Anda di halaman 1dari 124

UJI DIAGNOSTIK DERMATOSKOPI PADA PASIEN

KARSINOMA SEL BASAL DI RSUP. H. ADAM MALIK


MEDAN

TESIS

FENNI RINANDA

NIM : 107105001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


UJI DIAGNOSTIK DERMATOSKOPI PADA PASIEN
KARSINOMA SEL BASAL DI RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis
Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

FENNI RINANDA

NIM : 107105001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Tesis : Uji Diagnostik Dermatoskopi Pada Pasien Karsinoma Sel Basal di
RSUP. H. Adam Malik Medan
Nama : dr. Fenni Rinanda
Nomor Induk : 107105001
Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis
Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Remenda Siregar, SpKK) (dr. Sri Wahyuni Purnama, SpKK(K), FINS. DV)
NIP. 196109141989022001 NIP. 196912231999032001

Ketua Departemen Ketua Program Studi

(Prof.Dr.dr. Irma D.Roesyanto-Mahadi, SpKK(K)) (dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))


NIP. 194712241976032001 NIP. 1955012111978112001

Tanggal lulus : 3 November 2014

Universitas Sumatera Utara


1

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : dr. Fenni Rinanda

NIM : 107105001

Tanda tangan :

Universitas Sumatera Utara


2

Uji Diagnostik Dermatoskopi pada Pasien Karsinoma Sel Basal di


RSUP. H. Adam Malik Medan

Fenni Rinanda, Sri Wahyuni Purnama, Remenda Siregar


Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang : . Karsinoma sel basal adalah neoplasma ganas yang timbul dari
sel non keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis. Pemeriksaan
histopatologi untuk mendiagnosis karsinoma sel basal dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan rasa takut. Pemeriksaan dermatoskopi merupakan pemeriksaan
yang tidak invasif, mudah dan cepat dan meminimalkan resiko yang dapat terjadi
pada saat melakukan biopsi.
Tujuan : Mengetahui nilai diagnostik dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma
sel basal.
Metode : Penelitian uji diagnostik menggunakan dermatoskopi untuk mendiagnosis
karsinoma sel basal dengan menggunakan baku emas hasil pemeriksaan
histopatologi. Analisis statistik uji diagnostik untuk menentukan sensitivitas,
spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood
ratio, negative likelihood ratio dan akurasi.
Subjek : Dua belas orang yang diduga menderita karsinoma sel basal berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Hasil : Nilai diagnostik pemeriksaan dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma
sel basal dengan baku emas hasil pemeriksaan histopatologi adalah tinggi.
Pemeriksaan dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal memiliki nilai
sensitivitas sebesar 90%, nilai spesifisitas sebesar 50 %, positive predictive value
sebesar 90% dan negative predictive value sebesar 50%, positive likelihood ratio
0,9 dan negative likelihood ratio 0,2, tingkat akurasi sebesar 83,33%,
Kesimpulan : Pemeriksaan dermatoskopi dapat dijadikan sebagai alat dalam
mendiagnosis karsinoma sel basal.
Kata kunci : Karsinoma sel basal, dermatoskopi, histopatologi.

Universitas Sumatera Utara


3

Dermatoscopy Diagnostic Test on Basal-cell Carcinoma Patience in


the Haji Adam Malik Hospital in Medan

Fenni Rinanda, Sri Wahyuni Purnama, Remenda Siregar


Dermatology Department
University of North Sumatera Medical Faculty
Haji Adam Malik Hospital-Medan

Abstract
Background: Basal-cell carcinoma is a malignant neoplasm appeared from a non-
keratinizing cell which comes from epidermic basal layer. Hispatological test to
diagnose basal-cell carcinoma may give rise to uncomfortability and fear.
Dermatoscopy test, on the other hand, constitutes a non-invasive, easy, and prompt
test which may minimize risks that potentially occurs when conducting a biopsy.

Objective: To find out dermatoscopy diagnostic test values in diagnosing basal-cell


carcinoma.

Method: Diagnostic test study applying dermatoscopy to diagnose basal-cell


carcinoma by utilizing golden standard of hispatological test result. Afterward,
statistical analysis of diagnostic test carried out to determine sensitivity, specificity,
positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, negative
likelihood ratio, and accuracy.

Subject: Twelve patients are suspected suffering basal-cell carcinoma based on


anamnesis and clinical test.

Result: Diagnostic value of dermatoscopy test in diagnosing basal-cell carcinoma


utilizing golden standard of hispatologic test is high. Accordingly, dermatoscopy test
in diagnosing basal-cell carcinoma has a 90 % sensitivity value, 50 % specificity
value, 90 % positive predictive value, and 50 % negative predictive value, 0.9
positive likelihood ratio, 0.2 negative likelihood ratio, and 83.33 % accuracy rate.

Conclusion: Dermatoscopy test is qualified as a diagnostic tool to diagnose basal-cell


carcinoma.

Keyword : Basal cell carcinoma, dermatoscopy, histopathology

Universitas Sumatera Utara


4

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memampukan penulis dalam menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis yang
berjudul: “Uji Diagnostik Dermatoskopi pada Pasien Karsinoma Sel Basal di RSUP.
H. Adam Malik Medan” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Spesialis pada Program Pendidikan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Tidak ada satupun karya tulis dapat diselesaikan seorang diri tanpa bantuan
dari orang lain. Dalam penyelesaian tesis ini, baik ketika penulis melakukan
penelitian maupun saat penulis menyusun setiap kata demi kata dalam penyusunan
proposal dan hasil penelitian, ada banyak pihak yang Tuhan telah kirimkan untuk
membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Yang terhormat dr. Remenda Siregar, SpKK, selaku pembimbing utama penulis,
yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi saran dan koreksi kepada
penulis selama proses penyusunan tesis ini.
2. Yang terhormat dr. Sri wahyuni Purnama, SpKK(K), FINS. DV, selaku
pembimbing kedua, yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberi
masukan, koreksi dan dorongan semangat kepada penulis dan juga sebagai
Sekretaris Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak
membantu saya, senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama
menjalani pendidikan sehari-hari.
3. Yang terhormat Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-
Mahadi, SpKK(K), yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Universitas Sumatera Utara


5

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan juga selalu memberikan


dukungan, bimbingan dan dorongan kepada penulis selama menjalani
pendidikan.
4. Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), sebagai Ketua Program Studi
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara , dan juga sebagai anggota tim penguji yang telah mendidik dan
banyak membantu penulis selama menjalani pendidikan, dan dengan penuh
kesabaran membimbing, memberikan saran dan koreksi kepada penulis selama
penyusunan tesis ini.
5. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. H.
Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister Kedokteran
Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. Yang terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
7. Yang terhormat dr. Oratna Ginting, SpKK sebagai tim penguji, yang telah
memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini.
8. Yang terhormat dr. Ariyati Yosi, M.ked(KK), SpKK sebagai tim penguji, yang
telah memberikan bimbingan dan koreksi atas penyempurnaan tesis ini dan juga
sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang juga telah banyak membantu saya,
senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama menjalani
pendidikan sehari-hari.
9. Yang terhormat Guru besar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Alm. Prof. Dr. dr. Marwali
Harahap, SpKK(K), dan Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), serta seluruh

Universitas Sumatera Utara


6

staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP
H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan, yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing penulis selama
menjalani pendidikan.
10. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medam, Direktur RSUD
Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada
saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.
11. Yang terhormat Dr. Surya Dharma , MPH, selaku staf Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis
dalam metodologi penelitian dan pengolahan statistik selama proses penyusunan
tesis ini.
12. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr.
Pirngadi Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.
13. Yang terhormat semua pasien karsinoma sel basal yang telah terlibat dalam
penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
14. Yang tercinta Ayahanda drs. Arsil Alamsyah, Apt dan Ibunda Meijusna , yang
dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang
luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya, dan tidak bosan-
bosannya memotivasi saya untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Tiada ungkapan yang mampu melukiskan betapa bersyukurnya saya
mempunyai kedua orangtua seperti kalian. Kiranya hanya Allah SWT yang dapat
membalas segala kebaikan kalian.
15. Yang tercinta mertua saya Sentot Toty Soerindra terima kasih atas doa dan
dukungan yang telah diberikan kepada saya selama ini dan Almh. Sri Yuniati,
saat ini hanya doa yang dapat saya panjatkan semoga mendapat tempat sebaik-
baiknya di sisi Allah SWT.
16. Yang terkasih kedua kakak dan abang ipar saya, Mira Armeilia ST, Iwan
Prasetyo SE, MM , Meisil Hardiyani ST dan dr. Qadri Fauzi Tanjung, SpAN

Universitas Sumatera Utara


7

(KAKV), terima kasih atas doa, dukungan dan semua bantuan baik moril maupun
materil yang telah kalian berikan kepada saya selama ini.
17. Yang terkasih suamiku Arindra Yudha Oktoberry, SH, LLM, terima kasih untuk
segala dukungan moril dan materil, perhatian, kebersamaan kita selama ini. Doa
dan semangat darimu merupakan salah satu sumber kekuatan saya dalam
menjalani suka duka masa pendidikan ini.
18. Teristimewa kepada anak-anakku tersayang, Putranda Febranoza Ahmadan dan
Mayadizta Firasd Hafsalia yang telah menjalani motivasi dan inspirasi saya
dalam penyelesaian tesis ini.
19. Yang tersayang teman-temanku, dr. Leny Indriani Lubis, dr. Jamaliyah, dr.
Christia Iskandar, dr. Ivan Tarigan, dr. Indah Atmasari dan seluruh teman sejawat
peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK USU atas segala bantuan, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan
kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan
permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan yang
telah penulis lakukan selama menjalani masa pendidikan dan selama proses
penyusunan tesis.
Dan akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, penulis panjatkan doa kepada
Allah SWT , agar kiranya berkenan untuk memberkati dan melindungi kita semua.
Amin.

Medan, Oktober 2014

Penulis

dr. Fenni Rinanda

Universitas Sumatera Utara


8

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .......................................................................................................... i

ABSTRACT ......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah ............................................................ 1

1.2 Rumusan masalah .................................................................... 4

1.3 Tujuan penelitian ...................................................................... 4

1.3.1 Tujuan umum ................................................................. 4

1.3.2 Tujuan khusus ................................................................. 4

1.4 Manfaat penelitian .................................................................... 5

1.4.1 Bidang akademik atau ilmiah ............................................ 5

1.4.2 Pengembangan penelitian ................................................ 5

Universitas Sumatera Utara


9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma sel basal ................................................................... 6

2.1.1 Defenisi ............................................................................ 6

2.1.2 Epidemiologi ..................................................................... 6

2.1.3 Etiologi ........................................................... ................. 7

2.1.4 Gambaran klinis ............................................................... 12

2.1.5 Histopatologi ..................................................................... 19

2.1.6 Diagnosis ........................................................................... 24

2.1.7 Diagnosis banding ............................................................. 24

2.1.8 Penatalaksanaan ............................................................... 25

2.2 Dermatoskopi ............................................................................. 25

2.3 Kerangka Teori ........................................................................... 38

2.4 Kerangka Konsep ....................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian ........................................................................ 40

3.2 Waktu dan tempat penelitian ...................................................... 40

3.3 Populasi penelitian .................................................................... 40

3.3.1 Populasi target ................................................................. 40

3.3.2 Populasi terjangkau ......................................................... 40

3.3.3 Sampel .............................................................................. 41

Universitas Sumatera Utara


10

3.4 Besar sampel .............................................................................. 41

3.5 Cara pengambilan sampel penelitian .......................................... 41

3.6 Identifikasi variabel..................................................................... 42

3.7 Kriteria inklusi dan eksklusi ....................................................... 42

3.8 Alat dan bahan kerja.................................................................... 42

3.9 Defenisi operasional ................................................................... 45

3.10 Kerangka operasional .................................................................. 48

3.11 Rencana pengolahan dan analisis data......................................... 49

3.12 Ethical Clearance........................................................................ 49

3.13 Jadwal pelaksanaan ..................................................................... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik subjek penelitian ................................................... 51

4.2 Uji diagnostik ............................................................................. 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ................................................................................. 58

5.2. Saran ........................................................................................... 59

5.3. Keterbatasan penelitian ............................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 60

10

Universitas Sumatera Utara


11

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gambaran sonic hedgehog ......................................................... 12


Gambar 2.2 Gambaran tipe nodular karsinoma sel basal ................................. 13
Gambar 2.3 Gambaran ulkus rodent ................................................................. 13
Gambar 2.4 Gambaran karsinoma sel basal berpigmen ................................... 14
Gambar 2.5 Gambaran karsinoma sel basal superfisial ................................... 15
Gambar 2.6 Gambaran karsinoma sel basal morfeaform ................................. 15
Gambar 2.7 Gambaran karsinoma sel basal yang invasi ke periorbital ........... 16
Gambar 2.8 Gambaran karsinoma sel basal yang melibatkan canthus ............ 18
Gambar 2.9 Gambaran histopatologi karsinoma sel basal nodular .................. 20
Gambar 2.10 Gambaran histopatologi karsinoma sel basal mikronodular ........ 20
Gambar 2.11 Gambaran histopatologi karsinoma sel basal dalam dermis ......... 21
Gambar 2.12 Gambaran histopatologi karsinoma sel basal superfisial .............. 22
Gambar 2.13 Gambaran histopatologi karsinoma sel basal morfeaform ........... 23
Gambar 2.14 Gambaran histopatologi Fibroepitelioma pinkus .......................... 23
Gambar 2.15 Algoritma melanositik dan non melanositik ................................. 30
Gambar 2.16 Ilustrasi karsinoma sel basal pada dermoskop .............................. 32
Gambar 2.17 Gambaran dermoskopi spoke wheel areas ................................... 32
Gambar 2.18 Gambaran dermoskopi large blue gray ovoid nests ...................... 33
Gambar 2.19 Gambaran dermoskopi ulserasi ..................................................... 34
Gambar 2.20 Gambaran dermoskopi arborizing vessels .................................... 35
Gambar 2.21 Gambaran dermoskopi multiple blue gray globules ...................... 36
Gambar 2.22 Gambaran dermoskopi area seperti daun ...................................... 37
Gambar 2.23 Kerangka teori ............................................................................... 38
Gambar 2.24 Kerangka konsep ........................................................................... 39

11

Universitas Sumatera Utara


12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Naskah penjelasan kepada pasien/orang tua/keluarga pasien ..... 63

Lampiran 2 : Lembar persetujuan tindakan medis (informed consent) .......... 66

Lampiran 3 : Status penelitian ........................................................................ 68

Lampiran 4 : Ethical clearance ...................................................................... 72

Lampiran 5 : Data pasien ............................................................................... 73

Lampiran 6 : Tabel frekuensi ........................................................................ 90

12

Universitas Sumatera Utara


13

DAFTAR SINGKATAN

DNA : Deoxyribose nucleic acid

FEP : Fibroepitelioma pinkus

HIV : Human immuno deficiency virus

KSB : Karsinoma sel basal

KSS : Karsinoma sel skuamosa

LR+ : Positive likelihood ratio

LR- : Negative likelihood ratio

PPV : Positive predictive value

NPP : Negative predictive value

PTCH : Patched

RSUD : Rumah sakit umum daerah

RSUP : Rumah sakit umum pusat

SMF : Satuan medis fungsional

SMO : Smoothened

SNSB : Sindrom nevus sel basal

SSCP : Single-strand conformation polymorphism

UVB : Ultraviolet B

UV : Ultraviolet

13

Universitas Sumatera Utara


14

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi phototype kulit berdasarkan kerentanan terhadap


resiko terbakarnya kulit di bawah sinar matahari, kemampuan
untuk tanning dan risiko kanker kulit .............................................. 8
Tabel 2.2 Faktor resiko pasien transplantasi menjadi keganasan .................... 10
Tabel 2.3 Diagnosis banding karsinoma sel basal .......................................... 24
Tabel 2.4 Langkah proses pada dermatoskopi ................................................ 31
Tabel 2.5 Kriteria dermatoskopi untuk menganalisis karsinoma sel basal ...... 31
Tabel 3.1 Diagram jadwal penelitian ............................................................... 50
Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin .................. 51
Tabel 4.2 Distribusi subjek penelitian berdasarkan umur ................................ 52
Tabel 4.3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan pekerjaan......................... 52
Tabel 4.4 Distribusi subjek penelitian berdasarkan3 point checklist .............. 53
Tabel 4.5 Distribusi subjek penelitian berdasarkan hasil pemeriksaan
dermatoskopi .................................................................................... 53
Tabel 4.6 Distribusi subjek penelitian berdasarkan gambaran dermatoskopi.. 54
Tabel 4.7 Distribusi subjek penelitian berdasarkan hasil pemeriksaan
histopatologi..................................................................................... 54
Tabel 4.8 Distribusi subjek penelitian pada pemeriksaan dermatoskopi
dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi ........................... 55

14

Universitas Sumatera Utara


2

Uji Diagnostik Dermatoskopi pada Pasien Karsinoma Sel Basal di


RSUP. H. Adam Malik Medan

Fenni Rinanda, Sri Wahyuni Purnama, Remenda Siregar


Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang : . Karsinoma sel basal adalah neoplasma ganas yang timbul dari
sel non keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis. Pemeriksaan
histopatologi untuk mendiagnosis karsinoma sel basal dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan rasa takut. Pemeriksaan dermatoskopi merupakan pemeriksaan
yang tidak invasif, mudah dan cepat dan meminimalkan resiko yang dapat terjadi
pada saat melakukan biopsi.
Tujuan : Mengetahui nilai diagnostik dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma
sel basal.
Metode : Penelitian uji diagnostik menggunakan dermatoskopi untuk mendiagnosis
karsinoma sel basal dengan menggunakan baku emas hasil pemeriksaan
histopatologi. Analisis statistik uji diagnostik untuk menentukan sensitivitas,
spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood
ratio, negative likelihood ratio dan akurasi.
Subjek : Dua belas orang yang diduga menderita karsinoma sel basal berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Hasil : Nilai diagnostik pemeriksaan dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma
sel basal dengan baku emas hasil pemeriksaan histopatologi adalah tinggi.
Pemeriksaan dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal memiliki nilai
sensitivitas sebesar 90%, nilai spesifisitas sebesar 50 %, positive predictive value
sebesar 90% dan negative predictive value sebesar 50%, positive likelihood ratio
0,9 dan negative likelihood ratio 0,2, tingkat akurasi sebesar 83,33%,
Kesimpulan : Pemeriksaan dermatoskopi dapat dijadikan sebagai alat dalam
mendiagnosis karsinoma sel basal.
Kata kunci : Karsinoma sel basal, dermatoskopi, histopatologi.

Universitas Sumatera Utara


3

Dermatoscopy Diagnostic Test on Basal-cell Carcinoma Patience in


the Haji Adam Malik Hospital in Medan

Fenni Rinanda, Sri Wahyuni Purnama, Remenda Siregar


Dermatology Department
University of North Sumatera Medical Faculty
Haji Adam Malik Hospital-Medan

Abstract
Background: Basal-cell carcinoma is a malignant neoplasm appeared from a non-
keratinizing cell which comes from epidermic basal layer. Hispatological test to
diagnose basal-cell carcinoma may give rise to uncomfortability and fear.
Dermatoscopy test, on the other hand, constitutes a non-invasive, easy, and prompt
test which may minimize risks that potentially occurs when conducting a biopsy.

Objective: To find out dermatoscopy diagnostic test values in diagnosing basal-cell


carcinoma.

Method: Diagnostic test study applying dermatoscopy to diagnose basal-cell


carcinoma by utilizing golden standard of hispatological test result. Afterward,
statistical analysis of diagnostic test carried out to determine sensitivity, specificity,
positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, negative
likelihood ratio, and accuracy.

Subject: Twelve patients are suspected suffering basal-cell carcinoma based on


anamnesis and clinical test.

Result: Diagnostic value of dermatoscopy test in diagnosing basal-cell carcinoma


utilizing golden standard of hispatologic test is high. Accordingly, dermatoscopy test
in diagnosing basal-cell carcinoma has a 90 % sensitivity value, 50 % specificity
value, 90 % positive predictive value, and 50 % negative predictive value, 0.9
positive likelihood ratio, 0.2 negative likelihood ratio, and 83.33 % accuracy rate.

Conclusion: Dermatoscopy test is qualified as a diagnostic tool to diagnose basal-cell


carcinoma.

Keyword : Basal cell carcinoma, dermatoscopy, histopathology

Universitas Sumatera Utara


15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB),

karsinoma sel skuamosa (KSS), dan karsinoma adneksa kulit. KSB adalah neoplasma

ganas yang timbul dari sel non keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis.

Tumor ini berkembang lambat dan tidak/jarang bermetastasis. KSB ini merupakan

kanker kulit yang paling sering dijumpai pada manusia. 1,2,3

Di Amerika Serikat setiap tahun 900.000 orang didiagnosis dengan kanker

kulit. Jumlah terbanyak terjadinya kanker kulit adalah di Amerika Selatan dan

Australia, dimana daerah tersebut menerima pancaran radiasi ultraviolet (UV) yang

tinggi. KSB lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dari pada kulit berwarna dan

tumor ini terutama timbul di daerah yang terpapar sinar matahari yang lama. Lebih

sering dijumpai pada pria, perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah dua

kali lipat. Insidennya lebih tinggi pada laki-laki mungkin disebabkan oleh ada faktor

perbedaan pada paparan sinar matahari dan biasanya timbul setelah usia lebih dari 40

tahun. KSB juga dapat terjadi pada anak remaja. Meskipun insiden KSB di dunia

setiap tahun meningkat, namun di Asia insiden KSB masih rendah, seperti terlihat

insiden di Jepang (0,13%), Korea (0,048%) dan di Taiwan (0,015%). Penelitian

15

Universitas Sumatera Utara


16

retrospektif di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP M. Hoesin

Palembang, didapatkan adanya peningkatan insiden KSB primer. Penelitian Toruan

dkk. mendapatkan 20 kasus (0,042%), sedangkan Yahya dkk. mendapatkan 47 pasien

(0,11%). 1-4

Etiologi KSB yaitu paparan sinar UV, terutama spektrum ultraviolet B (UVB)

(290-320 nm) yang dapat menginduksi gen tumor p53. Selain itu faktor lain seperti

umur, ras, genetik, jenis kelamin, radiasi ionisasi, bahan-bahan karsinogenik, trauma

mekanis kulit juga berperan. 1-6

KSB terdiri dari beberapa tipe : KSB nodular, KSB berpigmen, KSB

superfisial, dan KSB morfeaform. KSB di Indonesia yang paling sering dijumpai

adalah tipe KSB nodular. Sepertiga kasus KSB bermanifestasi dalam bentuk nodul

yang mengalami ulserasi pada kepala dan leher.1

Dalam menegakkan diagnosis KSB dapat melalui beberapa cara yang meliputi

dari anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan histopatologis dan dermatoskopi.

Dari anamnesis dijumpai kelainan kulit yang sudah berlangsung lama berupa

benjolan kecil, tahi lalat, luka mudah berdarah dan luka menyembuh kemudian

kambuh kembali. Pada pemeriksaan fisik terlihat nodul atau ulkus yang berwarna

seperti kulit atau bisa hiperpigmentasi. Pada palpasi teraba indurasi. Pada

pemeriksaan histopatologi sifat sel KSB bervariasi, umumnya mempunyai inti yang

besar, oval atau memanjang dengan sedikit sitoplasma. Sedangkan pada dermatoskopi

dapat dijumpai kumpulan yang bentuknya seperti telur berwarna biru ke abuan, titik

16

Universitas Sumatera Utara


17

yang banyak berwarna biru keabuan dan seperti daun. Metode yang paling sering

digunakan di indonesia adalah dengan menggunakan metode pemeriksaan

histopatologi. 1,2,5,6

Dermatoskopi adalah metode diagnostik non invasif, yang semakin dapat

diandalkan dan semakin populer di kalangan ahli kulit, terutama dapat di gunakan

untuk diagnosis banding penyakit kulit berpigmen. Dermatoskopi dapat membantu

memberikan informasi yang berguna, meningkatkan kinerja diagnostik untuk

diagnosis dini dari melanoma dan untuk membedakan pigmen melanositik dan non

melanositik.7-8 Metode ini memiliki berbagai aplikasi potensial lain selain diagnosis,

termasuk seleksi lesi untuk biopsi, penentuan modalitas terapi yang sesuai, verifikasi

keberhasilan pengobatan, dan pengambilan margin bedah. Dermatoskopi lebih

spesifik dan sensitif pada karsinoma sel basal yang membuat diagnosis menjadi lebih

mudah. Dermatoskopi meningkatkan akurasi diagnostik sampai 90%.7

Penelitian yang dilakukan oleh Braun RP dkk menemukan bahwa

dermatoskopi sangat baik untuk menegakkan diagnosis awal dari melanoma maligna

dan diagnosis banding dari lesi berpigmen di kulit.9

Penelitian yang dilakukan oleh Chan GJ dan Ho HHF menemukan bahwa uji

diagnostik pada karsinoma sel basal berpigmen memberikan sensitifitas 97% dan

spesifisitas 93,4%. Hal ini menunjukkan adanya akurasi alat dermatoskopi yang baik

untuk mendiagnosis karsinoma sel basal.10

17

Universitas Sumatera Utara


18

Penelitian uji diagnostik dermatoskopi pada lesi kulit berpigmen yang

dilakukan oleh I Made Wardhana menemukan bahwa gambaran dermatoskopi

berkorelasi dengan gambaran histopatologi, sehingga pemeriksaan dengan

dermatoskopi sangat membantu untuk mendeteksi dini lesi kulit berpigmen.10

Di Indonesia khususnya di Kota Medan belum ada dilakukan uji diagnostik

pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan dermatoskopi terhadap pasien KSB.

Untuk itu penulis berniat untuk melakukan penelitian tersebut agar dapat

membuktikan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan

histopatologi dengan dermatoskopi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana nilai uji diagnostik dermatoskopi dapat digunakan dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui nilai uji diagnostik dermatoskopi dalam menegakkan

diagnosis karsinoma sel basal.

1.3.2 Tujuan Khusus

18

Universitas Sumatera Utara


19

1. Mengetahui nilai sensitifitas dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis

karsinoma sel basal.

2. Mengetahui nilai spesifisitas dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis

karsinoma sel basal.

3. Mengetahui nilai positive predictive value dermatoskopi dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

4. Mengetahui nilai negative predictive value dermatoskopi dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

5. Mengetahui nilai Positive likelihood ratio dermatoskopi dalam menegakkan

diagnosis karsinoma sel basal.

6. Mengetahui nilai Negative likelihood ratio dermatoskopi dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

7. Mengetahui nilai akurasi dermatoskopi dalam menegakkan diagnosis

karsinoma sel basal.

8. Mengetahui hasil histopatologi dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel

basal.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bidang Akademik atau Ilmiah

Membuka wawasan yang lebih mendalam tentang menegakkan diagnosis

karsinoma sel basal dengan menggunakan dermatoskopi.

19

Universitas Sumatera Utara


20

1.4.2 Pengembangan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi data untuk penelitian selanjutnya dalam

menegakkan diagnosis karsinoma sel basal lebih dini (early diagnosis).

20

Universitas Sumatera Utara


21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinoma Sel Basal

2.1.1 Definisi

KSB adalah neoplasma maligna dari non keratinizing sel yang terletak pada

lapisan basal epidermis dan merupakan karsinoma kulit non melanoma terbanyak dan

paling sering ditemukan.1,2,11,12 KSB pertama kali dikemukakan oleh Jacob pada

tahun 1827, yang menyebutnya ulcus rodens. Karsinoma sel basal juga memiliki

nama lain, yaitu basalioma, rodent ulcer, Jacob’s ulcer, rodent carcinoma, dan

epithelioma basocellulare.13 Kanker ini paling sering terjadi dan sebagian besar dapat

dicegah. Kanker ini biasanya tidak bermetastasis, berkembang lambat, invasif, dan

mengadakan destruksi lokal. Kanker ini bila bermetastasis akan menimbulkan

kerusakan yang luas akan tetapi hal ini sangat jarang terjadi. 1,4

2.1.2 Epidemiologi

KSB merupakan sel yang paling umum terjadi di golongan tumor kulit sekitar

70-80%.2 Di Amerika Serikat setiap tahun 900.000 orang didiagnosis dengan kanker

kulit. Di Brasil rasio kasus baru sekitar 56 orang per 100.000 laki-laki dan 61 orang

per 100.000 perempuan. Jumlah terbanyak terjadinya kanker kulit adalah di Amerika

21

Universitas Sumatera Utara


22

Selatan dan Australia, dimana daerah tersebut menerima pancaran radiasi UV yang

tinggi. Rata-rata usia yang beresiko terkena KSB kurang lebih 60 tahun dan jarang

sebelum usia 40 tahun. KSB jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, namun KSB

juga dapat terjadi pada anak remaja. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
1,14
adalah dua kali lipat. Insidensi yang lebih tinggi pada laki-laki ini mungkin

disebabkan oleh faktor perbedaan pada paparan sinar matahari yang disebabkan oleh

pekerjaan, namun perbedaan ini semakin tidak terlalu bermakna seiring dengan

perubahan gaya hidup. Kejadian dan morbiditas tingkat karsinoma sel basal telah

meningkat baru-baru ini lebih dari 4% per tahun di semua negara dan kelas sosial.2,12

Dipercaya bahwa perkembangan KSB terjadi setelah 10 sampai 50 tahun setelah

kerusakan akibat sinar matahari. Gambaran yang berbeda dari paparan sinar matahari

yang merupakan faktor risiko untuk klinis tertentu dan jenis histologi, topografi dan

prognosis tumor ini, namun masih menjadi pendapat yang kontroversial di kalangan

peneliti. Belum ada bukti yang cukup menyatakan bahwa sinar matahari merupakan

penyebab tunggal karsinoma sel basal. KSB umumnya ditemukan pada orang berkulit

putih, jarang pada orang berkulit hitam. Kulit hitam memang memiliki insiden lebih

rendah menderita KSB pada kulit yang terpapar sinar matahari, tetapi pada orang

yang berkulit hitam dimana kulit yang tidak terpapar sinar matahari bila menderita

KSB maka tipenya KSB berpigmen.2,4,14,15,16

2.1.3 Etiologi

22

Universitas Sumatera Utara


23

1) KSB melibatkan adanya paparan sinar UV, terutama spektrum UVB yang dapat

menginduksi mutasi gen tumor P53. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

paparan sinar matahari yang intermittent selama liburan saja, dapat membuat

individu memiliki resiko KSB yang lebih tinggi dibanding orang yang selalu

terpapar sinar matahari karena pekerjaan. Ramini & Bannett melaporkan

peningkatan insiden KSB yang signifikan selama Perang Dunia II pada personil

yang ditempatkan di daerah Asia Pasifik dibandingkan yang di tempatkan di

Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa bulan atau beberapa tahun terkena

paparan sinar UV yang intensif dapat menimbulkan efek merugikan jangka

panjang.1,3,13,17 Radiasi UV adalah penyebab karsinoma sel basal yang paling

penting dan paling sering. Radiasi UVB, yang menyebabkan sunburn, lebih

sering menyebabkan KSB dibandingkan UV gelombang panjang. Oleh karena itu

pengukuran sensitifitas terhadap radiasi sinar matahari sangatlah penting. Maksud

dari istilah sensitifitas terhadap radiasi sinar matahari adalah tipe kulitnya. 7,14,18,19

Dimana standar tipe kulit menurut Fitzpatrick terdapat pada tabel dibawah ini. 1

Tabel 2.1 Klasifikasi phototype kulit berdasarkan kerentanan terhadap resiko


terbakarnya kulit di bawah sinar matahari, kemampuan untuk
tanning, dan risiko kanker kulit

23

Universitas Sumatera Utara


24

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 1

2) Radiasi sinar pengion telah terbukti menghasilkan KSB. Biasanya setelah

terpapar radiasi setelah 20-30 tahun yang lalu. Pada pasien yang mengalami

sindroma karsinoma nevoid sel basal sangat sensitif terhadap efek dari

radiasi sinar pengion ini. 3,13,16,17,19

3) Paparan kronis terhadap arsen melalui air minum, obat-obatan, pekerjaan

dan diet meningkatkan resiko penyakit KSB.3,16,17,18,21

4) Peranan sistem imun dalam patogenesis kanker kulit belum sepenuhnya

dimengerti. Sejumlah studi mengenai imunologi telah dilakukan pada

pasien KSB. Secara umum muncul peningkatan dan agresifitas pada bentuk

kanker kulit tertentu dalam sistemik imunosupresi. Pasien dengan

imunosupresi disertai limfoma atau leukemia, dan pasien yang mendapat

transplantasi organ memiliki insiden KSS yang sangat tinggi, tapi

24

Universitas Sumatera Utara


25

peningkatan insiden KSB hanya sedikit. Bastiaens dkk, menjumpai bahwa

resipien transplantasi organ lebih sering menderita KSB di badan dan di

lengan dibandingkan pasien non-imunosupresi. Pasien dengan infeksi

human immunodeficiency virus (HIV) akan menderita KSB dengan angka

yang sama seperti inidividu yang imunokompeten berdasarkan faktor resiko

yang sama.1,13,17,22 Pengobatan dengan imunosupresan jangka panjang juga

dapat meningkatkan resiko KSB. Oleh karena itu penerima transplantasi

organ atau sel stem mempunyai resiko tinggi sepanjang hayat untuk

menderita KSB. Suatu studi menyebutkan bahwa pasien dengan

transplantasi ginjal mempunyai resiko lebih besar 1,4-1,5 kali dari individu

normal untuk menderita KSB . Hal ini dapat terlihat pada tabel dibawah ini
3,12,13

Tabel 2.2 Faktor resiko pasien transplantasi untuk berkembang menjadi


keganasan kulit

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 3

25

Universitas Sumatera Utara


26

5) Adanya trauma, jaringan parut, dan luka bakar juga dapat menimbulkan KSB.

Untuk KSB biasanya berkembang pada luka bakar yang tidak menggunakan

graft. 12,13,15,17

6) Faktor Genetik yaitu terdapat pada:

a) Kulit tipe 1, rambut kemerahan atau keemasan dengan anak mata berwarna

hijau atau biru telah menunjukkan faktor resiko yang tinggi untuk terjadinya

suatu KSB dengan perkiraan rasio. Perkembangan KSB dilaporkan lebih

sering terjadi setelah freckling pada usia anak dan setelah sunburn hebat pada

usia anak. 12,15,22

b) Xeroderma pigmentosum merupakan penyakit autosomal resesif yang,

dimulai dengan perubahan pigmen dan akhirnya menjadi KSB. Efeknya

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memperbaiki kerusakan DNA

karena UV. Selain itu juga terdapat gangguan pada mata seperti opasitas

kornea, kebutaan, dan defisit neurologis. 12

c) SNSB terjadi disebabkan mutasi pada gen PTCH tumor supresor.1,2 Pada

SNSB KSB muncul pada keadaan autosomal dominan, timbul pada usia

muda. Biasa terdapat odontogenik keratosistik, pitting palmoplantar,

kalsifikasi intrakranial, dan kelainan tulang iga. Biasa juga timbul tumor

seperti meduloblastoma, meningioma, dan ameblastoma. 2,12

d) Sindroma Bazex diturunkan secara X-linked dominan. Pasien sindroma ini

memiliki gambaran adanya KSB yang multipel, artrofoderma folikuler, ostia

folikular yang mengalami dilatasi dengan adanya gambaran parut ice pick,

hipotrikosis dan hipohidrosis.1,2,12

26

Universitas Sumatera Utara


27

e) Terdapat riwayat kanker kulit non melanoma sebelumnya. Insiden kanker

kulit non melanoma adalah 36% pada tiga tahun pertama dan 50% pada lima

tahun kedua setelah diagnosis awal kanker kulit. 1,12

Sedangkan patogenesis dari KSB berkembang pada lapisan sel basal

epidermis. Paparan sinar matahari dapat menyebabkan kerusakan DNA . Sementara

perbaikan DNA menghilangkan sebagian kerusakan yang ditimbulkan UV sehingga

tidak semua lintasan DNA menghilang. Dengan demikian, kerusakan DNA kumulatif

terjadi. Sebuah gen yang umum ditemukan bermutasi dalam KSB adalah gen PTCH.

Sebuah gen mutasi pada kromosom PTCH 9q22.3, yang menghambat jalur sinyal

hedgehog, ditemukan pada pasien dengan sindrom nevus sel basal (sindrom Gorlin).

Demikian pula, mutasi pada gen SMO atau pada jalur hedgehog juga menyebabkan

KSB.

27

Universitas Sumatera Utara


28

Gambar 2.1 : Sebuah representasi


sederhana dari sinyal Sonic
Hedgehog
dan tegak lurus dengan
jalur sinyal Wnt

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan


nomor 13

2.1.4 Gambaran Klinis

Adanya gambaran berupa lesi yang mudah luka dan setelah sembuh kemudian

kambuh kembali dan hal ini terjadi berulang-ulang, harus diwaspadai sebagai kanker

kulit. KSB sering didiagnosis pada pasien yang mengatakan bahwa mereka menderita

lesi yang mudah berdarah kemudian sembuh secara total, namun kambuh kembali.

KSB biasanya timbul pada daerah tubuh yang terpapar sinar matahari di kepala dan

leher, tetapi dapat terjadi dibagian tubuh lainnya. Gambarannya dapat berupa adanya

28

Universitas Sumatera Utara


29

lesi yang dapat bervariasi, tergantung subtipenya, yaitu KSB nodular, superfisial,

morfeaform dan KSB berpigmen, dan Fibroepitelioma Pinkus.1

Terdapat empat bentuk klinis KSB yang banyak ditemukan, yaitu:

2.1.4.1. Karsinoma Sel Basal Nodular

KSB nodular merupakan subtipe KSB yang paling sering dijumpai

(Gambar 2.2).

Gambar 2.2: Gambaran tipe nodular


karsinoma sel basal

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

Subtipe ini paling sering dijumpai pada daerah kepala dan leher yang

terpapar sinar matahari, dan tampak berupa papul atau nodul translucent,

tergantung sudah berapa lama lesi terjadi. Biasanya dijumpai telangiektasia

dan sering pinggirnya meninggi. Lesi yang besar dengan bagian tengah yang

nekrosis sering disebut ulkus rodent (Gambar 2.3). 18,25,26

29

Universitas Sumatera Utara


30

Gambar 2.3: Gambaran


ulkus rodent

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

Bentuk ini dapat melekat di dasarnya apa bila telah berkembang lebih

lanjut. Selain itu KSB bentuk nodulus mudah berdarah dengan trauma ringan

atau apabila krustanya diangkat. Diagnosis banding untuk KSB nodular antara

lain nevus di dermis dan melanoma amelanotik. 1,2,15,25,26

2.1.4.2 Karsinoma Sel Basal Berpigmen

KSB berpigmen merupakan suatu subtipe dari KSB nodular yang

mengalami peningkatan melanisasi. KSB berpigmen tampak berupa nodul

translucent yang hiperpigmentasi, nodul yang translucent yang dapat juga

mengalami erosi. (gambar 2.4).1,15,25,26

30

Universitas Sumatera Utara


31

Gambar 2.4: Karsinoma


sel basal
berpigmen

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

2.1.4.3 Karsinoma Sel Basal Superfisial

KSB superfisial paling sering terjadi di badan dan tampak berupa

bercak eritematosa (sering berbatas tegas) bersisik yang menyerupai eksema,

dapat terjadi ulserasi dan krusta (Gambar 2.5) . Suatu bercak eksema yang

tidak respon terhadap terapi harus dicurigai sebagai KSB superfisial.1,15,22

Gambar 2.5: Karsinoma sel


basal superfisial

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

2.1.4.4. Karsinoma Sel Basal Morfeaform (yang menyebabkan sklerosis)

31

Universitas Sumatera Utara


32

KSB morfeaform merupakan bentuk klinis yang paling penting karena

bersifat agresif dengan plak atau papul yang sklerotik. KSB morfeaform

merupakan varian KSB yang tumbuh agresif dengan gambaran klinis dan

histologi yang berbeda. Bentuk ini sekitar 5% dari jumlah karsinoma sel basal

dan agak sukar didiagnosis dan manifestasinya agak lambat. Lesi KSB

morfeaform bisa tampak berupa lesi berwarna putih gading dan bisa

menyerupai skar atau lesi lebih kecil dari morfea (Gambar 2.6).1,15,22,26

Gambar 2.6: Karsinoma sel basal


morfeaform (yang
menyebabkan sklerosis)

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan


nomor 1

Dengan demikian, adanya lesi seperti jaringan parut ditempat yang

sebelumnya tidak pernah dioperasi, atau adanya skar yang atipikal ditempat yang

sebelumnya tidak ada lesi kulit yang diobati, harus dicurigai kemungkinan adanya

KSB morfeaform dan perlu untuk dibiopsi. 1,15,22

2.1.4.5 Fibroepitelioma Pinkus

32

Universitas Sumatera Utara


33

Pertama kali di jelaskan oleh Pinkus pada tahun 1953. Fibroepitelioma

Pinkus (FEP) biasanya tampak berupa papul merah muda yang biasanya terjadi pada

punggung bawah. Merupakan jenis KSB yang langka. Lesi ini sulit dibedakan

dengan Acrochordon atau Skin tag.1,15,22,26

2.1.4.6 Perilaku Biologis

2.1.4.6.1 Invasi Lokal

Bahaya KSB yang terbesar adalah invasinya (Gambar 2.7).

Gambar 2.7: Karsinoma sel basal


yang invasi ke regio peri orbital
kanan

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 22

Secara umum KSB merupakan tumor yang tumbuh lambat, yang lebih

bersifat invasif lokal dibanding bermetastasis. Pertumbuhan gandanya diperkirakan

terjadi antara 6 bulan sampai 1 tahun. Jika tidak diobati, tumor akan berkembang

menginvasi jaringan subkutan, otot dan bahkan tulang. Struktur anatomi yang

sambung menyambung menyebabkan resistensi yang lemah terhadap progresifitas

tumor. Tumor yang terjadi pada daerah sepanjang sulkus nasofasial atau

33

Universitas Sumatera Utara


34

retroaurikular bisa meluas. Pada satu kasus, seorang pasien diketahui mengalami

pertumbuhan tumor selama 27 tahun berdasarkan pengamatan foto. Lesinya telah

mengenai sebelah wajahnya, termasuk sinus maksilaris, dan diketahui lesi tersebut

sudah mengalami pertumbuhan ganda selama 10 tahun dan kemudian tumbuh cepat

dalam waktu 2 tahun sebelum pasien datang berobat. Keadaan ini berpengaruh pada

terjadinya kecacatan fisik dan psikiatrik pasien tersebut dimana hal ini akan

mempengaruhi penilaian atau masukan untuk memberikan perawatan. Pada kasus

lain, dijumpai KSB dengan ukuran 35 cm pada punggung seorang laki-laki yang

berusia 65 tahun yang timbul kembali setelah eksisi lokal dan terapi sinar X, yang

menyebabkan kompresi tulang belakang. Selain itu ada juga 2 laporan kasus lain

yang menunjukkan KSB yang menyebabkan penekanan sumsum tulang belakang.

Perluasan mematikan ke sistem saraf pusat dari KSB di scalp yang agresif pernah

dilaporkan. 1,12,16

2.1.4.6.2 Invasi Perineural

Invasi perineural jarang terjadi pada KSB dan paling sering terjadi pada lesi

yang agresif secara histologi atau lesi yang recurrent. Dalam sebuah penelitian oleh

Niazi dan Lamberty mengidentifikasikan adanya invasi perineural kurang dari 0,2%

kasus. Pada seri tersebut diketahui bahwa KSB paling sering muncul pada tumor

yang recurrent yang terletak pada daerah pre aurikular atau malar. Ratner dkk,

memperlihatkan adanya insiden yang lebih tinggi pada penelitian mereka (3,8%).

Leibovitch dkk, melaporkan penyebaran perineural pada lebih dari 50% KSB

periokular yang berakhir dengan invasi orbital. Tumor ini membutuhkan bedah yang

ekstensif dan pada sebagian kasus membutuhkan eksenterasi (Gambar 2.8)

34

Universitas Sumatera Utara


35

Gambar 2.8 : Karsinoma sel basal


melibatkan canthus
dapat menyerang
orbit

Dikutip sesuai dengan aslinya dari


kepustakaan nomor 1

Penyebaran perineural dapat disertai rasa nyeri, parestesia, kelemahan atau

paralisis. Adanya gejala neurologi fokal ditempat yang sebelumnya pernah diterapi

untuk kanker kulit harus dicurigai/dipertimbangkan kemungkinan adanya

keterlibatan saraf.1

2.1.4.7 Metastasis

Metastasis KSB jarang terjadi, dengan angka yang hanya berkisar antara

0,0028 % - 0,55%. Keterlibatan nodus limfatik dan paru – paru adalah yang paling

sering terjadi. Von Domarus dkk melaporkan 5 kasus KSB yang bermetastasis,

dimana 3 diantaranya juga telah mengalami invasi perineural atau intravaskular.

Differensiasi skuamosa tidak dijumpai pada tumor primer pada 3 kasus tersebut,

tetapi malah dijumpai pada 2 kasus sisanya. Secara keseluruhan diferensiasi

skuamosa terjadi pada 15% tumor primer atau metastasis dari 170 kasus yang pernah

diamati pada satu penelitian. Gambaran histologi yang agresif, termasuk gambaran

morpheaform, metaplasia skuamosa dan invasi perineural, diidentifikasi sebagai

faktor-faktor resiko untuk metastasis.1,16,17,18,27

35

Universitas Sumatera Utara


36

2.1.5 Histopatologi

Gambaran histopatologi bervariasi sesuai dengan subtipe, tetapi sebagian besar KSB

memiliki beberapa gambaran histologi yang mirip. Sel basal yang maligna mempunyai

nukleus yang besar dan sitoplasma yang relatif kecil. Walaupun nukleus besar, namun tidak

tampak atipikal. Biasanya, gambaran mitotik tidak dijumpai. Sering terjadi retraksi stroma

dari pulau-pulau tumor sehingga memberikan gambaran adanya lakuna peritumor

(peritumoral lacunae) yang sangat membantu untuk diagnosis histopatologi.1

2.1.5.1 Karsinoma Sel Basal Nodular

KSB nodular terjadi pada setengah dari seluruh kasus KSB dan khasnya

dijumpai adanya gambaran nodul-nodul yang besar, sel basofilik dan retraksi stromal

(Gambar 2.9).

Gambar 2.9 : Karsinoma sel basal nodular


ditandai dengan nodul sel basofilik besar
dan retraksi stroma.

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan


nomor 1

Istilah KSB mikronodular digunakan untuk menggambarkan tumor dengan

adanya nodul mikroskopis multipel yang berukuran lebih kecil dari 15µm (Gambar

2.10).

36

Universitas Sumatera Utara


37

Gambar 2.10 : Karsinoma sel basal


mikronodular ditandai
oleh beberapa nodul
mikroskopis lebih kecil
dari

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 1

2.1.5.2 Karsinoma Sel Basal Berpigmen

KSB berpigmen menunjukkan gambaran histologi yang mirip dengan KSB

nodular tapi dengan tambahan adanya melanin. Kurang lebih 75% KSB mengandung

melanosit, tapi hanya 25% nya yang memiliki melanin dengan jumlah yang besar. Sel

melanosit terletak diantara sel tumor dan mengandung sejumlah besar granul melanin

pada sitoplasma dan dendritnya. Walaupun sel tumor mengandung sedikit melanin,

tapi sejumlah populasi melanofag dijumpai di stroma di sekeliling tumor.1

Gambar 2.11 : Dijumpai dalam


dermis,massa tumor
sel basaloid dengan
palisading perifer

Dikutip sesuai dengan aslinya dari


kepustakaan nomor 24

37

Universitas Sumatera Utara


38

2.1.5.3 Karsinoma Sel Basal Superfisial

KSB superfisial secara mikroskopis dapat dilihat dengan adanya sekumpulan

sel maligna yang tersebar dari lapisan basal epidermis yang meluas ke dermis.

Lapisan sel periferal menunjukkan gambaran seperti palisading. Dapat dijumpai

atrofi epidermis dan invasi ke dermis biasanya minimal. Subtipe ini paling sering

dijumpai di badan dan ekstremitas, tapi dapat juga dijumpai di kepala dan leher.

Selain itu dapat dijumpai infiltrat inflamasi kronis di dermis bagian atas.1

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 25

Gambar 2.12: Adanya massa irreguler pada sel basofilik yang luas mulai dari
epidermis sampai ke dermis.

2.1.5.4 Karsinoma Sel Basal Morfeaform

KSB morfeaform atau infiltratif mengandung serangkaian sel tumor yang

terletak diantara stroma fibrosa yang padat. Sel tumor tampak berkelompok dan pada

beberapa kasus, hanya dijumpai 1 penebalan sel. Rangkaian tumor ini meluas kedalam,

38

Universitas Sumatera Utara


39

masuk ke dalam dermis. Kanker ini biasanya lebih besar dibanding yang diperkirakan

dari gambaran klinisnya. KSB recurrent juga menunjukkan adanya pita-pita infiltratif

dan sarang/pusat sel kanker terletak diantara fibrosa pada skar tersebut. 1

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 25

Gambar 2.13: Banyak pulau-pulau kecil sel basal karsinoma yang umumnya
menyusup ke dalam dermis retikular.

2.1.5.5 Fibroepitelioma Pinkus

Pada FEP rangkaian sel basiloma yang terajut tampak pada stroma fibrosa.

Secara histopatologi tampak gambaran keratosis seboroik yang mengalami retikulasi

dan KSB superfisial.1

39

Universitas Sumatera Utara


40

Dikutip sesuai dengan aslinya dari


kepustakaan nomor 25

Gambar 2.14: Menunjukkan adanya penipisan, strand anastomosing sel epitel yang
timbul dari dasar epidermis.

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan

histopatologi dan pemeriksaan penunjang yaitu dermatoskopi.

2.1.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding karsinoma sel basal diringkas dalam tabel dibawah ini. 1,22

Tabel 2.3 Diagnosis banding karsinoma sel basal

40

Universitas Sumatera Utara


41

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 1

2.1.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KSB harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: ukuran, lokasi lesi,

umur penderita, hasil kosmetik, tipe histologik, bentuk tumor, dan kemampuan penderita

untuk mentoleransi tindakan operasi. Penatalaksanaan bisa meliputi Bedah Mikrografik Mohs

, bedah eksisi standar, destruksi tumor dengan berbagai cara seperti kuretase dan kauter /

elektrodesikasi. Dapat juga dilakukan Cryosurgery (bedah beku), laser karbon dioksida,

41

Universitas Sumatera Utara


42

pemberian obat-obatan topikal seperti imiquimod, 5-fluorourasil, terapi fotodinamik dan

kemoterapi topikal. Yang terbaik untuk mencapai kesembuhan adalah bila terapi yang

adekuat diberikan pada KSB yang primer, apa bila tumor sudah recurrent maka akan

cenderung berulang kembali dan akan menyebabkan destruksi lokal yang lebih jauh. 8,25,28

2.2 Dermatoskopi

Dermatoskopi adalah metode diagnostik non invasif, yang semakin dapat diandalkan

dan semakin populer di kalangan ahli kulit , terutama dapat di gunakan untuk diagnosis

banding penyakit kulit berpigmen . Dermatoskopi dapat membantu memberikan informasi

yang berguna, meningkatkan kinerja diagnostik untuk diagnosis dini dari melanoma dan

untuk membedakan pigmen melanositik dan non melanositik berbagai lesi.29,30 Metode ini

memiliki berbagai aplikasi potensial lain selain diagnosis, termasuk seleksi lesi untuk biopsi,

penentuan modalitas terapi yang sesuai, verifikasi keberhasilan pengobatan, dan pengambilan

margin bedah. Dermatoskopi lebih spesifik dan sensitif pada karsinoma sel basal yang

membuat diagnosis menjadi lebih mudah. Dermatoskopi dapat meningkatkan akurasi

diagnostik sampai 90%.29

Teknik dermatoskopi dimulai pada abad ke-17 saat Kohlhaus pertama kali

memeriksa pembuluh darah matriks kuku menggunakan mikroskop. Pada abad ke-18 Unna

menggunakan istilah diaskopi setelah memeriksa lesi liken planus dan lupus vulgaris

menggunakan minyak imersi dan lensa kaca pada permukaan kulit pasien. Dermatoskopi

mulai dikenal pada tahun 1920 oleh ahli kulit dan kelamin yang berasal dari Jerman yang

bernama Johann Saphier yang mempublikasikan alat diagnostik baru menyerupai mikroskop

binokuler dengan sumber cahaya yang terletak di dalam alat untuk pemeriksaan kulit. Pada

42

Universitas Sumatera Utara


43

tahun 1950 , dokter kulit asal Amerika yang bernama Goldman menggunakan teknik baru

untuk mengevaluasi lesi kulit berpigmen. Pada tahun 1971, Rona MacKie memperkenalkan

untuk pertama kalinya, keuntungan dari permukaan mikroskop untuk perbaikan pra operasi

diagnosis lesi kulit berpigmen dan untuk diagnosis banding lesi jinak dibandingkan lesi

ganas. Fritch dan Pechlaner tahun 1981 membedakan lesi kulit jinak dan ganas dengan

melihat karakteristik pigment network pada lesi. Pehamberger dkk. Pada tahun 1987

memperkenalkan pola analisis dalam mendiagnosis lesi pigmentasi. Penelitian ini dilanjutkan

di Eropa oleh beberapa kelompok di Austria dan di Jerman. Konferensi Konsensus pertama

pada mikroskop permukaan kulit diadakan pada tahun 1989 di Hamburg . Sejak saat itu

disepakati penggunaan istilah dermatoskopi. Pada Konsensus Netmeeting yang

diselenggarakan pada tahun 2001 di Roma merupakan konsensus mengenai dermatoskopi.

Pada saat itu dermatoskopi generasi baru diperkenalkan yaitu dermatoskopi dan mulai

digunakan sebagai teknik yang rutin di Eropa dan mulai di terima di negara lain.31

Metode dermatoskopi bertujuan untuk menghasilkan visualisasi morfologi yang tidak

dapat dilihat dengan mata telanjang sehingga diharapkan dapat memperbaiki diagnosis klinis.

Dermatoskopi bukan sekedar kaca pembesar umum namun merupakan alat kompleks yang

dapat memperlihatkan superimposisi lapisan kulit, berbeda dengan visualisasi total yang

didapat melalui pemeriksaan histopatologik. Metode ini merupakan jembatan antara standar

evaluasi klinis lesi karsinoma sel basal dan interpretasi histopatologi pada lesi yang dibiopsi

serta merupakan perluasan standar diagnosis visual untuk dapat melihat ke dalam lesi, tidak

hanya pada permukaannya. Dermatoskopi secara bermakna mengurangi jumlah eksisi lesi

jinak yang tidak diperlukan, mengurangi biaya dan waktu pasien dan dokter serta membantu

dalam meyakinkan pasien. Dermatoskopi ada beberapa jenis yaitu :

1. Mikroskop binokular

43

Universitas Sumatera Utara


44

Alat ini merupakan jenis yang digunakan pertama kali untuk pemeriksaan dermatoskopi.

Keuntungan alat ini adalah kisaran pembesaran yang lebih besar (6-40 kali), namun

harganya mahal dan penggunaannya sulit dan tidak praktis.31

2. Stereomikroskop binokular

Alat ini menghasilkan pembesaran 6-80 kali, dengan gambaran lesi tiga dimensi. Alat ini

dapat dilengkapi dengan sistem optikal tambahan yang memungkinkan pemeriksaan

simultan oleh pemeriksa kedua dan dilengkapi kamera. Namun alat ini sangat mahal,

berat, berukuran besar dan membutuhkan waktu lama dalam pemeriksaan.31

3. Hand held surface microscope

Jenis ini diperkenalkan pertama kali pada akhir tahun 1980-an. Harganya tidak terlalu

mahal dan sangat praktis digunakan untuk praktek sehari-hari. Alat ini mempunyai

pembesaran tetap yaitu 10 kali. Permukaan kulit diterangi oleh lampu halogen

menggunakan baterai atau sistem isi ulang yang terletak pada gagangnya.31

4. Acrylic globe dermoscopes

Merupakan hand held scopes alternatif dan digunakan terutama untuk kasus lesi

pigmentasi yang besar dengan pembesaran angular 4 kali. Melalui alat berbentuk

hemiglobus transparan berdiameter 6 cm, dihasilkan sinar yang diarahkan ke fokus lesi.

Pembesaran hingga 8-10 kali didapat dengan penggunaan kaca pembesar tambahan.31

5. Dermatoskopi digital

Alat ini menghasilkan pembesaran hingga 70 kali dan dilengkapi kamera. Merupakan

metode integrasi berdasarkan teknologi komputer yang memungkinkan pengolahan data,

sehingga dapat dibandingkan gambaran dermatoskopi sebelumnya dan yang terbaru.

Dengan alat ini dapat dilakukan teledermoskopi untuk mendapatkan opini dari ahli di

44

Universitas Sumatera Utara


45

tempat lain. Selain sangat membantu mengevaluasi lesi KSB yang meragukan, alat ini

juga memungkinkan interaksi pasien dan dokter dengan bersama-sama melihat gambaran

lesi di layar monitor. 31

Kegunaan dari dermatoskopi sangat banyak. Selain membantu memperjelas lesi yang

hendak dilihat juga dapat untuk membantu menegakkan diagnosis karsinoma sel basal. Selain

itu dermatoskopi juga dapat membantu sebagai petunjuk daerah lesi yang akan dieksisi.32

Dermatoskopi yang digunakan pada penelitian ini adalah dermatoskopi yang

dilekatkan ke iphone sehingga tidak diperlukan pemakaian cairan minyak imersi untuk

melihat lesi. Dermatoskopi ada dua cara penggunaannya yaitu dengan kontak langsung ke

kulit dan tidak langsung kontak ke kulit. Non kontak dermatoskopi merupakan pilihan yang

baik untuk memvisualisasikan struktur lebih dalam dari kulit, seperti kolagen, fibrosis, dan

struktur vaskular. Kontak dermatoskopi memberikan visualisasi yang lebih baik dari struktur

kulit yang superfisial seperti struktur milia, komedo terbuka, dan selaput biru-putih.31

Berbagai algoritma telah dikembangkan untuk prosedur diagnostik dermatoskopi.

Algoritma ada dua proses yang terdiri dari:

- Langkah pertama yaitu menentukan lesi termasuk lesi jinak atau lesi ganas.33

45

Universitas Sumatera Utara


46

Gambar 2.15: Algoritma untuk menentukan lesi melanositik dan non melanositik

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 9

- Langkah kedua yaitu jika lesi sudah memenuhi kriteria sebagai lesi yang ganas maka

langkah selanjutnya menentukan lesi termasuk resiko rendah, menengah dan resiko tinggi

dengan menggunakan algoritma pola analisis. Yang termasuk pola analisis yaitu pola

analisis yang telah direvisi, aturan ABCD dari dermoskopi, tujuh daftar yang penting,

tiga daftar yang penting, dan metode Menzies. Semua komponen ini harus dikenali oleh

dokter. Ketidakmampuan dokter menganalisis bisa mengakibatkan kegagalan diagnosis.

Pada penelitian ini yang digunakan adalah metode 3 point checklist.33

Tabel 2.4. 2 Langkah Proses pada Dermatoskopi

46

Universitas Sumatera Utara


47

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 33

Kriteria dermatoskopi untuk menganalisis Karsinoma sel basal dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.33

Tabel 2.5 Kriteria dermatoskopi untuk menganalisis karsinoma sel basal

47

Universitas Sumatera Utara


48

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 33

atau ilustrasinya seperti gambaran dibawah ini

Gambar 2.16 : Ilustrasi


gambaran karsinoma sel basal
pada dermatoskopi

Dikutip sesuai dengan aslinya


dari kepustakaan nomor 35

Dengan metode ini, setidaknya satu gambaran harus ada untuk mendiagnosis

karsinoma sel basal. Dibawah ini akan dijelaskan satu persatu kriteria karsinoma sel basal

yang dapat dilihat pada pemeriksaan dermatoskopi. 35

2.2.1 Spoke Wheel Areas

Daerah seperti jari-jari roda merupakan proyeksi radial yang telah disebut proyeksi

seperti jari roda atau seperti pohon pinus.

48

Universitas Sumatera Utara


49

Gambar 2.17 : Karsinoma sel basal


(tipe superfisial). Daerah seperti jari-
jari roda (yang ditunjukkan oleh anak
panah) paling banyak dilihat pada
karsinoma sel basal superfisial.

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 35

Mereka biasanya cenderung berwarna coklat dan lebih gelap pada aksi sentral.

Karena bentuk transisi dari daerah seperti daun merupakan suatu kemungkinan, membedakan

antara tipe-tipe ini adalah sulit. Secara histopatologi, mereka mencerminkan pertumbuhan

yang irregular dalam sarang tumor superfisial. Mereka ditemukan pada sekitar 10% dari

karsinoma sel basal berpigmen dan kebanyakan terlihat pada karsinoma sel basal superfisial.
9, 35,36,37

2.2.2 Large Blue-Gray Ovoid Nests

Sarang besar berbentuk oval yang berwarna biru keabuan membentuk struktur oval

atau biru keabuan panjang dengan batas yang jelas, dan mereka lebih besar dari pada globul-

globul.

49

Universitas Sumatera Utara


50

Gambar 2.18 : Karsinoma sel basal.


Sarang besar berbentuk oval yang
berwarna biru keabuan dan pembuluh
darah yang bercabang dapat dilihat.
Selaput biru keputih-putihan juga ada.

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 35

Selain itu mereka tidak tergantung pada struktur pigmen yang membentuk sebagian

dari lesi. Secara histopatologi mereka menyerupai suatu benjolan dari melanin yang

berkumpul dalam sarang-sarang tumor di dermis. Meskipun demikian, ketika melanin dari

sarang tumor seperti stroma sangat meningkat, sarang-sarang ini membentuk suatu area

berpigmen yang tidak berstruktur (bisul), yang dapat merusak diagnosis karsinoma sel basal.

Sarang-sarang ovoid besar yang berwarna biru keabuan ini ditemukan pada 50-70%

karsinoma sel basal berpigmen.35-38

2.2.3 Ulserasi

Ulserasi pada permukaan tumor timbul akibat hilangnya epidermis atau dermis

bagian atas dan deposisi dari krusta dan koagulan yang berhubungan.

50

Universitas Sumatera Utara


51

Gambar 2.19 : Karsinoma sel basal.


Daerah seperti daun (yang ditunjukkan
anak panah) dilihat pada pinggiran lesi
dan mereka tidak ada hubungan dengan
sarang berbentuk oval yang berwarna
biru keabuan (kepala panah). Ulserasi
(tanda bintang) yang ditutupi dengan
koagulan, lokasinya dekat dengan pusat.

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan nomor 35

KSB nodular cenderung membentuk ulkus besar pada bagian tengah dari permukaan

tumor, tetapi KSB superfisial umumnya membentuk ulkus dangkal kecil dipinggir tumor.

Ulserasi terjadi pada lebih dari 50% penderita KSB pada pasien orang jepang tetapi

spesifisitasnya lebih rendah dari pada temuan yang lain. 35-38

2.2.4 Arborizing Vessels

Pembuluh darah yang bercabang merupakan akibat dari telangiektasia, yang

merupakan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang dalam bentuk seperti ular pada

permukaan KSB.

51

Universitas Sumatera Utara


52

Gambar 2.20 : Karsinoma sel basal. Sarang


besar berbentuk oval yang berwarna biru
keabuan dan pembuluh darah yang bercabang
dapat dilihat. Selaput biru keputih-putihan
juga ada.

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan


nomor 35

Mereka ditemukan dalam 50-70% pada penderita KSB, dan bahkan mereka

ditemukan pada KSB tidak berpigmen, mereka dapat dijadikan petunjuk untuk diagnosis. Jika

klinisi menggunakan dermatoskopi kontak, perhatian yang ketat diperlukan karena

telangiektasia menghilang jika dermatoskopi ditekan terlalu kuat pada lesi. 35-38

2.2.5 Multiple Blue-Gray Globules

Merupakan struktur globuler yang berwarna biru keabuan.

Gambar 2.21 : Karsinoma sel basal. Lesi ini


terutama terdiri dari beberapa globul-
globul biru keabu-abuan.

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan


nomor 35

52

Universitas Sumatera Utara


53

Mereka berukuran lebih besar dari pada dots yang secara histopatologi menyerupai

melanofag dermal. Meskipun demikian, membedakan antara globul dan dots dapat menjadi

sulit. Globul mencerminkan adanya melanin dalam sarang kecil dan mereka ditemukan pada

20-40% KSB berpigmen.35-38

2.2.6 Area Seperti Daun

Area seperti daun merupakan perpanjangan bulbus berwarna biru keabuan yang

membentuk struktur mirip daun maple. Mereka tidaklah muncul dari struktur berpigmen

berkelompok disekitarnya atau dari jaringan pigmen, dan hal ini penting untuk membedakan

mereka dari streaks yang merupakan karakteristik tumor melanositik. Secara histopatologi,

mereka umumnya menyerupai penimbunan melanin pada sarang dermis bagian atas dipinggir

tumor. Walaupun demikian, struktur seperti daun yang berwarna coklat terang dengan batas

yang tidak jelas dapat dihubungkan dengan hiperplasia melanosit pada lapisan epidermis

diatasnya. Sensitifitas diagnosis dari fitur ini untuk KSB berpigmen adalah sebesar 10-20%;

meskipun demikian sensitifitasnya sangat tinggi. 35-38

Dikutip sesuai dengan aslinya dari


kepustakaan nomor 36

53

Universitas Sumatera Utara


54

Gambar 2.22 : Karsinoma sel basal berpigmen dengan area struktur berpigmen seperti
daun atau seperti jari-jari roda.

54

Universitas Sumatera Utara


55

2.3 Kerangka Teori

Etiologi Gambaran klinis Penatalaksanaan

- Paparan sinar - Karsinoma sel basal nodular - Topikal


matahari - Karsinoma sel basal berpigmen - Bedah beku
- Radiasi pengion - Karsinoma sel basal superfisial - Elektrodesikasi
- Paparan kronis - Karsinoma sel basal morfeaform - Eksisi
terhadap arsen - Fibroepitelioma pinkus - Laser
- Sistem imun - Terapi fotodinamik
- Trauma,jaringan - Kemoterapi topikal
parut, luka bakar
G ik

Karsinoma sel basal

Diagnosis

- Anamnesis
- Gejala klinis
- Pemeriksaan histopatologis
- Pemeriksaan dermatoskopi
• Spoke wheel areas
• Large blue gray ovoid nests
• Ulceration
• Arborizing vessels
• Multiple blue gray globules
• Leaf like areas

Gambar 2.23 : Kerangka teori

55

Universitas Sumatera Utara


56

56

Universitas Sumatera Utara


57

2.4. Kerangka Konsep

Suspek karsinoma Sel Basal

Pemeriksaan Dermatoskopi
histopatologis

1. Sensitifitas
2. Spesifisitas

3. Positif Predictive Value

4. Negatif Predictive Value

Gambar 2.24 : Kerangka konsep

57

Universitas Sumatera Utara


58

58

Universitas Sumatera Utara


59

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi uji diagnostik observasional paralel dengan

rancangan penelitian cross sectional.

3.2 Waktu dan tempat penelitian

3.2.1 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan September 2013 sampai Bulan September 2014.

3.2.2 Tempat penelitian

Tempat di RSUP. H. Adam Malik Medan dan pemeriksaan histopatologi dilakukan

di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.3 Populasi Penelitian

3.3.1 Populasi Target

Semua pasien suspek karsinoma sel basal di Medan

3.3.2 Populasi Terjangkau

59

Universitas Sumatera Utara


60

Pasien suspek karsinoma sel basal yang datang berobat ke RSUP. H. Adam Malik

Medan pada Bulan September 2013 sampai Bulan September 2014.

3.3.3 Sampel

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi.

3.4 Besar Sampel

n= Zα2sen (1-sen)

d2

(dikutip dari kepustakaan nomor 35)

n = besar sampel yang didiagnosis positif oleh baku emas

sen = Sensitivitas dermatoskopi = 90%

d = presisi penelitian  20%

Zα = deviat baku dari tingkat kesalahan=1,96

Maka: n = (1,96)2.0,9.0,1

(0,2)2

= 8,6436  9

Total sampel yang diperlukan untuk penelitian ini berjumlah minimal 9 orang.

60

Universitas Sumatera Utara


61

3.5 Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode consecutive

sampling.

3.6. Identifikasi variabel

3.6.1 Variabel bebas : hasil pemeriksaan dermatoskopi dan hasil pemeriksaan

histopatologi.

3.6.2 Variabel terikat : suspek karsinoma sel basal.

3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.7.1 Kriteria Inklusi :

1. Pasien menderita karsinoma sel basal.

2. Pasien yang bersedia ikut dalam penelitian dan mengisi informed consent.

3.7.2 Kriteria Eksklusi :

1. Wanita hamil dan menyusui.

2. Pasien yang menderita hipertensi tidak terkontrol.

3. Pasien yang menderita gangguan pembekuan darah.

4. Pasien dengan kadar glukosa darah ad random > 200

3.8. Alat dan bahan kerja

61

Universitas Sumatera Utara


62

3.8.1 Alat dan bahan dermatoskopi

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan Dermatoskopi adalah Iphone 5 ,

Handyscope Foto Finder.

3.8.2 Cara kerja Dermatoskopi

1. Pencatatan dasar

Pencatatan dasar dilakukan oleh peneliti di RSUP. H. Adam Malik Medan

meliputi identitas penderita seperti nama, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir,

alamat dan nomor telepon.

2. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, pemeriksaan dermatoskopi

untuk menegakkan diagnosis Karsinoma sel basal.

Langkah-langkah pemeriksaan dermatoskopi:

1. Sambungkan alat dermatoskopi dengan iphone 5.

2. Hidupkan lampu pada alat dermatoskopi.

3. Letakkan alat dermatoskopi menempel pada lesi.

4. Foto lesi kemudian simpan lalu beri keterangan pada foto yang telah disimpan.

5. Data foto yang tersimpan dapat dikirim ke pusat Handyscope Foto Finder

sebagai second opinion.

3.8.3 Alat dan bahan biopsi

Alat yang digunakan Skalpel, wadah yang berisi formalin 10%, benang nylon 5-

0.

3.8.4 Langkah-langkah biopsi insisi:

62

Universitas Sumatera Utara


63

- Dibersihkan terlebih dahulu daerah lesi dengan povidone iodine 10% dan

alkohol 70%.

- Dilakukan biopsi insisi dengan perbandingan setengah jaringan yang sehat

dan setengah jaringan karsinoma sel basal.

- Diletakkan jaringan yang telah diinsisi lalu letakkan ke dalam tempat yang

telah berisi formalin 10%.

- Penjahitan luka dengan nylon 5-0.

- Diberi antibiotik topikal dan sistemik.

3.8.5 Pemeriksaan histopatologi dilakukan di patologi anatomi RSUP H.Adam Malik.

Adapun cara pemeriksaan histopatologi:

1. Dilakukan penilaian makroskopis keadaan jaringan meliputi: ukuran, bentuk,

konsistensi dan berat terhadap jaringan yang telah diterima bagian Patologi

Anatomi.

2. Dilakukan pengawetan (fiksasi), dilakukan dengan merendam bahan/jaringan

dalam larutan formalin.

3. Kemudian dilakukan dehidrasi, setelah jaringan diambil/dipotong sesuai

dengan yang dibutuhkan maka dilakukan dehidrasi dengan memasukkan

jaringan tersebut ke dalam alkohol 70%,80%,90%, masing-masing selama

satu hari kemudian alkohol 95% selama 2 hari (diganti setiap hari), alkohol

100% 2 hari (diganti setiap hari)

4. Pembeningan (clearing) dibilas menggunakan xylol sebanyak 2 kali

5. Pembenaman (impregnansi) merupakan proses pengeluaran cairan

pembening, dilakukan dengan cara pembenaman paraffin I selama 2 jam

paraffin II selama 1 jam, paraffin III selama 2 jam.

63

Universitas Sumatera Utara


64

6. Pengecoran (Blocking)

Preparat jaringan ditanam di dasar blok parafin dengan menggunakan besi

potongan bentuk L (leuckhart) atau cassette.

7. Pemotongan (sectioning) digunakan alat mikrotom.

8. Dilakukan pewarnaan (staining).

Kemudian dilakukan deparafinisasi larutan xylol selama 2 menit, lalu

dihidrasi dengan alkohol 95% , 90%, 80%, dan 70% selama 2 menit, lalu

dicuci dengan air selama 2 menit. Kemudian direndam dalam larutan

hematoksilin selama 7 menit kemudian dicuci diair mengalir/aquadest selama

2 menit. Kemudian dimasukkan ke dalam eosin lalu dicuci dengan air

mengalir. Setelah itu dilakukan dehidrasi dari alkohol konsentrasi rendah ke

tinggi. Kemudian dimasukkan ke dalam xylol.

9. Mounting untuk mengawetkan jaringan yang telah diwarnai dengan

entellan/balsem canada.

10. Labelling

Merupakan pemberian nama dan tanggal pada preparat.

3.9 Definisi Operasional

1. Karsinoma sel basal (KSB) ialah neoplasma ganas yang timbul dari sel non

keratinisasi yang berasal dari lapisan basal epidermis. Penentuan diagnosis KSB

dilakukan oleh dokter yang sudah dilatih, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

dermatologis, pemeriksaan histopatologi dan dermatoskopi. Skala yang digunakan

adalah skala ordinal.

64

Universitas Sumatera Utara


65

2. Suspek KSB ialah pasien yang diduga menderita KSB dengan gejala klinis yang

menyerupai gejala klinis KSB. Adapun gejala klinisnya berupa bercak eritema,

nodul dan ulkus, dimana lesinya terasa gatal dan mudah berdarah serta setelah

menyembuh dapat kambuh kembali. Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

3. Dermatoskopi merupakan teknik diagnostik non invasif in vivo yang menggunakan

cahaya guna memperbesar tampilan kulit sehingga warna dan struktur epidermis,

taut dermo-epidermal dan dermis pars papilare yang tidak dapat dilihat dengan

mata telanjang dapat dilihat dengan jelas. Skala yang digunakan adalah skala

ordinal.

4. Pemeriksaan histopatologi ialah pemeriksaan terhadap perubahan-perubahan

abnormal pada tingkat jaringan yang dilakukan oleh Dokter ahli patologi anatomi.

Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

5. Sensitifitas adalah kemampuan alat diagnostik untuk mendeteksi suatu penyakit

yang diperoleh dari perhitungan proporsi subjek yang sakit dengan hasil uji

diagnostik positif (positif benar) dibanding seluruh subjek yang sakit (positif benar

+ negatif semu). Skala yang digunakan adalah skala nominal.

6. Spesifisitas adalah kemampuan alat diagnostik untuk menentukan bahwa subjek

tidak sakit, yang diperoleh dari perhitungan proporsi subjek sehat yang memberikan

hasil uji diagnostik negatif (negatif benar) dibandingkan dengan seluruh subjek

yang tidak sakit (negatif benar + positif semu). Skala yang digunakan adalah skala

nominal.

7. Positif predictive value (PPV) adalah probabilitas seseorang benar-benar menderita

penyakit bila hasil uji diagnostiknya positif yang diperoleh dari perbandingan antara

65

Universitas Sumatera Utara


66

subjek dengan hasil uji positif benar dengan positif benar ditambah positif semu.

Skala yang digunakan adalah skala nominal.

8. Negative predictive value (NPV) adalah probabilitas seseorang tidak menderita

penyakit bila hasil uji negatifnya yang diperoleh dari perbandingan antara subjek

dengan hasil uji negatif benar dengan negatif semu ditambah negatif benar. Skala

yang digunakan adalah skala nominal.

9. Positive likelihood ratio adalah perbandingan antara proporsi subjek yang sakit yang

memberi hasil uji positif dengan proporsi subjek yang sehat yang memberi hasil uji

positif. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

10.Negative likelihood ratio adalah perbandingan antara proporsi subjek yang sakit

yang memberi hasil uji negatif dengan proporsi subjek yang sehat yang memberi

hasil uji negatif. Skala yang digunakan adalah skala nominal.

11. Akurasi adalah proporsi semua hasil uji yang positif benar dan negatif benar. Skala

yang digunakan adalah skala nominal.

12. Dalam menentukan penilaian diagnostik digunakan skor sebagai berikut :

0 - 33% = rendah, 33 - 66% = sedang, 67 – 100% = tinggi

66

Universitas Sumatera Utara


67

3.10 Kerangka Operasional

Pasien suspek karsinoma sel

basal yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi

Biopsi insisi
Dermatoskopi

Pemeriksaan histopatologis
(+) (-)

(+) (-)

67

Universitas Sumatera Utara


68

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terhimpun ditabulasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis

statistik dari tabel 2x2 diolah dengan memakai sistem komputer. Untuk menilai kemampuan

diagnostik dermatoskopi maka dilakukan uji sensitifitas, spesifisitas, positive predictive

value, negative predictive value, positive likelihood ratio dan negative likelihood ratio

dengan menggunakan baku emas pemeriksaan histopatologi.

68

Universitas Sumatera Utara


69

3.12. Ethical Clearance

Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari Komite Etik

Penelitian bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.13. Jadwal pelaksanaan

Lokasi penelitian : RSUP H. Adam Malik Medan

Lama penelitian : Bulan September 2013 sampai September 2014.

69

Universitas Sumatera Utara


70

Tabel 3.1 : Diagram jadwal penelitian

No Uraian Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agus Sep Okt

‘13 ‘13 ‘13 ‘13 ‘14 ‘14 ‘14 ‘14 ‘14 ‘14 ‘14 ‘14 ’14 ‘14

1 Persiapan

pelaksanaan

2 Pelaksanaan

penelitian

3 Analisis

data

4 Penyusunan

laporan

5 Presentasi

hasil

penelitian

70

Universitas Sumatera Utara


71

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan pada pasien dengan dugaan

Karsinoma sel basal yang berjumlah 12 orang. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin,

umur, pekerjaan, hasil pemeriksaan dermatoskopi, gambaran dermatoskopi, 3 point checklist

dan hasil pemeriksaaan histopatologi dapat di lihat pada tabel-tabel di bawah ini.

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

4.1.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin n %

Perempuan 4 33.3

Laki-laki 8 66.7

Total 12 100.0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah dengan

jenis kelamin laki-laki (66,7%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan yaitu 4 orang

(33,3%). Chinem VP dkk pada penelitiannya mengenai karsinoma sel basal di Brazil tahun

2011 menemukan bahwa perbandingan antara pasien karsinoma sel basal yang berjenis

kelamin laki-laki dengan perempuan sekitar 1,5-2 : 1. Hal tersebut kemungkinan disebabkan

71

Universitas Sumatera Utara


72

laki-laki lebih sering melakukan kegiatan diluar rumah dibandingkan perempuan, sehingga

kemungkinan terkena paparan faktor resiko dari karsinoma sel basal lebih besar.2

4.1.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur

Tabel 4.2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

UMUR n %

< 50 tahun 1 8,3

50 - 60 tahun 3 25

61 - 70 tahun 7 58,3

71 - 80 tahun 1 8,3

Total 12 100.0

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian yang terbanyak

adalah pada kelompok umur 61- 70 tahun (58,3%) dan kelompok umur 50-60 tahun (25%)

dan yang terendah adalah kelompok umur < 50 tahun dan > 70 tahun masing-masing (8,3%).

Hasil penelitian Flohil Sophie dkk mengenai insidensi karsinoma sel basal di Belanda pada

tahun 1973 – 2006 diperoleh hasil bahwa insidensi tertinggi ditemukan pada usia diatas 65

tahun.36

4.1.3 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan n %

72

Universitas Sumatera Utara


73

pegawai kantor 1 8,3

Pelaut 1 8,3

Pendeta 1 8,3

Petani 8 66,7

Polisi laut 1 8,3

Total 12 100.0

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang terbanyak adalah dengan

pekerjaan petani (66,7%) sedangkan pekerjaan lainnya masing-masing (8,3%). Menurut

penelitian Chinem VP mengenai karsinoma sel basal di Brazil menemukan bahwa pekerjaan

yang aktifitasnya dengan paparan sinar matahari akan meningkatkan resiko terjadinya

karsinoma sel basal.2

4.1.4 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan 3 Point Checklist

Tabel 4.4 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan 3 Point Checklist

3 point checklist n %

Asimmetry, blue white 5 41,7


structure, atypical network

Asimmetry, blue white 7 58,3


structures

Total 12 100

73

Universitas Sumatera Utara


74

Berdasarkan 3 point checklist maka yang terbanyak adalah dengan gambaran

asimmetry, blue white structure (58,3%).

4.1.5. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dermatoskopi

Tabel 4.5. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Hasil Pemeriksaan


Dermatoskopi

Hasil pemeriksaan dermatoskopi n %

Negatif KSB 2 16,7

Positif KSB 10 83,8

Total 12 100.0

Hasil dermoskopi terhadap jaringan tumor menunjukkan bahwa umumnya positip

karsinoma sel basal (83,3%). Hanya dua orang yang menunjukkan hasil negatif.

4.1.6. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Gambaran Dermatoskopi

Tabel 4.6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan gambaran dermatoskopi

Gambaran dermatoskopi n % Diagnosis

Arborizing vessels, large blue gray 2 16,7 KSB


ovoid nests

Arborizing vessels, multiple blue gray 1 8,3 KSB


globules,

Pigment network in the thin furrows 2 16,7 Non KSB

Ulserasi, arborizing vessels 1 8,3 KSB

74

Universitas Sumatera Utara


75

Ulserasi, arborizing vessels, multiple 1 8,3 KSB


blu gray globules

Ulserasi, arborizing vessels, multiple 1 8,3 KSB


blu gray globules, maple leaf like areas,

Ulserasi, large blue gray ovoid nests, 4 33,4 KSB


arborizing vessels,

Total 12 100.0

Berdasarkan gambaran dermatoskopi dapat dilihat bahwa sebagian besar dengan

gambaran ulserasi, large blue gray ovoid nests, arborizing vessels (33,4%) diikuti dengan

gambaran arborizing vessels, large blue gray ovoid nests (16,7%) dan lainnya dengan

gambaran yang berbeda-beda masing-masing 8,3%.

4.1.7 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Histopatologi

Tabel 4.7. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Histopatologi

Hasil pemeriksaan histopatologi n %

Negatif KSB 2 9,1

Positif KSB 10 90,9

Total 12 100.0

Hasil pemeriksaan histopatologi terhadap jaringan tumor menunjukkan bahwa

umumnya positip karsinoma sel basal (83,3%). Hanya dua orang yang menunjukkan hasil

negatif.

75

Universitas Sumatera Utara


76

4.2. Uji Diagnostik

Sangat penting secara klinis penegakan diagnostik suatu penyakit dilakukan secara

tepat, mudah dan efisien. Adanya beberapa metoda diagnostik suatu penyakit akan

memudahkan klinis untuk menentukan alternatif diagnosa yang digunakan yang disesuaikan

dengan sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian metoda diagnostik untuk penentuan penyakit

karsinoma sel basal dengan pemeriksaan dermatoskopi yang menggunakan standar baku

emas adalah pemeriksaan histopatologi.

Tabel 4.8. Distribusi Subjek Penelitian pada Pemeriksaan Dermatoskopi


Dibandingkan dengan Pemeriksaan Histopatologi.

Hasil histopatologi
Dermatoskopi Total
Positif Negatif

Positif 9(a) 1(b) 10

Negatif 1(c) 1(d) 2

Total 10 2 12

Hasil analisis dan uji statistik adalah sebagai berikut:

Sensitivitas x 100 % x 100% = 90 %

Spesifisitas x 100 % = 1 x 100 % = 50 %

76

Universitas Sumatera Utara


77

Akurasi x 100 % = 10 x 100 % = 83,33%

12

Positive predictive value x 100 % x 100% = 90 %

Negative predictive value x 100 % = 1 x 100 % = 50 %

Pemeriksaan dermoskopi untuk mendeteksi karsinoma sel basal dengan hasil

pemeriksaan histopatologi sebagai gold standarnya mempunyai sensitifitas uji diagnostik

sebesar 90 %, yang berarti kemampuan alat dermatoskopi untuk mendeteksi penderita

karsinoma sel basal adalah 90 %. Hal ini menunjukkan bahwa sensitifitas dengan metoda

diagnostik dermatoskopi ini tinggi. Berdasarkan hasil pengujian ini bahwa alat ini sangat baik

untuk mendeteksi penyakit karsinoma sel basal pada orang yang benar-benar menderita

karsinoma sel basal sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif pemeriksaan untuk

mendiagnosis penyakit karsinoma sel basal secara akurat.

Berdasarkan nilai spesifisitas yang diperoleh sebesar 50 % berarti kemampuan alat

dermoskopi untuk menentukan tidak adanya penyakit karsinoma sel basal adalah 50 % yang

berarti besarnya kemungkinan diagnosis karsinoma sel basal dapat disingkirkan pada orang

dengan hasil pemeriksaan dermatoskopi negatif sebesar 50%.

Dari hasil penelitian ini didapatkan PPV sebesar 90%. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan alat ini untuk memperkirakan sakit karsinoma sel basal pada orang dengan hasil

tes positif sangat tinggi sehingga memberikan kepastian yang besar dari hasil tes ini.

77

Universitas Sumatera Utara


78

Penelitian yang dilakukan oleh Altamura Davide dkk melakukan pemeriksaan uji diagnostik

dengan dermatoskopi pada pasien karsinoma sel basal pada tahun 2009 menemukan PPV

sebesar 96%. 37

Dari hasil penelitian ini didapatkan NPV sebesar 50%. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan alat ini untuk memperkirakan tidak sakit karsinoma sel basal pada orang dengan

hasil tes negatif sedang. Penelitian yang dilakukan oleh Altamura Davide dkk melakukan

pemeriksaan uji diagnostik dengan dermatoskopi pada pasien karsinoma sel basal pada tahun

2009 menemukan NPV sebesar 95%.37

Dari hasil penelitian ini didapatkan nilai LR+ alat dermoskopi adalah sensitifitas :

(1-spesifisitas) = 1,8

Dari hasil penelitian ini didapatkan nilai LR- alat dermoskopi adalah (1-sensitifitas) :

spesifisitas = 0,2.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Chan dan Ho pada tahun 2008 di Hongkong

mendapatkan nilai LR+ dan LR- sebesar 15 dan 0,03.37 Pada penelitian yang dilakukan oleh

Altamura Davide dkk pada tahun 2009 di Barcelona mendapatkan nilai LR+ dan LR- sebesar

23,75 dan 0,05. 38

Dari hasil penelitian ini didapatkan nilai akurasi alat dermoskopi adalah 83,33 %

yang menunjukkan kemampuan alat ini untuk mendeteksi penyakit karsinoma sel basal

secara benar adalah tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Altamura Davide dkk di Barcelona

melakukan pemeriksaan uji diagnostik dengan dermatoskopi pada pasien karsinoma sel basal

pada tahun 2009 menemukan akurasi sebesar 87%.37

78

Universitas Sumatera Utara


79

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Nilai diagnostik pemeriksaan dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal

dengan baku emas pemeriksaan histopatologis adalah tinggi.

2. Sensitifitas dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal adalah 90%.

3. Spesifisitas dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal adalah 50%.

4. Positive predictive value dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal

adalah 90%.

5. Negative predictive value dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal

adalah 50%.

6. Positive likelihood ratio dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal

adalah 1,8.

7. Negative likelihood ratio dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal

adalah 0,2.

8. Nilai akurasi dermatoskopi dalam mendiagnosis karsinoma sel basal adalah 87%.

5.2. Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar di multicenter.

79

Universitas Sumatera Utara


80

5.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan subjek penelitian dari pasien yang berkunjung

berobat ke SMF Ilmu Kesehatan kulit dan kelamin dan SMF Bedah RSUP H. Adam Malik

dan SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan.

80

Universitas Sumatera Utara


81

DAFTAR PUSTAKA

1. Carucci J.A, Leffell D.J. Basal Cell Carcinoma. In : Wolf K.Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchesrt BA, Paller AS, Leffel DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatology In General
Medicine. Seventh edition. New York. McGraw-Hill Companies Inc; 2008: p. 1036-42
2. Chinem VP, Miot HA. Review Epidemiology of Basal Cell Carcinoma. An Bras
Dermatol.2011;86(2):292-305
3. Kwasniak LA, Zuazaga JG. Review Basal Cell Carcinoma: Evidence-based Medicine
and Review of Treatment Modalities. International Journal of Dermatology
2011,50,645-58
4. Dessinioti C et all. Basal Cell Carcinoma: What’s New Under the Sun. Photochemistry
and Photobiology, 2010, 86:481-91
5. Terstappen K, Larko O, Wennberg A. Pigmented Basal Cell Carcinoma-Comparing the
Diagnostic Methods of SIAscopy and Dermoscopy. Acta Derm Venereol 2007;87:238-
42
6. Takenouchi Tatsuya. Key points in Dermoscopic Diagnosis of Basal Cell Carcinoma
and Seborrheic Keratosis in Japanese. Journal of Dermatology 2011;38:59-65
7. Demirtasoglu M et al. Evaluation of Dermoscopic and Histopathologic Features and
their Correlation in Pigmented Basal Cell Carcinomas. JEADV 2006;20:916-20
8. Tanaka Masaru. Review article Dermoscopy. Journal of Dermatology 2006;33:513-17.
9. Braun RP et al. Clinical Review Dermoscopy of Pigmented Skin Lesions. J Am Acad
Dermatol 2005;52:109-21
10. Chan GJ and HO HHF. Original Article A Study of Dermoscopic Features of
Pigmented Basal Cell Carcinoma in Hong kong Chinese. Hong kong J. Dermatol.
Venereol 2008;16:189-96
11. Sherry KR, Reid LA, Wilmshurst AD. A five year review of basal cell carcinoma
excisions. Journal of plastic, reconstructive and aesthetic surgery 2010;62:1485-89
12. Sharque KE, Noaimi AA. Review article basal cell carcinoma: topical therapy versus
surgical treatment. Journal of the saudi society of dermatolgy and dermatologic surgery
2012;16:41-51
13. Cilli TMLJ et al. Review Molecular Aetiology and Pathogenesis of Basal Cell
Carcinoma. British Journal of Dermatology 2005;152:1108-1124Gawkrodger DJ.
Occupational Skin Cancers. Occupational Medicine 2004;54:458-63
14. Sanchez G, Nova J, De la hoz F. Risk factors for basal cell carcinoma: a study from the
national dermatology center of colombia. Actas dermosifiliogr 2012;103(4):294-300
15. Crowson AN. Basal cell carcinoma: biology, morphology and clinical implications.
Modern pathology 2006;19:S127-47
16. Miller SJ. Etiology and pathogenesis of basal cell carcinoma. Clinics in dermatology
1995;13:527-36
17. Diwan R, Skouge JW. Basal Cell Carcinoma. Curr probl Dermatol 1990; 5:70-91
18. Avci Gulden. An Overview of Basal Cell Carcinoma. In : Xi Yaguang ,editor. Skin
Cancer overview. First edition. Croatia. Intech;2011:p.87-106

81

Universitas Sumatera Utara


82

19. Tacke J, Dietrich J, Steinebrunner B, Reifferscheid A. Research article Assessment of a


New Questionnaire for Self Reported Sun Sensitivity in an Occupational Skin Cancer
Screening Program. BMC Dermatol 2008;8(4):1-10
20. Diwan R, Skouge JW. Basal Cell Carcinoma. Curr Prob Dermatol 2009;5:70-91
21. Gawkrodger DJ. Occupational skin cancers. Occupational medicine 2004;54:458-63
22. Tuzun Y et al. Basal Cell Carcinoma in Xi Yaguang, editor. Skin Cancer overview.
China. 2011.p 1-37
23. Kyrgidis Athanassios et al. New Concepts for Basal Cell Carcinoma: Demographic,
Clinical, Histological Risk Factors, and Biomarkers A systemic Review of Evidence
Regarding Risk for Tumor Development, Susceptibility for Second Primary and
Recurrence. Journal of Surgical Research 2010;159: 545-56
24. Lacour JP. Carcinogenesis of Basal Cell Carcinoma:Genetics and Molecular
Mechanism. British Journal of Dermatology 2002;146(61):17-19
25. Stulberg DL, Ceandell B, Fawcett RS. Diagnosis and Treatment of Basal Cell and
Squamous Cell Carcinoma. Am Fam Physician 2004;70(8):1481-88
26. Buljan Marijan et al. Variations in Clinical Presentation of Basal Cell Carcinoma. Acta
Clin Croat 2008;47:25-30
27. Vu Anthony, Laub Donald Jr. Metastatic Basal Cell Carcinoma. In Madan
Vishal,editor. Basal Cell Carcinoma. First edition. Croatia. Intech;2012:p. 79-89
28. Messeguer F et al. A Pilot Study of Clinical Efficacy of Imiquimod and Cryotheraphy
for the Treatment of Basal Cell Carcinoma with Incomplete Respon to Imiquimod.
JEADV 2012;26:879-81
29. Lee JB, Hirokawa Dawn. Dermatoscopy: Facts and Controversies. Clinics in
Dermatology 2010;28:303-10
30. Caresana G, Giardini R. Dermoscopy Guided Surgery in Basal Cell Carcinoma.
JEADV 2010;24:1395-99
31. Hirokawa Dawn. Dermatoscopy: an Overview of Subsurface Morphology. Clinics in
Dermatology 2011;29:557-65
32. Weismann K, Lorentzen HF, Sand C. General Part. In : Weismann K, Lorentzen HF,
Sand C, editor. Dermoscopy. Horsholm;Leo:2005.p. 11-28
33. Johr RH, Stolz W. Basal Cell Carcinoma. In : Johr RH, Stolz W, editor. Dermoscopy
an Illustrated self-Assessment Guide. New York. McGraw-Hill Companies
Inc;2010:p.9-10
34. Malvehy J, Puig S, Braun RP, Marghoob AA, Kopf AW. Basal Cell Carcinoma. In :
Malvehy J, Puig S, Braun RP, Marghoob AA, Kopf AW, editor. Handbook of
Dermoscopy. United Kingdom. Taylor and Francis Group;2006.p. 19-20
35. Dahlan MS. Besar Sampel. In: Dahlan MS, editor. Penelitian Diagnostik. Jakarta.
Salemba Medika;2009:19-33
36. Flohil Sophie C et al. Investigative report Incidence, Prevalence and Future Trends of
Primary Basal Cell Carcinoma in the Netherlands. Acta Derm Venereol 2011;91:24-30
37. Souza Claudia et al. Investigation Topography of Basal Cell Carcinoma and their
Correlations with Gender, Age and Histologic Pattern: a Retrospective Study of 1042
Lesions. An Bras Dermatol 2011;86(2):272-77
38. Altamura Davide et al. Dermatoscopy of Basal Cell Carcinoma: Morphologic
Variability of Global and Local Futures and Accuracy of Diagnosis. J Am Acad
Dermatol 2010;62:67-75

82

Universitas Sumatera Utara


83

Lampiran 1

NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN/

ORANGTUA/ KELUARGA PASIEN

Selamat pagi/siang,

Perkenalkan nama saya dr. Fenni Rinanda. Saat ini saya sedang menjalani Program

Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Untuk memenuhi salah satu persyaratan

menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang saya jalani, saya melakukan penelitian

dengan judul “ Uji Diagnostik Dermatoskopi pada Pasien Karsinoma Sel Basal Di RSUP.

H. Adam Malik dan RSUD. dr. Pirngadi Medan”.

Tujuan penelitian saya ini adalah untuk mengetahui nilai uji diagnostik dermatoskopi

dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk membuka wawasan yang lebih

mendalam tentang menegakkan diagnosis karsinoma sel basal dengan menggunakan

dermatoskopi.

Pertama kami akan melakukan pemeriksaan klinis pada pasien suspek karsinoma sel

basal dan akan melakukan pengambilan bahan untuk pemeriksaan histopatologis dan

memeriksa lesi dengan menggunakan alat dermatoskopi. Nanti akan diperiksa apakah ruam-

83

Universitas Sumatera Utara


84

ruam yang dikeluhkan tersebut memang benar karsinoma sel basal, kemudian kami akan

melakukan pengambilan jaringan pada bagian yang sakit. Bila diizinkan kami akan

menggambil gambar pada saat diperiksa. Kemudian kami akan mengirim jaringan ke patologi

anatomi untuk dinilai. Pemeriksaan ini untuk mengetahui dengan pasti penyakitnya.

Sehingga dapat kita ketahui dengan pasti bahwa memang alat dermatoskopi ini bisa dipakai

dalam menegakkan diagnosis karsinoma sel basal.

Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i bersedia ikut serta dalam penelitian ini, maka

saya akan melakukan tanya jawab terhadap Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i untuk

mengetahui identitas pribadi secara lebih lengkap, keadaan kesehatan secara umum. Bila

telah memenuhi persyaratan, akan dilakukan pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan

klinis kemudian akan kami periksa lesi dengan menggunakan alat dermatoskopi dan terakhir

akan kami biopsi untuk pemeriksaan histopatologis. Apabila terjadi sesuatu dapat

menghubungi saya di 081260388195 atau di Jln Tridharma no 12B Medan.

Peserta penelitian tidak akan dikutip biaya apapun dalam penelitian ini. Kerahasiaan

mengenai penyakit yang diderita peserta penelitian akan dijamin.

Keikutsertaan Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i dalam penelitian ini adalah bersifat

sukarela. Bila tidak bersedia, Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i berhak untuk menolak

diikutsertakan dalam penelitian ini, dan apabila di tengah jalannya penelitian,

Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i merasa keberatan untuk melanjutkan keikutsertaannya,

Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i berhak untuk mundur dari penelitian ini. Jika

Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i bersedia dan menyetujui pemeriksaan ini, mohon untuk

menandatangani formulir persetujuan ikut serta dalam penelitian.

84

Universitas Sumatera Utara


85

Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i masih memerlukan penjelasan lebih lanjut

dapat menghubungi saya.

Terima kasih.

85

Universitas Sumatera Utara


86

86

Universitas Sumatera Utara


87

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Adalah : (pilih salah satu)

• Penderita

• Sanak keluarga (hubungan keluarga dengan penderita:........................................

Nama :

Umur : Tahun

Yang dirawat di ruang .......................... menyetujui pengobatan/tindakan medik/operasi:

....................................................................................................

Jenis obat yang alergi..........................................................................................

87

Universitas Sumatera Utara


88

Penyakit yang pernah diderita pada saat dahulu.................... dan sekarang ........

Yang direncanakan akan dilakukan terhadap saya/penderita.

Petugas kesehatan di rumah sakit ini telah menjelaskan kepada saya tentang perlunya

pengobatan/tindakan medik/operasi tersebut beserta resiko yang timbul akibat tindakan

medik /operasi ini yaitu: misalnya parut yang berlebihan, kelainan warna kulit, menjadi

ganas, adanya tarikan kulit, hasil yang tidak memuaskan yang diharapkan dan sebagainya dan

saya telah memahaminya.

Segala resiko yang dapat timbul akibat tindakan medik/operasi ini akan saya

tanggung dengan sukarela, demi kesembuhan/perbaikan kesehatan saya/penderita. Saya

menegaskan bahwa saya cukup umur, waras dan sadar serta kompeten untuk memberikan

pernyataan persetujuan ini.

Dengan persetujuan ini, saya membebaskan pihak rumah sakit ini/ dokter yang

mengoperasi dari tuntutan hukum dikemudian hari yang datang dari diri saya atau dari orang

lain yang merasa berkepentingan terhadap diri saya dimana jika terjadi hal-hal yang menjadi

komplikasi atau penyulit dan efek samping yang terjadi langsung atau langsung akibat

tindakan medik/operasi tersebut.

Saya ingin agar persetujuan saya ini dihormati oleh semua pihak.

Medan, ...................2014

Dokter Yang membuat pernyataan

88

Universitas Sumatera Utara


89

(dr.Fenni Rinanda) (.........................................)

89

Universitas Sumatera Utara


90

Lampiran 3

STATUS PENELITIAN

Tanggal Pemeriksaan :

Nomor urut penelitian :

Nomor catatan medik :

Identitas

Nama :

Alamat :

Telepon :

Tempat tanggal lahir (hari,bulan,tahun) :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Bangsa/suku : 1. Batak 2. Karo 3. Jawa

4. Melayu 5. Minangkabau 6. Lainnya

Agama : 1. Islam 2. Kristen protestan 3. Kristen katolik

4. Hindu 5. Budha

90

Universitas Sumatera Utara


91

Pendidikan : 1. Belum sekolah 2. SD/sederajat 3. SMP/sederajat

4. SMA/sederajat 5. Perguruan Tinggi

Pekerjaan : 1. Pegawai negri sipil/TNI/Polri 2. Pegawai swasta

3. Wiraswasta 4. Tidak bekerja

Status pernikahan : 1. Sudah menikah 2. Belum menikah

ANAMNESIS

Keluhan utama :

Riwayat perjalanan penyakit :

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat penyakit terdahulu :

PEMERIKSAAN FISIK

91

Universitas Sumatera Utara


92

Status antropomentri

• Tinggi badan

• Berat badan

Status generalisata

Keadaan umum :

• Kesadaran :

• Gizi :

• Tekanan darah :

• Frekuensi nadi :

• Suhu :

• Frekuensi pernafasan :

Keadaan spesifik :

• Kepala :

• Leher :

• Toraks :

• Abdomen :

• Genitalia :

• Ekstremitas :

92

Universitas Sumatera Utara


93

Status dermatologikus

• Lokalisasi :

• Efloresensi :

- Ukuran :

- Permukaan :

- Warna :

DIAGNOSIS BANDING :

DIAGNOSIS KERJA :

PENATALAKSANAAN :

93

Universitas Sumatera Utara


94

PROGNOSIS

• Quo ad vitam :

• Quo ad functionam :

• Quo ad sanactionam :

94

Universitas Sumatera Utara


95

Lampiran 4

95

Universitas Sumatera Utara


96

96

Universitas Sumatera Utara


97

Lampiran 5

Data Pasien

No Umur Jenis Pekerjaan 3 point Hasil Hasil Gambaran

kelamin checklist pemeriksaan Pemeriksaan dermoskopi

dermoskopi histopatologi

1 50 L petani Assimetry, Positif KSB Positif KSB Ulserasi, large

blue white blue gray ovoid

structures nests,

arborizing

vessels,

97

Universitas Sumatera Utara


98

2 70 L Pendeta Asimmetry, Positif KSB Positif KSB ulserasi,

blue white arborizing

structures, vessels,

atypical multiple blu

network gray globules,

maple leaf like

areas,

3 75 P Pegawai Asimmetry, Positif KSB Positif KSB ulserasi,

kantor blue white arborizing

structures vessels

4 66 P Petani Asimmetry, Positif KSB Positif KSB ulserasi,

blue white arborizing

structures vessels,

98

Universitas Sumatera Utara


99

multiple blu

gray globules

5 57 L Petani Asimmetry, Positif KSB Negatif KSB ulserasi, large

blue white blue gray ovoid

structures, nests ,

atypical arborizing

network vessels

6 65 P Petani Blue white Negatif KSB Negatif KSB pigment

structures, network in the

atypical thin furrows

network

7 69 L Polisi laut Asimmetry, Positif KSB Positif KSB ulserasi, large

99

Universitas Sumatera Utara


100

blue white blue gray ovoid

structures nests,

arborizing

vessels,

8 72 L Pelaut Atypical Negatif KSB Positif KSB arborizing

network, vessels,

blue white multiple blue

structures, gray globules,

asimmetry

9 55 L Petani Asimmetry, Positif KSB Positif KSB ulserasi,

blue white arborizing

structures vessels, large

blue gray ovoid

nests,

100

Universitas Sumatera Utara


101

10 63 L Petani Asimmetry, Positif KSB Positif KSB arborizing

blue white vessels, large

structures blue gray ovoid

nests

11 69 P Petani Asimmetry, Positif KSB Positif KSB large blue gray

blue white ovoid nests,

structures, arborizing

atypical vessels

network

12 71 L Petani Asimmetry, Positif KSB Positif KSB Ulserasi,

atypical arborizing

network, vessels, large

blue white blue gray ovoid

101

Universitas Sumatera Utara


102

structures nests

Gambaran dermatoskopi

No Gambaran dermatoskopi

102

Universitas Sumatera Utara


103

Ulserasi, large blue gray ovoid nests, arborizing vessels,

103

Universitas Sumatera Utara


104

ulserasi, arborizing vessels, multiple blue gray globules, maple leaf like areas,

104

Universitas Sumatera Utara


105

ulserasi, arborizing vessels

105

Universitas Sumatera Utara


106

ulserasi, arborizing vessels, multiple blue gray globules

106

Universitas Sumatera Utara


107

ulserasi, large blue gray ovoid nests , arborizing vessels

107

Universitas Sumatera Utara


108

Pigment network in the thin furrows

108

Universitas Sumatera Utara


109

ulserasi, large blue gray ovoid nests, arborizing vessels,

109

Universitas Sumatera Utara


110

Arborizing vessels, multiple blue gray globules

110

Universitas Sumatera Utara


111

Ulserasi, arborizing vessels, large blue gray ovoid nests, multiple blue gray globules

111

Universitas Sumatera Utara


112

10

Arborizing vessels, large blue gray ovoid nests

112

Universitas Sumatera Utara


113

11

Large blue gray ovoid nests, arborizing vessels

113

Universitas Sumatera Utara


114

12

Ulserasi,

large blue ovoid


nests,

114

Universitas Sumatera Utara


cxv

Lampiran 6

TABEL FREKUENSI

Umur

n % Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 50 tahun 1 8,3 8,3 8,3

50 - 60 tahun 3 25 25 33,3

61 - 70 tahun 7 58,3 58,3 91,6

71 - 80 tahun 1 8,3 8,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

Jenis_kelamin

n % Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 8 66,7 66,7 66,7

cxv

Universitas Sumatera Utara


cxvi

Perempuan 4 33,3 33,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

Pekerjaan

n % Valid Percent Cumulative Percent

Valid pegawai kantor 1 8,3 8,3 8,3

Pelaut 1 8,3 8,3 16,6

Pendeta 1 8,3 8,3 24,9

Petani 8 66,7 66,7 91,6

Polisi laut 1 8,3 8,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

3 point checklist

n % Valid percent Cumulative

cxvi

Universitas Sumatera Utara


cxvii

percent

Valid Asimmetry, blue 5 41,7 41,7 41,7

white structures,

atypical network

Asimmetry, blue 7 58,3 58,3 100

white structures

Total 12 100 100

Dermatoskopi

n % Valid Percent Cumulative Percent

Valid Negatif ksb 2 16,7 16,7 16,7

Positif ksb 10 83,3 83,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

cxvii

Universitas Sumatera Utara


cxviii

Gambaran Dermatoskopi

n % Valid Percent Cumulative Percent

Valid Arborizing vessels, large blue gray 2 16,7 16,7 16,7

ovoid nests

Arborizing vessels, multiple blue 1 8,3 8,3 25

gray globules,

Pigment network in the thin furrows 1 8,3 8,3 33,3

Ulserasi, arborizing vessels 1 8,3 8,3 41,6

Ulserasi, arborizing vessels, multiple 1 8,3 8,3 49,9

blu gray globules

Ulserasi, arborizing vessels, multiple 1 8,3 8,3 58,2

blu gray globules, maple leaf like

areas,

Ulserasi, large blue gray ovoid nests, 4 33,4 33,4 100,0

arborizing vessels,

Total 12 100,0 100,0

Hasil Pemeriksaan Histopatologi

n % Valid Percent Cumulative Percent

cxviii

Universitas Sumatera Utara


cxix

Valid Negatif ksb 2 16,7 16,7 16,7

positif ksb 10 83,3 83,3 100,0

Total 12 100,0 100,0

Dermatoskopi * Hasil Pemeriksaan histopatologi Crosstabulation

Hasil Pemeriksaan histopatologi

Positif KSB Negatif KSB Total

Dermatoskopi Positif KSB 9 1 10

Negatif KSB 1 1 2

Total 10 2 12

cxix

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai