SKRIPSI
ESRAULI TUMANGGOR
170822048
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Skripsi
Diajukan Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
ESRAULI TUMANGGOR
170822048
PENGESAHAN
Disetujui di
Medan, Oktober 2019
PERNYATAAN ORISINALITAS
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Esrauli Tumanggor
170822048
PENGHARGAAN
Segala Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini dengan baik, adapun judul
Skripsi penulis adalah “Analisis Lemak Babi (Lard) pada Bakso Menggunakan
Spektroskopi Ultra Violet”.
Penulis menyampaikan Terimakasih kepada Bapak Dr.Muhammad Taufik, S.Si,
M.Si selaku Dosen pembimbing atas segala bimbingan yang telah diberikan kepada
Penulis selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra,
M.Si selaku ketua jurusan Departemen Kimia, Ibu Dr. Sofia Lenny, M.Si Selaku
sekretaris Departemen Kimia dan Koordinator Kimia Ekstensi Bapak Firman Sebayang,
MS yang telah memberikan kemudahan terhadap apa yang Penulis perlukan selama ini,
serta seluruh staff pegawai Departemen Kimia FMIPA USU dan yang telah membantu
keperluan Penulis selama ini.
Penulis mengucapkan Terimakasih kepada seluruh pegawai departemen kimia,
kepada sahabat sahabat penulis yang membantu dan memberi dorongan sampai
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya dan
penulis mengucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih yang setulusnya Penulis berikan
kepada orangtua Penulis bapakku tersayang, Risdon Tumanggor dan mamaku terhebat
Romauli Tampubolon, yang memberikan dukungan berupa Materil, Motivasi dan Doa.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada kakanda Kartika Dewi Tumanggor, Adinda
Simon Tumanggor yang memberikan dukungan baik motivasi dan kasih sayang, kepada
Abang Christianto Nababan yang telah menjadi abang selalu memberikan bantuan dan
dukungan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sesama anak dosen
pembimbing abang Muhammad Ridho yang ikut membantu bekerja sama , kepada
terimakasih kepada teman-temanku ; Fina, Eka, Kasuni, Martina, Ida, Marsela, Fatma,
Theresia, Nurul, Nive, Monica A, Andri, Ronaldo, Rut, Cristin, Marissa, Astri, Roy dan
semua sahabat-sahabat penulis yang membantu dan memberi dorongan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritikan kepada pembaca agar dapat menjadi pelajaran
perbaikan penulis kedepannya.
Medan, Oktober 2019
Esrauli Tumanggor
ABSTRAK
Lemak babi (lard) merupakan bahan dasar makanan yang biasa digunakan sebagai
minyak goreng atau sebagai pelengkap masakan. Banyak industri menggunakan lemak
babi sebagai bahan dasar produk olahan, secara fisik yaitu warna, aroma, dan rasa.
Lemak babi (lard) sangat menguntungkan dalam ekonomi bagi pelaku industri karena
harga yang lebih murah. Selain industri pangan , industri farmasi, dan suatu industri
kosmetik juga menggunakan lemak babi karena hewan babi yang paling mudah
perkembangannya. Telah dilakukan penelitian tentang lemak babi pada sampel bakso.
Hasil penelitian ini bertujuan untuk mempreparasi, mengekstraksi dan menganalisis
secara kualitatif dan kuantitatif lemak babi yang terdapat pada sedian bakso. Proses
preparasi dilakukan dengan cara pengambilan sampel dari lokasi tempat sampel,
persiapan sampel sebelum dianalisis yaitu sampel terlebih dahulu ditimbang,
dibersihkan, dikeringkan, ditimbang, dihaluskan dan kemudian dikeringkan sebelum
dianalisis lebih lanjut. Ekstraksi dikakukan menggunakan maserasi coupling
elektrosintesis menggunakan pelarut n- heksana pada variasi waktu: 30, 60, 90, 120,
150 menit. Sifat fisika- kimia dianalisis meliputi: indeks bias, titik leleh, dan bilangan
penyabunan. Analisis kualitatif meliputi: uji noda dan uji kelarutan. Analisis
kuantitatif dengan menentukan panjang gelombang maksimum. Hasil yang diperoleh
dari analisia fisika-kimia dimana indeks bias lemak babi optimum 1.36384. bilangan
penyabunan yang optimum 196%, dan titik leleh lemak babi (lard) optimum 41 0C.
Analisa kualitatif dengan uji noda yaitu pada kertas saring dan kertas tulis
menghasilkan noda. Analisis Kuantitatif dengan panjang gelombang 270 nm pada
adsorbansi 0.943. Analisa validasi untuk Akurasi diperoleh nilai % rata-rata recovary
105.2%, Presisi nilai SD:0.233 dan RSD: 5%, Lineritas diperoleh persamaan
Y=0.00037x + 0.02053 and r2 = 0.98 LOD: 34,04% and LOQ: 113,49%.
Kata kunci: lemak babi, sifat fisik, spektroskopi Ultra Violet, metode validasi
v
Universitas Sumatera Utara
ANALYSIS OF LARD MEATBALLS IN USING ULTRA VIOLET
SPECTROSCOPY
ABSTRACT
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 4
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.4. Manfaat Penelitian 4
1.5. Lokasi Penelitian 4
1.6. Metodologi Penelitian 4
vii
viii
ix
Halaman
Gambar 2.1 Stuktur Molekul Lemak 6
Gambar 2.2 Daging Sapi 11
Gambar 2.3 Daging Babi 11
Gambar 2.4 Daging Babi (Pucat) 12
Gambar 2.5 Daging Sapi (Lebih Merah) 12
Gambar 2.6 Daging Babi dan Daging Sapi 12
Gambar 2.7 Daging Babi 13
Gambar 2.8 Daging Sapi 13
Gambar 2.9 Daging Babi dan Daging Sapi 13
Gambar 2.10 Rangkaian Alat Maserasi 17
Gambar 2.11 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrosintesis 20
Gambar 2.12 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrokoagulasi 22
Gambar 2.13 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrodialisis 22
Gambar 2.14 Rangkaian Alat Maserasi Coupling Elektrowinning 23
Gambar 2.15 Rangkaian Alat Perkolasi 24
Gambar 2.16 Rangkaian Alat Refluks 25
Gambar 2.17 Rangkaian Alat Soklet 27
Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel 39
Gambar 4.1 Sampel Bakso Babi yang Telah Dipreparasi 52
Gambar 4.2 Proses Maserasi Coupling elektrosintesis 53
Gambar 4.3 Bakso Babi Hasil Preparasi 60
Gambar 4.4 Data Indeks Bias pada lemak babi 61
Gambar 4.5 Grafik Titik Leleh Lemak Babi 62
Gambar 4.6 Data Bilangan Penyabunan 63
Gambar 4.7 Bercak Lemak Babi Yang Tertinggal (a) Kertas
Saring dan (b) Kertas Tulis 64
Gambar 4.8 Grafik Titik Leleh Lemak Babi 65
Gambar 4.9 Grafik λ Maksimum dari Lemak Babi (lard) 66
Gambar 4.10 Konsentrasi Lemak Babi (lard) dari bakso 67
Gambar 4.11 Grafik Linearitas 69
xi
xii
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu komoditas ternak yang memiliki potensi sebagai campuran daging segar
adalah Babi. Hal ini, disebabkan karena ternak babi memiliki sifat dan kemampuan
memiliki pertumbuhan yang cepat, efisiensi ransum yang baik (75-80%), persentase
karkas yang tinggi (65-80%) dan jumlah anak per kelahiran (litter size) yang tinggi
(Satriavi, 2013). Lemak babi merupakan bahan dasar makanan yang biasa digunakan
sebagai minyak goreng atau sebagai pelengkap masakan seperti layaknya lemak sapi,
lemak kambing dan mentega (Hilda, 2014). Harga daging babi yang relatif lebih murah
sering digunakan sebagai bahan campuran yang dijual dengan label Halal (Susanto dan
Wardoyo, 2014). Hal ini dilakukan dengan alasan keuntungan tanpa memperhatikan hak
konsumen (Susanto dan Wardoyo, 2014).
Dalam suatu analisis, kimiawan dapat memberikan arah pemeriksaan yang
menguatkan asumsi zat yang terkandung didalam suatu senyawa (Lenski, 2010)
termasuk proses investigasi dan analisis (Sisco, 2018). Komposisi yang terkandung
dalam lemak babi telah dianalisis menggunakan metode Kromatografi dan FTIR.
Spektra lemak babi memiliki perbedaan dengan lemak hewani lainnya (Rohman, 2012).
Identifikasi pemalsuan daging babi dalam produk olahan daging selama ini hanya bisa
dideteksi berdasarkan DNA-nya. Hal tersebut sehingga memerlukan biaya yang cukup
mahal, Penelitian tentang pemalsuan daging babi kedalam produk olahan daging
khususnya bakso sudah pernah dilakukan dengan menggunakan SDS-PAGE. Hasilnya
terdeteksi fraksi protein dengan berat molekul tertentu (Susanto, 2014)
Bakso adalah salah satu makanan yang sangat digemari oleh masyarakat karena
cita rasanya khas yang terbuat dari daging sapi, namun bakso sering sekali dilaporkan
karena terindikasi menggunakan campuran daging babi dalam pengolahannya (Buana,
2018). Adanya indikasi pada makanan bakso tersebut perlu dilakukan pengembangan
penelitian mengenai analisis kandungan lemak babi untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat. Metode analisa lemak babi pada produk pangan seperti bakso yang mengandung
lemak babi yaitu secara analisa sifat fisika lemak babi (lard), analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif.
Analisis sifat fisika-kimia lemak babi (lard) yang diamati meliputi:indeks bias,
titik leleh bilangan penyabunan dari hasil ekstraksi pada produk pangan yaitu bakso.
Analisis Kualitatif diamati yaitu uji noda dimana dengan penambahan alkohol netral
sehingga diamati noda yang terbentuk dan uji kelarutan dengan berbagai macam
pelarut berdasarkan kelarutannya. Analisa kuantitatif dengan menggunakan
Spektroskopi Ultra Violet dengan menggunakan panjang gelobang . Analisa validasi
merupakan metode yang dilakukan untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Parameter validasi metode analisis
yang diuji adalah kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), linearitas, batas
deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ). Proses ekstraksi yang digunakan masih
menggunakan maserasi dengan pelarut n-heksan sehingga pelarut mudah menguap dan
lemak babi (lard) teroksidasi. Lemak hewani termasuk lemak babi akan cepat rusak jika
terlalu lama terpapar di udara (12 jam) (Razali, 2018). Maserasi coupling elektrosintesis
akan dikembangkan untuk mengurangi waktu maserasi (Taufik, 2017)
Lelya Hilda (2019) telah melaporkan Lemak babi dianalisis menggunakan
Gas Kromatografi (GC). Data kualitatif dikembangkan dengan menghasilkan fraksi
dari lemak babi yakni : Asam Kaprilat C8:0 0%, Asam Kaprat C10:0 0,07 %, Asam
Laurat C12:0 0,3%, Asam Miristat C14 : 0 1,20 %, Asam Palmitoleat C16:1 1,60% ,
Asam Palmitat C16 : 0 7,22 %, Asam Margarat C17:0 0,2%.
Taufik (2019) telah melaporkan Lemak babi (lard) pada bahan nugget babi
menggunakan spektroskopi UV (λ maks = 270 nm) dengan waktu ekstraksi 12 jam,
Menganalisis sifat fisika lemak babi yang diadulterasi dengan daging sapi, ayam dan
ikan tuna juga telah dianalisis (Taufik, 2018) menggunakan metode Rancangan Acak
Lengkap (RAL) (Ardilla, 2018).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti melakukan analisa lemak babi, dimana
lemak babi yang diperoleh dari produk pangan bakso diekstraksi menggunakan
pelarut n-heksana dengan variasi waktu 30, 60, 90, 120, 150 menit yang
menghasilkan lemak babi sehingga dapat dianalisis secara fisika – kimia dan
menggunakan spektroskopi Ultra Violet.
1.2 Permasalahan
1. Bagaimana mempreparasi dan mengekstraksi lemak babi (lard) yang terdapat
pada sampel bakso?
2. Bagaimana menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif lemak babi (lard)
yang terkandung dalam sampel bakso?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Lemak
Lemak ialah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu
trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon.
Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat
satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut
monogliserida, digliserida atau trigliserida.
Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu
lemak adalah suatu trigliserida. (poedjiadi, 1994). Gambar 2.1 menunjukkan struktur
molekul dari lemak yaitu:
Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut di
dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar seperti
kloroform atau eter. lipida yang paling banyak digunakan adalahlemak atau
triasilgliserol yang merupakan bahan bakar utama bagi semua organisme
(Lehninger,1982).
Lipid dalam bentuk lemak dan minyak merupakan makanan yang penting
untuk menjaga kesehatan tubuh manusia, selain itu juga merupakan sumber energi
yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno,1989).
