Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP KARAKTERISTIK

FISIKOKIMIA DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TEH HERBAL


KULIT BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)
Theresia Oktavia Triprastika Dewi1), Yohana Sutiknyawati Kusuma Dewi2) dan
Sholahuddin2)
1 )Mahasiswa Prodi Teknologi Pangan
2 )Dosen Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

Pontianak
e-mail: viaprastika98@gmail.com

ABSTRAK

Teh herbal adalah produk minuman yang dapat dibuat dengan infusi air dari akar, daun,
bunga, kulit dan bagian komponen lain dari berbagai spesies tanaman yang sangat
beragam. Saat ini, kulit buah nanas merupakan limbah yang berpotensi dikembangkan
menjadi teh herbal. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan suhu pengeringan yang
menghasilkan karakteristik fisikokimia dan orgnalopetik teh herbal kulit buah nanas
terbaik. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, suhu pengeringan sebagai
perlakuan yang terdiri dari 3 taraf suhu yaitu 50, 60 dan 70°C. Data dianalisis dengan
ANOVA, jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ). Data
organoleptik dianalisis menggunakan uji Friedman. Penentuan hasil terbaik melalui uji
Indeks Efektifitas. Hasil penelitian menunjukkan suhu pengeringan 60°C merupakan suhu
pengeringan yang menghasilkan karakteristik fisikokimia dan organoleptik teh herbal
kulit buah nanas terbaik. Karakteristik fisikokimia yang dihasilkan yaitu rendemen
20,84%, kadar air 5,00%, kadar abu 2,83%, total fenol 53,77 mg GAE/g ekstrak, aktivitas
antioksidan 82,33%, karakteristik organoleptik yaitu warna 2,80 (tidak suka), aroma 3,27
(agak suka) dan rasa 3,00 (agak suka).

Kata Kunci: kulit buah nanas, pengeringan, suhu, teh herbal


THE STUDY OF DRYING TEMPERATURE ON THE
CHARACTERISTICS OF PHYSICOCHEMICAL AND
ORGANOLEPTIC OF PINEAPPLE RIND (Ananas comosus (L.) Merr.)
HERBAL TEA

Theresia Oktavia Triprastika Dewi1), Yohana Sutiknyawati Kusuma Dewi2) dan


Sholahuddin2)
1 ) Student of Food Technology
2 ) Lecturer of Agriculture Faculty Tanjungpura University

Pontianak
e-mail: viaprastika98@gmail.com

ABSTRACT

Herbal tea is beverage product be made with water infusions of the roots, leaves, flowers,
rinds and other component parts of a hugely diverse range of plant species. Pineapple
rind is waste that has the potential to be developed into herbal teas. The purpose of this
study was to obtain the drying temperature that produced the best physicochemical and
organoleptic characteristics of pineapple rind herbal tea. The study used a randomized
block design, drying temperature as a treatment, which concisted of 3 levels, namely 50,
60 and 70°C. Physicochemical data were analyzed by ANOVA, if the significant effect was
followed by tuckey test. Organoleptic data were analyzed by using the friedman test.
Determination of the best results using the effectiveness index test results. The result
showed that 60°C was the drying temperature that produced the best physicochemical and
organoleptic characteristic of pineapple rind herbal tea. Pineapple rind herbal tea has
physicochemical characteristic the consisting of 20,84% yield, 5,00% moisture content,
2,83% ash content, 53,77 mg GAE/g extract total phenol, 82,33% antioxidant and
organoleptic characteristic including color 2,80 (dislike), flavor 3,27 (slightly like) dan
taste 3,00 (slightly like).

