TESIS
Disusun oleh:
Rizmeyni Azima
NIM. 157041134
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik
Patologi Anatomik
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Disusun oleh:
Rizmeyni Azima
NIM. 157041134
iii
NIM : 157041134
iv
Rizmeyni Azima
NIM : 157041134
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
judul “PERBANDINGAN NILAI PROLIFERASI HISTOKIMIA
ARGYROPHILIC NUCLEOLAR ORGANIZING REGION (AgNOR) PADA
TUMOR PHYLLODES JINAK, BORDERLINE, DAN GANAS.” Tesis ini adalah
salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Kedokteran Patologi Anatomik dalam
Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinis pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum
dan seluruh jajaran yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Program Magister Kedokteran Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas Kedokteran Univesitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy
Safruddin Rambe, Sp.S(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Klinik di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Dr. dr. Rodiah Rahmawati,
M.Ked.(Oph), Sp.M(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi
Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada pembimbing I
(dr. Joko S. Lukito, Sp.PA(K)), dan pembimbing II (Dr. dr. Lidya Imelda
Laksmi, M.Ked.(PA), Sp.PA) yang penuh perhatian dan kesabaran telah
vi
vii
Akhir kata, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih perlu
mendapatkan koreksi dan masukan untuk kesempurnaannya. Segala masukan dan
saran akan penulis terima dengan besar hati. Semoga penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis,
Rizmeyni Azima
Nim: 157041134
viii
ix
xi
xii
xiii
1. Ethical clearance
2. Surat Izin Penelitian
3. Surat tanda bukti telah dilakukan pembacaan ulang slaid
4. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan HE dan AgNOR
5. Hasil Analisis Statistik
xiv
Latar Belakang: Tumor phyllodes bersifat bifasik, karena tersusun dari sel stroma
neoplastik dan kelenjar yang dilapisi epitel. Namun, unsur stroma tumor ini lebih
seluler dan berjumlah banyak. Tumor ini jauh lebih jarang dijumpai daripada
fibroadenoma dan timbul de novo, dan bukan dari suatu tumor fibroadenoma
sebelumnya. Perubahan buruk yang dikhawatirkan ganas adalah peningkatan
selularitas stroma, anaplasia, aktivitas mitosis tinggi, ukuran tumor cepat meningkat,
dan tepi yang infiltratif. Insidensi kejadian tumor phyllodes <1% dari seluruh
neoplasma payudara yaitu 0,3-0,5%, dengan insidensi paling banyak terjadi pada usia
30 hingga 40 tahun.
Tujuan : Untuk mengetahui ekspresi histokimia AgNOR pada tumor phyllodes
payudara yang bersifat jinak, borderline, dan ganas.
Bahan dan Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk
menganalisis nilai rerata AgNOR pada 35 sampel, yang terdiri 15 sampel tumor
phyllodes jinak, 8 sampel tumor phyllodes borderline, dan 12 sampel tumor phyllodes
ganas. Sampel penelitian berupa blok parafin yang dipotong dan dilakukan
pewarnaan AgNOR. Titik-titik AgNOR dihitung pada 100 inti sel dan dijumlahkan,
kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai mean AgNOR (mAgNOR). Nilai
mAgNOR yang didapatkan dianalisis dengan perangkat lunak statistik.
Hasil: Nilai mAgNOR antar ketiga kelompok lesi didapatkan perbedaan yang
bermakna (p<0,001). Analisis nilai mAgNOR antar 2 kelompok lesi yaitu antara
tumor phyllodes ganas dengan jinak (5,37 (5,03-5,72)), antar tumor phyllodes ganas
dengan borderline (2,63 (1,56-3,69)), dan antar kelompok lesi tumor phyllodes
borderline dengan jinak (2,75 (1,69-3,8)), semuanya ditemukan bermakna (p<0,001).
Simpulan: Nilai mAgNOR tumor phyllodes ganas memiliki nilai rerata paling tinggi,
diikuti oleh tumor phyllodes borderline, dan tumor phyllodes jinak memiliki nilai
mAgNOR yang paling rendah.
xv
xvi
PENDAHULUAN
3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dipakai oleh ahli patologi dalam
penentuan diagnosis dan digunakan pada pasien dalam pemeriksaan awal.
5. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian
selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1. Anatomi payudara dengan penampang melintang (Dikutip dari Hall
and Knaus, 2005)
Terdapat dua tipe sel yang melapisi duktus dan lobulus. Sel-sel mioepitel
kontraktil mengandung miofilamen yang tersusun dengan pola meshlike pada
membran basal. Sel ini membantu pengeluaran susu selama menyusui dan
menyokong struktur lobulus. Sel-sel epitel luminal melapisi sel-sel mioepitel. Hanya
sel-sel luminal lobular mampu menghasilkan susu. Terdapat juga dua tipe stroma
pada payudara. Stroma interlobularis terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang bercampur
dengan jaringan lemak. Stroma intralobularis membungkus asinus dari lobulus dan
terdiri dari sel-sel yang menyerupai fibroblast yang berespon spesifik pada payudara
secara hormonal.18
Gambar 2.3. Payudara normal.TDLU terdiri dari kelompokan sel yang menyerupai
anggur, dengan duktus (mata panah) sebagai batang dan lobulus sekretorius (panah)
sebagai anggur.Struktur yang bulat dan berbatas tegas merupakan tanda lesi
noninvasif. B. Payudara jinak selalu terdiri dua lapisan, bagian luar terdiri dari sel
mioepitel (panah) dan sel epitel pada bagian luar (mata panah). (Dikutip dari Molavi
DW, 2008).