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda-beda. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang
disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh dan berbentuk cair. Lemak hewani ada yang
berbentuk padat yaitu lemak susu, lemak babi, lemak sapi (Murray, 2003). Lemak
hewan pada umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan, lemak yang memiliki titik
lebur tinggi mengandung asam lemak jenuh.
Menentukan derajat ketidak jenuhan diukur dengan bilangan iodium. Bilangan
iodium ialah banyaknya gram iodium yang dapat bereaksi dengan 100 gram lemak.
Jadi makin banyak ikatan rangkap makin besar bilangan iodium. Jumlah mol basa
yang digunakan dalam proses penyabunan ini tergantung pada jumlah mol.
Jumlah milligram kalium hidroksida yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram
lemak disebut bilangan penyabunan. Lemak apabila dibiarkan lama diudara akan
menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak karena adanya proses hidrolisis
(Poedjiadi, 1994).
Lemak terkandung dalam berbagai jenis bahan makanan, baik yang berasal
dari hewan maupun tumbuhan. Tabel 2.1 di atas menampilkan kadar lemak beberapa
jenis bahan makanan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kadar lemak daging babi
(31%) lebih tinggi dari pada kadar lemak daging sapi (10-30%). Beberapa sifat fisika-
kimia lemak yang paling penting adalah sebagai berikut:
a. Warna
Zat warna dalam minyak terdiri dari zat warna alami dan hasil degradasi zat
warna alami. Zat warna alami misalnya a dan ß karoten, santofil, klorofil, dan
antosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning-kecoklatan,
kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan.
b. Bau
Lemak atau bahan berlemak seperti lemak sapi, lemak babi, mentega, krim, susu
bubuk, mempunyai bau seperti bau ikan yang sudah basi. Bau minyak alami berasal
dari hasil urai asam – asam lemak atau komponen lain yang larut dalam minyak,
seperti minyak sawit mempunyai bau yang khas karena adanya karoten.
c. Kelarutan
Kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut ditentukan oleh kepolaran zat dan pelarut
tersebut. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, dan
larut sempurna dalam kloroform. Sifat kelarutan minyak dan lemak digunakan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang mengandung minyak. Asam lemak rantai
pendek dapat larut dalam air. Semakin panjang rantai asam lemak kelarutan dalam air
semakin berkurang. Asam lemak tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organik
dibandingkan dengan asam lemak jenuh.
d. Titik didih
Titik didih asam-asam lemak semakin meningkat dengan bertambah panjangnya
rantai atom karbon asam-asam lemak tersebut.
e. Indeks bias
Besaran indeks bias dapat digunakan untuk pengenalan zat kimia serta pengujian
kemurnian suatu minyak. Indeks bias minyak atau lemak akan meningkat jika rantai
atom karbonnya semakin panjang. Indeks bias juga bertambah besar dengan kenaikan
berat molekul.
f. Reaksi-reaksi kimia
Reaksi yang dapat dialami lemak dan minyak, meliputi hidrolisis, oksidasi, dan
esterifikasi.
Profil dan karakteristik lemak hewani (ayam, sapi, babi) dengan hasil pengujian
sifat fisikokimia pada setiap sampel (Hermanto,2008), seperti pada tabel 2.2:
Tabel 2.2 Karaktristik Lemak Hewani
No Parameter Lemak Sapi Lemak Babi Lemak Ayam
1 Bobot jenis (g/ml) 0.8999 0.8940 0.8769
2 Indeks Bias 1.460 1.462 1.461
3 Titik Leleh 43.5 36.0 34.5
4 Bilangan Iod 45.75 72.69 62.81
5 Bilangan Penyabunan 237.57 257.70 259.77
1. Daging
Secara umum, daging adalah otot yang menempel pada rangka hewan serta
lemak yang terkandung di dalamnya. Meskipun demikian, limpa, ginjal, otak, hati
dan semua bagian dari hewan yang dapat dimakan juga dapat disebut sebagai daging.
Dalam industri pengemasan daging, istilah daging memiliki arti yang lebih sempit,
yaitu daging spesies mamalia (sapi, kambing, babi) yang dipelihara untuk dijadikan
bahan konsumsi manusia. Dengan demikian, daging kelompok burung dan ikan tidak
termasuk daging dalam arti sempit ini. Komposisi biokimia daging otot mamalia
dewasa secara umum adalah 75% air, 19% protein, 2,5% lemak intramuskular, 1,2%
karbohidrat, 2,3% zat-zat terlarut non-protein, termasuk senyawa-senyawa anorganik.
Pada kenyataannya, komposisi biokimia daging akan sangat bervariasi, tergantung
pada spesies, varietas, jenis kelamin, nutrisi pangan ternak, kerja fisik yang dilakukan
hewan tersebut, serta letak daging secara anatomi. Lemak dalam daging dapat berupa
“lemak sejati” yang mengandung ester dari gliserol dan asam lemak maupun lemak
intramuskular. “Lemak sejati” digunakan oleh hewan tersebut untuk menyimpan
energi, sedangkan lemak intramuskular mengandung fosfolipid dan bagian-bagian
yang tidak dapat disafonifikasi, seperti kolesterol.
Daging sapi dan daging babi telah dikonsumsi sejak zaman dahulu kala. Setelah
disembelih, daging sapi dan daging babi dipotong-potong menjadi bagian-bagian
utama. Gambar 2.2 dan gambar 2.3 menunjukkan bagian-bagian utama potongan
daging sapi dan daging babi ala Amerika yaitu:
Secara kasat mata, daging babi dan daging sapi dapat dibedakan berdasarkan
5 aspek, yaitu:
a. Warna
Daging babi memiliki warna yang lebih pucat dari daging sapi Warna daging babi
mendekati warna daging ayam. Namun perbedaan ini tak dapat dijadikan pegangan
karena warna pada daging babi oplosan biasanya dikamuflase dengan pelumuran
darah sapi, meskipun warna kamuflase ini dapat dihilangkan dengan perendaman
dengan air. Selain itu, ada bagian tertentu dari daging babi yang warnanya mirip
sekali dengan daging sapi sehingga sangat sulit membedakannya. Gambar 2.4 dan
gambar 2.5 menunjukkan warna dari daging babi dan daging sapi seperti pada
gambar:
Gambar 2.4 Daging Babi (pucat) Gambar 2.5 Daging sapi (lebih merah)
b. Serat Daging
Serat-serat daging sapi tampak padat dan garis-garis serat terlihat jelas.
Sedangkan pada daging babi, serat-seratnya terlihat samar dan sangat renggang.
Perbedaan ini semakin jelas ketika kedua daging direnggangkan bersama. Gambar 2.6
menunjukkan serat daging dari daging babi dan daging sapi dimana daging babi serat
tidak jelas sedangkan daging sapi serat jelas seperti pada gambar:
c. Penampakan Lemak
Perbedaan terdapat pada tingkat keelastisannya. Daging babi memiliki tekstur
lemak yang lebih elastis sementara lemak sapi lebih kaku dan berbentuk. Selain itu
lemak pada babi sangat basah dan sulit dilepas dari dagingnya sementara lemak
daging agak kering dan tampak berserat. Namun kita harus hati-hati pula bahwa pada
bagian tertentu seperti ginjal, penampakkan lemak babi hampir mirip dengan lemak
sapi. Gambar 2.7 dan gambar 2.8 menunjukkan lemak daging dari daging babi dan
daging sapi seperti pada gambar:
d. Tekstur
Daging sapi memiliki tekstur yang lebih kaku dan padat dibanding dengan daging
babi yang lembek dan mudah diregangkan . Melalui perbedaan ini sebenarnya ketika
kita memegangnya pun sudah terasa perbedaan yang nyata antar keduanya karena
terasa sekali daging babi sangat kenyal. Sementara daging sapi terasa solid dan keras
sehingga cukup sulit untuk diregangkan. Gambar 2.9 menunjukkan lemak daging
dari daging babi seperti pada gambar:
e. Aroma
Terdapat sedikit perbedaan antara keduanya. Daging babi memiliki aroma
khas tersendiri, sementara aroma daging sapi adalah anyir seperti yang telah kita
ketahui. aroma kedua daging ini tetap dapat dibedakan.
Dengan semakin berkembangnya teknologi pangan, maka tantangan untuk mengenal
perbedaan antara daging babi dengan daging sapi semakin sulit karena produk yang
kita beli sudah dalam bentuk olahan. Di samping itu, produk turunan lemak sapi
maupun babi juga banyak digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena
itu, diperlukan cara lain untuk dapat mengidentifikasi adanya kandungan babi di
dalam makanan. Secara kimia, perbedaan kandungan protein dan lemak pada sapi dan
babi dapat dimanfaatkan untuk melakukan identifikasi ini. Pada penelitian ini,
analisis kimia yang dilakukan didasarkan pada perbedaan komposisi asam lemak.
2.3 Ekstraksi
Pada saat penggabungan pelarut dengan simplisia, maka sel-sel yang rusak
karena proses pengecilan ukuran langsung kontak dengan bahan pelarut. Komponen
sel yang terdapat pada simplisia tersebut dapat dengan mudah dilarutkan dan dicuci
oleh pelarut. Dengan adanya proses tersebut, maka dalam fase pertama ini sebagian
bahan aktif telah pindah ke dalam pelarut. Semakin halus ukuran simplisia, maka
semakin optimal jalannya proses pencucian tersebut.
Untuk melarutkan komponen sel yang tidak rusak, maka pelarut harus masuk
ke dalam sel dan mendesak komponen sel tersebut keluar dari sel. Membrane sel
simplisia yang mula-mula mengering dan menciut harus diubah terlebih dahul agar
terdapat suatu perlintasan pelarut ke dalam sel. Hal ini dapat terjadi melalui proses
pembengkakkan, dimana membran mengalami suatu pembesaran volume melalui
pengambilan molekul bahan pelarut. Kemampuan sel untuk mengikat pelarut
menyebabkan struktur dinding sel tersebut menjadi longgar, sehingga terbentuk ruang
antarmiselar, yang memungkinkan bahan ekstraksi, mencapai ke dalam ruang dalam
sel. Peristiwa pembengkakkan ini sebagian besar disebabkan oleh air. Campuran
alkohol-air lebih disukai untuk mengekstraksi bahan farmasetik karena terbukti lebih
cepat (Voigt, 1994).
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan,
kemudian daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dengan
memperoleh ekstrak yang sempurna. Metode pembuatan ekstrak yang umum
digunakan antara lain maserasi, perkolasi, soxhletasi. Selain itu, metode ekstraksi
juga dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat (Ansel, 1989).
Menurut (Kurnia, 2010) ekstraksi dengan berdasarkan pelarut dapat dilakukan
dengan cara dingin dan cara panas. Cara dingin yaitu metode maserasi dan perkolasi,
sedangkan cara panas antara lain dengan reflux, soxhlet, digesti, destilasi uap dan
infuse. Reflux merupakan ekstraksi pelarut pada suhu didihnya selama waktu tertentu
dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat
khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah maserasi kinetik pada suhu lebih
tinggi dari suhu kamar sekitar 40-50 oC. Destilasi uap adalah ekstraksi zat kandungan
menguap dari bahan dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial .
Kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna
dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama
kandungan yang memisah sempurna atau sebagian. Infuse adalah ekstraksi pelarut air
pada suhu penangas air 96-98 oC selama 15-20 menit (Kurnia, 2010).
2.3.3.1.1 Maserasi
karbanion ataupun korbonium, yang secara kimia biasa tidak dapat dilakukan ternyata
dapat dilaksanakan secara elektrokimia (Buchari, 2003). Rangkaian alat maserasi
dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini:
A B C
Prinsip proses elektrokoagulasi telah digunakan untuk mengolah air ”bilge” dari
kapal-kapal dan dipatenkan pertama kali oleh A. E. Dietrich pada tahun 1906.
Mekanisme proses coupling elektrokoagulasi adalah sel elektrokimia dimana anoda
menggunakan aluminium atau besi sebagai agen akoagulan. Secara simultan, gas-gas
elektrolit dihasilkan hidrogen pada katoda. Beberapa material elektroda dapat dibuat
dari aluminium, besi, stainless steel dan platina. Aluminium merupakan material
anoda yang sering digunakan (Buchari, 2003). Gambar 2.12 menunjukkan Maserasi
Coupling Eletrokoagulasi seperti pada gamabar yaitu:
2.3.3.1.2 Perkolasi
sendiri. Dalam pengisian simplisia tidak boleh terdapat ruang rongga. Hal ini akan
menggagu keteraturan aliran cairan dan menyebabkan berkurangnya hasil ekstraksi,
namun suatu pengisian yang kompak dapat menghambat aliran pelarut atau malah
menghentikannya (Voigt, 1994). Rangkaian alat perkolasi dapat dilihat pada Gambar
2.15 berikut ini :
Keterangan :
A : Perkolator C: Keran G: Botol perkolat
Kelemahan metode perkolasi sebagai berikut :
a. Cairan penyari lebih banyak.
b. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara
terbuka.
