Anda di halaman 1dari 14

JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.

2, 2021

UJI IN VIVO TAHAP PREKLINIS TERHADAP EKSTRAK


BATANG PISANG (Musa paradisiaca L.) SEBAGAI
ANTIINFLAMASI TOPIKAL

Ni Luh Kade Arman Anita Dewi1, Putu Era Sandhi Kusuma Yuda2, I Gede Agus
Suarnata3, Maria Malida Vernandes Sasadara4
1,2,3,4
Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati
Email korespondensi: armannita@unmas.ac.id

ABSTRAK
Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik.
Batang pisang (Musa paradisiaca L.) selama ini sudah dipercaya secara empiris
memiliki khasiat antiinflamasi topikal. Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk
membuktikan batang pisang memberikan efek antiinflamasi secara topikal in vivo di
tahap preklinis. Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental dengan menggunakan
25 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok kontrol positif yang
diberikan gel natrium diklofenak, kelompok kontrol negatif yang diberikan gel tanpa zat
aktif, kelompok perlakuan 1 diberikan gek ekstrak batang pisang 5%, kelompok
perlakuan 2 diberikan gel ekstrak batang pisang 10%, kelompok perlakuan 3 diberikan
ekstrak batang pisang 15%. Tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan yang
sudah diinjeksi karagenan 1%. Pengukuran volume radang dilakukan pada jam ke-0
sampai jam ke-4 dengan waktu pengecekan volume radang tikus setiap 1 jam dengan
menggunakan pletysmometer. Data yang diperoleh kemudian di uji secara stastistik.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa gel dengan kadar ekstrak batang pisang
15% dapat memberikan hasil yang baik dalam penurunan inflamasi, sedangkan gel
dengan kadar ekstrak batang pisang 5% dan 10% belum efektif digunakan sebagai
antiinflamasi topikal, karena hasil yang diberikan dalam penurunan inflamasi masih
belum maksimal.

Kata kunci : Ekstrak, Batang pisang, Karagenan 1%

138 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

IN VIVO PRECLINICAL STUDY OF THE TOPICAL ANTI-INFLAMMATORY


ACTIVITY OF BANANA STEM (Musa paradisiaca L.) EXTRACT

ABSTRACT
Inflammation is a normal protective response to tissue injury caused by physical
trauma, chemical damage, or microbiological substances. Banana stems (Musa
paradisiaca L.) have been empirically believed for their topical anti-inflammatory
properties. The purpose of this study was to scientifically evaluate the in vivo preclinical
anti-inflammatory activity of banana stems. This research was designed experimentally
using twenty-five albino male rats which were divided into five groups: the positive
control group which received sodium diclofenac gel, the negative control group which
received gel basis preparation without any active ingredient, and three experimental
groups which received banana stem extract gel in three different concentrations, 5%,
10%, and 15%. Every five rats of every group were firstly injected with 1% of
carrageenan, and the anti-inflammatory effect was evaluated every hour for 4 hours
using a plethysmometer. The collected data were statistically evaluated. The results
showed that banana stem extract gel with concentrations of 15% produced the best anti-
inflammatory effect, compared to other gel concentrations. In conclusion, the
preparation of 15% banana stem extract gel can be applied as potential topical anti-
inflammatory preparation.

Keywords: extract, banana stem, carrageenan 1%

PENDAHULUAN
Inflamasi merupakan suatu Gaya hidup sehat dengan slogan
respons protektif normal terhadap luka “back to nature” telah menjadi trend
jaringan yang disebabkan oleh trauma baru masyarakat dunia dengan
fisik, zat kimia yang merusak, atau zat- mengkonsumsi obat-obatan dari bahan
zat mikrobiologik. Inflamasi sendiri alami yang relatif lebih aman
adalah usaha tubuh untuk dibandingkan obat-obatan dari bahan
menginaktivasi atau merusak organisme kimia sintetik. WHO menyebutkan
yang menyerang, menghilangkan zat bahwa 65% dari penduduk negara maju
iritan, dan mengatur derajat perbaikan dan 80 % penduduk negara berkembang
jaringan. Tanda terjadinya inflamasi telah menggunakan obat herbal. Dengan
adalah pembengkakan, kemerahan, pola hidup masyarakat yang cenderung
panas, dan nyeri. Ditinjau dari waktu “back to nature”, trend penggunaan
terjadinya, inflamasi dibagi menjadi dua herbal pun semakin meningkat.
yaitu inflamasi akut dan inflamasi Indonesia yang mulai mengembangkan
kronis (Sander, 2010). obat-obatan yang bahan bakunya

139 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

diambil dari alam seperti obat herbal, alasan dilakukannya penelitian ini yaitu
makanan penguat daya tahan tubuh, agar khasiat dari batang pisang (Musa
kosmetik, bahan spa, bahan baku paradisiaca L.) sebagai antiinflamasi
industri makanan dan minuman. Hal didasari atas dasar penelitian dengan
tersebut menuntut ketersediaan bahan menggunakan uji aktivitas pada hewan
baku tanaman obat bermutu dan coba secara topikal.
berkelanjutan (Mirza et al. 2017).
Pisang (Musa paradisiaca L.) METODE PENELITIAN
merupakan tanaman yang MATERIAL
dibudidayakan secara luas di Bali, baik Alat yang digunakan yaitu alat–
sebagai tanaman pekarangan maupun alat yang umum digunakan di dalam
sebagai tanaman di kebun. laboratorium, adapun alat yang
Pemaanfaatan batang pisang digunakan digunakan dalam penelitian ini yaitu :
sebagai sayur untuk dikonsumsi, namun timbangan analitik (Ohaus, USA),
tidak jarang juga batang pisang sering gunting, nampan, bejana maserasi,
kali dijadikan sebagai pakan untuk toples kaca, cawan porselin, batang
ternak. Pemanfaatan sebagai obat, pengaduk, kertas saring, plastik warp,
batang pisang sudah digunakan oleh aluminium foil, spuit injeksi (One Med),
masyarakat sebagai obat penurun tabung reaksi (Pyrex), penjepit tabung,
inflamasi, seperti inflamasi pada plethysmometer (Ocrchid Scientific),
bisulan. Penelitian oleh Ogofure et al., pipet tetes, mortir, stemper, pot, pH
(2016) menyatakan bahwa batang meter, lempeng kaca berukuran 20 x 20
pisang mengandung senyawa alkaloid, cm, penggaris.
tanin, flavonoid, dan steroid. Penelitian Bahan yang digunakan dalam
lebih lanjut terkait efek antiinflamasi penelitian ini adalah batang pisang (Mussa
dari batang pisang belum ada dilaporkan paradisiaca L.), pelarut etanol, aquadest,
baik in vitro dan in vivo secara klinis Na-CMC (Aloin Labora), propilen glikol
maupun preklinis. (Technichem), metil paraben (Zayn
Chemical) , gel natrium diklofenak
Berdasarkan uraian diatas,
(Voltaren), karagenan, etanol 90% (Sigma
penelitian mengenai manfaat dari Aldrich), HCL 2N (Sigma Aldrich), preaksi
batang pisang (Musa paradisiaca L.) dragendorff (Sigma Aldrich), pereaksi
sebagai obat antiinflamasi masih belum mayer (Sigma Aldrich), kloroform (Sigma
banyak ada yang melakukan penelitian Aldrich), asam asetat anhidrat (Sigma
sampai saat ini. Oleh karena itu Aldrich), asam sulfat pekat (Sigma
penelitian ini diharapkan dapat Aldrich), larutan besi (III) klorida 10%
mengembangkan penggunaan batang (Sigma Aldrich), pereaksi aseton (Sigma
pisang (Musa paradisiaca L.) yang Aldrich), pereaksi asam borat (Sigma
dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi Aldrich), pereaksi asam oksalat (Sigma
Aldrich), pereaksi eter (Sigma Aldrich).
di kalangan masyarakat, dimana selama
ini batang pisang (Musa paradisiaca L.)
sudah dipercaya secara empiris
memiliki khasiat antiinflamasi dan

140 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Rancangan Penelitian menggunakan vaccum rotary


Dilakukan pengambilan batang evaporator pada suhu dibawah 60oC
pisang (Mussa paradisiaca L.) yang sampai mendapat ekstrak kental.
didapatkan dari Desa Rendang, Skrining fitokimia ekstrak etanol 96%
Kecamatann Rendang, Kabupaten daun katuk meliputi pemeriksaan
Karangasem, Bali. Pengambilan bahan golongan senyawa alkaloid, flavonoid,
batang pisang yang sudah berusia tanain, saponin, steroid & triterpenoid
kurang lebih 12 bulan atau batang (Nurcholis et al., 2018).
pohon pisang yang sudah habis dipanen Pembuatan gel ekstrak batang
buahnya, kemudian pengambilan batang Pisang dilakukan dengan
pisang 15 cm-50 cm dari permukaan mendispersikan basis gel Na-CMC
tanah (Marhamah & Putri 2018). dengan sebagian akuades yang telah
Pembuatan ekstrak batang pisang dipanaskan, dibiarkan mengembang dan
dilakukan dengan metode maserasi. digerus sampai homogen. Kemudian
batang pisang segar yang dipotong ditambahkan ekstrak batang pisang
kecil-kecil dimaserasi dengan yang telah dilarutkan dengan
menggunakan pelarut etanol 96%, propilenglikol, diaduk homogen dan
perbandingan bahan dan pelarut ditambahkan metil paraben yang telah
sebanyak 1:4 dan dimaserasi selama 3 dilarutkan dalam sisa akuades diaduk
hari, dengan pergantian pelarut setiap hingga homogen.
harinya. Filtrat yang diperoleh
digabungkan, pelarut diuapkan

Tabel 1. Formulasi gel ekstrak batang pisang (Mussa paradisiaca L.)

Nama Bahan Kegunaan Formulasi


F0 F1 F2 F3
Ekstrak batang pisang Zat aktif 0 5 10 15
(%)
Na-CMC (%) Basis gel 3 3 3 3
Propilen glikol (%) Humektan 15 15 15 15
Metil Paraben (%) Pengawet 0.2 0,2 0,2 0,2
Aquadest (%) Pembawa ad 100 mL ad 100 ad 100 ad 100
mL mL mL

Gel yang sudah dibuat kemudian pengujian gel dilanjutkan dengan


dilakukan pengujian mutu fisik berupa pengujian terhadap hewan coba. Hewan
pengamatan organoleptik sediaan gel, coba dalam penelitian ini adalah tikus
pengukuran pH sediaan gel, pengujian putih (Rattus norvegicus). Sampel yang
daya lekat, pengujian homogenitas digunakan pada penelitian ini memiliki
sediaan, pengujian daya sebar kriteria yaitu kondisi fisik yang sehat
(Nurcholis et al.,2018). Setelah dan aktif, tikus yang berumur kurang
141 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

lebih 2-3 bulan dengan bobot tikus


sekitar 160-200 gram. Teknik sampling Data yang diperoleh diuji
yang dilakukan adalah probability statistik dengan program SPSS 22 for
sampling yaitu pengambilan sampel windows, yang terlebih dahulu
secara acak/random, dimana dilakukan uji normalitas dengan tes
pengambilan sampel dilakukan secara Shapiro-Wilk, data yang terdistribusi
acak sederhana (Simple Random normal apabila nilai p lebih besar dari
Sampling) sehingga setiap unit populasi 0,05 (p > 0,05) dan uji homogenitas
memiliki kesempatan yang sama untuk dengan Levene Test, data dapat
diseleksi sebagai sampel. dikatakan homogen apabila memiliki
Pengujian antiinflamasi dimulai nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05).
dengan dipuasakan tikus selama 18 jam, Pada pengujian volume inflamasi
tetapi tetap diberi air minum. Uji sebelum dan sesudah diinduksi
aktivitas antiinflamasi dilakukan dengan karagenan dan pengujian volume
cara menginduksi karagenan pada kaki inflamasi pada jam ke 0 dan jam ke 4 di
tikus putih jantan. Tikus dibagi menjadi uji dengan statistika parametrik yaitu uji
5 kelompok dengan masing masing Paired Sample T Test, namun jika p
kelompok terdiri dari 5 ekor tikus yaitu, lebih kecil dari 0,05 (p <0,05) untuk uji
kelompok kontrol negatif (gel tanpa zat normalitas dan homogenitasnya
aktif), kelompok perlakuan uji (tiga dilakukan uji statistik non parametrik
konsentrasi gel ekstrak batang pisang) yaitu uji Wilcoxon. Kemudian pada uji
dan kontrol positif (gel natrium selisih volume inflamasi jam ke 4
diklofenak). Kemudian masing-masing dengan jam ke 0 Data yang terdistribusi
telapak kaki tikus disuntikkan secara normal dan homogen dilanjutkan
subplantar dengan 0,1 ml suspensi dengan statistika parametrik yaitu
karagenan 1%. Setelah diukur Analisi Varian (ANOVA) dengan taraf
dilanjutkan dengan pemberi perlakuan kepercayaan 95% yang diikuti dengan
secara topikal sesuai degan analisis Post Hoc Test dengan
kelompoknya. Setelah 60 menit Bonferroni, apabila data yang
perlakuan topikal, volume kaki kiri didapatkan tidak terdistribusi normal
tikus diukur kembali dengan maka dilakukan uji Kruskal-Wallis
menggunakan pletysmometer. dengan Post Hoc Mann-Whitney.
Pengukuran dilakukan setiap 60 menit
selama 240 menit.
ekstrak mengandung metabolit sekunder
HASIL DAN PEMBAHASAN alkaloid, flavonoid, saponin,dan
Hasil skrining fitokimia triterpenoid. Hasil skrining fitokimia dari
Ekstrak batang pisang yang telah ekstrak batang pisang tertera di Tabel 2.
diskrining fitokimia didapatkan hasil

142 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Batang Pisang (Musa paradisiaca L.)

No Uji Fitokimia Pustaka Hasil Kesimpulan


1. Alkaloid Terbentuk endapan jingga Terbentuk (+)
kemerahan endapan
(pereaksi Dragendroff) coklat
kemerahan
Terbentuk endapan putih atau Terbentuk (+)
kekuningan endapan
(pereaksi Mayer) putih
2 Flavonoid Terbentuk warna orange, merah Terbentuk (+)
atau kuning warna
kekuningan
3 Saponin Adanya busa yang bertahan lebih Terbentuk (+)
dari10 menin setinggi 1-10 cm busa setinggi
dan busa tidak hilang setelah 1 cm
penambahan 1 tetes HCL 2N
4. Tanin Terbentuk warna biru tua/ hitam Terbentuk (-)
kehijauan warna coklat
5. Steroid dan Steroid Terbentuk Terbentuk (-)
triterpenoid warna biru warna merah
(Steroid)
Triterpenoid terbentuk Terbentuk (+)
warna merah warna merah
(Triterpen)
Keterangan: (+) = mengandung senyawa yang dimaksud.

Hasil Pengujian Mutu Fisik Gel menjadi sediaan gel, kemudian dilakukan
Ekstrak batang pisang yang telah pengujian mutu fisik gel. Hasil pengujian
diskrining fitokimia dan diformulasi mutu fisik gel tertera di Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengujian Mutu Fisik Gel

Formula Organoleptis Homogenitas pH Daya Daya


Wujud Warna Bau lekat sebar
(detik) (cm)
0 Gel Putih TidakHomogen 6 0,8 3,3
semisolid trasparan berbau

143 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

1 Gel Coklat Aroma Homogen 6,5 0,8 5,4


semisolid transparan khas
ekstrak
2 Gel Coklat Aroma Homogen 6,5 0,9 5
semisolid transparan khas
ekstrak
3 Gel Coklat tua Aroma Homogen 6,5 1,1 4,5
semisolid transparan khas
ekstrak
Keterangan: Formula 0 = gel tanpa ekstrak batang pisang, Formula 1 = gel ekstrak batang
pisang 5%, Formula 2 = gel ekstrak batang pisang 10%, Formula 3 = gel
ekstrak batang pisang 15%

Hasil pengujian aktivitas antiinflamasi dengan uji T berpasangan terhadap volume


pada hewan coba (preklinis) radang rata rata tikus sebelum dan sesudah
Hasil normalitas yang didapat pada di dinjeksi karagenan. Hasil pengolahan
data rata-rata tikus yang belum diinjeksi menunjukan bahwa p < 0,05 dimana ini
karagenan dan data rata rata tikus yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan
sudah di injeksi karagenan menunjukan yang bermakna pada tikus sebelum
bahwa p > 0,05 yang menunjukan bahwa diinjeksi dan tikus yang sudah diinjeksi
data sudah terdistribusi normal. karagenan. Hasil ini menunjukkan bahwa
Pengolahan data selanjutnya dilanjukkan terdapat pengaruh injeksi karagenan
dengan uji homogenitas yang mendapat terhadap terbentuknya inflamasi pada
nilap (p > 0,05), kemudian dilanjutkan tikus.

Tabel 4. Perbedaan volume inflamasi tikus sebelum diberikan


perlakuan dengan setelah diberikan perlakuan

Kelompok Rata-rata jam ke-0 Rata-rata jam ke-4 p


Positif 1,00 0,54 0,01
Negatif 0,87 0,74 0,11
P1 0,90 0,67 0,01
P2 0,90 0,70 0,01
P3 0,94 0,60 0,01

Perbedaan volume inflamasi pada kelompok pemberian ekstrak. Hal


jam ke 0 dibandingkan dengan jam ke-4, sebaliknya terjadi pada kelompok negatif,
melalui uji T-berpasangan, menunjukkan yaitu tidak terjadinya penurunan volume
adanya penurunan volume inflamasi yang inflamasi secara signifikan pada jam ke-4
signifikan pada kelompok positif, dan sesuai dengan Tabel 4 di atas.

144 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Penurunan volume inflamasi pada persamaan kemampuan dalam menurunkan


kelompok positif dan kelompok pemberian inflamasi dengan nilai p>0,05.
ekstrak, perlu dilanjutkan analisa data Kemampuan penurunan inflamasi pada
dengan One Way Anova dan uji Post Hoc ketiga kelompok perlakuan ekstrak (5%,
Bonferroni untuk melihat persamaan 10%,15%)memilikikemampuan
kemampuan zat dalam menurunkan penurunan inflamasi yang sama dengan
inflamasi antar kelompok tersebut. Hasil nilai p>0,05. Gambar 1 di bawah
analisa data tersebut menunjukkan bahwa menunjukkan perbandingan volume
kemampuan dalam menurunkan inflamasi inflamasi pada jam ke-0 dengan jam ke-4
antara kelompok positif dengan kelompok serta persentase penurunan inflamasi.
perlakuan 3 yaitu ekstrak 15% memiliki

(a) (b)
Gambar 1. (a) Volume inflamasi jam ke-0 dibandingkan dengan jam ke-4 ; (b)
Persentase penurunan inflamasi

Ekstraksi sampel batang pisang konsentrasi antara larutan di luar sel dan
(Musa paradisiaca L.) dilakukan dengan di dalam sel (Depkes RI, 2000). Maserasi
metode maserasi. Maserasi adalah suatu dipilih sebagai metode ekstraksi dalam
metode ekstraksi yang dilakukan dengan penelitian ini karena untuk menghindari
cara merendam sampel dalam cairan rusaknya komponen senyawa akibat
penyari. Cairan penyari akan menembus panas. Pelarut yang digunakan dalam
dinding sel atau masuk ke dalam rongga proses maserasi adalah etanol 96%.
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif Etanol 96% dipilih sebagai pelarut karena
tersebut akan larut karena adanya etanol merupakan pelarut universal yang
perbedaan konsentrasi antara larutan zat dapat melarutkan senyawa-senyawa yang
aktif di dalam sel dengan yang di luar sel. bersifat polar maupun nonpolar. Selain
Larutan yang lebih pekat (di dalam sel) itu, etanol merupakan senyawa yang
didesak keluar sel, masuk ke dalam mudah menguap sehingga akan
larutan di luar sel. Peristiwa tersebut mempermudah proses penguapan pelarut.
berulang sehingga terjadi kesetimbangan Disamping itu, ekstrak yang diperoleh
145 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

nantinya akan diujikan ke hewan, batang pisang dicampur dengan pelarut


sehingga penggunaan pelarut etanol lebih dengan perbandingan 1 : 4 dengan
tepat karena bersifat lebih non-toksik pergantian pelarut setiap 24 jam. Ekstrak
dibandingkan pelarut methanol (Depkes cair yang didapat kemudian dipekatkan
RI, 2000). Batang pisang yang sudah di dengan menggunakan vaccum rotary
panen disiapkan untuk di potong kecil evaporator pada suhu dibawah 60oC
kecil, hal ini dilakukan untuk sampai mendapat ekstrak kental. Setelah
mengoptimalkan proses ekstraksi. Karena ekstrak kental didapat, dilanjutkan dengan
proses ekstraksi dipengaruhi oleh luas uji skrining fitokomia.
permukaan sampel. Hasil potongan
Uji fitokimia merupakan termasuk kondisi lingkungan tempat
pengujian kandungan senyawa- tumbuh yang terdapat nutrisi,
senyawa di dalam tumbuhan. kandungan air, pH yang berbeda
Tumbuhan umumnya mengandung (Depkes RI, 2010). Setelah
senyawa aktif dalam bentuk metabolit dilakukanya skrining fitokimia
sekunder seperti flavonoid, tanin, dilanjutkan pengolahan ekstrak
alkaloid, steroid, dan saponin. menjadi sediaan gel, dimana ini
Senyawa metabolit sekunder bertujuan untuk mempermudah
merupakan senyawa kimia yang membandingkan antara efektivitas
umumnya mempunyai kemampuan bahan batang pisang dengan natrium
bioaktivitas dan berfungsi sebagai diklofenak yang sudah terdapat dalam
pelindung tumbuhan tersebut dari sediaan gel.
gangguan hama penyakit untuk
Pemilihan tikus jantan sebagai
tumbuhan itu sendiri atau hewan uji karena tikus jantan memiliki
lingkungannya. Berdasarkan hasil
kestabilan hormonal dibanding tikus
pengujian fitokimia pada ekstrak
betina, karena tikus betina mengalami
batang pisang kepok (Musa siklus masa kehamilan dan menyusui
paradisiaca L.), menunjukan bahwa yang akan mempengaruhi kondisi
uji flavonoid, alkaloid, saponin dan psikologi hewan uji, tikus jantan tidak
triterpenoid memberikan hasil yang memiliki hormone estrogen, walaupun
positif. Hasil skrining yang ditunjukan ada jumlahnya sangat sedikit. Sebelum
berbeda dengan hasil skrining yang digunakan untuk percobaan tikus putih
sudah pernah dilakukan oleh (Ogofure di adaptasikan dengan lingkungan
et al., 2016) yang meneliti kandungan selama 3 minggu yang dikelompokkan
yang terdapat pada batang pisang menjadi lima (5) kandang masing-
adalah alkaloid, flavonoid, tanin dan masing kandang terdiri dari lima (5)
steroid. Variasi dari perbedaan hasil ekor tikus,Penguji anantiinflamasi
skrining tersebut dapat dipengaruhi dimulai dengan dipuasakan tikus selama
oleh beberapa faktor seperti 18 jam, tetapi tetap diberi air minum.
genetik,umur tanaman sewaktu panen, Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan
146 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

dengan cara menginduksi karagenan menunjukan adanya penambahan


pada kaki tikus putih jantan. Kelompok valume radang pada kaki tikus yang
1 sebagai kontrol positif yang diberikan sudah di injeksi karagenan. Hal ini
gel natrium diklofenak, Kelompok 2 membuktikan bahwa injeksi karagenan
sebagai kontrol negatif yang diberikan yang dilakukan sudah memberikan efek
gel tanpa ekstrak batang pisang dan terhadap kaki tikus. Pengolahan data
kelompok 3,4 dan 5 sebagai kelompok dilanjutkan dengan pengujian antar
perlakuan yakni diberikan gel ekstrak kelompok tikus yang di bandingkan
batang pohon pisang dengan konsentrasi volume radang pada jam ke-0 dan
ekstrak yang berbeda yaitu 5%, 10%, radang pada jam ke-4. Dilakukan uji
dan 15%. Metode uji yang digunakan normalitas pada masing masing
adalah metode paw edema, edema kelompok tikus, semua kelompok tikus
buatan ditimbulkan dengan jam ke-0 dan jam ke-4 memiliki nilai p
menginjeksikan karagenan 0,1% dalam > 0,05 yang menunjukan bahwa semua
10 ml larutan NaCl sebanyak 0,1 ml data sudah terdistribusi normal.
secara subplantar pada telapak kaki Pengujian dilanjutkan dengan Anova,
tikus injeksi karagenan, menyebabkan pada jam ke-0 menunjukan nilai p >
trauma akibat radang yang ditimbulkan 0,05 yang menunjunjukan bahwa tidak
oleh karagenan. Karagenan sebagai ada kelompok yang memiliki perbedaan
penginduksi radang memiliki beberapa yang bermakna, pada jam ke-4
keuntungan antara lain tidak menunjukan nilai p < 0,05 dimana
meninggalkan bekas, tidak pengujian menunjukan bahwa ada
menimbulkan kerusakan jaringan, dan perbedaan bermakna antar kelompok
memberikan respon yang lebih peka tikus, perbedaan pada jam ke-4 ini
terhadap obat antiinflamasi menunjukan adanya pengaruh atau efek
dibandingkan dengan senyawa iritan dari perlakuan yang diberikan kepada
lainnya. Udem yang disebabkan oleh tikus. Untuk melihat kelompok apa
karagenan bisa bertahan selama 6 jam yang memiliki perbedaan bermakna dan
dan berangsur-angsur berkurang dalam tidak memiliki perbedaan bermakna.
waktu 24 jam (Sukmawati et al., 2015). Dilakukan uji T berpasangan, hasil
Tiap tikus diuji dengan cara pengujian kelompok positif, P1, P2, P3
memasukkan sampai tanda batas pada menunjukan hasil p < 0,05 yang
alat plesthymometer dan diukur volume menunjukan adanya perbedaan yang
peradangan pada jam ke 0, 1, 2, 3, 4. bermakna hal ini menunjukan bahwa
Data yang diperoleh kemudian di uji kontrol positif, perlakuan 1, perlakuan
secara stastistik menggunakan program 2, dan perlakuan 3 memiliki efek
SPSS 22 for windows. sebagai penurun inflamasi. Sedangkan
hanya kontrol negative yang memiliki
Pengolahan data awal dilakukan
hasil p > 0,05 yang menunjukan bahwa
uji terhadap data tikus yang belum di
kontrol negatif tidak memberikan efek
injeksi karagenan dan tikus yang sudah
terhadap penurunan inflamasi.
di injeksi karagenan. hasil pengolahan
menunjukan bahwa p < 0,05 dimana ini
147 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Pengolahan data dilanjutkan menggunakan gel ekstrak batang


dengan pengujian antar kelompok pisang 10% hasil yang diberikan
tikus yang di bandingkan selisih belum dapat menunjukan efektifitas
volume radang pada jam ke-0 dan jam yang sebanding dengan kontrol positif,
ke-4, data ini menunjukan jumlah hasil namun pada hasil pengujian gel
dari penuruna radang yang didapatkan. formula 1 dan gel formula 2 mendapat
Hasil volume peurunan didapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna
dengan melakukan pengurangan jam dengan gel formula 3, yang dimana
ke-4 dikurang dengan jam ke-0. menunjukan bahwa gel formula 1 dan
Dilakukan uji normalitas pada masing gel formula 2 memiliki kemampuan
masing kelompok tikus, semua penurunan inflamasi, namun
kelompok tikus memiliki nilai p > 0,05 kemampuan penurunan inflamasinya
yang menunjukan bahwa semua data lebih rendah dibandingkan gel formula
kelompok tikus sudah terdistribusi 3.
normal. Pengujian dilanjutkan dengan
Berdasarkan uraian hasil
uji One Way Anova menunjukan nilai
penelitian dapat dinyatakan bahwa
p < 0,05 dimana pengujian
ekstrak batang pisang dapat
menunjukan bahwa ada perbedaan
menurnkan inflamasi yang terjadi
bermakna antar kelompok tikus, hasil
kepada tikus. Namun untuk efektivitas
ini menunjukan adanya perbadaan
yang ditunjukan pada kadar gel ekstrak
jumlah volume radang yang dapat
batang pisang 5% dan gel ekstrak
diturunkan tiap kelompok tikus
batang pisang 10% masih belum
perlakuan tersebut berbada. Setelah
efektif, karena pada kadar dosis ini
pengujian One Way Anova dilanjutkan
ekstrak batang pisang belum mampu
dengan pengujian Post Hoc untuk disandingkan dengan natrium
Bonferroni, pengujian ini bertujuan diklofenak. Namun pada gel ekstrak
untuk melihat kelompok mana yang batang pisang kadar 15% menunjukan
memiliki jumlah penurunan radang hasil yang baik, dimana ekstrak pada
yang bermakna dan tidak bermakna. kadar 15% efektif dalam penurunan
Dari data pengujian dapat dilihat inflamasi pada kaki tikus, hasil ini
bahwa kontrol positif memiliki hasil dapat dilihat dari hampir sebandingnya
yang tidak beda bermakna dengan penurunan inflamasi gel ekstrak 15%
kelompok perlakuan 3, hal ini dengan natrium diklofenak. Dalam
menunjukan bahwa kelompok mencapai efektifitas yang diharapkan,
perlakuan 3 yang menggunakan gel dosis dari ekstrak sangat berpengaruh
ekstrak batang pisang 15% memiliki terhadap jumlah penurunan inflamasi
efektivitas yang sebanding dengan yang didapat.
kelompok positif yang menggunakan
gel natrium diklofenak, sedangkan Kemampuan gel ekstrak batang
kelompok perlakuan 1 yang pisang dalam penurunan inflamasi
menggunakan gel batang pisang 5% tidak terlepas dari kandungan
dan kelompok perlakuan 2 yang metabolit yang terdapat pada ekstrak

148 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

batang pisang. Berbagai kandungan Senyawa metabolit sekunder


yang terdapat dalam ekstrak batang yang berhasil teridentifikasi pada
pisang yang sudah teridentifikasi oleh ekstrak batang pisang juga memiliki
peneliti meliputi senyawa alkaloid, potensi sebagai antiinflamasi, seperti:
flavonoid, saponin, serta triterpenoid, alkaloid yang sudah dilakukan
dari perbandingan dengan sumber lain penelitian tentang mekanisme
dapat dilihat perbedaan kandungan penurunan antiinflamasi, dimana
yang didapatkan dalam skrining senyawa alkaloid memiliki mekanisme
fitokimia tumbuhan (Micania cordata) kerja penurun inflamasi dengan
yang terdapat dalam jurnal (Harnis et menghambat siklooksigenase
al., 2018), dalam jurnal tersebut (Rachmania et al.,2018). Saponin
didapatkan hasil skrining flavonoid, mampu berinteraksi dengan banyak
saponin, dan tanin. Perbandingan membran lipid seperti fospolipid yang
dengan sumber lain juga dapat dilihat merupakan pemicu prostaglandin,
perbedaan kandungan yang didapatkan serta mampu menghambat
dalam skrining fitokimia tumbuhan terbentuknya mediator-mediator
(Pistacia alantica D.) yang terdapat inflamasi (Hasim 2019). Berbagai
dalam jurnal (Amri et al., 2018), dalam macam kandungan metabolit sekunder
jurnal ini didapatkan hasil skrining yang terdapat dalam ekstrak batang
fitokimia berupa senyawa tanin, pisang dapat membantu dalam proses
terpenoid, dan flavonoid. Dari tiga penurunan inflamasi yang terjadi.
jurnal yang didapatkan perbandingan
KESIMPULAN
jurnal bisa dilihat bahwa kandungan
Berdasarkan dari penelitian yang
metabolit yang sama dari ketiga jurnal
telah dilakukan dapat disimpulkan
tersebut adalah kandungan flavonoid.
bahwa ekstrak batang pisang (Musa
Dari hasil ini dapat ditunjukan bahwa
paradisiaca L.) memiliki kemampuan
senyawa flavonoid sangatlah
sebagai antiinflamasi topikal. Gel
berpotensi digunakan sebagai dengan kadar ekstrak batang pisang
antiinflamasi. Flavonoid merupakan 15% dapat memberikan hasil yang baik
senyawa polifenolik yang berasal dari dalam penurunan inflamasi, sedangkan
tanaman. Lebih dari 4000 jenis
gel dengan kadar ekstrak batang pisang
flavonoid yang sudah dapat 5% dan 10% belum efektif digunakan
diindentifikasi dan dikategorikan sebagai antiinflamasi topikal, karena
menjadi flavonol, flavon, katekin, hasil yang diberikan dalampenurunan
flavonon, antosianidin, dan inflamasi masih belum maksimal.
isoflavonoid. Flavonoid memiliki Diharapkan untuk melakukan penelitian
berbagai efek biologis terhadap sistem lebih lanjut mengenai potensi dari
sel mamalia, flavonoid telah banyak bagian–bagian lain tumbuhan pisang
terbukti sebagai antimikroba, antivirus,
yang dapat digunakan sebagai
atioksidan, antihipertensi, dan sebagai
antiinflamasi. Serta penelitian lebih
antiinflamasi (Mohamed et al., 2014). lanjut mengenai mekanisme penurunan

149 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

inflamasi dari metabolit sekunder yang bilimbi) sebagai Antioksidan dan


terkandung dalam batang pisang. Antiinflamasi. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan, 8(3), 86-
UCAPAN TERIMAKASIH 93.Marhamah & Putri, IW., 2018,
Pada kesempatan ini, peneliti Efektivitas Ekstrak Batang Pisang
ingin mengucapkan terima kasih kepada Kepok (Musa x paradisiaca Linn.)
berbagai pihak yang telah membantu Terhadap Pertumbuhan Bakteri
terwujudnya penelitian ini, diantaranya Streptococcus pyogenes. Jurnal Analisis
Pimpinan Fakultas Farmasi Universitas Kesehatan, vol. 7, no. 1.
Mahasaraswati dan rekan-rekan dosen
yang telah membantu kelancaran
penelitian ini. Mirza, M., Amanah, S., & Sadono, D.
(2017). Tingkat Kedinamisan
DAFTAR PUSTAKA Kelompok Wanita Tani dalam
Amri, O., Zekhnini, A., Bouhaimi, A., Mendukung Keberlanjutan Usaha
Tahrouch, S., & Hatimi, A. (2018). Tanaman Obat Keluarga di Kabupaten
Anti-inflammatory activity of Bogor, Jawa Barat. Jurnal
methanolic extract from Pistacia Penyuluhan, 13(2), 181-
atlantica desf. leaves. Pharmacognosy 193.Mohammed, MS, Osman,WJA,
Journal, 10(1).Departemen Kesehatan Garelnabi, EAE, Osman, Z, Osman, B,
Republik Indonesia., 2000, Parameter Khalid, HS & Mohamed, MA., 2014,
Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Secondary Metabolites as Anti-
Obat, Departemen Kesehatan RI, inflammatory Agents,The Journal Of
Jakarta. Phytopharmacology, no. 3, vol. 4, pp.
275-285.

Departemen Kesehatan Republik


Indonesia..(2010).Parameter Standar Nurcholis, I. A., Yusriadi, Y., &
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Sulastri, E. (2019). Aktivitas
Departemen Kesehatan RI :Jakarta. Antiinflamasi Gel Ekstrak Rumput
Mutiara (Ordelandia corymbosa L.)
Pada Tikus (Rattus norvegicus L.) Yang
Harnis, Z. E., Sitorus, P., & Rosidah, R. Diinduksikan
(2018). Phytochemical Screening And Karagenan. Biocelebes, 13(1).
Anti-Inflammatory Activity Of
Fractions From Sambung Rambat
(Micania cordata) Leaf. Asian J Pharm Ogofure, A. G., & Emoghene, A. O.
Clin Res, 11(8), 199-201. (2016). Evaluation of proximate,
phytochemical and antibacterial
properties of the pseudostem and hand
Hasim, H., Arifin, Y. Y., Andrianto, D., of plantain (Musa
& Faridah, D. N. (2019). Ekstrak Etanol paradisiaca). Nigerian Journal of
Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Agriculture, Food and
150 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129
JURNAL RISET KEFARMASIAN INDONESIA VOL.3 NO.2, 2021

Environment, 12(2), 19-26.Rachmania, Patologi Anatomi.


RA, Zikriah, R, Hariyanti, & Soultan,
A., 2018, Studi In Silico Senyawa
Alkaloid Herba Bakung Putih (Crinum Sukmawati, S., Yuliet, Y., & Hardani,
Asiaticum L.) pada Penghambatan R. (2015). Uji aktivitas antiinflamasi
Enzim Siklooksigenase (COC). Jurnal ekstrak etanol daun pisang ambon
Kimia Valenci, vol. 4, no. 2, pp. 124- (Musa paradisiaca L.) terhadap tikus
136. putih (Rattus norvegicus L.) yang
diinduksi karagenan. Jurnal Farmasi
Galenika (Galenika Journal of
Sander, M. A. (2017). Atlas Berwarna Pharmacy)(e-Journal), 1(2), 126-132.

151 https://doi.org/10.33759/jrki.v3i2.129

Anda mungkin juga menyukai