Anda di halaman 1dari 97

APLIKASI SURFAKTAN SODIUM LAURIL ETER SULFAT (SLES) DAN ALKIL

POLIGLIKOSIDA (APG) DALAM FORMULASI SABUN CAIR

Oleh:
DESMIA TRI SUJIANTI
F34054332

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI SURFAKTAN SODIUM LAURIL ETER SULFAT (SLES) DAN ALKIL


POLIGLIKOSIDA (APG) DALAM FORMULASI SABUN CAIR

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
DESMIA TRI SUJIANTI
F34054332

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Desmia Tri Sujianti. F3405432. Aplikasi Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES)
dan Alkil Poliglikosida (APG) dalam Formulasi Sabun Cair. Dibawah Bimbingan Ani
Suryani. 2010.

RINGKASAN
Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active
agent) yang digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier, dan
komponen bahan adhesif yang telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang
industri. Kebutuhan pasar dunia terhadap surfaktan sangat besar terutama untuk aplikasi
pembersihan. Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) merupakan surfaktan anionik yang biasa
digunakan dalam produk pembusa dan pembersih tetapi memiliki tingkat iritasi yang
tinggi, hal tersebut dapat diatasi dengan penambahan surfaktan sekunder yang lebih
lembut. Alkil poliglikosida (APG) disintesa menggunakan bahan baku alkohol lemak dari
minyak kelapa atau kelapa sawit dan pati sagu atau pati tapioka yang dapat digunakan
sebagai surfaktan sekunder. Bahan pembersih dan pembusa cair masih sangat popular di
kalangan masyarakat oleh karena itu pembuatan produk sabun cair masih sangat
berpotensi. Pemanfaatan surfaktan SLES dan APG dalam produk sabun cair sangat
berpeluang untuk menghasilkan produk sabun cair yang lebih baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formula terbaik sabun cair yang
memanfaatkan surfaktan SLES dan APG ditinjau dari karakteristik sabun cair dan
penerimaan konsumen terhadap produk sabun cair yang dihasilkan. Penelitian didahului
oleh karakterisasi SLES dan APG serta penelitian utama yaitu formulasi sabun cair dengan
menggunakan surfaktan SLES dan APG. Rancangan percobaan dalam formulasi sabun cair
ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan dua kali ulangan.
Perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi SLES dalam formula (25%, 30, dan 35%)
dan konsentrasi APG dalam formula (3%, 5%, dan 7%). Produk yang dihasilkan kemudian
diuji karakteristiknya meliputi pH, bobot jenis, viskositas, cemaran mikroba, tegangan
permukaan, tegangan antarmuka, kestabilan busa dan daya bersih, sedangkan pengujian
penerimaan produk oleh konsumen dilakukan oleh 30 panelis untuk memperoleh produk
terbaik yang disukai konsumen.
Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglukosida (APG) dapat
diaplikasikan masing-masing sebagai surfaktan primer dan surfaktan sekunder dalam
formulasi sabun cair. Perbedaan konsentrasi SLES dan atau APG memberikan pengaruh
nyata (α=0,05) terhadap karakteristik sabun cair yang dihasilkan.
Sabun cair yang dihasilkan berwarna coklat dan transparan. Produk memiliki nilai
pH rata-rata antara 6,63-7,20, nilai tersebut sesuai dengan standar mutu SNI yaitu 6-8.
Nilai rata-rata bobot jenis relatif antara 1,039-1,095 g/ml, sesuai dengan standar mutu SNI
yaitu antara 1,00-1,10 g/ml. Nilai cemaran mikroba antara 0-4,3x103 koloni/g, nilai
tersebut masih dibawah batas minimum cemaran mikroba pada SNI yaitu 1x10 5 koloni/g.
Nilai viskositas rata-rata antara 42,5-12.200 cP sedangkan nilai viskositas menurut Spiess
(1996) adalah antara 400-4000 cP. Sabun cair yang dihasilkan mampu menurunkan
tegangan permukaan air rata-rata 46,39-50,17% sedangkan sabun cair komersial mampu
menurunkan tegangan permukaan air sebesar 54,93% dan 54,44%. Tegangan antarmuka
air:xylen menurun sampai rata-rata 55,99-60,04% dengan penambahan sabun cair yang
dihasilkan sedangkan sabun cair komersial menurunkan tegangan antarmuka air:xylen
sebesar 68,31% dan 64,79%. Kestabilan busa rata-rata antara 57,85-75,19% sedangkan
sabun cair komersial memiliki kestabilan busa sebesar 84,62% dan 85,71%. Daya bersih
rata-rata berkisar antara 27,5-41,5 ftu turbidity sedangkan nilai daya bersih sabun cair
komersial adalah 182 dan 184 ftu turbidity.
Penerimaan konsumen terhadap warna sabun cair rata-rata antara 3,83-5,03; aroma
rata-rata 3,97-4,13; kekentalan rata-rata 4,63-4,97; banyaknya busa rata-rata 4,8-5,23, dan
kesan setelah penggunaan rata-rata 4,2-4,5.
Hasil pembobotan sederhana menunjukkan bahwa produk terbaik berdasarkan
pengujian karakteristik sabun cair dan pengujian penerimaan konsumen adalah sabun cair
dengan kode A2B1 yaitu sabun cair dengan kombinasi konsentrasi SLES 30% dan
konsentrasi APG 3%. Sabun tersebut memiliki nilai pH 6,93; bobot jenis 1,046; cemaran
mikroba negatif; viskositas 150,25 cP; penurunan tegangan permukaan 46,91%; penurunan
tegangan antarmuka 57,04%; kestabilan busa 73,74%, dan daya bersih 37 ftu turbidity.
Hasil uji kesukaan terhadap sabun cair ini menunjukkan nilai kesukaan terhadap warna
sebesar 5,03; aroma 3,96; kekentalan 4,67; banyaknya busa 4,8; dan kesan setelah
penggunaan 4,23.
Desmia Tri Sujianti. F3405432. The Application of Surfactant Sodium Lauryl Ether
Sulfates (SLES) and Alkyl Polyglycoside (APG) in Liquid Soap Formulation. Supervised
by Ani Suryani. 2010.

SUMMARY

Surfactant is a surface active agent, which have application as clotting, wetting, and
foaming agent, emulsifier, or adhesive mater component and already used widely on
various industries. The world market demand for surfactant now is very large, especially
for cleaning and washing. Sodium Lauryl Ether Sulfates (SLES) is an anionic surfactant
that most widely being used for foaming and cleaning product but they have high irritation
value. Therefore, that should be covered by combining them with the other mildness
secondary surfactant. Alkyl Polyglycosides (APG) is surfactant that synthesized from fatty
alcohol of coconut oil or palm oil and sago or cassava starch and can be used to secondary
surfactant. The usage of liquid soap is still popular. Therefore, application of surfactant
SLES and APG in liquid soap has opportunity to be developed in order to produce the
better formulation of liquid soap than the previously formulation,
This research purposes are to find out the best formula of liquid soap that used
surfactant SLES and APG according to characteristic of liquid soap and acceptances of the
consumer. The research started with characterization of SLES and APG and then the main
research was formulation of liquid soap that used surfactant SLES and APG. The
experiment design in liquid soap formulation was completely random design with 2 factors
and twice of repetition. The research treatments were SLES concentrations (25%, 30%,
and 35%) and APG concentrations (3%, 5%, and7%). After that, the product are examined
for their characteristics include the pH value, density, microorganism soiled, viscosity,
surface tension, interface tension, foam stability, and the detergency. The consumer
acceptances examination contained of acceptances to color, odor, viscosity, foam quantity,
and the trace after using.
SLES and APG could be applied each as primary and secondary surfactant in liquid
soap formulations. The variation of SLES and APG concentrations gave significant effect
to liquid soap characterizations.
The color of liquid soap products was brown, transparent, looked like the colors of
APG. These products had neutral pH value (about 6,63-7,2), and these values appropriated
with the quality standard of SNI 1996 (6-8). The density values were about 1,039-1,095
g/ml, and these values appropriated with the quality standard of SNI 1996 (1,00-1,10
g/ml). The soiled microorganisms were about 0-4,3x103 coloni/g, these values were still
under the quality standard limit of SNI 1996 (1x105 coloni/g). The viscosity values were
about 42,5-12.200 cP, according to Spiess (1996), the best viscosity values of liquid
foaming product are about 400-4000 cP. The research products were able to reduced the
water surface tension about 46,39-50,04% while the commercial products were able to
reduce the water surface tension about 54,93% and 54,44%. The water:xylen interface
were reduced about 55,99-60,04% by liquid soap addition while the commercial product
were able to reduce the water:xylen interface tension about 68,31% and 64,79%. The foam
stability values were about 57,85-75,19% while the commercial products had foam
stability about 84,62% and 85,71%. The detergency values were about 27,5-41,5 ftu
turbidity while the commercial products had a detergency about 182 and 184 ftu turbidity.
The consumer acceptance values for the color of product were about 3,38-5,03; for
odor were about 3,97-4,13; for viscosity were about 4,63-4,97; for the quantity of foam
were about 4,8-5,23, and for the trace after using were about 4,2-4,5.
The best product according to characteristic and consumer acceptances of liquid
soap is a product that contained of SLES 30% and APG 3%. This product had pH value
6,93, density value 1,046 g/; negative microorganism soiled; viscosity 150,25 cP; reduced
of surface tension 46,91%; reduced of interface tension 57,04%; stability of foam 73,74%,
and detergency 37 ftu turbidity. The consumer acceptances examination value of liquid
soap showed that acceptances to color is 5,03; odor 3,96; viscosity 4,67; quantity of foam
4,8; and trace after using 4,23.
Judul Skripsi : Aplikasi Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil
Poliglikosida (APG) dalam Formulasi Sabun Cair
Nama : Desmia Tri Sujianti
NRP : F34054332

Menyetujui :
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA


NIP. 19581026 1983 03 2003

Mengetahui :
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Prof. Dr Ir. Nastiti Siswi Indrasti


NIP. 19621009 198903 2001

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Desmia Tri Sujianti, merupakan anak kedua


dari dua bersaudara dari pasangan Sumar dan Marmiati, dilahirkan di
Madiun pada tanggal 9 Desember 1986. Pada tahun 1999 penulis
menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SDN Madiun Lor 1,
Madiun dan melanjutkan ke SLTPN 1 Madiun sampai dengan tahun
2002. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan SMU di
SMUN 2 Madiun.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005
melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Pada tahun 2006, penulis
diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif menjadi pengurus organisasi di
HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri) bagian Departemen PR (Public
Relation) (2006-2007) dan pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda
Gentra Kaheman (2006-2009). Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti seminar
dan workshop.

Pada tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PT RNI unit PG
Rejo Agung Baru, Madiun dengan topik Teknologi Proses Produksi, dan Penanganan
Limbah di PG Rejo Agung Baru, Madiun-Jawa Timur. Pada tahun 2009 penulis
melaksanakan kegiatan penelitian dengan judul skripsi Aplikasi Surfaktan Sodium
Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida (APG) dalam formulasi sabun cair.
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Desmia Tri Sujianti

NRP : F34054332

Departemen : Teknologi Industri Pertanian

Fakultas : Teknologi Pertanian

Universitas : Institut Pertanian Bogor

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “Aplikasi Surfaktan


Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida (APG) dalam Formulasi
Sabun Cair” merupakan karya tulis saya pribadi dengan bimbingan dan arahan dari dosen
pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebut rujukannya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan dari
siapapun.

Bogor, Mei 2010


Penulis,

(Desmia Tri Sujianti)


F34054332
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa terpanjat kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ―Aplikasi Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida
(APG) dalam Formulasi Sabun Cair‖. Skripsi ini adalah salah satu tulisan ilmiah
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Pemanfaatan surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida
(APG) sebagai surfaktan primer dan sekunder dalam suatu formulasi sabun cair diharapkan
mampu menghasilkan sabun cair dengan kinerja yang baik. SLES merupakan surfaktan
yang sering digunakan dalam formulasi cairan pembersih dan APG sedang dikembangkan
di Indonesia, bersifat ramah lingkungan, tidak menimbulkan iritasi dan bersifat lembut
sebagai surfaktan sekunder sehingga aplikasinya dalam formulasi sabun cair berpeluang
untuk dikembangkan di Indonesia mengingat sabun cair masih sangat populer di
masyarakat Indonesia. Penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat dalam pengembangan
terhadap produk-produk berbasis surfaktan.
Berbagai bentuk kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis sehingga skripsi
ini dapat menjadi lebih baik. Semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
Amin…

Bogor, Mei 2010

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sangat tulus kepada:
1. Ibu dan Bapak, serta Mbak Ari dan keluarga (Mas Sugeng dan Dik Bangkit) yang
telah memberikan dorongan semangat, motivasi, doa, materi, cinta, dan segala
perhatian yang penulis rasakan sampai saat ini.
2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, selaku dosen Pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu untuk mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis
selama penelitian dan penulisan skripsi.
3. Bapak Chilwan Pandji dan Bapak Muslich selaku dosen penguji yang telah
berkenan untuk menyediakan waktu untuk menjadi penguji dalam ujian skripsi
penulis.
4. Ir. Adi Salamun, M. Si., yang telah memberikan bahan baku berupa APG yang
digunakan dalam pnelitian ini.
5. Ibu Rini, ibu Ega, ibu Sri, bapak Sugiardi, dan seluruh laboran yang ada di
laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membantu
penulis selama penelitian.
6. Mas Agus dan Mas Moko yang telah membantu penulis dalam pencarian bahan
baku yang digunakan pada penelitian ini.
7. Nutriana, Vrika, Mas Darto dan Mas Catur selaku teman sebimbingan atas segala
pengalaman yang luar biasa baik dalam keseharian ataupun dalam penelitian, serta
Kartika teman seperjuangan di laboratorium Teknologi Kimia TIN atas segala
bantuan dan pertukaran informasi serta ilmu kepada penulis.
8. Keluarga besar mahasiswa pecinta seni dan budaya di UKM LISES Gentra
Kaheman (A Mul, Umi Fini, Emma, Sarah, A Haikal, Cecep, Amel, Ayun,
Punjung, Ipul, Kosmas, Dede, Mya, dan seluruh anggota, pengurus, Dewan
Kehormatan dan Anggota Kehormatan GK) atas kekeluargaan, semangat, ilmu,
pengalaman, dan seluruh kenangan manis yang tak terupakan oleh penulis.
9. Teman-teman laskar Ash-Shohwah Rina, Silla, Ais, Iin, Tyas, Dini, Tika, Vivit,
Mira, dan Fitri atas segala kebersamaan, pengalaman, dan bantuan kepada penulis
selama tiga tahun bersama dibawah satu atap.
10. Semua rekan TIN angkatan 42 atas kebersamaan, kekompakan, pengalaman,
dukungan kepada penulis.
11. Pasmaders (Anggota Paguyuban Sedulur Madiun) yang ada di Bogor yang telah
menjadi rekan sekampung halaman atas persaudaraan selama tinggal di Bogor.
12. Seseorang dalam diri penulis yang senantiasa memberi semangat, dorongan, dan
arahan menuju hal yang positif.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan
dan dukungan kepada penulis hingga saat ini.
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR TABEL................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................. 1
2
B. TUJUAN......................................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
3
A. SURFAKTAN..............................................................................................
4
B. SODIUM LAURIL ETER SULFAT (SLES)............................................ 5
5
C. ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG)...............................................................
8
D. SABUN CAIR..............................................................................................
8
III. METODOLOGI PENELITIAN..................................................................... 8
A. BAHAN DAN ALAT..................................................................................
11
B. METODE PENELITIAN............................................................................. 11
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
31
A. KARAKTERISTIK SLES DAN APG………….........................................
40
B. KARAKTERISTIK SABUN CAIR…………………………….................
45
C. PENERIMAAN KONSUMEN.................................................................... 45
46
D. REKAPITULASI HASIL DAN PEMBAHASAN………………………..
47
V. KESIMPULAN DAN SARAN……………......................................................
A. KESIMPULAN…........................................................................................ 49
B. SARAN........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
LAMPIRAN............................................................................................................
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Syarat Mutu Deterjen Cair Menurut SNI................................................ 7
Tabel 2. Formulasi Sabun Cair...……..……………............................................. 9
Tabel 3. Data Hasil Pengujian Angka Lempeng Total.......................................... 19
Tabel 4. Karakteristik SLES dan APG.................................................................. 40
Tabel 5. Karakteristik Sabun Cair yang Dihasilkan.............................................. 40
Tabel 6. Pembobotan terhadap Karakterisik Sabun Cair……………………….. 41
Tabel 7. Skor Produk Berdasarkan Karakteristik Sabun Cair………................... 42
Tabel 8. Pembobotan terhadap Parameter Kesukaan Sabun Cair………………. 42
Tabel 9. Nilai Skor Produk Berdasarkan Kesukaan Panelis……………………. 43
Tabel 10. Pembobotan terhadap Uji Karakteristik dan Uji Kesukaan Sabun Cair 43
Tabel 11. Penilaian Total terhadap Produk Berdasarkan Karakteristik Sabun Cair
dan Uji Kesukaan………………………...………………………......... 43
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1a. Grafik tegangan permukaan air akibat pengaruh penambahan
SLES pada berbagai konsentrasi.................................................. 12

Gambar 1b. Grafik tegangan permukaan air akibat pengaruh penambahan


APG pada berbagai konsentrasi................................................... 12

Gambar 2a. Grafik tegangan antarmuka air:xylen akibat pengaruh


penambahan SLES pada berbagai konsentrasi............................... 13

Gambar 2b. Grafik tegangan antarmuka air:xylen akibat pengaruh


penambahan APG pada berbagai konsentrasi…………………… 13

Gambar 3. Produk sabun cair yang dihasilkan................................................. 14

Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dan APG dalam sabun
cair terhadap nilai rata-rata pH sabun cair…………………….…. 16

Gambar 5a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata bobot jenis sabun cair……………...….… 18

Gambar 5b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata bobot jenis sabun cair……………...….… 18

Gambar 6. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dan APG dalam sabun
cair terhadap nilai rata-rata viskositas (30 rpm) sabun
cair..................................................................................... 21

Gambar 7. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair


terhadap nilai rata-rata tegangan permukaan air oleh sabun
cair…………………...................................................................... 23
.
Gambar 8. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata penurunan tegangan permukaan air oleh
sabun cair........................................................................................ 24

Gambar 9a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata tegangan antarmuka
air:xylen.......................................................................................... 26

Gambar 9b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata tegangan antarmuka
air:xylen.......................................................................................... 26

Gambar 10a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata penurunan tegangan antarmuka air:xylen
oleh sabun cair................................................................................ 27
Gambar 10b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata penurunan tegangan antarmuka air:xylen
oleh sabun cair................................................................................ 27

Gambar 11. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata kestabilan busa sabun cair………………. 29

Gambar 12. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata daya bersih sabun cair............................... 31

Gambar 13. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap warna sabun


cair………………………………….............................................. 33

Gambar 14. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sabun


cair………………………………................................................ 34

Gambar 15. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap kekentalan sabun


cair................................................................................................ 36

Gambar 16. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap bayaknya busa


yang dihasilkan sabun cair …………………….......................... 38

Gambar 17. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap kesan setelah


penggunaan sabun cair................................................................. 39
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Analisis yang dilakukan pada Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES),
Alkil Poliglikosida (APG), dan sabun cair………………………. 49

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Sabun Cair………………....................... 52

Lampiran 3. Contoh Lembar Uji Kesukaan………………..……….................... 53

Lampiran 4. Hasil Analisis Karakteristik SLES dan APG…………................... 54

Lampiran 5. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap pH sabun cair……………………………………………. 55

Lampiran 6. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap bobot jenis sabun cair........................................................ 57

Lampiran 7. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap viskositas sabun cair…………………………………….. 59

Lampiran 8. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap tegangan permukaan air dengan penambahan sabun
cair……………………………….......................................... 61

Lampiran 9. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap penurunan tegangan permukaan air oleh sabun
cair.................................................................................................... 62

Lampiran 10. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap tegangan antarmuka air:xylen dengan penambahan
sabun cair………………................................................................. 63

Lampiran 11. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun
cair.................................................................................................... 65

Lampiran 12. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap kestablian busa sabun cair………………………………. 67

Lampiran 13. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan
terhadap daya besih sabun cair………………................................. 68

Lampiran 14. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap warna sabun cair………………………………………… 69

Lampiran 15. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap aroma sabun cair……………………................................ 71
Lampiran 16. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap kekentalan sabun cair…………………………………… 73

Lampiran 17. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap banyaknya busa sabun cair……………………………… 75

Lampiran 18. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan
terhadap kesan setelah penggunaan sabun cair…………………… 77
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface


active agent) yang digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan,
emulsifier, dan komponen bahan adhesif yang telah diaplikasikan secara luas pada
berbagai bidang industri. Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berada
dalam satu molekul menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antarmuka antara
fasa yang berbeda derajat polaritasnya seperti minyak dan air. Pembentukan film pada
antarmuka ini menurunkan energi antarmuka dan menyebabkan sifat-sifat khas
molekul surfaktan (Geourgeiou et al., 1992). Kebutuhan pasar dunia terhadap
surfaktan sangat besar terutama untuk aplikasi pada produk pembersih dan kebutuhan
lain.
Saat ini penggunaan bahan pembersih atau pembusa sangat luas di masyarakat.
Bahan pembersih atau pembusa yang banyak beredar sebelumnya adalah yang
berbentuk padat atau serbuk. Seiring berjalannya waktu, penggunaan bahan pembersih
atau pembusa berkembang dalam bentuk cairan. Cairan pembusa oleh masyarakat
lebih dikenal dengan sabun cair. Paul et al. (2002) menyebutkan bahwa penggunaan
sabun cair dikalangan masyarakat menjadi sangat populer. Sabun pembusa cair
diformulasikan dari campuran surfaktan dan sejumlah air. Surfaktan yang digunakan
sebagai bahan pembersih adalah surfakan anionik. Salah satu jenis surfaktan anionik
yang sering digunakan dalam aplikasi pada produk pembersih adalah Sodium Lauril
Eter Sulfat (SLES). Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) merupakan surfaktan anionik
yang paling banyak digunakan untuk kosmetika atau produk-produk perawatan diri.
SLES memiliki pH 7-9, mudah mengental dengan garam dan menunjukkan kelarutan
dalam air yang baik. Kesesuaian SLES terhadap kulit dan mata dapat diterima pada
kebanyakan aplikasi dan bisa ditingkatkan melalui kombinasi dengan surfaktan
sekunder yang tidak terlalu kuat (Spiess, 1996).
Alkil Poliglikosida (APG) merupakan surfaktan yang ramah lingkungan karena
disintesa menggunakan bahan baku yang berbasis karbohidrat seperti sagu dan minyak
nabati misalnya minyak kelapa, minyak sawit, minyak biji kapok dan minyak biji
karet. Di Indonesia, potensi ketersediaan kelapa sebagai bahan baku alkohol lemak
dan pati-patian sebagai sumber karbohidrat cukup banyak mengingat Indonesia adalah
negara berbasis pertanian.
APG tidak membuat iritasi di mata, kulit dan membran mukosa serta dapat
mengurangi efek iritasi yang ditimbukan karena penggunaan surfaktan lain. Setelah
pengembangan surfaktan APG perlu dilakukan pemanfaatan surfaktan tersebut dalam
suatu produk.
Penggunaan surfaktan anionik sebagai surfaktan utama dalam suatu formulasi
sabun dilengkapi dengan surfaktan jenis lain contohnya surfaktan nonionik sebagai
penyempurna formulasi cairan pembusa. APG merupakan salah satu surfaktan
nonionik dan sedang dikembangkan di Indonesia. Pemanfaatan SLES dan APG ke
dalam formulasi sabun cair diharapkan dapat dikembangkan sehingga dapat
meningkatkan kinerja produk yang dihasilkan.

B. TUJUAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memanfaatkan surfaktan Sodium


Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida (APG) dalam formulasi sabun cair.
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui formula terbaik sabun cair yang
memanfaatkan surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida
(APG) ditinjau dari karakteristik sabun cair dan penerimaan konsumen terhadap
produk sabun cair yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SURFAKTAN

Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface


active agent) yang digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan,
emulsifier, dan komponen bahan adhesif yang telah diaplikasikan secara luas pada
bidang industri. Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berada dalam satu
molekul menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antarmuka antara fasa yang
berbeda derajat polaritas dan kandungan hidrogennya seperti minyak dan air.
Pembentukan film pada antarmuka ini menurunkan energi antarmuka dan
menyebabkan sifat-sifat khas molekul surfaktan (Geourgeiou et al., 1992).
Swern (1979) membagi surfaktan menjadi empat kelompok sebagai berikut:
1. Surfaktan kationik, merupakan surfaktan yang bagian pangkalnya berupa gugus
hidrofilik dengan ion bermuatan positif (kation). Umumnya merupakan garam-
garam amonium kuarterner atau amina.
2. Surfaktan anionik, merupakan surfaktan yang gugus hidrofiliknya dengan ion
bermuatan negatif (anion). Umumnya berupa garam natrium, akan terionisasi
menghasilkan Na+ dan ion surfaktan yang bermuatan negatif.
3. Surfaktan nonionik, merupakan surfaktan yang tidak berdisosiasi dalam air,
kelarutannya diperoleh dari sisi polarnya. Surfaktan jenis ini tidak membawa
muatan elektron, tetapi mengandung hetero atom yang menyebabkan terjadinya
momen dipol.
4. Surfaktan amfoterik, mengandung gugus yang bersifat anionik dan kationik seperti
pada asam amino. Sifat surfaktan ini tergantung pada kondisi media dan nilai pH.
Sifat hidrofilik surfaktan nonionik terjadi karena adanya gugus yang dapat larut
dalam air yang tidak berionisasi. Biasanya gugus tersebut adalah gugus hidroksil (R–
OH) dan gugus eter (R–O–R’). Daya kelarutan dalam air gugus hidroksil dan eter lebih
rendah dibandingkan dengan kelarutan gugus sulfat atau sulfonat. Kelarutan gugus
hidroksil atau eter dalam air dapat ditingkatkan dengan penggunaan gugus
multihidroksil atau multieter. Beberapa contoh produk multihidroksil (hasil reaksi
antara gugus hidrofobik dengan produk multihidroksil) antara lain: glikosida, gliserida,
glikol ester, gliserol ester, poligliserol ester dan poligliserida, poliglikosida, sorbitol
ester dan sukrosa ester.
Surfaktan digunakan secara luas di berbagai bidang. Sejauh ini, surfaktan paling
banyak diaplikasikan dalam bidang pencucian dan pembersihan sebaik yang digunakan
untuk perawatan tekstil dan kosmetik, penggunaan ini lebih dari 50% dari total
keseluruhan surfaktan. Surfaktan juga digunakan dalam bidang makanan, proteksi
tanaman, pertambangan, produksi cat, dan kertas (Hill, 2001)

B. SODIUM LAURIL ETER SULFAT (SLES)

Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) merupakan surfaktan anionik yang paling
banyak digunakan untuk kosmetika atau produk-produk perawatan diri. SLES memiliki
pH 7-9, mudah mengental dengan garam dan menunjukkan kelarutan dalam air yang
baik. Kesesuaian SLES terhadap kulit dan mata dapat diterima pada kebanyakan
aplikasi dan bisa ditingkatkan melalui kombinasi dengan surfaktan sekunder yang tidak
terlalu kuat (Spiess, 1996).
Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) umumnya bentuknya adalah R-(OCH2CH2)n-
OSO3‾Na+ dimana R adalah rantai alkil dengan berbagai panjang utamanya adalah C 12
(lauril) dan rata-rata derajat etoksilat n yang sama dengan 2 atau 3. Lauril Sulfat dan
Lauril Eter Sulfat terdapat dalam larutan pada konsentrasi berkisar antara 25-30% atau
disebut sebagai konsentrasi ―high-active‖, biasanya dalam rentang 6—70% bahan aktif.
Surfaktan ini berbentuk gel sehingga konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkannya
sulitnya surfaktan ini larut dalam air. Di Eropa, Lauril Eter Sulfat (apalagi bentuk
garam sodium) paling biasa digunakan sebagai surfaktan primer, dan Lauril Sulfat
menduduki peringkat kedua. Sodium Lauril Sulfat (SLS) lebih mudah menyebabkan
iritasi daripada Lauril Eter Sulfat (SLES). SLS lebih baik sifat deterjensinya daripada
SLES sedangkan untuk kelarutan dan pembentukan busa, SLES lebih baik daripada
SLS. Pencampuran surfaktan ini dengan surfaktan lain dapat mengoptimalkan sifatnya
dan unsur lain dapat digunakan untuk memodifikasi sifatnya. Contohnya adalah
pengunaan coconut fatty acid diethnolamide untuk menstabilkan busa dan
meningkatkan tekstur kasar dari busa yang dihasilkan dengan Eter Sulfat (Shipp,
1996).
C. ALKIL POLIGLUKOSIDA (APG)

Alkil Poliglikosida (APG) dapat diklasifikasikan sebagai surfaktan nonionik.


Menurut Matheson (1996) surfaktan noionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan
atau tidak terjadi ionisasi molekul. Oleh karena cabang dari surfaktan tersebut adalah
rantai dari alkohol lemak dan gugus gula (dekstrosa) yang tidak bermuatan. Sifat
hidrofilik yang dimiliki surfaktan nonionik didapatkan karena keberadaan gugus
hidroksil dari dekstrosa. Selain itu gugus polar (hidrofilik) dan gugus non polar
(hidrofobik) juga menentukan kemampuan surfaktan dalam membentuk kestabilan
emulsi di dalam campuran produk (Swern, 1979).
Akil Poliglikosida (APG) mempunyai dua struktur kimia. Rantai hidrokarbon
yang bersifat hidrofobik (lipofilik) dan bagian molekul yang bersifat hidrofilik. Sifat
rantai yang hidrofobik disebabkan oleh rantai hidrokarbon yang tersusun dari alkohol
lemak (dodecanol/tetradodecanol). Sedangkan, bagian molekul yang bersifat hidrofilik
dari APG disebabkan bagian tersebut tersusun dari molekul glukosa yang berasal dari
pati. Alkil Glikosida juga membuktikan keberadaannya dalam bidang produk kosmetik,
sebagai penunjang pada formulasi produk yang diaplikasikan dalam bidang proteksi
tanaman, dan sebagai surfaktan dalam industri bahan pembersih dan sekarang telah
dapat dikatakan menjadi surfaktan berbasis gula yang paling penting (Hill, 2001).
Alkil Poliglikosida merupakan surfaktan nonionik. Alkil Poliglikosida adalah
asetal rantai panjang dari polisakarida. Produk komersial biasanya mempunyai rantai
pendek (rata-rata 10-12,5 atom karbon). Alkil poliglikosida menunjukkan sifat wetting,
foaming, detergency, dan biodegradable mirip dengan sifat alkohol etoksilat, tetapi
memiliki daya larut yang lebih tinggi di dalam air dan dalam larutan elektrolit. Alkil
Poliglikosida juga dapat larut dan stabil dalam larutan sodium hidroksida, sifat ini
berlawanan dengan alkohol etoksilat. Walaupun efektif mengangkat lemak, Alkil
Poliglikosida sangat rendah menyebabkan iritasi kulit dan direkomendasikan untuk
cairan pencuci tangan dan pembersih lapisan yang keras (Rosen, 2004).

D. SABUN CAIR

Catatan pertama mengenai penggunaan sabun berasal dari Sumeria 4500 tahun
yang lalu. Mereka menggunakan lemak tumbuhan dan bubuk kayu sebagai pembersih
kulit dan baju. Penggunaan sabun meluas keseluruh pelosok dunia melalui
perdagangan dan penyebaran agama sejak ditemukannya bahan pembersih yang
disebut sapo. Bahan tersebut berkhasiat sebagai pembersih dan penyembuh luka oleh
seorang tabib Yunani (Wasiaatmadja,1991).
Wibisono dan Budiono (2004) menyatakan bahwa ditinjau dari bahan dasarnya
sabun dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Sabun yang dibuat dari asam lemak dan logam yang digaramkan. Logam yang
digunakan biasanya dari jenis logam alkali, misalnya natrium dan kalium. Jenis
sabun yang dihasilkan di antaranya adalah sabun mandi padat dan krim.
2. Sabun yang dibuat dari bahan dasar zat aktif permukaan (ZAP). Jenis ZAP yang
digunakan biasnya dari jenis anionik dan menghasilkan sabun dalam bentuk cair.
Bahan utama sabun pembusa cair adalah campuran surfaktan dan air, dimana
kemampuan meningkatkan busa atau menghasilkan busa telah menjadi sifat surfaktan.
Jumlah air yang ditambahkan menunjukkan faktor kritis (Paul et al., 2002).
Formulasi spesifik produk sabun pembusa cair yang multifungsi adalah
polysorbat 20 10%, Amonium Lauril Sulfat 30%, Cocoamid DEA 5%, triclosan 0,2%,
dan penambahan air 54,8% (Paul et al., 2002). Pada penelitian ini Amonium Lauril
Sulfat yang merupakan surfaktan anionik akan digantikan dengan SLES dengan sifat
iritan yang lebih kecil sedangkan Cocoamid DEA yang merupakan surfaktan nonionik
yang berbasis minyak kelapa digantikan dengan APG yang juga berbasis minyak
kelapa.
Triclosan adalah bahan sintetik, zat antimikroba berspektrum besar akhir-akhir
ini meledak di pasar konsumen dalam beragam jenis sabun antibakteri, deodorant,
pasta gigi, kosmetik, garmen, plastik, dan produk yang lain. Triclosan biasanya
digunakan untuk membunuh bakteri pada kulit dan permukaan lain, meskipun
terkadang digunakan untuk menjaga produk dari keadaan buruk yang disebabkan oleh
mikroba. (Glaser, 2004).
Triclosan menunjukkan keefektifannya dalam mengurangi dan mengendalikan
kontaminasi bakteri pada tangan dan produk perawatan. Bahan organik ini berupa
serbuk padat putih dengan sedikit aroma harum/fenol. Triclosan merupakan komponen
aromatik yang diklrorinasi yang mewakili fungsi dari kelompok eter dan fenol. Fenol
biasanya menunjukkan sifat antibakteri. Triclosan hanya sedikit larut dalam air, tetapi
larut dalam ethanol, dietil eter, dan lautan pokok yang kuat (Anonim, 2007).
Dalam pencapaian kondisi efektif, penggunaan dan keinginan produk sabun
pembusa cair antiseptik yang menggunakan triclosan ditemukan bahwa polisorbat 20
lebih baik digunakan sebagai surfaktan untuk membantu triclosan untuk terlarut dalam
larutan encer. Karena triclosan merupakan bahan yang tidak larut air, suatu zat
diperlukan untuk melarutkan triclosan kedalam larutan. Meskipun polisorbat 20 lebih
baik untuk tujuan ini, zat efektif lain yang mirip dengan polisorbat boleh juga
digunakan (Paul, et al., 2002).
Salah satu ciri utama formulasi sabun pembusa cair adalah pH yang dihasilkan
oleh komposisi ini relatif lembut untuk semua kegunaan. Akan tetapi, jika diinginkan,
pH dengan dapat diatur menjadi berkisar antara 7,0 dan 7,6. Sebagai hasilnya, kondisi
netral dapat dicapai dan produk sabun pembusa cair nyaman pada setiap penggunaan
atau aplikasi (Paul, et al., 2002).
Sesuai dengan SNI (1996), sabun cair yang baik harus memenuhi standar mutu
yang telah ditetapkan. Syarat mutu sabun cair dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar mutu sabun cair menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
1 Organoleptik
Bentuk Cairan Homogen
Bau Khas
Warna Khas
2 pH 6-8
3 Bobot Jenis Relatif, 25 °C g/ml 1,01-1,10
4 Cemaran Mikroba Koloni/g Maks. 1 x 105
Sumber: SNI (1996)
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan untuk formulasi sabun cair adalah APG, Sodium Lauril
Eter Sulfat (SLES), polysorbate 20, triclosan, dan aquades. Bahan yang digunakan
untuk proses karakterisasi dan analisis adalah piridin, benzena, aquades, xylen, dan
margarin.
Peralatan yang digunakan untuk formulasi sabun cair antara lain adalah gelas
piala, erlenmeyer, hotplate dengan stirrer, magnetic stirrer, vortex mixer, neraca
analitik dan botol-botol kaca. Peralatan yang digunakan untuk proses karakterisasi dan
analisis adalah tensiometer Du Nuoy, viscosimeter Brookfield LV, Ftu turbidimeter,
buret, gelas erlenmeyer, neraca analitik, gelas ukur, gelas piala, labu takar, erlenmeyer,
tabung ulir, corong, pH meter, pipet volumetrik, pipet tetes, sudip, kain putih, dan
termometer.

B. METODE PENELITIAN

1. Karakterisasi SLES dan APG

Penelitian didahului dengan pengujian karakteristik surfaktan SLES dan


APG yang meliputi pengujian tegangan permukaan dan tegangan antarmuka.
Pengujian tegangan permukaan dan tegangan antarmuka dilakukan dengan metode
du Nuoy menggunakan tensiometer du Nuoy. Pengujian tegangan permukaan
dilakukan dengan mencampurkan air dengan surfaktan SLES dan APG masing-
masing pada berbagai konsentrasi untuk dilihat kemampuan surfaktan SLES dan
APG dalam menurunkan tegangan permukaan. Hal tersebut juga dilakukan pada
pengujian tegangan antarmuka, yaitu dengan menambahkan surfaktan SLES dan
APG masing-masing dengan berbagai konsentrasi pada campuran air:xylen untuk
dilihat kemampuannya menurunkan tegangan antarmuka air:xylen.

2. Formulasi Sabun Cair


Hal yang menjadi penelitian utama adalah pembuatan formula sabun cair
dengan memanfaatkan APG. Bahan yang menjadi peubah dalam formulasi adalah
Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida (APG) sebagai surfaktan
dalam produksi sabun cair. Hal tersebut dikarenakan faktor kritis dari pembuatan
sabun cair adalah konsentrasi air dan campuran surfaktan yang ditambahkan.
Rancangan percobaan dalam pembuatan formula sabun cair adalah
rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan dua kali ulangan. Faktor yang
digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi SLES (A) dan konsentrasi APG
(B). Konsentrasi SLES diujikan dalam tiga taraf yaitu 25%, 30%, dan 35% dari
total keseluruhan bobot formula, konsentrasi APG yang diujikan adalah 3%, 5%,
dan 7% dari total bobot formula. Model rancangan percobaan yang digunakan
adalah:
Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + εk(ij)
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf-j pada
ulangan ke-k
μ = Nilai rata-rata
Ai = Pengaruh faktor A pada taraf ke-i
Bj = Pengaruh faktor B pada taraf ke-j
ABij = Pengaruh interaksi faktor A taraf ke-i dengan faktor B taraf ke-j
εk(ij) = Pengaruh kesalahan percobaan
Berdasarkan rancangan percobaan di atas, maka formulasi sabun cair yang
dibuat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Formulasi Sabun Cair
Kode Konsentrasi (% b/b) Total
Contoh SLES APG Polisorbat 20 Triclosan Aquades (g)
A1B1 25 3 10 0.2 61.8 100
A1B2 25 5 10 0.2 59.8 100
A1B3 25 7 10 0.2 57.8 100
A2B1 30 3 10 0.2 56.8 100
A2B2 30 5 10 0.2 54.8 100
A2B3 30 7 10 0.2 52.8 100
A3B1 35 3 10 0.2 51.8 100
A3B2 35 5 10 0.2 49.8 100
A3B3 35 7 10 0.2 47.8 100
Prosedur pembuatan produk sabun cair yaitu dengan pencampuran SLES
dengan APG yang selanjutnya disebut C1. Polisorbat 20 dan triclosan dicampurkan
dan selanjutnya disebut dengan C2. C1 dipanaskan sampai suhu 65 °C, begitu pula
dengan C2. Aquades dipanaskan sampai suhu 50 °C. C1 dan C2 dicampurkan dan
suhunya diturunkan sampai 50 °C kemudian aquades dimasukkan dan larutan
diaduk dengan magnetic stirrer dengan mempertahankan suhunya pada 50 °C
sampai semua bahan tercampur dengan sempurna. Diagram alir pembuatan sabun
cair disajikan pada Lampiran 2.

3. Pengujian Karakteristik Sabun Cair

Pengujian dilakukan terhadap formula sabun cair secara fisiko-kimia dan


mikrobiologi meliputi pengujian pH, bobot jenis relatif, viskositas, cemaran
mikroba, tegangan permukaan dan penurunan tegangan permukaan, tegangan
antarmuka dan penurunan tegangan antarmuka, kestabilan busa, dan daya bersih.
Prosedur pengujian terhadap karakteristik sabun disajikan pada Lampiran 1.

4. Pengujian terhadap Penerimaan Konsumen

Pengujian kesukaan konsumen terhadap sabun cair dilakukan dengan


pengujian organoleptik pada 30 panelis dengan contoh sabun cair yang telah dipilih
dengan metode pembobotan dari karakteristik sabun cair yang telah diuji
sebelumnya. Metode pembobotan dilakukan dengan menilai kepentingan masing-
masing parameter untuk menentukan bobot. Hasil kali bobot dan ranking
menentukan nilai skor produk. Persamaan matematikanya adalah sebagai berikut:
S = NB x NR
S = skor tiap produk
NB = nilai bobot (hasil dari tingkat kepentingan tiap parameter produk)
NR = nilai rangking (nilai hasil dari pengujian tiap produk).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK SLES DAN APG

Pengujian karakteristik SLES dan APG digunakan untuk mengetahui kinerja


surfaktan SLES dan APG sehingga bisa diaplikasikan pada produk sabun cair.
Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kemampuan surfaktan untuk menurunkan
tegangan permukaan dan tegangan antarmuka.
Tegangan permukaan dirumuskan sebagai energi yang harus digunakan untuk
memperbesar permukaan suatu cairan sebesar 1 cm. Pengukuran kemampuan
menurunkan tegangan permukaan air dengan berbagai konsentrasi SLES dan APG
dilakukan dengan metode du Nouy. Pada metode ini tegangan permukaan sebanding
dengan gaya yang diperlukan untuk menarik cincin platina hingga lapisan tipis air
tepat putus. Gambar 1a dan 1b menunjukkan nilai tegangan permukaan air setelah
penambahan SLES dan APG pada beberapa konsentrasi.
Data hasil pengujian tegangan permukaan SLES dan APG disajikan pada
Lampiran 4a dan 4b. Tegangan permukaan air setelah penambahan SLES dan APG
pada beberapa konsentrasi menunjukkan bahwa SLES dan APG mampu menurunkan
tegangan permukaan air. Air memiliki tegangan permukaan sebesar 72 dyne/cm.
Pengujian tegangan permukaan menunjukkan nilai tegangan permukaan air dengan
penambahan SLES berkisar antara 36,45-40,4 dyne/cm sedangkan tegangan
permukaan air dengan penambahan APG berkisar antara 30,45-33,2 dyne/cm.
Semakin besar konsentrasi SLES dan APG semakin rendah tegangan permukaannya.
Hal tersebut berarti SLES dapat menurunkan tegangan permukaan air sekitar 45%
sedangkan APG dapat menurunkan tegangan permukaan sekitar 50% bahkan bisa
lebih besar. Hargreaves (2003) menyatakan bahwa tegangan permukaan merupakan
gaya yang terjadi di antara molekul dalam cairan. Apabila surfaktan ditambahkan pada
suatu cairan dengan konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan
permukaan dan antarmuka cairan tersebut. Sebagian besar surfaktan, pada tingkat
0.1%, akan mengurangi tegangan permukaan air dari 72 menjadi 32 mN m-1 (dyne cm-
1
). Hal ini terjadi karena molekul-molekul dalam sebagian besar cairan saling tertarik
satu sama lain oleh gaya Van der Walls yang lebih kuat yang menggantikan ikatan
hidrogen air.

Gambar 1a. Grafik tegangan permukaan air akibat pengaruh penambahan SLES pada
berbagai konsentrasi.

Gambar 1b.Grafik tegangan permukaan air akibat pengaruh penambahan APG pada
berbagai konsentrasi.

Keberadaan SLES dan APG dalam suatu larutan dapat menurukan tegangan
permukaan larutan tersebut. Oleh karena itu, SLES dan APG dapat dimanfaatkan pada
formulasi produk yang membutuhkan rendahnya tegangan permukaan seperti sebagai
zat yang dapat melarutkan air dengan bahan-bahan yang tidak larut air.
Hargreaves (2003) menyatakan bahwa antar muka adalah bagian dimana dua
fasa saling bertemu atau kontak, sedangkan permukaan yaitu antar muka dimana satu
fasa kontak dengan gas (biasanya udara). Pengukuran tegangan antarmuka air:xylen
dengan penambahan surfaktan SLES dan APG dengan berbagai konsentrasi dilakukan
dengan menggunakan tensiometer du Nouy. Pengukuran ini menggunakan larutan
yang yang tidak saling bercampur satu sama lain yaitu antara air (polar) dengan xylen
(non polar). Besarnya tegangan antar muka sebanding dengan gaya yang diperlukan
untuk menarik cincin hingga lapisan tipis pada cincin yang terbentuk pada batas dua
larutan tepat putus. Gambar 2a dan 2b menunjukkan nilai antarmuka air:xylen setelah
penambahan SLES dan APG pada beberapa konsentrasi.
Hasil pengujian tegangan antarmuka air:xylen pada pengukuran ini adalah 28,4
dyne/cm. Tegangan antarmuka air:xylen setelah penambahan SLES pada berbagai
konsentrasi adalah berkisar antara 7,95-11,95 dyne/cm sedangkan penambahan APG
pada berbagai konsentrasi menurunkan tegangan antarmuka air:xylen sampai berkisar
antara 7,75-11,95 dyne/cm. Penambahan SLES dapat menurunkan tegangan
antarmuka sampai 70% begitu juga dengan APG yang dapat menurunkan tegangan
antarmuka sampai sekitar 70%. Semakin tinggi konsentrasi SLES dan APG semakin
rendah tegangan antarmukanya. Data hasil pengujian tegangan antarmuka disajikan
pada Lampiran 4c dan 4d.

Gambar 2a.Grafik tegangan antarmuka air:xylen akibat pengaruh penambahan SLES


pada berbagai konsentrasi.
Gambar 2b.Grafik tegangan antarmuka air:xylen akibat pengaruh penambahan APG
pada berbagai konsentrasi.

Hasil pengukuran tegangan antarmuka menunjukkan bahwa SLES dan APG


dapat diandalkan untuk menurunkan tegangan antamuka. Pemanfaatan SLES dan APG
dalam suatu formulasi produk diharapkan dapat menurunkan tegangan antarmuka
produk sehingga larutan produk dapat stabil.

B. KARAKTERISTIK SABUN CAIR

Penelitian utama meliputi formulasi sabun cair dengan memanfaatkan Sodium


Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglikosida (APG) sebagai surfaktan primer dan
sekunder serta pengujian terhadap sabun cair tersebut. Produk sabun cair yang
dihasilkan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3. Sabun cair yang dihasilkan
memiliki penampakan transparan dan berwarna coklat tua seperti warna APG yang
digunakan.

Gambar 3. Produk sabun cair yang dihasilkan

Pengujian dilakukan untuk mengetahui kinerja sabun cair. Pengujian yang


dilakukan meliputi uji pH, bobot jenis relatif, dan uji lempeng total. Pengujian lain
yang dilakukan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia sabun cair adalah viskositas,
penurunan tegangan permukaan, penurunan tegangan antaramuka, stabilitas busa dan
daya bersih sabun cair.
1. Derajat Keasaman (pH)

Salah satu syarat mutu sabun cair adalah nilai pH. Hal tersebut karena sabun
cair kontak langsung dengan kulit dan dapat menimbulkan masalah jika pH-nya
tidak sesuai dengan pH kulit. Menurut Wasiaatmadja (1997), bahwa produk
kosmetika yang memiliki pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat
menambah daya absorpsi kulit sehingga menyebabkan kulit teriritasi, oleh sebab
itu pH dari produk perawatan diri dan kosmetika sebaiknya dibuat sesuai dengan
pH kulit yaitu antara 4,5-7,00.
Nilai pH sabun cair yang dihasilkan berkisar antara 6,63-7,20 (Lampiran
5a). Hasil uji ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi SLES dan konsentrasi
APG berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap nilai pH sabun cair yang dihasilkan.
Interaksi kedua faktor tersebut juga berpengaruh nyata terhadap nilai pH sabun
cair yang dihasilkan. Hasil pengujian ragam disajikan pada lampiran 5b.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, semakin tinggi konsentrasi SLES dan APG
semakin rendah nilai pH sabun cair yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan
faktor konsentrasi SLES terhadap nilai pH menunjukkan bahwa nilai pH sabun
dengan konsentrasi SLES 25% berbeda nyata dengan sabun cair dengan
konsentrasi 30% dan 35%, sedangkan sabun cair dengan 30% SLES dan 35%
SLES memiliki nilai pH yang tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan tentang
pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai pH sabun cair disajikan dalam lampiran
5c. Hasil uji lanjut faktor konsentrasi APG terhadap nilai pH menunjukkan bahwa
nilai pH sabun dengan konsentrasi APG 3%, 5%, dan 7% masing masing
memiliki nilai pH rata-rata yang berbeda nyata, semakin tinggi konsentrasi APG
semakin rendah nilai pH sabun. Hasil uji lanjut pengaruh konsentrasi APG
terhadap nilai pH sabun cair disajikan pada Lampiran 5d. Interaksi antara kedua
faktor juga berpengaruh nyata terhadap nilai pH, hasil pengujian lanjut terhadap
interaksi faktor konsentrasi APG dan SLES terhadap nilai pH disajikan pada
Lampiran 5e.
Hubungan perlakuan terhadap nilai pH dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai
pH tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi SLES 25% dengan konsentrasi
APG 3%, sedangkan nilai pH terendah diperoleh dari perlakuan pada konsentrasi
SLES 35% dengan konsentrasi APG 7%. Data hasil pengujian pH sabun cair yang
diberi perlakuan disajikan pada lampiran 5a. Nilai pH sabun cair yang baik agar
tidak membuat kulit teriritasi adalah sesuai dengan pH kulit atau dengan kata lain
pada pH normal. Nilai pH sabun cair yang dihasilkan berada pada kisaran pH
normal, jadi tidak akan membuat kulit iritasi. Berdasarkan SNI (1996), salah satu
syarat mutu sabun mandi cair adalah memiliki pH pada kisaran 6-8, sehingga
sabun yang dihasilkan telah memenuhi syarat mutu tersebut.
Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dan APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata pH sabun cair

Nilai pH sabun cair yang dihasilkan berubah seiring perubahan konsentrasi


SLES dan APG, sehingga dapat diduga bahwa perubahan pH dipengaruhi oleh pH
kedua bahan tersebut. Selain itu, turunnya nilai pH sabun cair diduga juga
disebabkan oleh semakin banyaknya bahan penyusun sabun cair yang memiliki
nilai pH yang rendah sehingga mempengaruhi nilai pH sabun cair yang
dihasilkan. Sabun cair yang beredar di pasaran yaitu sabun cuci tangan merk D
memiliki nilai pH sebesar 4,47 sedangkan merk L memiliki nilai pH sebesar 9,69.
Sabun cuci tangan merk D merupakan sabun anti bakteri sehingga nilai pH-nya
rendah untuk menghindari tumbuhnya bakteri dan mikroorganisme, sedangkan
sabun yang basa dimaksudkan agar sifat kebasaan sabun dapat menghancurkan
lemak/lipid alami pada kulit sehingga kotoran yang melekat pada bagian lemak
dapat larut dalam air.
Pada dasarnya nilai pH dapat diatur dengan penggunaan zat pengatur pH.
Nilai pH sabun cair di pasaran disesuaikan dengan tujuan penggunaan sabun cair.
Jika sabun cair tersebut dibutuhkan untuk membersihkan lemak seketika maka
sabun cair dibuat dengan pH yang lebih basa sehingga mampu dengan cepat
mengangkat lemak. Penggunaan sabun dengan pH yang terlalu rendah atau terlalu
tingi dengan waktu kontak yang terlalu lama akan menyebabkan iritasi pada kulit.
Nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah tidak menjadi pemasalahan pada
sabun dengan kebutuhan kontak dengan kulit yang sebentar seperti sabun cuci
tangan karena kebutuhannya membersihkan kotoran seketika tanpa kontak yang
lama.

2. Bobot Jenis Relatif

Pengujian bobot jenis dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi


APG dan SLES dalam formulasi sabun cair terhadap bobot jenis sabun yang
dihasilkan. Berdasarkan SNI (1996), bobot jenis relatif adalah perbandingan
densitas sabun cair dengan densitas air pada volume dan suhu yang sama.
Pengukuran dilakukan menggunakan piknometer 10 ml pada suhu ruang.
Produk sabun cair dengan variasi konsentrasi surfaktan penyusunnya yang
dihasilkan dalam penelitian ini memiliki bobot jenis yang berkisar antara 1,035 –
1,100 g/ml dan memenuhi standar mutu yang terdapat dalam SNI yaitu berkisar
antara 1,010-1,100 g/ml. Data hasil pengujian bobot jenis relatif disajikan dalam
lampiran 6a. Analisis ragam terhadap data hasil pengujian bobot jenis menyatakan
bahwa faktor konsentrasi SLES dan APG memiliki pengaruh yang nyata terhadap
nilai bobot jenis relatif sabun cair pada selang kepercayaan 95% (α=0,05). Akan
tetapi, interaksi kedua faktor tersebut tidak memiliki pengaruh yang nyata
terhadap nilai bobot jenis. Hasil analisis ragam bobot jenis relatif disajikan dalam
lampiran 6b.

Uji lanjut Duncan (Lampiran 6c dan 6d) menyatakan konsentrasi SLES


memiliki pengaruh yang sangat nyata baik pada α=0,05 ataupun α=0,01. Masing-
masing konsentrasi yang divariasikan (25%, 30%, dan 35%) memiliki nilai bobot
jenis yang berbeda nyata. Semakin tinggi konsentrasi SLES semakin tinggi pula
bobot jenis sabun cair yang dihasilkan. Konsentrasi APG juga memiliki pengaruh
yang nyata terhadap nilai bobot jenis sabun cair yang dihasilkan. Bobot jenis
sabun cair dengan penambahan APG 3% tidak berbeda nyata dengan nilai bobot
jenis sabun cair yang mengandung 5% APG tetapi berbeda nyata dengan sabun
cair dengan konsentrasi APG 7%. Hal tersebut juga berarti sabun cair dengan
konsentrasi APG 7% juga memiliki bobot jenis yang tidak berbeda nyata.
Semakin tinggi konsentrasi APG semakin tinggi pula nilai bobot jenis sabun cair.
Hubungan antara konsentrasi SLES dan APG dengan nilai bobot jenis relatif
sabun cair masing-masing disajikan pada Gambar 5a dan 5b.
Nilai bobot jenis suatu bahan dipengaruhi oleh penyusun bahan tersebut dan
sifat fisiknya. Hal tersebut juga berlaku pada sabun cair yang merupakan larutan
air dan bahan-bahan lain seperti surfaktan dan bahan aktif penyusunnya. Menurut
Gaman dan Sherington (1990), apabila suatu bahan dilarutkan ke dalam air dan
selanjutnya membentuk suatu larutan maka densitasnya mengalami perubahan.
Berdasarkan hasil analisis ragam yang dilakukan pada penelitian ini terhadap nilai
bobot jenis sabun cair, salah satu hal yang mempengaruhi perubahan bobot jenis
adalah konsentrasi bahan yang dilarutkan dalam air. Bahan yang dimaksud adalah
surfaktan yang terlarut dalam air dalam formula sabun cair.

Gambar 5a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata bobot jenis sabun cair

Gambar 5b.Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata bobot jenis sabun cair

Berdasarkan hasil tersebut, salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan


bobot jenis suatu larutan adalah jenis dan konsentrasi bahan yang terlarut di
dalamnya. Menurut Gaman dan Sherington (1990) kebanyakan bahan-bahan
seperti gula dan garam menyebabkan peningkatan densitas, tetapi kadang-kadang
densitas dapat pula turun jika terdapat lemak atau ethanol dalam larutan. Dalam
pustaka tersebut bahan yang dapat meningkatkan bobot jenis larutan adalah jenis
bahan yang memiliki densitas atau bobot jenis yang lebih tinggi dari air (gula dan
garam) dan sebaliknya jenis bahan yang berdensitas lebih rendah dari air (lemak
dan ethanol) dapat menurunkan densitas atau bobot jenis larutan.

3. Cemaran Mikroba (Angka Lempeng Total)


Pengujian Angka Lempeng Total bertujuan untuk mengetahui banyaknya
mikroorganisme dan bakteri yang terdapat pada sabun cair yang dihasilkan. Syarat
mutu SNI (1996), batas jumlah mikroorganisme yang terdapat pada sabun adalah
sejumlah 1x105 koloni/g. Data pengujian angka lempeng total terhadap sabun cair
yang dihasilkan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data hasi pengujian angka lempeng total
nilai Angka Lempeng
konsentrasi SLES (%) Konsentrasi APG (%)
Total (koloni/g)
3 4.3 x 103
5 1.2 x 103
25 7 4.1 x 103
3 0
5 0
30 7 3 x 103
3 1.3 x 103
5 0
35 7 1 x 103

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa ternyata masih terdapat cemaran


mikroorganisme pada sabun cair yang dihasilkan. Jumlah mikroorganisme yang
terdapat pada produk yang dihasilkan masih dibawah batas maksimum yang
disyaratkan oleh SNI. Mikroorganisme yang terdapat pada sabun cair ini diduga
berasal dari kemasan yang digunakan untuk menyimpan sabun cair atau peralatan
lain yang digunakan di laboratorium yang kurang steril. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh kandungan bahan aktif yang tidak cukup untuk menghalau
tumbuhnya mikroorganisme dalam sabun yang dihasilkan. Keberadaan triclosan
dalam sabun cair adalah sebagai bahan aktif yang dapat mencegah tumbuhnya
mikroba dalam sabun cair dan mengalau mikroba berkembang di kulit setelah
pemakaian sabun cair. Akan tetapi, setelah pengujian TPC masih terdapat
sejumlah mikroba. Hal tersebut mungkin disebabkan juga karena proses produksi
sabun cair yang tidak menggunakan suhu tinggi (50°C).

4. Viskositas

Viskositas adalah salah satu sifat fisik sabun cair yang dapat digunakan
menjadi parameter kualitas produk. Viskositas dapat didefinisikan sebagai
shearing stress yang diberikan dalam luasan area tertentu sewaktu kecepatan
dalam gradien normal pada area tersebut (Suryani et al, 2002). Pengukuran
viskositas dilakukan dengan menggunakan viscosimeter Brookfield dengan
kecepatan putar 30 rpm. Viskositas sangat penting baik untuk stabilitas dan untuk
penanganan produk kosmetik. Untuk shampo dan sabun cair viskositas antara 400
dan 4000 mPa s (Spiess, 1996). Hasil pengujian viskositas menunjukkan bahwa
viskositas sabun cair yang dihasilkan berkisar antara 42,5-12000 cP. Data hasil
pengujian viskositas disajikan pada Lampiran 7a.

Hasil pengujian ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi APG, SLES


dan interaksi antara faktor konsentrasi SLES dan APG memberikan pengaruh
yang nyata (α=0,05) terhadap nilai viskositas sabun cair yang dihasilkan. Uji
lanjut terhadap faktor perlakuan konsentrasi SLES, konsentrasi APG, dan
interaksi kedua faktor tersebut menunjukkan bahwa pada masing-masing
perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata. Data hasil pengujian ragam dan
pengujian lanjut disajikan pada Lampiran 7. Hasil pengujian lanjut juga
menunjukkan bahwa setiap perlakuan dan taraf menyebabkan nilai viskositas
berbeda nyata. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
SLES dan APG semakin tinggi pula nilai viskositas sabun cair yang dihasilkan.
Hubungan faktor perlakuan dengan nilai voskositas sabun cair disajikan pada
Gambar 6.
Nilai viskositas suatu larutan dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi bahan
yang terkandung dalam larutan tersebut. Sodium Lauril Eter Sulfat merupakan
surfaktan yang berbentuk gel. Shipp (1996) menyatakan bahwa penggunaan SLES
dalam komposisi produk dapat merubah sifat fisik larutan antara lain kelarutannya
terhadap air, viskositas, dan efek kekentalan. SLES merupakan bahan yang
menyebabkan larutan semakin kental diantara turunan alkil sulfat yang lain
(Amonium Lauril Sulfat, Monoetanolamin Lauril Sulfat, dan Trietanolamin Lauril
Sulfat). Penambahan konsentrasi surfaktan ini dapat meningkatkan viskositas
sabun cair yang dihasilkan. Akan tetapi penambahannya yang lebih dari 30%
menyebabkan produk berbentuk gel atau pasta.

Gambar 6. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dan APG dalam sabun cair
terhadap nilai rata-rata viskositas (30 rpm) sabun cair

Spiess (1996) menyatakan bahwa APG dapat digunakan sebagai surfaktan


sekunder yang mempunyai sifat pembusa yang baik. Corredoira dan Pandolfi
(1996) menyatakan bahwa sebagian besar surfaktan sekunder berbentuk pasta dan
cair yang digunakan untuk membuat sabun menjadi kental. Oleh karena itu
penambahan konsentrasi APG juga mempengaruhi viskositas sabun cair yang
dihasilkan. Apabila keduanya dikombinasikan maka akan terbentuk larutan
pembusa dan akan membentuk larutan yang semakin kental jika konsentrasi APG
dan SLES ditingkatkan.

5. Tegangan Permukaan dan Penurunaan Tegangan Permukaan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keampuan sabun cair yang


dihasilkan untuk menurunkan tegangan permukaan air. Selain itu, pengujian ini
juga untuk mengetahui hubungan konsentrasi surfaktan yang terdapat pada sabun
cair dengan tegangan permukaan dan penurunan tegangan permukaan air karena
keberadaan surfaktan diduga dapat mempengaruhi nilai tegangan permukaan dan
penurunan tegangan permukaan. Tegangan permukaan diartikan sebagai usaha
yang diperlukan untuk memperluas permukaan suatu cairan per satuan luas.
Tegangan permukaan disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik dari molekul
cairan. Pengukuran tegangan permukaan dilakukan dengan metode du Nuoy
menggunakan Tensiometer du Nuoy, berdasarkan pengujian ini besarnya
tegangan permukaan sebanding dengan gaya yang diperlukan untuk menarik
cincin hingga lapisan tipis tepat putus.
Tegangan permukaan air yang terukur pada pengujian ini adalah sebesar 72
dyne/cm. Sabun cair yang dihasilkan dapat menurunkan tegangan permukan air
menjadi 35,7-39.25 dyne/cm. Data hasil pengukuran tegangan permukaan
disajikan pada lampiran 8a. Pengujian tegangan permukaan juga dilakukan pada
sabun cair komersial yang beredar dipasaran, sabun cuci tangan cair merk D
setelah dicampurkan dengan air memiliki tegangan permukaan sekitar 34,5
dyne/cm sedangkan sabun cuci tangan cair merk L setelah dicampur dengan air
memiliki tegangan permukaan sebesar 32,40 dyne/cm. Sabun cair yang dihasilkan
sudah dapat menurunkan tegangan permukaan air seperti sabun cair komersial
yang ada akan tetapi tegangan permukaan air dengan sabun cair komersial sedikit
lebih rendah daripada tegangan permukaan air setelah ditambah sabun cair yang
dihasilkan pada penelitian ini.
Hasil pengujian ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi APG
berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap nilai tegangan permukaan air yang telah
ditambahkan sabun cair yang dihasilkan. Data pengujian ragam disajikan pada
lampiran 8b. Berdasarkan hasil uji lanjut (Lampiran 8c) diketahui bahwa nilai
rata-rata tegangan permukaan air yang ditambahkan sabun cair dengan konsentrasi
APG 3% berbeda nyata dengan nilai rata-rata tegangan permukaan air yang
ditambahkan sabun cair dengan konsentrasi APG 5% dan 7%. Sedangkan nilai
rata-rata tegangan permukaan air yang ditambahkan sabun cair dengan konsentrasi
APG 5% tidak berbeda nyata dengan sabun dengan konsentrasi APG 7%.
Selain pengujian tegangan permukaan air yang ditambahkan sabun cair,
dihitung juga persentase penurunan tegangan permukaan air oleh sabun cair yang
ditambahkan. Penurunan tegangan permukaan air ini dihitung dengan
membandingkan niai tegangan permukaan air sebelum dan sesudah ditambahkan
sabun cair dengan nilai tegangan permukaan air kemudian dikalikan 100%.
Penurunan tegangan permukaan oleh sabun cair yang dihasilkan berkisar antara
45,49-50,42%. Data penurunan tegangan permukaan dan analisis ragamnya
disajikan pada Lampiran 9.
Berdasarkan hasil pengujian tegangan permukaan dan penurunan tegangan
permukaan menunjukkan bahwa dengan penambahan konsentrasi APG pada
sabun cair dapat menurunkan tegangan permukaan air. APG merupakan surfaktan
nonionik yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik. Berdasarkan
Swern (1979) sifat hidrofilik pada surfaktan nonionik (APG) didapatkan karena
keberadaan gugus hidroksil dari dekstrosa. Menurut Rialen (2005) penambahan
surfaktan dalam air akan menyebabkan sisi hidrofilik surfaktan ditarik ke dalam
air dan larut didalamnya sedangkan sisi hidrofobik surfaktan ditolak oleh molekul
air sehingga membentuk lapisan tipis diatas permukaan air. Keberadaan lapisan
hidrofobik di permukaan air tersebut yang menyebabkan tegangan permukaan
turun.
Semakin tinggi konsentrasi APG dalam sabun cair semakin rendah
tegangan permukaan dan semakin tinggi penurunan tegangan permukaan air saat
ditambahkan sabun cair. Akan tetapi, pada saat konsentrasi APG dinaikkan dari
5% sampai 7%, tegangan permukaan tidak turun secara berbeda nyata. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh penambahan konsentrasi APG yang kurang tinggi
atau penambahan APG pada suatu produk dengan konsentrasi diatas 5% tidak
menurunkan tegangan permukaan air secara berbeda nyata. Hubungan antara
konsentrasi APG terhadap nilai tegangan permukaan air yang ditambahkan sabun
cair yang dihasilkan pada Gambar 7 sedangkan hubungan antara konsentrasi APG
terhadap penurunan tegangan permukaan oleh sabun cair disajikan pada Gambar
8.

Gambar 7. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata tegangan permukaan air oleh sabun cair
Gambar 8. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata penurunan tegangan permukaan air oleh sabun cair

Suatu surfaktan memiliki titik konsentrasi dimana jika surfaktan


ditambahkan ke dalam suatu produk dengan konsentrasi di atas titik tersebut
maka kemampuan surfaktan tersebut untuk menurunkan tegangan permukaan
tidak berbeda nyata dengan penurunan tegangan permukaan pada konsentrasi
sebelumnya. Didalam air, surfaktan akan terkonsentrasi pada permukaan-
antarmuka daripada di badan larutannya. Pada penambahan surfaktan dengan
konsentrasi tertentu, akan tercapai keadaan dimana permukaan-antarmuka sudah
jenuh/tertutupi oleh molekul surfaktan dan adsorpsi surfaktan ke permukaan-
antarmuka tidak terjadi lagi. Pada keadaan ini molekul-molekul surfaktan mulai
berasosiasi membentuk suatu struktur yang disebut misel. Konsentrasi dimana
mulai terbentuk misel disebut critical micelle concentration (CMC). Dengan
terbentuknya misel, sifat-sifat larutan akan berubah secara mendadak, seperti
tegangan permukaan-antarmukanya, viskositasnya, daya hantar listrik, dan lain-
lain, sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut.

6. Tegangan Antarmuka dan Penurunan Tegangan Antarmuka

Tegangan antarmuka suatu fasa yang berbeda polaritasnya akan menurun


jika gaya tarik menarik antar molekul yang berbeda dari kedua fase (adhesi) lebih
besar dibandingkan gaya tarik menarik antar molekul yang sama dalam fase
tersebut (kohesi) (Swern,1979). Pengukuran tegangan antarmuka air:xylen dengan
hadirnya APG dengan berbagai konsentrasi dilakukan dengan menggunakan
tensiometer metode du Nouy. Pengukuran ini menggunakan larutan yang tidak
saling bercampur satu sama lain yaitu antara air (polar) dengan xylen (non polar).
Besarnya tegangan antar muka sebanding dengan gaya yang diperlukan untuk
menarik cincin hingga lapisan tipis pada cincin yang terbentuk pada batas dua
larutan tepat putus. Pengukuran tegangan antarmuka dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan sabun cair yang dihasilkan untuk menurunkan tegangan
antarmuka antara air dan xylen sehingga dapat diketahui kemampuan interaksi
sabun cair dengan bahan yang tidak larut air seperti xylen.
Tegangan antarmuka air:xylen pada pengukuran ini adalah 28,4 dyne/cm.
Hasil pengujian tegangan antarmuka larutan air:xylen dan sabun cair yang
dihasilkan berkisar antara 11,20-12,60 dyne/cm. Data hasil pengujian tegangan
antarmuka disajikan pada Lampiran 10a. Hasil pengujian ragam menunjukkan
bahwa faktor konsentrasi APG dan SLES pada sabun cair berpengaruh nyata
(α=0,05) terhadap nilai tegangan antarmuka larutan air:xylen dan sabun cair yang
dihasilkan tetapi interaksi kedua faktor tidak menyebabkan nilai tegangan
antarmuka berbeda nyata. Hasil pengujian ragam disajikan pada Lampiran 10b.
Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai tegangan antarmuka air:xylen
dengan penambahan sabun cair dengan konsentrasi APG 3% berbeda nyata
dengan sabun cair dengan APG 5% dan 7% sedangkan sabun cair dengan
konsentrasi APG 5% tidak berbeda nyata. Hal tersebut sama dengan hasil uji
lanjut pada pengukuran tegangan permukaan. Kenaikan konsentrasi SLES dalam
sabun cair juga menyebabkan nilai tegangan antarmuka berbeda nyata. Tegangan
atarmuka larutan air:xylen dengan penambahan sabun cair dengan konsentrasi
SLES 3% dan 5% tidak berbeda nyata, sedangkan dengan konsentrasi 7% berbeda
nyata. Data hasil pengujian lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 10c. Nilai
tegangan antarmuka turun saat konsentrasi APG dan SLES masing-masing naik.
Tegangan antarmuka turun saat konsentrasi APG naik hal ini sesuai dengan
pengukuran tegangan permukaan. Moecthar (1989) menjelaskan bahwa tegangan
antarmuka sebanding dengan tegangan permukaan, akan tetapi nilai tegangan
antarmuka akan selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan pada konsentrasi
yang sama. Grafik hubungan konsentrasi SLES terhadap tegangan antarmuka
air:xylen oleh sabun cair yang dihasilkan disajikan pada gambar 9a sedangkan
hubungan konsentrasi APG terhadap tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun
cair disajikan pada Gambar 9b.
Penurunan tegangan antarmuka dihitung dengan membandingkan selisih
nilai tegangan antarmuka air:xylen sebelum dan sesudah ditambahkan sabun cair
dengan nilai tegangan antarmuka air:xylen dan dikali 100%. Perhitungan ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas surfaktan dalam menurunkan tegangan
antarmuka air:xylen.

Gambar 9a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata tegangan antarmuka air:xylen

Gambar 9b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata tegangan antarmuka air:xylen

Penurunan tegangan antarmuka air oleh sabun cair yang dihasilkan


berkisar antara 55,63-60,56%. Data hasil perhitungan penurunan tegangan
antarmuka disajikan pada Lampiran 11. Semakin tinggi konsentrasi SLES dan
APG maka semakin tinggi pula penurunan tegangan antarmuka. sedangkan
hubungan konsentrasi SLES terhadap penurunan tegangan antarmuka air:xylen
oleh sabun cair disajikan pada Gambar 10a sedangkan hubungan konsentrasi APG
terhadap penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair disajikan pada
Gambar 10b.
Gambar 10a. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair

Gambar 10b. Grafik hubungan antara konsentrasi APG dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair

Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berada dalam satu


molekul menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antarmuka antara fase
yang berbeda derajat polaritas dan kandungan hidrogen seperti minyak dan air.
Pembentukan film pada antarmuka ini menurunkan energi antarmuka dan
menyebabkan sifat-sifat khas molekul surfaktan (Geourgeiou et al., 1992). SLES
(Sodium Lauril Eter Sulfat) merupakan salah satu jenis surfaktan anionik
golongan alkil sulfat. Spiess (1996) menyatakan bahwa Alkil sulfat adalah
pembusa yang baik dan menghasikan busa yang banyak dan lembut.
SLES yang terkandung dalam sabun cair dapat membentuk lapisan busa di
antara air dan xylen sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan air:xylen.
APG juga merupakan surfaktan yang terkandung dalam formula sabun cair yang
dihasilkan sehingga keberadaanya dapat membentuk lapisan yang dapat
menurunkan tegangan antarmuka air:xylen.

7. Kestabilan Busa

Pengujian kestabilan busa bertujuan untuk mengetahui persentase


banyaknya busa yang masih tersisa setelah jangka waktu tertentu. Berdasarkan
data tersebut dapat diketahui hubungan antara penambahan konsentrasi suatu
surfaktan dengan kestabilan busanya karena salah satu fungsi surfaktan adalah
membentuk busa. Data hasil pengujian kestabilan busa terhadap sabun cair yang
dihasilkan disajikan dalam Lampiran 12a. Nilai kestabilan busa sabun yang
dihasilkan berkisar antara 60%-87,5%. Hasil pengujian ragam yang dilakukan
menunjukkan bahwa faktor konsentrasi Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES)
berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap nilai kestabilan busa sabun yang dihasilkan.
Akan tetapi, faktor konsentrasi APG dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh
nyata terhadap nilai kestabilan busa sabun cair yang dihasilkan. Hasil pengujian
ragam disajikan pada Lampiran 12b. Setelah dilakukan uji lanjut (Lampiran 12c)
diketahui bahwa penambahan SLES pada konsentrasi 30% dan 35% tidak
memiliki nilai kestabilan busa yang berbeda nyata. Akan tetapi, sabun cair dengan
penambahan SLES pada konsentrasi 25% memiliki nilai kestabilan busa berbeda
nyata dengan kedua konsentrasi sebelumnya.
Busa adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium
pendispersi zat cair. Fase terdispersi gas biasanya berupa udara atau CO2.
Kestabilan busa diperoleh dari adanya surfaktan. Surfaktan memiliki gugus
hidrofilik dan hidrofobik. Gugus hidrofilik terikat dengan molekul air, sedangkan
gugus hidrofobiknya menuju permukaan larutan dan mengarah ke udara. Ketika
larutan air dan surfaktan tersebut diaduk atau dialiri udara maka gelembung udara
yang keluar dari badan cairan akan dilapisi oleh lapisan tipis cairan yang
mengandung surfaktan dan terbentuklah busa. Stabilitas suatu busa ditentukan
oleh elastisitas lapisan tipisnya.
Nilai kestabilan busa tertinggi pada kombinasi perlakuan konsentrasi
SLES 25% dan APG 3% sedangkan nilai kestabilan busa terendah adalah pada
kombinasi perlakuan konsentrasi SLES 35% dan APG 7%. Hasil pengujian diatas
menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi SLES semakin
meningkat kestabilan busanya tetapi pada penambahan SLES dengan konsentrasi
tertentu akan menunjukkan kestabilan yang maksimum dan bila konsentrasi
ditambah kestabilan busa akan menurun. Grafik hubungan antara konsentrasi
SLES terhadap nilai rata-rata kestabilan busa disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata kestabilan busa sabun cair

Sodium Lauril Eter Sulfat merupakan surfaktan anionik golongan alkil


sulfat yang menghasilkan busa yang melimpah namun tidak stabil pada air sadah
(Spiess, 1996) akan tetapi dapat dibantu dengan surfaktan sekunder yang dapat
membantu menstabilkan busa yang dihasilkan oleh SLES. Keberadaan APG
selain sebagai zat pembusa juga diharapkan dapat meningkatkan kestabilan busa
pada sabun cair yang dihasilkan. Pada konsentrasi SLES 25% dan 30%,
penambahan APG dengan konsentrasi 3%, 5% dan 7% dapat meningkatkan
kestabilan busa yang dihasilkan oleh SLES. Akan tetapi, pada konsentrasi SLES
35% kestabilan menurun terus dan variasi konsentrasi APG tidak berpengaruh
pada peningkatan kestabilan busa.

8. Daya Bersih

Daya bersih merupakan karakteristik sabun cair yang menunjukkan


kemampuan sabun cair untuk mngangkat kotoran. Daya bersih biasa disebut
dengan daya deterjensi. Pengukuran daya bersih dilakukan dengan ftu
turbidimeter yang mengukur kekeruhan suatu larutan. Larutan air dan sabun cair
diukur terlebih dahulu kekeruhannya, kemudian kain yag sudah diolesi margarin
dimasukkan dan dibiarkan 10 menit. Kain yang mengandung lemak diibaratkan
sebagai kotoran yang harus dibersihkan. Larutan sabun cair yang sudah
bercampur dengan lemak diukur lagi kekeruhannya. Selisih tingkat kekeruhan
awal dan akhir dinyatakan sebagai daya bersih. Kekeruhan diasumsikan sebagai
kotoran yang telah terangkat oleh sabun cair tersebut.
Nilai daya bersih sabun cair yang dihasilkan rata-rata berkisar antara 21,5-
44,0 ftu turbidity. Salah satu sabun cair cuci tangan komersial merk D memiliki
daya bersih 182 ftu turbidity dan sabun cuci tangan merk L memiliki daya bersih
184 ftu turbidity. Data hasil pengujian daya bersih disajikan pada Lampiran 13a.
Apabila nilai daya bersih sabun cair yang dihasikan dibandingkan dengan sabun
cair komersial nilai yang ditunjukkan berbeda jauh. Akan tetapi, sabun cair yang
dihasilkan memiliki daya bersih meskipun nilainya kecil.
Hasil pengujian ragam yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor
konsentrasi Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) berpengaruh nyata (α=0,05)
terhadap nilai daya bersih sabun yang dihasilkan. Akan tetapi, faktor konsentrasi
APG dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap nilai daya
bersih sabun cair yang dihasilkan. Hasil pengujian ragam disajikan pada Lampiran
13b. Setelah dilakukan uji lanjut (Lampiran 13c) diketahui bahwa penambahan
SLES pada konsentrasi 25% memiliki nilai daya bersih yang tidak berbeda nyata
dengan sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% akan tetapi berbeda nyata
dengan sabun cair dengan konsentrasi SLES 35%. Sabun cair dengan penambahan
SLES pada konsentrasi 35% memiliki nilai kestabilan busa yang tidak berbeda
nyata dengan sabun cair dengan konsentrasi SLES 30%.
Semakin tinggi konsentrasi SLES dalam sabun cair semakin tinggi pula
daya bersih dari sabun cair yang dihasilkan. Daya bersih tertinggi ditunjukkan
oleh sabun cair dengan konsentrasi SLES 35% dan APG 3% sedangkan daya
bersih terendah ditunjukkan oleh sabun cair dengan konsentrasi SLES 35% dan
APG 5%. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES terhadap nilai rata-rata
kestabilan busa disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Grafik hubungan antara konsentrasi SLES dalam sabun cair terhadap
nilai rata-rata daya bersih sabun cair

Hargreaves (2003) menyatakan bahwa penggunaan SLES dalam suatu


formulasi baik sebagai surfaktan primer. Dalam suatu formulasi, SLES memiliki
aksi pembersihan yang besar dan itulah yang digunakan untuk menghilangkan
kotoran atau debu. Kotoran atau lemak dapat diangkat karena keberadaan
surfaktan. Surfaktan mempunyai gugus lipofilik yang dapat bergabung dengan
kotoran yang berupa lemak dan gugus hidrofilik yang bergabung dengan air
sekaligus. Hargreaves (2003) menyatakan bahwa kotoran minyak diangkat dari
pembawanya oleh keterlibatan aksi molekul surfaktan dalam air. Ekor lipofilik
dari molekul ditarik ke kotoran lemak dan menyerapnya dengan kepala hidrofilik
surfaktan bergabung kearah air. Kotoran minyak kemudian didispersi ke dalam air
dengan gaya yang sama dalam bentuk emulsi oil-in-water.

C. PENERIMAAN KONSUMEN

Uji kesukaan atau uji organoleptik adalah suatu pengujian yang bertujuan
untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap sabun cair yang dihasilkan.
Penilaian organoleptik adalah pengujian yang memanfaatkan kepekaan indera manusia
untuk mengukur atau menilai mutu suatu komoditas secara subyektif. Rahayu (1998)
menyatakan bahwa uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu uji
penerimaan. Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan
atau sebaliknya.
Uji kesukaan dilakukan pada sampel sabun cair yang sebelumnya telah
dihitung skor atau pembobotan nilai uji karakteristiknya. Sabun cair yang digunakan
adalah sabun cair yang memiliki skor tertinggi antara lain sabun cair dengan
konsentrasi SLES:APG masing-masing 30:3, 30:5, dan 30:7. Pengujian yang
dilakukan adalah uji kesukaan terhadap warna, aroma, kekentalan, banyaknya busa,
dan kesan setelah penggunaan sabun cair. Jumlah panelis sebanyak 30 orang dan skala
hedonik yang digunakan adalah 7 skala numerik yaitu 1=sangat tidak suka, 2=tidak
suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka.
1. Warna

Warna merupakan salah satu pertimbangan konsumen untuk membeli


sabun cair. Penilaian terhadap warna sabun cair dilakukan dengan mengamati
secara visual dan menilai secara subyektif. Nilai kesukaan yang tinggi mewakili
warna yang paling disukai. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna sabun cair
yang dihasilkan berkisar antara 1 sampai dengan 7. Data tingkat kesukaan panelis
terhadap wanrna sabun cair yang dihasilkan disajikan pada lampiran 14a. Sabun
cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3% memiliki kisaran nilai kesukaan
2-7 dengan rata-rata nilai 5,03. Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan
APG 5% memiliki kisaran nilai kesukaan 1-6 dengan nilai rata-rata kesukaan
3,90, sedangkan sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7% memiliki
kisaran nilai kesukaan 1-6 dengan nilai rata-rata kesukaan 3,83.
Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa ketiga sabun cair dengan
perlakuan berbeda tersebut menyebabkan nilai kesukaan panelis terhadap warna
sabun cair berbeda nyata pada masing-masing sampel (α=0,01). Rata-rata nilai
kesukaan panelis menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi APG yang
digunakan, panelis semakin tidak suka terhadap warna sabun cair yang dihasilkan.
Hasil uji friedman kesukaan panelis terhadap warna sabun cair disajikan pada
Lampiran 14b.
Sebanyak 70% panelis menunjukkan sikap agak suka sampai suka pada
sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa panelis banyak yang menyukai warna yang ditunjukkan oleh
sabun cair dengan kode tersebut. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap
warna sabun cair disajikan pada Gambar 13. Warna yang terdapat pada sabun cair
dipengaruhi oleh warna APG yaitu coklat tua. Sehingga semakin banyak
konsentrasi APG yang ditambahkan semakin meningkat derajat warna coklat yang
dihasilkan. Panelis menyukai sabun cair dengan konsentrasi APG 3%. Hal ini
menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai sabun cair dengan warna yang lebih
terang.

Keterangan :
A2B1 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
A2B2 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%
A2B3 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%

Gambar 13. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap warna sabun cair

2. Aroma

Aroma sabun cair merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


konsumen saat membeli produk sabun cair. George dan Serdakowski (1996)
menyatakan bahwa penilaian terhadap aroma suatu sediaan sabun atau produk
akhirnya sama pentingnya dengan karakteristik lainnya. Penilaian aroma ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sabun cair
yang dihasilkan. Penilaian kesukaan terhadap aroma dilakukan dengan menghirup
aroma sabun cair yang diujikan.
Nilai kesukaan panelis terhadap aroma sabun cair yang dihasilkan berkisar
antara 1-7. Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3% memiliki
kisaran nilai kesukaan 2-6 dengan rata-rata nilai 3,97. Sabun cair dengan
konsentrasi SLES 30% dan APG 5% memiliki kisaran nilai kesukaan 2-7 dengan
nilai rata-rata kesukaan 4,13 sedangkan sabun cair dengan konsentrasi SLES 30%
dan APG 7% memiliki kisaran nilai 1-6 dengan nilai rata-rata 4,10. Hasil
pengujian kesukaan terhadap aroma disajikan pada Lampiran 15a. Hasil uji
Friedman menunjukkan bahwa ketiga sabun dengan perlakuan berbeda tersebut
tidak menyebabkan nilai kesukaan panelis terhadap aroma berbeda nyata pada
masing-masing sampel. Rata-rata nilai kesukaan panelis menunjukkan bahwa
panelis bersikap netral pada semua aroma sabun cair yang dihasilkan. Hasil uji
friedman kesukaan panelis terhadap warna sabun cair disajikan pada Lampiran
15b. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sabun cair disajikan
pada Gambar 14.

Keterangan :
A2B1 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
A2B2 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%
A2B3 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%

Gambar 14. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap aroma sabun cair

Berdasarkan histogram tersebut masing-masing sabun lebih banyak dinilai


netral oleh panelis. Hanya saja 40% panelis memberikan penilaian agak suka
sampai suka terhadap sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5.
Formulasi sabun cair ini tidak menggunakan tambahan bahan pewangi. Aroma
pada sabun cair dihasilkan oleh komponen bahan yang terdapat pada formula
sabun cair tersebut. Sediaan sabun cair yang dihasilkan telah memiliki aroma
sendiri sehingga jika dilakukan penambahan zat pewangi lain akan menghasilkan
wangi yang berbeda dengan wangi yang diinginkan. Variasi konsentrasi APG
tidak mempengaruhi kesukaan panelis pada aroma sabun cair secara berbeda
nyata karena aroma yang ditimbulkan oleh APG sama pada masing-masing
konsentrasi.
3. Kekentalan

Sifat fisik sabun cair yang juga berpengaruh pada kesukaan konsumen
adalah kekentalan. Pengujian kesukaan terhadap kekentalan sabun cair yang
dihasilkan dilakukan dengan cara mengamati kekentalan sabun cair yang
dihasilkan saat dituangkan ke tangan. Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30%
dan APG 3% memiliki kisaran nilai kesukaan 2-7 dengan rata-rata nilai 4,67.
Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5% memiliki kisaran nilai
kesukaan 3-7 dengan nilai rata-rata kesukaan 4,97, sedangkan sabun cair dengan
konsentrasi SLES 30% dan APG 7% memiliki kisaran nilai kesukaan 1-7 dengan
nilai rata-rata kesukaan 4,63. Nilai rata-rata kesukaan panelis menunjukkan bahwa
panelis rata-rata memberi kesan netral sampai agak suka terhadap kekentalan
sabun cair yang diujikan. Hasil pengujian kesukaan terhadap kekentalan sabun
cair disajikan pada Lampiran 16a.
Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa ketiga sampel sabun cair yang
diuji tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kesukaan panelis terhadap
kekentalan sabun cair. Nilai rata-rata kesukaan panelis menunjukkan bahwa
panelis memberikan respon yang netral sampai agak suka pada kekentalan ketiga
sampel sabun yang diuji. Hasil uji friedman disajikan pada Lampiran 16b.
Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap kekentalan sabun cair disajikan pada
Gambar 15.
Panelis paling banyak memberikan nilai 5 pada sabun cair dengan
konsentrasi SLES 30% dan APG 3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis
agak suka pada kekentalan sabun cair tersebut. Panelis paling banyak memberikan
nilai 6 pada sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa panelis banyak yang menyukai kekentalan yang ditunjukkan
sabun cair tersebut. Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%
paling banyak diberi nilai kesukaan 6. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak
panelis yang bersikap suka dengan kekentalan sabun cair tersebut. Jumlah nilai 6
yang diberikan pada sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7% lebih
banyak daripada sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%. Hal
tersebut menunjukkan lebih banyak panelis yang menyukai kekentalan sabun cair
dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%.

Keterangan :
A2B1 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
A2B2 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%
A2B3 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%

Gambar 15. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap kekentalan sabun cair

Panelis pada umumnya tidak menyukai sabun cair yang terlalu encer atau
teralu kental. Pengujian viskositas menunjukkan nilai viskositas terendah dari
ketiga sampel adalah sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
(150,5 cP), nilai viskositas sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG
5% adalah 390 cP dan viskositas tertinggi yaitu sabun cair dengan konsentrasi
SLES 30% dan APG 7% (2150 cP). Sabun cair yang paling disukai kekentalannya
oleh konsumen (66,67% panelis) adalah sabun cair dengan konsentrasi SLES 30%
dan APG 7% (2150cP). Panelis menyukai sabun cair dengan viskositas sedang,
sabun cair dengan viskositas 2150 cP tidak terlalu kental dan mudah diaplikasikan
dalam keperluan sehari-hari. Konsumen menyimpulkan bahwa kebanyakan sabun
cair itu biasanya merupakan cairan yang kental.

4. Banyaknya Busa

Busa merupakan sifat fisik sabun yang sangat mempengaruhi kesukaan


konsumen. Corredoira dan Pandolfi (1996) menyatakan bahwa meskipun
pembusaan tidak sepenuhnya bisa disamakan dengan dengan detergensi,
konsumen berfikir dan menyimpulkan bahwa banyaknya busa sesuai dengan
kualitas dan pembersihan suatu sabun. Penilaian kesukaan terhadap banyaknya
busa yang dihasilkan dilakukan dengan memakai sabun yang diujikan untuk
mencuci tangan dan menilai banyaknya busa yang dihasilkan.
Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3% memiliki kisaran
nilai kesukaan 2-7 dengan rata-rata nilai 4,8. Sabun cair dengan konsentrasi SLES
30% dan APG 5% memiliki kisaran nilai kesukaan 3-7 dengan nilai rata-rata
kesukaan 5,23, sedangkan sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%
memiliki kisaran nilai kesukaan 2-7 dengan nilai rata-rata kesukaan 5,1. Rata-rata
nilai kesukaan panelis terhadap banyaknya busa yang dihasilkan menunjukkan
bahwa panelis agak menyukai banyaknya busa yang dihasilkan oleh sabun cair
yang diuji. Hasil pengujian kesukaan terhadap banyaknya busa disajikan pada
Lampiran 17a. Pengujian Friedman menunjukkan bahwa nilai kesukaan terhadap
banyaknya busa yang dihasilkan oleh sabun cair tidak berbeda nyata pada masing-
masing sampel. Hasil pengujian Friedman disajikan pada Lampiran 17b.
Panelis paling banyak memberikan nilai 6 pada sabun cair dengan
konsentrasi SLES 30% dan APG 3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis
suka pada banyaknya busa yang dihasilkan sabun cair tersebut. Panelis paling
banyak memberikan nilai 6 pada sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan
APG 5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis banyak yang menyukai
banyaknya busa yang dihasilkan sabun cair tersebut. Sabun cair dengan
konsentrasi SLES 30% dan APG 7% paling banyak diberi nilai kesukaan 5 dan 6.
Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak panelis yang bersikap agak suka sampai
suka dengan banyaknya busa yang dihasilkan sabun cair tersebut. Histogram
tingkat kesukaan panelis terhadap banyaknya busa yang dihasilkan sabun cair
disajikan pada Gambar 16. Secara garis besar 76,67% panelis menyatakan agak
suka sampai sangat suka terhadap sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan
APG 7%.
Surfaktan yang menghasilkan busa pada formulasi sabun cair ini adalah
Sodium Lauril Eter Sulfat. Spiess (1996) menyatakan bahwa surfaktan golongan
alkil sulfat adalah pembusa yang sangat baik, menghasilkan busa yang banyak dan
lembut. Sampel yang digunakan pada pengujian organoleptik adalah sabun cair
yang mengandung SLES dengan konsentrasi yang sama sehingga penilaian
panelis terhadap ketiga sampel tidak berbeda nyata
Keterangan :
A2B1 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
A2B2 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%
A2B3 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%

Gambar 16. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap bayaknya busa yang
dihasilkan sabun cair

5. Kesan Setelah Penggunaan

Kesan setelah penggunaan adalah rasa yang tertinggal di kulit setelah


pemakaian produk sabun cair. Beberapa sabun meninggalkan rasa kering pada
kulit sehingga konsumen tidak menyukai kesan tersebut. Penilaian terhadap kesan
setelah penggunaan dilakukan oleh panelis dengan mencuci tangan dan merasakan
kesan setelah tangan dikeringkan.
Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3% memiliki kisaran
nilai kesukaan 2-7 dengan rata-rata nilai 4,23. Sabun cair dengan konsentrasi
SLES 30% dan APG 5% memiliki kisaran nilai kesukaan 2-6 dengan nilai rata-
rata kesukaan 4,2, sedangkan sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG
7% memiliki kisaran nilai kesukaan 2-6 dengan nilai rata-rata kesukaan 4,5. Rata-
rata nilai kesukaan panelis terhadap kesan setelah penggunaan menunjukkan
bahwa panelis memberikan respon netral terhadap kesan setelah penggunaan
sabun cair yang diuji. Hasil pengujian kesukaan terhadap kesan setelah
penggunaan disajikan pada Lampiran 18a.
Pengujian Friedman menunjukkan bahwa nilai kesukaan terhadap kesan
setelah penggunaan sabun cair tidak berbeda nyata pada masing-masing sampel.
Hasil pengujian Friedman disajikan pada Lampiran 18b. Histogram tingkat
kesukaan panelis terhadap kesan setelah penggunaan sabun cair disajikan pada
Gambar 17.

Keterangan :
A2B1 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 3%
A2B2 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 5%
A2B3 : Sabun cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%

Gambar 17. Histogram tingkat kesukaan panelis terhadap kesan setelah


penggunaan sabun cair

Sebagian besar panelis (50%) menyukai kesan setelah penggunaan sabun


cair dengan konsentrasi SLES 30% dan APG 7%. Kebanyakan konsumen tidak
menyukai kesan kering yang disebabkan oleh sabun cair yang dipakai. Spiess
(1996) menjelaskan bahwa hal negatif dari penggunaan alkil sulfat adalah
memiliki sifat iritan yang cukup tinggi meskipun sebagai pengecualian adalah
magnesium lauril sulfat, yang mengkombinasikan kelembutan surfaktan sekunder
sebagai pembersih yang baik dan sifat pembusa dari surfaktan primer. Iritasi dapat
dikurangi dengan penambahan surfaktan sekunder yang bersifat lembut dan
kontak dengan lapisan kulit yang tidak terlalu lama atau sewajarnya saja.
Sebagian besar panelis lebih menyukai kesan setelah penggunaan sabun dengan
konsentrasi SLES 30% dan APG 7%. APG diharapkan bisa menetralkan sifat
pembusa yang menyebabkan kulit kering. Sebagian besar agen pembusa biasanya
selain menghasilkan busa dan mengangkat kotoran dari permukaan yang terpapar
juga mengangkat kelembaban dari lapisan epidhermis kulit. Oleh karena itu,
biasanya sabun masndi dilengkapi dengan gliserin yang menimbulkan kesan licin
yang biasanya disebut lembut oleh konsumen.
D. REKAPITULASI HASIL PEMBAHASAN

1. Karakteristik SLES dan APG

Tabel 4. Karakteristik SLES dan APG yang Digunakan dalam Formulasi Sabun
Cair
Hasil Pengujian
Parameter
SLES APG
Tegangan Permukaan (dyne/cm) 36.45-40.4 30.45-33.2
Tegangan Antarmuka (dyne/cm) 7.95-11.95 7.75-11.95
penurunan tegangan permukaan (%) 43.88-49.45 53.89-57.71
penurunan tegangan antarmuka (%) 57.92-72.01 57.92-72.71

2. Karakteristik Sabun Cair

Tabel 5. Karakteristik Sabun Cair yang Dihasilkan


Analisis Sabun Cair Hasil Pengujian Syarat Mutu Keterangan
pH 6,63-7,20 6,5-8,0 memenuhi syarat
Bobot Jenis (g/ml) 1,035-1,100 1.010-1,100 memenuhi syarat
2 5
Cemaran Mikroba (koloni/g) 0-4,3x10 < 10 memenuhi syarat
Sebagian
viskositas (cP) 42,5-12000 400-4000 memenuhi syarat
Penurunan Tegangan tidak Terbaik = nilai
Permukaan (dyne/cm) 45,49-50,42 disyaratkan terbesar
Penurunan Tegangan tidak Terbaik = nilai
Antarmuka (dyne/cm) 55,63-60,56 disyaratkan terbesar
tidak Terbaik = nilai
Kestabilan Busa (%) 60-87,5 disyaratkan terbesar
tidak Terbaik = nilai
Daya Bersih 21-42,5 disyaratkan terbesar

3. Pembobotan Parameter

Pembobotan parameter ditujukan untuk mengetahui skor tertinggi dari


sabun cair yang dihasilkan untuk menentukan produk terbaik. Pembobotan terdiri
dari tiga tahap. Pembobotan pertama adalah pembobotan terhadap pengujian
karakteristik sabun cair dan bertujuan untuk mengetahui produk terbaik untuk
selanjutnya digunakan untuk pengujian kesukaan konsumen. Pembobotan tahap
kedua adalah pembobotan terhadap parameter uji kesukaan untuk mengetahui
produk yang terbaik menurut pengujian kesukaan. Pembobotan tahap ketiga
adalah pembobotan total dari karakterisasi sabun cair dan pengujian kesukaan.
Pembobotan dilakukan secara subyektif dan mengacu pada penilaian pakar
dalam Rialen (2005). Penilaian secara subyektif menggunakan kisaran
kepentingan 1-5 dilakukan terhadap masing-masing parameter kemudian
dilakukan pembobotan. Nilai bobot kemudian dikalikan dengan nilai ranking
untuk mendapatkan skor. Pemberian ranking dilakukan dengan kisaran 1-3. Nilai
ranking selanjutnya dijelaskan sebagai berikut:
Nilai 1 diberikan jika : a. Tidak memenuhi standar
b. Jumlah panelis yang tidak suka lebih banyak
dari yang netral dan suka.
Nilai 2 diberikan jika : a. Memenuhi standar tetapi nilai tersebut tidak
dianjurkan
b. Jumlah panelis yang netral lebih banyak
daripada yang tidak suka dan suka.
Nilai 3 diberikan jika : a. Memenuhi standar
b. Jumlah panelis yang suka lebih banyak
daripada yang netral dan tidak suka.
Produk dengan skala tertinggi merupakan produk terbaik.

Pembobotan pembobotan untuk karakteristik sabun cair disajikan pada


Tabel 6. Setelah dilakukan pembobotan terhadap karakteristik sabun cair yang
dihasilkan maka dilakukan pemberian skor dengan mengalikan bobot parameter
dengan nilai rangking yang telah diberikan pada masing-masing produk sesuai
dengan ketentuan diatas. Skor yang diperoleh kemudian dijumlahkan dan tiga
produk dengan nilai/skor tertinggi digunakan sebagai sampel pada pengujian
organoleptik.
Tabel 6. Pembobotan terhadap Karakterisasi Sabun Cair
parameter nilai kepentingan bobot
pH 5 0.16129
Bobot Jenis 5 0.16129
Cemaran Mikroba 5 0.16129
Viskositas 4 0.129032
Kestabilan Busa 4 0.129032
Tegangan Permukaan 2 0.064516
Tegangan Antarmuka 3 0.096774
Daya Bersih 3 0.096774
Total 31 1
Tabel 7. Skor Produk Berdasarkan Karakteristik Sabun Cair
Parameter Skor
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
pH 0.484 0.484 0.484 0.484 0.484 0.484 0.484 0.4839 0.484
Bobot Jenis 0.484 0.484 0.484 0.484 0.484 0.484 0.323 0.3226 0.323
Cemaran Mikroba 0.323 0.323 0.323 0.484 0.484 0.323 0.323 0.4839 0.323
Viskositas 0.129 0.129 0.129 0.129 0.258 0.387 0.129 0.129 0.129
Kestabilan Busa 0.387 0.387 0.387 0.387 0.258 0.258 0.387 0.2581 0.129
Penurunan Tegangan 0.129 0.129 0.129 0.129 0.129 0.129 0.129 0.129 0.129
Permukaan
Penurunan Tegangan 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.2903 0.29
Antarmuka
Daya Bersih 0.194 0.097 0.097 0.194 0.097 0.194 0.29 0.0968 0.097
Total 2.419 2.323 2.323 2.581 2.484 2.548 2.355 2.1935 1.903
Keterangan:
A1 = konsentrasi SLES 25% B1 = konsentrasi APG 3%
A2 = konsentrasi SLES 30% B2 = konsentrasi APG 5%
A3 = konsentrasi SLES 35% B3 = konsentrasi APG 7%

Total Skor tertinggi menurut Tabel 7 adalah sabun cair dengan kode
A2B1, A2B2, dan A2B3. Setelah diuji kesukaan maka pembobotan kedua
dilakukan untuk mengetahui sabun cair mana yang disukai. Pembobotan terhadap
parameter uji kesukaan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pembobotan terhadap Parameter Kesukaan Sabun Cair
Kesukaan terhadap nilai kepentingan bobot
Aroma 5 0.20833
Warna 5 0.20833
Kekentalan 4 0.16667
Banyaknya busa 5 0.20833
Kesan setelah pemakaian 5 0.20833
Total 24 1

Nilai skor diperoleh dengan mengalikan nilai bobot dengan nilai ranking
seperti pembobotan terhadap parameter karakteristik sabun cair. Nilai skor
disajikan pada tabel 9.
Tabel 9. Nilai Skor Produk Berdasarkan Kesukaan Panelis
Kesukaan terhadap A2B1 A2B2 A2B3
NR NR x NB NR NR x NB NR NR x NB
Aroma 3 0.625 3 0.625 2 0.4167
Warna 3 0.625 1 0.2083 1 0.2083
Kekentalan 3 0.5 3 0.5 3 0.5
Banyaknya busa 3 0.625 3 0.625 3 0.625
Kesan setelah pemakaian 3 0.625 3 0.625 3 0.625
Total 3 2.5833 2.375
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
NB= Nilai Bobot NR= Nilai Ranking

Pembobotan terakhir dilakukan untuk mengetahui produk terbaik dengan


menggabungkan kedua parameter yaitu karakteristik sabun cair dan kesukaan
konsumen. Pembobotan dilakukan dengan 5 skala numerik seperti yang dilakukan
pada pembobotan sebelumnya. Nilai pembobotan disajikan pada Tabel 10 dan
Tabel 11 menunjukkan penilaian total.
Tabel 10. Pembobotan terhadap Uji Karakteristik dan Uji Kesukaan Sabun Cair
Parameter nilai kepentingan Bobot
Uji Karakteristik 5 0.5
Uji Kesukaan 5 0.5
Total 10 1

Tabel 11. Penilaian Total terhadap Produk Berdasarkan Karakteristik Sabun Cair
dan Uji Kesukaan
A2B1 A2B2 A2B3
Parameter
Skor Skor x NB Skor Skor x NB Skor Skor x NB
Uji Karakteristik
Sabun Cair 2.581 1.2905 2.484 1.242 2.548 1.274
Uji Kesukaan 3 1.5 2.5833 1.2917 2.5833 1.2917
Total 2.7905 2.5337 2.5657
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
NB= Nilai Bobot
Setelah pembobotan dilakukan maka dapat diketahui bahwa produk yang
terbaik sesuai pengujian karakteristik sabun cair dan pengujian terhadap kesukaan
konsumen adalah produk dengan kode A2B1 yaitu sabun cair dengan konsentrasi
SLES 30% dan APG 3% dengan total skor 2,7905.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Surfaktan Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) dan Alkil Poliglukosida (APG)
dapat diaplikasikan masing-masing sebagai surfaktan primer dan surfaktan sekunder
dalam formulasi sabun cair. Perbedaan konsentrasi SLES dan atau APG memberikan
pengaruh nyata (α=0,05) terhadap karakteristik sabun cair yang dihasilkan meliputi
nilai pH, bobot jenis, cemaran mikroba, viskositas, penurunan tegangan permukaan
air, penurunan tegangan antarmuka air:xylen, kestabilan busa dan daya bersih.
Sabun cair yang dihasilkan berwarna coklat dan transparan. Produk memiliki
nilai pH rata-rata antara 6,63-7,20, nilai tersebut sesuai dengan standar mutu SNI yaitu
6-8. Nilai rata-rata bobot jenis relatif antara 1,039-1,095 g/ml, sesuai dengan standar
mutu SNI yaitu antara 1,00-1,10 g/ml. Nilai cemaran mikroba antara 0-4,3x103
koloni/g, nilai tersebut masih dibawah batas minimum cemaran mikroba pada SNI
yaitu 1x105 koloni/g. Nilai viskositas rata-rata antara 42,5-12.200 cP sedangkan nilai
viskositas menurut Spiess (1996) adalah antara 400-4000 cP. Sabun cair yang
dihasilkan mampu menurunkan tegangan permukaan air rata-rata 46,39-50,17%
sedangkan sabun cair komersial mampu menurunkan tegangan permukaan air sebesar
54,93% dan 54,44%. Tegangan antarmuka air:xylen menurun sampai rata-rata 55,99-
60,04% dengan penambahan sabun cair yang dihasilkan sedangkan sabun cair
komersial menurunkan tegangan antarmuka air:xylen sebesar 68,31% dan 64,79%.
Kestabilan busa rata-rata antara 57,85-75,19% sedangkan sabun cair komersial
memiliki kestabilan busa sebesar 84,62% dan 85,71%. Daya bersih rata-rata berkisar
antara 27,5-41,5 ftu turbidity sedangkan nilai daya bersih sabun cair komersial adalah
182 dan 184 ftu turbidity.
Penerimaan konsumen terhadap warna sabun cair rata-rata antara 3,83-5,03;
aroma rata-rata 3,97-4,13; kekentalan rata-rata 4,63-4,97; banyaknya busa rata-rata
4,8-5,23, dan kesan setelah penggunaan rata-rata 4,2-4,5.
Hasil pembobotan sederhana menunjukkan bahwa produk terbaik berdasarkan
pengujian karakteristik sabun cair dan pengujian kesukaan konsumen adalah sabun
cair dengan kode A2B1 yaitu sabun cair dengan kombinasi konsentrasi SLES 30% dan
konsentrasi APG 3%. Sabun tersebut memiliki nilai pH 6,93; bobot jenis 1,046;
cemaran mikroba negatif; viskositas 150,25 cP; penurunan tegangan permukaan
46,91%; penurunan tegangan antarmuka 57,04%; kestabilan busa 73,74%, dan daya
bersih 37 ftu turbidity. Hasil uji kesukaan terhadap sabun cair ini menunjukkan nilai
kesukaan terhadap warna sebesar 5,03; aroma 3,96; kekentalan 4,67; banyaknya busa
4,8; dan kesan setelah penggunaan 4,23.

B. SARAN
Perlu dikembangkan kembali pemanfaatan SLES dan APG ke dalam produk
pembersih atau pembusa lain seperti shampo, pencuci piring, atau pembersih yang
lainnya. Perlu dilakukan pengembangan terhadap formulasi sabun cair dengan
penambahan bahan lain seperti pelembut sehingga dapat diaplikasikan lebih luas
sebagai cairan pembersih yang dapat melembabkan atau melembutkan kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. ―Triclosan‖. Dalam http//www.wikipedia.org. 23 Maret 2009.

BPPT. 2006. ―Sagu, Potensial Perkaya Keragaman Pangan‖. Dalam http//www.bbpt.go.id.


6 Juni 2009.

Bujang K dan F.B. Ahmad. 2000. ‖Production and Utilization in Malaysia‖. Dalam : Sagu
Untuk Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Sagu; Manado, 6 Oktober
2003. manado. Pusat Penelitian dan pengembangan Perkebunan manado. Halaman
16-19.

Corredoira, R. dan A. R. Pandolfi. 1996. ―Raw Materials and Their Pretreatment for Soap
Production‖. Dalam Soaps and Detergents A Theoritical and Pratical Review.
AOCS Press, Champaign, Illinois.

Gaman, P. M, K. M. Sherrington. 1990. The Science of Food, 3rd edition. Pergamon Press,
Oxford.

George, E. D. dan J. A. Serdakowski. 1996. ―The Formulation of Bar Soap‖. Dalam Soaps
and Detergents A Theoritical and Pratical Review. AOCS Press, Champaign,
Illinois.

Geourgeiou G., C.L. Sung., dan M.M. Shara. 1992. Surface Active Compund from
Microorganisms. Departement of Chemical Engineering and Petrolium
Engineering. University of Texas, Austin.

Glaser, A. 2004. ―The Obiquitous Triclosan‖. Dalam http//www.beyondpesticides.org. 23


Maret 2009.

Hall, K. 2000. ―Sustainable Surfactant: Renewable Feedstocks for The 21st Century- Fat
and Oil as Oleochemical Raw Material‖. Dalam http://www.nf.org. 19 Februari
2009.

Hargreaves, T. 2003. Chemical Formulation: An Overview of Surfactant-Based


Preparations Used In Everyday Life. RSC Paperbacks, Cambridge.

Hill, K. 2001. ―New Cosmetic Raw Materials from Fats and Oils‖. Dalam http//www.scf-
online.com/issue26. 19 Februari 2009.

Matheson, K. L. 1996. ―Surfactant Raw Material: Classification, Synthesis, and Uses‖.


Dalam : Spitz, L. (Edl. Soap and Detergent: A Theoretical and Practical Review).
AOCS Press, Champaign, Illinois.

Paul, L., G. Rozsa, dan T. Rozsa. 2002. ―Liquid Foaming Soap Composition‖. US Patent
No 0137641. Dalam http://www.freepatentsonline.com/0137641/ 19 Januari 2009.

Pomeranz, Y. 1991. Functionalk Properties of Food Components. Second Edition.


Academic Press Inc.
Present, Z. 2000. ―All About Fatty alkohol‖. Dalam http://www.condea.org. 19 Februari
2009.

Rahayu, P. 1998. Uji Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.

Rialen, N. 2005. Kajian Pengaruh Konsentrasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap
Karakteristik Sabun Cair. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Rosen, M. J. 2004. Surfactants and Interfacial Phenomena. John Wiley & Sons, Inc, New
Jersey.

Shipp, J. J. 1996. ―Hair-care Products‖. Dalam Chemistry and Technology of The


Cosmetics and Toiletries Industry Second Edition. Blackie Academic &
Professional, London.

Spiess, E. 1996. ―Raw Materials‖. Dalam Chemistry and Technology of The Cosmetics and
Toiletries Industry Second Edition. Blackie Academic & Professional, London.

Standar Nasional Indonesia. 1996 (SNI: 06-4085-1996). Dewan Standardisasi Nasional,


Jakarta.

Suryani, A., I. Saillah, E. Hambali. 2002. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, FATETA-IPB, Bogor.

Swern, D. 1979. ―Bailey’s Industrial Oil and fat Products‖. Vol. 14 th Edition. John Willey
and Son Inc., New York.

Wasiaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Penerbit Universitas Indonesia


(UI Press), Jakarta.

Wibisono, A dan Budiono. 2004. Pembuatan Sabun Cair dengan Bahan Dasar Alkil
Benzena Sulfonat. Dalam Kumpulan Makalah: Seminar Mahasiswa Kimia Tekstil 9
Maret 2004, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.
Lampiran 1. Analisis yang dilakukan pada Sodium Lauril Sulfat (SLES), Alkil
Poliglikosida (APG), dan sabun cair

1. Pengukuran tegangan permukaan metode Du Nouy (ASTM D-1331. 2000)


Peralatan dan wadah sampel yang digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu
dengan larutan asam sulfat-kromat dan dibilas dengan aquades, lalu dikeringkan. Cincin
platinum yang digunakan pada alat tensiometer dan mempunyai mean circumferense =
5.945. Posisi alat diatur agar horizontal dengan water pass dan diletakkan pada tempat
yang bebas dari gangguan, seperti getaran, angin, sinar matahari dan panas. Larutan
surfaktan dengan ragam konsentrasi, dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diletakkan di
atas dudukan tensiometer. Suhu cairan di ukur dan dicatat. Selanjutnya cincin platinum
dicelupkan ke dalam sampel tersebut (lingkaran logam tercelup ± 3 mm di bawah
permukaan cincin). Skala vernier tensiometer diatur pada posisi nol dan jarum penunjuk
harus berada pada posisi terhimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya kawat torsi diputar
perlahanlahan sampai film cairan tepat putus, saat film cairan tepat putus, skala di baca dan
dicatat sebagai nilai tegangan permukaan.

2. Pengukuran tegangan antarmuka (ASTM D-1331. 2000)


Metode menentukan tegangan antarmuka hampir sama dengan pengukuran
tegangan permukaan. Tegangan antarmuka menggunakan dua cairan yang berbeda tingkat
kepolarannya, yaitu larutan surfaktan dengan ragam konsentrasi dan xilena (1:1). Larutan
surfaktan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam wadah sampel, kemudian dicelupkan
cincin platinum ke dalamnya (lingkaran logam tercelup ± 3 mm di bawah permukaan
cincin). Setelah itu, secara hati-hati larutan xilena ditambahkan di atas larutan surfaktan
sehingga sistem terdiri atas dua lapisan. Kontak antara cincin dan larutan xilena sebelum
pengukuran harus dihindari. Setelah tegangan antarmuka mencapai equilibrium, yaitu
benar-benar terbentuk dua lapisan terpisah yang sangat jelas, pengukuran selanjutnya
dilakukan dengan cara yang sama pada pengukuran tegangan permukaan.

3. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Langkah awal
pengukuran adalah kalibrasi pH meter dengan menggunakan buffer pH kemudian elektroda
yang sudah dibersihkan dengan aquades dicelupkan ke dalam contoh yang akan diperiksa.
Nilai pH dapat dibaca pada skala yang ditunjukkan.
4. Bobot Jenis
Bersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton kemudian dengan
dietil eter. Bersihkan piknometer dan timbang. Dinginkan contoh lebih rendah dari suhu
penetapan. Masukkan contoh dari dalam rendaman air es, biarkan sampai suhu 25 C dan
tetapkan sampai garis tera. Angkat piknometer dari rendaman air es biarkan pada suhu
kamar dan timbang. Bobot contoh dikurangi dengan bobot piknometer dan disebut W2.
Ulangi pengerjaan tersebut dengan menggunakan air suling sebagai pengganti contoh
(W1).
Bobot Jenis relatif =

5. Angka Lempeng Total


Disiapkan alat-alat untuk penyiapan yang sudah steril atau dapat disterilkan dengan
menggunakan api bunsen setelah terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70%. Cara
terakhir dilakukan sesaat sebelum pengujian dilangsungkan. Untuk wadah plastik, pada
bagian yang akan dibuka dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian dibuka secara
aseptic. Lakukan homogenisasi contoh dengan memipet 25 ml contoh dan masukan ke
dalam Erlenmeyer atau wadah lain yang telah berisi 225 ml larutan pengencerhingga
diperoleh pengenceran 1:10. Dikocok dengan baik kemudian dilanjutkan dengan
pengenceran yang dibutuhkan. Pipet 1 ml dari masing-masing pengenceran ke dalam
cawan petri steril secara duplo. Kedalam setiap cawan petri tuangkan sebanyak12-15 ml
media PCA yang telah dicairkanyang bersuhu 45±1ºC dalam waktu 15 menit dari
pengenceran pertama. Goyangkan cawan dengan hati-hati sampai tercampur rata dengan
pembenihan. Biarkan membeku. Masukkan ke dalam inkuator dan inkubasikan pada suhu
53±1ºC selama 24-48 jam.

6. Viskositas (British Stansard 757)


Pengukuran dilakukan dengan alat Viscometer Brookfield LV. Larutan diukur
kekentalannya dengan kecepatanpengadukan 30 rpm secara duplo. Hasil yang terbaca pada
alat dikalikan dengan faktor koreksi.
Kekentalan (cP) = angka yang terbaca x faktor koreksi pada viskosimeter

7. Kestabilan Busa
Air aquades dan sabun mandiu cair dengan perbandingan 9:1 dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Tabung reaksi yang telah berisi larutan tersebut diletakkan diatas vortex
untuk dilakukan pemutaran. Lama pemutaran dilakukan selama 5 menit. Setelah
pemutaran, hitung tinggi busa yang terdapat pada tabung reaksi (a cm). diamkan tabung
reaksi selama satu jam, kemudian hitung kembali tinggi busa yang masih tertinggal di
dalam tabung reaksi (b cm). Persentase tinggi busa yang tertinggal dibandingkan dengan
busa awal merupakan nilai kestabilan busa.

8. Daya Bersih
Kain putih bersih dipotong menjadi ukuran 10x10 cm. Timbang mentega sebanyak
kemudian dioleskan secara merata pada seluruh permukaan kain. Tempatkan air aquades
sebanyak 200 ml dalam gelas piala kemudian tambahkan sabun mandi cair 20 ml
kemudian diaduk. Air tersebut kemudian diukur kekeruhannya (A ftu turbidity). Masukkan
kain yang telah diolesi mentega ke dalam gelas piala yang telah berisi air sabun dan
diamkan selama 10 menit. Air yang telah didiamkan dan diangkat kainnya diukur
kekeruhannya (B ftu turbidity).
Daya bersih = B ftu turbidity – A ftu turbidity
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Sabun Cair

SLE Triclosa
S n

AP Pencampura Pencampura Polisorbat


G n T= 65°C n T= 65°C 20

Pencampura
n T= 65°C

Pencampura Air T=50°C


n T= 50°C

Sabun Cair
Lampiran 3. Contoh Lembar Uji Kesukaan

UJI KESUKAAN SABUN CAIR


Tanggal : ______________________
Nama : ______________________
Instruksi : 1. Berikan penilaian anda terhadap atribut yang ada dengan memberi tanda
ceklist pada kolom nilai
2. Jangan mengulang/membandingkan contoh yang disediakan
Tingkat kesukaan :
7 = sangat suka 6 = suka 5 = agak suka
4 = netral 3 = agak tidak suka 2 = tidak suka
1 = sangat tidak suka
1. Warna
kode penilaian
contoh 1 2 3 4 5 6 7
913
428
852
2. Aroma
kode penilaian
contoh 1 2 3 4 5 6 7
913
428
852
3. Kekentalan
kode penilaian
contoh 1 2 3 4 5 6 7
913
428
852
4. Banyaknya Busa
kode penilaian
contoh 1 2 3 4 5 6 7
913
428
852
5. Rasa yang Tertinggal pada Kulit
kode penilaian
contoh 1 2 3 4 5 6 7
913
428
852
Lampiran 4. Hasil Analisis Karakteristik SLES dan APG

a. Data hasil pengujian tegangan permukaan SLES


Konsentrasi (g/l) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
1 40.3 40.5 40.4
2 39 39.3 39.15
3 38 38 38
4 37.7 37.6 37.65
5 36.5 36.4 36.45

b. Data hasil pengujian tegangan permukaan APG


Konsentrasi (g/l) Ulangan 1 Ulangan2 Rata-rata
0.1 33.2 33.2 33.2
0.2 32.5 32.5 32.5
0.3 31.6 31.6 31.6
0.4 31.2 31.3 31.25
0.5 30.4 30.5 30.45

c. Data hasil pengujian tegangan antarmuka APG


Konsentrasi (g/l) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
1 12 11.9 11.95
2 11.6 11.5 11.55
3 10.8 10.8 10.8
4 8.4 8.5 8.45
5 8 7.9 7.95

d. Data hasil pengujian tegangan antarmuka APG


Konsentrasi (g/l) Ulangan 1 Ulangan2 Rata-rata
0.1 11.9 12 11.95
0.2 10.8 10.7 10.75
0.3 9.9 9.6 9.75
0.4 8.8 8.8 8.8
0.5 8 7.5 7.75
Lampiran 5. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap pH
sabun cair

a. Data hasil pengujian pH sabun cair


Konsentrasi Konsentrasi pH
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 7.19 7.20 7.195
25 5 7.02 6.89 6.955
25 7 6.76 6.76 6.760
30 3 6.91 6.95 6.930
30 5 6.70 6.67 6.685
30 7 6.67 6.64 6.655
35 3 6.93 6.94 6.935
35 5 6.76 6.80 6.780
35 7 6.67 6.63 6.650

b. Hasil pengujian ragam terhadap pH sabun cair (α=0,05)


Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman kuadrat Tengah
SLES 2 0.1590 0.0795 60.3900 4.256 0.0001
APG 2 0.3390 0.1695 128.7500 4.256 0.0001
SLES*APG 4 0.0233 0.0058 4.4300 3.633 0.0298
Error 9 0.0119 0.0013
Total 17 0.5333
 F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
 F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata

c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai pH sabun cair
(α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi SLES (%) Rata-rata Duncan
25 6.970 A
35 6.788 B
30 6.757 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
d. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai pH sabun cair
(α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
3 7.020 A
5 6.807 B
7 6.688 C
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

e. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh interaksi konsentrasi SLES dan konsentrasi
APG terhadap nilai pH sabun cair (α=0,05)
Konsentrasi Konsentrasi Pengelompokan
Rata-Rata
SLES(%) APG (%) Duncan
25 3 7.195 A
25 5 6.955 B
35 3 6.935 B
30 3 6.93 B
35 5 6.78 C
25 7 6.76 CD
30 5 6.685 DE
30 7 6.655 E
35 7 6.65 E
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 6. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap bobot
jenis sabun cair

a. Data hasil pengujian bobot jenis sabun cair


Konsentrasi Konsentrasi Bobot jenis (g/ml)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 1.042 1.035 1.039
25 5 1.045 1.045 1.045
25 7 1.046 1.051 1.049
30 3 1.047 1.044 1.046
30 5 1.052 1.052 1.052
30 7 1.055 1.054 1.055
35 3 1.074 1.090 1.082
35 5 1.090 1.085 1.088
35 7 1.100 1.090 1.095

b. Hasil pengujian ragam terhadap bobot jenis sabun cair (α=0,05)


Sumber Jumlah kuadrat
df F Hitung F Tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 0.00680 0.00340 131.67 4.256 0.0001
APG 2 0.00034 0.00017 6.66 4.256 0.0168
SLES*APG 4 0.00002 0.07681 0.15 3.633 0.9580
Error 9 0.00023 0.00003
Total 17 0.00739
 F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
 F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata

c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai bobot jenis
sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
konsentrasi SLES (%) Rata-rata Duncan
35 1.088 A
30 1.051 B
25 1.044 C
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
d. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai bobot jenis
sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
7 1.066 A
5 1.062 AB
3 1.055 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 7. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap
viskositas sabun cair

a. Data hasil pengujian viskositas sabun cair


Konsentrasi Konsentrasi Viskositas (cP)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 42.5 42.5 42.5
25 5 93.5 94 93.75
25 7 200 198 199
30 3 150 150.5 150.25
30 5 400 380 390
30 7 2100 2200 2150
35 3 5200 5250 5225
35 5 10000 10060 10030
35 7 12000 12400 12200

b. Hasil pengujian ragam terhadap pH sabun cair (α=0,05)


Sumber Jumlah
df Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel Sig.
Keragaman Kuadrat
SLES 2 300959935.028 150479967.514 15346.01 4.256 0.0001
APG 2 27918263.361 13959131.681 1423.56 4.256 0.0001
SLES*APG 4 27841620.972 6960405.243 709.82 3.633 0.0001
Error 9 317.485 35.276
Total 17 1099.352
 F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
 F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata

c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai viskositas
sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
konsentrasi SLES(%) Rata-rata
Duncan
35 9151.67 A
30 896.750 B
25 111.750 C
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
d. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai viskositas
sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
7 4849.670 A
5 3504.580 B
3 1805.920 C
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata

e. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh interaksi konsentrasi SLES dan konsentrasi
APG terhadap nilai pH sabun cair (α=0,05)
Konsentrasi Pengelompokan
Konsentrasi SLES%)
APG (%) Rata-Rata Duncan
25 3 7.195 A
25 5 6.955 B
35 3 6.935 B
30 3 6.93 B
35 5 6.78 C
25 7 6.76 CD
30 5 6.685 DE
30 7 6.655 E
35 7 6.65 E
Lampiran 8. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap tegangan
permukaan air dengan penambahan sabun cair

a. Data hasil pengujian tegangan permukaan air dengan penambahan sabun cair
(konsentrasi 10%)
Konsentrasi Konsentrasi Teg. Permukaan (dyne/cm)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 37.95 39.25 38.6
25 5 37.7 37.3 37.5
25 7 37.3 36.7 37
30 3 38.5 37.95 38.225
30 5 37.4 36.75 37.075
30 7 37.25 35.8 36.525
35 3 38.3 38.45 38.375
35 5 36.35 36.5 36.425
35 7 36.05 35.7 35.875

b. Hasil pengujian ragam terhadap tegangan permukaan air dengan penambahan sabun cair
(α=0,05)
Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 1.9619 0.9810 3.3900 4.2560 0.0798
APG 2 11.9644 5.9822 20.6900 4.2560 0.0004
SLES*APG 4 0.6289 0.1572 0.5400 3.6330 0.7083
Error 9 2.6025 0.2892
Total 17 17.1578
 F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
 F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata

c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai tegangan
permukaan air dengan penambahan sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
3 38.40 A
5 37.00 B
7 36.47 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 9. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap
penurunan tegangan permukaan air oleh sabun cair

a. Data hasil pengujian penurunan tegangan permukaan air oleh sabun cair
Konsentrasi Konsentrasi Penurunan Teg. Permukaan (%)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 47.29 45.49 46.39
25 5 47.64 48.19 47.92
25 7 48.19 49.03 48.61
30 3 46.53 47.29 46.91
30 5 48.06 48.96 48.51
30 7 48.26 50.28 49.27
35 3 46.81 46.60 46.70
35 5 49.51 49.31 49.41
35 7 49.93 50.42 50.17

b. Hasil pengujian ragam terhadap penurunan tegangan permukaan air oleh sabun cair
(α=0,05)
Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 3.8003 1.9001 3.41 4.256 0.0792
APG 2 23.0488 11.5244 20.66 4.256 0.0004
SLES*APG 4 1.2094 0.3024 0.54 3.633 0.7093
Error 9 5.0202 0.5578
Total 17 33.0787
 F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
 F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata

c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai penurunan
tegangan permukaan air oleh sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
7 49.352 A
5 48.612 A
3 46.668 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 10. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap
tegangan antarmuka air:xylen dengan penambahan sabun cair

a. Data hasil pengujian tegangan antarmuka air:xylen dengan penambahan sabun cair
Konsentrasi Konsentrasi Tegangan Antarmuka (dyne/cm)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 12.60 12.40 12.50
25 5 12.00 12.30 12.15
25 7 12.00 11.90 11.95
30 3 12.50 12.40 12.45
30 5 12.30 12.00 12.15
30 7 12.10 11.80 11.95
35 3 12.00 12.40 12.20
35 5 11.90 11.40 11.65
35 7 11.20 11.50 11.35

b. Hasil pengujian ragam terhadap tegangan antarmuka air:xylen dengan penambahan


sabun cair (α=0,05)
Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 0.8411 0.4206 9.120 4.2560 0.0060
APG 2 1.2311 0.6156 13.350 4.2560 0.0020
SLES*APG 4 0.0756 0.0189 0.410 3.6330 0.7970
Error 9 0.4150 0.0461
Total 17 2.5628
 F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
 F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata

c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai tegangan
antarmuka air:xylen dengan penambahan sabun cair (α=0,05)

Konsentrasi SLES (%) Rata-rata Pengelompokan Duncan


25 12.200 A
30 12.183 A
35 11.733 B

Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata


Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
d. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai tegangan
antarmuka air:xylen dengan penambahan sabun cair (α=0,05)
Konsentrasi APG (%) Rata-rata Pengelompokan Duncan
3 12.3833 A
5 11.9833 B
7 11.75 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 11. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap
penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair

a. Data hasil pengujian penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair
Konsentrasi Konsentrasi Penurunan Tegangan Antarmuka (%)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 55.63 56.34 55.99
25 5 57.75 56.69 57.22
25 7 57.75 58.10 57.92
30 3 55.99 56.34 56.16
30 5 56.69 57.75 57.22
30 7 57.39 58.45 57.92
35 3 57.75 56.34 57.04
35 5 58.10 59.86 58.98
35 7 60.56 59.51 60.04

b. Hasil pengujian ragam terhadap penurunan tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun
cair (α=0,05)
Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 10.4323 5.2162 9.110 4.2560 0.0060
APG 2 15.2425 7.6213 13.310 4.2560 0.0020
SLES*APG 4 0.9350 0.2337 0.410 3.6330 0.7980
Error 9 5.1541 0.5727
Total 17 31.7639
 F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
 F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata

c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai penurunan
tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair (α=0,05)
Konsentrasi SLES Pengelompokan
Rata-rata
(%) Duncan
35 58.687 A
30 57.102 B
25 57.043 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
d. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi APG terhadap nilai penurunan
tegangan antarmuka air:xylen oleh sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi APG (%) Rata-rata
Duncan
7 58.6267 A
5 57.8067 A
3 56.3983 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 12. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap
kestablian busa sabun cair

a. Data hasil pengujian kestabilan sabun cair


Konsentrasi Konsentrasi Kestabilan Busa (%)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 53.14 62.50 57.82
25 5 56.67 69.05 62.86
25 7 57.14 79.45 68.30
30 3 73.81 73.66 73.74
30 5 84.62 76.67 80.65
30 7 90.45 86.19 88.32
35 3 80.00 76.79 78.40
35 5 78.25 73.33 75.79
35 7 77.75 72.62 75.19

b. Hasil pengujian ragam terhadap kestabilan busa sabun cair (α=0,05)


Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 1053.844 526.922 10.85 4.256 0.004
APG 2 89.758 44.879 0.92 4.256 0.431
SLES*APG 4 162.981 40.745 0.84 3.633 0.534
Error 9 436.915 48.546
Total 17 1743.498
 F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
 F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata

c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai kestabilan
busa sabun cair (α=0,05)
Pengelompokan
Konsentrasi SLES(%) Rata-rata
Duncan
30 81.220 A
35 75.882 A
25 62.992 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 13. Data hasil penelitian, analisis ragam, dan uji lanjut Duncan terhadap daya
besih sabun cair

a. Data hasil pengujian daya bersih sabun cair


Konsentrasi Konsentrasi Daya Bersih (ftu Turbidity)
SLES (%) APG (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
25 3 35 20 27.50
25 5 15 28 21.50
25 7 25 22 23.50
30 3 42 32 37.00
30 5 31 30 30.50
30 7 16 48 32.00
35 3 43 45 44.00
35 5 40 41 40.50
35 7 38 45 41.50

b. Hasil pengujian ragam terhadap daya bersih sabun cair (α=0,05)


Sumber Jumlah Kuadrat
df F Hitung F tabel Sig.
Keragaman Kuadrat Tengah
SLES 2 1053.844 526.922 10.85 4.256 0.004
APG 2 89.758 44.879 0.92 4.256 0.431
SLES*APG 4 162.981 40.745 0.84 3.633 0.534
Error 9 436.915 48.546
Total 17 1743.498
 F Hitung > F Tabel = berpengaruh nyata
 F Hitung < F Tabel = tidak berpengaruh nyata

c. Hasil pengujian lanjut Duncan pengaruh konsentrasi SLES terhadap nilai daya bersih
sabun cair (α=0,05)
Konsentrasi SLES Pengelompokan
Rata-rata
(%) Duncan
30 81.220 A
35 75.882 A
25 62.992 B
Huruf yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
Huruf yang tidak sama menunjukkan faktor berbeda nyata
Lampiran 14. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap warna
sabun cair

a. Data hasil pengujian kesukaan terhadap warna sabun cair


Kode Sampel
Panelis
A2B1 A2B2 A2B3
1 2 1 1
2 3 2 2
3 3 2 2
4 3 2 2
5 3 2 3
6 3 2 3
7 4 2 3
8 4 3 3
9 4 3 3
10 5 3 3
11 5 3 3
12 5 3 3
13 5 4 3
14 5 4 4
15 5 4 4
16 5 4 4
17 6 4 4
18 6 4 4
19 6 4 4
20 6 4 4
21 6 5 4
22 6 5 5
23 6 5 5
24 6 5 5
25 6 5 6
26 6 6 6
27 6 6 6
28 7 6 6
29 7 6 6
30 7 6 6
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
b. Hasil pengujian Friedman terhadap warna sabun cair (α=0,05)
Statistik Deskriptif
Kode Std.
N Rataan Minimum Maksimum Ranking
sampel Deviasi
A2B1 30 5.033333 1.3767361 2 7 2.53
A2B2 30 3.9 1.3982748 1 6 1.63
A2B3 30 3.833333 1.46413051 1 6 1.78
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%

Tes Statistik
2
n df x asymp. Sig.
30 2 16.71 0.477
Lampiran 15. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap aroma
sabun cair

a. Data hasil pengujian kesukaan terhadap aroma sabun cair


Kode sampel
Panelis
A2B1 A2B2 A2B3
1 2 1 2
2 2 2 2
3 2 2 2
4 2 2 2
5 3 3 2
6 3 3 3
7 3 3 3
8 3 3 3
9 3 3 3
10 3 3 3
11 4 3 4
12 4 4 4
13 4 4 4
14 4 4 4
15 4 4 4
16 4 4 4
17 4 4 4
18 4 4 4
19 4 5 5
20 5 5 5
21 5 5 5
22 5 5 5
23 5 5 5
24 5 6 5
25 5 6 5
26 5 6 5
27 5 6 6
28 5 6 7
29 6 6 7
30 6 6 7
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
b. Hasil pengujian Friedman terhadap aroma sabun cair (α=0,05)

Statistik Deskriptif
Kode Std. Minimum Maksimum Ranking
N Rataan
Contoh Deviasi
A2B1 30 3.966667 1.15917133 2 6 1.98
A2B2 30 4.133333 1.47935991 2 7 2.02
A2B3 30 4.1 1.44675618 1 6 2
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%

Tes Statistik
n df x2 asymp. Sig.
30 2 0.027 0.987
Lampiran 16. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap
kekentalan sabun cair

a. Data hasil penelitian kesukaan terhadap kekentalan sabun cair


Kode Sampel
Panelis
A2B1 A2B2 A2B3
1 2 3 1
2 2 3 2
3 2 3 2
4 3 3 2
5 3 3 2
6 3 3 4
7 4 3 4
8 4 4 4
9 4 4 4
10 4 4 4
11 4 5 4
12 5 5 4
13 5 5 4
14 5 5 5
15 5 5 5
16 5 5 5
17 5 5 5
18 5 6 5
19 5 6 5
20 5 6 6
21 5 6 6
22 6 6 6
23 6 6 6
24 6 6 6
25 6 6 6
26 6 6 6
27 6 6 6
28 6 7 6
29 6 7 7
30 7 7 7
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
b. Hasil pengujian friedman terhadap kekentalan sabun cair (α=0,05)

Statistic Deskriptif
Kode N Rataan Std. Minimum Maksimum Ranking
Contoh Deviasi
A2B1 30 4.666667 1.34762456 2 7 1.92
A2B2 30 4.966667 1.35145728 3 7 2.17
A2B3 30 4.633333 1.58621939 1 7 1.92

Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%

Tes Statistik
n df x2 asymp. Sig.
30 2 1.786 0.409
Lampiran 17. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap
banyaknya busa sabun cair

a. Data hasil penelitian kesukaan terhadap banyaknya busa sabun cair


Kode Sampel
Panelis
A2B1 A2B2 A2B3
1 2 2 3
2 2 3 3
3 2 3 4
4 2 3 4
5 3 4 4
6 4 4 4
7 4 4 4
8 4 5 4
9 4 5 5
10 4 5 5
11 4 5 5
12 4 5 5
13 4 5 5
14 5 5 5
15 5 5 5
16 5 5 6
17 5 5 6
18 6 5 6
19 6 6 6
20 6 6 6
21 6 6 6
22 6 6 6
23 6 6 6
24 6 6 6
25 6 6 6
26 6 6 6
27 6 6 6
28 7 7 6
29 7 7 7
30 7 7 7
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
b. Hasil pengujian friedman terhadap banyaknya busa sabun cair (α=0,05)
Statistik Deskriptif
Kode Std.
N Rataan Minimum Maximum Ranking
Contoh Deviasi
A2B1 30 4.8 1.5402642 2 7 1.82
A2B2 30 5.233333 1.07264846 3 7 2.13
A2B3 30 5.1 1.24152298 2 7 2.05
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%

Tes Statistik
n Df x2 asymp. Sig.
30 2 2.31 0.315
Lampiran 18. Data hasil penelitian, analisis Friedman pada nilai kesukaan terhadap kesan
setelah penggunaan sabun cair

a. Data hasil penelitian kesukaan terhadap kesan setelah penggunaan sabun cair
Kode Sampel
Panelis
A2B1 A2B2 A2B3
1 2 2 2
2 2 2 2
3 3 3 2
4 3 3 3
5 3 3 3
6 3 3 3
7 3 3 3
8 3 4 3
9 3 4 3
10 4 4 3
11 4 4 4
12 4 4 4
13 4 4 4
14 4 4 4
15 4 4 4
16 4 5 4
17 4 5 4
18 4 5 5
19 5 5 5
20 5 5 5
21 5 5 5
22 5 6 5
23 5 6 5
24 5 6 5
25 5 6 6
26 6 6 6
27 6 6 6
28 6 6 6
29 6 6 6
30 7 6 6
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%
b. Hasil pengujian friedman terhadap kesan setelah penggunaan sabun cair (α=0,05)

Statistik Deskriptif
Kode N Rataan Std. Minimum Maximum Ranking
Contoh Deviasi
A2B1 30 4.23333333 1.250747 2 7 1.95
A2B2 30 4.2 1.297212 2 6 1.9
A2B3 30 4.5 1.279817 2 6 2.15
Keterangan:
A2 = konsentrasi SLES 30% B1 = konsentrasi APG 3%
B2 = konsentrasi APG 5% B3 = konsentrasi APG 7%

Tes Statistik
n df x2 asymp. Sig.
30 2 1.482 0.477

Anda mungkin juga menyukai