Anda di halaman 1dari 111

ANALISIS LEMAK BABI (LARD) PADA BAKSO

MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRA VIOLET

SKRIPSI

ESRAULI TUMANGGOR
170822048

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS LEMAK BABI (LARD) PADA BAKSO
MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRA VIOLET

Skripsi

Diajukan Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ESRAULI TUMANGGOR
170822048

PROGRAM STUDI S1-KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


i

PENGESAHAN

Judul : Analisis Lemak Babi (Lard) pada Bakso Menggunakan


Spektroskopi Ultra Violet
Kategori : Skripsi
Nama : Esrauli Tumanggor
Nomor Induk Mahasiswa : 170822048
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Fakultass : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, Oktober 2019

Ketua Program Studi Pembimbing,

Dr.Cut Fatimah Zuhra, M.Si Dr. Muhammad Taufik, S.Si, M.Si


NIP.197404051999032001 NIP.197702092018011001

Universitas Sumatera Utara


ii

PERNYATAAN ORISINALITAS

ANALISIS LEMAK BABI (LARD) PADA BAKSO


MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRA VIOLET

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2019

Esrauli Tumanggor
170822048

Universitas Sumatera Utara


iii

PENGHARGAAN

Segala Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini dengan baik, adapun judul
Skripsi penulis adalah “Analisis Lemak Babi (Lard) pada Bakso Menggunakan
Spektroskopi Ultra Violet”.
Penulis menyampaikan Terimakasih kepada Bapak Dr.Muhammad Taufik, S.Si,
M.Si selaku Dosen pembimbing atas segala bimbingan yang telah diberikan kepada
Penulis selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra,
M.Si selaku ketua jurusan Departemen Kimia, Ibu Dr. Sofia Lenny, M.Si Selaku
sekretaris Departemen Kimia dan Koordinator Kimia Ekstensi Bapak Firman Sebayang,
MS yang telah memberikan kemudahan terhadap apa yang Penulis perlukan selama ini,
serta seluruh staff pegawai Departemen Kimia FMIPA USU dan yang telah membantu
keperluan Penulis selama ini.
Penulis mengucapkan Terimakasih kepada seluruh pegawai departemen kimia,
kepada sahabat sahabat penulis yang membantu dan memberi dorongan sampai
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya dan
penulis mengucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih yang setulusnya Penulis berikan
kepada orangtua Penulis bapakku tersayang, Risdon Tumanggor dan mamaku terhebat
Romauli Tampubolon, yang memberikan dukungan berupa Materil, Motivasi dan Doa.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada kakanda Kartika Dewi Tumanggor, Adinda
Simon Tumanggor yang memberikan dukungan baik motivasi dan kasih sayang, kepada
Abang Christianto Nababan yang telah menjadi abang selalu memberikan bantuan dan
dukungan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sesama anak dosen
pembimbing abang Muhammad Ridho yang ikut membantu bekerja sama , kepada
terimakasih kepada teman-temanku ; Fina, Eka, Kasuni, Martina, Ida, Marsela, Fatma,
Theresia, Nurul, Nive, Monica A, Andri, Ronaldo, Rut, Cristin, Marissa, Astri, Roy dan
semua sahabat-sahabat penulis yang membantu dan memberi dorongan untuk
menyelesaikan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


iv

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritikan kepada pembaca agar dapat menjadi pelajaran
perbaikan penulis kedepannya.
Medan, Oktober 2019

Esrauli Tumanggor

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS LEMAK BABI (LARD) PADA BAKSO
MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRA VIOLET

ABSTRAK

Lemak babi (lard) merupakan bahan dasar makanan yang biasa digunakan sebagai
minyak goreng atau sebagai pelengkap masakan. Banyak industri menggunakan lemak
babi sebagai bahan dasar produk olahan, secara fisik yaitu warna, aroma, dan rasa.
Lemak babi (lard) sangat menguntungkan dalam ekonomi bagi pelaku industri karena
harga yang lebih murah. Selain industri pangan , industri farmasi, dan suatu industri
kosmetik juga menggunakan lemak babi karena hewan babi yang paling mudah
perkembangannya. Telah dilakukan penelitian tentang lemak babi pada sampel bakso.
Hasil penelitian ini bertujuan untuk mempreparasi, mengekstraksi dan menganalisis
secara kualitatif dan kuantitatif lemak babi yang terdapat pada sedian bakso. Proses
preparasi dilakukan dengan cara pengambilan sampel dari lokasi tempat sampel,
persiapan sampel sebelum dianalisis yaitu sampel terlebih dahulu ditimbang,
dibersihkan, dikeringkan, ditimbang, dihaluskan dan kemudian dikeringkan sebelum
dianalisis lebih lanjut. Ekstraksi dikakukan menggunakan maserasi coupling
elektrosintesis menggunakan pelarut n- heksana pada variasi waktu: 30, 60, 90, 120,
150 menit. Sifat fisika- kimia dianalisis meliputi: indeks bias, titik leleh, dan bilangan
penyabunan. Analisis kualitatif meliputi: uji noda dan uji kelarutan. Analisis
kuantitatif dengan menentukan panjang gelombang maksimum. Hasil yang diperoleh
dari analisia fisika-kimia dimana indeks bias lemak babi optimum 1.36384. bilangan
penyabunan yang optimum 196%, dan titik leleh lemak babi (lard) optimum 41 0C.
Analisa kualitatif dengan uji noda yaitu pada kertas saring dan kertas tulis
menghasilkan noda. Analisis Kuantitatif dengan panjang gelombang 270 nm pada
adsorbansi 0.943. Analisa validasi untuk Akurasi diperoleh nilai % rata-rata recovary
105.2%, Presisi nilai SD:0.233 dan RSD: 5%, Lineritas diperoleh persamaan
Y=0.00037x + 0.02053 and r2 = 0.98 LOD: 34,04% and LOQ: 113,49%.

Kata kunci: lemak babi, sifat fisik, spektroskopi Ultra Violet, metode validasi

v
Universitas Sumatera Utara
ANALYSIS OF LARD MEATBALLS IN USING ULTRA VIOLET
SPECTROSCOPY

ABSTRACT

Lard is a basic ingredient of food used in cooking or as a food supplement. Many


industries use lard as a basic ingredient of processed products, physically namely color,
aroma, and taste. Lard is very favorable in the economy for the industry because of the
cheaper price. In addition to the food industry, the pharmaceutical industry and the
cosmetics industry also uses lard for pigs easiest development, A research on the lard
in the sample meatballs. The porpuse of this study to preparation, extracting and
analyzing qualitative and quantitative lard contained in perfomed meatballs. The
process of preparation is done by taking samples from the location where the sample,
sample preparation prior to analysis that sample was weighed, cleaned, dried,
weighed, crushed and then dried before further analysis. Extraction stiffened using
coupling elektrosintesis maceration using n-hexane solvent on the variation of time:
30, 60, 90, 120, 150 min. The nature of the chemical fisika- analyzed include: the
refractive index, melting point, and saponification. Qualitative analysis include: stain
test and solubility test. Quantitative analysis by determining the maximum
wavelength. The results of the physico-chemical Analisia where refractive index of
lard optimum 1.36384, saponification optimum 196%, and the melting point of lard
optimum 41 0C. Qualitative analysis with that stain test on filter paper and writing
paper produce stains. Quantitative analysis with a wavelength of 270 nm at
adsorbansi 0.943. Analysis validation for the accuracy obtained % recovery 105.2%,
Precision value SD: 0.233 and RSD: 5%, linearity equation Y = 0.00037x + 0.02053
and r2 = 0.98 LOD: 34,04% and LOQ: 113,49%

Keywords: lard, physical properties, UV spectroscopy, method validation

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 4
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.4. Manfaat Penelitian 4
1.5. Lokasi Penelitian 4
1.6. Metodologi Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5


2.1 Produk Pangan 5
2.2 Lemak 6
2.2.1 Lemak Babi (Lard) 7
2.2.2 Asam Lemak Sapi dan Babi 10
2.2.3 Perbandingan Hewan 10
2.3 Ekstraksi 14
2.3.1 Pengertian Ekstraksi 14
2.3.1.1 Fase Pencucian (Washing out) 14
2.3.1.2 Fase Ekstraksi (Difution) 15
2.3.3 Pembagian Ekstraksi 16
2.3.3.1 Ekstraksi Secara Dingin 16
2.3.3.1.1 Maserasi 16
2.3.3.1.1.1 Maserasi Coupling Elektrosintesis 20
2.3.3.1.1.2 Maserasi Coupling Elektrokoagulasi 20
2.3.3.1.1.3 Maserasi Coupling Elektrodialisis 21
2.3.3.1.1.4 Maserasi Coupling Elektrowinning 22
2.3.3.1.2 Perkolasi 23
2.3.3.2 Ekstraksi Secara Panas 24
2.3.3.2.1 Reflus 24
2.3.3.2.2 Soklet 26

vii

Universitas Sumatera Utara


2.4 Analisis Lemak Babi (Lard) 28
2.4.1 Analisis Sifat Fisika 28
2.4.2 Analisis Kualitatif 29
2.4.2.1 Uji Noda 29
2.4.2.2 Uji Kelarutan 29
2.4.3 Analisis Kuantitatif Spektrofotometri 29
2.4.3.1 Spektrofotometri Ultra Violet 31
2.4.3.2 Spektrofotometri Visible 31
2.4.3.3 Spektrofotometri UV-Vis 32
2.5 Metode Validasi 33
2.5.1 Kecermatan (Akurasi) 33
2.5.2 Keseksamaan (Presisi) 34
2.5.3 Lineritas 35
2.5.4 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) 36

BAB III METODE PERCOBAAN 39


3.1. Waktu dan Tempat 39
3.2. Alat dan Bahan 39
3.2.1. Alat 39
3.2.2. Bahan 40
3.3. Prosedur Penelitian 41
3.3.1 Prosedur Pembuatan Reagen 41
3.3.1.1 Asam Klorida 0.5N 41
3.3.1.2 KOH 0.1N 41
3.3.1.3 0.5 Alkoholik 41
3.3.1.4 Alkohol Netral 41
3.3.1.5 Indikator Phenoltalein 41
3.3.2 Preparasi Sampel 41
3.3.3 Ekstraksi 42
3.3.4 Analisis Lemak Babi (lard) 42
3.3.4.1 Analisis sifat Fisika-Kimia 42
3.3.4.1.1 Indeks Bias 42
3.3.4.1.2 Titik Leleh 42
3.3.4.1.3 Bilangan Penyabunan 43
3.3.4.2 Analisis Kualitatif 43
3.3.4.2.1 Uji Noda 43
3.3.4.2.2 Uji Kelarutan 43
3.3.4.3 Analisis Kuantitatif Menggunakan Spektroskopi
Ultra Visible 43
3.3.4.3.1 Pembuatan Larutan Standard 43
3.3.4.3.2 Pemeriksaan Sampel 44
3.3.5 Metode Validasi 44

viii

Universitas Sumatera Utara


3.3.5.1 Uji Akurasi (Kecermatan) 44
3.3.5.2 Uji Presisi (keseksamaan) 44
3.3.5.3 Lineritas 44
3.3.5.4 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi
(LOQ) 45

3.4 Bagan Penelitian 46


3.4.1 Pembuatan Reagen 46
3.4.1.1 Asam Klorida 0.5N 46
3.4.1.2 KOH 0.1N
3.4.1.3 0.5 Alkoholik 46
3.4.1.4 Alkohol Netral 47
3.4.1.5 Indikator Phenoltalein 47
3.4.2 Preparasi Sampel 47
3.4.3 Ekstraksi 48
3.4.4 Analisis Sifat Fisika-Kimia 48
3.4.4.1 Indeks Bias 48
3.4.4.2 Titik Leleh 49
3.4.4.3 Bilangan Penyabunan 49
3.4.5 Analisis Kualitatif 50
3.4.5.1 Uji Noda 50
3.4.5.2 Uji Kelarutan 50
3.4.6 Analisis Kuantitatif 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52


4.1 Hasil 52
4.1.1 Preparasi
4.1.2 Ekstraksi 52
4.1.3 Analisis Sifat Fisika-Kimia 53
4.1.3.1 Indeks Bias 53
4.1.3.2 Titik Leleh 54
4.1.3.3 Bilangan Penyabunan 54
4.1.4 Analisis Kualitatif 55
4.1.4.1 Uji Noda 55
4.1.4.2 Uji Kelarutan 55
4.1.5 Analisis Kuantitatif 56
4.1.5.1 Penentuan λ maksimum 56
4.1.5.2 Penentuan Persamaan Garis Lurus 56
Menggunakan Larutan Seri Standart
4.1.5.3 Konsentrasi Lemak babi pada Bakso 57
4.1.6 Metode Validasi 57
4.1.6.1 Akurasi (Kecermatan) 58

ix

Universitas Sumatera Utara


4.1.6.2 Presisi (keseksamaan) 58
4.1.6.3 Lineritas 59
4.1.6.4 Batas Deteksi (LOD) dan 59
Batas Kuantitasi (LOQ)
4.2 Pembahasan 60
4.2.1 Preparasi Sampel 60
4.2.2 Ekstraksi 60
4.2.3 Analisis Sifat Fisika-Kimia 61
4.2.3.1 Indeks Bias 61
4.2.3.2 Titik Leleh 62
4.2.3.3 Bilangan Penyabunan 63
4.2.4 Analisis Kualitatif 64
4.2.4.1 Uji Noda 64
4.2.4.2 Uji Kelarutan 65
4.2.5 Analisis Kuantitatif 65
4.2.6 Metode Validasi 67
4.2.6.1 Akurasi (Kecermatan) 68
4.2.6.2 Presisi (keseksamaan) 68
4.2.6.3 Lineritas 68
4.2.6.4 Batas Deteksi (LOD) dan 70
Batas Kuantitasi (LOQ)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 71


5.1.Kesimpulan 71
5.2.Saran 71
DAFTAR PUSTAKA 72
LAMPIRAN 75

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Stuktur Molekul Lemak 6
Gambar 2.2 Daging Sapi 11
Gambar 2.3 Daging Babi 11
Gambar 2.4 Daging Babi (Pucat) 12
Gambar 2.5 Daging Sapi (Lebih Merah) 12
Gambar 2.6 Daging Babi dan Daging Sapi 12
Gambar 2.7 Daging Babi 13
Gambar 2.8 Daging Sapi 13
Gambar 2.9 Daging Babi dan Daging Sapi 13
Gambar 2.10 Rangkaian Alat Maserasi 17
Gambar 2.11 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrosintesis 20
Gambar 2.12 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrokoagulasi 22
Gambar 2.13 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrodialisis 22
Gambar 2.14 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrowinning 23
Gambar 2.15 Rangkaian Alat Perkolasi 24
Gambar 2.16 Rangkaian Alat Refluks 25
Gambar 2.17 Rangkaian Alat Soklet 27
Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel 39
Gambar 4.1 Sampel Bakso Babi yang Telah Dipreparasi 52
Gambar 4.2 Proses Maserasi Coupling elektrosintesis 53
Gambar 4.3 Bakso Babi Hasil Preparasi 60
Gambar 4.4 Data Indeks Bias pada lemak babi 61
Gambar 4.5 Grafik Titik Leleh Lemak Babi 62
Gambar 4.6 Data Bilangan Penyabunan 63
Gambar 4.7 Bercak Lemak Babi Yang Tertinggal (a) Kertas
Saring dan (b) Kertas Tulis 64
Gambar 4.8 Grafik Titik Leleh Lemak Babi 65
Gambar 4.9 Grafik λ Maksimum dari Lemak Babi (lard) 66
Gambar 4.10 Konsentrasi Lemak Babi (lard) dari bakso 67
Gambar 4.11 Grafik Linearitas 69

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Lemak Dalam Produk 8
Tabel 2.2 Karakteristik Lemak Hewan 9
Tabel 2.3 Asam Lemak dari Hewan 10
Tabel 2.4 Potensi Reduksi dan Oksidasi Senyawa Organik 19
Tabel 4.1 Data Indeks Bias Lemak Babi (Lard) 53
Tabel 4.2 Data Titik Leleh Lemak Babi (lard) 54
Tabel 4.3 Data Bilangan Penyabunan Lemak Babi (lard) 55
Tabel 4.4 Data Hasil uji noda lemak babi (lard) 55
Tabel 4.5 Data Analisis Kelarutan Lemak Babi (lard) 55
Tabel 4.6 Data λ Maksimum Lemak Babi (lard) 56
Tabel 4.7 Data Absorbansi Lemak Babi (lard) Standartd 56
Tabel 4.8 Data Konsentrasi Lemak Babi (lard) 57
Tabel 4.9 Data Analisis Akurasi (Kecermatan) 58
Tabel 4.10 Data Analisis Presisi (Keseksamaan) 58
Tabel 4.11 Data Analisis Lineritas 59
Tabel 4.12 Penentuan persamaan garis

xii

Universitas Sumatera Utara


xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1. Contoh Perhitungan 75

Lampiran 2. Data Analisis Spektroskopi Ultra Violet 83

Lampiran 3. Gambar Hasil Penelitian 87

Lampiran 4. Asam Lemak 92

Lampiran 5 konversi 0Brix terhadap indeks bias 94

Universitas Sumatera Utara


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan bagian dari hak asasi setiap
warga masyarakat di Indonesia yang disebut dengan pangan (Hidayat, 2015). Pada saat
sekarang ini, konsumen semakin selektif dalam mengonsumsi bahan makanan (Burlian,
2013). Pangan harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam
dengan harga yang terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat (Razali, 2017). Oleh karena itu, keamanan pangan sangat diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda yang
lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan (Armandhanu,
2017). Dalam hal ini, perlu adanya metode investigasi dan analisis yang memberikan
pelindungan bagi pihak yang memproduksi dan mengkonsumsi pangan tersebut
(Gustiani, 2009). Pencampuran bahan yang tidak diinginkan dalam suatu produk
tertentu secara sengaja disebut adulterasi (Food, 2017). Selain faktor keamanan
pangan, faktor kehalalan suatu produk pangan juga harus menjadi perhatian masyarakat
(Citrasari, 2013). Salah satu konsep halal adalah makanan harus tidak mengandung
lemak babi (lard). Kehadiran komponen lemak babi menyebabkan makanan tersebut
menjadi haram untuk dikonsumsi (Hilda, 2014). Untuk itu pemerintah bertanggung
jawab dalam menyelenggarakan jaminan produk halal (JPH) (Doni, 2017). Total
mikroba merupakan salah satu parameter dalam analisis sosis sapi yang bercampur
dengan lemak babi dalam rangka pengujian kehalalan produk pangan olahan
berdasarkan analisis mikrobiologi (Razali,2019)
Produk lemak babi (lard) yang dibutuhkan oleh konsumen penting untuk
diketahui, dikarenakan adanya indikasi pencampuran lemak babi (lard) dengan lemak
lain misalnya lemak ayam, sehingga untuk itu perlunya konsumen untuk dilindungi.
Begitu juga Kehadiran komponen lemak babi seringkali digunakan untuk menggantikan
lemak sapi yang memiliki fungsi sama sehingga perlu dilakukan uji kandungan kimiawi
(Mursyidi, 2013).

Universitas Sumatera Utara


2

Salah satu komoditas ternak yang memiliki potensi sebagai campuran daging segar
adalah Babi. Hal ini, disebabkan karena ternak babi memiliki sifat dan kemampuan
memiliki pertumbuhan yang cepat, efisiensi ransum yang baik (75-80%), persentase
karkas yang tinggi (65-80%) dan jumlah anak per kelahiran (litter size) yang tinggi
(Satriavi, 2013). Lemak babi merupakan bahan dasar makanan yang biasa digunakan
sebagai minyak goreng atau sebagai pelengkap masakan seperti layaknya lemak sapi,
lemak kambing dan mentega (Hilda, 2014). Harga daging babi yang relatif lebih murah
sering digunakan sebagai bahan campuran yang dijual dengan label Halal (Susanto dan
Wardoyo, 2014). Hal ini dilakukan dengan alasan keuntungan tanpa memperhatikan hak
konsumen (Susanto dan Wardoyo, 2014).
Dalam suatu analisis, kimiawan dapat memberikan arah pemeriksaan yang
menguatkan asumsi zat yang terkandung didalam suatu senyawa (Lenski, 2010)
termasuk proses investigasi dan analisis (Sisco, 2018). Komposisi yang terkandung
dalam lemak babi telah dianalisis menggunakan metode Kromatografi dan FTIR.
Spektra lemak babi memiliki perbedaan dengan lemak hewani lainnya (Rohman, 2012).
Identifikasi pemalsuan daging babi dalam produk olahan daging selama ini hanya bisa
dideteksi berdasarkan DNA-nya. Hal tersebut sehingga memerlukan biaya yang cukup
mahal, Penelitian tentang pemalsuan daging babi kedalam produk olahan daging
khususnya bakso sudah pernah dilakukan dengan menggunakan SDS-PAGE. Hasilnya
terdeteksi fraksi protein dengan berat molekul tertentu (Susanto, 2014)
Bakso adalah salah satu makanan yang sangat digemari oleh masyarakat karena
cita rasanya khas yang terbuat dari daging sapi, namun bakso sering sekali dilaporkan
karena terindikasi menggunakan campuran daging babi dalam pengolahannya (Buana,
2018). Adanya indikasi pada makanan bakso tersebut perlu dilakukan pengembangan
penelitian mengenai analisis kandungan lemak babi untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat. Metode analisa lemak babi pada produk pangan seperti bakso yang mengandung
lemak babi yaitu secara analisa sifat fisika lemak babi (lard), analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif.
Analisis sifat fisika-kimia lemak babi (lard) yang diamati meliputi:indeks bias,
titik leleh bilangan penyabunan dari hasil ekstraksi pada produk pangan yaitu bakso.

Universitas Sumatera Utara


3

Analisis Kualitatif diamati yaitu uji noda dimana dengan penambahan alkohol netral
sehingga diamati noda yang terbentuk dan uji kelarutan dengan berbagai macam
pelarut berdasarkan kelarutannya. Analisa kuantitatif dengan menggunakan
Spektroskopi Ultra Violet dengan menggunakan panjang gelobang . Analisa validasi
merupakan metode yang dilakukan untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Parameter validasi metode analisis
yang diuji adalah kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), linearitas, batas
deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ). Proses ekstraksi yang digunakan masih
menggunakan maserasi dengan pelarut n-heksan sehingga pelarut mudah menguap dan
lemak babi (lard) teroksidasi. Lemak hewani termasuk lemak babi akan cepat rusak jika
terlalu lama terpapar di udara (12 jam) (Razali, 2018). Maserasi coupling elektrosintesis
akan dikembangkan untuk mengurangi waktu maserasi (Taufik, 2017)
Lelya Hilda (2019) telah melaporkan Lemak babi dianalisis menggunakan
Gas Kromatografi (GC). Data kualitatif dikembangkan dengan menghasilkan fraksi
dari lemak babi yakni : Asam Kaprilat C8:0 0%, Asam Kaprat C10:0 0,07 %, Asam
Laurat C12:0 0,3%, Asam Miristat C14 : 0 1,20 %, Asam Palmitoleat C16:1 1,60% ,
Asam Palmitat C16 : 0 7,22 %, Asam Margarat C17:0 0,2%.
Taufik (2019) telah melaporkan Lemak babi (lard) pada bahan nugget babi
menggunakan spektroskopi UV (λ maks = 270 nm) dengan waktu ekstraksi 12 jam,
Menganalisis sifat fisika lemak babi yang diadulterasi dengan daging sapi, ayam dan
ikan tuna juga telah dianalisis (Taufik, 2018) menggunakan metode Rancangan Acak
Lengkap (RAL) (Ardilla, 2018).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti melakukan analisa lemak babi, dimana
lemak babi yang diperoleh dari produk pangan bakso diekstraksi menggunakan
pelarut n-heksana dengan variasi waktu 30, 60, 90, 120, 150 menit yang
menghasilkan lemak babi sehingga dapat dianalisis secara fisika – kimia dan
menggunakan spektroskopi Ultra Violet.

Universitas Sumatera Utara


4

1.2 Permasalahan
1. Bagaimana mempreparasi dan mengekstraksi lemak babi (lard) yang terdapat
pada sampel bakso?
2. Bagaimana menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif lemak babi (lard)
yang terkandung dalam sampel bakso?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mempreparasi dan mengekstraksi lemak babi (lard) yang terdapat pada
sampel bakso
2. Untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif lemak babi (lard) yang
terkandung dalam sampel bakso.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini akan memberi informasi analisis terhadap lemak babi (lard)
sehingga dapat digunakan masyarakat secara sederhana di laboratorium sederhana.

1.5 Metodologi Penelitian


Sampel diambil dari kawasan padang bulan Medan, sampel dibersihkan dan
dihaluskan dan dikeringkan selama 2 jam. Kemudian penelitian selanjutnya
dilanjutkan dengan proses ekstraksi yaitu dengan cara maserasi menggunakan pelarut
n-heksana sebanyak 25 ml dan proses maserasi dilakukan dengan coupling
elektrosintesis dengan variasi waktu 30, 60, 90, 120, 150 menit, dengan kuat arus
2.4 volt dan proses penyaringan menggunakan kain flannel dan diperoleh lemak babi
dari bakso kemudian diuji sifat fisika-kimia, analisis kualitatif dan kuantitatif. Uji
sifat fisika-kimia dengan menentukan indeks bias, titik leleh, dan bilangan
penyabunan. Analisis kualitatif dilakukan melalui analisa uji noda , uji kelarutan
dilaukan menggunakan kelarutan dalam aquadest. Analisa kuantitatif dilakukan
menggunakan Ultra Violet. Validasi metode analisis dilakukan menggunakan metode
analisis kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), linearitas, batas deteksi (LOD)
dan batas kuantitasi (LOQ).

Universitas Sumatera Utara


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produk Pangan


Pengolahan produk pangan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi memungkinkan percampuran antara yang halal dan yang
haram, baik disengaja maupun tidak. Contoh produk pangan industri adalah nugget,
mie instant, sosis, makanan dan minuman kaleng dan produk industri lainnya
(Hidayat, 2015).
Bakso adalah makanan terbuat dari daging, udang, ikan yang dicincang dan
dilumatkan bersama tepung kanji, biasanya bulat-bulat (KBBI, 2008) Bakso daging
menurut SNI No: 01-3818-1995 adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain
yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50
persen) dan pati atau serealia dengan atau tanpa bumbu BTP (bahan tambahan
pangan) yang diizinkan. Pembuatan bakso biasanya menggunakan daging yang segar.
Daging segar (pre-rigor) adalah daging yang diperoleh setelah pemotongan hewan
tanpa mengalami proses pendinginan terlebih dahulu. Bakso dapat dikelompokkan
menurut jenis daging yang digunakan dan berdasarkan perbandingan jumlah tepung
pati yang digunakan. Berdasarkan jenis daging sebagai bahan baku untuk membuat
bakso, maka dikenal bakso sapi, bakso ayam, bakso ikan, bakso kerbau, dan bakso
kelinci (Gaffar, 1998).

2.2 Lemak
Lemak ialah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu
trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon.
Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat
satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut
monogliserida, digliserida atau trigliserida.

Universitas Sumatera Utara


6

Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu
lemak adalah suatu trigliserida. (poedjiadi, 1994). Gambar 2.1 menunjukkan struktur
molekul dari lemak yaitu:

Gambar 2.1 struktur molekul lemak

Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut di
dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar seperti
kloroform atau eter. lipida yang paling banyak digunakan adalahlemak atau
triasilgliserol yang merupakan bahan bakar utama bagi semua organisme
(Lehninger,1982).
Lipid dalam bentuk lemak dan minyak merupakan makanan yang penting
untuk menjaga kesehatan tubuh manusia, selain itu juga merupakan sumber energi
yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno,1989).
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda-beda. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang
disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh dan berbentuk cair. Lemak hewani ada yang
berbentuk padat yaitu lemak susu, lemak babi, lemak sapi (Murray, 2003). Lemak
hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan, lemak yang memiliki titik
lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh.
Menentukan derajat ketidak jenuhan diukur dengan bilangan iodium. Bilangan
iodium ialah banyaknya gram iodium yang dapat bereaksi dengan 100 gram lemak.
Jadi makin banyak ikatan rangkap makin besar bilangan iodium. Jumlah mol basa
yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah mol.
Jumlah milligram kalium hidroksida yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram
lemak disebut bilangan penyabunan. Lemak apabila dibiarkan lama diudara akan

Universitas Sumatera Utara


7

menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak karena adanya proses hidrolisis
(Poedjiadi, 1994).

2.2.1 Lemak Babi (Lard)


Babi termasuk kingdom Animalia, Filum: Chordata, kelas Mamalia, Ordo
Artiodactyla, Familia Suidae, dan Genus Sus. Babi memiliki banyak spesies, di
antaranya adalah sebagai berikut : Sus barbatus, Sus bucculentus, Sus cebifrons, Sus
celebensis, Sus domesticus, Sus heureni, Sus philippensis, Sus Salvanius, Sus scrofa,
Sus timoriensis, dan Sus verrucosus (Yanty, 2018). Minyak babi adalah lemak yang
diambil dari jaringan lemak hewan babi.
Lard atau lemak babi adalah lemak yang dipisahkan dari jaringan berlemak
pada daging babi. Kualitas lard dipengaruhi oleh beberapa faktor antra lain: bagian
dari tubuh yang dibuat lard, jenis makanan babi, dan proses rendering. Leaf lard
merupakan jenis lard terbaik, dibuat dari lemak leaf fat yang diambil dari bagian
abdomen atau rongga perut babi. Lard mudah menjadi tengik, lard memiliki titik asap
yang sangat rendah sehingga tidak cocok untuk bahan penggoreng (Sugiono, 2009)
Lemak babi sering digunakan dalam industri makanan dikarenakan memiliki
jaringan struktur dan komposisi yang sesuai serta tidak memiliki rasa dan bau (FAO,
2008). Lemak babi merupakan salah satu komponen yang sering digunakan dalam
produk pangan maupun dalam produk kosmetik. Dalam makanan, lemak babi
digunakan untuk membuat emulsifier.
Lemak babi (Lard) merupakan lemak yang diperoleh dari proses rendering
jaringan adipose babi (sus scrofa).lemak babi memiliki konsistensi lembut dan
semipadat pada suhu 27 0C, tetapi meleleh sempurna pada 42 0C. Lemak babi yang
telah diolah lebih lanjut dapat mengandung refined lard, lard stearin, atau
hydrogenated lard.
Adanya komponen bahan makanan yang mengandung babi dalam bahan dan produk
pangan dapat diidentifikasi melalui lemak, protein maupun DNAnya (Maulidia,
2013). Lemak yang terkandung dalam daging babi merupakan lemak jenuh dengan
kandungan kolestrol yang lebih tinggi dibandingkan lemak daging hewan lainnya

Universitas Sumatera Utara


8

(Tharayyarah, 2013). Daging babi memiliki lebih banyak polyunsaturated fatty


acid (PUFA) asam linoleat di dalam jaringan adiposa dan otot (Wood et al. 2008).
Tabel 2.1 kandungan lemak dalam produk makanan yaitu:
Produk Lemak (%) Produk Lemak (%)
Asparagus 0.25 Mentega 80
Oat (A.sativa) 4.4 keju 43
Barli 1.9 Hamburger 30
Beras 1.4 Daging sapi 10-30
Walnut 58 Daging ayam 7
Kelapa 34 Daging babi 31
Kacang tanah 49 Cod 0.4
Biji bunga matahari 28 Susu 3.5

Lemak terkandung dalam berbagai jenis bahan makanan, baik yang berasal
dari hewan maupun tumbuhan. Tabel 2.1 di atas menampilkan kadar lemak beberapa
jenis bahan makanan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kadar lemak daging babi
(31%) lebih tinggi dari pada kadar lemak daging sapi (10-30%). Beberapa sifat fisika-
kimia lemak yang paling penting adalah sebagai berikut:
a. Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari zat warna alami dan hasil degradasi zat
warna alami. Zat warna alami misalnya a dan ß karoten, santofil, klorofil, dan
antosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning-kecoklatan,
kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan.
b. Bau
Lemak atau bahan berlemak seperti lemak sapi, lemak babi, mentega, krim, susu
bubuk, mempunyai bau seperti bau ikan yang sudah basi. Bau minyak alami berasal
dari hasil urai asam – asam lemak atau komponen lain yang larut dalam minyak,
seperti minyak sawit mempunyai bau yang khas karena adanya karoten.
c. Kelarutan

Universitas Sumatera Utara


9

Kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut ditentukan oleh kepolaran zat dan pelarut
tersebut. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, dan
larut sempurna dalam kloroform. Sifat kelarutan minyak dan lemak digunakan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang mengandung minyak. Asam lemak rantai
pendek dapat larut dalam air. Semakin panjang rantai asam lemak kelarutan dalam air
semakin berkurang. Asam lemak tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organik
dibandingkan dengan asam lemak jenuh.
d. Titik didih
Titik didih asam-asam lemak semakin meningkat dengan bertambah panjangnya
rantai atom karbon asam-asam lemak tersebut.
e. Indeks bias
Besaran indeks bias dapat digunakan untuk pengenalan zat kimia serta pengujian
kemurnian suatu minyak. Indeks bias minyak atau lemak akan meningkat jika rantai
atom karbonnya semakin panjang. Indeks bias juga bertambah besar dengan kenaikan
berat molekul.
f. Reaksi-reaksi kimia
Reaksi yang dapat dialami lemak dan minyak, meliputi hidrolisis, oksidasi, dan
esterifikasi.
Profil dan karakteristik lemak hewani (ayam, sapi, babi) dengan hasil pengujian
sifat fisikokimia pada setiap sampel (Hermanto,2008), seperti pada tabel 2.2:
Tabel 2.2 Karaktristik Lemak Hewani
No Parameter Lemak Sapi Lemak Babi Lemak Ayam
1 Bobot jenis (g/ml) 0.8999 0.8940 0.8769
2 Indeks Bias 1.460 1.462 1.461
3 Titik Leleh 43.5 36.0 34.5
4 Bilangan Iod 45.75 72.69 62.81
5 Bilangan Penyabunan 237.57 257.70 259.77

Universitas Sumatera Utara


10

2.2.2 Asam Lemak Sapi dan Babi


Sapi dan babi sama-sama mengandung lemak dalam kadar yang cukup besar.
perbandingan kadar komponen asam lemak pada sapi, babi, dan beberapa bahan
pangan hewani lainnya. Meskipun demikian, penting untuk diperhatikan bahwa asam
lemak tersebut juga juga terkandung di dalam lemak hewan lain. Asam lemak 20:1,
misalnya juga ditemukan pada lemak kambing, kuda, maupun kalkun. Tabel 2.2
merupakan tabel kandungan asam lemak pada hewan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Asam lemak dari hewan
Hewan Asam lemak (%)
20:0 14:0 16:0 18:0 16:1 18:1 18:2 18:3 20:1

Sapi - 6.3 27.4 14.1 - 49.6 2.5 - -


Babi - 1.8 21.8 8.9 4.2 53.4 6.6 0.8 0.8
Domba - 4.6 24.6 30.5 - 36.0 4.3 - -
Kambing 3.5 2.1 25.5 28.1 - 38.4 - - -
kuda 0.4 4.5 25.9 4.7 6.8 33.7 5.2 16.3 2.3
Ayam 1.9 2.5 36.0 2.4 8.2 48.2 0.8 - -
Kalkun 0.1 0.8 20.0 6.4 6.2 38.4 23.7 1.6 .

2.2.3 Perbandingan Hewan

Lemak dalam bahan pangan biasanya digunakan untuk meningkatkan


kestabilan dan kesamaan mutu produk-produk emulsi atau meningkatkan kualitas
produk. Oleh karena lemak hewan dari sapi relatif lebih mahal, maka seringkali
digunakan lemak babi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berikut perbedaan hewan
babi dengan sapi:

Universitas Sumatera Utara


11

1. Daging

Secara umum, daging adalah otot yang menempel pada rangka hewan serta
lemak yang terkandung di dalamnya. Meskipun demikian, limpa, ginjal, otak, hati
dan semua bagian dari hewan yang dapat dimakan juga dapat disebut sebagai daging.
Dalam industri pengemasan daging, istilah daging memiliki arti yang lebih sempit,
yaitu daging spesies mamalia (sapi, kambing, babi) yang dipelihara untuk dijadikan
bahan konsumsi manusia. Dengan demikian, daging kelompok burung dan ikan tidak
termasuk daging dalam arti sempit ini. Komposisi biokimia daging otot mamalia
dewasa secara umum adalah 75% air, 19% protein, 2,5% lemak intramuskular, 1,2%
karbohidrat, 2,3% zat-zat terlarut non-protein, termasuk senyawa-senyawa anorganik.
Pada kenyataannya, komposisi biokimia daging akan sangat bervariasi, tergantung
pada spesies, varietas, jenis kelamin, nutrisi pangan ternak, kerja fisik yang dilakukan
hewan tersebut, serta letak daging secara anatomi. Lemak dalam daging dapat berupa
“lemak sejati” yang mengandung ester dari gliserol dan asam lemak maupun lemak
intramuskular. “Lemak sejati” digunakan oleh hewan tersebut untuk menyimpan
energi, sedangkan lemak intramuskular mengandung fosfolipid dan bagian-bagian
yang tidak dapat disafonifikasi, seperti kolesterol.
Daging sapi dan daging babi telah dikonsumsi sejak zaman dahulu kala. Setelah
disembelih, daging sapi dan daging babi dipotong-potong menjadi bagian-bagian
utama. Gambar 2.2 dan gambar 2.3 menunjukkan bagian-bagian utama potongan
daging sapi dan daging babi ala Amerika yaitu:

Gambar 2.2 Daging Sapi Gambar 2.3 Daging Babi

Universitas Sumatera Utara


12

Secara kasat mata, daging babi dan daging sapi dapat dibedakan berdasarkan
5 aspek, yaitu:
a. Warna
Daging babi memiliki warna yang lebih pucat dari daging sapi Warna daging babi
mendekati warna daging ayam. Namun perbedaan ini tak dapat dijadikan pegangan
karena warna pada daging babi oplosan biasanya dikamuflase dengan pelumuran
darah sapi, meskipun warna kamuflase ini dapat dihilangkan dengan perendaman
dengan air. Selain itu, ada bagian tertentu dari daging babi yang warnanya mirip
sekali dengan daging sapi sehingga sangat sulit membedakannya. Gambar 2.4 dan
gambar 2.5 menunjukkan warna dari daging babi dan daging sapi seperti pada
gambar:

Gambar 2.4 Daging Babi (pucat) Gambar 2.5 Daging sapi (lebih merah)
b. Serat Daging
Serat-serat daging sapi tampak padat dan garis-garis serat terlihat jelas.
Sedangkan pada daging babi, serat-seratnya terlihat samar dan sangat renggang.
Perbedaan ini semakin jelas ketika kedua daging direnggangkan bersama. Gambar 2.6
menunjukkan serat daging dari daging babi dan daging sapi dimana daging babi serat
tidak jelas sedangkan daging sapi serat jelas seperti pada gambar:

Gambar 2.6 Daging Babi dan daging sapi

Universitas Sumatera Utara


13

c. Penampakan Lemak
Perbedaan terdapat pada tingkat keelastisannya. Daging babi memiliki tekstur
lemak yang lebih elastis sementara lemak sapi lebih kaku dan berbentuk. Selain itu
lemak pada babi sangat basah dan sulit dilepas dari dagingnya sementara lemak
daging agak kering dan tampak berserat. Namun kita harus hati-hati pula bahwa pada
bagian tertentu seperti ginjal, penampakkan lemak babi hampir mirip dengan lemak
sapi. Gambar 2.7 dan gambar 2.8 menunjukkan lemak daging dari daging babi dan
daging sapi seperti pada gambar:

Gambar 2.7 Daging Babi Gambar 2.8 Daging Sapi

d. Tekstur
Daging sapi memiliki tekstur yang lebih kaku dan padat dibanding dengan daging
babi yang lembek dan mudah diregangkan . Melalui perbedaan ini sebenarnya ketika
kita memegangnya pun sudah terasa perbedaan yang nyata antar keduanya karena
terasa sekali daging babi sangat kenyal. Sementara daging sapi terasa solid dan keras
sehingga cukup sulit untuk diregangkan. Gambar 2.9 menunjukkan lemak daging
dari daging babi seperti pada gambar:

Gambar 2.9 daging babi dan daging sapi

Universitas Sumatera Utara


14

e. Aroma
Terdapat sedikit perbedaan antara keduanya. Daging babi memiliki aroma
khas tersendiri, sementara aroma daging sapi adalah anyir seperti yang telah kita
ketahui. aroma kedua daging ini tetap dapat dibedakan.
Dengan semakin berkembangnya teknologi pangan, maka tantangan untuk mengenal
perbedaan antara daging babi dengan daging sapi semakin sulit karena produk yang
kita beli sudah dalam bentuk olahan. Di samping itu, produk turunan lemak sapi
maupun babi juga banyak digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena
itu, diperlukan cara lain untuk dapat mengidentifikasi adanya kandungan babi di
dalam makanan. Secara kimia, perbedaan kandungan protein dan lemak pada sapi dan
babi dapat dimanfaatkan untuk melakukan identifikasi ini. Pada penelitian ini,
analisis kimia yang dilakukan didasarkan pada perbedaan komposisi asam lemak.

2.3 Ekstraksi

2.3.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi merupakan pemisahan campuran untuk beberapa zat sehingga


menjadi komponen yang terpisah (Winarno et al, 1973). Pada proses ekstraksi
dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi.

2.3.1.1 Fase Pencucian (Washing Out)

Pada saat penggabungan pelarut dengan simplisia, maka sel-sel yang rusak
karena proses pengecilan ukuran langsung kontak dengan bahan pelarut. Komponen
sel yang terdapat pada simplisia tersebut dapat dengan mudah dilarutkan dan dicuci
oleh pelarut. Dengan adanya proses tersebut, maka dalam fase pertama ini sebagian
bahan aktif telah pindah ke dalam pelarut. Semakin halus ukuran simplisia, maka
semakin optimal jalannya proses pencucian tersebut.

Universitas Sumatera Utara


15

2.3.1.2 Fase Ekstraksi (Difution)

Untuk melarutkan komponen sel yang tidak rusak, maka pelarut harus masuk
ke dalam sel dan mendesak komponen sel tersebut keluar dari sel. Membrane sel
simplisia yang mula-mula mengering dan menciut harus diubah terlebih dahul agar
terdapat suatu perlintasan pelarut ke dalam sel. Hal ini dapat terjadi melalui proses
pembengkakkan, dimana membran mengalami suatu pembesaran volume melalui
pengambilan molekul bahan pelarut. Kemampuan sel untuk mengikat pelarut
menyebabkan struktur dinding sel tersebut menjadi longgar, sehingga terbentuk ruang
antarmiselar, yang memungkinkan bahan ekstraksi, mencapai ke dalam ruang dalam
sel. Peristiwa pembengkakkan ini sebagian besar disebabkan oleh air. Campuran
alkohol-air lebih disukai untuk mengekstraksi bahan farmasetik karena terbukti lebih
cepat (Voigt, 1994).

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan,
kemudian daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dengan
memperoleh ekstrak yang sempurna. Metode pembuatan ekstrak yang umum
digunakan antara lain maserasi, perkolasi, soxhletasi. Selain itu, metode ekstraksi
juga dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat (Ansel, 1989).
Menurut (Kurnia, 2010) ekstraksi dengan berdasarkan pelarut dapat dilakukan
dengan cara dingin dan cara panas. Cara dingin yaitu metode maserasi dan perkolasi,
sedangkan cara panas antara lain dengan reflux, soxhlet, digesti, destilasi uap dan
infuse. Reflux merupakan ekstraksi pelarut pada suhu didihnya selama waktu tertentu
dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat
khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah maserasi kinetik pada suhu lebih
tinggi dari suhu kamar sekitar 40-50 oC. Destilasi uap adalah ekstraksi zat kandungan
menguap dari bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial .
Kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna

Universitas Sumatera Utara


16

dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama
kandungan yang memisah sempurna atau sebagian. Infuse adalah ekstraksi pelarut air
pada suhu penangas air 96-98 oC selama 15-20 menit (Kurnia, 2010).

2.3.3 Pembagian Ekstraksi

2.3.3.1 Ekstraksi secara dingin

2.3.3.1.1 Maserasi

Maserasi berasal dari bahasa latin “macerare” yang artinya mengairi,


melunakkan, merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan jamu yang
dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau
diserbuk kasarkan) disatukan dengan bahan ekstraksi.
Rendaman tersebut disimpan terlindungi dari cahaya langsung (mencegah
reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu
maserasi adalah berbedabeda, masing-masing farmakope mancantumkan 4-10 hari
(Voight, 1994).
Namun pada umumnya 5 hari, setelah waktu tersebut keseimbangan antara
bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar sel telah tercapai.
Pengocokan dilakukan agar cepat mendapat kesetimbangan antara bahan yang
diekstraksi dalam bagian sebelah dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan.
Keadaan diam tanpa pengocokan selama maserasi menyebabkan turunnya
perpindahan bahan aktif. Semakin besar perbandingan jamu terhadap cairan ekstraksi,
akan semakin baik hasil yang diperoleh (Voight, 1994).
Proses pengerjaan dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat
didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel .

Universitas Sumatera Utara


17

Keuntungan dari metode maserasi yaitu prosedur dan peralatannya sederhana


(Agoes, 2007). Rangkaian alat maserasi dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini :

Gambar 2.10 Rangkaian alat maserasi


Keterangan :
A : Bejana untuk maserasi berisi bahan yang sedang dimaserasi.
B: Tutup
C: Pengaduk yang digerakkan secara mekanik (Voight, 1994).
Kelemahan metode maserasi adalah :
1. Proses penyarian tidak sempurna, karena zat aktifnya hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja.
2. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
3. Penyarianya kurang sempurna (dapat terjadi kejenuhan cairan penyari
sehingga kandungan kimia yang tersari terbatas) (Voight, 1994).
Kelebihan metode maserasi adalah :
1. Alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.
2. Biaya operasionalnya relatif rendah.
3. Prosesnya relatif hemat penyari.
4. Tanpa pemanasan (Voight, 1994).

Universitas Sumatera Utara


18

2.3.3.1.1.1 Maserasi Coupling Elektrosintesis


Prinsip dari metode elektrosintesis didasarkan pada penerapan teori-teori
elektrokimia biasa. Baik teknik elektrosintesis maupun metode sintesis secara
konvensional, mempunyai variabel-variabel yang sama seperti suhu, pelarut, pH,
konsentrasi reaktan, metode pencampuran dan waktu. Akan tetapi perbedaannya, jika
di elektrosintesis mempunyai variabel tambahan yakni variabel listrik dan fisik
seperti elektroda, jenis elektrolit, lapisan listrik ganda, materi/jenis elektroda, jenis sel
elektrolisis yang digunakan, media elektrolisis dan derajat pengadukan (Buchari.
2003).
Pada dasarnya semua jenis sel elektrolisis termasuk elektrosintesis selalu berlaku
hukum Faraday yakni:
 Jumlah perubahan kimia yang terjadi dalam sel elektrolisis, sebanding dengan
muatan listrik yang dilewatkan di dalam sel tersebut
 Jumlah muatan listrik sebanyak 96.500 coulomb akan menyebabkan perubahan
suatu senyawa sebanyak 1,0 gramekivalen (grek)
Sebelum melaksanakan elektrosintesis, sangatlah penting untuk memahami
reaksi yang terjadi pada elektroda. Di dalam sel elektrolisis akan terjadi perubahan
kimia pada daerah sekitar elektroda, karena adanya aliran listrik. Jika tidak terjadi
reaksi kimia, maka elektroda hanya akan terpolarisasi, akibat potensial listrik yang
diberikan. Reaksi kimia hanya akan terjadi apabila ada perpindahan elektron dari
larutan menuju ke elektroda (proses oksidasi), sedangkan pada katoda akan terjadi
aliran elektron dari katoda menuju ke larutan (proses reduksi) (Buchari. 2003). Proses
perpindahan elektron dibedakan atas perpindahan elektron primer, artinya materi
pokok bereaksi secara langsung pada permukaan elektroda.Perpindahan elektron
secara sekunder, elektron akan bereaksi dengan elektrolit penunjang, sehingga akan
dihasilkan suatu reaktan antara (intermediate reactan), yang akan bereaksi lebih lanjut
dengan materi pokok di dalam larutan.

Universitas Sumatera Utara


19

Reaktan antara ini dapat dihasilkan secara internal maupun eksternal:


Perpindahan elektron secara primer : O + ne → P
Perpindahan elektron secara sekunder : X + ne → I, O + I → P
Perlu diketahui juga dalam mengelektrosintesis terutama sintesis senyawa
organik bahwa reaksi pada elektroda dapat saja berubah bila kondisi berubah. Salah
satu parameter yang penting untuk memahami reaksi yang terjadi adalah dengan
mengetahui potensial elektrolisis untuk reaksi oksidasi dan reduksi. Tabel 2.3 dan 2.4
berikut ini memperlihatkan potensial reduksi dan oksidasi beberapa senyawa organik.
Tabel 2.3 Potensi reduksi senyawa organik dan oksidasi organik.

Senyawa E1/2 (volt) Senyawa E1/2 (volt)


Phenacyl Bromide -0.16 Anthracene 1.20
Kloroform -1.67
Phenantherene 1.68
Methylen Klorida -2.33
Naphthalene 1.72
Benzoquinon +0.44
Benzoquinon -0.40 Phenol 1.35
Mesityl Oxide -1.6 Anisol 1.67
Camphorb Anil -2.6 Thioanisol 1.82
Benzalanin -1.83
Bitropyl 1.29
Antharacene -1.94
Tropylidiine 1.39
Phenantherene -2.46
Napthalene -2.47 Thiopene 1.91

Pengaturan potensial juga amat penting dilakukan terutama bila reaksi


melibatkan molekul bergugus fungsi banyak (kompleks polyfunctional molecule).
Sebagai contoh reaksi reduksi kromida aromatik pada kondisi katon dan alkil klorida
tidak aktif dan alpha-kromoketon yang lebih mudah tereduksi dari pada arilkromida.
Reaksi reduksi selektif ini dapat diramalkan berjalan sesuai dengan arah yang
diinginkan melalui pengaturan potensial. Pengaturan potensial juga berguna untuk
suatu reaksi transformasi pembuatan suatu senyawa organik yang melibatkan iodikal,

Universitas Sumatera Utara


20

karbanion ataupun korbonium, yang secara kimia biasa tidak dapat dilakukan ternyata
dapat dilaksanakan secara elektrokimia (Buchari, 2003). Rangkaian alat maserasi
dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini:

A B C

Gambar 2.11 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrosintesis

Keterangan: A : Sampel Bakso dalam waktu maserasi 90


B : Sampel Bakso dalam waktu maserasi 60
C : Sampel Bakso dalam waktu maserasi 30
D: Power Supply
E : kabel karoda dan Anoda
2.3.3.1.1.2 Maserasi Coupling Eletrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan proses yang dilewati oleh arus listrik pada air. Hal
tersebut telah dibuktikan betapa efisiennya proses tersebut untuk menghilangkan
kontaminan di dalam air. Elektrokoagulasi mempunyai efisiensi yang tinggi dalam
penghilangan kontaminan dan biaya operasi yang rendah.
Proses ini berdasarkan pada prinsip ilmu dimana adanya respon air yang mengandung
kontaminan terhadap medan listrik melalui reaksi reduksi dan oksidasi dan dapat
menghilangkan beberapa kation berat 99% serta dapat mengurangi mikroorganisme
dalam air. Beberapa ion-ion lainnya dan koloid-koloid dapat dihilangkan (Buchari,
2003). Pengolahan limbah cair dengan menggunakan elektrokoagulasi telah
dipraktekan sejak abad ke-20. Dengan menggunakan listrik untuk mengolah air
merupakan hal pertama yang dilakukan di Inggris pada tahun 1889 dan aplikasi
elektrolisis pada mineral beneficiation telah dipatenkan oleh Elmore pada tahun 1904.

Universitas Sumatera Utara


21

Prinsip proses elektrokoagulasi telah digunakan untuk mengolah air ”bilge” dari
kapal-kapal dan dipatenkan pertama kali oleh A. E. Dietrich pada tahun 1906.
Mekanisme proses coupling elektrokoagulasi adalah sel elektrokimia dimana anoda
menggunakan aluminium atau besi sebagai agen akoagulan. Secara simultan, gas-gas
elektrolit dihasilkan hidrogen pada katoda. Beberapa material elektroda dapat dibuat
dari aluminium, besi, stainless steel dan platina. Aluminium merupakan material
anoda yang sering digunakan (Buchari, 2003). Gambar 2.12 menunjukkan Maserasi
Coupling Eletrokoagulasi seperti pada gamabar yaitu:

Gambar 2.12 Rangkaian alat maserasi coupling elektrokoagulasi

2.3.3.1.1.3 Maserasi Coupling Elektrodialisis


Elektrodialisis adalah gabungan antara elektrokimia dan penukaran ion.
Elektrodialisis merupakan proses pemisahan elektrokimia dengan ion-ion berpisah
melintas membran selektif anion dan kation dari larutan encer kelarutan membran
lebih pekat akibat aliran arus searah (DC)sedangkan elektrodialis-reversal adalah
proses elektrodialis namun kutub elektroda-elektrodanya dibalik dengan daur waktu
tertentu, sehingga membalik pula arah gerak ion dalam jajaran membrannya. Sistem
ini digunakan untuk mengubah air payau menjadi air minum, memurnikan limbah
agar dapat dipakai ulang dan sebagai air padatan total terlarut tinggi sebelum masuk
kesistem penukaran ion (Buchari, 2003). Gambar 2.13 menunjukkan Maserasi
Coupling Elektrodialisis seperti pada gamabar:

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 2.13 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrodialisis

2.3.3.1.1.4 Maserasi Coupling Elektrowinning


Elektrowinning adalah proses elektrokimia yaitu proses pengendapan logam
pada kutub katoda menggunakan arus listrik yang mengalir dalam larutan elektrolit
hasil yang diperoleh pada kutub katoda adalah lumpur logam emas dan perak yang
disebut cake yang dapat langsung dilebur (smelting). Elektrowinning adalah cara
terbaru dan paling efesien digunakan dalam ekstraksi emas dan perak yang terdapat
di air (Pregnant Liquid Solution) dengan prinsip elektrolisa (reaksi redoks) dalam
sebuah kompartemen.

Reaksi sel yang terjadi adalah :

Anoda : 2OH- → O2 + H2O + 2e-


Katoda : 2Au(CN)2- + 2e- → 2Au + 4CN-
Overall : 2Au(CN)2- + 2OH- → 2Au + O2 + H2O + 4CN-

Pada proses elektrowinning akan melepaskan gas H+ membuat pH menjadi


turun sehingga berisiko mengasilkan gas HCN. Gas ini sangat berbahaya dan bersifat
korosif terhadap anoda, untuk itu larutan alkali sianida harus dijaga pada pH 12,5.
Parameter suatu proses elektrowinning dapat dikatakan selesai apabila telah sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengendapnya logam berharga yang
diinginkan di katoda dengan kadar yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara


23

Untuk mengetahui berapa lama suatu proses elektrowinning berlangsung


hingga mencapai kadar endapan logam berharga yang diinginkan, maka dapat
dihitung berdasarkan Hukum Faraday (Buchari, 2003). Gambar 2.14 menunjukkan
Maserasi Coupling Eletrowinning seperti pada gamabar yaitu

Gambar 2.14 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Eletrowinning

2.3.3.1.2 Perkolasi

Istilah perkolasi berasal dari kata „percolare‟ yang artinya penetesan,


merupakan ekstraksi yang dilakukan dengan penetesan cairan penyari dalam wadah
silinder atau kerucut (perkolator), yang memilki jalan masuk dan keluar. Bahan
ekstraksi yang dimasukkan secara kontinyu dari atas mengalir lambat melintasi
simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui pembaharuan terus-menerus
bahan pelarut berlangsung sesuai suatu maserasi banyak tingkat. Jika pada maserasi
sederhana suatu ekstraksi sempurna dari simplisia tidak terjadi, karena kesetimbangan
konsentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya dapat diatur, maka
pada perkolasi melalui pemasukan bahan pelarut yang ekstraksi total secara teoritis
adalah mungkin, berkaitan dengan perbedaan konsentrasi pada posisi yang baru,
secara praktek diperoleh sampai 95% bahan yang terekstraksi (Voigt, 1994).
Sebelum perkolasi dilakukan, simplisia terlebih dahulu direndam
menggunakan pelarut dan dibiarkan membengkak agar mempermudah pelarut masuk
ke dalam sel. Namun pembengkakan ini juga dapat menyebabkan pecahnya wadah itu

Universitas Sumatera Utara


24

sendiri. Dalam pengisian simplisia tidak boleh terdapat ruang rongga. Hal ini akan
menggagu keteraturan aliran cairan dan menyebabkan berkurangnya hasil ekstraksi,
namun suatu pengisian yang kompak dapat menghambat aliran pelarut atau malah
menghentikannya (Voigt, 1994). Rangkaian alat perkolasi dapat dilihat pada Gambar
2.15 berikut ini :

Gambar 2.15 Rangkaian alat perkolasi

Keterangan :
A : Perkolator C: Keran G: Botol perkolat
Kelemahan metode perkolasi sebagai berikut :
a. Cairan penyari lebih banyak.
b. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara
terbuka.
Kelebihannyametode perkolasi sebagai berikut :
a. Tidak terjadi kejenuhan.
b. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga
zat seperti terdorong untuk keluar dari sel) (Voigt, 1994).

2.3.3.2 Ekstrasi secara panas


2.3.3.2.1 Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan
ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-
uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul

Universitas Sumatera Utara


25

cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Voigt, 1994).
Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama
dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali
menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas
bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Voigt, 1994). Rangkaian alat
refluks dapat dilihat pada Gambar 2.16 berikut ini :

Gambar 2.16 Rangkaian alat refluks

Keterangan :
1. Labu dasar bulat : sebagai tempat zat cair dipanaskan
2. Kondensor spiral : mendinginkan uap larutan
3. Kassa asbes : untuk meratakan panas
4. Pembakar Bunsen : untuk memanaskan larutan dalam labu dasar bulat

Universitas Sumatera Utara


26

5. Kaki tiga : untuk menyangga labu dasar bulat, kondensor saat proses
pemanasan
6. Statif : untuk menyangga kondensor dan labu dasar bulat
7. Klem : untuk menahan kondensor spiral dan labu dasar bulat
8. Selang masuk : sebagai penghubung air masuk dari sirkulator menuju
kondensor
9. Selang keluar : sebagai penghubung keluarnya air dari kondensor menuju
ember
10. Sirkulator : alat untuk mensirkulasikan air
11. Ember : sebagai tempat menyimpan air
12. Batu didih : alat untuk mencegah terjadinya bumpin.
Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-
sampel yang mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan langsung.
Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume total pelarut
yang besar,dan sejumlah manipulasi dari operator (Voigt, 1994).
2.3.3.2.2 Soklet
Sokletasi dilakukan dalam sebuah alat yang disebut soxhlet. Cairan penyari
diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring, atau
tabung yang berlubang-lubang dari gelas, baja tahan karat, atau bahan lain yang
cocok. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap cairan penyari naik ke atas
melalui pipa samping, kemudian diembunkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan
turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia. Cairan penyari sambil
turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia. Karena adanya sifon maka setelah cairan
mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan kembali ke labu (Voigt, 1994).

Universitas Sumatera Utara


27

Rangkaian alat soklet dapat dilihat pada Gambar 2.17 berikut ini :

Gambar 2.17 Rangkaian alat soklet

Keterangan :
1. Kondenser berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses
pengembunan.
2. Timbal berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil.
3. Pipa F berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari proses
penguapan.
4. Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya penuh
kemudian jatuh kelabu alas bulat maka hal ini dinamakan satu siklus.
5. Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah sampel dan pelarutnya.
6. Hot plate berfungsi sebagai pemanas larutan.
 Kelemahan metode sokletasi sebagai berikut :
a. Waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama, sehingga kebutuhan
energinya tinggi, dan bahan terekstraksi yang terakumulasi dalam labu mengalami
beban panas dalam waktu yang cukup lama.
b. Pemanasan berlebih terhadap kandungan kimia dalam serbuk, sehingga tidak
cocok untuk zat kimia yang termolabil.
c. Jumlah bahan terbatas (30-50 gram).

Universitas Sumatera Utara


28

d. Tidak bisa dengan penyari air (harus solvent organik), sebab titik didih air 100°C
harus dengan pemanasan tinggi untuk menguapkannya.
e. Memerlukan energi listrik.
 Kelebihannya antara lain sebagai berikut :
a. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil
yang lebih pekat
b. Serbuk simplisia disari oleh penyari yang murni sehingga dapat menyari zat aktif
lebih banyak
c. Penyari dapat diteruskan sesuai dengan keperluan tanpa menambah volume cairan
penyari.

2.4. Analisis Lemak Babi (Lard)


2.4.1 Analisis Sifat Fisika
Dari rantai asam lemak didapatkan bahwa asam lemak jenuh . Mempunyai
rantai karbon pendek ini berarti bahwa kedua asam lemak ini berupa zat cair pada
suhu kamar sedangkan makin panjang rantai karbon menunjukkan makin tinggi
titik leburnya zat padat. Makin banyak ikatan rangkap, makin rendah titik leburnya,
ini dapat dilihat pada asam lemak butirat larut dalam air. Pelarutan asam lemak
dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai karbon. Asam kaproat
larut sedikit dalam air, sedangkan asam palmitat, stearat, oleat dan linoleat tidak larut
dalam air. Asam linoleat mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil (ngili, 2009).
Pengujian sifat fisikokimia dilakukan terhadapmasing-masing sampel lemak hewani
yang meliputi : indeks bias, titik leleh dan bilangan penyabunan (AOAC, 2000)

Universitas Sumatera Utara


29

2.4.2 Analisa Kualitatif


2.4.2.1 Uji Noda
Sampel yang mengandung minyak lemak hewani dilarutkan dalam campuran.
Sampel kemudian diteteskan diatas kertas saring dan kertas tulis.
Hasil pemantauan diperoleh karena mengandung lemak yang terkandung dalam
larutan. Setelah kedua kertas disimpan dengan air, sisa tersebut masih ada karena
larutan yang mengandung minyak tidak dapat larut dalam air yang menyebabkan sisa
tetap tidak berasal dari kertas saring dan kertas tulis. Hasil yang diperlihatkan lemak
pada saat penetesan, tidak ada noda (transparan) dikertas saring maupun kertas
(Ramadhani, 2016)
2.4.2.2 Uji Kelarutan
Analisis kelarutan lipid serta derivat lipid terdahadap berbagai macam pelarut.
Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Jika lipid
dilarutkan ke dalam pelarut polar maka lipid tersbut tidak akan larut. Hal ini karena
lipid memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama
nonpolar (Poedjiadi,1994).

2.4.3 Analisis Kuantitatif Spektrofotometri


Spektrofotometri merupakan ilmu yang mempelajari tentang penentuan
jumlah senyawa yang terdapat di dalam suatu sampel dengan cara mengukur secara
akurat atau banyaknya cahaya yang diserap atau diemisikan oleh atom– atom atau
molekul– molekul yang terdapat di dalam sampel tersebut (Cairns, 2008).
Spektrofotometri adalah metode yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrofotometri menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan
atau diabsorbsi. Spektrofotometri merupakan alat untuk mengukur energi secara
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990).
Forcier (1971) Spektrofotometri merupakan pengukuran jauhnya penyerapan
energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang,

Universitas Sumatera Utara


30

radiasi, demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang
gelombang tertentu. Benda bercahaya seperti matahari atau suatu bohlam listrik
memancarkan spektrum yang lebar dan terdiri dari panjang gelombang. Panjang
gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak mampu mempengaruhi selaput
pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan subjektif dan ketampakan.
Prinsip dasar spektrofotometri ini adalah apabila suatu sinar melalui senyawa
tertentu, maka senyawa tersebut akan menyerap sinar dengan panjang gelombang
tertentu. Warna senyawa (larutan) tergantung pada jenis sinar yang dipancarkan yang
tertangkap oleh mata kita, sehingga senyawa ada yang berwarna maupun yang tidak
berwarna (Suhartono,1989).
Spektrofotometri merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam
analisis kimia kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya antara lain:
1. Dapat digunakan secara luas dalam berbagai pengukuran kuantitatif untuk
senyawa senyawa organik
2. Kepekaannya tinggi karena dapat mengukur dalam satuan ppm
3. Sangat selektif, bila suatu komponen X akan diperiksa dalam suatu campuran
dengan mengetahui panjang gelombang maksimum hanya komponen X yang
mengabsorbsi cahaya tersebut
4. Lebih teliti karena hanya mempunyai persen kesalahan 1-3 % bahkan mempunyai
persen kesalahan 0,1%
5. Mudah dan cepat, hal ini terutama sangat bermanfaat untuk pengukuran cuplikan
dalam jumlah besar (Day dan Underwood, 1983).
Apabila sinar polikromatis (sinar yang terdiri dari beberapa panjang
gelombang) dilewatkan melalui suatu larutan, maka sinar dengan panjang gelombang
yang lain dilewatkan dari larutan (Ewing.G.W, 1985).
Intensitas warna adalah salah satu faktor utama dalam penentuan konsentrasi
suatu analit secara spektrofotometri. Pada analisa spektrokimia, spektrum radiasi
elektromagnetik digunakan untuk menganalisa spesies kimia dan menelaah
interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Radiasi dapat berinteraksi dengan
spesies kimia, dan kita akan memperoleh informasi (Srobel.H.A, 1973).

Universitas Sumatera Utara


31

2.4.3.1 Spektroskopi Ultra Violet


Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri Ultra Violet
berdasarkan interaksi sampel dengan sinar Ultra Violet. Sinar Ultra Violet memiliki
panjang gelombang 190 – 380 nm sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu
deuterium. Deuterium disebut juga heavy hidrogen merupakan isotop hidrogen yang
stabil yang terdapat berlimpah dilaut dan daratan. Inti atom deuterium mempunyai
satu proton dan satu neutron,
sementara hidrogen hanya memiliki satu proton dan tidak memiliki neutron. Nama
deuterium diambil dari bahasa Yunani, deuteras yang berarti dua, mengacu pada
intinya yang memiliki 2 partikel (Day dan Underwood, 1983).
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi dengan mata kita maka senyawa yang
dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna,
bening, dan transparan. Oleh karena itu, sampel tidak berwarna tidak perlu dibuat
berwarna dengan penambahan reagen tertentu bahkan sampel dapat langsung
dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sampel keruh tetap harus
dibuat jernih dengan filtrasi atau sentifungi. Prinsip dasar pada spektrofotometri
adalah sampel harus jernih dan larut sempurna, tidak ada partikel koloid/ suspense
(Day dan Underwood, 1983).

2.4.3.2 Spektroskopi Visible


Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar atau energi
adalah cahaya tampak (visible). Cahaya variable termasuk spektrum elektromagnetik
yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah
380– 750 nm sehingga semua sinar yang di dapat berwarna putih, merah, biru, hijau,
apapun itu selama ia dapat dilihat oleh mata maka sinar tersebut termasuk dalam sinar
tampak (visible) (Day dan Underwood, 1983).
Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai pada spektro visible adalah
lampu Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama wolform merupakan
unsur kimia dengan simbol W dan nomor atom 74 (Day dan Underwood, 1983).

Universitas Sumatera Utara


32

Sampel dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memiliki
warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri visible.
Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dahulu
dibuat berwarna dengan menggunakan reagen spesifik yang akan menghasilkan
senyawa berwarna. Reagen yang digunakan harus benar– benar spesifik hanya
bereaksi dengan alat yang akan dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna
yang dihasilkan harus benar– benar stabil (Day dan Underwood, 1983).

2.4.3.3 Spektroskopi UV– Vis


Merupakan alat dengan teknik spektrofotometer pada daerah ultra– violet dan
sinar tampak. Alat ini digunakan mengukur serapan sinar ultra violet atau sinar
tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang dianalisis
sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat dalam larutan
tersebut (Day dan Underwood, 1983). Prinsip dari alat adalah radiasi pada rentang
panjang gelombang 200-700 nm dilewatkan melalui suatu larutan senyawa.
Elektron- elektron pada ikatan didalam molekul menjadi tereksitasi sehingga
menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah
energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan
didalam ikatan molekul, semakin panjang gelombang (energi lebih rendah) radiasi
yang diserap (Watson, 2007). Dalam hal ini, hukum Lambert– beer dapat menyatakan
hubungan antara serapan cahaya dengan konsentrasi zat dalam larutan.
Dibawah ini adalah persamaan Lambert beer:
A = - log T = ε.b.c
Ket: A = Absorbansi
T = Transmitan
ε = Absorvitas molar (Lcm-4.mol-1)
c = Panjang sel (cm)
b = Konsentrasi zat (mol/jam)
Pada spektrofotometri UV – Vis, warna yang diserap oleh suatu senyawa atau
unsur adalah warna komplementer dari warna yang teramati. Hal tersebut dapat

Universitas Sumatera Utara


33

diketahui dari larutan berwarna yang memiliki serapan maksimum pada warna
komplementernya. Namun, apabila larutan berwarna dilewati radiasi atau cahaya
putih maka radiasi tersebut pada panjang gelombang tertentu akan secara selektif
sedangkan radiasi yang tidak diserap akan diteruskan (Day dan Underwood, 1983).

2.5 Metode Validasi


Validasi pada metode analisis kimia terdiri dari beberapa seri percobaan
laboratorium yang tujuannya untuk memastikan bahwa metode analisis yang
digunakan telah memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu (Ratnasari, 2012).
Harmita (2004) menjelaskan bahwa analisis instrumentasi merupakan suatu
tindakan penilaian terhadap parameter tertentu dengan menggunakan instrument
khusus, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter
tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
Parameter validasi metode analisis yang diuji adalah kecermatan (akurasi),
keseksamaan (presisi), linearitas, batas deteksi (LOD) dan batas kuantisasi (LOQ).

2.5.1 Kecermatan (akurasi)


Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar analit yang sebenarnya (Harmita, 2004). Kecermatan dinyatakan
sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan
tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat
dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan
peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik,
pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur.
(Harmita, 2004).

Universitas Sumatera Utara


34

Cara penentuan kecermatan :


1. Metode simulasi (spiked-placeb orecovery) : Analisis kadar analit yang
ditambahkan ke dalam matriks sampel (plasebo) yang dianalisis.
2. Metode penambahan baku (standard addition method) : Jika matriks dan eksipien
tidak tersedia, maka akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali kadar
analit yang ditambahkan pada produk jadi yang sudah mengandung analit.
3. Analisis kadar analit dengan metode yang divalidasi terhadap sampel yang telah
diketahui kadarnya. Sampel yang digunakan adalah sampel acuan baku yang
dikeluarkan badan resmi.
Membandingkan hasil anlisis analit dengan metode yang divalidasi terhadap
hasil dengan metode standar atau cara grafik (Harmita, 2004).
Persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan rumus :
(𝐶𝐹−𝐶𝐴) 𝑥 100 %
% Recovery =
𝐶∗𝐴

Keterangan:
CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran setelah penambahan
bahan baku (standard)
CA = konsentrasi analit sebelum penambahan bahan baku (standard
C*A = konsentrasi bahan baku (standard) yang ditambahkan (Harmita, 2004)
2.5.2 Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan (presisi) merupakan ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang
untuk sampel yang homogen(Harmita, 2004).
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit 6 (enam) sampel.
Presisi diukur sebagai standar deviasi (SD) dan standard deviasi relative (RSD). Nilai
standard deviasi relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya
keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).
Rumus menentukan SD adalah :

√Σ (x − x )2
SD =
𝑛−1

Universitas Sumatera Utara


35

Keterangan :
SD = Standard Deviasi
x = kadar sampel
̅ = kadar rata-rata sampel
n = jumlah perulangan
(Harmita, 2004).
Rumus untuk menentukan RSD adalah :

𝑆𝐷
RSD = 𝑥
x100%

Keterangan :
x = Kadar rata – rata sampel
SD = Standard Deviasi
RSD = Relatif standard deviation (Harmita, 2004).

2.5.3 Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima
(Harmita, 2004).
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi
yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji
analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam
pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat
terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. (Harmita, 2004). Dalam
beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran
dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik
dulu sebelum dibuat analisis regresinya (Harmita, 2004).
Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya
antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan

Universitas Sumatera Utara


36

rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis
sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko (Harmita, 2004).
Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r
pada analisis regresi linier Y = bX + a. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b
= 0 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan
kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus
dihitung adalah simpangan baku residual.
Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua
perhitungan matematik tersebut dapat diukur (Harmita, 2004).

2.5.4 Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)


Keunggulan teknik analisis menggunakan instrument adalah kemampuannya
mendeteksi dan menentukan kadar analit yang sangat kecil dibandingkan metode
analisis klasik (Harmita, 2004).
Walaupun demikian untuk menganalisis analit yang berkadar sangat rendah
dimana sinyal instrument yang diberikan analit sangat lemah atau hampir sama
dengan derau atau latar belakang, diperlukan suatu kriteria yang menggambarkan
kehandalan metode (Harmita, 2004). Pada analisis sampel yang mengandung analit
sangat rendah, kesulitan dalam mengambil keputusan akan dialami karena adanya
keraguan antara sinyal analit atau derau. Ketidakpastian dan keraguan inilah yang
memicu penggunaan kriteria kinerja metode analisis yang disebut batas deteksi (Limit
of detection, LOD) dan batas kuantitasi (Liquid of quantitation, LOQ) (Harmita,
2004).
Batas deteksi dan batas kuantitasi metode perlu ditentukan kalau metode
tersebut digunakan untuk menganalisis sampel yang mengandung analit berkadar
rendah, seperti pada analisis obat dalam cairan tubuh,
analisis dalam penetapan uji batas dan lain-lain. Batas deteksi sangat penting dalam
trace analysis untuk menentukan jumlah kontaminan yang ada di bawah atau di atas
batas yang diperbolehkan. Batas deteksi merupakan kriteria untuk pemilihan metode
tersebut (Harmita, 2004).

Universitas Sumatera Utara


37

Batas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.
Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan
parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam
sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode
analisis itu menggunakan instrumen atau tidak.
Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan
mendeteksi analit dalam. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan
mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon
blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan (Harmita,
2004).
Rumus untuk menentukan LOD :
3.SD
LOD =
b
Rumus untuk menentukan LOQ :
10.SD
LOQ =
b

Keterangan :
SD = Standard Deviasi
b = Slop (Harmita, 2004).

Universitas Sumatera Utara


39

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik Universitas
Sumatera Utara dari bulan juli s.d. Nopember 2019. Pengambilan Sampel
dikawasan Padang Bulan Medan.

Gambar 3.1 Lokasi pengambilan Sampel

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat Spesifikasi Merek
- Erlenmeyer 250 ml pyrex
- Biuret 25 ml pyrex
- Gelas Ukur 10 ml Pyrex
- Beaker Glass 250 ml Pyrex
- Labu takar 1000 ml, 250 ml, Pyrex
- pipet ukur 10 ml pyrex
- Pipet Tetes
- Termometer 100 0C
- Corong Kaca pyrex
- Hot Plate Cimarec
- Neraca Analitis O’haus
- Alat Elektrosintesis 2.4 volt

Universitas Sumatera Utara


40

- Botol Aquadest
- Pisau
- Plastik
- Karet Roda mas
- Batang Aluminium
- kain Flanel
- Spatula
- Batang Pengaduk
- Statif dan Klem
- Alu dan Lumpang
- Sampel Cup
- Refraktometer Atago
- Kuvet Quartz
- kertas tulis
- Kertas Saring biasa
- Spektrofotometer Ultra Violet Genesis

3.2.2 Bahan Spesifikasi Merek


- Produk Pangan (Bakso)
- KOH Alkoholik 0,5 N p.a Merck
- Indikator Fenolftalein p.a Merck
- Alkohol Netral p.a Merck
- n-heksan Teknis
- Larutan HCl(P) p.a Merck
- Pellet KOH(S) p.a Merck
- Aquades(l)
- KOH 0,1 N p.a Merck
- Alkohol 96% Teknis
- Serbuk Phenolptalein(S) p.a Merck
- HCl 0,01 N

Universitas Sumatera Utara


41

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Prosedur Pembuatan Reagen
3.3.1.1 Asam Klorida 0,01 N
- Ditimbang Larutan 7.5 ml HCl
- Dimasukkan kedalam labu takar 1000 ml yang berisi 250 ml aquadest
- Dituang perlahan-lahan
- Ditambah aquadest sampai garis batas
3.3.1.2 KOH 0,1 N
- Ditimbang Kristal KOH 1 gram
- Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml
- Ditambahkan Aquadest hingga garis batas.
3.3.1.3 KOH 0,5 N Alkoholik
- Ditimbang Kristal KOH 7 gram
- Dilarutkan dengan alkohol 95 % dalam labu takar 250 ml sampai garis batas.
3.3.1.4 Alkohol Netral
- Dimasukkan 200 ml larutan Alkohol 96% kedalam gelas beaker
- Ditambah 4 tetes indikator fenolptalein
- Dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N hingga menjadi larutan merah muda.
3.3.1.5 Indikator Phenolptalein
- Ditimbang berat gelas beaker kosong
- Ditimbang ±1 gram serbuk phenolptalein
- Dilarutkan dengan larutan alkohol
- Dimasukkan dalam labu takar 100 ml
- Diencerkan dengan larutan alkohol 96% hingga garis tanda

3.3.2 Preparasi Sampel


Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif sampling. Sampel yang
diambil adalah sediaan bakso babi yang terdapat pada warung bakso, Medan.
Sampel dibersihkan, dipotong- potong kecil-kecil , dihaluskan menggunakan Alu
dan Lumpang kemudian di keringkan selama 2 jam.

Universitas Sumatera Utara


42

3.3.3 Ekstraksi
Ekstraksi lemak babi dari sampel bakso menggunakan maserasi coupling
elektrosintesis dengan pelarut n-Heksana sesuai dengan variasi waktu maserasi:
30, 60, 90, 120, 150 menit dengan kuat arus 2.4 volt dan menggunakan katoda
anoda Aluminium, kemudian disaring lemak yang sudah diperoleh dengan kain
Flannel sehingga diperoleh ekstrak lemak babi (Taufik,2018).

3.3.4 Analisis Lemak Babi (Lard)


3.3.4.1 Analisis Sifat Fisika-Kimia
3.3.4.1.1 Indeks Bias
Sampel diteteskan pada tempat sampel refraktometer. Ditutup dengan
rapat dan dibiarkan cahaya melewati larutan dan melalui prisma agar cahaya pada
layar dalam alat tersebut terbagi menjadi dua. Digeser tanda batas tersebut dengan
memutar knop pengatur, sehingga memotong titik perpotongan dua garis diagonal
yang saling berpotongan terlihat pada layar. Diamati dan dibaca skala indeks bias
yang ditunjukan oleh jarum layar skala melalui mikroskop.Untuk menentukan
indeks bias dapat dihitung menggunakan rumus berikut :

Keterangan :
n = indeks bias
c = kecepatan cahaya diudara
v = kecepatan cahaya dalam zat

3.3.4.1.2 Titik Leleh


Ekstrak lemak babi yang telah dibekukan dimasukkan kedalam pipa
kapiler dengan ketiggian 1 cm, kemudian didinginkan dalam dalam es batu suhu
4-10 0C selama 30 menit, titik leleh sampel diukur dengan beaker glass berisi air
bersuhu 8-10 0C yang dilengkapi thermometer dimana ujung bawah pipa kapiler
sama tingginya dengan ujung thermometer, beaker glass dipanaskan secara
perlahan dengan kenaikan suhu 10C tiap menit sampai titik lebur yang diharapkan
dapat dicapaikan dengan adanya pengadukan dengan stirer.

Universitas Sumatera Utara


43

3.3.4.1.3 Bilangan Penyabunan


Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan dalam Erlenmeyer ditambahkan
sebanyak 25 ml KOH 0,5 N alkoholik. Dipanaskan hingga lemak mencair,
kemudian didinginkan yang ditandai dengan terlihatnya butir- butir lemak dalam
larutan, ditambahkan 3 tetes indikator phenolptalein, ditandai dengan larutan
berwarna merah muda. Larutan yang berwarna merah muda kemudian dititrasi
dengan HCl 0,01 N sampai hilangnya warna merah muda pada larutan yang
menunjukkan warna putih.
Rumus perhitungan bilangan penyabunan:
( )
......................(3.4)

Keterangan:
a = volume HCl
b = volume KOH
N = normalitas HCl 0,01 N

3.3.4.2 Analisis Kualitatif


3.3.4.2.1 Uji Noda
Sebanyak 10 tetes sampel ekstrak lemak babi + 2 mL campuran Alkohol
Netral ke dalam tabung reaksi, dikocok sampai larut. Campuran diteteskan pada
kertas saring dan kertas tulis dan dibiarkan pelarut menguap dan diamati noda
yang terbentuk.
3.3.4.2.2 Uji Kelarutan
Sebanyak 10 tetes sampel ekstrak lemak babi dicampurkan dengan 1 ml
aquadest, dikocok lalu dibiarkan beberapa saat dan diamati sifat kelarutannya.

3.3.4.3 Analisis Kuantitatif menggunakan Spektroskopi Ultra Visible


3.3.4.3.1 Pembuatan Larutan Standard
Lemak babi standard diencerkan variasi konsentrasi 5%, 10%, 20%,
25%, 30%, 40%, 50%, 60%, 65%, 70% kemudian ditentukan persamaan garis
lurus.

Universitas Sumatera Utara


44

Larutan standard 70%


Lemak babi diukur 70 ml kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml
kemudian ditambahkan n-heksana sampai garis batas. Dilakukan prosedur yang
sama untuk standarisasi pada variasi 5%, 10%, 20%, 25%, 30%, 40%, 50%, 60%,
65%.

3.3.4.3.2 Pemeriksaan Sampel


Diukur sebanyak 1 ml sampel lemak babi hasil ekstraksi, dicampurkan
dengan n-heksan sebanyak 10 ml, dimasukkan kedalam kuvet sebanyak 2 ml,
diukur absorbansi dan konsentrasi, Diulangi untuk setiap variabel perlakuan.

3.3.5 Metode Validasi


Validasi metode dilakukan meliputi Uji akurasi (kecermatan),
Keseksamaan (presisi), linearitas, batas deteksi (limit of detection) dan batas
kuantitasi (limit of quantification).

3.3.5.1 Uji Akurasi (kecermatan) dengan persen perolehan kembali


(%recovery)
- Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode adisi
- Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen
analit yang ditambahkan tadi dapat diperoleh kembali

3.3.5.2 Keseksamaan (Presisi)


Uji keseksamaan (presisi) dilakukan melalui uji perolehan kembali. Dibuat
larutan standard lemak babi 5% sebanyak 6 kali. Kemudian diukur responnya
menggunakan Spektrofotometri Ultra Violet.

Universitas Sumatera Utara


45

3.3.5.3 Linearitas

Larutan standard lemak yang telah ditentukan konsentrasinya 5%, 10%,


20%, 25%, 30%, 40%, 50%, 60%, 65%, 70% Dianalisis dengan menggunakan
Spektrofotometri Ultra Violet sesuai dengan prosedur operasional alat. Ditentukan
persamaan garis lurusnya dan ditetapkan harga r.

3.3.5.4 Batas Deteksi LOD (Limit of detection) dan Batas Kuantitasi LOQ
(Limit of quantification)

LOD dan LOQ ditentukan berdasarkan nilai Standard Deviasi.

- Batas deteksi (LOD) dihitung sebesar 3 x standard deviasi / b


- Batas kuantitasi (LOQ) dihitung sebesar 10 x standard deviasi/ b
(Harmita, 2004)

Universitas Sumatera Utara


46

3.4 Bagan Penelitian


3.4.1 Pembuatan Reagen

3.4.1.1 Asam Klorida 0.01 N

3.4.1.2 KOH 0.1 N

3.4.1.3 KOH 0.5 N Alkoholik

Universitas Sumatera Utara


47

3.4.1.4 Alkohol Netral

3.4.1.5 Indikator Phenolptalein

3.4.2 Preparasi Sampel

Universitas Sumatera Utara


48

3.4.3 Ekstraksi

3.4.4 Analisa sifat Fisika


3.4.4.1 Indeks Bias

Universitas Sumatera Utara


49

3.4.4.2 Titik Leleh

3.4.4.3 Bilangan Penyabunan

Universitas Sumatera Utara


50

3.4.5 Analisa Kualitatif


3.4.5.1 Uji Noda

3.4.5.2 Uji Kelarutan

Universitas Sumatera Utara


51

3.4.6 Analisis Kuantitatif


Pemeriksaan Sampel

Universitas Sumatera Utara


52

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Preparasi
Preparasi sampel dilakukan terlebih dahulu yaitu pengambilan sampel dari
kawasan padang bulan, medan. Sampel bakso 1000 gram dibersihkan, dipotong-
potong dihaluskan kemudian dikeringkan selama 2 jam kemudian dibagi 200 gram
kedalam 5 beaker glass. Gambar 4.1 merupakan proses preparasi sampel bakso
sebagai berikut:

a b c

Gambar 4.1 Sampel Bakso babi yang telah dipreparasi


Keterangan:
a. Bakso
b. Bakso dipotong-potong
c. Bakso halus

4.1.2 Ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fmipa USU,
ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi coupling elektrosintesis dengan
menggunakan pelarut non polar yaitu n-heksana dengan menggunakan variasi waktu
30, 60, 90, 120, 150 menit. Proses ekstraksi sampel bakso dapat dilihat pada gambar
4.2 Berikut:

Universitas Sumatera Utara


53

Gambar 4.2 Proses maserasi coupling elektrosintesis

4.1.3 Analisis Sifat Fisika-Kimia


4.1.3.1 Indeks Bias
Analisis indeks bias pada ekstrak lemak babi (lard) dilakukan dengan
menggunakan refraktometer Adobe. Hasil yang diperoleh dalam pengukuran indeks
bias dapat dilihat pada Tabel 4.1:
Tabel 4.1 Data indeks bias lemak babi (lard)
No Waktu maserasi Indeks Bias Lemak Babi (lard)

1 30 menit 1.36218
2 60 menit 1.36218
3 90 menit 1.36218
4 120 menit 1.36384
5 150 menit 1.36384

Universitas Sumatera Utara


54

4.1.3.2 Titik Leleh


Analisis titik leleh pada ekstrak lemak babi (lard) dilakukan dengan
menggunakan point apparatus. Hasil yang diperoleh dalam pengukuran titik leleh
dapat dilihat pada Tabel 4.2 Berikut:
Tabel 4.2 Data titik leleh lemak babi (lard)
No Waktu maserasi Titik Leleh Lemak Babi (lard)
1 30 menit 40 0C
2 60 menit 40 0C
3 90 menit 41 0C
4 120 menit 41 0C
5 150 menit 41 0C

4.1.3.3 Bilangan Penyabunan


Analisis bilangan penyabunan dilakukan dengan cara titrasi asam-basa dengan
menggunakan indikator phenoftalein dari merah lembayung menjadi bening sehingga
diperoleh hasil bilangan penyabunan dilihat pada Table 4.3 Berikut:
Tabel 4.3 Data bilangan penyabunan lemak babi (lard)
No Waktu maserasi Bilangan Penyabunan
1 30 menit 133%
2 60 menit 157.9%
3 90 menit 180.9%
4 120 menit 187.3%
5 150 menit 196%

Universitas Sumatera Utara


55

4.1.4 Analisis Kualitatif


4.1.4.1 Uji Noda
Analisis noda dilakukan dengan menggunakan kertas. Dimana untuk melihat
sifat lemak pada kertas. Hasil uji noda dapat dilihat pada Tabel 4.5 Berikut:
Tabel 4.4 Data hasil uji noda lemak babi (lard)
No Waktu Kertas Saring Kertas Tulis
maserasi
Ada noda Ada noda
+ ++ +++ + ++ +++
1 30 menit - √ - - - √
2 60 menit - √ - - - √
3 90 menit - √ - - - √
4 120 menit - √ - - - √
5 150 menit - √ - - - √

Keterangan :
√ = ada noda

4.1.4.2 Uji Kelarutan


Analisis kelarutan lemak babi (lard) dilakukan dengan penambahan pelarut,
dimana pelarut yang dipakai adalah aquadest. Hasil uji kelarutan lemak babi (lard)
dapat dilihat pada Tabel 4.6 Berikut:
Tabel 4.5 Data analisis kelarutan lemak babi (lard)
No Waktu maserasi Hasil
1 30 menit Tidak Larut
2 60 menit Tidak Larut
3 90 menit Tidak Larut
4 120 menit Tidak Larut
5 150 menit Tidak Larut

Universitas Sumatera Utara


56

4.1.5 Analisis Kuantitatif


Analisa Kuantitatif lemak babi dengan menggunakan metode spektrofotometri
Ultra Violet.
4.1.5.1 Penentuan λ maksimum
Tabel 4.7 merupakan hasil penentuan λ maksimum pada lemak babi (lard)
dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.6 Data λ maksimum lemak babi (lard)
No Panjang gelombang Absorbansi
1 260 0.935
2 265 0.941
3 270 0.943
4 275 0.925
5 280 0.921

4.1.5.2 Penentuan persamaan garis lurus menggunakan larutan seri standard


Tabel 4.8 merupakan hasil penentuan absorbansi pada konsentrasi 5%, 10%,
%, 25%, 30%, 40%,5 0%, 60%, 65%, 70% pada lemak babi (lard) standard dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.7 Data absorbansi Lemak babi (lard) standard
No Konsentrasi (%) Absorbansi
1 5 0.021
2 10 0.026
3 20 0.028
4 25 0.030
5 30 0.032
6 40 0.034
7 50 0.040
8 60 0.041
9 65 0.043
10 70 0.049

Universitas Sumatera Utara


57

4.1.5.2 Konsentrasi Lemak Babi Pada Bakso


Tabel 4.8 merupakan hasil konsentrasi pada lemak babi (lard) dengan waktu
maserasi 30, 60, 90, 120, 150 menit dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.8 Data konsentrasi lemak babi (lard)
No Waktu Maserasi (Menit) Konsentrasi (%)
Lemak Babi pada bakso
1 30 20.7
2 60 23.3
3 90 26.0
4 120 28.6
5 150 31.2
Rata-rata: 25.96

4.1.6. Metode Validasi


Validasi metode pada tehnik spektroskopi Ultra Violet dilakukan melalui uji
akurasi (kecermatan) dengan persen perolehan kembali (%recovery),
presisi(keseksamaan), lineritas dan batas deteksi (limited of detection) dan batas
penetapan (limit of quantification).

Universitas Sumatera Utara


58

4.1.6.1 Akurasi (kecermatan)


Tabel 4.9 merupakan hasil dari analisis dengan kadar analit pada lemak babi
yang telah dimaserasi dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.9 Data Analisis Akurasi (kecermatan)
No Kadar total sampel Kadar Sampel Kadar analit
setelah penambahan sebelum yang
baku penambahan baku ditambahkan % Recovery
(%) (%) (%)
1 26.0 20.7 5 106
2 28.6 23.3 5 106
3 31.2 26.0 5 104
4 33.8 28.6 5 104
5 36.5 31.2 5 106
Rata-rata 105,2 %

4.1.6.2 Presisi (Keseksamaan)


Tabel 4.10 merupakan hasil dari analisis metode yang dilakukan secara
berulang untuk sampel dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.10 Data analisis Presisi (Keseksamaan)
No konsentrasi ( -̅) ( - ̅ )2
1 5.0 0.4 0.16
2 5.0 0.4 0.16
3 5.0 0.4 0.16
4 5.0 0.4 0.16
5 4.0 0.6 0.36
6 4.0 0.6 0.36
̅= 4.6 ∑ 1.36
Keterangan: ̅ = kadar rata-rata sampe
X = kadar sampel

Universitas Sumatera Utara


59

4.1.6.3 Linearitas
Tabel 4.11 merupakan hasil analisis linearitas yang dimana diperoleh nilai Y=
0.00037x + 0.02053 dan r2 = 0.98 sebagai berikut:
Tabel 4.11 Data Linearitas Lemak Babi (lard) standard
No Konsentrasi (%) Absorbansi
1 5 0.021
2 10 0.026
3 20 0.028
4 25 0.030
5 30 0.032
6 40 0.034
7 50 0.040
8 60 0.041
9 65 0.043
10 70 0.049

4.1.6.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitas (LOQ).


Analisis LOD dan LOQ menghasil kan data sebagai berikut:
Batas Deteksi (LOD) = 34.04 %
Kuantitas (LOQ) = 113,49 %
Berdasarkan data LOD dan LOQ ini, maka dapat diketahui kemampuan alat
instrument spektroskopi Ultra Violet yang telah digunakan dan limit konsentrasi
sampel yang dapat dideteksi.

Universitas Sumatera Utara


60

4.2 Pembahasan
4.2.1 Preparasi Sampel
Bakso babi dipreparasi terlebih dahulu untuk memperoleh lemak babi yang
akan dianalisis di laboratorium. Pada penelitian ini, berat bakso babi yang disiapkan
sebanyak 1000 gram, dihaluskan sampel bakso dikeringkan selama 2 jam untuk
mengurangi kadar air pada bakso. Pengambilan sampel dilakukan dikawasan padang
bulan, medan. Jumlah sampel 1000 gram disesuaikan dengan kebutuhan analisis,
dimana sampel dibagi kedalam 5 beaker glass sebanyak 200 gram per beaker glass.
Bakso babi yang dipreparasi dapat dilihat pada Gambar 4.3, dengan berat sampel
1000 gram.

Gambar 4.3 Bakso babi hasil preparasi


4.2.2 Ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan pada sampel bakso dengan menggunkan ekstraksi
maserasi coupling elektrosintesis, dimana dalam elektosistesis variabel yang
diperhatikan yaitu pencampuran pelarut n-heksana dan waktu ekstraksi yang
digunakan 30, 60, 90, 120, 150 menit. Proses elektrosintesis mempunyai variasi
tambahan yaitu kuat arus yang digunakan 2.4 volt, dan menggunakan batang
aluminium. Didalam elektrolisis terjadinya reaksi kimia dengan perpindahan elektron
larutan menuju elektroda (proses oksidasi), sedangkan pada katoda akan terjadi aliran
elektron dari katoda menuju larutan (proses reduksi).
Taufik (2019) telah melakukan ekstraksi lemak babi (lard) dengan waktu
ekstraksi selama 12 jam, waktu ini terlalu lama mengingat sampel lemak babi mudah

Universitas Sumatera Utara


61

teroksidasi. Dalam hal ini diperlukan metode khusus yaitu maserasi yang di coupling
dengan dielektrosintesisdengan variasi waktu 30, 60, 90, 120, dan 150 menit
Teknik elektrosintesis maupun metode sintesis secara konvensional,
mempunyai variabel-variabel yang sama seperti suhu, pelarut, pH, konsentrasi
reaktan, metode pencampuran dan waktu. Akan tetapi perbedaannya, jika di
elektrosintesis mempunyai variabel tambahan yakni variabel listrik dan fisik seperti
elektroda (Buchari, 2003).

4.2.3 Analisis Sifat Fisika-Kimia

4.2.3.1 Indeks Bias


Penelitian ini indeks bias diukur menggunakan alat refraktometer Atago
Master-geo. Pengukuran indeks bias lemak sering dilakukan karena pengukurannya
cepat dan akurat, pengukuran ini untuk mengetahui kemurnian lemak. Pengukuran
biasanya dilakukan pada suhu 25 0C. Penurunan indeks bias sebanding dengan
kenaikan suhu. Kenaikan indeks bias sebanding dengan pertambahan panjang rantai
atom karbon dan peningkatan ketidak jenuhan (Sugiono,2009). Lemak babi hasil
analisa indeks Bias dapat dilihat pada Gambar 4.4.

1.364
Data indeks bias
1.3635
1.363
indeks bias

1.3625
1.362
1.3615
1.361
30 60 90 120 150
waktu (menit)

Gambar 4.4 Data indeks bias pada lemak babi


Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa indeks bias pada lemak babi
semakin lama indeks bias semakin naik. Indeks bias lemak babi standard yang
diperoleh 1.36384 dimana memiliki nilai yang sama pada lemak babi hasil ekstraksi
dengan waktu maserasi 120 dan 150 menit.

Universitas Sumatera Utara


62

4.2.3.2 Titik Leleh


Titik leleh, merupakan temperatur yang terjadi tetesan pertama pada minyak
atau lemak. Faktor-faktor yang mempengaruhi titik leleh yaitu: cara penyebaran
asam-asam lemak dalam lemak, panjang pendek rantai karbon dalam lemak, dan
banyak ikatan rangkap. Kenaikan titik leleh sebanding dengan pertambahan panjang
rantai karbon dalam asam lemak. Penurunan titik leleh sebanding dengan
pertambahan banyak ikatan rangkap atau peningkatan ketidak jenuhan asam lemak,
karena ikatan antar molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat (Sugiono,2009).
Hasil Pengukuran titik leleh pada ekstrak lemak babi (lard) yang dilakukan
diperoleh titik leleh tertinngi 41 0C, titik leleh pada lemak tidak tetap dikarenakan
adanya kandungan campuran trigliserida. Konsentrasi lemak babi dapat
mempengaruhi titik leleh , dimana berdasarkan Tabel 4.9 konsentrasi lemak babi pada
variasi waktu 150 menit memiliki nilai tertinggi dan berdasarkan hasil pengukuran
titik leleh pada waktu 150 menit diperoleh titik leleh 410C. Hasil pengukuran titik
leleh lemak babi dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut:

Grafik Titik leleh Lemak Babi (lard)


41.2
41
40.8
40.6
Titik Leleh

40.4
40.2
40
39.8
39.6
39.4
30 60 90 120 150
Waktu (menit)

Gambar 4.5 Grafik Titik leleh Lemak Babi (lard)

Dari data diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu maserasi maka
titik leleh lemak babi juga meningkat, pengukuran titk leleh lemak babi standard
terjadi pada suhu 40 0C.

Universitas Sumatera Utara


63

4.1.3.3 Bilangan Penyabunan


Taufik (2019) telah melaporkan bilangan penyabunan dipengaruhi oleh berat
molekul. Semakin tinggi berat molekul maka bilangan penyabunan akan semakin
rendah. Jika semakin rendah bilangan penyabunan makan kualitas lemak semakin
baik. Angka penyabunan yang besar maka minyak tersebut tersusun oleh asam-asam
lemak dengan rantai yang pendek
Jumlah KOH yang direaksikan dari molekul-molekul trigliserida yang ada
dalam setiap 1 gram ekstrak lemak babi akan lebih banyak dibanding trigliserida yang
mengandung asam lemak rantai panjang. Akibatnya lemak yang lebih banyak
mengandung trigliserida dari asam lemak rantai pendek mempunyai angka
penyabunan lebih tinggi yaitu pada waktu maserasi 150 menit, karena memerlukan
KOH lebih banyak untuk menetralkan semua trigliseridanya.
Berdasarkan angka penyabunan ini menunjukkan bahwa sabun yang terbentuk
pada proses saponifikasi mengandung asam-asam lemak rantai panjang dengan berat
molekul yang besar (Fachry,2007)
. Bilangan penyabunan hasil ekstraksi lemak babi (lard) dapat dilihat pada
Gambar 4.6 berikut:

Data Bilangan Penyabunan


250
Bil. Penyabunan %

200

150

100

50

0
30 60 90 120 150
Waktu (menit)

Gambar 4.6 Data Bilangan Penyabunan

Universitas Sumatera Utara


64

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu maserasi maka
semakin tinggi bilangan penyabunan pada lemak babi. Bilangan penyabunan pada
lemak babi standard diperoleh 224.4 % dimana nilai bilangan penyabunan lemak
standard antara nilai penyabunan pada waktu maserasi 30 dan 60 menit.

4.2.4 Analisis Kualitatif


4.2.4.1 Uji Noda
Uji Sampel yang berupa Lemak babi (lard), dilarutkan dalam campuran
alkohol-eter (2:1). Hasil dari pencampuran tersebut berwama bening. Hasil
pengamatan diperoleh bahwa terdapat noda-noda karena adanya lemak yang
terkandung dalam larutan, tidak ada noda (transparan) dikertas saring maupun kertas
tulis. Hal ini dapat disebabkan minyak yang terdapat pada sampel tersebut sedikit
Uji noda dilkukan untuk mengetahui ada atau tidaknya noda dalam sampel
lemak digunakan. Biasanya sampel atau produk dengan kejenuhan yang tinggi akan
meninggalkan suatu noda pada kertas yang digunakan didalam analisis.
Prosedur kerjanya yaitu diteteskan larutan dengan pipet tetes pada larutan percobaan
pada pengujian kelarutan diatas dengan menggunakan kertas saring dan kertas tulis .
Diamkan sampai larutan mengering, dan lihat ada atau tidaknya noda pada kertas
saring yang diteteskan lipid tersebut (Seftiono, 2014). Gambar 4.7 merupakan hasil
dari uji noda yang dilakukan pada lemak babi (lard) sebagai berikut:

(a) (b)
Gambar 4.7 Bercak lemak babi yang tertinggal pada media (a) kertas Saring dan
(b) kertas tulis

Universitas Sumatera Utara


65

4.2.4.2 Uji Kelarutan

Uji sampel yang berupa lemak babi (lard) dilakukan campuran ekstrak lemak
babi dengan aquadest. Hasil dari campuran tersebut lemak tidak larut dalam aquadest.
Hal ini disebabkan lemak yang berada dalam aquadest membentuk emulsi yang tidak
stabil setelah dilakukan pengocokkan, kedua larutan tersebut memisah menjadi 2
lapisan karena air merupakan senyawa yang bersifat polar sedangkan lemak bersifat
nonpolar.

Lemak adalah sekelompok molekul yang beragam semua tidak dapat larut
dalam air, namun dapat larut dalam pelarut non polar (Slone,2003). Gambar 4.8
Merupakan hasil dari ujikelarutan yang dilakukan pada lemak babi (lard) sebagai
berikut;

Gambar 4.8 Lemak babi dalam aquadest

4.2.5 Analisis Kuantitatif


Spektroskopi Ultra Violet digunakan untuk pengukuran serapan cahaya didaerah
ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800) oleh suatu senyawa. Serapan
cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron.
Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan
menyerap pada panajang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan
energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang.
Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak (senyawa berwarna)
mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan dari pada senyawa yang

Universitas Sumatera Utara


66

menyerap pada panjang gelombang lebih pendek. Pada penelitian ini penggunaan
spektroskopi Ultra violet karena kemampuannya dalam menganalisa senyawa yang
berikatan rangkap pada lemak babi, serta kepraktikannya dalam hal preparasi sampel
jika dibandingkan dengan metode analisa yang lain (Herliani, 2018).
Metode spektroskopi ini memungkinkan untuk mengetahui konsentasi lemak
babi secara pasti. Panjang gelombang optimum yang diperoleh 270 nm sedangkan (M.
Nikhil,2016) telah melaporkan panjang gelombang lemak sapi antara 238 nm dan 297
nm . Molekul-molekul yang memiliki gugus kromofor akan mengalami perubahan
pada panjang gelombang tertentu, pada mulanya kromofor digunakan untuk sistem
yang menyebabkan teerjadinya warna pada suatu senyawa, kemudian diperluas
menjadi mengadsorbsi radiasi elektromagnetik, termaksud yang tidak berwarna
Konsentrasi larutan standard divariasikan pada 5, 10, 20, 25, 30, 40, 50, 60, 65, 70 %.
Kurva λ maksimum dapat dilihat gambar 4.1. kurva persamaan garis lurus larutan seri
standartd. Gambar 4.9 merupakan λ maksimum dari lemak babi (lard) sebagai
berikut:
Grafik λ maksimum dari lemak babi (lard) dapat dilihat pada gambar 4.9 berikut:

Gambar 4.9 Grafik λ maksimum spektroskopi Ultra Violet pada lemak babi (lard)

Universitas Sumatera Utara


67

Molekul-molekul yang memiliki gugus kromofor akan mengalami perubahan


pada panjang gelombang tertentu. Metode spektroskopi ini memungkinkan untuk
mengetahui konsentasi lemak babi secara pasti. Panjang gelombang optimum yang
diperoleh 270 nm. Konsentrasi larutan standart divariasikan pada 5, 10, 20, 25, 30, 40,
50, 60, 65, 70 %.
Berdasarkan pengukuran konsentrasi lemak babi pada bakso dimana semakin
lamanya waktu maserasi maka semakin tingginya konsentrasi lemak babi, dapat
dilihat pada gambar 4.10. Dimana maserasi sampel menggunakan n-heksan, sehingga
dapat disimpulkan yaitu n-heksana berbanding lurus dengan konsentrsi lemak babi
yang diperoleh dari sampel bakso yang dihasilkan.

Konsentrasi Lemak babi (lard) pada


35 bakso
30
Konsentrasi (%)

25
20
15
10
5
0
30 60 90 120 150
waktu (menit)

Gambar 4.10 Konsentrasi Lemak Babi (lard) dari bakso

4.2.6. Validasi
Parameter validasi yang diuji adalah akurasi (kecermatan), presisi
(keseksamaan) Linearitas, batas deteksi (Limit of detection), dan batas kuantitas (Limit
of quantification).

Universitas Sumatera Utara


68

4.2.6.1 Akurasi (Kecermatan)


Pada penelitian ini, uji perolehan kembali atau % recovery dilakukan dengan
metode adisi. Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah larutan
standard lemak babi dengan konsentrasi 5 % kedalam sampel ekstrak lemak babi.
Hasil penentuan akurasi dapat dilihat pada Tabel 4.10 dengan nilai % recovary 106,
106, 104, 104, 106 dengan % rata-rata recovery 105.2%. Nilai tersebut memenuhi
kriteria penerimaan % recovary yaitu 70-120%.

4.2.6.2 Presisi (keseksamaan)


Pada penelitian ini uji presisi dilakukan terhadap larutan standard 5% dengan
perulangan sebanyak 6 (enam) kali. Diperoleh simpangan baku (standard of
deviation) dan Relative standard deviation (RSD) seperti pada Tabel 4.11. dengan
nilai 5%. Nilai tersebut memenuhi persyaratan validasi untuk presisi yaitu RSD <
20% (Philstrom, 2009).

4.2.6.3 Lineritas
Lineritas ditentukan berdasarkan respon konsentrasi dengan absorbansi pada
larutan standard. Larutan standard lemak babi (lard) ditentukan konsentrasinya 5%,
10%, %, 25%, 30%, 40%,5 0%, 60%, 65%, 70% . Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.12
harga r yang diperoleh untuk masing-masing senyawa yaitu: 0,985. Berdasarkan data
tersebut bahwa hubungan antara konsentrasi ekstrak lemak babi terhadap absorbansi
respon terbukti linier.

Universitas Sumatera Utara


69

Grafik Linearitas
0.06
y = 0.0004x + 0.0205
0.05 r² = 0.9705
Absorbansi (A)

0.04

0.03

0.02

0.01

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi (%)

Gambar 4.11 Grafik Linearitas


Persamaan garis regresi untuk penentuan konsentrasi lemak babi (lard) standard
sebagai berikut pada tabel 4.12:
Tabel 4.12. Penurunan persamaan garis regresi untuk pengukuran absornansi lemak
babi (lard) Standard
No Xi Yi Xi-X Yi-Y (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X)(Yi-Y)

1 5 0.021 -32.5 -0.0134 1056.25 0.00017956 0.4355


2 10 0.026 -27.5 -0.0084 756.25 0.00007056 0.231
3 20 0.028 -17.5 -0.0064 306.25 0.00004096 0.112
4 25 0.03 -12.5 -0.0044 156.25 0.00001936 0.055
5 30 0.032 -7.5 -0.0024 56.25 0.00000576 0.018
6 40 0.034 2.5 -0.0004 6.25 0.00000016 -0.001
7 50 0.04 12.5 0.0056 156.25 0.00003136 0.07
8 60 0.041 22.5 0.0066 506.25 0.00004356 0.1485
9 65 0.043 27.5 0.0086 756.25 0.00007396 0.2365
10 70 0.049 32.5 0.0146 1056.25 0.00021316 0.4745
= 375 0.344 0 0 4812.5 0.0006784 1.78

̅= = ӯ= =
= 37,5 = 0.0344

Universitas Sumatera Utara


70

Penurunan Peresamaan garis regresi

Y= ax + b

Dimana; a = slope b = intersept

a= = b = y – ax

= 0.00037 = 0.0344- 0.00037 (37.5)

= 0.02053

Maka, persamaan garis regresi adalah:

r =

r = 0.985126
4.2.6.4 Batas Deteksi (Limit of detection) dan Batas Penetapan (Limit of
Quantification)
Berdasarkan data nilai LOD dan LOQ yang telah diperoleh, maka dapat
diketahui kemampuan alat instrument spektroskopi Ultra Violet yang telah
digunakan dan limit konsentrasi sampel yang dapat dideteksi yaitu Batas Deteksi dan
Kuantitas.
LOD ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

SD
LOD =
b
Dik: SD= 0.233
b= 0.02053
Penyelesaian:

LOD =

= 34.04 %

Universitas Sumatera Utara


71

Rumus untuk menentukan LOQ:

SD
Dik: SD= 0.233 LOQ =
b
b= 0.02053
Penyelesaian:

LOQ =

= 113,49 %

Universitas Sumatera Utara


72

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Lemak babi (lard) dapat diekstraksi dengan maserasi coupling elektrosintesis
menggunakan pelarut n-heksana. Preparasi dilakukan dengan cara mengumpulkan,
menimbang, membersihkan, menghaluskan, dan dikeringkan selama 2 jam
menghasilkan 1000 gram bakso halus.
2. Analisis fisika-kimia, kualitatif, kuantitatif, dan metode validasi. Analisis
Fisika-kimia dengan menentukan indeks bias lemak babi optimum 1.36384, titik
leleh dengan nilai optimum 41 0C, Bilangan penyabunanyang optimum 196%,.
Analisis kualitatif dilakukan dengan uji noda pada kertas saring dan kertas tulis
dimana terdapat noda pada kedua kertas dan uji kelarutan dimana lemak babi tidak
dapat larut dalam aquadest. Analisis kuantitatif dengan menentukan λ maksimum
pada lemak babi adalah 270 nm. Metode validasi spektroskopi Ultra Violet untuk
ekstrak lemak babi menunjukan nilai akurasi (kecermatan) dengan persen rata-rata
perolehan kembali %recovary 105.2%, Nilai presisi (keseksamaan) 5%, uji
linearitas diperoleh nilai r2 = 0.96, Nilai LOD yang diperoleh 34,04% and LOQ:
113,49%.

5.2 Saran
Pada proses ekstraksi sebaiknya dilakukan pada variasi waktu yang lebih
lama sehingga kemungkinan nilai optimum masih dapat diperoleh.

Universitas Sumatera Utara


73

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : ITB Press.

Ansel, H. C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta : UI Press.

Ardilla, D, Taufik, M, Tarigan, D M, Thamrin, M, Razali, M and Siregar, H S. 2018.


Analisis Lemak Babi Pada Produk Pangan Olahan Menggunakan Spektroskopi
UV – Vis, Jurnal Agryntech. 1 (2): 111–16.

Armandhanu, Denny dan Z Darmawan. 2013. Bagaimana Isu Minyak Babi


Menghantam Restoran Solaria. viva.co.id/news/ read/436708-bagaimana-isu-
minyak-babi-menghantam-restoran-solaria. Diakses pada tanggal 01Oktober
2017

Buchori., 2003. Elektrokimia dalam Bahan Makanan dan Obat-obatan Prosiding


Seminar Nasional Elektrokimia. P3IB BATAN. Jakarta.

Burlian, P. 2013. Reformulasi Yuridis Pengaturan Produk Pangan Halal. Ahkam XIV
(November): 43–52.

Citrasari, Dewi. 2015. Penentuan Adulterasi Daging Babi Pada Pada Nugget Ayam
Menggunakan NIR dan Kemometrik. [Skripsi]. Fakultasi Farmasi. Universitas
Jember

Dewan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3818, Bakso Daging. Dewan Standarisasi
Nasional, Jakarta.

Day,R.A.and Underwood,A.L., 1983. Analisa Kimia Kuantitatif. (terjemahan). Edisi


keempat. Jakarta: Erlangga.

Djatna, T, Tedja I T, and Fauzi, A M. 2013. Application of Electrical Properties to


Differentiate Lard from Tallow and Palm Oil. Media Peternakan, no. April:
32–39.

Ewing, G. W., 1985. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Fifth edition. New
York : Mc Graw hill Co.

Faridah, J, and Musa, N. 2014. Administration and Enforcement of Halal Certification


in Malaysia – a Possibility towards Cooperative Federalism. MIHREC,
September 2015.

Forcier, G. A., Mushinsky, R.F., and Wagner, R. L., 1971, Spectrophotometric


Determination of Pyrantel Pamoate Bulk Samples and Pharmaceutical
Formulation. Journal of Pharm. Sci. 111-113.

Universitas Sumatera Utara


74

Gaffar, R. 1998. Sifat Fisik dan Palatabilitas Bakso Daging Ayam dengan Bahan
Pengisi Tepung sagu dan Tepung Tapioka. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Gustiani, Erni. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak
(Daging Dan Susu) Mulai Dari Peternakan Sampal Dihidangkan. Jurnal
Litbang Pertanian 28 (80): 96–100.

Hermanto, Sandra, Anna Muawanah, dan Rizkina Harahap. Profil dan Karakteristik
Lemak Hewani (Ayam,Sapi, dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan GCMS.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

Harmita., 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.


Departemen Farmasi FMIPA-UI.

Hidayat, A S and Siradj, M. 2015. Sertifikasi Halal Dan Sertifikasi Non Halal Pada
Produk Pangan Industri. Ahkam XV (2): 1–12.

Hilda, L, 2014. Analisis Kandungan Lemak Babi Dalam Produk Pangan Di


Padangsidimpuan Secara Kualitatif Dengan Menggunakan Gas Kromatografi
(GC). Tazkir 9 (Juli-Desember): 1–15.

Kurnia, 2010. Ekstraksi dengan Pelarut. Jakarta.

Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:Universitas Indonesia


Press.

Lehninger, A. L., 1982, Dasar-dasar Biokimia, Jlilid 1, Alih bahasa, Maggi


Thenawijaya, Erlangga, Jakarta

Lenski, Wolfgang. 2010. Information : A Conceptual Investigation. Information 1 (1):


74–118.

Maulidia, R. 2013. Urgensi Regulasi dan Edukasi Produk Halal bagi Konsumen, Justitia
Islamica, Vol. 10. No. 2.359-390.

Murray, R.K., Granner, D.K.and Victor, R.W.2009. Biokimia Harper.EGCPenerbit


BukuKedokteran. Jakarta.

M. Nikhil Jirankalgikar. 2014. Detection of tallow adulteration in cow ghee by


derivative spectrophotometry. India.

Nees, C, Blume, Wardatun, S, Rustiani, E, Alfiani, N, and Rissani, D. 2017. Study


Effect Type of Extraction Method And Type of Solvent To Cinnamaldehyde
and Trans-Cinnamic Acid Dry Extract Cinnamon. J Young Pharm 9 (1):49–51.

Nina, N, Marikkar, J.M.N, Mirghani, M.E.S, Nurrulhidayah, A.F and Yanty, N.A.M..
2017. Differentiation of Fractionated Components of Lard from Other Animal
Fats Using Different Analytical Techniques. Sains Malaysiana 46 (2): 209–16.

Universitas Sumatera Utara


75

O’Brie, 2009. Fats and Oils Third Edition. USA: CRC Press Taylor & Francis Group.

Poedjiadi,anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: universitas Indonesia (UI Press).

Prabowo, S, and Azmawani A R. 2017. Sertifikasi Halal Industri Pengolahan Hasil


Pertanian Halal. Forum Penelitian Agro Ekonomi 34 (1): 57–70.

Ramadhani, Citra Suci. 2016. Lipid I. Sukabumi: Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Muhammadiyah Suka Bumi.

Ratnasari, D., Riesta Primaharinaastiti, Noor Erma Nasution S., 2012. Validasi Metode
Kromatografi Gas Spektrometri Massa untuk Analisis Residu Pestisida
Triadmefon dalam Kubis. Project Grand Fakultas Farmasi. Universitas
Airlangga.

Razali, M, 2017. Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Total Mikroba
Pada Esktraksi Belimbing Wuluh Sebagai Pengawet Ikan Kembung
(Rastrelliger Kanagurta). Jurnal Stikna  : Jurnal Sains, Teknologi, Farmasi &
Kesehatan. 1 (1). 54 – 60.

Razali, Mariany, Revi Trisna Siregar, Nurmala Sari, and Maya Handayani Sinaga. 2018.
“Analisis Mikrobiologi Forensik Total Mikroba Sosis Sapi Yang Bercampur
Lemak Babi Dalam Rangka Kehalalan Produk.” AGRINTECH – Jurnal
Teknologi Pangan & Hasil Pertanian 2 (1): 33–39.

Rendle, D F. 2005. Advances in Chemistry Applied to Forensic Science. Chemical


Society Review 34 (May): 1021–30.

Rohman, A., Triyana, K., Ismindari, Erwanto, Y. 2012. Differentiation of Lard and
Other Animal Fats Based on Triacylglycerols Composition and Principal
Component Analysis. International Food Research Journal 19(2): 19 (2): 475

Saddam S, Muh. 2013. Pengaruh Pemberian Asap Cair dengan Lama Penyimpanan
Berbeda Terhadap Jumlah Bakteri dan Organoleptik Daging Sapi. SKRIPSI.
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makasar.

Salehudin, I. 2014. Halal Literacy : A Concept Exploration and Measurement


Validation.” SSRN Electronic Journal 1 (June 2010): 1–21.

Satriavi K, W Y, Subagyo YBP, Indreswari R, Sunarto, Prastowo S,Widyas N. 2013.


Estimasi parameter genetik induk babi landrace berdasarkan sifat litter size dan
bobot lahir keturunannya. J Trop Anim Husbandry, 2(1): 28-33.

Sisco, Edward, Marcela Najarro, and Amber Burns. 2018. A Snapshot of Drug
Background Levels on Surfaces in a Forensic Laboratory. Forensic Chemistry
11 (July): 47–57.

Srobel, H. A., 1973. Chemical Instumentation. Second edition. England : Addison and
Wesley Publishing Co.

Universitas Sumatera Utara


76

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R&D, Bandung :


Alfabeta.

Suhartono, M. T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: PAU IPB.

Sujadi dan Rohman, Abdul. 2018. Analisa Derivat Babi. Yogyakarta: Gadjah Mada
Universitas Press.

Susanto dan Wardoyo, 2014. Pengaruh Susbtitusi Daging babi terhadap Karakteristik
Asam Lemak Sosis. Jurnal Ternak, Vol.02, No.0.

Taufik, M, Ardila, D, Razali, M. and Alfian. 2019. Investigation of Lard on Nuggets


Using UV Spectrophotometry. Indian Journal of Science and Technology 12
(January): 10–13.

Taufik, M, Ardilla, D, Tarigan, D M, Thamrin, M, Razali, M., and Afritario, M I. 2018.


Studi Awal : Analisis Sifat Fisika Lemak Babi Hasil Ekstraksi Pada Produk
Pangan Olahan, Agrintech – Jurnal Teknologi Pangan & Hasil Pertanian Jurnal
Teknologi Pangan Dan Hasil Pertanian 1 (2): 79–85.

Taufik, M, Wanto, R, Cibro S R, Ardilla, D, Razali, M, and Tarigan, D M, 2017. Studi


Pendahuluan Maserasi Coupling Elektrosintesis dalam Mengekstraksi Nikotin
Yang Terkandung Dalam Puntung Rokok. In Seminar Nasional Kimia Unmul
2017.

Thayyarah,Nadia. 2013. Buku Pintar Sains Dalam Al-Quran.

Voigt R., 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh: Dr.
Soendani Noerono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Watson, G. 2007. Analisis Farmasi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta.

Winarno, Fardiaz D dan Fardiaz S.,1973. Ekstraksi, Kromatografi Dan Elektrosintesis.


Departemen Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertnian Bogor, Bogor.

Wood D, . Enser M, Fisher AV, Nute GR, Sheard PR, Richardson RI, Hughes SI,
Whittington FM. 2008. Fat deposition, fatty acid composition and meat quality:
A review. Meat Science 78 (2008) 343–358

Yanty, N A M, J M N Marikkar, Y B Che Man, and K Long. 2018. Composition and


Thermal Analysis of Lard Stearin and Lard Olein. Journal of Oleo Science 7
(July 2011): 333–38.

Yuny, E, Sugiyono, Rohman, A, Abidin, M Z, Ariyani, D, 2012. Identifikasi Daging


Babi Menggunakan Metode Pcr-Rflp Gen Cytochrome B Dan Pcr Primer
Spesifik Gen Amelogenin Pork Identi Fi Cation Using Pcr-Rflp Of
Cytochrome B Gene, Agritech 32 (4): 370–77

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


77

Lampiran 1. Contoh Perhitungan


Asam Klorida 0.01 N

KOH 0.1 N
Rumus:

N= x
Diketahui: N :0.1 N; Mr :40 gr/ml ; V :250 ml
Penyelesaian:

0.1 N = x
4 = 4 massa
massa = 1 gram

Universitas Sumatera Utara


78

KOH 0.5 N Alkoholik


Rumus:

N= x

Diketahui: N :0,5 N
Mr :56 gr/mol
V :250 ml
Penyelesaian:

0.5 N = x

28 = 4 massa
massa = 7 gram
Indikator Phenolptalein
Indikator Phenolptalein 100% 100 ml
massa = 1: 100 x 100 ml
massa = 1 gram

Perhitungan Analisis Fisika-Kimia


Perhitungan Bilangan Penyabunan.
Contoh Rumus:

Diketahui : VHCl Lemak Standart : 20 ml

VHCl Blanko : 19.15 ml

NHCl : 0.01 N

Universitas Sumatera Utara


79

Penyelesaian:

Universitas Sumatera Utara


80

Data Analisis Kuantitatif


Data panjang gelombang lemak babi

Panjang gelombang Absorbansi


(nm) (A)
260 0.935
265 0.941
270 0.943
275 0.925
280 0.921

Universitas Sumatera Utara


81

Pengenceran lemak babi standard

Universitas Sumatera Utara


82

Perhitungan Metode Validasi


Akurasi (kecermatan)
Persen perolehan kembali (%recovary) dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:
Contoh Rumus:

% Recovery =

Keterangan:
CF: Konsentrasi analit yang diperoleh dari pengukuran setelah penambahan bahan
baku (Standard)
CA: Konsentrasi analit sebelum penambahan bahan baku (standard)
C*A: Konsentrasi bahan baku (standard) yang ditambahkan (Harmita,2004)
Nilai Perolehan Kembali (%Recovery) untuk waktu 30 menit
Dik: CF : 26.0
CA : 20.7
C*A: 5

% Recovery =

= 106%

Universitas Sumatera Utara


83

Nilai Perolehan Kembali (%Recovery) untuk waktu 60 menit


Dik: CF : 28.6
CA : 23.3
C*A: 5

% Recovery =

= 106%
Nilai Perolehan Kembali (%Recovery) untuk waktu 90 menit
Dik: CF : 31.2
CA : 26.0
C*A: 5

% Recovery =

= 104%
Nilai Perolehan Kembali (%Recovery) untuk waktu 120 menit
Dik: CF : 33.8
CA : 20.6
C*A: 5

% Recovery =

= 104%

Universitas Sumatera Utara


84

Nilai Perolehan Kembali (%Recovery) untuk waktu 150 menit


Dik: CF : 36.5
CA : 31.2
C*A: 5

% Recovery =

= 106%

̅ =

̅ = 105.2%

Presisi (Keseksamaan)
Presisi (keseksamaan) ditentukan berdasarkan data Standart Deviasi Relatif (SDR).
SDR ditentukan berdasarkan data Standard Deviasi (SD)
Rumus menentukan SD adalah :
Dik : ̅ = 1.36 Σ x 𝑥̅ 2
SD =
n: 6 𝑛

penyelesaian:

SD =

= 0.233

Rumus untuk menentukan RSD adalah :


Dik: SD= 0.233 𝑆𝐷
RSD = x100%
X= 4.6 𝑥

Penyelesaian:

RSD = x100%

RSD = 5%

Universitas Sumatera Utara


85

Lampiran 3 . Data Analisis Spektoskopi Ultra Violet


Data Analisis Kadar total sampel setelah penambahan baku

Universitas Sumatera Utara


86

Data Analisis Kadar total sampel sebelum penambahan baku

Universitas Sumatera Utara


87

Data Analisis Kadar Larutan Standard 5%

Universitas Sumatera Utara


88

Data Analisis Konsentrasi Sampel

Universitas Sumatera Utara


89

Lampiran 3. Gambar Hasil Penelitian

Gambar L.3.1 Preparasi Sampel Bakso

Gambar L.3.2 Proses Maserasi Coupling Elektrosintesis

Gambar L.3.3 Hasil Ekstraksi

Universitas Sumatera Utara


90

Analisis Kualitatif

Gambar L.3.4 Analisis titik leleh

Indeks Bias

Gambar L.3.5 Refraktometer Atago

Gambar L.3.6 Skala Refraktometer Atago

Universitas Sumatera Utara


91

Gambar L.3.7 Analisis Indeks Bias

Bilangan Penyabunan

Gambar L.3.8 Analisis Bilangan Penyabunan

Gambar L.3.9 Hasil Analisis bilangan penyabunan Lemak Babi

Universitas Sumatera Utara


92

Analisis Kualitatif

Uji Noda

Gambar L.3.10 Uji noda pada (a) kertas tulis dan (b) kertas saring

Uji Kelarutan

Gambar L.3.11 Analisis Uji Kelarutam

Universitas Sumatera Utara


93

Analisis Kuantitatif

Gambar L.3.12 Pengenceran Larutan Standard

Gambar L.3.13 Analisis Ekstrak Bakso Babi menggunakan Spektrokopi Ultra Violet

Universitas Sumatera Utara


94

Lampiran 4. Asam Lemak

Asam Lemak Jenuh

Universitas Sumatera Utara


95

Asam Lemak Tak Jenuh

Universitas Sumatera Utara


96

Lampiran 5. konversi 0Brix terhadap indeks bias

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai