Anda di halaman 1dari 78

PERBANDINGAN NILAI PROLIFERASI HISTOKIMIA

ARGYROPHILIC NUCLEOLAR ORGANIZING REGIONS


(AgNORs) PADA TUMOR PHYLLODES PAYUDARA JINAK,
BORDERLINE, DAN GANAS

TESIS

Disusun oleh:

Rizmeyni Azima
NIM. 157041134

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


PERBANDINGAN NILAI PROLIFERASI HISTOKIMIA
ARGYROPHILIC NUCLEOLAR ORGANIZING REGIONS
(AgNORs) PADA TUMOR PHYLLODES PAYUDARA JINAK,
BORDERLINE, DAN GANAS

TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik
Patologi Anatomik
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Disusun oleh:

Rizmeyni Azima
NIM. 157041134

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


i

Universitas Sumatera Utara


ii

Universitas Sumatera Utara


HASIL PENELITIAN
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Judul Penelitian : Perbandingan Nilai Proliferasi Histokimia


Argyrophilic Nucleolar Organizing Regions (AgNORs)
pada Tumor Phyllodes Payudara Jinak, Borderline, dan
Ganas
Nama : Rizmeyni Azima
NIM : 157041134
Program studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomik
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Jangka Waktu : 10 (sepuluh bulan)
Lokasi Penelitian : Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Unit Patologi Anatomik RSUP
H. Adam Malik Medan, dan Unit Patologi Anatomik RSU
Pirngadi Medan.
Pembimbing : 1. dr. Joko S. Lukito, Sp.PA(K)
2. Dr.dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked.(PA), Sp.PA

iii

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PANITIA UJIAN

Judul Penelitian : Perbandingan Nilai Proliferasi Histokimia Argyrophilic


Nucleolar Organizing Regions (AgNORs) pada Tumor
Phyllodes Payudara Jinak, Borderline, dan Ganas

Nama : Rizmeyni Azima

NIM : 157041134

Akan diuji pada


Hari/Tanggal : Jumat/24 Mei 2019

Pembimbing : 1. dr.Joko S. Lukito, Sp.PA(K)


2. Dr.dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked.(PA), Sp.PA
Penguji : 1. Dr.dr. Delyuzar, M.Ked.(PA), Sp.PA(K)
2. Dr.dr. Betty, M.Ked.(PA), Sp.PA

iv

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Rizmeyni Azima
NIM : 157041134
Departemen : Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Judul KTI : Perbandingan Nilai Proliferasi Histokimia Argyrophilic
Nucleolar Organizing Regions (AgNORs) pada Tumor
Phyllodes Payudara Jinak, Borderline, dan Ganas.

Jenis KTI : Hasil Penelitian

Dengan ini saya menyatakan bahwa


1. Karya tulisan ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri tanpa ada
tindakan plagiarisme dalam bentuk apapun sesuai dengan peraturan yang
berlaku untuk memenuhi tugas sebagai peserta didik dalam Pendidikan
Magister Kedokteran Klinis Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. Seluruh sumber yang saya kutip maupun yang saya rujuk telah saya
nyatakan dengan benar.
3. Apabila diketahui dan terbukti pada kemudian waktu bahwa karya tulis
ilmiah ini tidak sesuai dengan surat pernyataan ini maka saya bersedia
menerima sanksi sebagaimana yang berlaku.

Medan, 6 Mei 2019


Yang menyatakan
Peneliti,

Rizmeyni Azima
NIM : 157041134

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
judul “PERBANDINGAN NILAI PROLIFERASI HISTOKIMIA
ARGYROPHILIC NUCLEOLAR ORGANIZING REGION (AgNOR) PADA
TUMOR PHYLLODES JINAK, BORDERLINE, DAN GANAS.” Tesis ini adalah
salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Kedokteran Patologi Anatomik dalam
Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinis pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih


yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum
dan seluruh jajaran yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Program Magister Kedokteran Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas Kedokteran Univesitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy
Safruddin Rambe, Sp.S(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Klinik di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Dr. dr. Rodiah Rahmawati,
M.Ked.(Oph), Sp.M(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi
Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada pembimbing I
(dr. Joko S. Lukito, Sp.PA(K)), dan pembimbing II (Dr. dr. Lidya Imelda
Laksmi, M.Ked.(PA), Sp.PA) yang penuh perhatian dan kesabaran telah

vi

Universitas Sumatera Utara


mengorbanan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, bantuan, dan
saran-saran yang bermanfaat kepada penulis mulai dari persiapan penelitian
sampai pada penyelesaian tesis ini.
Penguji I (Dr. dr. Delyuzar, M.Ked.(PA), Sp.PA(K)) dan penguji II (Dr. dr.
Betty, M.Ked.(PA), Sp.PA), yang telah bersedia menguji, mengoreksi, dan
memberikan saran-saran pada penulis.
Dr. T. Ibnu Alferally, M.Ked.(PA), Sp.PA, D.Bioet. selaku Ketua Departemen
Patologi Anatomik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dr. dr. Delyuzar, M.Ked.(PA), Sp.PA(K), selaku Ketua Program Studi
Patologi Anatomik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Kepala Instalasi Laboratorium Terpadu RSUP H. Adam Malik Medan (dr.
Sutoyo Eliandy, M.Ked.(PA), Sp.PA), Kepala SMF Patologi Anatomik RSUP
H. Adam Malik Medan (dr. Lely Hartati, M.Ked.(PA), Sp.PA), dan staf
Patologi Anatomik RSUP H. Adam Malik Medan (dr. Sumondang M.
Pardede, Sp.PA, dr. Stephen Udjung, Sp.PA) yang telah memberikan tempat
dan mengizinkan penulis untuk mengambil sampel data penelitian ini.
Dosen Pembimbing Akademik/Fasilitator, dr. Jessy Chrestella, M.Ked.(PA),
Sp.PA/ dr. T. Kemala Intan, M.Pd., M.Biomed. atas bimbingan dan masukan-
masukannya selama penulis menjalani Program Pendidikan Magister
Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Rasa hormat penulis sampaikan kepada dewan guru lainnya: Prof. dr. H.M.
Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K), dr.Sukimin, Sp.PA(K), dr. Causa Trisna
Mariedina, M.Ked.(PA), Sp.PA atas bimbingan dan masukan-masukan
selama penulis menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Persembahan terima kasih kepada kedua orang tua, Ayahanda Tabron Ahmad
(alm) dan Ibunda Rabiatun Azliyah (alm), yang telah membesarkan,
mendidik, dan senantiasa mendoakan dengan penuh kasih sayang yang tulus.
Juga kepada saudara-saudara kandung dan keponakan-keponakan tercinta
yang telah memberi dukungan moril dan semangat kepada penulis.

vii

Universitas Sumatera Utara


Kepada suami tercinta, Mitra Setiawan, Ap.ST, MSi dan anakku tersayang
Muhammad Dzaky Ramadhan atas cinta, kasih, saying, pengertian,
pengorbanan, kesabaran, serta doa yang tulus yang diberikan kepada penulis.
Ayah mertua Drs.Mudjitahid, Apt.(alm), dan ibu mertua Hj. Andritati,
keluarga serta kerabat atas doa-doa dan dukungannya.
Sahabat-sahabat seperjuangan yang penulis sayangi: Anna Mariana, Fitrika
Linda, Indra Yacob, Inyak, Taufik, Febri Susanto, Irwandi, Megawati yang
selalu memberi semangat dan dukungan dalam suka dan duka.
Para senior yang penulis sayangi Roza Rita, Dedy Suryadi, Adeodata lily
Wibisono, Tri Puji Asmiati, Adeline Leo, Ricky Allianto, Tania Maretna, Rini
Syahrani yang telah membantu dan memberi dorongan kepada penulis selama
mengikuti pendidikan di program Magister Kedokteran Klinik.
Pasangan “Super Star”, Bang Dear dan Kakak Dear, terima kasih atas
semangat, motivasi, dan bimbingannya kepada penulis, semoga tetap menjadi
inspirasi buat orang lain.
Pegawai di Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Unit Patologi Anatomik RSUP H. Adam Malik, dan Unit
Patologi Anatomik RSU Pirngadi Medan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih perlu
mendapatkan koreksi dan masukan untuk kesempurnaannya. Segala masukan dan
saran akan penulis terima dengan besar hati. Semoga penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua. Amin.

Penulis,

Rizmeyni Azima
Nim: 157041134

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

LEMBARAN PERSETUJUAN .................................................................................. i


HASIL PENELITIAN ............................................................................................... iii
LEMBAR PANITIA UJIAN ..................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................. x
LAMPIRAN ................................................................................................................ xi

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang Penelitian ....................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................ 3
1.3 Hipotesis Penelitian................................................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5


2.1 Anatomi dan histologi payudara ............................................................................. 5
2.1.1 Suplai darah ...................................................................................................... 7
2.1.2 Drainase limfatik .............................................................................................. 8
2.2 Tumor Fibroepitelial ............................................................................................... 9
2.3 Tumor Phyllodes Payudara ................................................................................... 10
2.3.1 Tumor Phyllodes Jinak ................................................................................... 14
2.3.2 Tumor Phyllodes Borderline .......................................................................... 17
2.3.3 Tumor Phyllodes Ganas ................................................................................. 19
2.4 AgNOR .................................................................................................................. 23
2.5 Kerangka teori ....................................................................................................... 26
2.6 Kerangka konsep ................................................................................................... 27

ix

Universitas Sumatera Utara


BAB III. BAHAN DAN METODE .......................................................................... 28
3.1 Jenis penelitian ...................................................................................................... 28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................... 28
3.2.1 Tempat Penelitian ........................................................................................... 28
3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................................................ 28
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi .......................................................................................................... 28
3.3.2 Sampel ............................................................................................................ 29
3.4 Teknik pengambilan sampel ................................................................................. 29
3.5 Subjek penelitian ................................................................................................... 30
3.5.1 Kriteria inklusi ................................................................................................ 30
3.5.2 Kriteria ekslusi................................................................................................ 30
3.6 Variabel penelitian ................................................................................................ 30
3.7 Kerangka operasional ............................................................................................ 31
3.8 Definisi operasional .............................................................................................. 31
3.9 Prosedur kerja........................................................................................................ 32
3.10 Analisis data ........................................................................................................ 33
3.11 Ethichal clearance .............................................................................................. 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................... 35


4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................................... 35
4.1.1 Karakteristik Dasar Sampel ............................................................................ 35
4.1.2 Sebaran Nilai mAgNOR pada Tumor Phyllodes ............................................. 36
4.1.3 Perbedaan Nilai mAgNOR Antar Kelompok Lesi Sampel ............................. 38
4.2 Pembahasan ........................................................................................................... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 45


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 46
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Histologi Tumor Phyllodes Menurut WHO .............................. 23


Tabel 4.1 Karakteristik Dasar Sampel ........................................................................ 35
Tabel 4.2 Diagram Box Plot Sebaran Nilai mAgNOR pada Kelompok Lesi Sampel . 37
Tabel 4.3 Perbandingan mAgNOR pada tiap Kelompok Lesi Tumor Phyllodes ........ 38
Tabel 4.4 Perbandingan Nilai mAgNOR antar Kelompok Lesi Tumor Phyllodes ...... 38

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi payudara dengan penampang melintang .................................... 6


Gambar 2.2 Terminal duct- lobular unit (TDLU) ......................................................... 6
Gambar 2.3 Histologi payudara normal ........................................................................ 7
Gambar 2.4 Suplai darah payudara ............................................................................... 7
Gambar 2.5 Anatomi kelenjar getah bening payudara .................................................. 8
Gambar 2.6 Makroskopis tumor phyllodes ................................................................. 11
Gambar 2.7 Makroskopis tumor phyllodes ................................................................. 11
Gambar 2.8 Makroskopis tumor phyllodes jinak ........................................................ 12
Gambar 2.9 Mikroskopis tumor phyllodes jinak ......................................................... 16
Gambar 2.10 Mikroskopis tumor phyllodes jinak ....................................................... 16
Gambar 2.11 Mikroskopis tumor phyllodes jinak ....................................................... 16
Gambar 2.12 Phyllodes borderline ............................................................................. 18
Gambar 2.13 Mikroskopis tumor phyllodes borderline .............................................. 19
Gambar 2.14 Mikroskopis tumor phyllodes ganas ...................................................... 22
Gambar 2.15 Gambaran histologi tumor phyllodes ganas .......................................... 22
Gambar 3.2 AgNORS in Nucleus Cell ......................................................................... 32

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

AgNOR Argyrophilic Nucleolar Organizing Regions


CK Cytokeratin
CD34 Cluster of Disease
DNA Deoxyribonucleated
HE Hematoxyllin-Eosin
IK Indeks Kepercayaan
HCG
KGB Kelenjar getah bening
LPB Lapangan pandang besar
mAgNOR Mean Argyrophilic Nucleolar Organizing Regions
NORs Nucleolar Organizing Regions
pAgNOR Proliferation Argyrophilic Nucleolar Organizing Regions
rDNA Ribosom Deoxyribo Nucleated Acid
RNA Ribo Nucleated Acid
rRNA Ribosom Ribonucleated Acid
RSUP Rumah Sakit Umum Pusat
SB Simpangan Baku
TDLU Terminal duct- lobular unit
USG Ultrasonography
WHO World Health Organization

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

1. Ethical clearance
2. Surat Izin Penelitian
3. Surat tanda bukti telah dilakukan pembacaan ulang slaid
4. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan HE dan AgNOR
5. Hasil Analisis Statistik

xiv

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

PERBANDINGAN NILAI PROLIFERASI ARGYROPHILIC NUCLEOLAR


ORGANIZING REGIONS (AgNOR) pada TUMOR PHYLLODES PAYUDARA
JINAK, BORDERLINE, dan GANAS
Rizmeyni Azima1, Lidya Imelda Laksmi2, Joko S Lukito3
Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Latar Belakang: Tumor phyllodes bersifat bifasik, karena tersusun dari sel stroma
neoplastik dan kelenjar yang dilapisi epitel. Namun, unsur stroma tumor ini lebih
seluler dan berjumlah banyak. Tumor ini jauh lebih jarang dijumpai daripada
fibroadenoma dan timbul de novo, dan bukan dari suatu tumor fibroadenoma
sebelumnya. Perubahan buruk yang dikhawatirkan ganas adalah peningkatan
selularitas stroma, anaplasia, aktivitas mitosis tinggi, ukuran tumor cepat meningkat,
dan tepi yang infiltratif. Insidensi kejadian tumor phyllodes <1% dari seluruh
neoplasma payudara yaitu 0,3-0,5%, dengan insidensi paling banyak terjadi pada usia
30 hingga 40 tahun.
Tujuan : Untuk mengetahui ekspresi histokimia AgNOR pada tumor phyllodes
payudara yang bersifat jinak, borderline, dan ganas.
Bahan dan Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk
menganalisis nilai rerata AgNOR pada 35 sampel, yang terdiri 15 sampel tumor
phyllodes jinak, 8 sampel tumor phyllodes borderline, dan 12 sampel tumor phyllodes
ganas. Sampel penelitian berupa blok parafin yang dipotong dan dilakukan
pewarnaan AgNOR. Titik-titik AgNOR dihitung pada 100 inti sel dan dijumlahkan,
kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai mean AgNOR (mAgNOR). Nilai
mAgNOR yang didapatkan dianalisis dengan perangkat lunak statistik.
Hasil: Nilai mAgNOR antar ketiga kelompok lesi didapatkan perbedaan yang
bermakna (p<0,001). Analisis nilai mAgNOR antar 2 kelompok lesi yaitu antara
tumor phyllodes ganas dengan jinak (5,37 (5,03-5,72)), antar tumor phyllodes ganas
dengan borderline (2,63 (1,56-3,69)), dan antar kelompok lesi tumor phyllodes
borderline dengan jinak (2,75 (1,69-3,8)), semuanya ditemukan bermakna (p<0,001).
Simpulan: Nilai mAgNOR tumor phyllodes ganas memiliki nilai rerata paling tinggi,
diikuti oleh tumor phyllodes borderline, dan tumor phyllodes jinak memiliki nilai
mAgNOR yang paling rendah.

xv

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

THE DIFFERENCES PROLIFERATION VALUE OF ARGYROPHILIC


NUCLEOLAR ORGANIZING REGIONS (AgNOR) IN BENIGN, BORDERLINE,
AND MALIGNANT PHYLLODES TUMOURS OF THE BREAST

Rizmeyni Azima1, Lidya Imelda Laksmi2, Joko S Lukito3


Departement of Anatomical Pathology, Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara, Medan

Background: Phyllodes tumor is biphasic, because it is composed of neoplastic


stromal cells and evolution containing epithelium. However, this stromal tumor is
more cellular and increases. These tumors are far less common than fibroadenoma
and de novo arising, and not from previous fibroadenoma tumors. The bad changes
that are feared malignant are increased stromal cellularity, anaplasia, high mitotic
activity, rapidly increasing tumor size, and infiltrative edges. The incidence of
phyllodes tumors <1% of all breast neoplasms is 0.3-0.5%, with the most incidence
occurring at the age of 30 to 40 years.
Aim: This study was aimed to analyze the expression of AgNOR in benign,
borderline, and malignant phyllodes tumours of the breast.
Material and Methods: This is an observationl analytic study analyzes with cross
sectional approach, involving 35 paraffin block samples from phyllodes tumours. In
this study we found mean AgNOR (mAgNOR) in 35 samples, consist of 15 samples
of benign phyllodes tumours, 8 samples of borderline phyllodes tumours, and 12
samples of malignant phyllodes tumours. The specimen of this study were embedded
in paraffin and each section was cut from each block. Then AgNOR staining were
done. The dots of AgNOR were counted in 100 nuclei and calculated to acquire
mAgNOR count in each case. mAgNOR counts among 3 groups of cases were
analyzed using statistic software.
Results: The mAgNOR value between the three groups of lesions showed a
significant difference (p <0.001). Analysis of mAgNOR values between 2 groups of
lesions, namely between malignant phyllodes and benign tumors (5.37 (5.03-5.72)),
between borderline phyllodes and malignant tumors (2.63 (1.56-3.69)), and among
benign groups of borderline phyllodes tumor lesions (2.75 (1.69-3.8)), all were found
to be significant (p <0.001).
Conclusion: The mAgNOR value of malignant phyllodes tumors has the highest
mean values, followed by borderline phyllodes tumors, and benign phyllodes tumors
have the lowest mAgNOR values.

xvi

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tumor phyllodes adalah suatu neoplasma fibroepitelial dari payudara yang


jarang ditemukan. Insidensinya hanya sekitar 0,3%-0,9% dari seluruh tumor
payudara. Tumor phyllodes dulu dikenal dengan nama “cystosarcoma phyllodes”
yang dikemukakan pertama kali oleh Johannes Muller pada tahun 1838, untuk
menunjukkan tumor yang secara makroskopik menyerupai daging dengan gambaran
leaflike pada potongan melintangnya. Ada juga yang menyebutnya sebagai giant
fibroadenoma, cellular intracanalicular fibroadenoma, yang sekarang dipakai
menurut World Health Organization (WHO) yaitu tumor phyllodes sebagai penamaan
yang paling sesuai.1,2
Tumor phyllodes bersifat bifasik, karena tersusun dari sel stroma neoplastik dan
kelenjar yang dilapisi epitel. Namun, unsur stroma tumor ini lebih seluler dan
berjumlah banyak, sering membentuk pola menjulur mirip daun (phyllodes adalah
kata latin untuk “mirip daun”) yang dilapisi epitel. Tumor ini jauh lebih jarang
dijumpai daripada fibroadenoma dan timbul de novo, dan bukan dari suatu tumor
fibroadenoma sebelumnya. Pada masa lalu, diberi nama cystosarcoma phyllodes,
suatu istilah yang tidak sesuai karena tumor ini biasanya jinak. Perubahan buruk yang
dikhawatirkan ganas adalah peningkatan selularitas stroma, anaplasia, aktivitas
mitosis tinggi, ukuran tumor cepat meningkat, dan tepi yang infiltratif. Tumor
phyllodes tetap berbatas setempat dan dapat disembuhkan dengan eksisi, lesi ganas
mungkin kambuh, tetapi juga tetap berbatas setempat.3-5
Hanya 15% dari semua kasus yang benar-benar ganas, dan bermetastasis
jauh.4,5 Insidensi kejadian tumor phyllodes <1% dari seluruh neoplasma payudara
yaitu 0,3-0,5%, dengan insidensi paling banyak terjadi pada usia 30 hingga 40 tahun,
bahkan pada salah satu literatur dilaporkan terjadi pada umur yang lebih tua yaitu 45-

Universitas Sumatera Utara


2

54 tahun. Kejadian tumor ini meningkat pada negara-negara Asia, dilaporkan di


Singapura kejadian tumor ini 6,92% dari seluruh keganasan di payudara dan terjadi
pada umur yang lebih muda, yaitu 25-30 tahun. Walaupun jarang ditemukan, namun
pernah terdapat laporan tumor phyllodes pada laki-laki. Frekuensi kejadian tumor ini
berdasarkan perubahan gambaran histopatologinya (gradasi) adalah 75% benign, 16%
borderline dan 9% malignant. Walaupun pernah dilaporkan, jarang ditemukan adanya
sinkronous atau metakronous pada tumor ini.4,6,7
Sampai saat ini sering dijumpai kesulitan untuk mendiagnosis tumor phyllodes
karena subklasifikasi jinak yang menyerupai fibroadenoma. Sejalan dengan
ketertarikan saat ini terhadap proliferasi sel, nilai Argyrophilic Nucleolar Organizing
Region (AgNOR) telah dievaluasi dalam berbagai lesi. Studi telah menunjukkan
perbedaan yang signifikan dalam skor AgNOR untuk tumor payudara jinak dan ganas.
Kegunaan skor AgNOR terletak pada penilaian tingkat proliferasi tumor dan dalam
memahami kinetika sel dan tumor. Belakangan ini, analisis AgNOR dilakukan melalui
morfometri. Namun, teknik semacam itu tidak banyak tersedia, terutama di negara
berkembang.8,9,11
Pewarnaan AgNOR adalah teknik untuk mendeteksi argyrophilia protein
pengatur nukleolar (NORs) yang terkait. NOR adalah loop DNA ribosom yang
bertanggungjawab untuk transkripsi RNA ribosom pada lengan pendek kromosom
manusia akrosentrik.8
AgNOR jelas terlihat pada pewarnaan sebagai titik coklat kehitaman dengan
pembesaran 1000x. Ini adalah keuntungan dari penggunaan bagian jaringan dimana
kejelasan hanya dicapai pada pembesaran 1000x dan ketipisan pemotongan jaringan
berpengaruh. Indeks proliferasi AgNOR adalah persentase dari sel-sel yang
mempunyai jumlah AgNOR tertentu dalam tiap nukleus, hal ini dianggap sebagai
cerminan dari proliferasi sel.8,10,12
Oleh karena itu nilai rerata/mean AgNOR (mAgNOR) dapat menjadi indikator
perubahan proliferasi tumor payudara yang lebih baik dan konsisten. Terdapat
berbagai variasi gambaran histokimia AgNOR yang dijumpai pada komponen stroma
dan epitel tumor phyllodes, hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian

Universitas Sumatera Utara


3

yang diharapkan mampu merangkum gambaran histologis tumor phyllodes yang


dijumpai di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik Medan, dan RSU Pirngadi Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti ingin mengetahui:
“Bagaimana perbandingan nilai rerata AgNOR pada tumor phyllodes payudara jinak,
borderline, dan ganas.”

1.3 Hipotesis Penelitian


Terdapat perbedaan nilai rerata AgNOR pada lesi-lesi tumor phyllodes jinak,
borderline, dan ganas.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui ekspresi histokimia AgNOR pada tumor phyllodes payudara yang
bersifat jinak, borderline, dan ganas.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi penderita tumor phyllodes jinak, borderline,
dan ganas berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, dan ukuran tumor.
2. Menilai proporsi tumor phyllodes berdasarkan kriteria jinak, borderline, dan
ganas.
3. Mengetahui nilai rerata AgNOR pada tumor phyllodes payudara yang bersifat
jinak, borderline, dan ganas.
4. Menganalisis nilai rerata AgNOR pada tumor phyllodes jinak, borderline, dan
ganas.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menampilkan perbedaan ekspresi histokimia


AgNOR pada tumor phyllodes payudara untuk membantu membedakan

Universitas Sumatera Utara


4

diagnosis yang bersifat jinak, borderline, dan ganas sehingga dapat


mempertajam diagnosis dalam penanganan pasien.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi alat untuk memprediksikan tingkat


agresivitas suatu lesi tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas.

3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dipakai oleh ahli patologi dalam
penentuan diagnosis dan digunakan pada pasien dalam pemeriksaan awal.

4. Untuk meminimalisasi biaya pemeriksaan terhadap pasien dalam menentukan


diagnosis.

5. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian
selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Payudara


Payudara atau kelenjar payudara ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutan dan
melekat pada otot pektoralis, yang dipisahkan oleh fascia. Berat rata-rata payudara
dewasa adalah 200-300 gram dan terdiri dari 80% lemak dan jaringan penunjang serta
20% jaringan glandular. Proyeksi lateral payudara disebut tail of Spence dan
memanjang kearah atas-luar menuju ke aksila.13
Payudara terdiri dari 15-20 lobus yang tersusun secara radial dan meluas mulai
dari puting. Masing-masing merupakan kelenjar campuran tubuloalveolar. Setiap
lobus memiliki satu terminal excretory atau collecting duct. Collecting duct
berdiameter 2 mm dan berkumpul di sinus atau duktus laktiferus sub areola yang
berdiameter 5-8 mm. Antara lima dan sepuluh duktus utama mengalir keluar melalui
putting.13,14 Masing-masing lobus terdiri dari 20-40 lobulus, yang masing-masing
mengandung 10-100 alveoli. Alveoli merupakan unit sekretorik payudara. Lobus-
lobus dipisahkan oleh sekat jaringan ikat dan jaringan lemak.15
Unit morfofungsional dari organ ini adalah kelenjar tunggal, struktur
percabangan yang kompleks yang secara tofografi tersusun menjadi lobus dan terbagi
menjadi dua komponen utama: terminal duct-lobular unit (TDLU) dan large duct
system. TDLU tersusun dari lobus dan duktus terminalis yang menyerupai bagian
sekretori kelenjar. Ini berhubungan dengan duktus subsegmental, yang kemudian
menjadi duktus segmental dan berfungsi untuk mengumpulkan saluran laktiferus dan
galaktoforus yang kemudian bermuara ke puting. Pelebaran fusiform yang terletak di
bawah puting antara collecting dan segmental duct dikenal sebagai lactiferous
sinus.16,17

Universitas Sumatera Utara


6

Gambar 2.1. Anatomi payudara dengan penampang melintang (Dikutip dari Hall
and Knaus, 2005)

Gambar 2.2. A. Diagram menunjukkan gambaran terminal duct-lobular unit (TDLU)


B. mikroskopis kelenjar payudara wanita dewasa. (Dikutip dari Rosai J, 2011)

Terdapat dua tipe sel yang melapisi duktus dan lobulus. Sel-sel mioepitel
kontraktil mengandung miofilamen yang tersusun dengan pola meshlike pada
membran basal. Sel ini membantu pengeluaran susu selama menyusui dan
menyokong struktur lobulus. Sel-sel epitel luminal melapisi sel-sel mioepitel. Hanya
sel-sel luminal lobular mampu menghasilkan susu. Terdapat juga dua tipe stroma
pada payudara. Stroma interlobularis terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang bercampur

Universitas Sumatera Utara


7

dengan jaringan lemak. Stroma intralobularis membungkus asinus dari lobulus dan
terdiri dari sel-sel yang menyerupai fibroblast yang berespon spesifik pada payudara
secara hormonal.18

Gambar 2.3. Payudara normal.TDLU terdiri dari kelompokan sel yang menyerupai
anggur, dengan duktus (mata panah) sebagai batang dan lobulus sekretorius (panah)
sebagai anggur.Struktur yang bulat dan berbatas tegas merupakan tanda lesi
noninvasif. B. Payudara jinak selalu terdiri dua lapisan, bagian luar terdiri dari sel
mioepitel (panah) dan sel epitel pada bagian luar (mata panah). (Dikutip dari Molavi
DW, 2008).

2.1.1. Suplai Darah


Suplai darah ke payudara diperdarahi dari arteri mamaria internal dan lateral thoracic
artery (lihat gambar 2.4.). Arteri mamaria internal terutama memperdarahi bagian medial dan
sentral payudara sedangkan lateral thoracic artery memperdarahi kuadran atas luar.18

Gambar 2.4. Suplai darah payudara (Hall and Knaus, 2005)

2.1.2. Drainase Limfatik

Universitas Sumatera Utara


8

Sekitar 75% drainase limfatik adalah ke nodus limfatik aksila dengan sebagian besar
sisa 25% ke nodus limfatik mamaria interna dan limfatik kulit. Kelenjar getah bening
sentinel pada payudara (sentinel node) terbagi atas dua bagian besar yaitu:
1) Axillary (ipsilateral)
Axillary (ipsilateral): interpectoral node (Rotter) dan kelenjar getah bening (KGB)
sepanjang vena aksila dan cabangnya yang dibagi menjadi:
Level I (low axilla), KGB lateral ke batas lateral dari otot pectoralis minor
Level II (mid-axilla), dibawah pectoralis minor muscle, KGB antara batas medial
dan lateral dari otot pectoralis minor dan KGB interpectoral (Rotter)
Level III (Apical axilla), KGB medial kebatas medial otot pectoralis minor yang
ditunjuk sebagai subklavikular atau apikal. Kelenjar getah bening interpektoralis
(Rotter’s nodes) ditemuka antara pectoralis mayor dan minor muscle
2) Internal mammary (ipsilateral). KGB didalam ruang intercostal sepanjang tepi dari
tulang dada didalam fasia endotoraks (endothoracic). KGB ini ditemukan dekat dengan
pembuluh darah mamaria interna. Drainase limfatik berjalan dari KGB mamaria
internal ke KGB interkosta yang terletak posterior sepanjang vertical column serta area
subpektoralis dan subdiafragma.18

Gambar 2.5. Anatomi kelompok kelenjar getah bening payudara (Hall and Knaus, 2005).

2.2 Tumor Fibroepitelial

Lesi fibroepitelial payudara adalah kelompokan lesi yang memiliki dua


komponen yaitu epitel dan stroma. Menurut WHO, definisi dari tumor fibroepitelial
adalah kelompokan heterogen lesi bifasik yang merupakan gabungan antara

Universitas Sumatera Utara


9

komponen epitel dan komponen mesenkim (disebut juga komponen stroma) yang
secara kuantitatif mendominasi dan berperan dalam memberikan gambaran
makroskopis. Penggabungan berbagai lesi ini menjadi satu kelompok didasarkan
kepada gambaran lesi dan gambaran klinis. Menurut WHO terdapat dua kategori
utama yaitu fibroadenoma dan tumor phyllodes. Gambaran histolopatologis
fibroadenoma dan tumor phyllodes mempunyai pola yang sama yaitu terdapatnya
hubungan yang erat antara komponen epitel dan komponen stroma dimana komponen
stroma berasal dari stroma interlobular yang memberikan pola karakteristik seperti
miksoid (myxoid-like appearance).1,4,5
Tumor phyllodes merupakan lesi fibroepitelial yang jarang dijumpai,
dengan insidensi sekitar 1% dari seluruh tumor payudara dan 2,5 % dari tumor
fibroepitelial payudara. Gejala klinis dan prognosis tumor phyllodes sangat berbeda
dengan yang dimiliki oleh fibroadenoma. Pasien dengan tumor phyllodes biasanya
10 hingga 20 tahun lebih tua dari pasien dengan fibroadenoma, dengan usia rata-rata
44 tahun, dan tumor phyllodes sering lebih besar ukurannya daripada fibroadenoma.1
Sangat sedikit pasien dengan usia kurang dari 25 tahun. Walaupun demikian, dapat
terjadi pada usia dewasa muda bahkan pada usia remaja, dan oleh karena itu,
diagnosis tidak dapat berdasarkan umur. Pada negara-negara Asia usia rata-rata 41
tahun.2 Mengingat perbedaan dalam manajemen dan perilaku klinis antara
fibroadenoma dan tumor phyllodes, akurat diagnosis preoperatif sangat penting.
Tumpang tindih fitur histologis dan lesi sinkron mungkin membuat perbedaan ini
menarik pada waktu tertentu, terutama dalam sampel. Fibroadenoma dan tumor
phyllodes, meskipun serupa dalam beberapa hal, dianggap berbeda dalam mekanisme
molekuler mereka sehubungan dengan inisiasi dan progresi tumor. Berbagai
penelitian tambahan telah disarankan untuk membantu dalam diferensiasi
fibroadenoma dan tumor phyllodes, dan juga dalam subklasifikasi tumor phyllodes
menjadi kategori prognostik yang signifikan, seperti jinak, borderline, dan ganas.5-8

Universitas Sumatera Utara


10

2.3 Tumor Phyllodes Payudara


Tumor phyllodes payudara merupakan sekelompok neoplasma fibroepitelial
yang umumnya dibatasi secara histologis menyerupai intracanalicular fibroadenoma,
ditandai dengan dua lapis komponen epitel yang disusun dalam celah yang dikelilingi
oleh stroma hyperseluler/komponen mesenkimal yang membentuk struktur “leaf-
like”. Tumor phyllodes diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu jinak, borderline,
dan ganas berdasarkan kombinasi gambaran histologi, termasuk derajat
hiperselularitas stroma, mitosis dan cytological atypia, stromal overgrowth, dan
gambaran dari batas tumor. Kebanyakan tumor phyllodes bersifat jinak, biasanya
tidak rekuren dan relatif sedikit dari penderita yang berkembang menjadi metastasis
secara hematogen, khususnya untuk diagnosis tumor phyllodes ganas. Bergantung
pada gambaran karakteristik sarcomatous yang jelas pada komponen stromanya.
Tumor phyllodes menampilkan gambaran morfologis menyerupai cellular
1-4
fibroadenoma dan pure stromal sarcoma.
Gambaran klinis biasanya pasien datang dengan massa unilateral di
payudara, padat, tidak nyeri, tidak menempel kekulit. Tumor sangat besar (> 10 cm)
dapat meregangkan kulit dengan distensi vena superfisial yang mencolok, tetapi
ulserasi sangat langka. Karena screening mammografi, tumor berdiameter 2–3 cm
menjadi lebih umum, tetapi rata-rata ukuran tetap sekitar 4–5 cm. Puting berdarah
discharge yang disebabkan oleh infark spontan tumor telah dijelaskan. Lesi
multifokal atau bilateral jarang terjadi. Imaging biasanya mengungkap pembulatan
massa yang mengandung celah atau kista dan kalsifikasi kadang-kadang kasar.
Pertumbuhan intraductal dengan tumor phyllodes yang merujuk pada dilatasi kistik
saluran besar telah dilaporkan pada Ultrasonography (USG).1,4,5
Secara makroskopis, tumor phyllodes membentuk massa yang padat,
menonjol dan berbatas tegas. Karena sering didefinisikan dengan margin yang jelas,
tumor phyllodes dapat diatasi secara operasi. Permukaan potongannya berwarna
cokelat atau merah muda,warna abu-abu dan mungkin lendir dan berdaging. Pola
melingkar yang khas dengan celah melengkung menyerupai tunas daun terbaik
terlihat pada lesi besar, tetapi lesi yang lebih kecil mungkin memiliki penampilan

Universitas Sumatera Utara


11

yang homogen. Hemoragi atau nekrosis mungkin terjadi hadir dalam lesi besar.1,5,7
Banyak tumor phyllodes berukuran besar dan beberapa diantaranya memiliki dimensi
yang sangat besar, tapi ada juga dijumpai tumor dengan diameter 5 cm.3

Gambar 2.6. Makroskopis tumor phyllodes.A.Mastektomi sebelah kanan dengan


massa tumor menonjol sampai ke kulit, pada lateral dari nipple. B. Pemotongan
massa pada payudara menunjukkan tumor yang berwarna beige, padat, dengan area
yang berwarna keputihan dan melingkar.1

Gambar 2.7.Gambaran makroskopis tumor phyllodes. Tumor menunjukkan,


(A)menunjukkan gambaran atypical pada permukaan pemotongannya. Tumor
digambarkan pada (B) telah mengalami extensive infarction.2

Universitas Sumatera Utara


12

Gambar 2.8. Gambaran makroskopis tumor phyllodes borderline dengan cleftlike


spaces, diselingi oleh nodular stromal growth, dan gelap sampai abu-abu
kekuningan (A); Tumor phyllodes ganas pada permukaan pemotongan menunjukkan
fleshy sarcoma-like (B).6

Tumor phyllodes biasanya menunjukkan peningkatan pola pertumbuhan


intracanalicular dengan proyeksi seperti daun, lumen yang berdilatasi dan
memanjang. Komponen epitel terdiri dari epitel luminal dan mioepitelial sel-sel
membentang menjadi busur seperti celah daun stromal. Apokrin atau metaplasia
skuamosa kadang-kadang hiperplasia duktal saat ini dan biasa tidak jarang. Pada
tumor phyllodes jinak, stroma biasanya lebih seluler daripada fibroadenoma. Inti
stroma sel spindel monomorfik dan mitosis jarang terjadi, biasanya <5 per 10
lapangan pandang besar. Selularitas stromal mungkin lebih tinggi di zona yang
berbatasan langsung ke epitelium, kadang-kadang disebut sebagai aksentuasi peri-
epitel atau subepitel dari selularitas stroma. Area selular stromal yang jarang,
hyalinisasi atau perubahan myxoid tidak jarang terjadi, mencerminkan heterogenitas
stroma. Daerah nekrotik dapat terlihat sebagai tumor besar. Kehadiran giant cell
stromal yang aneh seharusnya tidak dianggap sebagai tanda keganasan. Benjolan
lipomatous, kartilagous dan metaplasia osseous telah dilaporkan. Margin biasanya
berbatas tegas dan mendorong, tumor mungkin menonjol ke dalam jaringan
sekitarnya. Ekspansi mungkin tertinggal setelah operasi dan merupakan sumber
kekambuhan.1,6,7
Gambaran klasik tumor phyllodes adalah tumor fibroepitelial yang
menyerupai intrakanalikular fibroadenoma dengan stroma yang sangat dominan,
hiperselular, membentuk gambaran yang menyerupai daun (leaf-like). Adanya

Universitas Sumatera Utara


13

gambaran penyerta dengan fibroadenoma dapat ditemukan pada 40% kasus tumor
phyllodes. Pada tumor phyllodes jinak mempunyai gambaran khas stroma
menunjukkan sel-sel stroma yang terkondensasi pada daerah periduktal dengan
aktivitas mitosis yang sangat banyak ditemukan disekitar periduktal. Pada daerah
stroma dapat ditemukan degenerasi miksoid dengan daerah yang mengalami
pseudoangiomatous stroma hyperplasia (PASH) dapat ditemukan pada beberapa
kasus, dan dapat pula ditemukan perubahan lipomatous, (leiomyomatous,
1,17,18
cartilaginous dan osseous stromal metaplasia).
Jumlah mitosis, derajat selularitas, dan atipikal sel merupakan gambaran yang
penting adalah menentukan gradasi tumor phyllodes. Pada gradasi malignant, stroma
dapat menyerupai gambaran fibrosarkoma serta daerah sarcomatous menyerupai
liposarcoma, myosarcoma bahkan osteosarcoma. Penentuan gradasi tumor dapat
ditentukan berdasarkan kriteria WHO 2012.1,18
Eksisi komplit dengan batas-batas bebas sel tumor dan diikuti dengan follow-
up yang baik merupakan terapi yang dianggap paling baik untuk tumor phyllodes
bahkan pada banyak kasus diperlukan eksisi luas dengan batas sayatan mengambil
bagian jaringan yang secara makroskopis normal, mengambil batas sayatan dari
tumor dengan jarak 2 cm untuk tumor yang berukuran kecil (<5cm), dan 5 cm untuk
tumor dengan ukuran besar (>5 cm). Jika tumor sudah sangat besar dan tidak dapat
dihasilkan kosmetik yang baik, diperlukan total mastektomi. Diseksi kelenjar getah
bening dilakukan hanya bila diduga telah menyebar secara klinis. Tidak ada bukti
yang menunjukkan adanya perbaikan dengan adjuvant kemoterapi maupun
radioterapi. Respon kemoterapi dan radioterapi untuk rekurensi maupun metastasis
tidak baik, dan perlunya manipulasi hormonal masih dalam perdebatan. Diagnosis
yang akurat dibutuhkan untuk mengoptimalkan penatalaksanaan klinis dan
menghindari tatalaksana yang tidak berkaitan dengan penyakit.1,15,17,19

2.3.1. Tumor Phyllodes Jinak


Tumor phyllodes jinak terdiri dari 60-75% dari seluruh phyllodes tumor.
Lokal rekurensi dilaporkan sekitar 20%. Karakteristik tumor ini adalah meningkatnya

Universitas Sumatera Utara


14

selularitas dan atypia nucleus secara ringan. Mitosis jarang dijumpai, biasanya kurang
dari 5 per 10 lapangan pandang besar. Sulit untuk membedakan tumor phyllodes jinak
dari seluler fibroadenoma karena peningkatan selularitas stroma adalah fitur yang
menonjol dari keduanya. Namun, perbedaan antara keduanya penting karena
penatalaksanaan dan prognosisnya berbeda. Pola leaf-like yang khas dari tumor
phyllodes tidak terlihat dalam seluler fibroadenoma dan, jika ada, adalah setempat
dan tidak berkembang dengan baik. Salah satu kesulitan adalah terdapat ciri yang
mirip fibroadenoma dapat dilihat pada kasus-kasus khas tumor phyllodes. Histologi
heterogenitas dalam selularitas stromal dan struktur pada tumor phyllodes lebih sulit
dibedakan antara tumor phyllodes dan seluler fibroadenoma pada biopsi inti.
Sejumlah penelitian telah mencoba untuk menentukan fitur histologis tumor
phyllodes yang berguna dalam memprediksi tumor phyllodes pada eksisi bedah dan
perilaku klinis.5,20,21
Selularitas stroma dikategorikan sebagai ringan, sedang, atau ditandai, dan
dinilai di daerah seluler. Ambang batas untuk seluleritas stroma ringan belum
terdefinisi dengan baik. Jacobs et al., telah mempertimbangkan sedikit peningkatan
selularitas stromal sebagai sekitar dua kali seluleritas dari stroma perilobular normal,
tanpa stroma nuklei yang muncul untuk menyentuh satu sama lain. Dengan definisi
ini, mereka menemukan semua spesimen biopsi inti dengan sedikit peningkatan
selularitas stromal (n = 4) adalah fibroadenoma pada eksisi.4,5
Data menunjukkan bahwa ambang batas untuk selularitas stroma rendah.
Lee et al., mendefinisikan selularitas stroma sebagai peningkatan ringan setidaknya
50% dari stroma di tumor phyllodes dibandingkan dengan typical fibroadenoma yang
khas. Dalam penelitian mereka, tingkat kesesuaian untuk diagnosis tumor phyllodes
pada biopsi jarum inti dan spesimen bedah lebih tinggi (36 dari 50; 72%), dan
penilaian fitur ini dilakukan dengan baik oleh 4 ahli patologi. Dalam penelitian lain
oleh Yasir et al., peningkatan selularitas stromal didefinisikan sebagai adanya
kelompokan stromal nucleus atau tumpang tindih.3,4
Diagnosis banding utama untuk tumor phyllodes jinak adalah fibroadenoma
yang ditunjukkan oleh pola pertumbuhan intracanalicular, dan perbedaan ini kadang-

Universitas Sumatera Utara


15

kadang bisa dinilai, harus memiliki lebih banyak stroma seluler dengan pembentukan
proses seperti daun. Derajat hypercellularity stroma itu diperlukan untuk memenuhi
syarat tumor phyllodes pada batas bawahnya sulit untuk ditentukan, tetapi stroma
sebagian besar hadir di seluruh lesi, atau menyertai gambaran daun, untuk memenuhi
syarat sebagai tumor phyllodes jinak. Meningkatnya selularitas stromal yang
berdekatan epitel, pada epitelial-stroma, sering muncul pada tumor phyllodes. Proses
leaf-like dapat ditemukan di intracanalicular fibroadenoma dengan hiposeluler
seragam dan stroma edema, tetapi jumlahnya sedikit dan seringkali tidak beraturan.
Perbedaan yang tepat antara tumor phyllodes jinak dan fibroadenoma mungkin sulit,
terutama membedakan fibroadenoma seluler dari tumor phyllodes yang jinak.1,3,4
Diferensiasi ini mungkin tidak menjadi signifikan karena klinis serupa hasil dalam
hal kekambuhan yang dilaporkan, diagnosis fibroadenoma lebih baik bila ada
ambiguitas histologis, untuk menghindari overtreatment.1-5

Gambar 2.9. Tumor phyllodes jinak. A Pada pembesaran kecil menunjukkan


gambaran “seperti daun” dengan cleft yang dilapisi epitel. B. Pembesaran yang lebih
besar dari struktur seperti daun yang dilapisi epitel.1

Gambar 2.10. A dan B, gambaran tumor phyllodes jinak,menunjukkan area cleft-like


dan condensation dari sel-sel stroma dibawah lapisan epitel.2

Universitas Sumatera Utara


16

Gambar 2.11. Gambaran histologi dari tumor phyllodes jinak: (A) Dilatasi kelenjar
yang khas dengan pola “leaf-like” dan proliferasi stroma intracanalicular yang
berlebihan (B) pushing margins; and (C and D) Proliferasi stroma spindel sel tanpa
pleomorfisme inti yang signifikan atau mitosis (HE, dengan pembesaran 3 20 [A], 3
40 [B], 3 100 [C], and 3 200 [D]).6

2.3.2. Tumor Phyllodes Borderline


Tumor phyllodes payudara borderline didiagnosis ketika tumor tidak
memiliki semua karakteristik histologis yang ditemukan di tumor phyllodes yang
ganas. Tumor phyllodes borderline memiliki potensi kekambuhan lokal, biasanya
tidak bermetastasis.1,5,6
Menurut definisi WHO, tumor phyllodes yang tidak memiliki semua fitur untuk
keganasan diklasifikasikan sebagai borderline; pembagian ini belum definitif, tumor
phyllodes borderline mungkin memiliki fokus invasif yang terbatas, sering mitosis (5-
9/10 LPB), selularitas stroma moderate, dan atypia stroma. Overgrowth Stromal
biasanya tidak ada. Tumor phyllodes borderline belum diteliti secara mendalam
dibandingkan dengan tumor phyllodes jinak dan ganas. Batas bawah untuk diagnosis
tumor phyllodes borderline tidak terdefinisi dengan baik. Selular stromal yang
moderate, atypia nukleus, dan batas infiltratif fokal adalah gambaran yang dapat
dilihat pada tumor phyllodes jinak dan borderline. Tampaknya aktivitas mitosis
merupakan parameter penting untuk diagnosis borderline tumor phyllodes. Cut-off

Universitas Sumatera Utara


17

mitosis untuk diagnosis tumor phyllodes borderline telah secara jelas didefinisikan
sebagai 5 hingga 9/10 LPB dalam klasifikasi WHO tahun 2012.1,2
Dalam sebuah penelitian oleh Ang et al., ekspresi gen yang
menggambarkan 29 tumor phyllodes menunjukkan bahwa 2 kasus borderline yang
diklasifikasikan secara histologis memiliki profil ekspresi mirip dengan kelompok
jinak dan ganas. Dua kasus ini menunjukkan selularitas stroma moderate dan atypia,
yang secara focally infiltratif berbatasan. Mitosisnya adalah 2/10 LPB dalam profil
dengan kelompok jinak dan rata-rata ≥ 9/10 LPB pada kelompok dengan gambaran
ganas. Pengamatan ini menunjukkan bahwa aktivitas mitosis mungkin merupakan
parameter penting di antara fitur histologis. Studi korelasi histologis dan molekuler
lebih lanjut akan membantu dalam redefining fitur untuk grading tumor. Persentase
tumor phyllodes borderline berkisar dari 12% hingga 26% dalam seri penelitian yang
berbeda. Tingkat kekambuhan lokal telah dilaporkan 14% hingga 25%. Ada laporan
yang meneliti tentang tumor phyllodes borderline yang mengalami metastasis,
walaupun jarang, namun kejadian ini belum dikarakterisasi dengan baik.3,4,6
Beberapa penulis menganjurkan menggunakan istilah "neoplasma
fibroepitelial jinak", dengan alasan kesulitan dalam penegakan diagnosis. Tumor
phyllodes ganas mungkin hampir sama dengan sarkoma payudara murni. Dalam
kasus seperti itu, diagnosis tergantung pada epitel sisa struktur. Namun, dampak
klinisnya kedua entitas ini tampak sama.1,3,6
Tumor stroma periduktal (juga disebut oleh beberapa penulis sebagai
stromal periduktal "Sarkoma", meskipun istilah netral "Tumor" lebih disukai) adalah
entitas secara histologis, tumpang tindih dengan tumor phyllodes, perbedaan yang
utama adalah tidak adanya gambaran daun. Terdiri dari proliferasi sel spindel yang
terlokalisasi disekitar tubulus yang terbuka. Progresi kearah tumor phyllodes klasik
telah dilaporkan, menunjukkan bahwa itu mungkin bagian yang sama. Karsinoma
metaplastik juga termasuk diferensial diagnosis, tetapi imunohistokimia epitel
membantu menegakkan diagnosis, meskipun hati-hati, harus dilaksanakan dalam
menafsirkan ekspresi keratin fokal dalam sampel yang terbatas.1,7

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 2.12. Gambaran histologi tumor phyllodes borderline: (A) biphasic tumor
mirip dengan tumor phyllodes jinak (B) Batas yang infiltratif dengan sarang-sarang
dari sel tumor menginvasi jaringan payudara yang ada; (C) stromal overgrowth
dengan cellular stroma; dan (D) moderate pleomorfisme inti dan mitosis (rata-rata 6
per 10 LPB pada kasus ini) (hematoxylin-eosin, pembesaran 3 40 [A and B], 3 100
[C], and 3 400 [D]).6

Gambar 2.13. A. Stromal cellularity tampak pada area peri-epithelial pada tumor
phyllodes borderline. B. Tumor phyllodes ganas menunjukkan pleomorfisme sel-sel
stroma yang berat. C. Aktivitas mitosis yang cepat didapati pada sel-sel stroma pada
tumor phyllodes ganas.1

2.3.3. Tumor Phyllodes Ganas


Tumor phyllodes ganas ditandai oleh selularitas stroma dan pleomorfisme
inti, pertumbuhan stroma berlebihan dan ≥10 mitosis per 10 LPB. Kehadiran unsur
heterolog sarcomatous (liposarcoma, chondrosarcoma, dan osteosarcoma) sendiri
memenuhi syarat sebagai tumor phyllodes ganas. Diagnosis banding tumor phyllodes

Universitas Sumatera Utara


19

ganas termasuk sarkoma dan metaplastik (sarcomatoid) karsinoma. Perbedaan tumor


phyllodes ganas dari metaplastik (sarcomatoid) karsinoma didasarkan pada
morfologi. Seperti tumor phyllodes ganas, karsinoma metaplastik (sarkomatoid) juga
dapat menunjukkan sel-sel spindel dengan pleomorfisme inti, mitosis yang melimpah,
dan elemen heterolog.1,3,5
Adanya gambaran leaf-like dan lapisan epitel seperti celah adalah khas pada
tumor phyllodes, sedangkan unsur epitel maligna, jika ada, lebih mungkin menjadi
metaplastik (sarcomatoid) karsinoma. Jika tidak ada komponen epitel, terutama pada
core biopsy inti, imunohistokimia dapat membantu. Sebuah panel cytokeratins (CK)
(CKAE1/AE3, CK5/6, 34bE12, cam 5.2) dan marker myoepithelial p63 harus
digunakan untuk pemeriksaan karena pola pewarnaan variabel dalam metaplastik
(sarcomatoid) karsinoma.3,4,5
Mayoritas tumor phyllodes negatif untuk CK dan p63. Dalam penelitian
terbaru dari 32 tumor phyllodes, ditemukan bahwa p63, p40, dan CK dapat positif
secara focal di 57%, 29% dan 21% masing-masing, pada tumor phyllodes ganas tetapi
tidak pada tumor phyllodes jinak atau borderline. Hasil ini menunjukkan bahwa
marker ini saja tidak dapat digunakan untuk membedakan karsinoma metaplastik
(sarcomatoid) dari tumor phyllodes ganas pada core biopsy. CD34 telah dilaporkan
positif pada 75% tumor phyllodes dan negatif pada karsinoma metaplastik
(sarkomatoid). Namun demikian, CD34 positif diamati hanya 37% hingga 57% dari
tumor phyllodes yang ganas. Ekspresi nukleus β-catenin diamati pada tumor
phyllodes, ini sering terlihat pada stroma tumor phyllodes jinak dan borderline.
Sebagian kecil karsinoma sarcomatoid mungkin juga menunjukkan pewarnaan
nucleus β-catenin. Ketika ada ambiguitas histologis dan imunohistokimia, diagnosis
neoplasma sel spindel malignant dengan deskriptif yang tepat diperlukan dan eksisi
bedah direkomendasikan untuk klasifikasi lebih lanjut karena perawatan klinis untuk
2 entitas ini berbeda.3,5,6
Tumor phyllodes ganas biasanya diobati dengan eksisi bedah lengkap.
Biopsi kelenjar getah bening sentinel rutin tidak dianjurkan karena metastasis
kelenjar getah bening yang jarang. Peran radioterapi adjuvant dan kemoterapi untuk

Universitas Sumatera Utara


20

tumor phyllodes yang ganas tetap tidak pasti, sedangkan karsinoma metaplastik
diterapi dengan neoadjuvant atau kemoterapi adjuvant dan pembedahan termasuk
biopsi kelenjar getah bening sentinel. Sarkoma primer pada payudara sangat jarang.
Mayoritas sarkoma pada payudara timbul sebagai komponen tumor phyllodes yang
ganas. Beberapa sarkoma mamaria yang tidak dapat dibedakan secara morfologis
tidak dapat dibedakan dengan tumor phyllodes yang ganas pada core biopsy, terutama
ketika tidak ada komponen epitel. Namun, manajemen klinis dari 2 entitas ini yang
didiagnosis pada core biopsy adalah serupa. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa pasien dengan sarkoma payudara primer memiliki kelangsungan hidup yang
identik dan tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan untuk pasien dengan
tumor phyllodes yang ganas. Laporan menunjukkan bahwa sekitar 10% hingga 15%
tumor phyllodes adalah ganas. Tingkat kekambuhan lokal berkisar antara 15% hingga
40%, dan 9% hingga 27% dari tumor phyllodes ganas bermetastasis ke organ distal.
Sebagian besar pasien dengan metastasis tidak respon terhadap kemoterapi standar
dan meninggal dalam waktu 3 tahun dari pengobatan awal.3,4,5
Metastasis dapat muncul secara bersamaan saat pasien datang atau paling
tidak hingga 12 tahun ke depan. Metastasis dapat menyebar secara hematogen,
menyebar ke paru-paru (66%), tulang (28%), otak (9%) dan pada kasus yang lebih
jarang pada hati dan jantung (8%). Tumor ini dapat disertai dengan pembesaran
kelenjar getah bening regional, walaupun tanpa sel tumor.5,12,13
Tidak banyak penelitian yang melaporkan adanya metastasis ke kelenjar
getah bening. Treves pada 33 kasus, hanya melaporkan 1 kasus metastasis ke
kelenjar getah bening aksila. Noris dan Taylor dari 94 pasien, 16 pasien mengalami
pembesaran kelenjar getah bening namun hanya 1 kasus yang terbukti secara
histologi mengalami metastasis. Reinfus menemukan 11 kasus pembesaran kelenjar
getah bening dari 55 kasus, namun hanya 1 kasus yang menunjukkan metastasis.
Minkowitz juga melaporkan satu kasus dengan metastasis ke kelenjar aksila.15-17
Tumor phyllodes ganas mungkin hampir sama dengan sarkoma payudara
murni. Dalam kasus seperti itu, diagnosis tergantung pada struktur sel epitel yang
ada. Namun, dampak klinis kedua entitas ini tampak sama. Tumor phyllodes

Universitas Sumatera Utara


21

payudara ganas didiagnosis ketika tumor menunjukkan kombinasi dari pleomofisme


inti dari sel-sel stroma, pertumbuhan berlebihan stroma didefinisikan sebagai tidak
adanya elemen epitel dalam satu lapangan pandang besar (LPB) bidang mikroskopis
hanya mengandung stroma, peningkatan mitosis (≥ 10 per 10 LPB), meningkatnya
selularitas stromal yang biasanya memiliki batas difus, dan infiltratif. Tumor
phyllodes payudara ganas juga didiagnosis ketika elemen heterolog ganas hadir
bahkan tanpa ada fitur yang lain. Karena terlalu banyak komponen sarcomatous,
komponen epitel hanya dapat diidentifikasi setelah memeriksa beberapa bagian
sampel tumor.1,3

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 2.14. A dan B, tumor phyllodes ganas dengan differensiasi liposarcomatous


dari komponen neoplastic stromal.2

Gambar 2.15. Gambaran histologi tumor phyllodes ganas: (A) Tumor bifasik dengan
heterogenitas stroma yang menunjukkan area stroma yang selluler (atas kanan) dan
area paucicellular (bawah kiri); (B) stromal overgrowth yang berat dengan stroma
selluler menunjukkan pleomorfisme inti yang berat; (C) gambaran pleomorfisme inti
dan stroma yang hampir sama dengan komponen epitelial (D) mitosis mudah
dijumpai (dengan rerata 18 per 10 LPB, and Ki-67 index 20%) (HE, dengan
pembesaran 3 40 [A], 3 10 [B and C], and 3 200 [D]).6

Universitas Sumatera Utara


23

Gambaran Tumor Phyllodes


Histologi
Jinak Borderline Ganas
Stromal cellularity Sellular, biasanya Sellular, moderate, Sellular, biasanya
ringan, tidak tidak seragam atau berat dan difus
seragam atau difus difus
Stromal atypia Ringan/(-) Ringan / moderate Berat
Mitosis <5 per 10 LPB 5-9 per 10 LPB ≥10 per 10 LPB
Stromal (-) (-)/Setempat Selalu terlihat
overgrowth
Komponen Tidak ada Tidak ada Mungkin terlihat
keganasan
Distribusi relatif Tidak umum Jarang Jarang
pada tumor
payudara
Proporsi Relatif 60-75% 15-20% 10-20%
dari seluruh tumor
phyllodes

Tabel 2.1 Gambaran histologi tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas.1

2.4. AgNOR
Nucleolar organizing regions (NORs) merupakan lokus genetik pada
kromsom yang terdiri dari DNA ribosom (rDNA) dan protein, yang sebagian memiliki
karakteristik argirofilik. NORs ini berada pada nucleolus sel pada lengan pendek
kromosom akrosentris 13, 14, 15, 21, dan 22.22-25 Karena molekul RNA merupakan
lokasi utama sintesis protein, maka jumlah NORs mungkin mencerminkan aktivitas
nukleus dan seluler.24
Perak berikatan dengan lokasi rDNA yang aktif secara transkripsional atau
sebelumnya telah ditranskripsi, tetapi memiliki sisa rRNA nonhustone-associated
protein (NOR-associated protein/NORAP).22,26 Protein bersifat asam (misalnya C23,
B23, dan mungkin RNA polymerase 1) dan mengandung gugus sulfidril dan karboksil
berlebihan yang mungkin menyebabkan presipitasi ion perak.25 Oleh karena itu,
NORs yang terwarnai perak dan protein yang terkait NOR argirofilik disebut

Universitas Sumatera Utara


24

AgNOR.23,25 Penelitian spektrometri massa menunjukkan lebih dari 700 protein


nukleolus, dimana sebagian tidak berkaitan dengan biogenesis ribosom. Sebagai
pewarnaan sitokimia, teknik AgNOR tidak spesifik untuk satu protein.Protein ini
digunakan sebagai penanda aktivitas proliferasi dan metabolisme. Oleh karena itu,
AgNOR diteliti pada organ dan penyakit yang berbeda.24 Pewarnaan AgNOR ini
pernah dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas proliferasi pada ameloblastoma dan
tumor odontogenik keratositik, kanker oral, kanker serviks, kanker prostat,
hyperplasia endometrium, tumor musinosum ovarium malignant, mesothelioma, dan
lain-lain.23-26
AgNOR pada sel normal biasanya berkumpul dalam satu atau dua nukleus,
sehingga menyebabkan AgNOR secara individual tidak jelas terlihat. Ekspresi
AgNOR secara langsung terkait dengan tingkat biosintesis ribosom yang berkaitan
dengan lamanya siklus sel pada sel yang berproliferasi. Semakin pendeknya siklus
sel, semakin tinggi sintesis rRNA untuk masing-masing unit waktu, sehingga
kuantitas AgNOR yang ada pada nukleolus menjadi lebih banyak.22,27
Berbagai distribusi kuantitatif AgNOR interfase pada sel yang lambat dan
cepat berproliferasi dapat dijelaskan dengan fungsi struktur ini dan protein AgNOR
pada sintesis rRNA. Sel yang cepat membelah harus mengakumulasi biogenesis
ribosom mereka dalam waktu yang lebih pendek daripada sel lambat membelah.Hal
ini dapat dilakukan dengan mengaktifkan lebih banyaknya jumlah rangkaian rDNA
untuk transkripsi. Oleh karena itu, lebih besarnya jumlah protein AgNOR yang harus
disintesis akan meningkatkan jumlah AgNOR interfase, yang memiliki unit struktural-
fungsional untuk sintesis rRNA. Jumlah, distribusi, dan bentuk lokasi reaktif AgNOR
yang dihitung dalam sel memberikan informasi bermakna mengenai sifat sel ini.23-28
Penelitian yang dilakukan oleh Iin, didapatkan bahwa lesi jinak menghasilkan
nilai AgNOR lebih rendah 2,96 ± 0,72, dibandingkan dengan nilai 4,0 ± 1,42 pada
tumor ganas (p = 0,01). Pada penelitian ini sampel jaringan kanker yang digunakan
berasal dari penderita kanker payudara yang memperoleh tindakan operasi dan
kemungkinan masih level awal dari lesi yang bersifat jinak. Menurut Mehan et al.,

Universitas Sumatera Utara


25

adanya peningkatan nilai AgNOR sebanding dengan meningkatnya tingkat keganasan


kanker payudara.11
Dua peneliti tanpa pengetahuan tentang metode pewarnaan AgNOR, jenis
tumor, tingkat, stadium, atau prognosis penyakit, melakukan penilaian terhadap
jumlah, ukuran dan distribusi AgNOR. Dilakukan dua perhitungan. Hitungan pertama
adalah jumlah rata-rata AgNOR di 100 inti tumor (mAgNOR). Hitungan kedua adalah
persentase inti yang menunjukkan lima atau lebih granul AgNORs/Nukleus/ 100 sel
yang disebut indeks proliferatif (pAgNOR). Jumlah ini diyakini mewakili aktivitas
proliferatif. Tumor yang memiliki jumlah pAgNOR 8% atau lebih dianggap
menunjukkan aktivitas proliferasi tinggi (Mourad et al. 1997). Grading variasi ukuran
dilakukan menurut Khan et al. (2006) dan nilai dari distribusi diberikan sebagai
berikut: 0, kurang lebih seragam dalam ukuran; 1+, dua ukuran berbeda; 2+, lebih
dari dua ukuran yang berbeda (tetapi bukan dari 3+); 3+, termasuk semua nilai dan
ukuran. Grading dari penyebaran titik dilakukan menurut Khan et al. (2006) dan nilai
dari penyebaran titik AgNOR diberikan sebagai berikut: 0, terbatas pada nukleolus;
1+, kadang-kadang penyebaran diluar nukleolus; 2+, tersebar moderate diluar
nukleolus; 3+, tersebar luas melalui nukleus.29

Universitas Sumatera Utara


26

2.5 Kerangka Teori

Estrogen >>

Mutasi tumor suppressor gen


P53

Selularitas stroma
ringan, mitosis Proliferasi stroma dan epitel
ringan (<5/LPB) kelenjar
Selularitas stroma
marked dan diffuse,
Membentuk struktur leaf-like pleomorfisme inti
sel, dan mitosis
(≥10/LPB)

Stromal immunoreactivity P53

Stromal overgrowth Malignant


heterologous
elements
Selularitas stroma moderate,
intermediate mitosis (5-9/LPB)

Tumor phyllodes
Tumor phyllodes jinak Tumor phyllodes borderline ganas

Pewarnaan histokimia
AgNORs

Gambar 2.16 Kerangka teori

Universitas Sumatera Utara


27

2.6 Kerangka Konsep

Tumor phyllodes jinak

Tumor phyllodes Pewarnaan histokimia


borderline AgNORs

Tumor phyllodes ganas

Gambar 2.17 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan desain potong
lintang (cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai rerata
AgNOR pada tumor phyllodes payudara jinak, borderline, dan ganas.

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas


Kedokteran USU Jalan Universitas No.1, Medan, Unit Patologi Anatomik RSUP H.
Adam Malik, Jalan Bunga Lau No.17 Medan, dan Unit Patologi Anatomik RSU
Pirngadi, Jalan Perintis Kemerdekaan Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan sejak bulan November 2017 dan diperkirakan selesai
pada bulan Mei 2019 yang meliputi pengajuan judul, studi kepustakaan, pembacaan
proposal, pengumpulan dan pemeriksaan sampel, pengolahan data, serta pelaporan
hasil penelitian.

3.3.Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1.Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua blok parafin jaringan dari pasien
dengan diagnosis histopatologi sebagai tumor phyllodes payudara jinak, borderline,
dan ganas, di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU, Unit
Patologi Anatomik RSUP H. Adam Malik, dan Unit Patologi Anaatomik RSU
Pirngadi Medan.

28

Universitas Sumatera Utara


29

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah blok paraffin dengan diagnosis


histopatologi sebagai tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
USU, Unit Patologi Anatomik RSUP H. Adam Malik Medan, dan Unit Patologi
Anatomik RSU Pirngadi Medan. Sampel dipilih dengan menggunakan random
sampling.

3.3.3. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah dengan memakai rumus:

n = Z α2 p.q
d2
n = 1,962 x 0,1 x 0,9 = 34,6 35
0,12
dimana:

n = besar sampel minimum

Zα = Tingkat kepercayaan yang dikehendaki, ditetapkan 95% (1.96), α= 0.05

p = insidensi penyakit yang terjadi

q = perkiraan proporsi dimana suatu penyakit tidak terjadi (1-p)

d = derajat kesalahan atau tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki

Jadi, sampel minimal yang diperlukan pada penelitian adalah 34,6 dibulatkan
menjadi 35 sampel.

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian diperoleh melalui perangkat lunak penyimpan data dan


diperoleh nomor label slaid/blok parafin dari jaringan yang didiagnosis histopatologi

Universitas Sumatera Utara


30

sebagai sebagai tumor phyllodes payudara jinak, borderline, dan ganas dengan
kriteria inklusi dan eksklusi.

3.5 Subjek Penelitian

3.5.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua blok parafin dari jaringan yang
didiagnosis sebagai tumor phyllodes payudara jinak, borderline, dan ganas secara
histopatologi adekuat dan representatif setelah dilakukan pewarnaan hematoxyllin-
eosin (HE) dan pewarnaan AgNOR.

3.5.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :


1. Slaid/blok parafin yang tercatat pada perangkat penyimpan data hilang atau
rusak sehingga tidak dapat dievaluasi ulang dan dipotong untuk pemeriksaan
AgNOR.
2. Slaid setelah dilakukan review bukan tumor phyllodes jinak, borderline, atau
ganas.

3.6. Variabel Penelitian


Variabel pada penelitian ini meliputi tiga variabel bebas dan satu variabel tergantung.

3.6.1 Variabel bebas:


Tumor phyllodes payudara jinak.
Tumor phyllodes payudara borderline.
Tumor phyllodes payudara ganas.
3.6.2 Variabel tergantung
Hasil pewarnaan histokimia AgNOR.

Universitas Sumatera Utara


31

3.7 Kerangka Operasional

Data rekam medik pasien yang didiagnosis sebagai tumor phyllodes payudara di
Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU, Unit Patologi
Anatomik RSUP H. Adam Malik, dan Unit Patologi Anatomik RSU Pirngadi
Medan.

Blok parafin tidak


bisa didiagnosis/rusak
Eksklusi

Blok parafin ada Review Bukan tumor


slaid HE phyllodes payudara

Tumor phyllodes
payudara jinak,
borderline, dan ganas

Pewarnaan AgNOR

Nilai rerata AgNOR lesi-


lesi sampel melalui titik-
titik AgNOR/100 sel.

Gambar 3.1 Kerangka Operasional

Universitas Sumatera Utara


32

3.8. Definisi Operasional

1. Tumor phyllodes jinak adalah tumor yang ditandai dengan meningkatnya


selularitas dan atypia nucleus secara ringan. Mitosis jarang dijumpai, biasanya
kurang dari 5 per 10 lapangan pandang besar.1-5

2. Tumor phyllodes borderline adalah tumor phyllodes yang mungkin memiliki fokus
invasif yang terbatas, sering mitosis (5-9 / 10 LPB), selularitas stroma moderate,
dan atypia stroma. Overgrowth Stromal biasanya tidak ada.1,2

3. Tumor phyllodes ganas ditandai oleh selularitas stroma dan pleomorfisme inti,
pertumbuhan stromal berlebihan dan ≥10 mitosis per 10 LPB. Dan/atau terdapat
malignant heterologous elements 1,2

4. AgNOR tertampil sebagai titik-titik hitam di dalam latar belakang inti yang
kekuningan. Penilaian kuantitas dilakukan pada sel-sel yang masih dalam keadaan
baik, mengeksklusi area dari nekrosis tumor, pewarnaan artefak, serta sel-sel yang
tumpang tindih. Titik-titik hitam dihitung pada inti dari 100 sel/kasus dan jumlah
rerata dari titik-titik diambil untuk tiap kasus (mAgNOR).26,27

Gambar 3.2. Low variability dari ukuran, jumlah, dan lokasi AgNOR dalam inti sel.13

3.9 Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada penelitian ini berdasarkan penelitian dari Ploton et al.30

Universitas Sumatera Utara


33

1. Nomor label slaid dan blok parafin yang telah didiagnosis sebagai tumor phyllodes
secara histopatologi pada tahun 2015-2018 dicari melalui perangkat lunak pencari
data di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU, Unit Patologi
Anatomik RSUP H. Adam Malik Medan, dan Unit Patologi Anatomik RSU
Pirngadi Medan.
2. Setelah slaid dan blok parafin didapatkan, dua orang ahli patologi dan peneliti akan
memeriksa dan mengevaluasi ulang slaid histopatologi. Kelompokan atau fokus-
fokus kelenjar kemudian dievaluasi dengan perangkat indomicro. Bila memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi maka akan dibagi sampel menjadi kelompok tumor
phyllodes jinak, borderline, dan ganas.

3. Blok parafin kemudian dipotong ulang dan dilakukan pewarnaan AgNOR dengan
cara :
- Deparafinisasi blok parafin (preparat) dengan xylen sebanyak 3 kali, masing-
masing 3 menit.
- Rehidrasi preparat dengan menggunakan etanol 100%, etanol 95% dan etanol
70% masing-masing selama dua menit, satu menit, dan terakhir dengan air
selama satu menit.
- Imersikan preparat dalam buffer natrium sitrat (pH 6,0).

- Inkubasi preparat didalam autoklaf pada suhu 120⁰C (tekanan 1,1 – 1,2 bar)

selama 20 menit.

- Dinginkan preparat sampai suhu 37⁰C.

- Imersikan preparat ke dalam larutan pengecatan perak yang terdiri dari :


1 bagian volume gelatine 2% dalam asam formiat 1%

2 bagian larutan perak nitrat 25% dalam suhu 37⁰C selama 11 menit.

- Hentikan reaksi pengecatan dengan mencuci slaid preparat dengan


menggunakan aqua bidestilata untuk menghilangkan presipitat perak non-
spesifik.

Universitas Sumatera Utara


34

- Dehidrasi preparat menggunakan etanol dengan konsentrasi yang dinaikkan


secara bertingkat (50%, 70%, 95%).
- Bersihkan dengan preparat xylene.
- Tutup preparat dengan coverslip.
4. Amati jumlah titik hitam tiap sel menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran 1000x dengan menggunakan minyak emersi. Parameter kuantitatif
AgNOR berupa mAgNOR.
5. Dokumentasi setiap pengamatan.

3.10 Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik dan
ditabulasi dalam bentuk tabel. Uji normalitas data kontinu dilakukan dengan uji
Shapiro-Wilk. Perbedaan mAgNOR antara tumor phyllodes jinak, borderline, dan
ganas ditentukan menggunakan uji one way ANOVA welch, yang kemudian
dilanjutkan dengan uji post hoc Games-Howell untuk mengetahui antar kelompok
mana yang mempunyai perbedaan. Nilai p<0,05 dianggap bermakna.

3.11 Ethical Clearance


Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari komite etik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. No: 696/TGL/KEPK FK USU-RSUP HAM
2018.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Sampel pada penelitian ini berupa spesimen parafin blok jaringan operasi
maupun biopsi payudara yang terdiagnosis sebagai tumor phyllodes jinak, borderline,
dan ganas dari tahun 2015-2018 sebanyak 74 kasus, namun yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi sebanyak 35 sampel, sesuai dengan rumus perhitungan sampel.

4.1.1 Karakteristik Dasar Sampel


Karakteristik dasar sampel berupa usia dan jenis kelamin didapatkan dari data
sekunder di rumah sakit, ukuran tumor didapatkan dari data sekunder di laboratorium
Patologi Anatomik, sedangkan diagnosis didapatkan dari hasil review slaid yang
dilakukan oleh peneliti dan 2 orang ahli patologi (tabel 4.1).

Tabel 4.1 Karakteristik Dasar Sampel

Rerata usia (tahun) ± (SB) 41,89 ± 13,61


Jinak 12-63
Borderline 20-65
Ganas 17-74
Rerata ukuran tumor (cm) 21,85
Jinak 6-25
Borderline 12-15
Ganas 15-35
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)

Jenis kelamin
Perempuan 34 97,1
Laki-laki 1 2,9
Diagnosis
Tumor Phyllodes jinak 15 42,9
Tumor Phyllodes borderline 8 22,9
Tumor Phyllodes ganas 12 34,2

Total 35 100

35

Universitas Sumatera Utara


36

Kasus tumor phyllodes jinak pada penelitian ini berkisar pada rentang usia 12-
63 tahun dengan sebagian kasus berada di kelompok rentang usia 40-50 tahun,
sedangkan tumor phyllodes borderline berkisar di rentang usia 20-65 tahun, dan
tumor phyllodes ganas pada rentang usia 17-74 tahun. Usia dari sampel-sampel pada
penelitian ini berkisar dari 12 tahun hingga 74 tahun. Dengan rerata usia 41,89 ±
13,61 tahun. Sedangkan untuk jenis kelamin, pada penelitian ini didapati bahwa
hampir semua sampel yang ada berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 34
sampel (97,1%), yang berjenis kelamin hanya 1 sampel (2,9%). Untuk tumor
phyllodes jinak, pada penelitian ini didapati sebanyak 15 sampel (42,9%), tumor
phyllodes borderline sebanyak 8 sampel (22,9%), dan tumor phyllodes ganas
sebanyak 12 sampel (34,2%).
Berdasarkan WHO, distribusi penderita tumor phyllodes jinak adalah sebesar
60-75%, tumor phyllodes borderline 15-20%, dan penderita tumor phyllodes ganas
sebesar 10-20%.

4.1.2 Sebaran Nilai mAgNOR pada Tumor Phyllodes Jinak, Borderline, dan
Ganas
Evaluasi pewarnaan histokimia AgNOR pada sampel-sampel tumor phyllodes
payudara dapat berupa titik-titik yang terwarnai homogen dan berukuran kecil, atau
berbentuk regular atau ireguler dan terkadang berbentuk gumpalan. Titik-titik AgNOR
terletak didalam nucleolus dan terwarnai coklat kehitaman berbentuk bulat hingga
oval. Sisa dari inti terwarnai coklat kekuningan. Pada tumor phyllodes jinak, titik-titik
AgNOR tampak lebih halus dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada tumor
phyllodes borderline dan ganas. Selanjutnya jumlah titik-titik AgNOR dapat
ditentukan pada tiap inti sel pada stroma dan dilakukan pada 100 inti sel hingga
didapatkan nilai mAgNOR. Nilai mAgNOR dikalkulasi untuk tiap kasus dan
didapatkan nilai rerata kelompok.

Universitas Sumatera Utara


37

8.00

6.00

AgNOR

4.00

2.00 14
4

Benign PT Borderline PT Malignant PT


Diagnosis

Gambar 4.1 Box Plot sebaran nilai mAgNOR pada kelompok lesi sampel

Pada penelitian ini, berdasarkan diagram box plot, didapati bahwa sebaran
nilai mAgNOR pada kelompok lesi adalah berbanding lurus, yang berarti bahwa
semakin ganas lesi pada tumor phyllodes, maka nilai mAgNOR akan semakin tinggi.
Beberapa penelitian sebelumnya pada berbagai tipe tumor menunjukkan bahwa lesi
ganas mempunyai jumlah titik AgNOR yang lebih banyak dibandingkan tipe yang
jinak. Penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar tumor phyllodes ganas
memiliki jumlah titik AgNOR yang lebih banyak dibandingkan tumor phyllodes jinak
dan borderline.
Nilai mAgNOR dari lesi-lesi sampel berkisar dari 1,43 (tumor phyllodes jinak)
hingga 7,51 (tumor phyllodes ganas). Pada kelompok sampel tumor phyllodes jinak
didapatkan nilai mAgNOR yang berkisar dari 1,43 sebagai nilai terendah dan 1,94
sebagai nilai tertinggi, dimana nilai median mAgNOR adalah 1,56. Pada kelompok
sampel tumor phyllodes borderline nilai median mAgNOR adalah 4,17 dengan
sebaran nilai 3,33 hingga 5,81. Kelompok sampel tumor phyllodes ganas memiliki
nilai median mAgNOR sebesar 7,11 dan nilai mAgNOR terendah 6,10 sedangkan nilai
tertinggi adalah 7,51.

Universitas Sumatera Utara


38

4.1.3 Perbedaan Nilai mAgNOR Antar Kelompok Lesi Sampel


Untuk mengetahui adanya perbedaan nilai mAgNOR pada kelompok lesi
tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas maka dilakukan uji statistik. Dari uji
tersebut didapatkan nilai p<0,001, maka terdapat perbedaan nilai mAgNOR antar
kelompok lesi. Analisis antar 2 kelompok dilanjutkan dan didapati perbedaan nilai
mAgNOR yang mempunyai arti bahwa baik di kelompok tumor phyllodes jinak dan
ganas, di kelompok tumor phyllodes ganas dan borderline, atau di kelompok tumor
phyllodes borderline dan jinak dengan nilai p<0,001.

Tabel 4.2 Perbandingan mAgNOR pada Tumor Phyllodes Jinak, Borderline, dan
Ganas
mAgNOR
Diagnosis N p
Rerata ± SB

Tumor Phyllodes jinak 15 1,59 ± 0,14 <0,001


Tumor Phyllodes borderline 8 4,34 ± 1,01
Tumor Phyllodes ganas 12 6,97 ± 0,44

Total 35

Antara kelompok lesi dan nilai mAgNOR kemudian dilakukan uji korelasi
untuk menentukan kekuatan korelasi antara kedua variabel. Dari uji statistik tampak
bahwa perbedaan nilai mAgNOR antara kelompok lesi sampel adalah bermakna.
Untuk tumor phyllodes jinak didapati nilai rerata mAgNOR adalah 1,59 ± 0,14, tumor
phyllodes borderline 4,34 ± 1,01, dan untuk tumor phyllodes ganas nilai rerata
mAgNOR-nya adalah 6,97 ± 0,44.

Universitas Sumatera Utara


39

Tabel 4.3 Perbandingan nilai mAgNOR antar Kelompok Lesi Tumor Phyllodes
Jinak, Borderline, dan Ganas

Perbedaan IK95%
Tumor Phyllodes p
rerata Minimum Maksimum

Ganas vs jinak 5,37 5,03 5,72 <0,001

Ganas vs borderline 2,63 1,56 3,69

Borderline vs jinak 2,75 1,69 3,8

Terdapat perbedaan nilai mAgNOR antar kelompok lesi tumor phyllodes jinak,
borderline, dan ganas dengan p <0,001 dan Indeks Kepercayaan (IK) 95%. Secara
klinis, terdapat perbedaan nilai mAgNOR antar kelompok tumor phyllodes ganas
dengan phyllodes jinak dengan perbedaan rerata 5,37. Antar kelompok tumor
phyllodes ganas dengan borderline terdapat perbedaan rerata 2,63. Sedangkan antara
kelompok tumor phyllodes borderline dan jinak terdapat perbedaan rerata 2,75.

4.2 Pembahasan
Insidensi dari tumor phyllodes payudara sangat jarang, dengan insidensi
paling banyak terjadi pada usia 30 hingga 40 tahun, bahkan pada satu penelitian
melaporkan tumor phyllodes terjadi pada usia yang lebih tua, yaitu 45-54 tahun.7 Tan
et al., melaporkan bahwa tumor phyllodes adalah 6,92% dari seluruh keganasan di
payudara dan terjadi pada usia yang lebih muda, yaitu 25-30 tahun.1 Pada studi ini
rerata usia penderita adalah 41,89 ± 13,61 tahun dengan usia termuda adalah 12
tahun, dan usia tertua adalah 74 tahun. Dan paling banyak terjadi pada usia 12-63
tahun (Tabel 4.1).
Karim et al., melaporkan bahwa walaupun jarang ditemukan, namun pernah
dilaporkan tumor phyllodes terjadi pada laki-laki.31 Hal ini sejalan dengan penelitian
ini dimana dari 35 sampel yang diteliti, terdapat satu sampel yang berjenis kelamin
laki-laki (2,9%), sedangkan 34 sampel yang lainnya berjenis kelamin perempuan
(97,1%). Frekuensi kejadian tumor ini berdasarkan perubahan gambaran

Universitas Sumatera Utara


40

histopatologinya adalah 75% jinak, 16% borderline, dan 9% ganas.31 Tan et al.,
melaporkan bahwa proporsi relatif untuk tumor phyllodes jinak adalah 60-75%,
borderline 15-20%, dan ganas sebesar 10-20%.1 Xiaofang et al., dalam penelitiannya
melaporkan dari 52 pasien terdapat 64% tumor phyllodes jinak, 25% borderline, dan
6% ganas.6 Sejalan dengan penelitian lain yang melaporkan sekitar 50%-70% tumor
bersifat jinak, 20%-36% borderline, dan 10%-20% adalah tumor phyllodes ganas.49-51
Sedangkan dari penelitian ini didapati tumor phyllodes jinak sebanyak 15 sampel
(42,9%), borderline sebanyak 8 sampel (22,9%), dan ganas sebanyak 12 sampel
(34,3%). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya deteksi dini,
keterlambatan penanganan dari penderita yang menderita penyakit tumor phyllodes,
dan rekurensi dari penyakit ini.
Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa perubahan klonaliti pada sel stroma
mengarah ke bentuk tumor phyllodes yang bersifat jinak dan progresi perubahan
menjadi monoclonal pada sel epitelial maupun stroma pada borderline dan ganas.7
Sekitar 10-40% tumor jenis ini memiliki risiko rekurensi lokal dan menyebar secara
sistemik.5 Hal ini menguatkan hasil penelitian mengapa keterlambatan penanganan
dari penderita dan rekurensi tumor dapat menyebabkan persentase keganasan menjadi
meningkat.
Penelitian pada 8.567 pasien tumor payudara pada tahun 1969 sampai 1993
hanya menemukan 31 kasus tumor phyllodes (0,37%). Secara keseluruhan 2,1 kasus
per satu juta wanita, sangat jarang pada laki-laki. Sebagian besar kasus tumor
phyllodes terjadi pada dekade ke-4, jarang pada remaja, dapat terjadi pada semua
umur. Tumor biasanya jinak namun dapat terjadi rekurensi lokal dan terkadang dapat
menyebar secara sistemik; jarang bilateral (baik sinkronous atau metakronous).32-34
Manifestasi klinis tumor phyllodes umumnya unilateral, tunggal, tidak nyeri,
dengan benjolan yang dapat teraba. Tumor tiba-tiba muncul dan terus membesar, atau
berupa benjolan yang awalnya menetap lalu bertambah besar dalam beberapa bulan
terakhir. Pada pemeriksaan fisik payudara, tumor phyllodes berupa benjolan lunak
dan bulat, mirip fibroadenoma, namun berukuran besar (>2-3 cm).32,33 Sebagian besar

Universitas Sumatera Utara


41

tumor phyllodes berupa massa berbentuk bulat sampai oval, multinodular, tanpa
kapsul yang jelas.33
Tumor dapat terlihat jelas jika cepat membesar. Pembesaran cepat tidak selalu
mengindikasikan sifat ganas. Terlihat mengkilat dengan permukaan kulit seperti
teregang disertai pelebaran vena permukaan kulit. Pada kasus-kasus yang tidak
tertangani dengan baik, dapat terjadi luka borok kulit akibat iskemi jaringan.
Walaupun perubahan kulit seperti layaknya pada tumor payudara selalu menunjukkan
tanda-tanda keganasan, namun tidak pada tumor phyllodes, borok pada kulit dapat
terjadi pada jenis lesi jinak, borderline ataupun ganas. Retraksi puting tidak umum
terjadi. Ulserasi mengindikasikan nekrosis jaringan akibat penekanan tumor yang
besar. Tumor yang berukuran besar juga dapat menyebabkan nekrosis dengan
perdarahan.5,32,33
Beberapa penelitian sebelumnya menemukan tumor berukuran kurang dari 5
cm, oleh karena itu, diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan ukuran
tumor. Celah-celah yang memanjang (leaf-like appearance) pada penampang
merupakan tanda khas tumor phyllodes.34 Pada penelitian ini didapati rerata ukuran
tumor adalah 21,85 cm, dengan rentang 6-35 cm. Pada tumor phyllodes jinak rentang
ukuran tumor sebesar 6-25 cm, borderline 12-15 cm, dan tumor phyllodes ganas 15-
35 cm. Calhoun et al., dalam penelitiannya mendapati bahwa ukuran tumor phyllodes
berkisar antara 1-40 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
tumor phyllodes berukuran besar, walaupun demikian, ada juga tumor phyllodes yang
berukuran kecil. Pada penelitian yang dilakukan oleh Flynn et al., dan Calhoun et al.,
dilaporkan bahwa tumor phyllodes umumnya berukuran besar (>2-3 cm).32,33,35 Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian ini dimana didapati ukuran tumor phyllodes adalah
berkisar antara 6-35 cm.
Pada penelitian ini penulis melakukan pewarnaan AgNOR pada sampel-
sampel tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas dengan tujuan untuk
meningkatkan akurasi diagnosis sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan dengan
tepat, juga untuk meningkatkan kepercayaan pada ahli patologi, apabila terdapat
kekurangan ketersediaan alat ataupun ketidakmampuan penderita dari segi ekonomi

Universitas Sumatera Utara


42

untuk melakukan pemeriksaan immunohistokimia yang memerlukan biaya yang lebih


mahal. Deteksi dini pada penyakit ini sangatlah penting, meskipun diagnosis ketiga
lesi tersebut secara histopatologi dengan pewarnaan rutin masih menjadi tantangan
bagi para ahli patologi. Sebagian besar dari penelitian AgNOR yang telah dilakukan
digunakan untuk membedakan lesi jinak dan ganas. AgNOR yang diketahui
berhubungan dengan protein-protein NOR, meningkat pada proliferasi sel-sel aktif
dan aktifitas transkripsi yang meningkat.41-45
Perhitungan jumlah rerata AgNOR dapat menjadi sebuah cara dalam menilai
proliferasi sel dimana nilai mAgNOR bersifat diagnostik dalam membedakan antara
lesi jinak, borderline, dan lesi ganas. Penelitian ini menggunakan klasifikasi WHO
dari tumor payudara tahun 2012 yang melibatkan 35 sampel tumor phyllodes
payudara yang terdiri dari 15 sampel kasus tumor phyllodes jinak, 8 sampel kasus
tumor phyllodes borderline, dan 12 sampel untuk kasus tumor phyllodes ganas.
Dari 15 sampel tumor phyllodes jinak, didapatkan nilai mAgNOR sebesar 1,59
± 0,14. Nilai ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh
Machala et al., (3,2), dan juga lebih rendah dibandingkan dengan nilai AgNOR yang
didapatkan oleh penelitian Rajeevan et al. (2,7).46 Pada kelompok sampel tumor
phyllodes borderline nilai mAgNOR adalah 4,34 ± 1,01. Nilai ini tidak jauh berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rao et al., yaitu sebesar 5,6, tetapi lebih
tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Machala et al., yaitu
sebesar 3,18. Sedangkan kelompok sampel tumor phyllodes ganas berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Machala et al., adalah sebesar 4,98, dan sebesar
5,37±0,32 menurut penelitian yang dilakukan oleh Rao et al., sedangkan pada
penelitian ini memiliki nilai mAgNOR sebesar 6,97 ± 0,44 (tabel 4.2). Hal ini juga
sejalan dengan penelitian yang didapatkan oleh Raymond et al.,(5,5±2,3) dan Chen et
al., yang mendapati bahwa >5 AgNORs dalam inti sel.47 Hasil tersebut secara statistik
tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Giri et al., dengan nilai sebesar
4,4±1,2.48-50
Penelitian yang dilaporkan oleh Machala et al., didapatkan bahwa nilai
AgNOR pada tumor phyllodes jinak sebesar 1,94, phyllodes borderline 3,18, dan

Universitas Sumatera Utara


43

phyllodes ganas sebesar 4,98.44 Rao et al., dalam penelitiannya mendapatkan nilai
AgNOR pada tumor phyllodes jinak sebesar 3,2, phyllodes borderline 5,6, dan
phyllodes ganas memiliki nilai AgNOR sebesar 5,37±0,32.45,51 Penelitian yang
dilaporkan oleh Hena et.al, menyatakan bahwa nilai mAgNOR untuk fibroadenoma
payudara adalah 2,6 ± 0,59, untuk fibrocystic change sebesar 2,98 ± 0,79, dan nilai
mAgNOR untuk infiltrating ductal carcinoma payudara adalah sebesar 6,1 ± 2,16.11
Iin et al., melaporkan nilai AgNOR pada lesi jinak payudara sebesar 2,96 ± 0,72, lebih
rendah dibandingkan dengan nilai 4,0 ± 1,42 pada tumor ganas payudara.12
Penelitian ini menunjukkan bahwa tumor phyllodes ganas memiliki nilai
mAgNOR tertinggi dibandingkan phyllodes jinak dan borderline. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Machala et al., Rao et al., yang menyatakan
bahwa nilai AgNOR pada tumor phyllodes ganas lebih tinggi dibandingkan dengan
tumor phyllodes jinak dan borderline. Hena et al., dan Iin et al., juga melaporkan
bahwa nilai mAgNOR pada lesi ganas di payudara lebih tinggi daripada lesi jinak.
Machala et al., juga menyatakan bahwa nilai AgNOR dapat dipakai untuk menilai
proliferasi dari suatu tumor, dan memiliki nilai AgNOR yang tidak jauh berbeda
berbeda pada tiap kelompok tumor. Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang
memiliki nilai mAgNOR yang tidak jauh berbeda pada tiap kelompok.
Pada penelitian ini terdapat perbedaan nilai mAgNOR antar kelompok lesi
tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas dengan p<0,001 dan Indeks
Kepercayaan (IK) 95%. Secara klinis, terdapat perbedaan nilai mAgNOR antar
kelompok tumor phyllodes ganas dengan phyllodes jinak dengan perbedaan rerata
5,37. Antar kelompok tumor phyllodes ganas dengan borderline terdapat perbedaan
rerata 2,63. Sedangkan antara kelompok tumor phyllodes borderline dan jinak
terdapat perbedaan rerata 2,75 (tabel 4.3).
Penilaian mAgNOR pada sampel payudara yang dilakukan oleh Machala et
al., Rao et al., Hena et al., dan Iin et al., menunjukkan menunjukkan perbedaan nilai
yang sangat berarti antara nilai mAgNOR pada lesi jinak payudara dan lesi ganas
payudara. Proliferasi yang cepat merupakan bagian dari agresifitas pertumbuhan sel
kanker. Pada penelitian ini didapati nilai mAgNOR pada tumor phyllodes jinak adalah

Universitas Sumatera Utara


44

paling rendah, diikuti oleh tumor phyllodes borderline, dan yang paling tinggi adalah
nilai mAgNOR pada tumor phyllodes ganas. Machala et al., menyatakan bahwa nilai
AgNOR paling tinggi pada tumor phyllodes ganas dibandingkan pada tumor phyllodes
jinak dan borderline, dan nilai AgNOR dapat digunakan untuk menilai proliferasi dari
lesi tumor.44 Menurut Mourad et al., nilai AgNOR merupakan cerminan dari
agresifitas biologis dari kanker payudara.41 Selanjutnya Egan et al., menyatakan nilai
AgNOR merupakan gambaran aktivitas proliferasi sel kanker.42 Pada penelitian yang
lain dinyatakan bahwa nilai AgNOR dapat digunakan untuk mengelompokkan
diferensiasi jaringan kanker yang tidak dapat dilakukan dengan pewarnaan HE yang
berasal dari biopsy kecil dan jaringan yang tidak mempunyai pola tertentu.43
Berdasarkan uraian diatas, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pewarnaan histokimia AgNOR dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis tumor
phyllodes jinak, borderline, dan ganas, dimana pewarnaan histokimia AgNOR ini
menunjukkan hasil uji diagnosis yang cukup kuat dan dapat dipercaya.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian ini meliputi 35 sampel tumor phyllodes payudara dengan


karakteristik yang bervariasi terdiri dari 15 sampel tumor phyllodes jinak, 8 sampel
tmor phyllodes borderline, dan 12 sampel tumor phyllodes ganas. Dilakukan
pewarnaan AgNOR dengan tujuan untuk melihat tingkat proliferasi pada masing-
masing sampel diantara kelompok lesi. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari
penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Distribusi frekuensi penderita tumor phyllodes berdasarkan kelompok


usia, yang terbanyak adalah pada kelompok usia 12-63 tahun yang
didiagnosis sebagai tumor phyllodes jinak, diikuti oleh kelompok usia 17-
74 tahun yang didiagnosis sebagai tumor phyllodes borderline, dan yang
paling sedikit adalah pada kelompok usia 17-74 tahun yang didiagnosis
sebagai tumor phyllodes ganas. Berdasarkan jenis kelamin, tumor
phyllodes sebagian besar terjadi pada wanita (97,1%), dan pria hanya
sebesar 2,9%. Sedangkan distribusi frekuensi berdasarkan ukuran tumor,
tumor phyllodes jinak mempunyai ukuran 6-25 cm, 12-15 cm untuk tumor
phyllodes borderline, dan tumor phyllodes ganas berukuran 15-35 cm.
2. Pada penelitian ini didapati tumor phyllodes jinak sebanyak 42,9%, tumor
phyllodes borderline 22,9%, dan tumor phyllodes ganas sebanyak 34,2%.
3. Nilai rerata AgNOR pada tumor phyllodes jinak adalah 1,59 ± 0,14, tumor
phyllodes borderline 4,34 ± 1,01, dan nilai rerata untuk tumor phyllodes
ganas adalah 6,97 ± 0,44.
4. Terdapat perbedaan nilai rerata pAgNOR antar kelompok tumor phyllodes
ganas dengan phyllodes jinak. Antar kelompok tumor phyllodes ganas

45

Universitas Sumatera Utara


46

dengan borderline, dan antara kelompok tumor phyllodes borderline dan


jinak.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pewarnaan AgNOR dapat digunakan untuk
membedakan tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas.

5.2 Saran
Pewarnaan AgNOR dianjurkan untuk digunakan sebagai pewarnaan dalam
membantu mendiagnosis tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas, selain dari
pewarnaan HE karena teknik pewarnaan AgNOR ini tidaklah memerlukan keahlian
khusus, fasilitas untuk pewarnaan ini juga tersedia dengan mudah, teknik
pemeriksaan lebih sederhana, dengan harga terjangkau, sehingga hasil pemeriksaan
lebih akurat dan mudah.

Universitas Sumatera Utara


47

DAFTAR PUSTAKA

1. Tan PH, Tse G, Lec A, Simpson JF, Hanby A M, Fibroepithelial tumours:


phyllodes tumours, In : Lakhani SR, Ellis IO, Schnitt SJ, Tan PH, Vijver MJ,
editors. WHO Classification of Tumours of the Breast, 4th edition, France;
IARC Press, Lyoin, 2012. p143-7.
2. Rosai J. Rosai and Ackerman’s surgical pathology, 10th Edition. Volume 1.
Missouri: Mosby Elsevier; 2011. Chapter 36, Breast; p.1449-52.
3. Yanhong Z and Celina GK, Phyllodes Tumor of the Breast, Histopatologic
Features, Differential Diagnosis, and Molecular/genetic Updates, Department
of Pathology and Laboratory Medicine, University of California, and the
Department of Pathology, University of Michigan, 2016.
4. Lester SC. The Breast. In: Kumar V, Abbas AK, Aster JC, Editors Robbins
and Cotran Pathologic Basic of Disease, 9th Edition. Philadelphia: Saunders;
2015.p 1051-67.
5. Azamris, Tumor phyllodes, 2014, CDK 212, 41(1), 40-2.
6. Xiaofang Y, Dina K, Ediz FC, Ashraf K, Fibroepithelial Tumors of the
Breast Pathologic and Immunohistochemical Features and Molecular
Mechanisms, Department of Pathology, University of Massachusetts Medical
School and UMass Memorial Medical Center, Worcester, 2014.
7. Fairuz Q, Tumorigenesis Tumor Filodes Payudara serta Peranan Estrogen dan
Progesteron Sebagai Faktor Hormonal, 2015, JMJ, 3(2) p 140-51.
8. Matthew S, Thaer K, Christopher M, Kazuaki T, Update on the Diagnosis and
Management of Malignant Phyllodes Tumors of the Breast, 2017, Elsevier.
9. Karki S, Jha A, Sayami G, The Role of Argyrophylic Nucleolar Organizer
Region (AgNOR) Study in Cytological Evaluation of Fluids, Especially for
Detection of Malignancy, 2012, Kathmandu University Medical Journal,
10(1) p 44-7.

Universitas Sumatera Utara


48

10. Sewha K, Ji YK, Do HK, Woo HJ, Ja SK, Analysis of Phyllodes Tumour
Recurrence According to the Histologic Grade, 2013, Breast Cancer Res
Treat, Vol.141 p 353-63.
11. Hena AA, Ghazala M, Veena M, Shahid AS, Evaluation of AgNOR Scores in
Aspiration Cytology Smears of Breast Tumors, 2008, Journal of Cytology,
25(3).
12. Iin K, Soetrisno E, Yulian ED, Ramli I, Alatas Z, et al., Studi Nilai AgNOR
dan MIB-1 pada Kanker Payudara yang Ditangani dengan Operasi, 2012,
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 1(3), p 102-9.
13. Iin K, Budiningsih S, Andrijono, Irwan R, Cholid B, AgNOR Sebagai Marker
Proliferasi dalam Penilaian Respon Awal Radiasi pada Kemoradioterapi
Kanker Serviks, 2008, Internasional Seminar on Occupational Health and
Safety, p 81-92.
14. Klaus JW, Joachim B, Peter H, Long Term Analysis to Objectify the Tumour
Grading by Means of Automated Microscopic Image Analysis of the
Nucleolar Organizer Regions (AgNORs) in the Case of Breast Carcinoma,
2013, Winzer et al. Diagnostic Pathology, 56, p 1-8.
15. Lelmini MV, Heber E, Schwint AE, Cabrini RL, Itoiz ME, AgNOR are
Sensitive Markers of Radiation Lesions in Squamous Epithelia, 2000, Journal
of Dental Research, 79(3), p 850-6.
16. Hall JA, Knaus JV. The Encyclopedia of Visual Medicine Series: An Atlas of
Breast Disease, USA: The Parthenon Publishing Group; 2005. Chapter 2
Anatomy of the Breast; p.5-10.
17. Lester SC. The Breast. In: Kumar V, Abbas AK, Aster JC, editors Robbins
and Cotran Pathologic Basic of Disease, 9th Edition. Philadelphia: Saunders;
2015.p 1051-67.
18. Rosai J. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. 10th Edition. Volume 1.
Missouri: Mosby Elsevier; 2011. Chapter 20, Breast; p.1681-710.
19. Molawi DW, Practice of Surgical Pathology, Breast. Springer; 2008. p 179-
90.

Universitas Sumatera Utara


49

20. Rosen PP. Rosen’s breast pathology. 3rd edition. Lippicontt Williams %
Wilkins; 2009. Chapter 26. p.606-9.
21. Gabriel M, Stephenie W, Nora T, Alexandra AC, Armen P, et al,
Fibroepithelial Breast Lesion Diagnosed by Core Needle Biopsy Demonstrate
a Moderate Rate of Upstaging to Phyllodes Tumors, Department of Surgery,
Department of Pathology, McGill university Health Centre, Montreal, QC,
Canada, The American Journal of Surgery 2017.
22. Elemam IBY, Elsheikh MA, Elnour AMA, Elhaleem HMMA, Alobaid AEA,
Assessment of Proliferation Activity by Using Nucleolar Organiser Regions
Count Among Sudanese Patients with Prostate Cancer and Benign Prostate
hyperplasia. J Pharm Biomed Sci.2015; 05(11): p 863-6.
23. Rita R, Delyuzar, Laksmi LI, Korelasi Ekspresi Histokimia AgNOR dan
Imunohistokimia Ki-67 dengan Grading Prostate Adenocarcinoma. IOP
Conference Series: Earth and Environmental science 2018, 125(1).
24. Allianto R, Soekimin, Laksmi LI, Perbedaan Nilai Rerata AgNOR antara
Hiperplasia Endometrium Non-Atipik, Endometrioid Intraepitelial Neoplasia,
dan Karsinoma Endometrioid Endometrium. Parpex-Indian Journal of
Research 2018, 7(9): p 33-4.
25. Hendrianto, Lubis MND, Lukito JS. Perbedaan Tampilan Imunohistokimia
p63 antara Neoplasia Intraepitel Prostat dengan Adenokarsinoma Prostat.
Majalah Patologi. 2012; 21(1): p 8-13.
26. Khanna A, Patil R, Desmukh A. Assessment of the Potential of Pathological
Stains in Human Prastate Cancer. Journal of Clinical and Diagnostic research;
2014 Jan, 3(1): p 124-8.
27. Aggarwal T, Sawke N. Application of AgNORs Staining in Distinction of
Non Neoplastic and Neoplastic Endometrial Lesions. People’s Journal of
Scientific Research 2015; 8(1): p 23-7.
28. Torabi N S, Kheradmand P. Differentiation between Prostatic Carcinoma and
Benign Prostatic Hyperplasia by AgNOR Staining. MJIRI. 1999; 12(4): p
333-8.

Universitas Sumatera Utara


50

29. Mulazim HB, Shahida N, Saeed AK, Ihsanulla H, Shahida P, Modified


Method of AgNOR Staining for Tissue and Interpretation in Histopathology,
Department of Pathology and Medicine, King Edward Medical University and
Mayo Hospital, Lahore, Pakistan. Int. J. Exp. Path. (2007), 88, p 47–53.
30. Ploton D, Menager M, Jeannesson P, Pigeon F, Adnett JJ, Improvement in the
Staining of the Argyrophilic Proteins of the Nucleolar Organizer Regions at
the Optical Levels. Hitched J. 18, p 5-14.
31. Karim RZ, Garega SK, Yang YH, Spillane A, Camalt H, Scolyer RA, et al.
Phyllodes tumours of the breast: A Clinicopathological Analysis of 65 Cases
from a Single Institution. Breast (Edinburgh, Scotland). 2009;18(3): p 165-70.
32. Flynn LW, Borgen PI. Phyllodes tumor: About this rare cancer. Community
Oncology. 2006;3: p 46-8.
33. Calhoun KE, et al. Phyllodes tumors. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M,
Osborne CK, editors. Diseases of the breast. 4th ed. Lipincott Williams &
Wilkins; 2009. p 781-92.
34. Juanita, Sungowati NK. Malignant Phyllodes Tumour of the Breast. Indon J
Med Sci. 2008;1: p 101-4.
35. Tan EY TH, Hoon TP, Yong WS, Wong HB, Go WH et al. Reccurent
Phyllodes Tumours of the Breast: Pathological Features and Clinical
Implications. ANZ J Surg 2006;76(6): p 476-80.
36. Minkowitz S ZM, MaioV, Nicastri AD. Cystosarcoma Phyllodes: A Unique
Case with Multiple Unilateral Lesions and Ipsilateral Axilary Metastasis. The
Journal of Pathology and Bacteriology. 2005;96(2): p 514-17.
37. Rosen P. Fibroepithelial Neoplasms. Rosen P, editor Lippincott Williams and
Wilkins; 2009.
38. Tan PH, Jayabaskar T, Chuah KL, Lee HY, Tan Y, Hilmy M, et al. Phyllodes
Tumors of the Breast: The Role of Pathologic Parameters. American Journal
of Clinical Pathology. 2005 April 1, 2005;123(4): p 529-40.

Universitas Sumatera Utara


51

39. Chaney AW PA, Marsha D, Zagars GK, Pisters PWT, Pollock RE et al


Primary Treatment of Cystosarcoma Phyllodes of the Breast Cancer. 2000;
89(7): p 1502-11.
40. Margaret IL. Giant Breast Tumors: Surgical Management of Phyllodes
Tumors, Potential for Reconstructive Surgery and a Review of Literature.
World Journal of Surgical Oncology 2008;6:117.
41. Elangovan T, Mani NJ, Malathi N, Argyrophilic Nucleolar Organizer Regions
in Inflamatory, Premalignant, and Malignant Oral Lesion: A Quantitative
Assesment, Indian J Dent Res. 2008; 19(2): p 141-6.
42. Abassi F, Yekta Z, Lotfinegad S, Khurani G, Differentiation of
Keratoacanthoma from Squamous Cell Carcinoma by Argyrophilic Nucleolar
Organizer Regions (AgNOR) staining. Pakistan Journal of Medical Science,
2010, 26(1): p 123-5.
43. Levan M, John RL, Ralph LK, Eric BH. Evaluation of Cell Proliferation in
Rat Tissue with BrdU, PCNA, Ki67(MIB-5) Immunohistochemistry and
insitu Hybridization for Histone mRNA. Journal of Histochemistry and
Cytochemical, 2003, 51(12): p 1681-8.
44. Machala MB, Musiatowicz B, Cylwik J, Reszec J, Augustynowicz A,
AgNOR, Ki67, and PCNA Expression in Fibroepithelial Tumour of the Breast
in Correlation with Morphological Features, Folia Morphol, 2004, Vol 63
No.1, p 133-5.
45. Rao KM, Behura A, Cytological and Correlation of Benign and Malignant
Lesions with Differentiation of Benign and Malignant Lesions by AgNOR
Counts, J Evid Based Med. Healthc. 2018, Vol 5 No.05, p 3173-7.
46. Rajeevan K, Aradivan Kp, Kumari BC. Value of AgNORs in Fine Needle
Aspiration Cytology of Breast Lesions. Indian J Pathol Microbiol 1995; 38(1):
p 17-24.
47. Raymond WA, Leong AS. Nucleolar Organizer Regions Relate to Growth
Fractions in Human Breast Carcinoma. Human Pathol 1989; 20(08): p 741-6.

Universitas Sumatera Utara


52

48. Giri DD, Nottingham JF, Lawry J. Silver-binding Nucleolar Organizer


Regions (AgNORs) in Benign and Malignant Breast Lesions: Correlation with
Ploidy and Growth phase by DNA Flow Cytometry. J Pathol 1989; 157(4): p
303-13.
49. Guillot E, Couturaud B, Reyal F. Management of Phyllodes Breast Tumours.
Breast J. 2011; 17(2): p 129-137.
50. Tsang AK, Chan SK, Lam CC. Phyllodes Tumours of the Breast-
Differentiating Features in Core Needle Biopsy, Histopathology. 2011; 59(4):
p 600-8.
51. Tan PH, Thike AA, Tan WJ, Predicting Clinical Behaviour of Breast
Phyllodes Tumours: A Nomogram Based on Histological Criteria and
Surgical Margins. J Clin Pathol. 2012; 65(1): p 69-76.

Universitas Sumatera Utara


53

Lampiran 1: Ethical Clearance

Universitas Sumatera Utara


54

Lampiran 2: Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


55

Universitas Sumatera Utara


56

Lampiran 3: Surat tanda bukti telah dilakukan pembacaan ulang slaid

Judul Penelitian : Perbandingan Nilai Proliferasi Histokimia Argyrophilic


Nucleolar Organizing Regions (AgNORs) pada Tumor
Phyllodes Jinak, Borderline, dan Ganas.
Nama : Rizmeyni Azima

Nim : 157041134

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinik Patologi Anatomik

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Telah dilakukan pembacaan ulang slaid pada:

Hari/Tanggal : Senin/22 April 2019

Didampingi oleh : dr. Joko S.Lukito, Sp.PA(K)

Dr.dr.Lidya Imelda Laksmi, M.Ked.(PA), Sp.PA

Universitas Sumatera Utara


57

Lampiran 4: Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan HE dan AgNOR

No Tumor HE, 40x HE, 400x AgNOR, 1000x


Phyllo-
des

1 Jinak

2 Border-
line

3 Ganas

Universitas Sumatera Utara


58

Lampiran 5: Hasil Analisis Statistik

Usia

Statistic Std. Error


Usia Mean 41.89 2.302
95% Confidence Lower Bound 37.21
Interval for Mean Upper Bound
46.56

5% Trimmed Mean 41.81


Median 42.00
Variance 185.398
Std. Deviation 13.616
Minimum 12
Maximum 74
Range 62
Interquartile Range 23
Skewness .076 .398
Kurtosis -.266 .778

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Usia .131 35 .137 .982 35 .836

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 34 97.1 97.1 97.1
Laki-laki 1 2.9 2.9 100.0
Total 35 100.0 100.0

Diagnosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Benign PT 15 42.9 42.9 42.9
Borderline PT 8 22.9 22.9 65.7
Malignant PT 12 34.3 34.3 100.0
Total 35 100.0 100.0

Descriptives
Diagnosis Statistic Std. Error
AgNOR Benign PT Mean 1.5933 .03604
95% Confidence Lower Bound 1.5160
Interval for Mean Upper Bound
1.6706

Universitas Sumatera Utara


59

5% Trimmed Mean 1.5831


Median 1.5600
Variance .019
Std. Deviation .13957
Minimum 1.43
Maximum 1.94
Range .51
Interquartile Range .15
Skewness 1.340 .580
Kurtosis 1.674 1.121
Borderline PT Mean 4.3400 .35877
95% Confidence Lower Bound 3.4916
Interval for Mean Upper Bound
5.1884

5% Trimmed Mean 4.3144


Median 4.1700
Variance 1.030
Std. Deviation 1.01476
Minimum 3.33
Maximum 5.81
Range 2.48
Interquartile Range 2.05
Skewness .428 .752
Kurtosis -1.664 1.481
Malignant PT Mean 6.9717 .12634
95% Confidence Lower Bound 6.6936
Interval for Mean Upper Bound
7.2497

5% Trimmed Mean 6.9902


Median 7.1100
Variance .192
Std. Deviation .43766
Minimum 6.10
Maximum 7.51
Range 1.41
Interquartile Range .70
Skewness -.667 .637
Kurtosis -.475 1.232

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Diagnosis Statistic df Sig. Statistic df Sig.
AgNOR Benign PT .214 15 .062 .882 15 .051
Borderline PT .206 8 .200(*) .872 8 .159
Malignant PT .167 12 .200(*) .933 12 .411

Universitas Sumatera Utara


60

Test of Homogeneity of Variances


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
27.431 2 32 .000

ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 193.627 2 96.813 323.118 .000
Within Groups 9.588 32 .300
Total 203.214 34

Robust Tests of Equality of Means


Statistic(a) df1 df2 Sig.
Welch 814.530 2 12.199 .000

Multiple Comparisons
Games-Howell

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean
Diagnosis Diagnosis Difference (I-
J) Std. Error Sig. Upper Bound Lower Bound
Benign PT Borderline
-2.74667(*) .36058 .000 -3.8035 -1.6899
PT
Malignant
-5.37833(*) .13138 .000 -5.7259 -5.0307
PT
Borderline Benign PT
2.74667(*) .36058 .000 1.6899 3.8035
PT
Malignant
-2.63167(*) .38037 .000 -3.6991 -1.5643
PT
Malignant Benign PT
5.37833(*) .13138 .000 5.0307 5.7259
PT
Borderline
2.63167(*) .38037 .000 1.5643 3.6991
PT

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai