Anda di halaman 1dari 19

Formulasi Sediaan Deodorant dan

Antiperspirant Stick Menggunakan


Tawas dan Aluminium Klorida
Kelompok 3A
Andi Azzahra Amalia (180106007)
Annisa Azzahra (180106010)
Ayu Permata Dewi (180106015)
Dea Nopita Putri (180106018)
Erika Maulani (180106025)
Hasna Hapsari Nur F (180106035)
Rifki Maulana (180106055)
Siti Antika N.Y. (180106064)

Dosen Pengampu :
apt. Fauzia Ningrum Syaputri, M. Farm.
Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara tropis yang selalu disinari matahari, sehingga berkeringat tidak dapat dihindari. Bagi
seseorang, keluarnya keringat yang berlebihan dapat menimbulkan masalah timbulnya bau badan yang kurang sedap. Bau badan
sangat berhubungan dengan sekresi keringat, dan adanya pertumbuhan mikroorganisme. Bau badan lebih tercium pada daerah
dengan kelenjar apokrin lebih banyak, seperti pada ketiak (aksila) dan daerah pubik (Mutschler,1991; Gross & Venson,1972).
Deodorant adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau
badan (Rahayu, dkk., 2009). Deodorant stick, berbentuk batang padat, mudah dioles dan merata pada kulit, bau sedap, stik
transparan atau berwarna.
Tawas merupakan deodorant antiperspiran tradisional, yang berfungsi untuk memperbaiki bau badan, bekerja dengan
menghambat sekresi keringat dengan mengecilkan pori-pori. (Wasitaatmadja, 1997). Walaupun demikian, pada awal tahun 2005
US Food and Drug Administration (FDA) tidak lagi mengakuinya sebagai antiperspirant. Aluminium klorida pada umumnya
digunakan sebagai zat aktif untuk sediaan antiprespirant karena mempunyai sifat astringen dan antibakteri dan mempunyai pH 4
yang tidak menyebabkan iritasi dan tidak merusak jaringan kulit (Ditjen POM, 1985; Butler, 2000).
Dalam perdagangan tawas tersedia dalam bentuk sediaan serbuk deodoran antiperspiran. Bentuk sediaan ini kurang efektif
karena dapat terlarut bersama-sama dengan keringat. Oleh karena itu, dibuat sediaan deodoran antiperspiran dalam bentuk
batang (stick) dengan menggunakan bahan aktif tawas dan aluminium klorida untuk mempercepat pengeringan sediaan pada saat
dioleskan di kulit.
Rumusan Masalah Tujuan

Bagaimana rancangan formula sediaan Menentukan rancangan formula sediaan


1 deodorant dan antiperspirant stick 1 deodorant dan antiperspirant stick
menggunakan tawas dan alumunium menggunakan tawas dan alumunium klorida
klorida?

Bagaimana uji evaluasi sediaan deodorant Menentukan uji evaluasi sediaan deodorant
2 dan antiperspirant stick menggunakan 2 dan antiperspirant stick menggunakan
tawas dan alumunium klorida? tawas dan alumunium klorida
Teori Zat Aktif
Tawas (Alumunium Sulfat)

Indikasi Tawas merupakan deodorant antiperspiran tradisional yang berfungsi untuk memperbaiki
bau badan (Wasitaatmadja, 1997).
Kontraindikasi Dalam perdagangan tawas tersedia dalam bentuk sediaan serbuk deodorant antiperspiran.
Bentuk sediaan ini kurang efektif karena dapat terlarut bersama-sama dengan keringat
(Wasitaatmadja, 1997).
Dosis Pemakaian deodorant antiperspiran yaitu dioleskan pada bagian ketiak 1-3 kali setelah
mandi.
Efek samping Jika tidak cocok dengan kulit, tawas dapat memberikan sensasi menyengat pada kulit,
meski efek ini sangat jarang terjadi. Selain itu, tawas yang digunakan pada kulit ketiak
juga dapat membuat kulit menjadi kering dan iritasi.
Mekanisme kerja Tawas merupakan deodorant antiperspiran tradisional yang berfungsi untuk memperbaiki
bau badan, bekerja dengan menghambat sekresi keringat dengan cara mengecilkan pori-
pori (Wasitaatmadja, 1997).
Teori Zat Aktif
Aluminium klorida

Indikasi Aluminium klorohidrat dan aluminium klorida pada umumnya digunakan sebagai zat aktif
untuk sediaan antiperspirant karena mempunyai sifat astringen dan antibakteri, serta
memiliki pH 4 (Butler, 2000).
Dosis Pemakaian deodorant antiperspiran yaitu dioleskan pada bagian ketiak 1-3 kali setelah
mandi.
Efek samping Tidak menyebabkan iritasi dan tidak merusak jaringan kulit (Butler, 2000).
Pendekatan Formula
No. Bahan Konsentrasi Fungsi Penimbangan
1. Alumunium Sulfat 15% Zat aktif Deodorant 7,5 gram
2. Alumunium Klorida 20% Zat aktif Antiprespiran 10 gram

3. PEG 4000 3% Emulgator 1,5 gram


4. Cetyl alcohol 5% Emulgator 2,5 gram
5. Cera alba 10% Basis stick 5 gram
6. Olive oil 5% Melembutkan kulit 2,5 gram
7. Gliserin 5% Humektan 2,5 gram
8. Nipagin 0,01% Pengawet 0,005 gram
9. Oleum citri q.s Pewangi q.s
10. Aquadest Ad 50 mL Pelarut 50 mL
Perhitungan dan Penimbangan
Perhitungan
  bahan untuk sediaan 50 mg :
Aluminium sulfat = x 50 mg = 7,5 gram
Aluminium klorida= x 50 mg = 10 gram
PEG 4000 = x 50 mg = 1,5 gram
Cetyl alcohol = x 50 mg = 2,5 gram
Cera alba = x 50 mg = 5 gram
Olive oil = x 50 mg = 2,5 gram
Gliserin = x 50 mg = 2,5 gram
Nipagin = x 50 mg = 0,005 gram
Oleum citri = q.s
Aquadest = ad 50 mL
Prosedur Pembuatan

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang semua bahan yang terdiri dari


aluminium sulfat 7,5 gram, aluminium klorida
10 gram, PEG 4000 1,5 gram, cetyl alkohol
2,5 gram, cera alba 5 gram, olive oil 2,5 gram
dan nipagin 0,005 gram.
Fase minyak yang terdiri dari cera alba
dan setil alkohol dilebur diatas
penangas air pada suhu 70⁰C (massa
1).

Fase air yang terdiri dari tawas, PEG


4000, gliserin dan nipagin dilebur
diatas penangas air pada suhu 70⁰C
(massa 2).

Dicampurkan massa 1 dan massa 2 ke


dalam mortar hangat, digerus hingga
menjadi krim yang homogen.
Ditambahkan olive oil sedikit demi
sedikit, lalu diteteskan oleum citri
secukupnya dan digerus hingga
homogen.

Ditambahkan aquadest ad 50 mL.

Dimasukkan sediaan yang telah jadi ke


dalam wadah kemasan, kemudian
didiamkan sampai memadat dan
disimpan pada suhu ruang.
Prosedur Evaluasi
No. Nama Uji Prosedur Persyaratan
1. Orgaoleptis Pemeriksaan meliputi bentuk, warna, aroma Bentuk : stick
dan tekstur (Anief, 1997). Warna : putih
Aroma : khas jeruk
Tekstur : padat dan lembut

2. Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan dengan Sediaan homogen dan tidak terdapat partikel
melihat sediaan secara kasat mata (Cahyanta kasar (Cahyanta dkk, 2019)
dkk, 2019)

3. pH Penentuan pH deodorant stick dapat pH kulit 4,5-7,0 (Cahyanta dkk, 2019).


menggunakan kertas indikator pH (Cahyanta pH deodoran 4,5-6,5 (Ervianingsih dan Razak,
dkk, 2019) 2019).

4. Waktu leleh Pengujian dilakukan dengan 5 gram Dapat meleleh pada suhu tubuh (37⁰C)
deodorant stick dimasukkan dalam air (Cahyanta dkk, 2019)
dengan suhu 37⁰ C, kemudian dicatat waktu
sampai deodorant meleleh (Cahyanta dkk,
2019)
Prosedur Evaluasi
5. Titik lebur Deodorant stick dipotong setengah memanjang, dimasukkan ke Tidak cepat melebur pada suhu kamar dan
dalam beaker glass dan dipanaskan diatas waterbath, suhu terhadap panas matahari saat
perlahan-lahan dinaikan. Kemudian diamati pada suhu berapa penyimpanan (>50⁰C) (Cahyanta dkk, 2019)
deodorant melebur (Cahyanta dkk, 2019)

6. Uji Iritasi Pengujian menggunakan hewan uji kelinci sebanyak 4 ekor kelinci Tidak terdapat iritasi (Timur dan Latifah,
albino berummur rata-rata 6 bulan. Uji iritasi menggunakan 2019).
metode remington yaitu pach test atau uji sampel. Rambut kelinci
dicukur pada bagian punggungnya sampai bersih. Untuk
mennghilangkan bulu halus digunakan veed sebagai perontok
rambut halus. Pencukuran dilakukan secara hati-hati agar tidak
melukai punggung kelinci. Punggung kelinci dibagi menjadi 4
bagian yang berbentuk bujur sangkar. Kemudian sediaan
diaplikasikan pada kulit kelinci. Evaluasi dilakukan selama 72 jam
untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi seperti eritemia
dimana kulit menjadi kemerahan dan timbul bercak-bercak (Timur
dan Latifah, 2019).
Prosedur Evaluasi
6. Antiperspiran Pengujian dilakukan dengan Antipersspiran dapat mengurangi
menimbang 2 kapas dengan berat jumlah keringat yang keluar dari
yang sama, kemudian kapas satu ketiak (Saefafuna dkk, 2019)
diberi sediaan deodorant stick dan
kapas lainnya tidak diberi deodorant.
Masing-masing kapas diletakkan pada
ketiak seorang panelis, ditunggu 1
jam. Setelah 1 jam diambil kapas dan
ditimbang berat kapas (Saefafuna dkk,
2019)
Pembahasan
Diformulasikan sediaan deodoran antiperspiran (stick) menggunakan tawas dan alumunium klorida sebagai zat aktif. Tawas diketahui berfungsi untuk
memperbaiki bau badan, bekerja dengan cara menghambat sekresi keringat dengan mengecilkan pori-pori. (Wasitaatmadja, 1997). Sedangkan untuk
alumunium klorida digunakan untuk antiperspiran karena mempunyai sifat astrigen dan antibakteri dan mempunyai pH 4 yang tidak menyebabkan iritasi dan
tidak merusak jaringan kulit (POM, 1985). Kemudian bentuk sediaan yang digunakan yaitu deodoran antiperspiran dalam bentuk batang (stick) dengan
menggunakan bahan aktif tawas dan alumunium klorida. Dengan bahan-bahan tambahan pada sediaan yang digunakan diantaranya tawas (alumunium
sulfat), alumunium klorida, PEG 4000, cetyl alcohol, cera alba, olive oil, gliserin, nipagin, dan aquadest.
Polietilenglikol (PEG) merupakan polimer sintetik dari oksietilen dengan rumus struktur H(OCH2CH2)nOH dimana n adalah jumlah rata-rata gugus
oksietilen. PEG umumnya mempunyai bobot molekul antara 200-300000. PEG dengan BM 200-600 berbentuk cair, PEG 1500 semi padat, dan PEG 3000-
20000 atau lebih berupa padatan semi kristalin, dan PEG dengan BM lebih besar dari 100000 berbentuk seperti resin pada suhu kamar (Rowe dkk, 2006).
Pada sedian ini dipilih PEG-4000 karena bahan yang banyak digunakan pada kosmetik sebagai agen pengemulsi, pemberi kelembapan dan sebagai surfaktan
(Ayuningtyas et al., 2017).
Setil alkohol merupakan salah satu bahan kimia yang umum digunakan dalam pembuatan kosmetik yang berfungsi sebagai pengental, penstabil, dan
agen pengemulsi (Erungan et al., 2009). Dalam emulsi semi padat, kelebihan setil alcohol menggabungkan larutan cair emulgator membentuk fase kontinyu
viskoelastik yang memeberikan sifat semipadat dan mencegah koalesen tetasan. Oleh karena itu, setil alkohol kadang disebut sebagai ‘peningkat konsistensi’
atau ‘agen pembentuk’, meskipun kemungkinan dibutuhkan kombinasi dengan emulgator hidrofilik (Unyala, 2009).
Pembahasan
Gliserin adalah bahan yang digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan komponen higroskopis yang dapat mengikat air dan mengurangi
jumlah air yang meninggalkan kulit. Humektan berfungsi untuk memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam jangka waktu yang lama, selain itu untuk
melindungi komponen-komponen yang terikat kuat di dalam bahan termasuk air, lemak, dan komponen lainnya (Jackson, 1995). Gliserin dengan konsentrasi
10% dapat meningkatkan kehalusan dan kelembutan kulit (Mitsui, 1997). Adapun basis yang digunakan dalam sediaan ini yaitu cera alba. Cera alba
merupakan bahan yang dapat meningkatkan viskositas sediaan. Konsentrasi cera alba yang digunakan bervariasi yaitu 5%, 10% dan 15%. Penggunaan cera
alba menyebabkan viskositas dari sediaan meningkat, sehingga dapat mempengaruhi pelepasan dan efektivitas dari zat aktif. Zat aktif dalam suatu sediaan
topikal yang digunakan terlebih dahulu harus lepas dari pembawa sebelum mencapai efek farmakologis obat (Suardi et al, 2008).
Kemudain sediaan deodoran antiperspiran stick ini meggunakan minyak zaitun (olive oil) yang berfungsi untuk menghaluskan kulit dalam sediaan kosmetik
(Setiawati dan Rien Indah, 2013).
Pemilihan pengawet sangat penting dalam sediaan kosmetik, karena sediaan kosmetik tidak digunakan sekali pakai namun dapat digunakan berkali-kali
dan memudahkan bakteri atau jamur tumbuh sehingga dapat merusak sediaan (PIONAS, 2017). Pengawet yang digunakan dalam sediaan ini adalah nipagin.
Nipagin atau metil paraben termasuk dalam bahan pengawet makanan khususnya anti jamur yang juga digunakan secara luas sebagai pengawet untuk obat-
obatan dan kosmetika (Standar Nasional Indonesia, 1999). Nipagin memiliki aktifitasnya terhadap mikroba yang baik pada batas kadar yang ditentukan.
bahwa kadar nipagin tidak lebih dari 0,4% (Nofita, 2017).
Sediaan deodoran antiperspiran (stick) menggunakan oleum citri meningkatkan wangi dari sediaan ini dan melembabkan kulit. Sedangkan untuk pelarut
yang digunakan pada sediaan ini yaitu aquadest alasan penggunaan aquadest karena merupakan pelarut yang dapat melarutkan berbagai senyawa organik
netral yang mempunyai gugus fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton (Lehninger, 1982).
Kemasan
Primer
Kemasan
Sekunder
Daftar Pustaka
[SNI] Standar Nasional Indonesia. (1999). Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
Anief, M. (1997). Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press.
Ayuningtyas, D. D. R., Nurahmato, D., dan ROsyidi, V. A. (2017). Optimasi Komposisi Polietilenglikol dan Lesitin Sebagai Kombinasi pada Sediaan Nanoemulsi Kafein. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(1) :
157-163.
BPOM RI. (2012). Pusat Informasi Obat dan Makanan. Aluminium Klorida Anhidrat. Jakarta: BPOM RI.
Butler. (2000). Pouzher's Perfumes, Cosmetics and Soaps 10th edition. London: Kluwe Academic Publisher.
Cahyanti, A. N., Istriningsih, E., Zen, D, A., Gautama, T. S. (2019). Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Daun Teh (Camellia sinensis L) terhadap SIfat Fisik Deodorant Stick. BHAMADA JITK, 10(1).
DepKes RI. (1979). Farmakope Indonesia ed III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia ed IV. Jakarta: Departremen Kesehatan RI.
Erungan, A. C., Purwaningsih, S., Anita, S. B. (2009). Application of Carrageenan in Making of Skin Lotion . Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 12(2) : 128-143.
Ervianingsih dan Razak, A. (2019). Formulasi Sediaan Lotion dari Minyak Atsiri Nilam (Progestemon cablin Benth). Jurnal Fenomena Kesehatan, 2(1).
Gross, L., and Keith, H. (2009). Chemistry Change Everything-Deodorant and Antiprespirant. Retrieved from Chemistry Change Everything-CITiEs: www.citiesue.org/sites/.../057-deodorant-
antiprespirant.pdf
Lehninger. (1982). Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
MUtschler, E. (1991). Dinamika Obat edisi V. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Nofita, Ade Maria Ulfa. (2017). Penetapan Kadar Nipagin (Methyl Paraben) pada Sediaan Pelembab Wajah secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri UV. Jurnal Analisis Farmasi, 2(3).
Nursal, F. K., Arsyadi dan Wawan Gunawan. (2012). Kombinasi Pelarut Ca,pur Polietilenglikol 400 dan Propilenglikol untuk Meningkatkan Kelarutan Kurkuminoid dalam Larutan Ekstrak Temulawak
(Curcuma xanthoriza Roxb). FARMASAINS, 6(2) : 267.
POM, D. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Rahayu, e. a. (2009). Deodorant Antiprespiran . Naturakos, 4(2).
Rowe, Raymond., Paul, J. S., and Marian E Quinn. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th editions. London: The Pharmaceutical Press.
Rowe, Raymond., Paul. J. S., and Marian E Quinn. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th editions. London: The Pharmaceutical Press.
Saefafuna, D., Pratiwi, E., Salmadea, K., Ady, R., Rejeki, S. (2019). Formulasi Sediaan Deodorant Stick dengan Tawas. Slawi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Mandala Husada.
Setiawati dan RIen Indah . (2013). Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Cera Alba Terhadap Sifat Fisik Salep Minyak Zaitun (Olive oil). Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(3).
Smith, P. E. (2008). On the Theory of Solute Solubility in Mixed Solvents. Journal Phys Chem B, 112(26) : 7875-7884.
Timur, W. W dan Latiah, F. (2019). Formulasi Sediaan Deodoran dalam Bentuk Krim menggunakan Kombinasi Aluminium Sulfat dan Minyak Kayu Cendana. Ad-Dawaa' Journal Pharmacy and Science,
2(1).
Tranggono, R. I. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Medika.
Wasitaatmadja. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Young, A. (1972). Pratical Cosmetic Science. London: Mills and Boon Limited.
Thank you.

Anda mungkin juga menyukai