Anda di halaman 1dari 6

Pasundan Food Technology Journal, Volume 6, No.

3, Tahun 2019

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAUN PEGAGAN (Centella asiatica L.Urban) DAN


BUNGA KRISAN (Crhysanthemum sp) PADA TIGA VARIASI SUHU
PENGERINGAN
Dini Yulianti, Marleen Sunyoto, Endah Wulandari
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian,
Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Jatinangor KM 21, Sumedang 45363, Indonesia
Email : diliantidini@gmail.com
Diterima pertama kali: 12 November 2019, Direvisi: 13 Januari 2020, Disetujui untuk publikasi: 16 Januari
2020

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pengering terhadap aktivitas antioksidan daun
pegagan dan bunga krisan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 macam perlakuan dan 2 kali ulangan. Proses pengeringan
dilakukan hingga tercapai kadar air sesuai SNI teh kering yaitu maksimal 8%. Pengeringan dilakukan
menggunakan food dehydrator dengan tiga variasi suhu (50oC, 55oC dan 60oC). Hasil menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu pengeringan, maka semakin cepat kadar air standar tercapai. Semakin tinggi suhu
pengeringan maka semakin lemah aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Aktivitas antioksidan terbaik
didapatkan pada penggunaan suhu pengering 50oC sebesar 36,1 ppm untuk simplisia daun pegagan. Sedangkan
aktivitas antioksidan terbaik simplisia bunga krisan didapatkan pada suhu 50oC sebesar 137,99 ppm. Keenam
sampel menunjukkan hasil positif pada uji flavonoid.
Kata kunci : Aktivitas antioksidan; bunga krisan; daun pegagan.

Abstract
This research aims to determine the effect of dryer temperature variations on the antioxidant activity of gotu
kola leaves and chrysanthemum flowers. The research method used was the experimental method using
Randomized Block Design (RBD) with 6 types of treatments and 2 replications. The drying process is carried
out until it reaches the moisture content according to SNI for dry tea which is a maximum of 8%. Drying is done
using a food dehydrator with three temperature variations (50°C, 55°C and 60°C). The results show that the
higher the drying temperature, the faster the standard moisture content is reached. The higher the drying
temperature, the weaker antioxidant activity produced. The best antioxidant activity was obtained using the
50°C drying temperature of 36.1 ppm for gotu kola leaf simplicia. While the best antioxidant activity of
simplicia of chrysanthemum flowers was obtained at 50°C at 137.99 ppm. The six samples showed positive
results on the flavonoid test.
Keywords: Antioxidant activities; chrysanthemum flower; gotu kola leaf

1. Pendahuluan negatif dari radikal bebas (Rizkia dkk.,


Antioksidan merupakan senyawa 2014).
yang dapat menghambat reaksi oksidasi Antioksidan sintetik seperti BHA
dengan mengikat radikal bebas dan (Butilated Hydroxynasole) dan BHT
molekul yang sangat reaktif. Radikal bebas (Butylated Hydroxytoluene) dapat
dapat merusak makromolekul pembentuk mengubah stabilititas genomik sel
sel sehingga dapat menyebabkan penyakit sehingga penggunaannya harus dibatasi.
Menurut Nunes et al. (2012) antioksidan
degeneratif. Manusia mempunyai alami seperti asam askorbat, karotenoid,
antioksidan endogen dalam tubuh yang tokoferol, senyawa fenolik dan flavonoid
mampu meredam radikal bebas. Namun menjadi alternatif yang aman
jika jumlahnya lebih kecil dari radikal dibandingkan antioksidan sintetik.
bebas maka dibutuhkan antioksidan Senyawa flavonoid disamping dapat
eksogen untuk meminimalisir dampak menangkal radikal bebas, juga telah
diketahui memiliki aktivitas biologi seperti

1
Pasundan Food Technology Journal, Volume 6, No.3, Tahun
2019

dapat menghambat sel kanker, anti panas atau mudah menguap sebaiknya
peradangan, anti virus, anti jamur dan anti dikeringkan pada suhu 30oC-60oC, seperti
bakteri (Aktsar dkk., 2015). antioksidan yang mengalami kerusakan
Pegagan (Centella asiatica L. pada suhu 60oC (Wulan dkk., 2017).
urban) merupakan tanaman liar yang sejak Selama proses pengeringan daun pegagan
lama dikonsumsi masyarakat Indonesia dan bunga krisan, diukur kadar air
sebagai ramuan obat tradisional. Pegagan kemudian dilakukan uji aktivitas
mengandung senyawa aktif seperti antioksidan dan uji kualitatif senyawa
saponin, asam asiatat, asikosida, flavonoid.
madekasosida, triterpen acid, karotenoid, Berdasarkan kajian diatas, maka
garam K, Na, Ca, Fe, fosfor, vallerine, perlu diperlukan penelitian untuk
tanin, resin, pektin, gula dan vitamin B mengetahui pengaruh suhu pengeringan
(Rahman et al., 2013). Pegagan memiliki terhadap aktivitas antioksidan pada
manfaat sebagai antioksidan sekaligus simplisia daun pegagan dan bunga krisan
antibakteri, meningkatkan aktivitas sebagai tanaman obat yang bermanfaat
memori, mengatasi radang, memberi efek bagi kesehatan.
menenangkan dan meningkatkan fungsi
mental menjadi lebih baik (BPOM RI,
2. Metode Penelitian
2010).
Penelitian diawali dengan preparasi
Krisan merupakan tanaman bunga
sampel berupa pemetikan bahan yaitu daun
hias berupa perdu yang mengandung
pegagan dan bunga krisan dari kebun
saponin, steroid, flavonoid, tanin,
bunga Cihideung, Lembang. Dilakukan
terpenoid, dan alkaloid. Bunga krisan biasa
sortasi dan trimming, kemudian daun
dikonsumsi dalam bentuk teh. Kandungan
pegagan dan bunga krisan masing-masing
antioksidan didalamnya dapat menjadi
ditimbang 100 gram. Selanjutnya dicuci
bahan relaksasi, menyembuhkan panas
untuk membersihkan debu dan kotoran
dalam, meningkatkan penglihatan,
yang menempel. Kemudian dilakukan
mencegah kelelahan, menyerap racun
proses pelayuan selama 24 jam pada suhu
dalam tubuh serta melancarkan peredaran
ruang. Proses pengeringan dilakukan
darah (Husain and Kumar, 2015).
menggunakan food dehydrator dengan tiga
Kandungan senyawa aktif terutama
variasi suhu (50 °C; 55°C; 60°C). Lama
antioksidan pada daun pegagan dan bunga
waktu pengeringan daun pegagan adalah
krisan dapat dipertahankan melalui proses
180 menit dan bunga krisan selama 270
pengeringan yang tepat. Pengeringan
menit. Tujuan pengeringan adalah untuk
merupakan langkah awal yang akan
menurunkan kadar air dan mengawetkan
memudahkan aplikasi produk ke beragam
simplisia (Prasetyo dan Inoriah, 2013).
bentuk lain yang lebih luas. Pengeringan
Dilakukan pengujian kadar air
dapat menurunkan kadar air sampai batas
terhadap simplisia daun pegagan dan
tertentu sehingga dapat memperlambat laju
bunga krisan pada suhu 105°C sampai
kerusakan bahan akibat aktivitas biologis
didapatkan berat konstan. Serbuk simplisia
dan kimia sebelum dilakukan pengolahan
yang dihasilkan harus mengandung kadar
(Muchtadi dan Sugiono, 2013).
air ≤ 8% sesuai SNI-3836-2013.
Pengeringan dilakukan hingga
Dilakukan pengujian aktivitas
didapatkan kadar air simplisia ≤ 8% sesuai
antioksidan simplisia daun pegagan dan
SNI teh kering (BSN, 2013). Pengeringan
bunga krisan menggunakan metode DPPH
herbal biasanya menggunakan suhu sekitar
(2,2 difenil-1-pikrilhidrazil). Pengujian
30oC-90oC, disesuaikan dengan jenis
diawali dengan membuat larutan DPPH
herbal dan metode pengeringan yang
kemudian diukur absorbansinya. Setiap
dilakukan (Kencana, 2015). Senyawa aktif
sampel dibuat dalam konsentrasi 100 ppm
pada bahan herbal yang sensitif terhadap
kemudian diinkubasi selama 30 menit terdapat pengaruh yang berbeda nyata
untuk selanjutnya diukur absorbansinya diantara masing-masing perlakuan D, E
pada λ maks 517 nm (Lutfiah, 2015). dan F. Hal ini menunjukkan bahwa
Data hasil absorbansi dihitung perlakuan pengeringan pada suhu dan
aktivitas antioksidannya dengan waktu tertentu hanya memberikan
persamaan berikut: pengaruh terhadap kadar air daun pegagan.

Keterangan : Tabel 1. Pengaruh variasi suhu terhadap


A = Nilai Absorbansi presentase kadar air simplisia
AA = Aktivitas Antioksidan daun pegagan dan bunga krisan
Dilakukan uji kualitatif flavonoid, Kadar air
Perlakuan
dimana setiap sampel ditimbang sebanyak (%bk)
0,2 gram, kemudian diekstrak A : Daun Pegagan
13,95 ± 1,39a
menggunakan ethanol sebanyak 10 mL. (T = 50°C ; t = 180 menit)
Selanjutnya dilakukan pemanasan ± 5 B : Daun Pegagan
7,37 ± 0,91b
menit lalu dilakukan penambahan HCL (T = 55°C ; t = 180 menit)
pekat dan 0,2 gram logam Zn sampai C : Daun Pegagan
5,86 ± 0,32b
(T = 60°C ; t = 180 menit)
terbentuk warna jingga atau merah.
D : Bunga Krisan
Penelitian dilakukan menggunakan 8,07 ± 1,60b
(T = 50°C ; t = 270 menit)
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang E : Bunga Krisan
terdiri dari 6 perlakuan pengeringan dan 2 6,39 ± 0,45b
(T = 55°C ; t = 270 menit)
kali pengulangan. Data yang diperoleh F : Bunga Krisan
5,65 ± 1,32b
dianalisis menggunakan sidik ragam (T = 60°C ; t = 270 menit)
dengan uji F. Jika F hitung lebih besar dari Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai
F tabel, maka akan dilanjutkan dengan uji huruf yang sama tidak berbeda
Duncan's New Multiple Range Test nyata menurut Uji Duncan pada
(DNMRT) pada taraf 5%. Perlakuan taraf 5%
pengeringan yang dilakukan adalah
sebagai berikut: Menurut SNI-3836-2013, standar
A1 : Daun Pegagan (suhu 50oC) mutu teh kering pada parameter kadar air
A2 : Daun Pegagan (suhu 55oC) adalah ≤ 8%. Hasil rata-rata menunjukkan
A3 : Daun Pegagan (suhu 60oC) bahwa perlakuan B, C, D, E dan F satu
B1 : Bunga Krisan (suhu 50oC) sama lain tidak memberikan pengaruh
B2 : Bunga Krisan (suhu 55oC) yang berbeda nyata karena telah mencapai
Kriteria pengamatan pada kadar air standar teh kering dimana nilai
penelitian ini terdiri dari kadar air metode kadar air yang dihasilkan kurang dari 8%.
thermogravimetri (AOAC, 2005), aktivitas Perlakuan A pada pengeringan daun
antioksidan metode DPPH (Molyneux, pegagan memberikan pengaruh yang
2004) dan uji kualitatif flavonoid berbeda nyata terhadap semua perlakuan.
(Harborne, 1996). Perlakuan A belum dapat memenuhi kadar
air standar teh kering dimana kadar air
3. Hasil dan pembahasan yang dihasilkan sebesar 13,95%. Hal ini
Kadar Air disebabkan karena waktu pengeringan
Setelah melakukan proses selama 180 menit relatif singkat untuk
pengeringan diperoleh data kadar air pada suhu 50°C sehingga proses pengeringan
tabel 1. Hasil menunjukkan bahwa pada dinilai kurang optimal.
pengeringan daun pegagan, perlakuan A Kadar air standar pada daun
memberikan pengaruh yang signifikan pegagan maupun bunga krisan paling cepat
terhadap perlakuan B dan C. Sedangkan terjadi pada suhu pengeringan 60oC
pada pengeringan bunga krisan, tidak kemudian pada suhu 55oC dan paling
lambat terjadi pada suhu 50oC. memberikan pengaruh yang berbeda nyata
Kemampuan bahan untuk melepaskan air diantara tiap-tiap perlakuan. Menurut
dari bagian permukaan semakin besar Molyneux (2004) nilai IC50 pada kisaran
dengan meningkatnya suhu udara 50-200 ppm menunjukkan intensitas
pengering yang digunakan. Sehingga dapat aktivitas antioksidan yang kuat, nilai IC50
dikatakan bahwa dengan adanya kenaikan pada kisaran 200-600 ppm menunjukkan
suhu maka kadar air standar akan semakin intensitas aktivitas antioksidan yang lemah
cepat tercapai. Hal ini sejalan dengan dan nilai IC50 pada kisaran lebih dari 600
penjelasan ppm menunjukkan intensitas aktivitas
antioksidan yang sangat lemah. Perlakuan
a. Aktivitas Antioksidan D memiliki aktivitas antioksidan yang
Hasil penelitian menunjukkan kuat, aktivitas antioksidan perlakuan E
bahwa pengeringan daun pegagan dan tergolong lemah sedangkan perlakuan F
bunga krisan dengan variasi suhu (50°C, memiliki aktivitas antioksidan yang sangat
55°C dan 60°C) mempengaruhi kandungan lemah.
aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Suhu dan lama waktu pengeringan
Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 2. dapat mempengaruhi kandungan senyawa
Tabel 2. Pengaruh variasi suhu terhadap aktif dalam bahan. Semakin tinggi suhu
aktivitas antioksidan simplisia dan lama waktu pengeringan, maka
daun pegagan dan bunga krisan aktivitas antioksidannya semakin lemah.
Perlakuan IC50 (ppm) Hal ini sejalan dengan penelitian
A : Daun Pegagan suhu 50°C 42,63 ± 1,44e
Angraiyati dan Hamzah (2017) bahwa
B : Daun Pegagan suhu 55°C 51,16 ± 8,52d
C : Daun Pegagan suhu 60°C 52,85 ± 1,46d semakin lama waktu pengeringan maka
D : Bunga Krisan suhu 50°C 139,19 ± 1,69c aktivitas antioksidan teh daun torbangun
E : Bunga Krisan suhu 55°C 348,49 ± 9,90b semakin menurun. Proses pengolahan
740,05 ± seperti pengeringan memberikan pengaruh
F : Bunga Krisan suhu 60°C yang berbeda terhadap uji kapasitas
13,55a
Keterangan: Rata-rata perlakuan yang ditandai antioksidan. Aktivitas antioksidan pada
huruf yang sama tidak berbeda sampel segar daun kayu kapur lebih tinggi
nyata menurut Uji Duncan pada dibandingkan setelah mengalami
taraf 5% pengeringan (Damar dkk. 2014).
Berdasarkan tabel 2. menunjukkan
bahwa perlakuan variasi suhu dan lama b. Uji kualitatif flavonoid
waktu pengeringan mempengaruhi Hasil uji flavonoid simplisia daun
intensitas aktivitas antioksidan yang pegagan dan bunga krisan dapat dilihat
dihasilkan. Menurut Filbert dan pada tabel 3.
Runtuwene (2014) semakin rendah nilai Tabel 3. Uji Kualitatif Flavonoid Ekstrak
IC50 berarti semakin kuat daya aktivitas Etanol Daun Pegagan dan Bunga
antioksidan yang dihasilkan. Aktivitas Krisan
antioksidan simplisa daun pegagan pada Perlakuan Flavonoid
perlakuan A memberikan pengaruh yang A : Daun Pegagan suhu 50°C +
berbeda nyata dengan perlakuan B dan C. B : Daun Pegagan suhu 55°C +
Perlakuan A menghasilkan aktivitas C : Daun Pegagan suhu 60°C +
antioksidan yang tergolong sangat kuat. D : Bunga Krisan suhu 50°C +
Perlakuan B dan C memberikan pengaruh E : Bunga Krisan suhu 55°C +
yang tidak berbeda nyata karena aktivitas F : Bunga Krisan suhu 60°C +
antioksidan kedua perlakuan tersebut Hasil penelitian menunjukkan
tergolong kuat. terdapat senyawa flavonoid pada simplisia
Aktivitas antioksidan simplisa daun pegagan maupun bunga krisan. Hal
bunga krisan pada perlakuan D, E dan F ini diperkuat dengan penelitian Rahman et
al. (2013) bahwa ekstrak daun pegagan
mengandung flavonoid sebanyak 14,6
µg/mg. Menurut Husain and Kumar
(2015), hasil positif ditujukkan pada
pengujian flavonoid ekstrak bunga krisan.
Sun et al. (2010) melaporkan bahwa
terdapat senyawa flavonoid dalam ekstrak
bunga krisan sebesar 83,95 mg/g.
Keberadaan senyawa flavonoid dalam
daun pegagan dan bunga krisan sangat Gambar 2. Setelah Uji flavonoid
potensial untuk dikembangkan menjadi
berbagai produk olahan baik dalam bentuk Berdasarkan penelitian dapat
obat-obatan, makanan dan atau minuman disimpulkan bahwa :
fungsional. 1. Semakin tinggi suhu yang diterapkan,
Flavonoid merupakan antioksidan maka semakin cepat bahan mencapai
alami dari golongan fenolik yang kadar air standar.
mempunyai gugus hidroksil. Umumnya, 2. Kadar air standar daun pegagan
flavonoid larut dalam senyawa polar tercapai pada suhu 55°C dan 60°C.
seperti metanol dan etanol. Menurut 3. Kadar air standar bunga krisan
Rumagit dkk. (2015) etanol digunakan tercapai pada suhu 50°C, 55°C dan
dalam uji flavonoid karena merupakan 60°C.
pelarut polar yang aman dengan toksisitas 4. Suhu pengeringan berpengaruh nyata
yang rendah. Fungsi etanol adalah sebagai terhadap aktivitas antioksidan daun
pembebas flavonoid dari bentuk garam pegagan dan bunga krisan.
sedangkan penambahan HCl pekat 5. Semakin tinggi suhu pengeringan
bertujuan untuk protonasi flavonoid yang digunakan, maka aktivitas
sehingga terbentuk garam flavonoid. antioksidan simplisia daun pegagan
Warna merah yang dihasilkan dan bunga krisan yang dihasilkan
menunjukkan adanya senyawa flavonoid semakin lemah.
akibat reduksi dari asam klorida dan logam 6. Aktivitas antioksidan terbaik daun
seng yang ditambahkan. pegagan didapatkan pada perlakuan
Hasil pengujian flavonoid simplisia suhu 50°C sebesar 42,63 ppm yang
daun pegagan dan bunga krisan dapat tergolong sangat kuat.
dilihat pada gambar 1 dan 2 (sampel A-F 7. Aktivitas antioksidan terbaik bunga
berurutan dari kiri ke kanan). krisan didapatkan pada perlakuan suhu
50°C sebesar 139,19 ppm yang
tergolong kuat.
8. Semua sampel baik daun pegagan
maupun bunga krisan positif
mengandung senyawa flavonoid.

Daftar pustaka
1. Aktsar, A. R., Juwita, Siti, A. dan
Abdul, M. 2015. Penetapan
KadarFenolik dan Flavonoid Total
Ekstrak metanol Buah dan Daun
Gambar 1. Sebelum uji flavonoid Patikala (Etlingera elatior (Jack)
R.M.SM). Jurnal Fitofarmaka
Indonesia, pp. Vol 2(1) ISSN
24072354.
2. Angraiyati, D. Hamzah, F. 2017. Flavonoid Total Dalam Teh Hijau
Lama Pengeringan Pada Pembuatan (Camellia sinensis) Yang Tumbuh Di
Teh Herbal Daun Pandan Wangi Tiga Perkebunan Jawa Barat.
(Pandanus Amarylifolius Roxb.,) Skripsi. PoliteknikKesehatan Bandung.
terhadap Aktivitas Antioksidan. 11. Muchtadi, T. R. Sugiono. 2013.
Jurnal Online Mahasiswa, Fakultas Prinsip Proses dan Teknologi
Pertanian,Universitas Riau, 4(1), pp. Pangan. Bandung: Alfabeta.
2-3. 12. Nunes, X.P; Silva, F.S; Almeida,
3. AOAC. 2005. Official Methods of J.R.G.S; Junior, L.J.Q; Filho, J.M.B.
Analysis of the Association of 2012. Biological Oxidations and
Official Analytical Chemistry.18th Antioxidant Actyvity of Natural
ed. Association of Official Analytical Products. Jurnal Phytochemicals as
Chemists. Washington DC. Nutraceuticals. Brazil Universidade
4. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan federal do Vale do Sao Francisco.
Makanan. 2010. Serial Data Ilmiah 13. Prasetyo dan Inoriah, E. 2013.
Terkini Tumbuhan Obat Pegagan Pengelolaan Budidaya
(Centella asiatica L.Urban). Jakarta: Tanaman Obat-obatan (Bahan
Badan POM RI. Simplisia). Badan Penerbitan Fakultas
5. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. Pertanian UNIB. Bengkulu.
2013. Syarat Mutu Teh Kering. SNI 14. Rizkia, P., Jannah, A. Hasanah, H.
3836-2013. Jakarta: Badan 2014. Uji Efektivitas Antioksidan
Standarisasi Nasional. Ekstrak Etanol 70%, Ekstrak dan
6. Damar, A. C., Max, R. J. R. dan Isolat Senyawa Flavonoid dalam
Defny, S.W. 2014. Kandungan Umbi Binahong (Anredea cordifolia
Flavonoid, Aktivitas Antioksidan (Ten.) Steenis). ALCHEMY,
dan Total Ekstrak Etanol dari Daun pp. 154-162.
Kayu Kapur (Melanopsis 15. Rumagit, H. M., Max, R., Runtuwene
multiglandulosa Reinchf). danSri, S. 2015. Uji Fitokimia dan
Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi,pp. Uji Aktivitas Antioksidan Dari
Vol.3 (4) : 12-18. Ekstrak Etanol Spon
7. Filbert, K. Runtuwene, K. 2014. Lamellodysudea herbaceae. Jurnal
Penentuan Aktivitas Antioksidan Ilmiah Farmasi UNSRAT, pp.
Berdasarkan Nilai IC50 Ekstrak 4(3) ISSN 23022493.
Metanol dan Fraksi HasilPartisinya 16. Wulan, D. K., Noviar , H. dan Yelmira,
pada Kulit Biji Pisang Yaki (Areca Z. 2017. Pemanfaatan Daun Katuk
vestiaria Giseke). Jurnal Mipa Unsrat (Sauropus Adrogynus) Dalam
Online, pp. 3 (2) 149-154. Pembuatan Teh Herbal Dengan
8. Harborne, J. 1996. Metode Fitokimia: Variasi Suhu Pengeringan. JOM
Penentuan Cara Modern FAPERTA, p. Vol. 4 (2).
Menganalisa Tumbuhan. Bandung:
ITB.
9. Kencana, Elbie Dwi. 2015. Pengaruh
Suhu dan Lama Pengeringan
Terhadap Karakteristik The Herbal
Daun Katuk (Sauropus
adrogynus L. Merr). Skripsi.
Teknologi Pangan, Universitas
Pasundan. Bandung.
10. Lutfiah, A.I. 2015. Profil Aktivitas
Antioksidan, Kadar Fenol Dan

Anda mungkin juga menyukai