Oleh:
DESMIA TRI SUJIANTI
F34054332
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
DESMIA TRI SUJIANTI
F34054332
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Desmia Tri Sujianti. F3405432. Aplikasi Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES)
dan Alkil Poliglikosida (APG) dalam Formulasi Sabun Cair. Dibawah Bimbingan Ani
Suryani. 2010.
RINGKASAN
Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active
agent) yang digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier, dan
komponen bahan adhesif yang telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang
industri. Kebutuhan pasar dunia terhadap surfaktan sangat besar terutama untuk aplikasi
pembersihan. Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) merupakan surfaktan anionik yang biasa
digunakan dalam produk pembusa dan pembersih tetapi memiliki tingkat iritasi yang
tinggi, hal tersebut dapat diatasi dengan penambahan surfaktan sekunder yang lebih
lembut. Alkil poliglikosida (APG) disintesa menggunakan bahan baku alkohol lemak dari
minyak kelapa atau kelapa sawit dan pati sagu atau pati tapioka yang dapat digunakan
sebagai surfaktan sekunder. Bahan pembersih dan pembusa cair masih sangat popular di
kalangan masyarakat oleh karena itu pembuatan produk sabun cair masih sangat
berpotensi. Pemanfaatan surfaktan SLES dan APG dalam produk sabun cair sangat
berpeluang untuk menghasilkan produk sabun cair yang lebih baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formula terbaik sabun cair yang
memanfaatkan surfaktan SLES dan APG ditinjau dari karakteristik sabun cair dan
penerimaan konsumen terhadap produk sabun cair yang dihasilkan. Penelitian didahului
oleh karakterisasi SLES dan APG serta penelitian utama yaitu formulasi sabun cair dengan
menggunakan surfaktan SLES dan APG. Rancangan percobaan dalam formulasi sabun cair
ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan dua kali ulangan.
Perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi SLES dalam formula (25%, 30, dan 35%)
dan konsentrasi APG dalam formula (3%, 5%, dan 7%). Produk yang dihasilkan kemudian
diuji karakteristiknya meliputi pH, bobot jenis, viskositas, cemaran mikroba, tegangan
permukaan, tegangan antarmuka, kestabilan busa dan daya bersih, sedangkan pengujian
penerimaan produk oleh konsumen dilakukan oleh 30 panelis untuk memperoleh produk
terbaik yang disukai konsumen.
Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglukosida (APG) dapat
diaplikasikan masing-masing sebagai surfaktan primer dan surfaktan sekunder dalam
formulasi sabun cair. Perbedaan konsentrasi SLES dan atau APG memberikan pengaruh
nyata (α=0,05) terhadap karakteristik sabun cair yang dihasilkan.
Sabun cair yang dihasilkan berwarna coklat dan transparan. Produk memiliki nilai
pH rata-rata antara 6,63-7,20, nilai tersebut sesuai dengan standar mutu SNI yaitu 6-8.
Nilai rata-rata bobot jenis relatif antara 1,039-1,095 g/ml, sesuai dengan standar mutu SNI
yaitu antara 1,00-1,10 g/ml. Nilai cemaran mikroba antara 0-4,3x103 koloni/g, nilai
tersebut masih dibawah batas minimum cemaran mikroba pada SNI yaitu 1x10 5 koloni/g.
Nilai viskositas rata-rata antara 42,5-12.200 cP sedangkan nilai viskositas menurut Spiess
(1996) adalah antara 400-4000 cP. Sabun cair yang dihasilkan mampu menurunkan
tegangan permukaan air rata-rata 46,39-50,17% sedangkan sabun cair komersial mampu
menurunkan tegangan permukaan air sebesar 54,93% dan 54,44%. Tegangan antarmuka
air:xylen menurun sampai rata-rata 55,99-60,04% dengan penambahan sabun cair yang
dihasilkan sedangkan sabun cair komersial menurunkan tegangan antarmuka air:xylen
sebesar 68,31% dan 64,79%. Kestabilan busa rata-rata antara 57,85-75,19% sedangkan
sabun cair komersial memiliki kestabilan busa sebesar 84,62% dan 85,71%. Daya bersih
rata-rata berkisar antara 27,5-41,5 ftu turbidity sedangkan nilai daya bersih sabun cair
komersial adalah 182 dan 184 ftu turbidity.
Penerimaan konsumen terhadap warna sabun cair rata-rata antara 3,83-5,03; aroma
rata-rata 3,97-4,13; kekentalan rata-rata 4,63-4,97; banyaknya busa rata-rata 4,8-5,23, dan
kesan setelah penggunaan rata-rata 4,2-4,5.
Hasil pembobotan sederhana menunjukkan bahwa produk terbaik berdasarkan
pengujian karakteristik sabun cair dan pengujian penerimaan konsumen adalah sabun cair
dengan kode A2B1 yaitu sabun cair dengan kombinasi konsentrasi SLES 30% dan
konsentrasi APG 3%. Sabun tersebut memiliki nilai pH 6,93; bobot jenis 1,046; cemaran
mikroba negatif; viskositas 150,25 cP; penurunan tegangan permukaan 46,91%; penurunan
tegangan antarmuka 57,04%; kestabilan busa 73,74%, dan daya bersih 37 ftu turbidity.
Hasil uji kesukaan terhadap sabun cair ini menunjukkan nilai kesukaan terhadap warna
sebesar 5,03; aroma 3,96; kekentalan 4,67; banyaknya busa 4,8; dan kesan setelah
penggunaan 4,23.
Desmia Tri Sujianti. F3405432. The Application of Surfactant Sodium Lauryl Ether
Sulfates (SLES) and Alkyl Polyglycoside (APG) in Liquid Soap Formulation. Supervised
by Ani Suryani. 2010.
SUMMARY
Surfactant is a surface active agent, which have application as clotting, wetting, and
foaming agent, emulsifier, or adhesive mater component and already used widely on
various industries. The world market demand for surfactant now is very large, especially
for cleaning and washing. Sodium Lauryl Ether Sulfates (SLES) is an anionic surfactant
that most widely being used for foaming and cleaning product but they have high irritation
value. Therefore, that should be covered by combining them with the other mildness
secondary surfactant. Alkyl Polyglycosides (APG) is surfactant that synthesized from fatty
alcohol of coconut oil or palm oil and sago or cassava starch and can be used to secondary
surfactant. The usage of liquid soap is still popular. Therefore, application of surfactant
SLES and APG in liquid soap has opportunity to be developed in order to produce the
better formulation of liquid soap than the previously formulation,
This research purposes are to find out the best formula of liquid soap that used
surfactant SLES and APG according to characteristic of liquid soap and acceptances of the
consumer. The research started with characterization of SLES and APG and then the main
research was formulation of liquid soap that used surfactant SLES and APG. The
experiment design in liquid soap formulation was completely random design with 2 factors
and twice of repetition. The research treatments were SLES concentrations (25%, 30%,
and 35%) and APG concentrations (3%, 5%, and7%). After that, the product are examined
for their characteristics include the pH value, density, microorganism soiled, viscosity,
surface tension, interface tension, foam stability, and the detergency. The consumer
acceptances examination contained of acceptances to color, odor, viscosity, foam quantity,
and the trace after using.
SLES and APG could be applied each as primary and secondary surfactant in liquid
soap formulations. The variation of SLES and APG concentrations gave significant effect
to liquid soap characterizations.
The color of liquid soap products was brown, transparent, looked like the colors of
APG. These products had neutral pH value (about 6,63-7,2), and these values appropriated
with the quality standard of SNI 1996 (6-8). The density values were about 1,039-1,095
g/ml, and these values appropriated with the quality standard of SNI 1996 (1,00-1,10
g/ml). The soiled microorganisms were about 0-4,3x103 coloni/g, these values were still
under the quality standard limit of SNI 1996 (1x105 coloni/g). The viscosity values were
about 42,5-12.200 cP, according to Spiess (1996), the best viscosity values of liquid
foaming product are about 400-4000 cP. The research products were able to reduced the
water surface tension about 46,39-50,04% while the commercial products were able to
reduce the water surface tension about 54,93% and 54,44%. The water:xylen interface
were reduced about 55,99-60,04% by liquid soap addition while the commercial product
were able to reduce the water:xylen interface tension about 68,31% and 64,79%. The foam
stability values were about 57,85-75,19% while the commercial products had foam
stability about 84,62% and 85,71%. The detergency values were about 27,5-41,5 ftu
turbidity while the commercial products had a detergency about 182 and 184 ftu turbidity.
The consumer acceptance values for the color of product were about 3,38-5,03; for
odor were about 3,97-4,13; for viscosity were about 4,63-4,97; for the quantity of foam
were about 4,8-5,23, and for the trace after using were about 4,2-4,5.
The best product according to characteristic and consumer acceptances of liquid
soap is a product that contained of SLES 30% and APG 3%. This product had pH value
6,93, density value 1,046 g/; negative microorganism soiled; viscosity 150,25 cP; reduced
of surface tension 46,91%; reduced of interface tension 57,04%; stability of foam 73,74%,
and detergency 37 ftu turbidity. The consumer acceptances examination value of liquid
soap showed that acceptances to color is 5,03; odor 3,96; viscosity 4,67; quantity of foam
4,8; and trace after using 4,23.
Judul Skripsi : Aplikasi Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil
Poliglikosida (APG) dalam Formulasi Sabun Cair
Nama : Desmia Tri Sujianti
NRP : F34054332
Menyetujui :
Dosen Pembimbing
Mengetahui :
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005
melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Pada tahun 2006, penulis
diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif menjadi pengurus organisasi di
HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri) bagian Departemen PR (Public
Relation) (2006-2007) dan pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda
Gentra Kaheman (2006-2009). Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti seminar
dan workshop.
Pada tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PT RNI unit PG
Rejo Agung Baru, Madiun dengan topik Teknologi Proses Produksi, dan Penanganan
Limbah di PG Rejo Agung Baru, Madiun-Jawa Timur. Pada tahun 2009 penulis
melaksanakan kegiatan penelitian dengan judul skripsi Aplikasi Surfaktan Sodium
Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida (APG) dalam formulasi sabun cair.
SURAT PERNYATAAN
NRP : F34054332
Puji syukur senantiasa terpanjat kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ―Aplikasi Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida
(APG) dalam Formulasi Sabun Cair‖. Skripsi ini adalah salah satu tulisan ilmiah
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Pemanfaatan surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida
(APG) sebagai surfaktan primer dan sekunder dalam suatu formulasi sabun cair diharapkan
mampu menghasilkan sabun cair dengan kinerja yang baik. SLES merupakan surfaktan
yang sering digunakan dalam formulasi cairan pembersih dan APG sedang dikembangkan
di Indonesia, bersifat ramah lingkungan, tidak menimbulkan iritasi dan bersifat lembut
sebagai surfaktan sekunder sehingga aplikasinya dalam formulasi sabun cair berpeluang
untuk dikembangkan di Indonesia mengingat sabun cair masih sangat populer di
masyarakat Indonesia. Penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat dalam pengembangan
terhadap produk-produk berbasis surfaktan.
Berbagai bentuk kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis sehingga skripsi
ini dapat menjadi lebih baik. Semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
Amin…
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Melalui kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sangat tulus kepada:
1. Ibu dan Bapak, serta Mbak Ari dan keluarga (Mas Sugeng dan Dik Bangkit) yang
telah memberikan dorongan semangat, motivasi, doa, materi, cinta, dan segala
perhatian yang penulis rasakan sampai saat ini.
2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, selaku dosen Pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu untuk mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis
selama penelitian dan penulisan skripsi.
3. Bapak Chilwan Pandji dan Bapak Muslich selaku dosen penguji yang telah
berkenan untuk menyediakan waktu untuk menjadi penguji dalam ujian skripsi
penulis.
4. Ir. Adi Salamun, M. Si., yang telah memberikan bahan baku berupa APG yang
digunakan dalam pnelitian ini.
5. Ibu Rini, ibu Ega, ibu Sri, bapak Sugiardi, dan seluruh laboran yang ada di
laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu
penulis selama penelitian.
6. Mas Agus dan Mas Moko yang telah membantu penulis dalam pencarian bahan
baku yang digunakan pada penelitian ini.
7. Nutriana, Vrika, Mas Darto dan Mas Catur selaku teman sebimbingan atas segala
pengalaman yang luar biasa baik dalam keseharian ataupun dalam penelitian, serta
Kartika teman seperjuangan di laboratorium Teknologi Kimia TIN atas segala
bantuan dan pertukaran informasi serta ilmu kepada penulis.
8. Keluarga besar mahasiswa pecinta seni dan budaya di UKM LISES Gentra
Kaheman (A Mul, Umi Fini, Emma, Sarah, A Haikal, Cecep, Amel, Ayun,
Punjung, Ipul, Kosmas, Dede, Mya, dan seluruh anggota, pengurus, Dewan
Kehormatan dan Anggota Kehormatan GK) atas kekeluargaan, semangat, ilmu,
pengalaman, dan seluruh kenangan manis yang tak terupakan oleh penulis.
9. Teman-teman laskar Ash-Shohwah Rina, Silla, Ais, Iin, Tyas, Dini, Tika, Vivit,
Mira, dan Fitri atas segala kebersamaan, pengalaman, dan bantuan kepada penulis
selama tiga tahun bersama dibawah satu atap.
10. Semua rekan TIN angkatan 42 atas kebersamaan, kekompakan, pengalaman,
dukungan kepada penulis.
11. Pasmaders (Anggota Paguyuban Sedulur Madiun) yang ada di Bogor yang telah
menjadi rekan sekampung halaman atas persaudaraan selama tinggal di Bogor.
12. Seseorang dalam diri penulis yang senantiasa memberi semangat, dorongan, dan
arahan menuju hal yang positif.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan
dan dukungan kepada penulis hingga saat ini.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR TABEL................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................. 1
2
B. TUJUAN......................................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
3
A. SURFAKTAN..............................................................................................
4
B. SODIUM LAURIL ETER SULFAT (SLES)............................................ 5
5
C. ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG)...............................................................
8
D. SABUN CAIR..............................................................................................
8
III. METODOLOGI PENELITIAN..................................................................... 8
A. BAHAN DAN ALAT..................................................................................
11
B. METODE PENELITIAN............................................................................. 11
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
31
A. KARAKTERISTIK SLES DAN APG………….........................................
40
B. KARAKTERISTIK SABUN CAIR…………………………….................
45
C. PENERIMAAN KONSUMEN.................................................................... 45
46
D. REKAPITULASI HASIL DAN PEMBAHASAN………………………..
47
V. KESIMPULAN DAN SARAN……………......................................................
A. KESIMPULAN…........................................................................................ 49
B. SARAN........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
LAMPIRAN............................................................................................................
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Syarat Mutu Deterjen Cair Menurut SNI................................................ 7
Tabel 2. Formulasi Sabun Cair...……..……………............................................. 9
Tabel 3. Data Hasil Pengujian Angka Lempeng Total.......................................... 19
Tabel 4. Karakteristik SLES dan APG.................................................................. 40
Tabel 5. Karakteristik Sabun Cair yang Dihasilkan.............................................. 40
Tabel 6. Pembobotan terhadap Karakterisik Sabun Cair……………………….. 41
Tabel 7. Skor Produk Berdasarkan Karakteristik Sabun Cair………................... 42
Tabel 8. Pembobotan terhadap Parameter Kesukaan Sabun Cair………………. 42
Tabel 9. Nilai Skor Produk Berdasarkan Kesukaan Panelis……………………. 43
Tabel 10. Pembobotan terhadap Uji Karakteristik dan Uji Kesukaan Sabun Cair 43
Tabel 11. Penilaian Total terhadap Produk Berdasarkan Karakteristik Sabun Cair
dan Uji Kesukaan………………………...………………………......... 43
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1a. Grafik tegangan permukaan air akibat pengaruh penambahan
SLES pada berbagai konsentrasi.................................................. 12
Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dan APG dalam sabun
cair terhadap nilai rata-rata pH sabun cair…………………….…. 16
Gambar 5a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata bobot jenis sabun cair……………...….… 18
Gambar 5b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata bobot jenis sabun cair……………...….… 18
Gambar 6. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dan APG dalam sabun
cair terhadap nilai rata-rata viskositas (30 rpm) sabun
cair..................................................................................... 21
Gambar 9a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata tegangan antarmuka
air:xylen.......................................................................................... 26
Gambar 9b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata tegangan antarmuka
air:xylen.......................................................................................... 26
Gambar 10a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata penurunan tegangan antarmuka air:xylen
oleh sabun cair................................................................................ 27
Gambar 10b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata penurunan tegangan antarmuka air:xylen
oleh sabun cair................................................................................ 27
Gambar 11. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata kestabilan busa sabun cair………………. 29
Gambar 12. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata daya bersih sabun cair............................... 31
Halaman
Lampiran 1. Analisis yang dilakukan pada Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES),
Alkil Poliglikosida (APG), dan sabun cair………………………. 49
Lampiran 5. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap pH sabun cair……………………………………………. 55
Lampiran 6. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap bobot jenis sabun cair........................................................ 57
Lampiran 7. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap viskositas sabun cair…………………………………….. 59
Lampiran 8. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap tegangan permukaan air dengan penambahan sabun
cair……………………………….......................................... 61
Lampiran 9. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap penurunan tegangan permukaan air oleh sabun
cair.................................................................................................... 62
Lampiran 10. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap tegangan antarmuka air:xylen dengan penambahan
sabun cair………………................................................................. 63
Lampiran 11. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun
cair.................................................................................................... 65
Lampiran 12. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap kestablian busa sabun cair………………………………. 67
Lampiran 13. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap daya besih sabun cair………………................................. 68
Lampiran 14. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap warna sabun cair………………………………………… 69
Lampiran 15. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap aroma sabun cair……………………................................ 71
Lampiran 16. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap kekentalan sabun cair…………………………………… 73
Lampiran 17. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap banyaknya busa sabun cair……………………………… 75
Lampiran 18. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap kesan setelah penggunaan sabun cair…………………… 77
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
A. SURFAKTAN
Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) merupakan surfaktan anionik yang paling
banyak digunakan untuk kosmetika atau produk-produk perawatan diri. SLES memiliki
pH 7-9, mudah mengental dengan garam dan menunjukkan kelarutan dalam air yang
baik. Kesesuaian SLES terhadap kulit dan mata dapat diterima pada kebanyakan
aplikasi dan bisa ditingkatkan melalui kombinasi dengan surfaktan sekunder yang tidak
terlalu kuat (Spiess, 1996).
Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) umumnya bentuknya adalah R-(OCH2CH2)n-
OSO3‾Na+ dimana R adalah rantai alkil dengan berbagai panjang utamanya adalah C 12
(lauril) dan rata-rata derajat etoksilat n yang sama dengan 2 atau 3. Lauril Sulfat dan
Lauril Eter Sulfat terdapat dalam larutan pada konsentrasi berkisar antara 25-30% atau
disebut sebagai konsentrasi ―high-active‖, biasanya dalam rentang 6—70% bahan aktif.
Surfaktan ini berbentuk gel sehingga konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkannya
sulitnya surfaktan ini larut dalam air. Di Eropa, Lauril Eter Sulfat (apalagi bentuk
garam sodium) paling biasa digunakan sebagai surfaktan primer, dan Lauril Sulfat
menduduki peringkat kedua. Sodium Lauril Sulfat (SLS) lebih mudah menyebabkan
iritasi daripada Lauril Eter Sulfat (SLES). SLS lebih baik sifat deterjensinya daripada
SLES sedangkan untuk kelarutan dan pembentukan busa, SLES lebih baik daripada
SLS. Pencampuran surfaktan ini dengan surfaktan lain dapat mengoptimalkan sifatnya
dan unsur lain dapat digunakan untuk memodifikasi sifatnya. Contohnya adalah
pengunaan coconut fatty acid diethnolamide untuk menstabilkan busa dan
meningkatkan tekstur kasar dari busa yang dihasilkan dengan Eter Sulfat (Shipp,
1996).
C. ALKIL POLIGLUKOSIDA (APG)
D. SABUN CAIR
Catatan pertama mengenai penggunaan sabun berasal dari Sumeria 4500 tahun
yang lalu. Mereka menggunakan lemak tumbuhan dan bubuk kayu sebagai pembersih
kulit dan baju. Penggunaan sabun meluas keseluruh pelosok dunia melalui
perdagangan dan penyebaran agama sejak ditemukannya bahan pembersih yang
disebut sapo. Bahan tersebut berkhasiat sebagai pembersih dan penyembuh luka oleh
seorang tabib Yunani (Wasiaatmadja,1991).
Wibisono dan Budiono (2004) menyatakan bahwa ditinjau dari bahan dasarnya
sabun dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Sabun yang dibuat dari asam lemak dan logam yang digaramkan. Logam yang
digunakan biasanya dari jenis logam alkali, misalnya natrium dan kalium. Jenis
sabun yang dihasilkan di antaranya adalah sabun mandi padat dan krim.
2. Sabun yang dibuat dari bahan dasar zat aktif permukaan (ZAP). Jenis ZAP yang
digunakan biasnya dari jenis anionik dan menghasilkan sabun dalam bentuk cair.
Bahan utama sabun pembusa cair adalah campuran surfaktan dan air, dimana
kemampuan meningkatkan busa atau menghasilkan busa telah menjadi sifat surfaktan.
Jumlah air yang ditambahkan menunjukkan faktor kritis (Paul et al., 2002).
Formulasi spesifik produk sabun pembusa cair yang multifungsi adalah
polysorbat 20 10%, Amonium Lauril Sulfat 30%, Cocoamid DEA 5%, triclosan 0,2%,
dan penambahan air 54,8% (Paul et al., 2002). Pada penelitian ini Amonium Lauril
Sulfat yang merupakan surfaktan anionik akan digantikan dengan SLES dengan sifat
iritan yang lebih kecil sedangkan Cocoamid DEA yang merupakan surfaktan nonionik
yang berbasis minyak kelapa digantikan dengan APG yang juga berbasis minyak
kelapa.
Triclosan adalah bahan sintetik, zat antimikroba berspektrum besar akhir-akhir
ini meledak di pasar konsumen dalam beragam jenis sabun antibakteri, deodorant,
pasta gigi, kosmetik, garmen, plastik, dan produk yang lain. Triclosan biasanya
digunakan untuk membunuh bakteri pada kulit dan permukaan lain, meskipun
terkadang digunakan untuk menjaga produk dari keadaan buruk yang disebabkan oleh
mikroba. (Glaser, 2004).
Triclosan menunjukkan keefektifannya dalam mengurangi dan mengendalikan
kontaminasi bakteri pada tangan dan produk perawatan. Bahan organik ini berupa
serbuk padat putih dengan sedikit aroma harum/fenol. Triclosan merupakan komponen
aromatik yang diklrorinasi yang mewakili fungsi dari kelompok eter dan fenol. Fenol
biasanya menunjukkan sifat antibakteri. Triclosan hanya sedikit larut dalam air, tetapi
larut dalam ethanol, dietil eter, dan lautan pokok yang kuat (Anonim, 2007).
Dalam pencapaian kondisi efektif, penggunaan dan keinginan produk sabun
pembusa cair antiseptik yang menggunakan triclosan ditemukan bahwa polisorbat 20
lebih baik digunakan sebagai surfaktan untuk membantu triclosan untuk terlarut dalam
larutan encer. Karena triclosan merupakan bahan yang tidak larut air, suatu zat
diperlukan untuk melarutkan triclosan kedalam larutan. Meskipun polisorbat 20 lebih
baik untuk tujuan ini, zat efektif lain yang mirip dengan polisorbat boleh juga
digunakan (Paul, et al., 2002).
Salah satu ciri utama formulasi sabun pembusa cair adalah pH yang dihasilkan
oleh komposisi ini relatif lembut untuk semua kegunaan. Akan tetapi, jika diinginkan,
pH dengan dapat diatur menjadi berkisar antara 7,0 dan 7,6. Sebagai hasilnya, kondisi
netral dapat dicapai dan produk sabun pembusa cair nyaman pada setiap penggunaan
atau aplikasi (Paul, et al., 2002).
Sesuai dengan SNI (1996), sabun cair yang baik harus memenuhi standar mutu
yang telah ditetapkan. Syarat mutu sabun cair dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar mutu sabun cair menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
1 Organoleptik
Bentuk Cairan Homogen
Bau Khas
Warna Khas
2 pH 6-8
3 Bobot Jenis Relatif, 25 °C g/ml 1,01-1,10
4 Cemaran Mikroba Koloni/g Maks. 1 x 105
Sumber: SNI (1996)
III. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan yang digunakan untuk formulasi sabun cair adalah APG, Sodium Lauril
Eter Sulfat (SLES), polysorbate 20, triclosan, dan aquades. Bahan yang digunakan
untuk proses karakterisasi dan analisis adalah piridin, benzena, aquades, xylen, dan
margarin.
Peralatan yang digunakan untuk formulasi sabun cair antara lain adalah gelas
piala, erlenmeyer, hotplate dengan stirrer, magnetic stirrer, vortex mixer, neraca
analitik dan botol-botol kaca. Peralatan yang digunakan untuk proses karakterisasi dan
analisis adalah tensiometer Du Nuoy, viscosimeter Brookfield LV, Ftu turbidimeter,
buret, gelas erlenmeyer, neraca analitik, gelas ukur, gelas piala, labu takar, erlenmeyer,
tabung ulir, corong, pH meter, pipet volumetrik, pipet tetes, sudip, kain putih, dan
termometer.
B. METODE PENELITIAN
Gambar 1a. Grafik tegangan permukaan air akibat pengaruh penambahan SLES pada
berbagai konsentrasi.
Gambar 1b.Grafik tegangan permukaan air akibat pengaruh penambahan APG pada
berbagai konsentrasi.
Keberadaan SLES dan APG dalam suatu larutan dapat menurukan tegangan
permukaan larutan tersebut. Oleh karena itu, SLES dan APG dapat dimanfaatkan pada
formulasi produk yang membutuhkan rendahnya tegangan permukaan seperti sebagai
zat yang dapat melarutkan air dengan bahan-bahan yang tidak larut air.
Hargreaves (2003) menyatakan bahwa antar muka adalah bagian dimana dua
fasa saling bertemu atau kontak, sedangkan permukaan yaitu antar muka dimana satu
fasa kontak dengan gas (biasanya udara). Pengukuran tegangan antarmuka air:xylen
dengan penambahan surfaktan SLES dan APG dengan berbagai konsentrasi dilakukan
dengan menggunakan tensiometer du Nouy. Pengukuran ini menggunakan larutan
yang yang tidak saling bercampur satu sama lain yaitu antara air (polar) dengan xylen
(non polar). Besarnya tegangan antar muka sebanding dengan gaya yang diperlukan
untuk menarik cincin hingga lapisan tipis pada cincin yang terbentuk pada batas dua
larutan tepat putus. Gambar 2a dan 2b menunjukkan nilai antarmuka air:xylen setelah
penambahan SLES dan APG pada beberapa konsentrasi.
Hasil pengujian tegangan antarmuka air:xylen pada pengukuran ini adalah 28,4
dyne/cm. Tegangan antarmuka air:xylen setelah penambahan SLES pada berbagai
konsentrasi adalah berkisar antara 7,95-11,95 dyne/cm sedangkan penambahan APG
pada berbagai konsentrasi menurunkan tegangan antarmuka air:xylen sampai berkisar
antara 7,75-11,95 dyne/cm. Penambahan SLES dapat menurunkan tegangan
antarmuka sampai 70% begitu juga dengan APG yang dapat menurunkan tegangan
antarmuka sampai sekitar 70%. Semakin tinggi konsentrasi SLES dan APG semakin
rendah tegangan antarmukanya. Data hasil pengujian tegangan antarmuka disajikan
pada Lampiran 4c dan 4d.
Salah satu syarat mutu sabun cair adalah nilai pH. Hal tersebut karena sabun
cair kontak langsung dengan kulit dan dapat menimbulkan masalah jika pH-nya
tidak sesuai dengan pH kulit. Menurut Wasiaatmadja (1997), bahwa produk
kosmetika yang memiliki pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat
menambah daya absorpsi kulit sehingga menyebabkan kulit teriritasi, oleh sebab
itu pH dari produk perawatan diri dan kosmetika sebaiknya dibuat sesuai dengan
pH kulit yaitu antara 4,5-7,00.
Nilai pH sabun cair yang dihasilkan berkisar antara 6,63-7,20 (Lampiran
5a). Hasil uji ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi SLES dan konsentrasi
APG berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap nilai pH sabun cair yang dihasilkan.
Interaksi kedua faktor tersebut juga berpengaruh nyata terhadap nilai pH sabun
cair yang dihasilkan. Hasil pengujian ragam disajikan pada lampiran 5b.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, semakin tinggi konsentrasi SLES dan APG
semakin rendah nilai pH sabun cair yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan
faktor konsentrasi SLES terhadap nilai pH menunjukkan bahwa nilai pH sabun
dengan konsentrasi SLES 25% berbeda nyata dengan sabun cair dengan
konsentrasi 30% dan 35%, sedangkan sabun cair dengan 30% SLES dan 35%
SLES memiliki nilai pH yang tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan tentang
pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai pH sabun cair disajikan dalam lampiran
5c. Hasil uji lanjut faktor konsentrasi APG terhadap nilai pH menunjukkan bahwa
nilai pH sabun dengan konsentrasi APG 3%, 5%, dan 7% masing masing
memiliki nilai pH rata-rata yang berbeda nyata, semakin tinggi konsentrasi APG
semakin rendah nilai pH sabun. Hasil uji lanjut pengaruh konsentrasi APG
terhadap nilai pH sabun cair disajikan pada Lampiran 5d. Interaksi antara kedua
faktor juga berpengaruh nyata terhadap nilai pH, hasil pengujian lanjut terhadap
interaksi faktor konsentrasi APG dan SLES terhadap nilai pH disajikan pada
Lampiran 5e.
Hubungan perlakuan terhadap nilai pH dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai
pH tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi SLES 25% dengan konsentrasi
APG 3%, sedangkan nilai pH terendah diperoleh dari perlakuan pada konsentrasi
SLES 35% dengan konsentrasi APG 7%. Data hasil pengujian pH sabun cair yang
diberi perlakuan disajikan pada lampiran 5a. Nilai pH sabun cair yang baik agar
tidak membuat kulit teriritasi adalah sesuai dengan pH kulit atau dengan kata lain
pada pH normal. Nilai pH sabun cair yang dihasilkan berada pada kisaran pH
normal, jadi tidak akan membuat kulit iritasi. Berdasarkan SNI (1996), salah satu
syarat mutu sabun mandi cair adalah memiliki pH pada kisaran 6-8, sehingga
sabun yang dihasilkan telah memenuhi syarat mutu tersebut.
Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dan APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata pH sabun cair
Gambar 5a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata bobot jenis sabun cair
Gambar 5b.Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata bobot jenis sabun cair
4. Viskositas
Viskositas adalah salah satu sifat fisik sabun cair yang dapat digunakan
menjadi parameter kualitas produk. Viskositas dapat didefinisikan sebagai
shearing stress yang diberikan dalam luasan area tertentu sewaktu kecepatan
dalam gradien normal pada area tersebut (Suryani et al, 2002). Pengukuran
viskositas dilakukan dengan menggunakan viscosimeter Brookfield dengan
kecepatan putar 30 rpm. Viskositas sangat penting baik untuk stabilitas dan untuk
penanganan produk kosmetik. Untuk shampo dan sabun cair viskositas antara 400
dan 4000 mPa s (Spiess, 1996). Hasil pengujian viskositas menunjukkan bahwa
viskositas sabun cair yang dihasilkan berkisar antara 42,5-12000 cP. Data hasil
pengujian viskositas disajikan pada Lampiran 7a.
Gambar 6. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dan APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata viskositas (30 rpm) sabun cair
Gambar 7. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata tegangan permukaan air oleh sabun cair
Gambar 8. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata penurunan tegangan permukaan air oleh sabun cair
Gambar 9a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata tegangan antarmuka air:xylen
Gambar 9b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata tegangan antarmuka air:xylen
Gambar 10b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair
7. Kestabilan Busa
Gambar 11. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata kestabilan busa sabun cair
8. Daya Bersih
C. PENERIMAAN KONSUMEN
Uji kesukaan atau uji organoleptik adalah suatu pengujian yang bertujuan
untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun cair yang dihasilkan.
Penilaian organoleptik adalah pengujian yang memanfaatkan kepekaan indera manusia
untuk mengukur atau menilai mutu suatu komoditas secara subyektif. Rahayu (1998)
menyatakan bahwa uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu uji
penerimaan. Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan
atau sebaliknya.
Uji kesukaan dilakukan pada sampel sabun cair yang sebelumnya telah
dihitung skor atau pembobotan nilai uji karakteristiknya. Sabun cair yang digunakan
adalah sabun cair yang memiliki skor tertinggi antara lain sabun cair dengan
konsentrasi SLES:APG masing-masing 30:3, 30:5, dan 30:7. Pengujian yang
dilakukan adalah uji kesukaan terhadap warna, aroma, kekentalan, banyaknya busa,
dan kesan setelah penggunaan sabun cair. Jumlah panelis sebanyak 30 orang dan skala
hedonik yang digunakan adalah 7 skala numerik yaitu 1=sangat tidak suka, 2=tidak
suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka.
1. Warna
Keterangan :
A2B1 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
A2B2 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%
A2B3 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%
Gambar 13. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap warna sabun cair
2. Aroma
Keterangan :
A2B1 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
A2B2 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%
A2B3 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%
Gambar 14. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sabun cair
Sifat fisik sabun cair yang juga berpengaruh pada kesukaan konsumen
adalah kekentalan. Pengujian kesukaan terhadap kekentalan sabun cair yang
dihasilkan dilakukan dengan cara mengamati kekentalan sabun cair yang
dihasilkan saat dituangkan ke tangan. Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30%
dan APG 3% memiliki kisaran nilai kesukaan 2-7 dengan rata-rata nilai 4,67.
Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5% memiliki kisaran nilai
kesukaan 3-7 dengan nilai rata-rata kesukaan 4,97, sedangkan sabun cair dengan
konsentrasi SLES 30% dan APG 7% memiliki kisaran nilai kesukaan 1-7 dengan
nilai rata-rata kesukaan 4,63. Nilai rata-rata kesukaan panelis menunjukkan bahwa
panelis rata-rata memberi kesan netral sampai agak suka terhadap kekentalan
sabun cair yang diujikan. Hasil pengujian kesukaan terhadap kekentalan sabun
cair disajikan pada Lampiran 16a.
Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa ketiga sampel sabun cair yang
diuji tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap
kekentalan sabun cair. Nilai rata-rata kesukaan panelis menunjukkan bahwa
panelis memberikan respon yang netral sampai agak suka pada kekentalan ketiga
sampel sabun yang diuji. Hasil uji friedman disajikan pada Lampiran 16b.
Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap kekentalan sabun cair disajikan pada
Gambar 15.
Panelis paling banyak memberikan nilai 5 pada sabun cair dengan
konsentrasi SLES 30% dan APG 3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis
agak suka pada kekentalan sabun cair tersebut. Panelis paling banyak memberikan
nilai 6 pada sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa panelis banyak yang menyukai kekentalan yang ditunjukkan
sabun cair tersebut. Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%
paling banyak diberi nilai kesukaan 6. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak
panelis yang bersikap suka dengan kekentalan sabun cair tersebut. Jumlah nilai 6
yang diberikan pada sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7% lebih
banyak daripada sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%. Hal
tersebut menunjukkan lebih banyak panelis yang menyukai kekentalan sabun cair
dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%.
Keterangan :
A2B1 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
A2B2 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%
A2B3 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%
Gambar 15. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap kekentalan sabun cair
Panelis pada umumnya tidak menyukai sabun cair yang terlalu encer atau
teralu kental. Pengujian viskositas menunjukkan nilai viskositas terendah dari
ketiga sampel adalah sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
(150,5 cP), nilai viskositas sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG
5% adalah 390 cP dan viskositas tertinggi yaitu sabun cair dengan konsentrasi
SLES 30% dan APG 7% (2150 cP). Sabun cair yang paling disukai kekentalannya
oleh konsumen (66,67% panelis) adalah sabun cair dengan konsentrasi SLES 30%
dan APG 7% (2150cP). Panelis menyukai sabun cair dengan viskositas sedang,
sabun cair dengan viskositas 2150 cP tidak terlalu kental dan mudah diaplikasikan
dalam keperluan sehari-hari. Konsumen menyimpulkan bahwa kebanyakan sabun
cair itu biasanya merupakan cairan yang kental.
4. Banyaknya Busa
Gambar 16. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap bayaknya busa yang
dihasilkan sabun cair
Keterangan :
A2B1 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
A2B2 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%
A2B3 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%
Tabel 4. Karakteristik SLES dan APG yang Digunakan dalam Formulasi Sabun
Cair
Hasil Pengujian
Parameter
SLES APG
Tegangan Permukaan (dyne/cm) 36.45-40.4 30.45-33.2
Tegangan Antarmuka (dyne/cm) 7.95-11.95 7.75-11.95
penurunan tegangan permukaan (%) 43.88-49.45 53.89-57.71
penurunan tegangan antarmuka (%) 57.92-72.01 57.92-72.71
3. Pembobotan Parameter
Total Skor tertinggi menurut Tabel 7 adalah sabun cair dengan kode
A2B1, A2B2, dan A2B3. Setelah diuji kesukaan maka pembobotan kedua
dilakukan untuk mengetahui sabun cair mana yang disukai. Pembobotan terhadap
parameter uji kesukaan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pembobotan terhadap Parameter Kesukaan Sabun Cair
Kesukaan terhadap nilai kepentingan bobot
Aroma 5 0.20833
Warna 5 0.20833
Kekentalan 4 0.16667
Banyaknya busa 5 0.20833
Kesan setelah pemakaian 5 0.20833
Total 24 1
Nilai skor diperoleh dengan mengalikan nilai bobot dengan nilai ranking
seperti pembobotan terhadap parameter karakteristik sabun cair. Nilai skor
disajikan pada tabel 9.
Tabel 9. Nilai Skor Produk Berdasarkan Kesukaan Panelis
Kesukaan terhadap A2B1 A2B2 A2B3
NR NR x NB NR NR x NB NR NR x NB
Aroma 3 0.625 3 0.625 2 0.4167
Warna 3 0.625 1 0.2083 1 0.2083
Kekentalan 3 0.5 3 0.5 3 0.5
Banyaknya busa 3 0.625 3 0.625 3 0.625
Kesan setelah pemakaian 3 0.625 3 0.625 3 0.625
Total 3 2.5833 2.375
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
NB= Nilai Bobot NR= Nilai Ranking
Tabel 11. Penilaian Total terhadap Produk Berdasarkan Karakteristik Sabun Cair
dan Uji Kesukaan
A2B1 A2B2 A2B3
Parameter
Skor Skor x NB Skor Skor x NB Skor Skor x NB
Uji Karakteristik
Sabun Cair 2.581 1.2905 2.484 1.242 2.548 1.274
Uji Kesukaan 3 1.5 2.5833 1.2917 2.5833 1.2917
Total 2.7905 2.5337 2.5657
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
NB= Nilai Bobot
Setelah pembobotan dilakukan maka dapat diketahui bahwa produk yang
terbaik sesuai pengujian karakteristik sabun cair dan pengujian terhadap kesukaan
konsumen adalah produk dengan kode A2B1 yaitu sabun cair dengan konsentrasi
SLES 30% dan APG 3% dengan total skor 2,7905.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglukosida (APG)
dapat diaplikasikan masing-masing sebagai surfaktan primer dan surfaktan sekunder
dalam formulasi sabun cair. Perbedaan konsentrasi SLES dan atau APG memberikan
pengaruh nyata (α=0,05) terhadap karakteristik sabun cair yang dihasilkan meliputi
nilai pH, bobot jenis, cemaran mikroba, viskositas, penurunan tegangan permukaan
air, penurunan tegangan antarmuka air:xylen, kestabilan busa dan daya bersih.
Sabun cair yang dihasilkan berwarna coklat dan transparan. Produk memiliki
nilai pH rata-rata antara 6,63-7,20, nilai tersebut sesuai dengan standar mutu SNI yaitu
6-8. Nilai rata-rata bobot jenis relatif antara 1,039-1,095 g/ml, sesuai dengan standar
mutu SNI yaitu antara 1,00-1,10 g/ml. Nilai cemaran mikroba antara 0-4,3x103
koloni/g, nilai tersebut masih dibawah batas minimum cemaran mikroba pada SNI
yaitu 1x105 koloni/g. Nilai viskositas rata-rata antara 42,5-12.200 cP sedangkan nilai
viskositas menurut Spiess (1996) adalah antara 400-4000 cP. Sabun cair yang
dihasilkan mampu menurunkan tegangan permukaan air rata-rata 46,39-50,17%
sedangkan sabun cair komersial mampu menurunkan tegangan permukaan air sebesar
54,93% dan 54,44%. Tegangan antarmuka air:xylen menurun sampai rata-rata 55,99-
60,04% dengan penambahan sabun cair yang dihasilkan sedangkan sabun cair
komersial menurunkan tegangan antarmuka air:xylen sebesar 68,31% dan 64,79%.
Kestabilan busa rata-rata antara 57,85-75,19% sedangkan sabun cair komersial
memiliki kestabilan busa sebesar 84,62% dan 85,71%. Daya bersih rata-rata berkisar
antara 27,5-41,5 ftu turbidity sedangkan nilai daya bersih sabun cair komersial adalah
182 dan 184 ftu turbidity.
Penerimaan konsumen terhadap warna sabun cair rata-rata antara 3,83-5,03;
aroma rata-rata 3,97-4,13; kekentalan rata-rata 4,63-4,97; banyaknya busa rata-rata
4,8-5,23, dan kesan setelah penggunaan rata-rata 4,2-4,5.
Hasil pembobotan sederhana menunjukkan bahwa produk terbaik berdasarkan
pengujian karakteristik sabun cair dan pengujian kesukaan konsumen adalah sabun
cair dengan kode A2B1 yaitu sabun cair dengan kombinasi konsentrasi SLES 30% dan
konsentrasi APG 3%. Sabun tersebut memiliki nilai pH 6,93; bobot jenis 1,046;
cemaran mikroba negatif; viskositas 150,25 cP; penurunan tegangan permukaan
46,91%; penurunan tegangan antarmuka 57,04%; kestabilan busa 73,74%, dan daya
bersih 37 ftu turbidity. Hasil uji kesukaan terhadap sabun cair ini menunjukkan nilai
kesukaan terhadap warna sebesar 5,03; aroma 3,96; kekentalan 4,67; banyaknya busa
4,8; dan kesan setelah penggunaan 4,23.
B. SARAN
Perlu dikembangkan kembali pemanfaatan SLES dan APG ke dalam produk
pembersih atau pembusa lain seperti shampo, pencuci piring, atau pembersih yang
lainnya. Perlu dilakukan pengembangan terhadap formulasi sabun cair dengan
penambahan bahan lain seperti pelembut sehingga dapat diaplikasikan lebih luas
sebagai cairan pembersih yang dapat melembabkan atau melembutkan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Bujang K dan F.B. Ahmad. 2000. ‖Production and Utilization in Malaysia‖. Dalam : Sagu
Untuk Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Sagu; Manado, 6 Oktober
2003. manado. Pusat Penelitian dan pengembangan Perkebunan manado. Halaman
16-19.
Corredoira, R. dan A. R. Pandolfi. 1996. ―Raw Materials and Their Pretreatment for Soap
Production‖. Dalam Soaps and Detergents A Theoritical and Pratical Review.
AOCS Press, Champaign, Illinois.
Gaman, P. M, K. M. Sherrington. 1990. The Science of Food, 3rd edition. Pergamon Press,
Oxford.
George, E. D. dan J. A. Serdakowski. 1996. ―The Formulation of Bar Soap‖. Dalam Soaps
and Detergents A Theoritical and Pratical Review. AOCS Press, Champaign,
Illinois.
Geourgeiou G., C.L. Sung., dan M.M. Shara. 1992. Surface Active Compund from
Microorganisms. Departement of Chemical Engineering and Petrolium
Engineering. University of Texas, Austin.
Hall, K. 2000. ―Sustainable Surfactant: Renewable Feedstocks for The 21st Century- Fat
and Oil as Oleochemical Raw Material‖. Dalam http://www.nf.org. 19 Februari
2009.
Hill, K. 2001. ―New Cosmetic Raw Materials from Fats and Oils‖. Dalam http//www.scf-
online.com/issue26. 19 Februari 2009.
Paul, L., G. Rozsa, dan T. Rozsa. 2002. ―Liquid Foaming Soap Composition‖. US Patent
No 0137641. Dalam http://www.freepatentsonline.com/0137641/ 19 Januari 2009.
Rahayu, P. 1998. Uji Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Rialen, N. 2005. Kajian Pengaruh Konsentrasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap
Karakteristik Sabun Cair. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
Rosen, M. J. 2004. Surfactants and Interfacial Phenomena. John Wiley & Sons, Inc, New
Jersey.
Spiess, E. 1996. ―Raw Materials‖. Dalam Chemistry and Technology of The Cosmetics and
Toiletries Industry Second Edition. Blackie Academic & Professional, London.
Suryani, A., I. Saillah, E. Hambali. 2002. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.
Swern, D. 1979. ―Bailey’s Industrial Oil and fat Products‖. Vol. 14 th Edition. John Willey
and Son Inc., New York.
Wibisono, A dan Budiono. 2004. Pembuatan Sabun Cair dengan Bahan Dasar Alkil
Benzena Sulfonat. Dalam Kumpulan Makalah: Seminar Mahasiswa Kimia Tekstil 9
Maret 2004, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.
Lampiran 1. Analisis yang dilakukan pada Sodium Lauril Sulfat (SLES), Alkil
Poliglikosida (APG), dan sabun cair
3. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Langkah awal
pengukuran adalah kalibrasi pH meter dengan menggunakan buffer pH kemudian elektroda
yang sudah dibersihkan dengan aquades dicelupkan ke dalam contoh yang akan diperiksa.
Nilai pH dapat dibaca pada skala yang ditunjukkan.
4. Bobot Jenis
Bersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton kemudian dengan
dietil eter. Bersihkan piknometer dan timbang. Dinginkan contoh lebih rendah dari suhu
penetapan. Masukkan contoh dari dalam rendaman air es, biarkan sampai suhu 25 C dan
tetapkan sampai garis tera. Angkat piknometer dari rendaman air es biarkan pada suhu
kamar dan timbang. Bobot contoh dikurangi dengan bobot piknometer dan disebut W2.
Ulangi pengerjaan tersebut dengan menggunakan air suling sebagai pengganti contoh
(W1).
Bobot Jenis relatif =
7. Kestabilan Busa
Air aquades dan sabun mandiu cair dengan perbandingan 9:1 dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Tabung reaksi yang telah berisi larutan tersebut diletakkan diatas vortex
untuk dilakukan pemutaran. Lama pemutaran dilakukan selama 5 menit. Setelah
pemutaran, hitung tinggi busa yang terdapat pada tabung reaksi (a cm). diamkan tabung
reaksi selama satu jam, kemudian hitung kembali tinggi busa yang masih tertinggal di
dalam tabung reaksi (b cm). Persentase tinggi busa yang tertinggal dibandingkan dengan
busa awal merupakan nilai kestabilan busa.
8. Daya Bersih
Kain putih bersih dipotong menjadi ukuran 10x10 cm. Timbang mentega sebanyak
kemudian dioleskan secara merata pada seluruh permukaan kain. Tempatkan air aquades
sebanyak 200 ml dalam gelas piala kemudian tambahkan sabun mandi cair 20 ml
kemudian diaduk. Air tersebut kemudian diukur kekeruhannya (A ftu turbidity). Masukkan
kain yang telah diolesi mentega ke dalam gelas piala yang telah berisi air sabun dan
diamkan selama 10 menit. Air yang telah didiamkan dan diangkat kainnya diukur
kekeruhannya (B ftu turbidity).
Daya bersih = B ftu turbidity – A ftu turbidity
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Sabun Cair
SLE Triclosa
S n
Pencampura
n T= 65°C
Sabun Cair
Lampiran 3. Contoh Lembar Uji Kesukaan
c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai pH sabun cair
(α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi SLES (%) Rata-rata Duncan
25 6.970 A
35 6.788 B
30 6.757 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
d. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai pH sabun cair
(α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
3 7.020 A
5 6.807 B
7 6.688 C
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
e. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh interaksi konsentrasi SLES dan konsentrasi
APG terhadap nilai pH sabun cair (α=0,05)
Konsentrasi Konsentrasi Pengelompokan
Rata-Rata
SLES(%) APG (%) Duncan
25 3 7.195 A
25 5 6.955 B
35 3 6.935 B
30 3 6.93 B
35 5 6.78 C
25 7 6.76 CD
30 5 6.685 DE
30 7 6.655 E
35 7 6.65 E
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 6. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap bobot
jenis sabun cair
c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai bobot jenis
sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
konsentrasi SLES (%) Rata-rata Duncan
35 1.088 A
30 1.051 B
25 1.044 C
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
d. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai bobot jenis
sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
7 1.066 A
5 1.062 AB
3 1.055 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 7. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap
viskositas sabun cair
c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai viskositas
sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
konsentrasi SLES(%) Rata-rata
Duncan
35 9151.67 A
30 896.750 B
25 111.750 C
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
d. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai viskositas
sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
7 4849.670 A
5 3504.580 B
3 1805.920 C
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
e. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh interaksi konsentrasi SLES dan konsentrasi
APG terhadap nilai pH sabun cair (α=0,05)
Konsentrasi Pengelompokan
Konsentrasi SLES%)
APG (%) Rata-Rata Duncan
25 3 7.195 A
25 5 6.955 B
35 3 6.935 B
30 3 6.93 B
35 5 6.78 C
25 7 6.76 CD
30 5 6.685 DE
30 7 6.655 E
35 7 6.65 E
Lampiran 8. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap tegangan
permukaan air dengan penambahan sabun cair
a. Data hasil pengujian tegangan permukaan air dengan penambahan sabun cair
(konsentrasi 10%)
Konsentrasi Konsentrasi Teg. Permukaan (dyne/cm)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 37.95 39.25 38.6
25 5 37.7 37.3 37.5
25 7 37.3 36.7 37
30 3 38.5 37.95 38.225
30 5 37.4 36.75 37.075
30 7 37.25 35.8 36.525
35 3 38.3 38.45 38.375
35 5 36.35 36.5 36.425
35 7 36.05 35.7 35.875
b. Hasil pengujian ragam terhadap tegangan permukaan air dengan penambahan sabun cair
(α=0,05)
Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 1.9619 0.9810 3.3900 4.2560 0.0798
APG 2 11.9644 5.9822 20.6900 4.2560 0.0004
SLES*APG 4 0.6289 0.1572 0.5400 3.6330 0.7083
Error 9 2.6025 0.2892
Total 17 17.1578
F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata
c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai tegangan
permukaan air dengan penambahan sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
3 38.40 A
5 37.00 B
7 36.47 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 9. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap
penurunan tegangan permukaan air oleh sabun cair
a. Data hasil pengujian penurunan tegangan permukaan air oleh sabun cair
Konsentrasi Konsentrasi Penurunan Teg. Permukaan (%)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 47.29 45.49 46.39
25 5 47.64 48.19 47.92
25 7 48.19 49.03 48.61
30 3 46.53 47.29 46.91
30 5 48.06 48.96 48.51
30 7 48.26 50.28 49.27
35 3 46.81 46.60 46.70
35 5 49.51 49.31 49.41
35 7 49.93 50.42 50.17
b. Hasil pengujian ragam terhadap penurunan tegangan permukaan air oleh sabun cair
(α=0,05)
Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 3.8003 1.9001 3.41 4.256 0.0792
APG 2 23.0488 11.5244 20.66 4.256 0.0004
SLES*APG 4 1.2094 0.3024 0.54 3.633 0.7093
Error 9 5.0202 0.5578
Total 17 33.0787
F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata
c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai penurunan
tegangan permukaan air oleh sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
7 49.352 A
5 48.612 A
3 46.668 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 10. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap
tegangan antarmuka air:xylen dengan penambahan sabun cair
a. Data hasil pengujian tegangan antarmuka air:xylen dengan penambahan sabun cair
Konsentrasi Konsentrasi Tegangan Antarmuka (dyne/cm)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 12.60 12.40 12.50
25 5 12.00 12.30 12.15
25 7 12.00 11.90 11.95
30 3 12.50 12.40 12.45
30 5 12.30 12.00 12.15
30 7 12.10 11.80 11.95
35 3 12.00 12.40 12.20
35 5 11.90 11.40 11.65
35 7 11.20 11.50 11.35
c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai tegangan
antarmuka air:xylen dengan penambahan sabun cair (α=0,05)
a. Data hasil pengujian penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair
Konsentrasi Konsentrasi Penurunan Tegangan Antarmuka (%)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 55.63 56.34 55.99
25 5 57.75 56.69 57.22
25 7 57.75 58.10 57.92
30 3 55.99 56.34 56.16
30 5 56.69 57.75 57.22
30 7 57.39 58.45 57.92
35 3 57.75 56.34 57.04
35 5 58.10 59.86 58.98
35 7 60.56 59.51 60.04
b. Hasil pengujian ragam terhadap penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun
cair (α=0,05)
Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 10.4323 5.2162 9.110 4.2560 0.0060
APG 2 15.2425 7.6213 13.310 4.2560 0.0020
SLES*APG 4 0.9350 0.2337 0.410 3.6330 0.7980
Error 9 5.1541 0.5727
Total 17 31.7639
F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata
c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai penurunan
tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair (α=0,05)
Konsentrasi SLES Pengelompokan
Rata-rata
(%) Duncan
35 58.687 A
30 57.102 B
25 57.043 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
d. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai penurunan
tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
7 58.6267 A
5 57.8067 A
3 56.3983 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 12. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap
kestablian busa sabun cair
c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai kestabilan
busa sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi SLES(%) Rata-rata
Duncan
30 81.220 A
35 75.882 A
25 62.992 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 13. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap daya
besih sabun cair
c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai daya bersih
sabun cair (α=0,05)
Konsentrasi SLES Pengelompokan
Rata-rata
(%) Duncan
30 81.220 A
35 75.882 A
25 62.992 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 14. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap warna
sabun cair
Tes Statistik
2
n df x asymp. Sig.
30 2 16.71 0.477
Lampiran 15. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap aroma
sabun cair
Statistik Deskriptif
Kode Std. Minimum Maksimum Ranking
N Rataan
Contoh Deviasi
A2B1 30 3.966667 1.15917133 2 6 1.98
A2B2 30 4.133333 1.47935991 2 7 2.02
A2B3 30 4.1 1.44675618 1 6 2
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
Tes Statistik
n df x2 asymp. Sig.
30 2 0.027 0.987
Lampiran 16. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap
kekentalan sabun cair
Statistic Deskriptif
Kode N Rataan Std. Minimum Maksimum Ranking
Contoh Deviasi
A2B1 30 4.666667 1.34762456 2 7 1.92
A2B2 30 4.966667 1.35145728 3 7 2.17
A2B3 30 4.633333 1.58621939 1 7 1.92
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
Tes Statistik
n df x2 asymp. Sig.
30 2 1.786 0.409
Lampiran 17. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap
banyaknya busa sabun cair
Tes Statistik
n Df x2 asymp. Sig.
30 2 2.31 0.315
Lampiran 18. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap kesan
setelah penggunaan sabun cair
a. Data hasil penelitian kesukaan terhadap kesan setelah penggunaan sabun cair
Kode Sampel
Panelis
A2B1 A2B2 A2B3
1 2 2 2
2 2 2 2
3 3 3 2
4 3 3 3
5 3 3 3
6 3 3 3
7 3 3 3
8 3 4 3
9 3 4 3
10 4 4 3
11 4 4 4
12 4 4 4
13 4 4 4
14 4 4 4
15 4 4 4
16 4 5 4
17 4 5 4
18 4 5 5
19 5 5 5
20 5 5 5
21 5 5 5
22 5 6 5
23 5 6 5
24 5 6 5
25 5 6 6
26 6 6 6
27 6 6 6
28 6 6 6
29 6 6 6
30 7 6 6
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
b. Hasil pengujian friedman terhadap kesan setelah penggunaan sabun cair (α=0,05)
Statistik Deskriptif
Kode N Rataan Std. Minimum Maximum Ranking
Contoh Deviasi
A2B1 30 4.23333333 1.250747 2 7 1.95
A2B2 30 4.2 1.297212 2 6 1.9
A2B3 30 4.5 1.279817 2 6 2.15
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
Tes Statistik
n df x2 asymp. Sig.
30 2 1.482 0.477