Keywords: drying, herbal tea, pineapple rind, temperature


PENDAHULUAN sangat mempengaruhi kandungan
fisikokimia dalam teh kulit lidah buaya.
Teh merupakan jenis minuman yang Berdasarkan uraian di atas, maka
paling banyak disukai dan dikonsumsi oleh perlu diketahui suhu pengeringan terbaik
masyarakat Indonesia maupun dunia pada pengolahan teh herbal kulit buah
karena rasanya yang segar dan nikmat. nanas untuk menghasilkan karateristik
Dikenal sebagai minuman penyegar, teh fisikokimia dan sifat organoleptik terbaik.
juga telah diyakini memiliki manfaat bagi
kesehatan tubuh, terhindar dari obesitas
METODE PENELITIAN
dan panjang umur (Hartoyo, 2003). Teh
dikelompokkan menjadi dua, yaitu teh non Bahan-bahan yang digunakan
herbal dan herbal (Winarsi, 2011). dalam penelitian ini meliputi kulit buah
Teh non herbal merupakan minuman nanas (varietas queen dengan tingkat
penyegar yang berasal dari pucuk tanaman kematangan 20-40%), alumunium foil
teh (Camellia sinensis) sedangkan teh (Klinpak), reagen metanol (J.T.Baker),
herbal merupakan produk minuman yang aquades, Na2CO3 (Natrium Karbonat)
berasal dari akar, daun, bunga dan bagian (Merck), reagen Folin-Ciocalteau
komponen lain dari berbagai spesies (Merck), standar asam galat (Merck) dan
tanaman (Poswal dkk., 2019). Teh herbal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)
dapat dikonsumsi sebagai minuman sehat (Sigma Aldrich). Alat-alat yang
yang praktis tanpa mengganggu rutinitas digunakan pada penelitian ini meliputi
sehari-hari dan bertujuan untuk menjaga cabinet dryer (Control egp (IL-80EN)),
kesehatan tubuh (Hambali dkk., 2005). blender (Miyako), ayakan 80 mesh
Bahan yang dapat digunakan dalam (Pengayak Farmasi Nomor 80), spatula
pembuatan teh herbal yaitu kulit buah naga kimia, timbangan analitik (Mettler
(Shofiati dkk., 2014), kulit lidah buaya Toledo), penjepit krusibel, oven (Phillip
(Satriadi dkk., 2015) dan kulit buah nanas. Harris Ltd), desikator (Duran), tanur
Kulit buah nanas merupakan salah (Thermolyne), erlenmeyer (IWAKICTE33),
satu bahan baku untuk membuat teh magnetic stirrer (Cimarec Thermolyne),
herbal. Menurut Nurhayati (2013) jumlah rotary evaporator (Star Scientific
kulit buah nanas bisa mencapai 27% dari Instruments), kertas saring Whatman no.
total produksi buah nanas. Jika tidak 1, corong Buchner (Laborato), mikro
dimanfaatkan, kulit buah nanas hanya pipet (Socorex Swiss), tip, gelas ukur
menjadi pencemar lingkungan saja. Kulit (IWAKICTE33), Vortex Mixer, gelas
buah nanas mengandung flavonoid, Beaker (IWAKICTE33), spektrofotometer
alkaloid, tanin dan steroid yang berperan UV-VIS (Shimadzu UV mini-1240), alat
sebagai antioksidan (Kalaiselvi dkk., tulis dan alat dokumentasi.
2012). Metode penelitian yang digunakan
Kandungan antioksidan dipengaruhi adalah Rancangan Acak Kelompok
oleh proses pengolahan teh herbal, salah (RAK) dengan 1 faktor (suhu
satu faktornya yaitu pengeringan. pengeringan), terdiri dari 3 taraf
Pengeringan adalah suatu metode untuk perlakuan yaitu suhu 50, 60 dan 70°C.
mengeluarkan atau menghilangkan Masing-masing perlakuan diulang
sebagian besar air dari suatu bahan melalui sebanyak 9 kali, sehingga jumlah
penerapan energi panas (Yamin dkk., seluruhnya sebanyak 27 perlakuan.
2017). Suhu menjadi faktor penting dalam
proses pengeringan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Satriadi dkk. (2015), suhu
pengeringan merupakan proses yang
HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen Kadar Air


Rendemen dinyatakan dalam persentase Air merupakan komponen penting
berat produk akhir yang dihasilkan per dalam bahan makanan karena air dapat
berat bahan olahan (Hartanti dkk 2003). mempengaruhi sifat fisik, tekstur serta cita
Semakin tinggi rendemen menunjukkan rasa makanan (Winarno, 2008). Kadar air
semakin banyak komponen bioaktif yang kulit segar buah nanas yaitu ±81%. Nilai
terkandung di dalamnya (Nurhayati dkk., rerata kadar air teh kering kulit buah nanas
2009). Nilai rerata rendemen teh kering disajikan pada Gambar 2.
kulit buah nanas disajikan pada Gambar 1.

Gambar 2. Nilai Rerata Kadar Air Teh Kering Kulit


Gambar 1. Nilai Rerata Rendemen Teh Kering Kulit Buah Nanas
Buah Nanas
Gambar 2. Nilai Rerata Kadar Air
Rerata rendemen teh kering kulit buah
nanas terhadap kulit segar buah nanas yang Rerata kadar air teh kering kulit buah
dihasilkan pada penelitian ini adalah 18,13- nanas yang dihasilkan pada penelitian ini
24,10%.Hasil ANOVA menunjukkan adalah 2,13-7,83%. Menurut SNI 01-3836-
bahwa suhu pengeringan berpengaruh 2013, kadar air yang baik pada mutu teh
nyata terhadap rendemen teh kering kulit kering dalam kemasan maksimum 8%.
buah nanas yang dihasilkan (P  0,05) Pengeringan kulit buah nanas pada suhu
sehingga dilakukan uji BNJ. Hasil uji BNJ 50-70°C menghasilkan kadar air teh kering
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu kulit buah nanas yang memenuhi SNI.
pengeringan, maka rendemen teh kering Hasil ANOVA menunjukkan bahwa
kulit buah nanas semakin menurun. Hal ini suhu pengeringan berpengaruh nyata
terjadi karena penguapan air yang semakin terhadap kadar air teh kering kulit buah
besar karena suhu pengeringan bahan akan nanas yang dihasilkan (P  0,05) sehingga
memperluas permukaan yang berhubungan dilakukan uji BNJ. Hasil uji BNJ
dengan medium pemanasan sehingga air menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
bebas mudah keluar. pengeringan, maka kadar air teh kering
Menurut Fitriani (2008), kemampuan kulit buah nanas semakin menurun. Hal ini
bahan untuk melepaskan air dari karena selama proses pengeringan terjadi
permukaannya akan semakin besar dengan penguapan air dari bahan ke udara yang
meningkatnya suhu udara pengering yang dapat menurunkan kadar air pada teh
digunakan, sehingga rendemen yang kering kulit buah nanas.
dihasilkan semakin rendah. Yamin dkk. Penelitian Harun dkk. (2014)
(2017) juga menyatakan bahwa perbedaan menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
tinggi dan rendahnya rendemen suatu pengeringan kulit buah manggis yang
bahan pangan sangat dipengaruhi oleh digunakan maka kadar air semakin
kandungan air bebas suatu bahan pangan. menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian
Aiyuni dkk. (2017), semakin tinggi suhu
pengeringan, maka semakin banyak kulit lidah buaya berpengaruh tidak nyata
molekul air yang menguap dari kulit buah terhadap suhu pengeringan.
naga yang dikeringkan sehingga kadar air Penelitian Harun dkk. (2014), perbedaan
yang diperoleh semakin rendah. Riansyah suhu pengeringan berpengaruh tidak nyata
dkk. (2013) juga menyatakan semakin terhadap kadar abu teh herbal kulit buah
tinggi suhu udara pengering, makin besar manggis. Abu merupakan komponen
energi panas yang dibawa udara sehingga mineral yang tidak menguap pada proses
makin banyak jumlah masa cairan yang pembakaran atau pemijaran senyawa-
diuapkan dari permukaan bahan yang senyawa organik. Menurut Harris dan
dikeringkan. Karmas (1989), peningkatan suhu yang
sesuai dalam suatu proses pengeringan
Kadar Abu tidak mengakibatkan kerusakan zat gizi
Kadar abu merupakan parameter untuk bahan makanan terutama mineral.
menunjukkan nilai kandungan bahan
anorganik (mineral) yang ada di dalam Total Fenol
suatu bahan atau produk. Semakin tinggi Senyawa fenol yang terkandung dalam
nilai kadar abu maka semakin banyak bahan alami mempunyai arti penting
kandungan bahan anorganik didalam sebagai antioksidan yang berperan
produk (Kusumaningrum dkk., 2013). Nilai menghambat radikal bebas sehingga
rerata kadar abu teh kering kulit buah nanas mampu meningkatkan kesehatan manusia.
disajikan pada Gambar 3. Senyawa fenol antara lain asam fenolat,
flavonoid dan tanin (Jayanti, 2019). Nilai
rerata total fenol ekstrak teh kering kulit
buah nanas disajikan pada Gambar 4.

Gambar 3. Nilai Rerata Kadar Abu Teh Kering


Kulit Buah Nanas

Rerata kadar abu teh kering kulit buah Gambar 4. Nilai Rerata Total Fenol Ekstrak Teh
nanas yang dihasilkan pada penelitian ini Kering Kulit Buah Nanas
adalah 2,50-2,94%. Menurut SNI 01-3836-
2013, kadar abu yang baik pada mutu teh Rerata total fenol ekstrak teh kering
kering dalam kemasan maksimum 8%. kulit buah nanas yang dihasilkan pada
Pengeringan kulit buah nanas pada suhu penelitian ini adalah 26,99-53,77 mg
50-70°C menghasilkan kadar abu teh GAE/g ekstrak. Hasil ANOVA
kering kulit buah nanas yang memenuhi menunjukkan bahwa suhu pengeringan
SNI. berpengaruh nyata terhadap total fenol
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa ekstrak teh kering kulit buah nanas yang
suhu pengeringan berpengaruh tidak nyata dihasilkan (P  0,05) sehingga dilakukan
terhadap kadar abu teh kering kulit buah uji BNJ. Suhu 70°C menghasilkan
nanas yang dihasilkan (P ≥ 0,05) sehingga kandungan total fenol terendah sedangkan
tidak dilakukan uji BNJ. Hal ini sejalan suhu 60°C menghasilkan kandungan total
dengan penelitian Satriadi dkk., (2015) fenol tertinggi.
yang membuktikan bahwa kadar abu teh Penyebab rendahnya total fenol pada
suhu 70°C karena terdapat senyawa fenol
yang tidak tahan panas. Hal ini sesuai
dengan penelitian Dewi (2017), suhu
pemanasan diatas 60°C mengakibatkan
senyawa metabolit sekunder yaitu senyawa
flavonoid menjadi rusak. Penelitian tentang
teh kulit lidah buaya juga melaporkan
bahwa pada suhu 60°C memiliki
kandungan total fenol tertinggi (Satriadi
dkk., 2015).
Berbeda halnya pada suhu 70°C yang Gambar 5. Nilai Rerata Aktivitas Antioksidan
mengalami penurunan, suhu 50-60°C justru Ekstrak Teh Kering Kulit Buah Nanas
mengalami peningkatan. Hal ini
Rerata aktivitas antioksidan ekstrak teh
dikarenakan kandungan senyawa fenolik
kering kulit buah nanas yang dihasilkan
belum mengalami kerusakan. Sejalan
pada penelitian ini adalah 55,29-82,33%.
dengan penelitian Wirawan dkk (2020),
Besarnya aktivitas penangkapan radikal
total fenol teh daun bambu tapah pada suhu
bebas DPPH sejalan dengan nilai
pengeringan 60°C lebih tinggi
kandungan total fenol dari teh kering kulit
dibandingkan suhu pengeringan 50°C.
buah nanas. Hal serupa telah dilaporkan
Menurut Susanti (2008), semakin tinggi
oleh Walter dan Marchesan (2011) bahwa
suhu pengeringan mengakibatkan
semakin tinggi total fenol, maka aktivitas
peningkatan proses inaktivasi enzim
antioksidannya akan semakin tinggi pula.
polifenol oksidase sehingga aktivitas enzim
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa
akan semakin rendah dan kerusakan
suhu pengeringan ekstrak teh kering kulit
senyawa polifenol semakin sedikit, namun
buah nanas terhadap aktivitas antioksidan
jika suhu pengeringan melampaui suhu
optimum maka stabilitas senyawa polifenol berpengaruh nyata (P  0,05) sehingga
akan terganggu sehingga dapat dilakukan uji lanjut BNJ. Hasil uji BNJ
menyebabkan penurunan kandungan menunjukkan pada suhu 70°C
senyawa polifenol pada bahan. menghasilkan kandungan aktivitas
antioksidan terendah sedangkan suhu 60°C
Aktivitas Antioksidan menghasilkan kandungan aktivitas
Antioksidan merupakan zat yang dapat antioksidan tertinggi.
menetralkan radikal bebas sehingga dapat Penelitian Jayanti (2019), suhu
melindungi sistem biologi tubuh dari efek pengeringan 40, 50 dan 60°C pada teh daun
merugikan yang timbul dari proses ataupun kumis kucing mengalami peningkatan. Hal
reaksi yang menyebabkan oksidasi yang tersebut dikarenakan sampel dengan suhu
berlebihan (Hariyatimi, 2004). Kulit buah pengeringan yang rendah masih
nanas diketahui banyak mengandung mengandung banyak air sehingga aktivitas
senyawa bioaktif seperti alkaloid, tanin, antioksidan pada sampel belum bekerja
steroid dan saponin, flavonoid dan optimal. Pernyataan tersebut yang
terpenoid (Gunwantrao dkk., 2016). Nilai mendukung peningkatan aktivitas
rerata aktivitas antioksidan ekstrak teh antioksidan pada suhu pengeringan 50-
kering kulit buah nanas disajikan pada 60°C.
Gambar 5. Sama halnya pada total fenol, aktivitas
antioksidan dengan suhu pengeringan 70°C
juga mengalami penurunan. Penyebab
rendahnya aktivitas antioksidan pada suhu
70°C karena senyawa metabolit sekunder
yang bertindak sebagai antioksidan seperti
senyawa flavonoid telah rusak. Hal ini
sejalan dengan penelitian teh herbal kulit (Shofiati dkk., 2014). Secara visual, faktor
kakao menggunakan suhu pengeringan 65, warna sangat menentukan mutu. Menurut
75, 85 dan 95°C, menghasilkan aktivitas SNI 01-3836-2013, warna seduhan teh
antioksidan semakin rendah jika suhu yang baik adalah khas produk.
pengeringan yang digunakan semakin Berdasarkan hasil uji Friedman (α =
tinggi (Kusuma dkk., 2019). 0,05) menunjukkan bahwa nilai Asymp.
Menurut Lenny (2006) senyawa Sig > 0,05 sehingga dapat diketahui warna
flavonoid bersifat tidak tahan panas dan pada seduhan teh herbal kulit buah nanas
mudah teroksidasi pada suhu yang tinggi. berpengaruh tidak nyata terhadap suhu
Hal ini didukung oleh penelitian Patin dkk. pengeringan. Hasil penilaian rerata uji
(2018) dimana suhu pengeringan 70°C hedonik terhadap warna seduhan teh
pada teh daun sambiloto merupakan suhu herbal kulit buah nanas pada Tabel 1
yang menghasilkan aktivitas antioksidan menunjukkan panelis menyukai warna teh
paling rendah. herbal kulit buah nanas pada suhu 70°C
dengan nilai tertinggi yaitu 2,90,
Uji Organoleptik sedangkan nilai terendah pada suhu 50°C
Uji organoleptik pada penelitian ini yaitu 2,70.
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Kulit buah nanas mengandung
nilai kualitas warna, aroma dan rasa dari karotenoid yang berperan sebagai pigmen
teh herbal kulit buah nanas. Pengujian warna pada tumbuhan. Warna yang
organoleptik menggunakan metode uji dihasilkan pada teh herbal kulit buah nanas
hedonik (kesukaan). Skala hedonik adalah bening jernih menuju kuning. Hal
menggunakan 5 skala numerik, yaitu ini karena semakin tinggi suhu
dimulai dari sangat tidak suka sampai pengeringan maka warna dari teh herbal
sangat suka. Pengujian dilakukan oleh 30 kulit buah nanas semakin kuning.
panelis tidak terlatih dengan memberikan 3
sampel yang sudah diberi kode acak. Aroma
Hasil nilai rerata uji hedonik yang Aroma makanan sering menentukan
diperoleh kemudian diolah menggunakan kelezatan bahan makanan tersebut
uji Friedman untuk mengetahui teh herbal (Winarno, 2008). Selain itu, aroma
kulit buah nanas berpengaruh nyata atau mempunyai peranan yang penting dalam
tidak nyata terhadap perlakuan suhu penilaian kualitas teh. Menurut SNI 01-
pengeringan. 3836-2013, aroma seduhan teh yang baik
adalah khas produk. Aroma yang
Tabel 1. Nilai Rerata Uji Hedonik Teh Herbal Kulit dihasilkan pada teh herbal kulit buah nanas
Buah Nanas adalah aroma khas buah nanas
Suhu
Warna Aroma Rasa Berdasarkan hasil uji Friedman (α =
Pengeringan 0,05) menunjukkan bahwa nilai Asymp.
50°C 2.70 3.37 3.40 Sig < 0,05 sehingga dapat diketahui aroma
60°C 2.80 3.27 3.00 pada seduhan teh herbal kulit buah nanas
70°C 2.90 2.73 2.80 berpengaruh nyata terhadap suhu
Asymp. Sig. 0.28 0.00 0.01 pengeringan. Hasil penilaian rerata uji
Keterangan: tingkat kesukaan 1–5 (sangat tidak hedonik terhadap aroma seduhan teh herbal
suka–sangat suka). Jika Asymp. Sig < 0,05 maka kulit buah nanas pada Tabel 1
berpengaruh nyata, jika Asymp. Sig > 0,05 maka menunjukkan panelis menyukai aroma teh
tidak berpengaruh nyata. herbal kulit buah nanas pada suhu 50°C
dengan nilai tertinggi yaitu 3,37, sedangkan
Warna
nilai terendah pada suhu 70°C yaitu 2,73.
Warna merupakan parameter yang
Hal ini karena semakin tinggi suhu
terlebih dahulu dapat di uji secara
pengeringan maka aroma khas dari teh
langsung oleh indera penglihatan panelis
herbal kulit buah nanas akan semakin membawa rasa pahit dan sepat pada
berkurang seduhan teh (Yamin dkk., 2017).
Hal tersebut didukung oleh pernyataan
Patin dkk., (2018) dimana suhu Perlakuan Terbaik
pengeringan yang tinggi mengakibatkan Penentuan perlakuan terbaik pada hasil
senyawa volatil menguap terbawa oleh penelitian teh herbal kulit buah nanas
aliran gas panas.. Buah nanas memiliki dilakukan dengan metode De Garmo dkk.
kandungan senyawa volatil yaitu 2- (1984). Perlakuan terbaik ditunjukkan
Furancarboxaldehyde, 5-(hydroxymethyl)- dengan nilai hasil (NH) tertinggi. Nilai
(CAS) HMF, 2-Amino-9-(3,4-Dihydroxi- hasil teh herbal kulit buah nanas disajikan
5Formic acid, 2-propenyl ester (CAS) Allyl pada Gambar 6.
formate, 2(5H)-Furanone, dan 2'-Bioxirane
(Masriany dkk., 2020).
Rasa
Rasa didefinisikan sebagai parameter
sensori yang diterima oleh indera
pengecap (lidah) manusia ketika makanan
dikonsumsi (Meilgard dkk., 1999). Rasa
suatu bahan pangan dapat berasal dari sifat
bahan itu sendiri atau karena adanya zat
lain yang ditambahkan pada proses
Gambar 6. Nilai Perlakuan Terbaik
pengolahan sehingga rasa aslinya menjadi
berkurang atau mungkin menjadi lebih Berdasarkan perhitungan nilai hasil
baik (Priyanto, 1988). Menurut SNI 01- pada Gambar 6, diperoleh suhu terbaik teh
3836-2013, rasa seduhan teh yang baik herbal kulit buah nanas yaitu suhu
adalah khas produk. pengeringan 60°C dengan nilai hasil 0,70
Berdasarkan hasil uji Friedman (α = sehingga hipotesis yang diajukan diterima.
0,05) menunjukkan bahwa nilai Asymp.
Sig < 0,05 sehingga dapat diketahui rasa
pada seduhan teh herbal kulit buah nanas KESIMPULAN
berpengaruh nyata terhadap suhu
pengeringan. Hasil penilaian rerata uji Berdasarkan hasil penelitian ini,
hedonik terhadap rasa seduhan teh herbal pengolahan teh herbal kulit buah nanas
kulit buah nanas pada Tabel 1 dilakukan dengan suhu pengeringan terbaik
menunjukkan panelis menyukai rasa teh yaitu 60°C. Karakteristik fisikokimia yang
herbal kulit buah nanas pada suhu 50°C dihasilkan yaitu rendemen 20,84%, kadar
dengan nilai tertinggi yaitu 3,40, air 5,00%, kadar abu 2,83%, total fenol
sedangkan nilai terendah pada suhu 70°C 53,77 mg GAE/g ekstrak, aktivitas
yaitu 2,80. Hal ini karena semakin tinggi antioksidan 82,33%, karakteristik sensori
suhu pengeringan maka rasa khas dari teh yaitu warna 2,80 (tidak suka), aroma 3,27
herbal kulit buah nanas akan semakin (agak suka) dan rasa 3,00 (agak suka).
berkurang.
Rasa yang dihasilkan pada seduhan teh DAFTAR PUSTAKA
herbal kulit buah nanas agak pahit karena
kulit buah nanas mengandung alkaloid dan Aiyuni, R., Widayat, H.P., Rohaya, S.
flavonoid. Rasa pahit atau getir yang 2017. Pemanfaatan Limbah Kulit
dirasakan lidah dapat disebabkan oleh Buah Naga (Hylocereus
alkaloid, serta flavonoid memiliki sifat costaricensis) dalam Pembuatan
tidak berwarna, larut dalam air serta Teh Herbal dengan Penambahan
Jahe. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pertanian Unasyiah, 2 (3): 231- Seminar Nasional dan Pertemuan
240. Tahunan PATPI.

BSN. 2013. SNI 01-3836-2013. Syarat Harun, N., Efendi, R., Simanjuntak, L.
Mutu Teh Kering. Jakarta: BSN. 2014. Penerimaan Panelis terhadap
Teh Herbal dari Kulit Buah
De Garmo, E.P.W.G., Sullivan, Canada, Manggis (Garcinia Mangostana L.)
J.R. 1984. Engineering Economy dengan Perlakuan Suhu
The 7th Edition. New York: Pengeringan. Jurnal Sagu, 13 (2):
Macmilan Publishing Comp. 7-18.

Dewi, W.K., Harun, N.., Zalfiatri, Y. 2017. Jayanti, A.S.A. 2019. Pengaruh Variasi
Pemanfaatan Daun Katuk Suhu Pengeringan terhadap
(Sauropus Adrogynus) dalam Aktivitas Antioksidan Teh Daun
Pembuatan Teh Herbal dengan Kumis Kucing (Orthosiphon
Variasi Suhu Pengeringan. Jurnal spicatus B.B.S.). Skripsi.
Online Mahasiswa Bidang Yogyakarta: Universitas Sanata
Pertanian, 4 (2): 1-9. Dharma.

Gunwantrao, B.B., Bhausaheb, S.K., Kalaiselvi, M., Gomathi, D., Uma, C. 2012.
Ramrao, B.S., Subhash, K.S. 2016. Occurrence of Bioactive
Antimicrobial Activity and Compounds in Ananas comosus
Phytochemical Analysis of Orange (L): A Standardization by HPTLC.
(Citrus aurantium L.) and Pineapple Asian Pacific Journal of Tropical
(Ananas comosus (L.) Merr.) Peel Biomedicine, S1341-S1346.
Extract. An International Journal
Annals of Phytomedicine, 5(2): 156- Kusuma, I G.N.S., Putra, I N.K.,
160. Darmayanti, L.P.T. 2019. Pengaruh
Suhu Pengeringan terhadap
Hambali, E., Nasution, M. Z., Herliana, E. Aktivitas Antioksidan Teh Herbal
2005. Membuat Aneka Herbal Tea. Kulit Kakao (Theobroma Cacao
Jakarta: Penebar Swadaya. L.). Jurnal Ilmu dan Teknologi
Pangan, 8 (1): 85-93.
Hariyatimi. 2004. Kemampuan Vitamin E
sebagai Antioksidan terhadap Kusumaningrum, R., Supriadi, A., J, Siti
Radikal Bebas pada Lanjut Usia. H.R. 2013. Karakteristik dan Mutu
Jurnal MIPA, 14: 52-60. Teh Bunga Lotus (Nelumbo
nucifera). FishtecH, 11 (1): 9-21.
Harris, R.S., Karmas, E. 1989. Evaluasi
Gizi pada Pengolahan Bahan Lenny, S. 2006. Bahan Ajar Metode
Pangan. Bandung: ITB-Press. Fitokimia. Surabaya: Laboratorium
Kimia Organik Jurusan Kimia
Hartoyo, A. 2003. Teh dan Khasiatnya bagi FMIPA Universitas Airlangga.
Kesehatan. Jakarta: Kanisius.
Masriany, M., Sari, A., Armita, D. 2020.
Hartanti, S., Rohmah, S., Tamtarini. 2003. Diversitas Senyawa Volatil dari
Kombinasi Penambahan CMC dan Berbagai Jenis Tanaman dan
Dekstrin pada Pengolahan Bubuk Potensinya Sebagai Pengendali
Buah Mangga dengan Pengeringan Hama yang Ramah Lingkungan.
Surya. Yogyakarta: Prosiding UIN Alauddin, 475-481.
Pengeringan Ukuran Potongan
Meilgaard, M., Civille G.V., Carr B. T. terhadap Karakteristik Teh Kulit
1999. Sensory Evaluation Lidah Buaya. Jurnal Rekayasa dan
Techniques. Boca Raton: CRC Manajemen Agroindustri, 3 (2):
Press. 141-146.

Nurhayati. 2013. Penampilan Ayam Shofiati, A., Andriani, M.A.M., Anam, C.


Pedaging yang Mengkonsumsi 2014. Kajian Kapasitas Antioksidan
Pakan Mengandung Kulit Nanas dan Penerimaan Sensoris Teh Celup
Disuplementasi dengan Yoghurt. Kulit Buah Naga (Pitaya fruit)
Agripet, 13 (2): 15-20. dengan Penambahan Kulit Jeruk
Lemon dan Stevia. Jurnal
Nurhayati, T., Aryanti, D., Nurjanah. 2009. Teknosains Pangan, 3 (2): 5-12.
Kajian Awal Potensi Ekstrak Spons
sebagai Antioksidan. Jurnal Susanti, D.Y. 2008. Efek Suhu Pengeringan
Kelautan Nasional, 2(2):43-51. terhadap Kandungan Fenolik dan
Kandungan Katekin Ekstrak Daun
Nurhayati, T., Aryanti, D., Nurjanah. 2009. Kering Gambir. Prosiding Seminar
Kajian Awal Potensi Ekstrak Spons Nasional. Yogyakarta: Universitas
sebagai Antioksidan. Jurnal Gadjah Mada.
Kelautan Nasional, 2(2):43-51.
Walter, M., Marchesan, E. 2011. Phenolic
Patin, E.W., Zaini, M.A., Sulastri, Y. 2018. Compounds and Antioxidant
Pengaruh Variasi Suhu Pengeringan Activity of Rice. Biol Technol, 54
terhadap Sifat Fisiko Kimia Teh (2): 371-377.
Daun Sambiloto (Andrographis
paniculata). Jurnal Ilmu dan Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan
Teknologi Pangan, 4 (1): 251-258. Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Poswal, F.S., Russell, G., Mackonochie,
M., Lennan, E.M., Adukwu, E.C., Winarsi, H. 2011. Antioksidan Alami dan
Rolfe, V. 2019. Herbal Teas and Radikal Bebas. Yogyakarta:
their Health Benefits: A Scoping Kanisius.
Review. Review Article.
Wirawan, I K., Kencana, P.K.D., Utama, I
Priyanto, G. 1988. Teknik Pengawetan M.S. 2020. Pengaruh Suhu dan
Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar Waktu Pengeringan terhadap
Universitas Pangan dan Gizi Karakteristik Kimia serta Sensori
Universitas Gajah Mada. Teh Daun Bambu Tabah
(Gigantochloa nigrociliata BUSE-
Riansyah, A., Supriadi, A., Nopianti, R. KURZ). Jurnal Beta (Biosistem
2013. Pengaruh Perbedaan Suhu Dan Teknik Pertanian), 8 (2): 249-
dan Waktu Pengeringan terhadap 256.
Karakteristik Ikan Ain Sepat Siam
(Trichogaster pectroalis) dengan Yamin, M., Ayu, D.F., Hamzah, F. 2017.
Menggunakan Oven. FishtecH, 2 Lama Pengeringan terhadap
(1). Aktivitas Antioksidan dan Mutu
Teh Herbal Daun Ketepeng Cina
Satriadi, W.A., Wrasiati, L.P., Triani, (Cassia alata L.). Jom FAPERTA, 4
I.G.A.L. 2015. Pengaruh Suhu (2): 1-5.

Anda mungkin juga menyukai