan deodorant dan antiperspirant stick
menggunakan tawas dan alumunium klorida?
2. Bagaimana uji evaluasi sediaan deodorant dan antiperspirant stick
menggunakan tawas dan alumunium klorida?
1.3. Tujuan
1. Menentukan rancangan formula sediaan deodorant dan antiperspirant
stick menggunakan tawas dan alumunium klorida
2. Menentukan uji evaluasi sediaan deodorant dan antiperspirant stick
menggunakan tawas dan alumunium klorida
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Zat Aktif


2.1.1. Tawas (Aluminium Sulfat)
1. Indikasi
Tawas merupakan deodorant antiperspiran tradisional yang
berfungsi untuk memperbaiki bau badan (Wasitaatmadja,
1997).
2. Kontraindikasi
Dalam perdagangan tawas tersedia dalam bentuk sediaan
serbuk deodorant antiperspiran. Bentuk sediaan ini kurang
efektif karena dapat terlarut bersama-sama dengan keringat
(Wasitaatmadja, 1997).
3. Dosis
Pemakaian deodorant antiperspiran yaitu dioleskan pada
bagian ketiak 1-3 kali setelah mandi.
4. Efek Samping
Jika tidak cocok dengan kulit, tawas dapat memberikan sensasi
menyengat pada kulit, meski efek ini sangat jarang terjadi.
Selain itu, tawas yang digunakan pada kulit ketiak juga dapat
membuat kulit menjadi kering dan iritasi.
5. Mekanisme Kerja
Tawas merupakan deodorant antiperspiran tradisional yang
berfungsi untuk memperbaiki bau badan, bekerja dengan
menghambat sekresi keringat dengan cara mengecilkan pori-
pori (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.2. Aluminium klorida


1. Indikasi
Aluminium klorohidrat dan aluminium klorida pada umumnya
digunakan sebagai zat aktif untuk sediaan antiperspirant karena
mempunyai sifat astringen dan antibakteri, serta memiliki pH 4
(Butler, 2000).
2. Dosis
Pemakaian deodorant antiperspiran yaitu dioleskan pada bagian
ketiak 1-3 kali setelah mandi.
3. Efek Samping
Tidak menyebabkan iritasi dan tidak merusak jaringan kulit
(Butler, 2000).

2.2. Preformulasi Zat Aktif dan Zat Tambahan


2.2.1 Preformulasi Zat Aktif
A. Tawas (Aluminium Sulfat)

Rumus Struktur

RM : Al2(SO4)3.16H2O

BM : 474,37 g/mol

Pemerian Serbuk hablur; putih (FI III, Hal 640).

Titik didih 330ºC pada 760 mmHg.

Titik leleh 92ºC.

Kelarutan Larut dalam air (FI III, Hal 640).

Kandungan kimia Aluminium sulfat P Al2(SO4)3.16H2O


mengandung tidak kurang dari 98,0%
Al2(SO4)3.16H2O (FI III, Hal 640).

pH Keasaman-kebasaan pH larutan 5,0% b/v


dalam air bebas karbondioksida P, tidak
kurang dari 2,5 (FI III, Hal 640).

Bentuk zat aktif Serbuk.


yang digunakan

Bentuk sediaan Deodorant stick.

Kegunaan Zat aktif deodorant.

Penyimpanan Wadah tertutup baik dan rapat.

Konsentrasi yang 15%.


digunakan
berdasarkan
literature

B. Aluminium Klorida

Rumus Struktur

RM : AlCl3

BM : 133,34 g/mol

Pemerian Padatan (kristal padat), berbentuk serbuk;


berbau tajam dan mengiritasi; berwarna putih,
kuning atau abu-abu; berasa manis, asam
(BPOM RI, 2012).

Titik didih 180ºC (BPOM RI, 2012).

Titik leleh 190ºC (374ºF) (BPOM RI, 2012).

Tekanan uap 1 mmHg @ 100ºC (BPOM RI, 2012).

Berat jenis (air = 1) 2,44 @ 25ºC (BPOM RI, 2012).

Kelarutan Larut dalam alkohol, karbon tetraklorida,


benzofenon, nitrobenzen, eter, benzen dan
sedikit larut dalam kloroform (BPOM RI,
2012).

Stabilitas Stabil, Dapat terdekomposisi jika terkena


panas, bereaksi dengan air, sensitif terhadap
lembab. Higroskopik: menyerap lembab atau
air dari udara. Stabil pada temperatur ruang
pada wadah tertutup, dalam penyimpanan dan
penanganan yang normal (BPOM RI, 2012).

Reaktivitas Dapat terurai ketika kontak dengan udara,


cahaya, kelembapan, panas atau pada
penyimpanan dan penggunaan diatas suhu
ruangan. Sangat bereaksi dengan air
menghasilkan gas toksik atau mudah terbakar.
Wadah yang tertutup rapat dapat pecah
dengan hebat (BPOM RI, 2012).

pH 4 (Butler, 2000).

Bentuk zat aktif Serbuk.


yang digunakan

Bentuk sediaan Deodorant stick.

Kegunaan Zat aktif antiperspiran.

Penyimpanan Wadah tertutup baik dan rapat.

Konsentrasi yang 20%.


digunakan
berdasarkan
literatur

2.2.2 Preformulasi Zat Tambahan


A. PEG 4000

Nama resmi PEG 4000

Nama lain Polietilen glikol

Struktur kimia

Titik lebur 690 – 700C

Titik didih -

pH 3–6

Pemerian Serbuk licin putih atau potongan putih


gading, praktis tidak berbau, tidak berasa.

Kelarutan Larut dalam air,dalam etanol (95%), dalam


aseton, dalam glikol lain, dan hidrokarbon
aromatic

Konsentrasi yang 3%
digunakan
berasarkan
literature

Kegunaan Emulgator

Wadah dan Simpan dalam wadah tertutup baik,


penyimpanan terlindung dari cahaya, ditempat yang sejuk
dan kering

Pustaka HOPE 6th ed

B. Cetyl alcohol

Nama resmi Cetyl alcohol

Nama lain Alcohol cetylicus, ethal, ethol

Struktur kimia

Rumus molekul C16H14O

Titi lebur 49,30C

Titik didih 3440C

Bobot molekul 242,44

Pemerian Serpihan putih atau ganul seperti lilin,


berminyak memiliki bau dan rasa yang khas
Kelarutan Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter,
kelarutanya meningkatkan dengan
peningkatan temperature, serta tidak larut
dalam air

Stabilitas Setil alcohol stabil dengan adanya asam,


alkali, cahaya, dan udara sehingga tiak
menjadi tengik

Inkompabilitas Tidak kompatibel dengan oksidator kuat, setil


alcohol bekerja untuk menurunkan titik leleh

Konsentrasi yang 5%
digunakan
berdasarka
literature

Kegunaan Emulgator

Wadah dan Dalam adah tertutup baik, tempak yang sejuk


penyimpanan dan kering

Pustaka HOPE 6th ed, hal 155


C. Cera Alba

Nama resmi Cera alba

Nama lain Malam putih

Titik lebur 620 – 640C

Pemerian Zat padat lapisan tipis bening, putih


kekuningan bau khas lemah, bebas bau tengik
Kelarutan Praktik tidak larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol 95% dingin, larut dalam
kloroform, dalam eter hangat, dalam minyak
lemak,dan dalam minyak atsiri

Stabilitas Pada suhu > 1500C terjadi ester akibat


penurunan harga asam dan melting point

Inkompabilitas -

Kegunaan Basis stick

Konsentrasi 10 %

Wadah dan Dalam wadah tertutup baik dan terlindung


penyimpanan dari cahaya

Pustaka Farmakope Indonesia ed III, hal 140, 186

HOPE 6th ed, hal 558

D. Minyak Zaitun

Nama resmi Olive oil

Nama lain Minyak zaitun

Titik nyala 2250C

Pemerian Minyak , berwarna kuning pucat atau kuning


kehijauan terang, bau dan rasa khas lemah
dengan rasa ikutan agak pedas
Kelarutan Sukar larut dalam etanol bercampur dengan
eter dengan kloroform dan dengan eter,
dengan kloroform dan dengan karbol disulfide

Stabilitas Saat didinginkan minyak zaitun menjadi


keruh sekitar 100C, dan menjadi massa seperti
mentega pada 00C
Inkompabilitas Minyak zaitun bias diserap oleh alkali
hidroksida, karna mengandung proporsi tinggi
asam lemak tak jenuh, minyak zaitun rentan
terhadap oksidasi dan tidak sesuai dengan zat
pengoksidasi

Kegunaan Melembutkan kulit

Konsentrasi yang 5%
digunakan
berdasarkan
literature

Wadah dan Wadah tertutup baik


penyimpanan

Pustaka HOPE 6th ed, hal 984

E. Gliserin

Nama resmi Gliserin

Nama lain Glycerol , glycerin, croderol

Struktur kimia

Rumus molekul C3H8O3

Berat molekul 92,09

pH -

Pemerian Tidak berwarna, tidak berbau, viskos, cairan


yang higroskopis, memiliki rasa yang manis,
kurang lebih 0,6 kali manisnya dari sukrosa

Kelarutan Gliserin praktis tidak larut dengan benzene,


kloroform, dan minyak, larut dengan etanol
95%, methanol dan air

Stabilitas Pada suhu 200C, gliserin sebaiknya ditempat


yang sejuk dan kering

Inkompatibilitas Incompatible dengan bahan pengoksida,


pottarium klorat petasium pemanganat

Konsentrasi yang 5%
digunakan
berdasarkan
literature

Kegunaan Humektan

Wadah dan Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari


penyimpanan cahaya

Pustaka HOPE 6th ed, hal 304

F. Nipagin

Nama resmi Nipagin

Nama lain Methyl paraben

Struktur kimia

Konsentrasi 0,02 – 0,3%

pH 3–6

Pemerian Serbuk hablur berarna putih hampir tidak


berbauh dan tidak mempunyai rasa

Kelarutan Mudah larut dalam etanol, eter, praktis tidak


larut dalam minyak , larutan dalam 400
bagian air
Stabilitas Stabil dalam pemanasan dan dalam bentuk
larutan

Inkompatibilitas Aktivitas akan berkurang dengan adanya


surfaktan non ionic seperti polisorbat 80
sebagai akibat dari aktivitas misel

Konsentrasi yang 0,01 %


digunakan
berdasarkan
literature

Kegunaan Zat pengawet

Wadah dan Tersimpan dalam wadah tertutup baik dalam


penyimpanan sejuk dan kering

Pustaka HOPE 6th ed, hal 466

G. Oleum Citri

Nama resmi Oleum citri

Nama lain Minyak jeruk, minyak limau, citron olio

Titik leleh -

Titik didih -

Pemerian Cairan warna kuning pucat atau kuning


kehijauan, bau khas aromatic, rasa pedas,
dan agak pahit

Kelarutan Larut dalam etanol 90% dapat bercampur


dengan etanol mutlak

Stabilitas -

Inkompatibilitas -

Kegunaan Sebagai pengaroma / pewangi

Wadah dan Dalam wadah terisi penuh dan tertutup rapat,


penyimpanan terlindung dari cahaya ditempat sejuk

Pustaka Farmakope Indonesia edisi III hal 455

H. Aquadest

Nama resmi Aqua destilata

Nama lain Air suling, aquadest

Struktur kimia

Rumus Molekul H2O

Bobot Molekul 18.02


Titik leleh 0⁰C

Titik didih 100⁰C

pH 7

pKa -

Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau


dan tidak mempunyai rasa

Kelarutan Dapat dicampurkan dengan banyak pelarut


polar

Stabilitas Stabil dalam kondisi normal

Inkompatibilitas Dalam farmasetika air dapat bereaksi dengan


obat dan menyebabkan terjadinya hidrolisis

Kegunaan Pelarut

Konsentrasi yang 50 mL
digunakan
berdasarkan literatur

Bentuk zat aktif Cairan jernih


yang digunakan

Wadah dan Dalam wadah tertutup baik


penyimpanan

Pustaka Farmakope Indonesia ed III, hal 96

HOPE 6th ed, hal 776

LabChem, 2020
BAB III

METODOLOGI KERJA

3.1. Pendekatan Formula

No. Bahan Konsentrasi Fungsi Penimbangan

1. Alumunium Sulfat 15% Zat aktif Deodorant 7,5 gram

2. Alumunium 20% Zat aktif 10 gram


Klorida Antiprespiran

3. PEG 4000 3% Emulgator 1,5 gram

4. Cetyl alcohol 5% Emulgator 2,5 gram

5. Cera alba 10% Basis stick 5 gram

6. Olive oil 5% Melembutkan kulit 2,5 gram

7. Gliserin 5% Humektan 2,5 gram

8. Nipagin 0,01% Pengawet 0,005 gram

9. Oleum citri q.s Pewangi q.s

10. Aquadest Ad 50 mL Pelarut 50 mL

3.2. Perhitungan Bahan dan Penimbangan


Perhitungan bahan untuk sediaan 50 mg :
15
1. Aluminium sulfat = x 50 mg = 7,5 gram
100
20
2. Aluminium klorida = x 50 mg = 10 gram
100
3
3. PEG 4000 = x 50 mg = 1,5 gram
100
5
4. Cetyl alcohol = x 50 mg = 2,5 gram
100
10
5. Cera alba = x 50 mg = 5 gram
100
5
6. Olive oil = x 50 mg = 2,5 gram
100
5
7. Gliserin = x 50 mg = 2,5 gram
100
0,01
8. Nipagin = x 50 mg = 0,005 gram
100
9. Oleum citri = q.s
10. Aquadest = ad 50 mL

3.3. Prosedur Pembuatan


3.3.1 Prosedur
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang semua bahan yang terdiri dari aluminium sulfat 7,5 gram,
aluminium klorida 10 gram, PEG 4000 1,5 gram, cetyl alkohol 2,5
gram, cera alba 5 gram, olive oil 2,5 gram dan nipagin 0,005 gram.
3. Fase minyak yang terdiri dari cera alba dan setil alkohol dilebur diatas
penangas air pada suhu 70⁰C (massa 1).
4. Fase air yang terdiri dari tawas, PEG 4000, gliserin dan nipagin
dilebur diatas penangas air pada suhu 70⁰C (massa 2).
5. Dicampurkan massa 1 dan massa 2 ke dalam mortar hangat, digerus
hingga menjadi krim yang homogen.
6. Ditambahkan olive oil sedikit demi sedikit, lalu diteteskan oleum citri
secukupnya dan digerus hingga homogen.
7. Ditambahkan aquadest ad 50 mL.
8. Dimasukkan sediaan yang telah jadi ke dalam wadah kemasan,
kemudian didiamkan sampai memadat dan disimpan pada suhu ruang.

3.3.2 Prosedur Evaluasi

No. Nama Uji Prosedur Persyaratan

1. Orgaoleptis Pemeriksaan meliputi Bentuk : stick


bentuk, warna, aroma dan Warna : putih
tekstur (Anief, 1997). Aroma : khas jeruk
Tekstur : padat dan
lembut

2. Homogenitas Pengujian homogenitas Sediaan homogen dan


dilakukan dengan melihat tidak terdapat partikel
sediaan secara kasat mata kasar (Cahyanta dkk,
(Cahyanta dkk, 2019) 2019)

3. pH Penentuan pH deodorant pH kulit 4,5-7,0


stick dapat menggunakan (Cahyanta dkk, 2019).
kertas indikator pH pH deodoran 4,5-6,5
(Cahyanta dkk, 2019) (Ervianingsih dan
Razak, 2019).

4. Waktu leleh Pengujian dilakukan Dapat meleleh pada suhu


dengan 5 gram deodorant tubuh (37⁰C) (Cahyanta
stick dimasukkan dalam dkk, 2019)
air dengan suhu 37⁰ C,
kemudian dicatat waktu
sampai deodorant meleleh
(Cahyanta dkk, 2019)

5. Titik lebur Deodorant stick dipotong Tidak cepat melebur


setengah memanjang, pada suhu kamar dan
dimasukkan ke dalam terhadap panas matahari
beaker glass dan saat penyimpanan
dipanaskan diatas (>50⁰C) (Cahyanta dkk,
waterbath, suhu perlahan- 2019)
lahan dinaikan. Kemudian
diamati pada suhu berapa
deodorant melebur
(Cahyanta dkk, 2019)

6. Uji Iritasi Pengujian menggunakan Tidak terdapat iritasi


hewan uji kelinci (Timur dan Latifah,
sebanyak 4 ekor kelinci 2019).
albino berummur rata-rata
6 bulan. Uji iritasi
menggunakan metode
remington yaitu pach test
atau uji sampel. Rambut
kelinci dicukur pada
bagian punggungnya
sampai bersih. Untuk
mennghilangkan bulu
halus digunakan veed
sebagai perontok rambut
halus. Pencukuran
dilakukan secara hati-hati
agar tidak melukai
punggung kelinci.
Punggung kelinci dibagi
menjadi 4 bagian yang
berbentuk bujur sangkar.
Kemudian sediaan
diaplikasikan pada kulit
kelinci. Evaluasi
dilakukan selama 72 jam
untuk melihat perubahan-
perubahan yang terjadi
seperti eritemia dimana
kulit menjadi kemerahan
dan timbul bercak-bercak
(Timur dan Latifah,
2019).

6. Antiperspiran Pengujian dilakukan Antipersspiran dapat


dengan menimbang 2 mengurangi jumlah
kapas dengan berat yang keringat yang keluar dari
sama, kemudian kapas ketiak (Saefafuna dkk,
satu diberi sediaan 2019)
deodorant stick dan kapas
lainnya tidak diberi
deodorant. Masing-
masing kapas diletakkan
pada ketiak seorang
panelis, ditunggu 1 jam.
Setelah 1 jam diambil
kapas dan ditimbang berat
kapas (Saefafuna dkk,
2019)
BAB IV

PEMBAHASAN

Diformulasikan sediaan deodoran antiperspiran (stick) menggunakan


tawas dan alumunium klorida sebagai zat aktif. Tawas diketahui berfungsi
untuk memperbaiki bau badan, bekerja dengan cara menghambat sekresi
keringat dengan mengecilkan pori-pori. (Wasitaatmadja, 1997). Sedangkan
untuk alumunium klorida digunakan untuk antiperspiran karena mempunyai
sifat astrigen dan antibakteri dan mempunyai pH 4 yang tidak menyebabkan
iritasi dan tidak merusak jaringan kulit (POM, 1985). Kemudian bentuk
sediaan yang digunakan yaitu deodoran antiperspiran dalam bentuk batang
(stick) dengan menggunakan bahan aktif tawas dan alumunium klorida.
Dengan bahan-bahan tambahan pada sediaan yang digunakan diantaranya
tawas (alumunium sulfat), alumunium klorida, PEG 4000, cetyl alcohol, cera
alba, oliv oil, gliserin, nipagin, dan aquadest.
Polietilenglikol (PEG) merupakan polimer sintetik dari oksietilen
dengan rumus struktur H(OCH2CH2)nOH dimana n adalah jumlah rata-rata
gugus oksietilen. PEG umumnya mempunyai bobot molekul antara 200-
300000. PEG dengan BM 200-600 berbentuk cair, PEG 1500 semi padat, dan
PEG 3000-20000 atau lebih berupa padatan semi kristalin, dan PEG dengan
BM lebih besar dari 100000 berbentuk seperti resin pada suhu kamar (Rowe
dkk, 2006). Pada sedian ini dipilih PEG-4000 karena bahan yang banyak
digunakan pada kosmetik sebagai agen pengemulsi, pemberi kelembapan dan
sebagai surfaktan (Ayuningtyas et al., 2017).
Setil alkohol merupakan salah satu bahan kimia yang umum
digunakan dalam pembuatan kosmetik yang berfungsi sebagai pengental,
penstabil, dan agen pengemulsi (Erungan et al., 2009). Dalam emulsi semi
padat, kelebihan setil alcohol menggabungkan larutan cair emulgator
membentuk fase kontinyu viskoelastik yang memeberikan sifat semipadat dan
mencegah koalesen tetasan. Oleh karena itu, setil alkohol kadang disebut
sebagai ‘peningkat konsistensi’ atau ‘agen pembentuk’, meskipun
kemungkinan dibutuhkan kombinasi dengan emulgator hidrofilik (Unyala,
2009).
Gliserin adalah bahan yang digunakan sebagai humektan karena
gliserin merupakan komponen higroskopis yang dapat mengikat air dan
mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Humektan berfungsi untuk
memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam jangka waktu yang lama, selain itu
untuk melindungi komponen-komponen yang terikat kuat di dalam bahan
termasuk air, lemak, dan komponen lainnya (Jackson, 1995). Gliserin dengan
konsentrasi 10% dapat meningkatkan kehalusan dan kelembutan kulit (Mitsui,
1997). Adapun basis yang digunakan dalam sediaan ini yaitu cera alba. Cera
alba merupakan bahan yang dapat meningkatkan viskositas sediaan.
Konsentrasi cera alba yang digunakan bervariasi yaitu 5%, 10% dan 15%.
Penggunaan cera alba menyebabkan viskositas dari sediaan meningkat,
sehingga dapat mempengaruhi pelepasan dan efektivitas dari zat aktif. Zat
aktif dalam suatu sediaan topikal yang digunakan terlebih dahulu harus lepas
dari pembawa sebelum mencapai efek farmakologis obat (Suardi et al, 2008).
Kemudain sediaan deodoran antiperspiran stick ini meggunakan
minyak zaitun (olive oil) yang berfungsi untuk menghaluskan kulit dalam
sediaan kosmetik (Setiawati dan Rien Indah, 2013).
Pemilihan pengawet sangat penting dalam sediaan kosmetik, karena
sediaan kosmetik tidak digunakan sekali pakai namun dapat digunakan
berkali-kali dan memudahkan bakteri atau jamur tumbuh sehingga dapat
merusak sediaan (PIONAS, 2017). Pengawet yang digunakan dalam sediaan
ini adalah nipagin. Nipagin atau metil paraben termasuk dalam bahan
pengawet makanan khususnya anti jamur yang juga digunakan secara luas
sebagai pengawet untuk obat-obatan dan kosmetika (Standar Nasional
Indonesia, 1999). Nipagin memiliki aktifitasnya terhadap mikroba yang baik
pada batas kadar yang ditentukan. bahwa kadar nipagin tidak lebih dari 0,4%
(Nofita, 2017).
Sediaan deodoran antiperspiran (stick) menggunakan oleum citri
meningkatkan wangi dari sediaan ini dan melembabkan kulit. Sedangkan
untuk pelarut yang digunakan pada sediaan ini yaitu aquadest alasan
penggunaan aquadest karena merupakan pelarut yang dapat melarutkan
berbagai senyawa organik netral yang mempunyai gugus fungsional polar
seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton (Lehninger, 1982).
Kemudian dilakukan uji evaluasi yang meliputi ujiorganoleptik, uji
pH, uji homogenitas, uji titik lebur dan uji anti perspiran. Tujuan evaluasi
sediaan ini adalah untuk melihat apakah sediaan tersebut layak digunakan dan
memenuhi standar mutu yang telah ditentukan atau tidak. Uji organoleptik
dilakukan dengan tujuan untuk melihat bentuk fisik dari sediaan deodorant
stick yang dibuat meliputi bentuk, warna aroma dan tekstur (Anief, 1997).
Uji pH dilakukan untuk mengetahui sifat deodorant yang dihasilkan
untuk batasan kulit. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan stik pH
universal. pH syarat batasan kulit yaitu 4,5-7. pH area dibawah 7 (asam),
bukan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan bakteri, karena bakteri lebih
banyak pada kondisi basa (Cahyanta dkk, 2019).
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah apakah bahan-
bahan yang digunakan bercampur secara merata atau homogen dan tidak
mengandung partikel- partikel padat. Pengujian homogenitas dilakukan
dengan melihat sediaan secara kasat mata, apakah sediaan deodorant stick
masih terdapat partikel kasar atau tidak, jika tidak maka dikatan sudah
homogen. Deodorant stick harus memiliki massa yang baik dan tidak
mengandung partikel kasar sehingga ketika dioleskan pada kulit terasa lembut
agar tidak mempengaruhi kenyamanan dalam penggunaan (Cahyanta dkk,
2019).
Uji waktu leleh bertujuan untuk mengetahui waktu leleh dari
deodorant stick dengan syarat dapat meleleh pada suhu normal tubuh yaitu
37°C. Pada Uji titik lebur bertujuan untuk mengetahui suhu maksimal
deodorant stick dapat melebur, sehingga dapat diketahui apakah ada pengaruh
variasi konsentrasi tawas terhadap titik lebur deodorant yang dihasilkan. Titik
lebur juga bermanfaat untuk memberikan gambaran suhu maksimal saat
penyimpanan dan syarat tidak cepat melebur pada suhu kamar dan terhadap
panas matahari saat penyimpanan (>50⁰C) (Cahyanta dkk, 2019).
Uji iritasi dilakukan dengan cara mengpoleskan sediaan uji pada kulit
normal manusia untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat
menimbulkan iritasi/kepekaan kulit atau tidak (Ervianingsih dan Razak,
2019). Iritasi merupakan gejala inflamasi yang terjadi pada kulit atau
membrane mukosa segera setelah perlakuan, berkepanjangan atau berulang
ketika menggunakan bahan kimia atau bahan lain. Terjadinya iritasi
disebabkan oleh suatu bahan dapat terjadi pada setiap orang, tidak melibatkan
sistem imun tubuh dan ada beberapa faktor-faktor yang memegang peranan
seperti keadaan permukaan kulit, lamanya bahan bersentuhan dengan kulit
dan konsentrasi dari bahan. Berdasarkan hal tersebut, maka harus dilakukan
uji iritasi, adanya tanda-tanda iritasi berupa eritema dan udema pada kulit
hewan coba, maka ada kemungkinan terjadi iritasi pada kulit manusia
(Cahyanta dkk, 2019).
Uji Antiperspiran dilakukan untuk menentukan potensi jumlah
keringan pada kulit ketiak dengan pemberian deodorant dan tanpa pemberian
deodorant. Sehingga dapat diketahui tingkat respiran sediaan. Syaratnya yaitu
Antiperspiran dapat mengurangi jumlah keringat yang keluar dari ketiak.
Antriprespiran berbasis alumunium bekerja dengan menghalangi saluran
keringat, sehingga mengurangi jumlah keringat yang mencapai permukaan
kulit sehingga perubahan berat yang terjadi karena adanya keringat yang
terserap dalam kapas yang diberikan deodorant lebih sedikit (Saefafuna dkk,
2019).
DAFTAR PUSTAKA

[SNI] Standar Nasional Indonesia. (1999). Bahan Tambahan Makanan. Jakarta:


Dewan Standarisasi Nasional.

Anief, M. (1997). Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press.

Ayuningtyas, D. D. R., Nurahmato, D., dan ROsyidi, V. A. (2017). Optimasi


Komposisi Polietilenglikol dan Lesitin Sebagai Kombinasi pada Sediaan
Nanoemulsi Kafein. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(1) : 157-163.

BPOM RI. (2012). Pusat Informasi Obat dan Makanan. Aluminium Klorida
Anhidrat. Jakarta: BPOM RI.

Butler. (2000). Pouzher's Perfumes, Cosmetics and Soaps 10th edition. London:
Kluwe Academic Publisher.

Cahyanti, A. N., Istriningsih, E., Zen, D, A., Gautama, T. S. (2019). Pengaruh Variasi
Konsentrasi Ekstrak Daun Teh (Camellia sinensis L) terhadap SIfat Fisik
Deodorant Stick. BHAMADA JITK, 10(1).

DepKes RI. (1979). Farmakope Indonesia ed III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia ed IV. Jakarta: Departremen Kesehatan RI.

Erungan, A. C., Purwaningsih, S., Anita, S. B. (2009). Application of Carrageenan in


Making of Skin Lotion . Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 12(2)
: 128-143.

Ervianingsih dan Razak, A. (2019). Formulasi Sediaan Lotion dari Minyak Atsiri
Nilam (Progestemon cablin Benth). Jurnal Fenomena Kesehatan, 2(1).

Gross, L., and Keith, H. (2009). Chemistry Change Everything-Deodorant and


Antiprespirant. Retrieved from Chemistry Change Everything-CITiEs:
www.citiesue.org/sites/.../057-deodorant-antiprespirant.pdf

Lehninger. (1982). Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

MUtschler, E. (1991). Dinamika Obat edisi V. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Nofita, Ade Maria Ulfa. (2017). Penetapan Kadar Nipagin (Methyl Paraben) pada
Sediaan Pelembab Wajah secara Kromatografi Lapis Tipis dan
Spektrofotometri UV. Jurnal Analisis Farmasi, 2(3).
Nursal, F. K., Arsyadi dan Wawan Gunawan. (2012). Kombinasi Pelarut Ca,pur
Polietilenglikol 400 dan Propilenglikol untuk Meningkatkan Kelarutan
Kurkuminoid dalam Larutan Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb).
FARMASAINS, 6(2) : 267.

POM, D. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan


RI.

Rahayu, e. a. (2009). Deodorant Antiprespiran . Naturakos, 4(2).

Rowe, Raymond., Paul, J. S., and Marian E Quinn. (2009). Handbook of


Pharmaceutical Excipients 6th editions. London: The Pharmaceutical Press.

Rowe, Raymond., Paul. J. S., and Marian E Quinn. (2009). Handbook of


Pharmaceutical Excipients 5th editions. London: The Pharmaceutical Press.

Saefafuna, D., Pratiwi, E., Salmadea, K., Ady, R., Rejeki, S. (2019). Formulasi
Sediaan Deodorant Stick dengan Tawas. Slawi: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Bhakti Mandala Husada.

Setiawati dan RIen Indah . (2013). Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Cera Alba
Terhadap Sifat Fisik Salep Minyak Zaitun (Olive oil). Jurnal Ilmiah Farmasi,
2(3).

Smith, P. E. (2008). On the Theory of Solute Solubility in Mixed Solvents. Journal


Phys Chem B, 112(26) : 7875-7884.

Timur, W. W dan Latiah, F. (2019). Formulasi Sediaan Deodoran dalam Bentuk


Krim menggunakan Kombinasi Aluminium Sulfat dan Minyak Kayu
Cendana. Ad-Dawaa' Journal Pharmacy and Science, 2(1).

Tranggono, R. I. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:


Gramedia Pustaka Medika.

Wasitaatmadja. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas


Indonesia.

Young, A. (1972). Pratical Cosmetic Science. London: Mills and Boon Limited.
LAMPIRAN

1. Kemasan Primer
2. Kemasan Sekunder

Anda mungkin juga menyukai