Sekitar 75% drainase limfatik adalah ke nodus limfatik aksila dengan sebagian besar
sisa 25% ke nodus limfatik mamaria interna dan limfatik kulit. Kelenjar getah bening
sentinel pada payudara (sentinel node) terbagi atas dua bagian besar yaitu:
1) Axillary (ipsilateral)
Axillary (ipsilateral): interpectoral node (Rotter) dan kelenjar getah bening (KGB)
sepanjang vena aksila dan cabangnya yang dibagi menjadi:
Level I (low axilla), KGB lateral ke batas lateral dari otot pectoralis minor
Level II (mid-axilla), dibawah pectoralis minor muscle, KGB antara batas medial
dan lateral dari otot pectoralis minor dan KGB interpectoral (Rotter)
Level III (Apical axilla), KGB medial kebatas medial otot pectoralis minor yang
ditunjuk sebagai subklavikular atau apikal. Kelenjar getah bening interpektoralis
(Rotter’s nodes) ditemuka antara pectoralis mayor dan minor muscle
2) Internal mammary (ipsilateral). KGB didalam ruang intercostal sepanjang tepi dari
tulang dada didalam fasia endotoraks (endothoracic). KGB ini ditemukan dekat dengan
pembuluh darah mamaria interna. Drainase limfatik berjalan dari KGB mamaria
internal ke KGB interkosta yang terletak posterior sepanjang vertical column serta area
subpektoralis dan subdiafragma.18
Gambar 2.5. Anatomi kelompok kelenjar getah bening payudara (Hall and Knaus, 2005).
komponen epitel dan komponen mesenkim (disebut juga komponen stroma) yang
secara kuantitatif mendominasi dan berperan dalam memberikan gambaran
makroskopis. Penggabungan berbagai lesi ini menjadi satu kelompok didasarkan
kepada gambaran lesi dan gambaran klinis. Menurut WHO terdapat dua kategori
utama yaitu fibroadenoma dan tumor phyllodes. Gambaran histolopatologis
fibroadenoma dan tumor phyllodes mempunyai pola yang sama yaitu terdapatnya
hubungan yang erat antara komponen epitel dan komponen stroma dimana komponen
stroma berasal dari stroma interlobular yang memberikan pola karakteristik seperti
miksoid (myxoid-like appearance).1,4,5
Tumor phyllodes merupakan lesi fibroepitelial yang jarang dijumpai,
dengan insidensi sekitar 1% dari seluruh tumor payudara dan 2,5 % dari tumor
fibroepitelial payudara. Gejala klinis dan prognosis tumor phyllodes sangat berbeda
dengan yang dimiliki oleh fibroadenoma. Pasien dengan tumor phyllodes biasanya
10 hingga 20 tahun lebih tua dari pasien dengan fibroadenoma, dengan usia rata-rata
44 tahun, dan tumor phyllodes sering lebih besar ukurannya daripada fibroadenoma.1
Sangat sedikit pasien dengan usia kurang dari 25 tahun. Walaupun demikian, dapat
terjadi pada usia dewasa muda bahkan pada usia remaja, dan oleh karena itu,
diagnosis tidak dapat berdasarkan umur. Pada negara-negara Asia usia rata-rata 41
tahun.2 Mengingat perbedaan dalam manajemen dan perilaku klinis antara
fibroadenoma dan tumor phyllodes, akurat diagnosis preoperatif sangat penting.
Tumpang tindih fitur histologis dan lesi sinkron mungkin membuat perbedaan ini
menarik pada waktu tertentu, terutama dalam sampel. Fibroadenoma dan tumor
phyllodes, meskipun serupa dalam beberapa hal, dianggap berbeda dalam mekanisme
molekuler mereka sehubungan dengan inisiasi dan progresi tumor. Berbagai
penelitian tambahan telah disarankan untuk membantu dalam diferensiasi
fibroadenoma dan tumor phyllodes, dan juga dalam subklasifikasi tumor phyllodes
menjadi kategori prognostik yang signifikan, seperti jinak, borderline, dan ganas.5-8
yang homogen. Hemoragi atau nekrosis mungkin terjadi hadir dalam lesi besar.1,5,7
Banyak tumor phyllodes berukuran besar dan beberapa diantaranya memiliki dimensi
yang sangat besar, tapi ada juga dijumpai tumor dengan diameter 5 cm.3
gambaran penyerta dengan fibroadenoma dapat ditemukan pada 40% kasus tumor
phyllodes. Pada tumor phyllodes jinak mempunyai gambaran khas stroma
menunjukkan sel-sel stroma yang terkondensasi pada daerah periduktal dengan
aktivitas mitosis yang sangat banyak ditemukan disekitar periduktal. Pada daerah
stroma dapat ditemukan degenerasi miksoid dengan daerah yang mengalami
pseudoangiomatous stroma hyperplasia (PASH) dapat ditemukan pada beberapa
kasus, dan dapat pula ditemukan perubahan lipomatous, (leiomyomatous,
1,17,18
cartilaginous dan osseous stromal metaplasia).
Jumlah mitosis, derajat selularitas, dan atipikal sel merupakan gambaran yang
penting adalah menentukan gradasi tumor phyllodes. Pada gradasi malignant, stroma
dapat menyerupai gambaran fibrosarkoma serta daerah sarcomatous menyerupai
liposarcoma, myosarcoma bahkan osteosarcoma. Penentuan gradasi tumor dapat
ditentukan berdasarkan kriteria WHO 2012.1,18
Eksisi komplit dengan batas-batas bebas sel tumor dan diikuti dengan follow-
up yang baik merupakan terapi yang dianggap paling baik untuk tumor phyllodes
bahkan pada banyak kasus diperlukan eksisi luas dengan batas sayatan mengambil
bagian jaringan yang secara makroskopis normal, mengambil batas sayatan dari
tumor dengan jarak 2 cm untuk tumor yang berukuran kecil (<5cm), dan 5 cm untuk
tumor dengan ukuran besar (>5 cm). Jika tumor sudah sangat besar dan tidak dapat
dihasilkan kosmetik yang baik, diperlukan total mastektomi. Diseksi kelenjar getah
bening dilakukan hanya bila diduga telah menyebar secara klinis. Tidak ada bukti
yang menunjukkan adanya perbaikan dengan adjuvant kemoterapi maupun
radioterapi. Respon kemoterapi dan radioterapi untuk rekurensi maupun metastasis
tidak baik, dan perlunya manipulasi hormonal masih dalam perdebatan. Diagnosis
yang akurat dibutuhkan untuk mengoptimalkan penatalaksanaan klinis dan
menghindari tatalaksana yang tidak berkaitan dengan penyakit.1,15,17,19
selularitas dan atypia nucleus secara ringan. Mitosis jarang dijumpai, biasanya kurang
dari 5 per 10 lapangan pandang besar. Sulit untuk membedakan tumor phyllodes jinak
dari seluler fibroadenoma karena peningkatan selularitas stroma adalah fitur yang
menonjol dari keduanya. Namun, perbedaan antara keduanya penting karena
penatalaksanaan dan prognosisnya berbeda. Pola leaf-like yang khas dari tumor
phyllodes tidak terlihat dalam seluler fibroadenoma dan, jika ada, adalah setempat
dan tidak berkembang dengan baik. Salah satu kesulitan adalah terdapat ciri yang
mirip fibroadenoma dapat dilihat pada kasus-kasus khas tumor phyllodes. Histologi
heterogenitas dalam selularitas stromal dan struktur pada tumor phyllodes lebih sulit
dibedakan antara tumor phyllodes dan seluler fibroadenoma pada biopsi inti.
