Camellia sinensis atau tanaman teh adalah bahan minuman sering dikonsumsi oleh
sebagian besar masyarakat yang ada di seluruh dunia. Pada awalnya, tanaman teh berasal dari
cina, namun dalam perkembangannya tanaman teh telah dibudidayakan di seluruh negara
baik yang memiliki iklim subtropis maupun tropis (Handayani, 2014). Tumbuhan ini berasal
dari pohon kecil yang akan dipangkas saat dibudidayakan sehingga dapat dipetik daunnya.
Selain dapat diminum, tanaman teh memiliki biji yang dapat diperas untuk dijadikan bumbu
makanan dan minyak astiri yang dapat dimanfaatkan dalam bidang kecantikan. Tanaman teh
dapat dibudidayakan pada daerah dengan ketinggian 1500-meter dengan curah hujan
sedikitnya 50 inci dalam satu tahun. Menurut pengolahannya tanaman teh dapat
diklasifikasikan menjadi teh hijau, teh hitam, teh merah, teh putih, teh oolong, dan teh pu’erh.
Teh hijau adalah satu jenis teh yang sering dikonsumsi karna kandungan kimianya yang
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia. Klasifikasi ilmiah tanaman teh hijau
Teh hijau memiliki banyak kandungan senyawa kimia seperti golongan polifenol yang
tediri dari katekin dan flavanol. Selain itu, terdapat golongan bukan fenol yaitu: karbohdirat,
pektin, protein, alkaloid, klorofil, asam organik, vitamin, dan mineral. Tanaman teh hijau
juga memiliki sifat aromatis yang akan menentukan kualitas dari teh tersebut serta kandugan
enzim yang berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksi di dalam tanaman. Kandungan
polifenol dan flavonol pada tanaman teh hijau terbukti memiliki efek antioksidan bagi tubuh
Tabel 2.2 Kandungan senyawa kimia teh hijau (Legeay et al., 2015)
Teh hijau memiliki senyawa kimia polifenol yang tediri dari banyak katekin yang
membentuk 30-40% padatan yang larut dalam air dalam teh hijau. Kandungan katekin inilah
yang menyebabkan adanya sifat antioksidan dari teh hijau. Katekin yang memiliki komposisi
Teh hijau memiliki banyak Komponen bioaktif salah satunya yang memiliki manfaat
paling banyak adalah flavonoid. Senyawa fenolik teh hijau konsentrasi tertinggi adalah gallic
acid (GA), gallocatechin (GC), catechin (C), epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC),
dan gallocatechin-3-gallate (GCG) dengan komposisi EGCG paling banyak menurut berat
Menurut Jinting He et al (2018) komponen katekin dari teh hijau yang memiliki daya
antioksidan terbesar adalah EGCG. Peneliti menggunakan metode DPPH, ABTS, dan FRAP
dalam menguji kapasitas antioksidan dari setiap katekin dengan konsentrasi 400μM.
Kemampuan setiap katekin untuk menangkap radikal bebas semakin meningkat ketika larutan
katekin ditambahkan. Dalam metode DPPH Urutan kemampuan menangkap radikal bebas
dari katekin adalah EGCG, ECG, GCG, CG, EGC, GC, EC, C dengan persentase terbesar
adalah EGCG sebesar 77,2% dan terkecil oleh C sebesar 32,3%. Selain itu, peneliti juga
menguji kemampuan antioksidan dari setiap katekin dengan menggunakan metode ABTS
yang terbukti bahwa kapasitas antioksidan EGCG memiliki nilai paling besar yaitu 90.2%
sedangkan dengan metode FRAP menunjukan hasil 98%. EGCG memiliki nilai antioksidan
terbesar karena memiliki jumlah polifenol terbanyak dari komponen katekin lain (He et al.,
2018).
Persentase katekin pada daun teh hijau dipengaruhi dari lokasi budidaya, kondisi
pertumbuhan, bagaimana daun itu diproses, dan suhu serta lama waktu yang digunakan dalam
pembuatan. Senyawa katekin memiliki sifat tidak berwarna, larut dalam air, dan membawa
Gambar 2.3 Senyawa turunan polifenol teh hijau (Du et al., 2012)
hidroksil. Selama biosintesis, jika cincin-B berasal dari asam sinton galat maka katekin akan
disubstitusi dengan posisi ke-51 dari grup hidroksil yaitu “gallo” katekin yang akan
(2R, 3R) disebut “epi” sedangkan senyawa dextrorotatory (2S,3R) disebut “catehchin”
sehingga saat digabung akan menjadi epigallocatechin gallate (EGCG). Senyawa EGCG
pemurnian kolom silica, setelah itu diisolasi berdasarkan prinsip kromatografi. Preparat
HPLC dan arus balik kromatografi adalah metode valid untuk mengisolasi ekstrak EGCG
Dalam beberapa tahun ini, penelitian tentang manfaat teh hijau di bidang kesehatan
sangatlah banyak, dari beberapa katekin, EGCG memiliki persentase terbanyak setelah teh
antikarsinogenik, dan antimikroba. Efek antimikroba EGCG telah terbukti terhdap beberapa
bakteri gram positif dan gram negatif dengan cara merusak membran sel, penghambatan
sintesis asam lemak dan enzim. EGCG juga dapat mengatur ekspresi gen untuk sitokin
inflamasi TNF-α. Selain itu, senyawa EGCG yang memiliki efek biologi paling besar
peningkatan tekanan darah dan menurunkan massa tubuh. Di bidang kedokteran gigi sendiri
senyawa EGCG memiliki manfaat dalam menghambat bau mulut, mencegah gigi berlubang
Dalam menyelesaikan masalah sisa radikal bebas yang dihasilkan selama proses
bleaching, manfaat EGCG yang dapat digunakan adalah sifat antioksidannya yang dapat