Kelebihannyametode perkolasi sebagai berikut :
a. Tidak terjadi kejenuhan.
b. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga
zat seperti terdorong untuk keluar dari sel) (Voigt, 1994).
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Voigt, 1994).
Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama
dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali
menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas
bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Voigt, 1994). Rangkaian alat
refluks dapat dilihat pada Gambar 2.16 berikut ini :
Keterangan :
1. Labu dasar bulat : sebagai tempat zat cair dipanaskan
2. Kondensor spiral : mendinginkan uap larutan
3. Kassa asbes : untuk meratakan panas
4. Pembakar Bunsen : untuk memanaskan larutan dalam labu dasar bulat
5. Kaki tiga : untuk menyangga labu dasar bulat, kondensor saat proses
pemanasan
6. Statif : untuk menyangga kondensor dan labu dasar bulat
7. Klem : untuk menahan kondensor spiral dan labu dasar bulat
8. Selang masuk : sebagai penghubung air masuk dari sirkulator menuju
kondensor
9. Selang keluar : sebagai penghubung keluarnya air dari kondensor menuju
ember
10. Sirkulator : alat untuk mensirkulasikan air
11. Ember : sebagai tempat menyimpan air
12. Batu didih : alat untuk mencegah terjadinya bumpin.
Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-
sampel yang mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan langsung.
Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume total pelarut
yang besar,dan sejumlah manipulasi dari operator (Voigt, 1994).
2.3.3.2.2 Soklet
Sokletasi dilakukan dalam sebuah alat yang disebut soxhlet. Cairan penyari
diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas saring, atau
tabung yang berlubang-lubang dari gelas, baja tahan karat, atau bahan lain yang
cocok. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap cairan penyari naik ke atas
melalui pipa samping, kemudian diembunkan kembali oleh pendingin tegak. Cairan
turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia. Cairan penyari sambil
turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia. Karena adanya sifon maka setelah cairan
mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan kembali ke labu (Voigt, 1994).
Rangkaian alat soklet dapat dilihat pada Gambar 2.17 berikut ini :
Keterangan :
1. Kondenser berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses
pengembunan.
2. Timbal berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil.
3. Pipa F berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari proses
penguapan.
4. Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya penuh
kemudian jatuh kelabu alas bulat maka hal ini dinamakan satu siklus.
5. Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah sampel dan pelarutnya.
6. Hot plate berfungsi sebagai pemanas larutan.
Kelemahan metode sokletasi sebagai berikut :
a. Waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama, sehingga kebutuhan
energinya tinggi, dan bahan terekstraksi yang terakumulasi dalam labu mengalami
beban panas dalam waktu yang cukup lama.
b. Pemanasan berlebih terhadap kandungan kimia dalam serbuk, sehingga tidak
cocok untuk zat kimia yang termolabil.
c. Jumlah bahan terbatas (30-50 gram).
d. Tidak bisa dengan penyari air (harus solvent organik), sebab titik didih air 100°C
harus dengan pemanasan tinggi untuk menguapkannya.
e. Memerlukan energi listrik.
Kelebihannya antara lain sebagai berikut :
a. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil
yang lebih pekat
b. Serbuk simplisia disari oleh penyari yang murni sehingga dapat menyari zat aktif
lebih banyak
c. Penyari dapat diteruskan sesuai dengan keperluan tanpa menambah volume cairan
penyari.
radiasi, demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu panjang
gelombang tertentu. Benda bercahaya seperti matahari atau suatu bohlam listrik
memancarkan spektrum yang lebar dan terdiri dari panjang gelombang. Panjang
gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak mampu mempengaruhi selaput
pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan subjektif dan ketampakan.
Prinsip dasar spektrofotometri ini adalah apabila suatu sinar melalui senyawa
tertentu, maka senyawa tersebut akan menyerap sinar dengan panjang gelombang
tertentu. Warna senyawa (larutan) tergantung pada jenis sinar yang dipancarkan yang
tertangkap oleh mata kita, sehingga senyawa ada yang berwarna maupun yang tidak
berwarna (Suhartono,1989).
Spektrofotometri merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam
analisis kimia kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya antara lain:
1. Dapat digunakan secara luas dalam berbagai pengukuran kuantitatif untuk
senyawa senyawa organik
2. Kepekaannya tinggi karena dapat mengukur dalam satuan ppm
3. Sangat selektif, bila suatu komponen X akan diperiksa dalam suatu campuran
dengan mengetahui panjang gelombang maksimum hanya komponen X yang
mengabsorbsi cahaya tersebut
4. Lebih teliti karena hanya mempunyai persen kesalahan 1-3 % bahkan mempunyai
persen kesalahan 0,1%
5. Mudah dan cepat, hal ini terutama sangat bermanfaat untuk pengukuran cuplikan
dalam jumlah besar (Day dan Underwood, 1983).
Apabila sinar polikromatis (sinar yang terdiri dari beberapa panjang
gelombang) dilewatkan melalui suatu larutan, maka sinar dengan panjang gelombang
yang lain dilewatkan dari larutan (Ewing.G.W, 1985).
Intensitas warna adalah salah satu faktor utama dalam penentuan konsentrasi
suatu analit secara spektrofotometri. Pada analisa spektrokimia, spektrum radiasi
elektromagnetik digunakan untuk menganalisa spesies kimia dan menelaah
interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Radiasi dapat berinteraksi dengan
spesies kimia, dan kita akan memperoleh informasi (Srobel.H.A, 1973).
Sampel dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memiliki
warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri visible.
Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dahulu
dibuat berwarna dengan menggunakan reagen spesifik yang akan menghasilkan
senyawa berwarna. Reagen yang digunakan harus benar– benar spesifik hanya
bereaksi dengan alat yang akan dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna
yang dihasilkan harus benar– benar stabil (Day dan Underwood, 1983).
diketahui dari larutan berwarna yang memiliki serapan maksimum pada warna
komplementernya. Namun, apabila larutan berwarna dilewati radiasi atau cahaya
putih maka radiasi tersebut pada panjang gelombang tertentu akan secara selektif
sedangkan radiasi yang tidak diserap akan diteruskan (Day dan Underwood, 1983).
Keterangan:
CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran setelah penambahan
bahan baku (standard)
CA = konsentrasi analit sebelum penambahan bahan baku (standard
C*A = konsentrasi bahan baku (standard) yang ditambahkan (Harmita, 2004)
2.5.2 Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan (presisi) merupakan ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang
untuk sampel yang homogen(Harmita, 2004).
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit 6 (enam) sampel.
Presisi diukur sebagai standar deviasi (SD) dan standard deviasi relative (RSD). Nilai
standard deviasi relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya
keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).
Rumus menentukan SD adalah :
√Σ (x − x )2
SD =
𝑛−1
Keterangan :
SD = Standard Deviasi
x = kadar sampel
̅ = kadar rata-rata sampel
n = jumlah perulangan
(Harmita, 2004).
Rumus untuk menentukan RSD adalah :
𝑆𝐷
RSD = 𝑥
x100%
Keterangan :
x = Kadar rata – rata sampel
SD = Standard Deviasi
RSD = Relatif standard deviation (Harmita, 2004).
2.5.3 Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima
(Harmita, 2004).
Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi
yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji
analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam
pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat
terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. (Harmita, 2004). Dalam
beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran
dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik
dulu sebelum dibuat analisis regresinya (Harmita, 2004).
Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya
antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan
rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis
sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko (Harmita, 2004).
Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r
pada analisis regresi linier Y = bX + a. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b
= 0 dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan
kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus
dihitung adalah simpangan baku residual.
Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua
perhitungan matematik tersebut dapat diukur (Harmita, 2004).
Batas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.
Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan
parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam
sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode
analisis itu menggunakan instrumen atau tidak.
Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan
mendeteksi analit dalam. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan
mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon
blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan (Harmita,
2004).
Rumus untuk menentukan LOD :
3.SD
LOD =
b
Rumus untuk menentukan LOQ :
10.SD
LOQ =
b
Keterangan :
SD = Standard Deviasi
b = Slop (Harmita, 2004).
BAB III
METODE PENELITIAN
- Botol Aquadest
- Pisau
- Plastik
- Karet Roda mas
- Batang Aluminium
- kain Flanel
- Spatula
- Batang Pengaduk
- Statif dan Klem
- Alu dan Lumpang
- Sampel Cup
- Refraktometer Atago
- Kuvet Quartz
- kertas tulis
- Kertas Saring biasa
- Spektrofotometer Ultra Violet Genesis
3.3.3 Ekstraksi
Ekstraksi lemak babi dari sampel bakso menggunakan maserasi coupling
elektrosintesis dengan pelarut n-Heksana sesuai dengan variasi waktu maserasi:
30, 60, 90, 120, 150 menit dengan kuat arus 2.4 volt dan menggunakan katoda
anoda Aluminium, kemudian disaring lemak yang sudah diperoleh dengan kain
Flannel sehingga diperoleh ekstrak lemak babi (Taufik,2018).
Keterangan :
n = indeks bias
c = kecepatan cahaya diudara
v = kecepatan cahaya dalam zat
Keterangan:
a = volume HCl
b = volume KOH
N = normalitas HCl 0,01 N
3.3.5.3 Linearitas
3.3.5.4 Batas Deteksi LOD (Limit of detection) dan Batas Kuantitasi LOQ
(Limit of quantification)
3.4.3 Ekstraksi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Preparasi
Preparasi sampel dilakukan terlebih dahulu yaitu pengambilan sampel dari
kawasan padang bulan, medan. Sampel bakso 1000 gram dibersihkan, dipotong-
potong dihaluskan kemudian dikeringkan selama 2 jam kemudian dibagi 200 gram
kedalam 5 beaker glass. Gambar 4.1 merupakan proses preparasi sampel bakso
sebagai berikut:
a b c
4.1.2 Ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fmipa USU,
ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi coupling elektrosintesis dengan
menggunakan pelarut non polar yaitu n-heksana dengan menggunakan variasi waktu
30, 60, 90, 120, 150 menit. Proses ekstraksi sampel bakso dapat dilihat pada gambar
4.2 Berikut:
1 30 menit 1.36218
2 60 menit 1.36218
3 90 menit 1.36218
4 120 menit 1.36384
5 150 menit 1.36384
Keterangan :
√ = ada noda
4.1.6.3 Linearitas
Tabel 4.11 merupakan hasil analisis linearitas yang dimana diperoleh nilai Y=
0.00037x + 0.02053 dan r2 = 0.98 sebagai berikut:
Tabel 4.11 Data Linearitas Lemak Babi (lard) standard
No Konsentrasi (%) Absorbansi
1 5 0.021
2 10 0.026
3 20 0.028
4 25 0.030
5 30 0.032
6 40 0.034
7 50 0.040
8 60 0.041
9 65 0.043
10 70 0.049
4.2 Pembahasan
4.2.1 Preparasi Sampel
Bakso babi dipreparasi terlebih dahulu untuk memperoleh lemak babi yang
akan dianalisis di laboratorium. Pada penelitian ini, berat bakso babi yang disiapkan
sebanyak 1000 gram, dihaluskan sampel bakso dikeringkan selama 2 jam untuk
mengurangi kadar air pada bakso. Pengambilan sampel dilakukan dikawasan padang
bulan, medan. Jumlah sampel 1000 gram disesuaikan dengan kebutuhan analisis,
dimana sampel dibagi kedalam 5 beaker glass sebanyak 200 gram per beaker glass.
Bakso babi yang dipreparasi dapat dilihat pada Gambar 4.3, dengan berat sampel
1000 gram.
teroksidasi. Dalam hal ini diperlukan metode khusus yaitu maserasi yang di coupling
dengan dielektrosintesisdengan variasi waktu 30, 60, 90, 120, dan 150 menit
Teknik elektrosintesis maupun metode sintesis secara konvensional,
mempunyai variabel-variabel yang sama seperti suhu, pelarut, pH, konsentrasi
reaktan, metode pencampuran dan waktu. Akan tetapi perbedaannya, jika di
elektrosintesis mempunyai variabel tambahan yakni variabel listrik dan fisik seperti
elektroda (Buchari, 2003).
1.364
Data indeks bias
1.3635
1.363
indeks bias
1.3625
1.362
1.3615
1.361
30 60 90 120 150
waktu (menit)
40.4
40.2
40
39.8
39.6
39.4
30 60 90 120 150
Waktu (menit)
Dari data diatas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu maserasi maka
titik leleh lemak babi juga meningkat, pengukuran titk leleh lemak babi standard
terjadi pada suhu 40 0C.
200
150
100
50
0
30 60 90 120 150
Waktu (menit)
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu maserasi maka
semakin tinggi bilangan penyabunan pada lemak babi. Bilangan penyabunan pada
lemak babi standard diperoleh 224.4 % dimana nilai bilangan penyabunan lemak
standard antara nilai penyabunan pada waktu maserasi 30 dan 60 menit.
(a) (b)
Gambar 4.7 Bercak lemak babi yang tertinggal pada media (a) kertas Saring dan
(b) kertas tulis
Uji sampel yang berupa lemak babi (lard) dilakukan campuran ekstrak lemak
babi dengan aquadest. Hasil dari campuran tersebut lemak tidak larut dalam aquadest.
Hal ini disebabkan lemak yang berada dalam aquadest membentuk emulsi yang tidak
stabil setelah dilakukan pengocokkan, kedua larutan tersebut memisah menjadi 2
lapisan karena air merupakan senyawa yang bersifat polar sedangkan lemak bersifat
nonpolar.
Lemak adalah sekelompok molekul yang beragam semua tidak dapat larut
dalam air, namun dapat larut dalam pelarut non polar (Slone,2003). Gambar 4.8
Merupakan hasil dari ujikelarutan yang dilakukan pada lemak babi (lard) sebagai
berikut;
menyerap pada panjang gelombang lebih pendek. Pada penelitian ini penggunaan
spektroskopi Ultra violet karena kemampuannya dalam menganalisa senyawa yang
berikatan rangkap pada lemak babi, serta kepraktikannya dalam hal preparasi sampel
jika dibandingkan dengan metode analisa yang lain (Herliani, 2018).
Metode spektroskopi ini memungkinkan untuk mengetahui konsentasi lemak
babi secara pasti. Panjang gelombang optimum yang diperoleh 270 nm sedangkan (M.
Nikhil,2016) telah melaporkan panjang gelombang lemak sapi antara 238 nm dan 297
nm . Molekul-molekul yang memiliki gugus kromofor akan mengalami perubahan
pada panjang gelombang tertentu, pada mulanya kromofor digunakan untuk sistem
yang menyebabkan teerjadinya warna pada suatu senyawa, kemudian diperluas
menjadi mengadsorbsi radiasi elektromagnetik, termaksud yang tidak berwarna
Konsentrasi larutan standard divariasikan pada 5, 10, 20, 25, 30, 40, 50, 60, 65, 70 %.
Kurva λ maksimum dapat dilihat gambar 4.1. kurva persamaan garis lurus larutan seri
standartd. Gambar 4.9 merupakan λ maksimum dari lemak babi (lard) sebagai
berikut:
Grafik λ maksimum dari lemak babi (lard) dapat dilihat pada gambar 4.9 berikut:
Gambar 4.9 Grafik λ maksimum spektroskopi Ultra Violet pada lemak babi (lard)
25
20
15
10
5
0
30 60 90 120 150
waktu (menit)
4.2.6. Validasi
Parameter validasi yang diuji adalah akurasi (kecermatan), presisi
(keseksamaan) Linearitas, batas deteksi (Limit of detection), dan batas kuantitas (Limit
of quantification).
4.2.6.3 Lineritas
Lineritas ditentukan berdasarkan respon konsentrasi dengan absorbansi pada
larutan standard. Larutan standard lemak babi (lard) ditentukan konsentrasinya 5%,
10%, %, 25%, 30%, 40%,5 0%, 60%, 65%, 70% . Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.12
harga r yang diperoleh untuk masing-masing senyawa yaitu: 0,985. Berdasarkan data
tersebut bahwa hubungan antara konsentrasi ekstrak lemak babi terhadap absorbansi
respon terbukti linier.
Grafik Linearitas
0.06
y = 0.0004x + 0.0205
0.05 r² = 0.9705
Absorbansi (A)
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi (%)
̅= = ӯ= =
= 37,5 = 0.0344
Y= ax + b
a= = b = y – ax
= 0.02053
r =
√
r = 0.985126
4.2.6.4 Batas Deteksi (Limit of detection) dan Batas Penetapan (Limit of
Quantification)
Berdasarkan data nilai LOD dan LOQ yang telah diperoleh, maka dapat
diketahui kemampuan alat instrument spektroskopi Ultra Violet yang telah
digunakan dan limit konsentrasi sampel yang dapat dideteksi yaitu Batas Deteksi dan
Kuantitas.
LOD ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
SD
LOD =
b
Dik: SD= 0.233
b= 0.02053
Penyelesaian:
LOD =
= 34.04 %
SD
Dik: SD= 0.233 LOQ =
b
b= 0.02053
Penyelesaian:
LOQ =
= 113,49 %
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Lemak babi (lard) dapat diekstraksi dengan maserasi coupling elektrosintesis
menggunakan pelarut n-heksana. Preparasi dilakukan dengan cara mengumpulkan,
menimbang, membersihkan, menghaluskan, dan dikeringkan selama 2 jam
menghasilkan 1000 gram bakso halus.
2. Analisis fisika-kimia, kualitatif, kuantitatif, dan metode validasi. Analisis
Fisika-kimia dengan menentukan indeks bias lemak babi optimum 1.36384, titik
leleh dengan nilai optimum 41 0C, Bilangan penyabunanyang optimum 196%,.
Analisis kualitatif dilakukan dengan uji noda pada kertas saring dan kertas tulis
dimana terdapat noda pada kedua kertas dan uji kelarutan dimana lemak babi tidak
dapat larut dalam aquadest. Analisis kuantitatif dengan menentukan λ maksimum
pada lemak babi adalah 270 nm. Metode validasi spektroskopi Ultra Violet untuk
ekstrak lemak babi menunjukan nilai akurasi (kecermatan) dengan persen rata-rata
perolehan kembali %recovary 105.2%, Nilai presisi (keseksamaan) 5%, uji
linearitas diperoleh nilai r2 = 0.96, Nilai LOD yang diperoleh 34,04% and LOQ:
113,49%.
5.2 Saran
Pada proses ekstraksi sebaiknya dilakukan pada variasi waktu yang lebih
lama sehingga kemungkinan nilai optimum masih dapat diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung : ITB Press.
Ansel, H. C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta : UI Press.
Burlian, P. 2013. Reformulasi Yuridis Pengaturan Produk Pangan Halal. Ahkam XIV
(November): 43–52.
Citrasari, Dewi. 2015. Penentuan Adulterasi Daging Babi Pada Pada Nugget Ayam
Menggunakan NIR dan Kemometrik. [Skripsi]. Fakultasi Farmasi. Universitas
Jember
Dewan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3818, Bakso Daging. Dewan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Ewing, G. W., 1985. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Fifth edition. New
York : Mc Graw hill Co.
Gaffar, R. 1998. Sifat Fisik dan Palatabilitas Bakso Daging Ayam dengan Bahan
Pengisi Tepung sagu dan Tepung Tapioka. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Gustiani, Erni. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak
(Daging Dan Susu) Mulai Dari Peternakan Sampal Dihidangkan. Jurnal
Litbang Pertanian 28 (80): 96–100.
Hermanto, Sandra, Anna Muawanah, dan Rizkina Harahap. Profil dan Karakteristik
Lemak Hewani (Ayam,Sapi, dan Babi) Hasil Analisa FTIR dan GCMS.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
Hidayat, A S and Siradj, M. 2015. Sertifikasi Halal Dan Sertifikasi Non Halal Pada
Produk Pangan Industri. Ahkam XV (2): 1–12.
Maulidia, R. 2013. Urgensi Regulasi dan Edukasi Produk Halal bagi Konsumen, Justitia
Islamica, Vol. 10. No. 2.359-390.
Nina, N, Marikkar, J.M.N, Mirghani, M.E.S, Nurrulhidayah, A.F and Yanty, N.A.M..
2017. Differentiation of Fractionated Components of Lard from Other Animal
Fats Using Different Analytical Techniques. Sains Malaysiana 46 (2): 209–16.
O’Brie, 2009. Fats and Oils Third Edition. USA: CRC Press Taylor & Francis Group.
Ramadhani, Citra Suci. 2016. Lipid I. Sukabumi: Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Muhammadiyah Suka Bumi.
Ratnasari, D., Riesta Primaharinaastiti, Noor Erma Nasution S., 2012. Validasi Metode
Kromatografi Gas Spektrometri Massa untuk Analisis Residu Pestisida
Triadmefon dalam Kubis. Project Grand Fakultas Farmasi. Universitas
Airlangga.
Razali, M, 2017. Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu Ekstraksi Terhadap Total Mikroba
Pada Esktraksi Belimbing Wuluh Sebagai Pengawet Ikan Kembung
(Rastrelliger Kanagurta). Jurnal Stikna : Jurnal Sains, Teknologi, Farmasi &
Kesehatan. 1 (1). 54 – 60.
Razali, Mariany, Revi Trisna Siregar, Nurmala Sari, and Maya Handayani Sinaga. 2018.
“Analisis Mikrobiologi Forensik Total Mikroba Sosis Sapi Yang Bercampur
Lemak Babi Dalam Rangka Kehalalan Produk.” AGRINTECH – Jurnal
Teknologi Pangan & Hasil Pertanian 2 (1): 33–39.
Rohman, A., Triyana, K., Ismindari, Erwanto, Y. 2012. Differentiation of Lard and
Other Animal Fats Based on Triacylglycerols Composition and Principal
Component Analysis. International Food Research Journal 19(2): 19 (2): 475
Saddam S, Muh. 2013. Pengaruh Pemberian Asap Cair dengan Lama Penyimpanan
Berbeda Terhadap Jumlah Bakteri dan Organoleptik Daging Sapi. SKRIPSI.
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makasar.
Sisco, Edward, Marcela Najarro, and Amber Burns. 2018. A Snapshot of Drug
Background Levels on Surfaces in a Forensic Laboratory. Forensic Chemistry
11 (July): 47–57.
Srobel, H. A., 1973. Chemical Instumentation. Second edition. England : Addison and
Wesley Publishing Co.
Sujadi dan Rohman, Abdul. 2018. Analisa Derivat Babi. Yogyakarta: Gadjah Mada
Universitas Press.
Susanto dan Wardoyo, 2014. Pengaruh Susbtitusi Daging babi terhadap Karakteristik
Asam Lemak Sosis. Jurnal Ternak, Vol.02, No.0.
Voigt R., 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh: Dr.
Soendani Noerono. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Wood D, . Enser M, Fisher AV, Nute GR, Sheard PR, Richardson RI, Hughes SI,
Whittington FM. 2008. Fat deposition, fatty acid composition and meat quality:
A review. Meat Science 78 (2008) 343–358
KOH 0.1 N
Rumus:
N= x
Diketahui: N :0.1 N; Mr :40 gr/ml ; V :250 ml
Penyelesaian:
0.1 N = x
4 = 4 massa
massa = 1 gram
N= x
Diketahui: N :0,5 N
Mr :56 gr/mol
V :250 ml
Penyelesaian:
0.5 N = x
28 = 4 massa
massa = 7 gram
Indikator Phenolptalein
Indikator Phenolptalein 100% 100 ml
massa = 1: 100 x 100 ml
massa = 1 gram
NHCl : 0.01 N
Penyelesaian:
% Recovery =
Keterangan:
CF: Konsentrasi analit yang diperoleh dari pengukuran setelah penambahan bahan
baku (Standard)
CA: Konsentrasi analit sebelum penambahan bahan baku (standard)
C*A: Konsentrasi bahan baku (standard) yang ditambahkan (Harmita,2004)
Nilai Perolehan Kembali (%Recovery) untuk waktu 30 menit
Dik: CF : 26.0
CA : 20.7
C*A: 5
% Recovery =
= 106%
% Recovery =
= 106%
Nilai Perolehan Kembali (%Recovery) untuk waktu 90 menit
Dik: CF : 31.2
CA : 26.0
C*A: 5
% Recovery =
= 104%
Nilai Perolehan Kembali (%Recovery) untuk waktu 120 menit
Dik: CF : 33.8
CA : 20.6
C*A: 5
% Recovery =
= 104%
% Recovery =
= 106%
̅ =
̅ = 105.2%
Presisi (Keseksamaan)
Presisi (keseksamaan) ditentukan berdasarkan data Standart Deviasi Relatif (SDR).
SDR ditentukan berdasarkan data Standard Deviasi (SD)
Rumus menentukan SD adalah :
Dik : ̅ = 1.36 Σ x 𝑥̅ 2
SD =
n: 6 𝑛
penyelesaian:
SD =
= 0.233
Penyelesaian:
RSD = x100%
RSD = 5%
Analisis Kualitatif
Indeks Bias
Bilangan Penyabunan
Analisis Kualitatif
Uji Noda
Gambar L.3.10 Uji noda pada (a) kertas tulis dan (b) kertas saring
Uji Kelarutan
Analisis Kuantitatif
Gambar L.3.13 Analisis Ekstrak Bakso Babi menggunakan Spektrokopi Ultra Violet