Sejumlah penelitian telah mencoba untuk menentukan fitur histologis tumor
phyllodes yang berguna dalam memprediksi tumor phyllodes pada eksisi bedah dan
perilaku klinis.5,20,21
Selularitas stroma dikategorikan sebagai ringan, sedang, atau ditandai, dan
dinilai di daerah seluler. Ambang batas untuk seluleritas stroma ringan belum
terdefinisi dengan baik. Jacobs et al., telah mempertimbangkan sedikit peningkatan
selularitas stromal sebagai sekitar dua kali seluleritas dari stroma perilobular normal,
tanpa stroma nuklei yang muncul untuk menyentuh satu sama lain. Dengan definisi
ini, mereka menemukan semua spesimen biopsi inti dengan sedikit peningkatan
selularitas stromal (n = 4) adalah fibroadenoma pada eksisi.4,5
Data menunjukkan bahwa ambang batas untuk selularitas stroma rendah.
Lee et al., mendefinisikan selularitas stroma sebagai peningkatan ringan setidaknya
50% dari stroma di tumor phyllodes dibandingkan dengan typical fibroadenoma yang
khas. Dalam penelitian mereka, tingkat kesesuaian untuk diagnosis tumor phyllodes
pada biopsi jarum inti dan spesimen bedah lebih tinggi (36 dari 50; 72%), dan
penilaian fitur ini dilakukan dengan baik oleh 4 ahli patologi. Dalam penelitian lain
oleh Yasir et al., peningkatan selularitas stromal didefinisikan sebagai adanya
kelompokan stromal nucleus atau tumpang tindih.3,4
Diagnosis banding utama untuk tumor phyllodes jinak adalah fibroadenoma
yang ditunjukkan oleh pola pertumbuhan intracanalicular, dan perbedaan ini kadang-
kadang bisa dinilai, harus memiliki lebih banyak stroma seluler dengan pembentukan
proses seperti daun. Derajat hypercellularity stroma itu diperlukan untuk memenuhi
syarat tumor phyllodes pada batas bawahnya sulit untuk ditentukan, tetapi stroma
sebagian besar hadir di seluruh lesi, atau menyertai gambaran daun, untuk memenuhi
syarat sebagai tumor phyllodes jinak. Meningkatnya selularitas stromal yang
berdekatan epitel, pada epitelial-stroma, sering muncul pada tumor phyllodes. Proses
leaf-like dapat ditemukan di intracanalicular fibroadenoma dengan hiposeluler
seragam dan stroma edema, tetapi jumlahnya sedikit dan seringkali tidak beraturan.
Perbedaan yang tepat antara tumor phyllodes jinak dan fibroadenoma mungkin sulit,
terutama membedakan fibroadenoma seluler dari tumor phyllodes yang jinak.1,3,4
Diferensiasi ini mungkin tidak menjadi signifikan karena klinis serupa hasil dalam
hal kekambuhan yang dilaporkan, diagnosis fibroadenoma lebih baik bila ada
ambiguitas histologis, untuk menghindari overtreatment.1-5
Gambar 2.11. Gambaran histologi dari tumor phyllodes jinak: (A) Dilatasi kelenjar
yang khas dengan pola “leaf-like” dan proliferasi stroma intracanalicular yang
berlebihan (B) pushing margins; and (C and D) Proliferasi stroma spindel sel tanpa
pleomorfisme inti yang signifikan atau mitosis (HE, dengan pembesaran 3 20 [A], 3
40 [B], 3 100 [C], and 3 200 [D]).6
mitosis untuk diagnosis tumor phyllodes borderline telah secara jelas didefinisikan
sebagai 5 hingga 9/10 LPB dalam klasifikasi WHO tahun 2012.1,2
Dalam sebuah penelitian oleh Ang et al., ekspresi gen yang
menggambarkan 29 tumor phyllodes menunjukkan bahwa 2 kasus borderline yang
diklasifikasikan secara histologis memiliki profil ekspresi mirip dengan kelompok
jinak dan ganas. Dua kasus ini menunjukkan selularitas stroma moderate dan atypia,
yang secara focally infiltratif berbatasan. Mitosisnya adalah 2/10 LPB dalam profil
dengan kelompok jinak dan rata-rata ≥ 9/10 LPB pada kelompok dengan gambaran
ganas. Pengamatan ini menunjukkan bahwa aktivitas mitosis mungkin merupakan
parameter penting di antara fitur histologis. Studi korelasi histologis dan molekuler
lebih lanjut akan membantu dalam redefining fitur untuk grading tumor. Persentase
tumor phyllodes borderline berkisar dari 12% hingga 26% dalam seri penelitian yang
berbeda. Tingkat kekambuhan lokal telah dilaporkan 14% hingga 25%. Ada laporan
yang meneliti tentang tumor phyllodes borderline yang mengalami metastasis,
walaupun jarang, namun kejadian ini belum dikarakterisasi dengan baik.3,4,6
Beberapa penulis menganjurkan menggunakan istilah "neoplasma
fibroepitelial jinak", dengan alasan kesulitan dalam penegakan diagnosis. Tumor
phyllodes ganas mungkin hampir sama dengan sarkoma payudara murni. Dalam
kasus seperti itu, diagnosis tergantung pada epitel sisa struktur. Namun, dampak
klinisnya kedua entitas ini tampak sama.1,3,6
Tumor stroma periduktal (juga disebut oleh beberapa penulis sebagai
stromal periduktal "Sarkoma", meskipun istilah netral "Tumor" lebih disukai) adalah
entitas secara histologis, tumpang tindih dengan tumor phyllodes, perbedaan yang
utama adalah tidak adanya gambaran daun. Terdiri dari proliferasi sel spindel yang
terlokalisasi disekitar tubulus yang terbuka. Progresi kearah tumor phyllodes klasik
telah dilaporkan, menunjukkan bahwa itu mungkin bagian yang sama. Karsinoma
metaplastik juga termasuk diferensial diagnosis, tetapi imunohistokimia epitel
membantu menegakkan diagnosis, meskipun hati-hati, harus dilaksanakan dalam
menafsirkan ekspresi keratin fokal dalam sampel yang terbatas.1,7
Gambar 2.12. Gambaran histologi tumor phyllodes borderline: (A) biphasic tumor
mirip dengan tumor phyllodes jinak (B) Batas yang infiltratif dengan sarang-sarang
dari sel tumor menginvasi jaringan payudara yang ada; (C) stromal overgrowth
dengan cellular stroma; dan (D) moderate pleomorfisme inti dan mitosis (rata-rata 6
per 10 LPB pada kasus ini) (hematoxylin-eosin, pembesaran 3 40 [A and B], 3 100
[C], and 3 400 [D]).6
Gambar 2.13. A. Stromal cellularity tampak pada area peri-epithelial pada tumor
phyllodes borderline. B. Tumor phyllodes ganas menunjukkan pleomorfisme sel-sel
stroma yang berat. C. Aktivitas mitosis yang cepat didapati pada sel-sel stroma pada
tumor phyllodes ganas.1
tumor phyllodes yang ganas tetap tidak pasti, sedangkan karsinoma metaplastik
diterapi dengan neoadjuvant atau kemoterapi adjuvant dan pembedahan termasuk
biopsi kelenjar getah bening sentinel. Sarkoma primer pada payudara sangat jarang.
Mayoritas sarkoma pada payudara timbul sebagai komponen tumor phyllodes yang
ganas. Beberapa sarkoma mamaria yang tidak dapat dibedakan secara morfologis
tidak dapat dibedakan dengan tumor phyllodes yang ganas pada core biopsy, terutama
ketika tidak ada komponen epitel. Namun, manajemen klinis dari 2 entitas ini yang
didiagnosis pada core biopsy adalah serupa. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa pasien dengan sarkoma payudara primer memiliki kelangsungan hidup yang
identik dan tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan untuk pasien dengan
tumor phyllodes yang ganas. Laporan menunjukkan bahwa sekitar 10% hingga 15%
tumor phyllodes adalah ganas. Tingkat kekambuhan lokal berkisar antara 15% hingga
40%, dan 9% hingga 27% dari tumor phyllodes ganas bermetastasis ke organ distal.
Sebagian besar pasien dengan metastasis tidak respon terhadap kemoterapi standar
dan meninggal dalam waktu 3 tahun dari pengobatan awal.3,4,5
Metastasis dapat muncul secara bersamaan saat pasien datang atau paling
tidak hingga 12 tahun ke depan. Metastasis dapat menyebar secara hematogen,
menyebar ke paru-paru (66%), tulang (28%), otak (9%) dan pada kasus yang lebih
jarang pada hati dan jantung (8%). Tumor ini dapat disertai dengan pembesaran
kelenjar getah bening regional, walaupun tanpa sel tumor.5,12,13
Tidak banyak penelitian yang melaporkan adanya metastasis ke kelenjar
getah bening. Treves pada 33 kasus, hanya melaporkan 1 kasus metastasis ke
kelenjar getah bening aksila. Noris dan Taylor dari 94 pasien, 16 pasien mengalami
pembesaran kelenjar getah bening namun hanya 1 kasus yang terbukti secara
histologi mengalami metastasis. Reinfus menemukan 11 kasus pembesaran kelenjar
getah bening dari 55 kasus, namun hanya 1 kasus yang menunjukkan metastasis.
Minkowitz juga melaporkan satu kasus dengan metastasis ke kelenjar aksila.15-17
Tumor phyllodes ganas mungkin hampir sama dengan sarkoma payudara
murni. Dalam kasus seperti itu, diagnosis tergantung pada struktur sel epitel yang
ada. Namun, dampak klinis kedua entitas ini tampak sama. Tumor phyllodes
Gambar 2.15. Gambaran histologi tumor phyllodes ganas: (A) Tumor bifasik dengan
heterogenitas stroma yang menunjukkan area stroma yang selluler (atas kanan) dan
area paucicellular (bawah kiri); (B) stromal overgrowth yang berat dengan stroma
selluler menunjukkan pleomorfisme inti yang berat; (C) gambaran pleomorfisme inti
dan stroma yang hampir sama dengan komponen epitelial (D) mitosis mudah
dijumpai (dengan rerata 18 per 10 LPB, and Ki-67 index 20%) (HE, dengan
pembesaran 3 40 [A], 3 10 [B and C], and 3 200 [D]).6
Tabel 2.1 Gambaran histologi tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas.1
2.4. AgNOR
Nucleolar organizing regions (NORs) merupakan lokus genetik pada
kromsom yang terdiri dari DNA ribosom (rDNA) dan protein, yang sebagian memiliki
karakteristik argirofilik. NORs ini berada pada nucleolus sel pada lengan pendek
kromosom akrosentris 13, 14, 15, 21, dan 22.22-25 Karena molekul RNA merupakan
lokasi utama sintesis protein, maka jumlah NORs mungkin mencerminkan aktivitas
nukleus dan seluler.24
Perak berikatan dengan lokasi rDNA yang aktif secara transkripsional atau
sebelumnya telah ditranskripsi, tetapi memiliki sisa rRNA nonhustone-associated
protein (NOR-associated protein/NORAP).22,26 Protein bersifat asam (misalnya C23,
B23, dan mungkin RNA polymerase 1) dan mengandung gugus sulfidril dan karboksil
berlebihan yang mungkin menyebabkan presipitasi ion perak.25 Oleh karena itu,
NORs yang terwarnai perak dan protein yang terkait NOR argirofilik disebut
Estrogen >>
Selularitas stroma
ringan, mitosis Proliferasi stroma dan epitel
ringan (<5/LPB) kelenjar
Selularitas stroma
marked dan diffuse,
Membentuk struktur leaf-like pleomorfisme inti
sel, dan mitosis
(≥10/LPB)
Tumor phyllodes
Tumor phyllodes jinak Tumor phyllodes borderline ganas
Pewarnaan histokimia
AgNORs
28
3.3.2. Sampel
n = Z α2 p.q
d2
n = 1,962 x 0,1 x 0,9 = 34,6 35
0,12
dimana:
Jadi, sampel minimal yang diperlukan pada penelitian adalah 34,6 dibulatkan
menjadi 35 sampel.
sebagai sebagai tumor phyllodes payudara jinak, borderline, dan ganas dengan
kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua blok parafin dari jaringan yang
didiagnosis sebagai tumor phyllodes payudara jinak, borderline, dan ganas secara
histopatologi adekuat dan representatif setelah dilakukan pewarnaan hematoxyllin-
eosin (HE) dan pewarnaan AgNOR.
Data rekam medik pasien yang didiagnosis sebagai tumor phyllodes payudara di
Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU, Unit Patologi
Anatomik RSUP H. Adam Malik, dan Unit Patologi Anatomik RSU Pirngadi
Medan.
Tumor phyllodes
payudara jinak,
borderline, dan ganas
Pewarnaan AgNOR
2. Tumor phyllodes borderline adalah tumor phyllodes yang mungkin memiliki fokus
invasif yang terbatas, sering mitosis (5-9 / 10 LPB), selularitas stroma moderate,
dan atypia stroma. Overgrowth Stromal biasanya tidak ada.1,2
3. Tumor phyllodes ganas ditandai oleh selularitas stroma dan pleomorfisme inti,
pertumbuhan stromal berlebihan dan ≥10 mitosis per 10 LPB. Dan/atau terdapat
malignant heterologous elements 1,2
4. AgNOR tertampil sebagai titik-titik hitam di dalam latar belakang inti yang
kekuningan. Penilaian kuantitas dilakukan pada sel-sel yang masih dalam keadaan
baik, mengeksklusi area dari nekrosis tumor, pewarnaan artefak, serta sel-sel yang
tumpang tindih. Titik-titik hitam dihitung pada inti dari 100 sel/kasus dan jumlah
rerata dari titik-titik diambil untuk tiap kasus (mAgNOR).26,27
Gambar 3.2. Low variability dari ukuran, jumlah, dan lokasi AgNOR dalam inti sel.13
Prosedur kerja pada penelitian ini berdasarkan penelitian dari Ploton et al.30
1. Nomor label slaid dan blok parafin yang telah didiagnosis sebagai tumor phyllodes
secara histopatologi pada tahun 2015-2018 dicari melalui perangkat lunak pencari
data di Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU, Unit Patologi
Anatomik RSUP H. Adam Malik Medan, dan Unit Patologi Anatomik RSU
Pirngadi Medan.
2. Setelah slaid dan blok parafin didapatkan, dua orang ahli patologi dan peneliti akan
memeriksa dan mengevaluasi ulang slaid histopatologi. Kelompokan atau fokus-
fokus kelenjar kemudian dievaluasi dengan perangkat indomicro. Bila memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi maka akan dibagi sampel menjadi kelompok tumor
phyllodes jinak, borderline, dan ganas.
3. Blok parafin kemudian dipotong ulang dan dilakukan pewarnaan AgNOR dengan
cara :
- Deparafinisasi blok parafin (preparat) dengan xylen sebanyak 3 kali, masing-
masing 3 menit.
- Rehidrasi preparat dengan menggunakan etanol 100%, etanol 95% dan etanol
70% masing-masing selama dua menit, satu menit, dan terakhir dengan air
selama satu menit.
- Imersikan preparat dalam buffer natrium sitrat (pH 6,0).
- Inkubasi preparat didalam autoklaf pada suhu 120⁰C (tekanan 1,1 – 1,2 bar)
selama 20 menit.
2 bagian larutan perak nitrat 25% dalam suhu 37⁰C selama 11 menit.
Jenis kelamin
Perempuan 34 97,1
Laki-laki 1 2,9
Diagnosis
Tumor Phyllodes jinak 15 42,9
Tumor Phyllodes borderline 8 22,9
Tumor Phyllodes ganas 12 34,2
Total 35 100
35
Kasus tumor phyllodes jinak pada penelitian ini berkisar pada rentang usia 12-
63 tahun dengan sebagian kasus berada di kelompok rentang usia 40-50 tahun,
sedangkan tumor phyllodes borderline berkisar di rentang usia 20-65 tahun, dan
tumor phyllodes ganas pada rentang usia 17-74 tahun. Usia dari sampel-sampel pada
penelitian ini berkisar dari 12 tahun hingga 74 tahun. Dengan rerata usia 41,89 ±
13,61 tahun. Sedangkan untuk jenis kelamin, pada penelitian ini didapati bahwa
hampir semua sampel yang ada berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 34
sampel (97,1%), yang berjenis kelamin hanya 1 sampel (2,9%). Untuk tumor
phyllodes jinak, pada penelitian ini didapati sebanyak 15 sampel (42,9%), tumor
phyllodes borderline sebanyak 8 sampel (22,9%), dan tumor phyllodes ganas
sebanyak 12 sampel (34,2%).
Berdasarkan WHO, distribusi penderita tumor phyllodes jinak adalah sebesar
60-75%, tumor phyllodes borderline 15-20%, dan penderita tumor phyllodes ganas
sebesar 10-20%.
4.1.2 Sebaran Nilai mAgNOR pada Tumor Phyllodes Jinak, Borderline, dan
Ganas
Evaluasi pewarnaan histokimia AgNOR pada sampel-sampel tumor phyllodes
payudara dapat berupa titik-titik yang terwarnai homogen dan berukuran kecil, atau
berbentuk regular atau ireguler dan terkadang berbentuk gumpalan. Titik-titik AgNOR
terletak didalam nucleolus dan terwarnai coklat kehitaman berbentuk bulat hingga
oval. Sisa dari inti terwarnai coklat kekuningan. Pada tumor phyllodes jinak, titik-titik
AgNOR tampak lebih halus dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada tumor
phyllodes borderline dan ganas. Selanjutnya jumlah titik-titik AgNOR dapat
ditentukan pada tiap inti sel pada stroma dan dilakukan pada 100 inti sel hingga
didapatkan nilai mAgNOR. Nilai mAgNOR dikalkulasi untuk tiap kasus dan
didapatkan nilai rerata kelompok.
8.00
6.00
AgNOR
4.00
2.00 14
4
Gambar 4.1 Box Plot sebaran nilai mAgNOR pada kelompok lesi sampel
Pada penelitian ini, berdasarkan diagram box plot, didapati bahwa sebaran
nilai mAgNOR pada kelompok lesi adalah berbanding lurus, yang berarti bahwa
semakin ganas lesi pada tumor phyllodes, maka nilai mAgNOR akan semakin tinggi.
Beberapa penelitian sebelumnya pada berbagai tipe tumor menunjukkan bahwa lesi
ganas mempunyai jumlah titik AgNOR yang lebih banyak dibandingkan tipe yang
jinak. Penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar tumor phyllodes ganas
memiliki jumlah titik AgNOR yang lebih banyak dibandingkan tumor phyllodes jinak
dan borderline.
Nilai mAgNOR dari lesi-lesi sampel berkisar dari 1,43 (tumor phyllodes jinak)
hingga 7,51 (tumor phyllodes ganas). Pada kelompok sampel tumor phyllodes jinak
didapatkan nilai mAgNOR yang berkisar dari 1,43 sebagai nilai terendah dan 1,94
sebagai nilai tertinggi, dimana nilai median mAgNOR adalah 1,56. Pada kelompok
sampel tumor phyllodes borderline nilai median mAgNOR adalah 4,17 dengan
sebaran nilai 3,33 hingga 5,81. Kelompok sampel tumor phyllodes ganas memiliki
nilai median mAgNOR sebesar 7,11 dan nilai mAgNOR terendah 6,10 sedangkan nilai
tertinggi adalah 7,51.
Tabel 4.2 Perbandingan mAgNOR pada Tumor Phyllodes Jinak, Borderline, dan
Ganas
mAgNOR
Diagnosis N p
Rerata ± SB
Total 35
Antara kelompok lesi dan nilai mAgNOR kemudian dilakukan uji korelasi
untuk menentukan kekuatan korelasi antara kedua variabel. Dari uji statistik tampak
bahwa perbedaan nilai mAgNOR antara kelompok lesi sampel adalah bermakna.
Untuk tumor phyllodes jinak didapati nilai rerata mAgNOR adalah 1,59 ± 0,14, tumor
phyllodes borderline 4,34 ± 1,01, dan untuk tumor phyllodes ganas nilai rerata
mAgNOR-nya adalah 6,97 ± 0,44.
Tabel 4.3 Perbandingan nilai mAgNOR antar Kelompok Lesi Tumor Phyllodes
Jinak, Borderline, dan Ganas
Perbedaan IK95%
Tumor Phyllodes p
rerata Minimum Maksimum
Terdapat perbedaan nilai mAgNOR antar kelompok lesi tumor phyllodes jinak,
borderline, dan ganas dengan p <0,001 dan Indeks Kepercayaan (IK) 95%. Secara
klinis, terdapat perbedaan nilai mAgNOR antar kelompok tumor phyllodes ganas
dengan phyllodes jinak dengan perbedaan rerata 5,37. Antar kelompok tumor
phyllodes ganas dengan borderline terdapat perbedaan rerata 2,63. Sedangkan antara
kelompok tumor phyllodes borderline dan jinak terdapat perbedaan rerata 2,75.
4.2 Pembahasan
Insidensi dari tumor phyllodes payudara sangat jarang, dengan insidensi
paling banyak terjadi pada usia 30 hingga 40 tahun, bahkan pada satu penelitian
melaporkan tumor phyllodes terjadi pada usia yang lebih tua, yaitu 45-54 tahun.7 Tan
et al., melaporkan bahwa tumor phyllodes adalah 6,92% dari seluruh keganasan di
payudara dan terjadi pada usia yang lebih muda, yaitu 25-30 tahun.1 Pada studi ini
rerata usia penderita adalah 41,89 ± 13,61 tahun dengan usia termuda adalah 12
tahun, dan usia tertua adalah 74 tahun. Dan paling banyak terjadi pada usia 12-63
tahun (Tabel 4.1).
Karim et al., melaporkan bahwa walaupun jarang ditemukan, namun pernah
dilaporkan tumor phyllodes terjadi pada laki-laki.31 Hal ini sejalan dengan penelitian
ini dimana dari 35 sampel yang diteliti, terdapat satu sampel yang berjenis kelamin
laki-laki (2,9%), sedangkan 34 sampel yang lainnya berjenis kelamin perempuan
(97,1%). Frekuensi kejadian tumor ini berdasarkan perubahan gambaran
histopatologinya adalah 75% jinak, 16% borderline, dan 9% ganas.31 Tan et al.,
melaporkan bahwa proporsi relatif untuk tumor phyllodes jinak adalah 60-75%,
borderline 15-20%, dan ganas sebesar 10-20%.1 Xiaofang et al., dalam penelitiannya
melaporkan dari 52 pasien terdapat 64% tumor phyllodes jinak, 25% borderline, dan
6% ganas.6 Sejalan dengan penelitian lain yang melaporkan sekitar 50%-70% tumor
bersifat jinak, 20%-36% borderline, dan 10%-20% adalah tumor phyllodes ganas.49-51
Sedangkan dari penelitian ini didapati tumor phyllodes jinak sebanyak 15 sampel
(42,9%), borderline sebanyak 8 sampel (22,9%), dan ganas sebanyak 12 sampel
(34,3%). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya deteksi dini,
keterlambatan penanganan dari penderita yang menderita penyakit tumor phyllodes,
dan rekurensi dari penyakit ini.
Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa perubahan klonaliti pada sel stroma
mengarah ke bentuk tumor phyllodes yang bersifat jinak dan progresi perubahan
menjadi monoclonal pada sel epitelial maupun stroma pada borderline dan ganas.7
Sekitar 10-40% tumor jenis ini memiliki risiko rekurensi lokal dan menyebar secara
sistemik.5 Hal ini menguatkan hasil penelitian mengapa keterlambatan penanganan
dari penderita dan rekurensi tumor dapat menyebabkan persentase keganasan menjadi
meningkat.
Penelitian pada 8.567 pasien tumor payudara pada tahun 1969 sampai 1993
hanya menemukan 31 kasus tumor phyllodes (0,37%). Secara keseluruhan 2,1 kasus
per satu juta wanita, sangat jarang pada laki-laki. Sebagian besar kasus tumor
phyllodes terjadi pada dekade ke-4, jarang pada remaja, dapat terjadi pada semua
umur. Tumor biasanya jinak namun dapat terjadi rekurensi lokal dan terkadang dapat
menyebar secara sistemik; jarang bilateral (baik sinkronous atau metakronous).32-34
Manifestasi klinis tumor phyllodes umumnya unilateral, tunggal, tidak nyeri,
dengan benjolan yang dapat teraba. Tumor tiba-tiba muncul dan terus membesar, atau
berupa benjolan yang awalnya menetap lalu bertambah besar dalam beberapa bulan
terakhir. Pada pemeriksaan fisik payudara, tumor phyllodes berupa benjolan lunak
dan bulat, mirip fibroadenoma, namun berukuran besar (>2-3 cm).32,33 Sebagian besar
tumor phyllodes berupa massa berbentuk bulat sampai oval, multinodular, tanpa
kapsul yang jelas.33
Tumor dapat terlihat jelas jika cepat membesar. Pembesaran cepat tidak selalu
mengindikasikan sifat ganas. Terlihat mengkilat dengan permukaan kulit seperti
teregang disertai pelebaran vena permukaan kulit. Pada kasus-kasus yang tidak
tertangani dengan baik, dapat terjadi luka borok kulit akibat iskemi jaringan.
Walaupun perubahan kulit seperti layaknya pada tumor payudara selalu menunjukkan
tanda-tanda keganasan, namun tidak pada tumor phyllodes, borok pada kulit dapat
terjadi pada jenis lesi jinak, borderline ataupun ganas. Retraksi puting tidak umum
terjadi. Ulserasi mengindikasikan nekrosis jaringan akibat penekanan tumor yang
besar. Tumor yang berukuran besar juga dapat menyebabkan nekrosis dengan
perdarahan.5,32,33
Beberapa penelitian sebelumnya menemukan tumor berukuran kurang dari 5
cm, oleh karena itu, diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan ukuran
tumor. Celah-celah yang memanjang (leaf-like appearance) pada penampang
merupakan tanda khas tumor phyllodes.34 Pada penelitian ini didapati rerata ukuran
tumor adalah 21,85 cm, dengan rentang 6-35 cm. Pada tumor phyllodes jinak rentang
ukuran tumor sebesar 6-25 cm, borderline 12-15 cm, dan tumor phyllodes ganas 15-
35 cm. Calhoun et al., dalam penelitiannya mendapati bahwa ukuran tumor phyllodes
berkisar antara 1-40 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
tumor phyllodes berukuran besar, walaupun demikian, ada juga tumor phyllodes yang
berukuran kecil. Pada penelitian yang dilakukan oleh Flynn et al., dan Calhoun et al.,
dilaporkan bahwa tumor phyllodes umumnya berukuran besar (>2-3 cm).32,33,35 Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian ini dimana didapati ukuran tumor phyllodes adalah
berkisar antara 6-35 cm.
Pada penelitian ini penulis melakukan pewarnaan AgNOR pada sampel-
sampel tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas dengan tujuan untuk
meningkatkan akurasi diagnosis sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan dengan
tepat, juga untuk meningkatkan kepercayaan pada ahli patologi, apabila terdapat
kekurangan ketersediaan alat ataupun ketidakmampuan penderita dari segi ekonomi
phyllodes ganas sebesar 4,98.44 Rao et al., dalam penelitiannya mendapatkan nilai
AgNOR pada tumor phyllodes jinak sebesar 3,2, phyllodes borderline 5,6, dan
phyllodes ganas memiliki nilai AgNOR sebesar 5,37±0,32.45,51 Penelitian yang
dilaporkan oleh Hena et.al, menyatakan bahwa nilai mAgNOR untuk fibroadenoma
payudara adalah 2,6 ± 0,59, untuk fibrocystic change sebesar 2,98 ± 0,79, dan nilai
mAgNOR untuk infiltrating ductal carcinoma payudara adalah sebesar 6,1 ± 2,16.11
Iin et al., melaporkan nilai AgNOR pada lesi jinak payudara sebesar 2,96 ± 0,72, lebih
rendah dibandingkan dengan nilai 4,0 ± 1,42 pada tumor ganas payudara.12
Penelitian ini menunjukkan bahwa tumor phyllodes ganas memiliki nilai
mAgNOR tertinggi dibandingkan phyllodes jinak dan borderline. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Machala et al., Rao et al., yang menyatakan
bahwa nilai AgNOR pada tumor phyllodes ganas lebih tinggi dibandingkan dengan
tumor phyllodes jinak dan borderline. Hena et al., dan Iin et al., juga melaporkan
bahwa nilai mAgNOR pada lesi ganas di payudara lebih tinggi daripada lesi jinak.
Machala et al., juga menyatakan bahwa nilai AgNOR dapat dipakai untuk menilai
proliferasi dari suatu tumor, dan memiliki nilai AgNOR yang tidak jauh berbeda
berbeda pada tiap kelompok tumor. Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang
memiliki nilai mAgNOR yang tidak jauh berbeda pada tiap kelompok.
Pada penelitian ini terdapat perbedaan nilai mAgNOR antar kelompok lesi
tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas dengan p<0,001 dan Indeks
Kepercayaan (IK) 95%. Secara klinis, terdapat perbedaan nilai mAgNOR antar
kelompok tumor phyllodes ganas dengan phyllodes jinak dengan perbedaan rerata
5,37. Antar kelompok tumor phyllodes ganas dengan borderline terdapat perbedaan
rerata 2,63. Sedangkan antara kelompok tumor phyllodes borderline dan jinak
terdapat perbedaan rerata 2,75 (tabel 4.3).
Penilaian mAgNOR pada sampel payudara yang dilakukan oleh Machala et
al., Rao et al., Hena et al., dan Iin et al., menunjukkan menunjukkan perbedaan nilai
yang sangat berarti antara nilai mAgNOR pada lesi jinak payudara dan lesi ganas
payudara. Proliferasi yang cepat merupakan bagian dari agresifitas pertumbuhan sel
kanker. Pada penelitian ini didapati nilai mAgNOR pada tumor phyllodes jinak adalah
paling rendah, diikuti oleh tumor phyllodes borderline, dan yang paling tinggi adalah
nilai mAgNOR pada tumor phyllodes ganas. Machala et al., menyatakan bahwa nilai
AgNOR paling tinggi pada tumor phyllodes ganas dibandingkan pada tumor phyllodes
jinak dan borderline, dan nilai AgNOR dapat digunakan untuk menilai proliferasi dari
lesi tumor.44 Menurut Mourad et al., nilai AgNOR merupakan cerminan dari
agresifitas biologis dari kanker payudara.41 Selanjutnya Egan et al., menyatakan nilai
AgNOR merupakan gambaran aktivitas proliferasi sel kanker.42 Pada penelitian yang
lain dinyatakan bahwa nilai AgNOR dapat digunakan untuk mengelompokkan
diferensiasi jaringan kanker yang tidak dapat dilakukan dengan pewarnaan HE yang
berasal dari biopsy kecil dan jaringan yang tidak mempunyai pola tertentu.43
Berdasarkan uraian diatas, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pewarnaan histokimia AgNOR dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis tumor
phyllodes jinak, borderline, dan ganas, dimana pewarnaan histokimia AgNOR ini
menunjukkan hasil uji diagnosis yang cukup kuat dan dapat dipercaya.
5.1 Simpulan
45
5.2 Saran
Pewarnaan AgNOR dianjurkan untuk digunakan sebagai pewarnaan dalam
membantu mendiagnosis tumor phyllodes jinak, borderline, dan ganas, selain dari
pewarnaan HE karena teknik pewarnaan AgNOR ini tidaklah memerlukan keahlian
khusus, fasilitas untuk pewarnaan ini juga tersedia dengan mudah, teknik
pemeriksaan lebih sederhana, dengan harga terjangkau, sehingga hasil pemeriksaan
lebih akurat dan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
10. Sewha K, Ji YK, Do HK, Woo HJ, Ja SK, Analysis of Phyllodes Tumour
Recurrence According to the Histologic Grade, 2013, Breast Cancer Res
Treat, Vol.141 p 353-63.
11. Hena AA, Ghazala M, Veena M, Shahid AS, Evaluation of AgNOR Scores in
Aspiration Cytology Smears of Breast Tumors, 2008, Journal of Cytology,
25(3).
12. Iin K, Soetrisno E, Yulian ED, Ramli I, Alatas Z, et al., Studi Nilai AgNOR
dan MIB-1 pada Kanker Payudara yang Ditangani dengan Operasi, 2012,
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 1(3), p 102-9.
13. Iin K, Budiningsih S, Andrijono, Irwan R, Cholid B, AgNOR Sebagai Marker
Proliferasi dalam Penilaian Respon Awal Radiasi pada Kemoradioterapi
Kanker Serviks, 2008, Internasional Seminar on Occupational Health and
Safety, p 81-92.
14. Klaus JW, Joachim B, Peter H, Long Term Analysis to Objectify the Tumour
Grading by Means of Automated Microscopic Image Analysis of the
Nucleolar Organizer Regions (AgNORs) in the Case of Breast Carcinoma,
2013, Winzer et al. Diagnostic Pathology, 56, p 1-8.
15. Lelmini MV, Heber E, Schwint AE, Cabrini RL, Itoiz ME, AgNOR are
Sensitive Markers of Radiation Lesions in Squamous Epithelia, 2000, Journal
of Dental Research, 79(3), p 850-6.
16. Hall JA, Knaus JV. The Encyclopedia of Visual Medicine Series: An Atlas of
Breast Disease, USA: The Parthenon Publishing Group; 2005. Chapter 2
Anatomy of the Breast; p.5-10.
17. Lester SC. The Breast. In: Kumar V, Abbas AK, Aster JC, editors Robbins
and Cotran Pathologic Basic of Disease, 9th Edition. Philadelphia: Saunders;
2015.p 1051-67.
18. Rosai J. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. 10th Edition. Volume 1.
Missouri: Mosby Elsevier; 2011. Chapter 20, Breast; p.1681-710.
19. Molawi DW, Practice of Surgical Pathology, Breast. Springer; 2008. p 179-
90.
20. Rosen PP. Rosen’s breast pathology. 3rd edition. Lippicontt Williams %
Wilkins; 2009. Chapter 26. p.606-9.
21. Gabriel M, Stephenie W, Nora T, Alexandra AC, Armen P, et al,
Fibroepithelial Breast Lesion Diagnosed by Core Needle Biopsy Demonstrate
a Moderate Rate of Upstaging to Phyllodes Tumors, Department of Surgery,
Department of Pathology, McGill university Health Centre, Montreal, QC,
Canada, The American Journal of Surgery 2017.
22. Elemam IBY, Elsheikh MA, Elnour AMA, Elhaleem HMMA, Alobaid AEA,
Assessment of Proliferation Activity by Using Nucleolar Organiser Regions
Count Among Sudanese Patients with Prostate Cancer and Benign Prostate
hyperplasia. J Pharm Biomed Sci.2015; 05(11): p 863-6.
23. Rita R, Delyuzar, Laksmi LI, Korelasi Ekspresi Histokimia AgNOR dan
Imunohistokimia Ki-67 dengan Grading Prostate Adenocarcinoma. IOP
Conference Series: Earth and Environmental science 2018, 125(1).
24. Allianto R, Soekimin, Laksmi LI, Perbedaan Nilai Rerata AgNOR antara
Hiperplasia Endometrium Non-Atipik, Endometrioid Intraepitelial Neoplasia,
dan Karsinoma Endometrioid Endometrium. Parpex-Indian Journal of
Research 2018, 7(9): p 33-4.
25. Hendrianto, Lubis MND, Lukito JS. Perbedaan Tampilan Imunohistokimia
p63 antara Neoplasia Intraepitel Prostat dengan Adenokarsinoma Prostat.
Majalah Patologi. 2012; 21(1): p 8-13.
26. Khanna A, Patil R, Desmukh A. Assessment of the Potential of Pathological
Stains in Human Prastate Cancer. Journal of Clinical and Diagnostic research;
2014 Jan, 3(1): p 124-8.
27. Aggarwal T, Sawke N. Application of AgNORs Staining in Distinction of
Non Neoplastic and Neoplastic Endometrial Lesions. People’s Journal of
Scientific Research 2015; 8(1): p 23-7.
28. Torabi N S, Kheradmand P. Differentiation between Prostatic Carcinoma and
Benign Prostatic Hyperplasia by AgNOR Staining. MJIRI. 1999; 12(4): p
333-8.
Nim : 157041134
1 Jinak
2 Border-
line
3 Ganas
Usia
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Usia .131 35 .137 .982 35 .836
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 34 97.1 97.1 97.1
Laki-laki 1 2.9 2.9 100.0
Total 35 100.0 100.0
Diagnosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Benign PT 15 42.9 42.9 42.9
Borderline PT 8 22.9 22.9 65.7
Malignant PT 12 34.3 34.3 100.0
Total 35 100.0 100.0
Descriptives
Diagnosis Statistic Std. Error
AgNOR Benign PT Mean 1.5933 .03604
95% Confidence Lower Bound 1.5160
Interval for Mean Upper Bound
1.6706
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Diagnosis Statistic df Sig. Statistic df Sig.
AgNOR Benign PT .214 15 .062 .882 15 .051
Borderline PT .206 8 .200(*) .872 8 .159
Malignant PT .167 12 .200(*) .933 12 .411
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 193.627 2 96.813 323.118 .000
Within Groups 9.588 32 .300
Total 203.214 34
Multiple Comparisons
Games-Howell