Anda di halaman 1dari 197

TESIS

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN


ERITROPOIETIN PASIEN RAWAT JALAN PENYAKIT
GINJAL KRONIS STADIUM 5 DI RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

OLEH:
SALMAH HANDAYANI LUBIS
NIM 137014018

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN
ERITROPOIETIN PASIEN RAWAT JALAN PENYAKIT
GINJAL KRONIS STADIUM 5 DI RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan sebaagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
SALMAH HANDAYANI LUBIS
NIM 137014018

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Salmah Handayani Lubis

Nomor Induk Mahasiswa : 137014018

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan


Eritropoietin Pasien Rawat Jalan Penyakit
Ginjal Kronis Stadium 5 di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Telah di uji dan dinyatakan LULUS dihadapan komisi penguji pada hari Jumat

tanggal dua puluh empat bulan Agustus tahun dua ribu delapan belas.

Mengesahkan :

Tim Penguji Tesis

Ketua Komisi Penguji Tesis : Prof. Dr.Urip Harahap, Apt.

Anggota Komisi Penguji Tesis : Dr. Poppy Anjelisa Z Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt.

Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt.

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt.

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama Mahasiswa : Salmah Handayani Lubis


Nomor Induk Mahasiswa : 137014018
Program Studi : Magister Farmasi
Judul Tesis : Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan
Eritropoietin Pasien Rawat Jalan Penyakit
Ginjal Kronis Stadium 5 di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri,
bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat
karena kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh
Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak akan
menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam
keadaan sehat.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
tesis dengan judul “Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Eritropoietin Pasien
Rawat Jalan Penyakit Ginjal Kronis Stadium 5 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan“ sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi
pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa tanpa dukungan, bantuan, dan bimbingan dari
berbagai pihak, tesis ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, Medan. yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Studi Magister
Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S.,Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara, Medan, yang telah meyediakan fasilitas dan kesempatan bagi
penulis menjadi Mahasiswi dan menyelesaikan Program Studi Magister
Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Magister
Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang
telah memberikan arahan dan bantuan bagi penulis untuk menyelesaikan
Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
4. Ibu Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph. D., Apt., dan Ibu Khairunnisa, S.
Si., M.Pharm., Ph. D., Apt., sebagai komisi pembimbing yang telah
memberikan waktu, bimbingan, arahan, masukan, saran, dan dukungan kepada
penulis dengan penuh kesabaran, tulus, dan ikhlas selama penelitian dan
penyusunan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., sebagai komisi penguji (pembanding I)
sekaligus Ketua Program Studi Magister Farmasi, Universitas Sumatera Utara,
Medan, yang telah memberikan dukungan, motivasi, saran dan masukan bagi
penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini menjadi lebih baik.
6. Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., sebagai komisi penguji
(pembanding II) yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam
penyusunan tesis ini agar menjadi lebih baik.
7. Suami tercinta Agun Supriyatno, SE., yang telah banyak membantu saya secara
tidak lagsung dalam penyusunan tesis ini dan senantiasa memberikan
dukungan, motivasi serta pengertiannya kepada penulis.
8. Ayahanda Darwin Lubis, Ibunda (Alm) Ratna Sari Siregar, abang, kakak dan
adikku yang selalu memberikan semangat, dukungan, kepercayaan dan doa
yang tiada hentinya bagi kesuksesan penulis.
9. Sahabat-sahabat tercinta Muharni Sahputri, Eva Dewi Puba, Modesta Tarigan,
Yulis, Gita, Ade atas motivasi dan dukungan yang tiada henti kepada penulis,
serta untuk semua pihak, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang
telah banyak membantu dalam penyusunan tesis ini. Semoga Allah SWT
memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis.

vi
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini dapat
memberikan manfaat yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bagu bidang
Farmasi.

Medan, 7 Januari 2019


Penulis,

Salmah Handayani Lubis


NIM 137014018

vii
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN
ERITROPOIETIN PASIEN RAWAT JALAN PENYAKIT GINJAL
KRONIS STADIUM 5 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM
MALIK MEDAN
ABSTRAK

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) menjadi masalah kesehatan global karena


morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menentukan jenis terapi eritropoietin (EPO) yang lebih cost effective
digunakan pada pasien PGK stadium 5, sehingga perlu dilakukan analisis
efektivitas biaya (CEA) dan utilitas biaya (CUA) penggunaan EPO berdasarkan
nilai hemoglobin (Hb) dan skor kualitas hidup (QoL) pasien PGK stadium 5.
Penelitian kohort ini dilakukan secara propektif dan retrospektif periode
Agustus - Oktober 2017 terdiagnosis PGK stadium 5 dengan komorbiditas
penyakit yang dirawat di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Kualitas hidup
pasien PGK stadium 5 dianalisis menggunakan instrumen SF-36 dengan skor
dikategorikan sebagai berikut: sangat baik, ≥ 80; bagus, 75 - <80; sedang, 60 -
<75; buruk, <60. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik
Microsoft-office Exel dan Chi-square.
Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik pasien laki-laki (n = 52; 59%), p =
0,562. Usia rata-rata pasien (n = 88) adalah 48,74 ± 14,08 tahun. Hasil statistik
menunjukkan tidak ada hubungan antara peningkatan kadar Hb dengan Qol, p =
0,916. Nilai Hb pasien diperoleh 9,28 ± 1,25 (g/dl). Kualitas hidup pasien adalah
47,01 ± 18,41 persen. Kualitas hidup pasien masih relatif buruk (n = 63; 71,7%).
Nilai ICER dari kelompok diagnosis hypertension nephropathy dan diabetic
nephrophaty menggunakan terapi hemapo tunggal diperoleh minus (- Rp 18.420)
dengan total biaya medis langsung per pasien (Rp 17.182.170 ; efektivitas =
50%). Terapi hemapo tunggal memberikan hasil yang lebih cost effective
dibandingkan pemberian terapi eprex dan recormon atau kombinasinya dengan
hemapo.

Kata kunci: PGK, EPO, Efektivitas, QoL, CEA

viii
Universitas Sumatera Utara
COST EFFECTIVENESS ANALYSIS OF ERYTHROPOETIN
TREATMENT IN OUTPATIENT CHRONIC KIDNEY DESEASE STAGE
5 ADMITTED HAJI ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN

ABSTRACT
Chronic kidney disease (CKD) remaind as a global health problem due to
its high morbidity, mortality and costs treatment. The aim of this study was to
determine the type of erythropoetin therapy which is more cost-effective in used
with CKD patients stage 5, so necessary to perform cost effectiveness analysis
(CEA) and cost utility (CUA) should be used EPO based on hemoglobin (Hb)
value and score of Quality of Life (QoL) with CKD patients stage 5.
This study was cohort with a prospective and retrospective approach form
August to October 2017 which was diagnosed with CKD stage 5 a diagnosis of
comorbidities who were treated at Haji Adam Malik Hospital Medan. The QoL of
stage 5 CKD was analyzed using SF-36 instruments with scores categorized as
follows: very good, ≥ 80; good, 75 - < 80; medium, 60 - < 75; bad, < 60. Data
obtained were analyzed used Microsoft Excel and Chi Square statistical tests.
The results of this study showed that generally the characteristics of
patients were male (n = 52; 59%), p = 0.562. The average age of patients (n = 88)
was 48.74 ± 14.08 years. Statistical results showed no correlation between
increasing Hb levels with QoL, p = 0.916. The patient's Hb value was obtained
9.28 ± 1.25 (g/dl). The QoL of patients was 47.01 ± 18.41 percent. The QoL of
patients is still relatively poor (n = 63; 71.7%). The ICER value on the diagnosis
group complication nephropathy hypertension and diabetic nephropathy with
single hemapo therapy obtained minus (- Rp 18,420) with the total direct medical
costs per patient (Rp 17,182,170; effectiveness = 50%). The single hemapo
therapy gives results that more cost effective than other EPO therapy with CKD
patients stage 5 (eprex and recormon or combination with hemapo).

Keywords: CKD, EPO, Effectiveness, QoL, CEA

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ......................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS ............................................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS .............................................................. iv

SURAT PERNYATAAN............................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

ABSTRAK ................................................................................................... viii

ABSTRACT ................................................................................................. ix

DAFTAR ISI ................................................................................................ x

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xiv

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah.................................................................... 4

1.3 Hipotesis ..................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian........................................................................ 5

1.5 Manfaat Penelitian...................................................................... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian........................................................... 6

Universitas Sumatera Utara


BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 7

2.1 Penyakit Ginjal Kronis ............................................................... 7

2.2 Albuminurea ............................................................................... 9

2.3 Komorbiditas Penyakit Ginjal Kronis ........................................ 12

2.4 Tatalaksana Pengobatan Anemia Penyakit Ginjal Kronis .......... 14

2.5 Recombinant Human Erythropoietin ........................................ 17

2.5.1 Struktur kimia eritropoietin ............................................. 19

2.5.2 Peranan recombinant human erythropoietin pada sistem


hematologi ....................................................................... 20

2.5.3 Peranan recombinant human erythropoietin sistem


non-hematologi ................................................................ 22

2.5.4 Efek samping terapi eritropoietin .................................... 23

2.6 Hemodialisis ............................................................................... 24

2.7 Pengkajian Status Besi ............................................................... 25

2.8 Hiperferitinemia Penyakit Ginjal Kronis ................................... 27

2.9 Hemoglobin ............................................................................... 28


2.9.1 Pengertian dan fungsi hemoglobin ................................... 28

2.9.2 Struktur kimia hemoglobin............................................... 28

2.10 Farmakoekonomi ...................................................................... 30

2.10.1 Pengertian farmakoekonomi .......................................... 30

2.10.2 Tujuan dan manfaat farmakoekonomi............................ 31

2.10.3 Metode farmakoekonomi .............................................. 32

2.10.4 Biaya pelayanan kesehatan............................................ 39


2.10.5 Perspektif ................................................................... 41

xi

Universitas Sumatera Utara


2.11 Short Form (SF-36) Healt Survey ......................................... 42

2.11.1 Metode Skoring SF-36 .............................................. 43


2.12 Kerangka teori penelitian ...................................................... 45

BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 46

3.1 Desain Penelitian ........................................................................ 46

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................... 47

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian .................................................. 47

3.3.1 Populasi .................................................................... 47

3.3.2 Subjek ....................................................................... 48


3.4 Tahapan Penelitian ................................................................ 49

3.5 Pengolahan dan Penyajian Data ........................................... 50

3.6 Analisis Data......................................................................... 50

3.7 Defenisi Operasional ............................................................. 53

3.8 Langkah - Langkah Penelitian .............................................. 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 55

4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................ 55

4.2 Profil Pengobatan ................................................................. 61

4.3 Biaya Langsung Medis ......................................................... 65

4.3.1 Jasa pelayanan medis .............................................. 67

4.3.2 Jasa sarana ................................................................ 68

4.3.3 Biaya pemeriksaan laboratorium.............................. 69

4.3.4 Biaya transfusi darah ................................................ 70

xii

Universitas Sumatera Utara


4.3.5 Biaya obat eritropoietin ............................................ 70

4.3.6 Biaya terapi obat lainnya (simtomatik) .................... 73

4.4 Total Biaya Langsung Medis ............................................... 74

4.5 Analisis Efektivitas Pengobatan ........................................... 75

4.5.1 Hemoglobin .............................................................. 76

4.5.2 Quality adjusted life years (QALY) ......................... 79

4.6 Analisis Efektivitas Biaya ................................................... 86

4.6.1 Perhitungan cost-effectivness ratio (CER) ............... 86

4.6.2 Perhitungan incremental cost-effectiveness ratio..... 88

4.7 Analisis Utilitas Biaya.......................................................... 91

4.7.1 Perhitungan cost-utility ratio (CUR)........................ 91

4.7.2 Perhitungan incremental cost-utility ratio (ICUR) .. 93

4.8 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Kualitas Hidup....... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 98

5.1 Kesimpulan .......................................................................... 98

5.2 Saran..................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 104

LAMPIRAN ................................................................................................. 105

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

C : Cost

CEA : Cost-effectiveness analysis

CER : Cost-effectiveness ratio

CUA : Cost-utility analysis

CUR : Cost-utility ratio

DN : Diabetic nephropathy

EPO : Eritropoietin

GDP : Gross Domestic Produk

GNC : Glomerulo nephritis chronic

Hb : Hemoglobin

HD : Hemodialisis

HN : Hypertension nephropathy

HN + DN : Hypertension nephropathy dan diabetic nephropathy

ICER : Incremental cost-effectiveness ratio

ICUR : Incremental cost-utility ratio

LFG : Laju filtrasi glomerulus

PGOI : Penyakit ginjal obstruktif infektif

PGK : Penyakit ginjal kronis

QALY : Quality adjusted life years

QoL : Quality of Life

SF-36 : Short-form

U : Utilitas

xiv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis berdasarkan kategori GFR


dan kategori albuminurea ........................................................... 7

2.2 Klasifikasi Kadar Hb menurut WHO .......................................... 29

2.3 Perbandingan jenis studi farmakoekonomi.................................. 33

2.4 Cakupan pengukuran biaya dalam analisis farmakoekonomi


berdasarkan perspektif study ....................................................... 42

2.5 Penentuan skor jawaban setiap pertanyaan berdasarkan nomor .. 43

2.6 Penentuan skor rata-rata setiap pertanyaan berdasarkan skala .... 44

4.1 Karakeristik Subjek Penelitian PGK stadium 5........................... 56

4.2 Distribusi jenis terapi eritropoietin pasien PGK stadium 5 dan


jenis terapi eritropoietin ............................................................... 62

4.3 Kategori resources pengobatan pasien PGK stadium 5 ............... 65

4.4 Profil penggunaan eritropoietin pasien PGK stadium 5


berdasarkan diagnosis ................................................................. 71

4.5 Total pemakaian eritropoietin PGK stadium 5 berdasarkan


diagnosis ...................................................................................... 72

4.6 Total biaya langsung medis pasien PGK stadium 5 .................... 74

4.7 Biaya langsung medis berdasarkan diagnosis dan kelompok


terapi eritropoietin ....................................................................... 74

4.8 Evaluasi efektivitas terapi eritropoietin PGK stadium 5


berdasarkan diagnosis .................................................................. 76

4.9 Kualitas hidup dan nilai utilitas pasien PGK stadium 5


berdasarkan diagnosis .................................................................. 79

4.10 Penilaian kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan


kelompok diagnosis ..................................................................... 83

4.11 Dimensi kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skal a 84

xv

Universitas Sumatera Utara


4.12 Perhitungan cost-effectiveness ratio pasien PGK stadium 5
berdasarkan kelompok diagnosis ................................................. 86

4.13 Perhitungan incremental cost-effectiveness ratio pasien PGK


stadium 5 berdasarkan diagnosis ................................................. 89

4.14 Perhitungan cost-utility ratio pasien PGK stadium 5 berdasarkan


diagnosis glomerulo nephritis chronic ........................................ 94

4.15 Perhitungan incremental cost-utility ratio kelompok diagnosis


glomerulo nephritis chronic antara model terapi eprex dan
hemapo......................................................................................... 95

4.16 Hubungan nilai target hemoglobin dengan kualitas hidup .......... 96

xvi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ............................................................... 6

2.1 Pravalensi komorbiditas penyakit ginjal kronis.............................. 12

2.2 Algoritma terapi erytropoietin stimulating agents ......................... 16

2.3 Struktur kimia hemoglobin ............................................................. 48

2.4 Diagram efektivtas biaya ................................................................ 35

2.5 Quality adjusted life year dari hipotesis intervensi terapi .............. 37

2.6 Kerangka teori penelitian................................................................ 45

3.1 Alur penelitian ................................................................................ 49

4.1 Karakteristik pasien PGK stadium 5 berdasarkan jenis kelamin. 57

4.2 Karakterisitik pasien kelompok usia............................................... 58

4.3 Karakterisitik pasien kelompok pendidikan ................................... 59

4.4 Karakteristik pasien berdasarkan pekerjaan ................................... 60

4.5 Grafik pengguna program terapi eritropoietin pasien PGK yang


menjalani hemodialisis .................................................................. 64

4.6 Persentase jumlah pasien PGK stadium 5 berdasarkan diagnosis... 64

4.7 Alat hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan ........................... 68

4.8 Perbandingan efektivitas terapi menggunakan 3 model terapi


eritropoietin .................................................................................... 78

4.9 Diagram efektivitas biaya terapi eritropoietin ................................ 91

xvii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Lembar penjelasan dan persetujuan pasien.. .................................. 105

2 Identitias data responden ................................................................ 107

3 Formulir short form health survey SF-36) ...................................... 109

4 Surat keterangan kelayakan etik (ethical clereance) ...................... 114

5 Surat izin penelitian dari Fakultas Farmasi USU ........................... 115

6 Surat izin melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan 116

7 Surat izin penelitian dari Litbang kepada Instalasi Rekam Medis . 117

8 Surat izin penelitian dari Litbang kepada Instalasi Hemodialisa ... 118

9 Surat izin penelitian dari Litbang kepada Direktur Keuangan ....... 119

10 Surat izin penelitian dari Litbang kepada Instalasi SIRS ............... 120

11 Surat keterangan selesai penelitian ................................................. 121

12 Uji statistik Chi Square karakteristik pasien .................................. 122

13 Hubungan nilai hemoglobin dengan diagnosis pasien .................. 124

14 Hubungan nilai kualitas hidup (QoL) dengan diagnosis pasien ..... 125

15 Deskriptif statistik Hb dan kualitas hidup ..................................... 126

16 Korelasi hemoglobin dengan kualitas hidup .................................. 127

17 Gambaran status pasien rawat jalan PGK stadium 5 ...................... 128

18 Skoring kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan


dimensi kesehatan .......................................................................... 131

19 Penilaian kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan


dimensi kesehatan .......................................................................... 136

20 Perhitungan total biaya honor dokter.............................................. 142

xviii

Universitas Sumatera Utara


21 Perhitungan biaya sarana hemodialisis............................................. 143

22 Perhitungan biaya pemeriksaan laboratorium .................................. 144

23 Perhitungan biaya transfusi darah .................................................... 146

24 Perhitungan biaya penggunaan eritropoietin berdasarkan diagnosis


dan kelompok terapi ......................................................................... 147

25 Perhitungan penggunaan eritropoietin dan pencapaian target Hb dialisis


(10,0 – 12,0 g/dl) berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi ........ 149

26 Perhitungan jumlah obat dan biaya obat simtomatik PGK stadium 5


berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi eritropoietin ................ 153

26.1 Perhitungan jumlah dan biaya obat simtomatik diagnosis


hypertension nephropaty (HN)................................................ 153

26.2 Perhitungan jumlah dan biaya obat simtomatik diagnosis diabetic


nephropathy (DN) ..................................................................... 158

26.3 Perhitungan jumlah dan biaya obat simtomatik diagnosis


komplikasi hypertension nephropaty dan diabetic nephropathy 163

26.4 Perhitungan jumlah dan biaya obat simtomatik diagnosis glomerulo


nephritis chronic (GNC) ........................................................... 165

26.5 Perhitungan jumlah dan biaya obat simtomatik diagnosis penyakit


ginjal obstruktif infektif (PGOI) ............................................... 170

26.6 Perhitungan jumlah dan biaya obat simtomatik diagnosis ....... 173

27 Perhitungan total biaya biaya langsung medis pasien PGK stadium 5


berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi eritropoietin ............... 174

xix

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pola penyakit di Indonesia mengalami perubahan beberapa tahun terakhir

ini, terjadi peningkatan trend penyakit katastropik setiap tahun. Penyakit

katastropik merupakan penyakit berbiaya tinggi, secara komplikasi dapat

membahayakan jiwa penderita, salah satunya adalah penyakit ginjal kronis (PGK)

(Anonim, 2016a).

Pada tahun 2012 total biaya hemodialisis yang ditanggung oleh PT. Askes

maupun jaminan asuransi lainnya sebesar 227 milyar rupiah dan merupakan

tindakan medis yang menyerap porsi terbesar dari biaya kesehatan. Pada tahun

2014, pembiayaan pelayanan kesehatan oleh BPJS meningkat menjadi sebesar 2,2

triliun rupiah. Pada tahun 2015 sebanyak 2,68 triliun rupiah dihabiskan untuk

penyakit gagal ginjal, baik rawat inap maupun rawat jalan. Pembiayaan penyakit

ginjal merupakan peringkat kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan

setelah penyakit jantung (InfoDATIN, 2017).

Prevalensi pasien penyakit ginjal kronis (PGK) stadium 5 yang menjalani

hemodialisis rutin meningkat dari tahun ke tahun, hampir setengah juta pasien

PGK menjalani hemodialisis untuk memperpanjang hidup mereka (Stevens, et al.,

2010). Pasien PGK mempunyai komorbiditas penyakit yang berhubungan erat

dengan faktor risiko penyakit hipertensi, aterosklerosis, diabetes, dan gangguan

lipid yang dapat memperburuk kondisi ginjal dan kardiovaskular (Thomas, et al.,

1
Universitas Sumatera Utara
2008). Kondisi hipertensi yang terjadi menyebabkan memburuknya kondisi pasien

penyakit ginjal dan penyakit kardiovaskular (Kalantar, et al., 2006).

Penurunan produksi eritropoietin pasien PGK dapat diatasi dengan

pemberian recombinant Human Erythropoietin (rHuEPO), tetapi harga rHuEPO

yang mahal menjadi kendala di Indonesia (PERNEFRI, 2001). Adanya anemia

pada pasien dengan PGK dapat berisiko terjadinya kejadian kardiovaskular dan

prognosis dari penyakit ginjal sendiri (Marsden, 2009). Berdasarkan data dari

National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III), diperkirakan

13,5 juta memiliki creatinin clearance (CrCl) ≤ 50 ml/menit dan kejadian anemia

yang ditandai dengan kadar hemoglobin < 11 g/dl sebesar 800000 orang (Hsu, et

al., 2002). Terapi rHuEPO pada pasien PGK telah terbukti bermakna secara klinik

dapat menghilangkan gejala maupun mengurangi komplikasi akibat anemia pada

pasien PGK. Selain itu terapi rHuEPO dapat mengurangi kebutuhan transfusi

darah, mengurangi komplikasi transfusi, mengurangi efek sekunder anemia

terhadap sistem kardiovaskuler (PERNEFRI, 2011). National Kidney Foundation-

Kidney Disease Outcomes Quality Intitiative (NKF-K/DOQI) di Amerika

merekomendasikan pemberian eritropoietin pada semua tingkatan stadium PGK

baik yang belum atau telah menjalani terapi dialisis.

Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menerima tindakan

hemodialisis menjadi masalah dan menarik perhatian. Tindakan hemodialisis yang

dilakukan bertujuan untuk mempertahankan hidup pasien PGK stadium 5, namun

menjadi persoalan penting sebagai dampak dari hemodialisis untuk mencapai

kualitas hidup yang baik perlu perubahan pola pikir dan cara pandang pasien

terhadap penyakit ginjal kronis itu sendiri (Togatorop, 2011).

2
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Desita (2010) bahwa ada

beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien PGK yaitu kondisi

medik pasien berupa lama menjalani hemodialisis, stadium PGK, penyakit

penyerta dan penatalaksanaan medis yang dijalani. Banyak cara menilai kualitas

hidup pasien, salah satunya adalah menggunakan instrumen short form 36 (SF-36)

yang dapat digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien secara umum pada

PGK stadium 5.

Pada tahun 2014, jumlah pasien dengan penyakit ginjal menggunakan

program terapi eritropoietin di Indonesia meningkat menjadi 135812 yang terdiri

dari pengguna hemapo 75553, eprex 26990, recormon 26657 dan diluar merek

tersebut sebanyak 6612. Jumlah pasien PGK yang menjalani hemodialisis dan

menggunakan terapi eritropoietin di wilayah Sumatera Utara sebanyak 7481

pasien. Peningkatan pemberian terapi eritropoietin sejalan dengan terjadinya

penurunan pemakaian transfusi darah di Indonesia (PERNEFRI, 2014).

Berdasarkan besarnya jumlah penggunaan terapi eritropoietin pada pasien

PGK yang menjalani hemodialisis maka akan menyebabkan bertambahnya beban

biaya oleh pihak pemberi jaminan asuransi kesehatan (BPJS Kesehatan) dalam

mempertahankan hidup dan membiayai perawatan pasien PGK stadium 5

dibeberapa pelayanan kesehatan atau rumah sakit, untuk itu perlu dilakukan

penelitian tentang analisis efektivitas biaya penggunaan eritropoietin pasien rawat

jalan penyakit ginjal kronis stadium 5 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H.

Adam Malik Medan guna untuk mengetahui perbandingan biaya dan efektivitas

terapi dari jenis eritropoietin yang diberikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

3
Universitas Sumatera Utara
memberikan tambahan informasi bagi pengambil kebijakan dan keputusan di

RSUP H. Adam Malik Medan terkait kebijakan terapi eritropoietin bagi pasien

PGK stadium 5 yang menjalani hemodialisis.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

a. Apakah pemberian terapi eritropoietin alfa (eprex, hemapo) dan eritropoietin

beta (recormon) dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan mencapai target

Hb dialisis (10,0 - 12,0 g/dl) pada pasien PGK stadium 5?

b. Apakah ada hubungan peningkatan kadar hemoglobin dalam pencapaian

target Hb dialisis dengan kualitas hidup pasien PGK stadium 5?

c. Apakah pemberian terapi eritropoietin jenis hemapo tunggal lebih cost

effective dibandingkan dengan eprex dan recormon atau pemberian terapi

kombinasinya?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas maka hipotesis penelitian

ini adalah:

a. Pemberian terapi eritropoietin alfa (eprex, hemapo) dan eritropoietin beta

(recormon) dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan mencapai target Hb

dialisis (10,0-12,0 g/dl) pada pasien PGK stadium 5?

b. Di duga ada hubungan peningkatan kadar hemoglobin dengan kualitas hidup

pasien rawat jalan PGK stadium 5.

4
Universitas Sumatera Utara
c. Pemberian terapi eritropoietin jenis hemapo tunggal lebih cost effective

dibandingkan dengan eprex dan recormon atau pemberian terapi

kombinasinya.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah:

a. Membandingkan efektivitas biaya dan terapi pemberian obat eritropoietin

(hemapo, eprex, recormon) pada pasien PGK stadium 5 berdasarkan

diagnosis.

b. Menganalisis efektivitas biaya melalui pemberian terapi eritropoietin

(hemapo, eprex, recormon) pada pasien PGK stadium 5 berdasarkan

diagnosis.

c. Menilai kualitas hidup pasien yang menerima terima eritropoietin (hemapo,

eprex, recormon) pada pasien PGK stadium 5 yang menjalani hemodialisis.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan, hipotesis, dan tujuan di atas, maka manfaat penelitian

ini adalah:

a. Bagi RSUP H. Adam Malik Medan dapat menjadi acuan pemilihan jenis obat

eritropoietin yang lebih efektif digunakan dalam jangka panjang pada pasien

PGK stadium 5.

b. Bagi penyedia pelayanan kesehatan dapat digunakan dalam mengambil

keputusan untuk memilih obat yang lebih cost effective digunakan bagi pasien

PGK stadium 5.

5
Universitas Sumatera Utara
c. Bagi program studi Magister Farmasi Univeristas Sumatera Utara dapat

menambah referensi tentang evaluasi farmakoekonomi terhadap obat

eritropoietin.

d. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam

mengaplikasikan ilmu farmakoekonomi khususnya analisis efektivitas biaya.

1.6. Kerangka Pikir Penelitian


Sudut pandang pada penelitian ini dilihat dari asuransi pemberi jaminan

kesehatan sebagai penanggungjawab biaya pengobatan. Biaya pelayanan

kesehatan yang diteliti pada penelitian ini adalah biaya langsung medis (direct

medical cost) berupa biaya penggunaan eritropoietin berdasarkan diagnosis,

adapun kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Efektivitas terapi:
hemoglobin
Pasien hemodialisis (Hb) jumlah pasien yang
reguler terdiagnosis PGK mencapai Hb target
stadium 5 yang menerima (10,0 - 12,0 g/dl)
terapi eritropoietin alfa
(hemapo, eprex) dan Kualitas hidup
eritropoietin beta (QoL) Skor SF-36 (QALY)
(recormon)
biaya pelayanan
medis/honor dokter,
Total biaya
Dikelompokkan biaya hemodialisis,
langsung medis
berdasarkan diagnosis biaya transfusi darah,
(direct medical
komorbiditas PGK dan biaya laboratorium,
pemberian terapi cost):
biaya obat
eritropoietin (Epo) eritropoietin, biaya
obat simtomatik.
Cost-effectiveness
analysis (CEA) CER dan ICER

CUR dan ICUR


Cost Utility analysis (CUA)

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian


6
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronis

Berdasarkan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) of the

National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2007, penyakit ginjal kronis

(PGK) didefenisikan sebagai suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari glomerulo

filtration rate (GFR) kurang dari 60 ml/min/1,73 m² selama tiga bulan atau lebih.

Etiologi PGK berdasarkan kerusakan massa ginjal dengan sklerosa yang

irreversibel dan hilangnya nefron ke arah penurunan nilai dari GFR. Nilai GFR

normal adalah 90-120 ml/menit. Klasifikasi PGK berdasarkan kategori penyebab

laju filtrasi glomerulus dan albuminurea dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronis (KDIGO, 2012)

Keterangan:
hijau = risiko rendah
kuning = cukup berisiko tinggi
orange = risiko tinggi
merah = berisiko sangat tinggi

7
Universitas Sumatera Utara
Tingkat keparahan penyakit ginjal kronis dikelompokkan berdasarkan

derajat (stadium) yaitu stadium 1-5, dimana pada stadium 1 (GFR ≥ 90

ml/min/1,73m²) sampai stadium 2 (GFR = 60-89 ml/min/1,73m²) terlihat pada

warna hijau, hal ini menunjukkan pada stadium tersebut risiko masih rendah.

Stadium 3a (GFR = 45-59 ml/min/1,73m²) berada pada warna kuning, orange dan

merah, hal ini menunjukkan bahwa pada stadium tersebut ada 3 kemungkinan

risiko yang akan terjadi yaitu cukup berisiko yang dapat berubah menjadi risiko

menjadi tinggi dan risiko sangat tinggi, semua tergantung dari kategori nilai

albuminurea. Stadium 3b (GFR = 30-44 ml/min/1,73m²) berada pada warna

orange dan merah, hal ini menunjukkan pada stadium tersebut mempunyai risiko

tinggi dan seketika dapat berubah menjadi risiko sangat tinggi. Stadium 4 (GFR =

15-29 ml/min/1,73m²) dan stadium 5 (GFR < 15 ml/min/1,73m²) berada pada

warna merah yang mempunyai beban risiko yang sangat tinggi (KDIGO, 2012).

Klasifikasi penyakit ginjal kronis didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar

derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar

derajat penyakit dibuat atas dasar GFR yang dihitung dengan mempergunakan

rumus Cockcroft-Gault sebagai berikut (Suwitra, 2014):

( 140−𝑢𝑚𝑢𝑟 ) 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)


GFR (ml/mnt/1,73m2 ) = x GF
72 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 (𝑚𝑔/𝑑𝑙)

GF = Gender faktor (laki-laki = 1; perempuan = 0,85)

Persamaan Cockcroft-Gault umum digunakan untuk menghitung fungsi

ginjal. Perhitungan nilai GFR melalui persamaan Cockcroft-Gault juga disebut

sebagai perhitungan nilai cleareance creatinin (Clcr) dengan persamaan rumus

sebagai berikut:

8
Universitas Sumatera Utara
Rumus perhitungan cleareance creatinin (Clcr) untuk laki-laki:

{(140− umur) x berat badan}


Clcr (ml/min) = (72 x serum 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛)

Rumus perhitungan cleareance creatinin (Clcr) untuk perempuan:

{(140−umur) x berat badan}


Clcr (ml/min) =
(72 x serum 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛) x 0.85

Kiteria penyakit ginjal kronis sebagai berikut (Suwitra, 2014):

a. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural

atau fungsional dengan atau tanpa penurunan GFR dengan manifestasi

kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan ginjal termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test).

b. Glomerulo filtration rate kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan

dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan

ginjal lebih dari 3 bulan dan GFR sama atau tidak lebih dari 60

ml/menit/1,73m2 tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronis.

2.2 Albuminurea

Albuminuria adalah suatu kondisi di mana urin mengandung protein

albumin yang banyak. Albumin adalah protein utama yang terdapat dalam darah,

sehingga albuminuria disebut juga sebagai proteinuria. Protein merupakan

senyawa kompleks yang terdapat di hampir semua bagian tubuh, termasuk otot,

tulang, rambut, dan kuku. Protein yang berada dalam aliran darah juga melakukan

sejumlah fungsi penting seperti melindungi tubuh dari infeksi, membantu

pembekuan darah, dan menjaga keseimbangan cairan di seluruh tubuh (Muhlisin,

2017).

9
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme terjadinya albuminuria adalah pada saat darah melewati ginjal

yang sehat, maka ginjal akan menyaring produk limbah dan zat-zat sisa yang tidak

dibutuhkan oleh tubuh lalu membuangnya melalui urin, sedangkan albumin dan

protein lain merupakan zat yang masih diperlukan oleh tubuh sehingga tidak

dikeluarkan tetapi ketika ginjal mengalami kerusakan dalam menyaring, maka

protein dari darah dapat bocor ke dalam urin, jika proteinuria tidak terkontrol,

peningkatan jumlah protein dalam urin dapat menyebabkan kerusakan ginjal

menjadi lebih berat dan seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal

(Muhlisin, 2017).

Ada 2 (dua) faktor risiko yang dapat menyebabkan albuminuria yang

paling umum adalah diabetes dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Keduanya

dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, sehingga menyebabkan albuminuria

atau proteinuria. Contoh penyebab albuminuria selain darah tinggi dan diabetes

adalah obat-obatan, trauma atau cedera racun infeksi. Gangguan sistem kekebalan

tubuh. Peningkatan produksi protein di dalam tubuh dapat menyebabkan

proteinuria, termasuk multiple myeloma dan amiloidosis. Faktor risiko lainnya

termasuk kegemukan pada usia di atas 65 tahun. Riwayat keluarga penyakit ginjal

Preeklamsia (tekanan darah tinggi dan proteinuria pada kehamilan (Muhlisin,

2017).

Albuminuria tidak memiliki tanda-tanda atau gejala pada tahap awal.

Banyaknya protein dalam urin dapat ditandai dengan urin yang berbusa.

Disamping itu, karena protein telah meninggalkan tubuh, darah tidak bisa lagi

menyerap cukup cairan, sehingga dapat terjadi pembengkakan di tangan, kaki,

perut, atau wajah. Pembengkakan ini disebut edema. Ini adalah tanda-tanda

10
Universitas Sumatera Utara
hilangnya protein (proteinuria) dalam jumlah besar dan menunjukkan bahwa

penyakit ginjal telah berkembang (Muhlisin, 2017).

Pemeriksaan laboratorium adalah satu-satunya cara untuk mengetahui

seseorang mengalami albuminuria atau tidak dan apakah protein dalam urine

menunjukkan adanya kerusakan ginjal yang luas. Diagnosis dan Pemeriksaan

Pemeriksaan proteinuria (albuminuria). Dalam rangka melakukan pemeriksaan

skrining terhadap penyakit ginjal, dokter akan memeriksa sampel urin acak untuk

mendeteksi adanya proteinuria. Protein ini mudah dan cepat ditemukan dengan

pengujian dipstick urin, jika tes skrining ini negatif maka tes urine yang lebih

akurat dapat dilakukan untuk mengukur rasio disebut rasio albumin kreatinin.

Rasio albumin kreatinin terhadap sampel urin pagi dianggap akurat, tapi kadang-

kadang koleksi urin 24 jam dapat dilakukan untuk mengukur albuminuria

(Muhlisin, 2017).

Pengobatan Albuminuria pada pasien diabetes, hipertensi, atau keduanya.

Tujuan pengobatan albuminuria adalah mengontrol glukosa darah atau gula darah,

dan tekanan darah. Pasien dengan diabetes harus dilakukan tes glukosa darah

dengan rutin, mengatur pola makan yang sehat, mengkonsumsi obat yang

diresepkan, dan melakukan olah raga atau latihan yang direkomendasikan oleh

dokter. Seseorang dengan diabetes dan tekanan darah tinggi mungkin memerlukan

obat darah tinggi seperti ACE inhibitor atau angiotensin receptor blocker (ARB).

Obat ini telah diketahui dapat melindungi fungsi ginjal yang lebih baik dibanding

obat darah tinggi lainnya (Muhlisin, 2017).

Banyak pasien dengan proteinuria tapi tanpa hipertensi juga dapat

menggunakan ACE inhibitor atau ARB. Orang yang memiliki tekanan darah

11
Universitas Sumatera Utara
tinggi dan albuminuria, tetapi tidak diabetes, juga dianjurkan menggunakan obat

darah tinggi ACE inhibitor atau ARB. Para ahli kesehatan merekomendasikan

bahwa orang dengan penyakit ginjal harus menjaga tekanan darah nya di bawah

140/90 mmHg. Untuk menjaga target ini, seseorang mungkin perlu untuk

mengambil kombinasi dua atau lebih obat tekanan darah yaitu golongan diuretik

dikombinaskan dengan ACE inhibitor atau ARB. Selain glukosa darah dan

mengontrol tekanan darah, National Kidney Foundation merekomendasikan agar

membatasi diet garam dan protein (Muhlisin, 2017).

2.3 Komorbiditas Penyakit Ginjal Kronis

Pada umumnya pasien dengan PGK memiliki penyakit lain yang

menyebabkan PGK berkontribusi berisiko kejadian kardiovaskular atau kematian,

oleh sebab itu komorbiditas ini merupakan tantangan. Diabetes, hipertensi,

penyakit kardiovaskular, dan anemia lebih sering terjadi pada pasien PGK

dibandingkan pada pasien yang tidak memiliki PGK (Collins, 2011). Sebanyak

(86%) pasien dengan PGK stadium lanjut memiliki setidaknya 1 komorbiditas

(Gullion, 2006). Prevalensi komorbiditas ini meningkat saat PGK berkembang,

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Pravalensi komorbiditas penyakit ginjal kronis

12
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
= Tanpa PGK
= PGK stadium 1
= PGK stadium 2
= PGK stadium 3
= PGK stadium 4-5

Pasien dengan PGK memiliki komorbiditas yang berhubungan dengan

faktor risiko bersama, termasuk hipertensi, aterosklerosis, intoleransi glukosa atau

diabetes, dan gangguan lipid, yang dapat memperburuk keadaan ginjal dan

kardiovaskular (Thomas, et al., 2008). Banyak pasien PGK meninggal karena

kejadian kardiovaskular, sehingga fokus utama pengobatan adalah:

a. Kontrol tekanan darah yang adekuat pada pasien dengan hipertensi

b. Kontrol glukosa darah yang ketat pada pasien diabetes

c. Pengobatan hiperlipidemia

d. Penurunan proteinuria

Kontrol tekanan darah dan manajemen diabetes yang tepat juga dapat

memperlambat perkembangan PGK. Pengurangan proteinuria independen dari

kontrol hipertensi kemungkinan besar memperlambat perkembangan PGK dan

dapat mengurangi risiko kardiovaskular (Go, et al., 2004).

2.4. Tatalaksana Pengobatan Anemia Penyakit Ginjal Kronis

a. Pemberian erythtropoetin stimulating agent (ESA), dimulai pada kadar Hb <

10 g/dl dengan syarat pemberian ESA yaitu tidak ada anemia defisiensi besi

absolut yaitu Saturasi Transferin (ST) < 20% dan Ferritin Serum (FS) < 100

ng/ml (PGK non-dialisis dan PGK dialisis), < 200 ng/ml (PGK hipertensi

13
Universitas Sumatera Utara
dialitik), apabila didapatkan anemia defisiensi besi absolut harus dikoreksi

terlebih dahulu, kemudian tidak ada infeksi berat.

b. Terapi ESA fase koreksi tujuannya adalah untuk mengoreksi anemia renal

sampai target Hb tercapai dilakukan dengan:

i. terapi ESA dianjurkan untuk diberikan secara subkutan.

ii. dosis ESA dapat diberikan eritropoietin alfa dan beta, dimulai dengan

2000 - 5000 IU 2x seminggu atau 80-120 unit/kbBB/minggu subkutan.

Continuous erythropoiesis receptor activator (CERA) dapat diberikan 0,6

µg/kgBB atau 50-75 µg setiap 2 minggu.

iii. target respon yang diharapkan: Hb naik sekitar 0,5 – 1,5 g/dl dalam

4 minggu. Monitor Hb tiap 4 minggu.

iv. bila target respon tercapai: pertahankan dosis ESA sampai target Hb

tercapai (10-12 g/dl).

v. bila taget respon belum tercapai naikkan dosis 25%

vi. bila Hb naik > 1,5 g/dl dalam 4 minggu atau Hb mencapai 12 - 13

g/dl turunkan dosis 25%. Bila Hb > 13 g/dl, dihentikan pemberian ESA.

vii. monitoring status besi selama terapi ESA, berikan suplemen besi

sesuai.

c. Terapi ESA fase pemeliharaan dilakukan bila target Hb sudah tercapai (Hb 10 -

12 g/dl).

i. dosis eritropoietin alfa dan beta dimulai dari dosis 2000 - 5000

IU/minggu atau dosis continuous erythropoiesis receptor activator

(CERA) sama dengan fase koreksi dengan interval pemberian setiap 4

minggu.

14
Universitas Sumatera Utara
ii. monitor Hb setiap bulan dan periksa status besi secara berkala. Bila

dengan terapi pemeliharaan Hb mencapai > 12 g/dl maka dosis ESA

diturunkan 25% (PERNEFRI, 2011). Tatalaksana terapi anemia pasien

PGK dapat dilihat pada Gambar 2.2.

15
Universitas Sumatera Utara
Hb < 10g/dl

Status besi

 ST > 50% Anemia defisiensi besi absolut


 ST ≥ 20%
 FS > 500 ng/dl
 ST < 20%
Tunda ESA
Anemia defisiensi besi
Cukup Terapi besi fase koreksi
fungsional

Terapi ESA fase koreksi


EPO α atau EPO β: 2000-5000 IU; 2 x seminggu atau 80-120 IU/kgBB/minggu
CERA: 0,6 µg/kgBB atau 50-75 µg setiap 2 minggu

Target respon :

Hb ↑ 0,5 – 1,5 g/dl dalam 4 minggu

Tercapai Belum Melebihi target

Dosis ↑ 25% tiap Hb 12-13 g/dl Hb > 13 g/dl


Pertahankan dosis ESA
sampai target Hb tercapai 4 minggu atau Hb ↑ 1,5 g/dl
(Hb 10-12 g/dl) dalam 4 minggu

Belum
Dosis ↓ 25% STOP
Tercapai
Cari penyebab respon
ESA tidak adekuat Evaluasi 1 bulan

Dosis ESA fase pemeliharaan:

EPO α (alfa) dan β (beta): 2000 – 5000 IU/minggu

CERA: sama dengan fase koreksi dalam 1 bulan diberikan setiap 4 minggu

Gambar 2.2 Algoritma terapi Eritropoietin Stimulating Agent (PERNEFRI, 2011)


Keterangan: Terapi besi tidak diberikan
Diberikan terapi besi fase koreksi, ESA ditunda sementara
ESA diberikan bersamaan dengan terapi besi fase pemeliharaan

16
Universitas Sumatera Utara
2.5 Recombinant Human Erythropoietin

Recombinant human erythropoietin (rHuEPO) digunakan dalam klinik

terdiri dari 3 jenis sediaan farmasetika yaitu eritropoietin alfa, eritropoeitin beta,

dan ertropoietin omega (Cohan, et al., 2011). Recombinant Human Eritropoetin

(rHuEPO) subjek yang disekresi di dalam urin, lebih bersifat asam dari pada

rHuEPO yang dianalisis dari serum karena adanya perbedaan sifat muatan

(Cohan et al., 2011).

Eritropoietin yang ada di Indonesia adalah eritropoietin alfa dan beta.

Perbedaan struktur kimia terdapat pada kadar oligosakarida. Eritropoietin alfa

(39% oligosakarida), eritropoietin beta (24% oligosakarida) dan eritropoietin

omega (21% oligosakarida), tidak ada perbedaan efikasi dan farmakologinya.

Eritropoietin alfa dan beta diproduksi dari Chinese hamster ovary (CHO) dan

eritropoietin omega diproduksi dari sel Baby Hamster Kidney (Deicher, 2004 ;

Sofia, et al., 2003).

Eritropoietin alfa dibuat di dalam sintesis cell expression mamalia dengan

menggunakan teknologi DNA rekombinan. Zat ini adalah polipeptida

terglikosilasi berat yang terdiri atas 165 asam amino dengan berat molekul 30400

dalton. Setelah pemberian intravena, Eritropoietin memiliki waktu paruh serum

4-13 jam pada pasien dengan gagal ginjal kronis. Eritropoietin tidak dapat di

bersihkan dengan dialisis (David, et.al., 2010).

Eritropoietin alfa digunakan pada beberapa klinik. Penggunaan yang

paling umum adalah pada manusia dengan anemia yang berhubungan dengan

kelainan fungsi ginjal, ketika ginjal tidak berfungsi secara normal, maka akan

menghasilkan lebih sedikit produksi eritropoietin pada ginjal yang dapat

17
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan produksi sel darah merah yang rendah atau anemia, oleh sebab itu

dengan menggantikan eritropoietin dengan suntikan dari eritropoietin sintetik,

anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal dapat diobati

(Anonim, 2017d).

Eritropoietin alfa diindikasikan untuk terapi anemia yang disertai dengan

gagal ginjal kronis pada pasien dengan dialisa. Terapi pada gejala renal anemia

pada pasien-pasien yang belum mengalami dialisa. Dosis terapi dari pasien

anemia dengan gagal ginjal, dapat diberikan secara intravena atau subkutan.

Dalam kasus pemberian secara intravena dapat disuntikkan kira-kira 2 menit,

contoh untuk pasien hemodialisis melalui arteriovenous fistula pada akhir dari

dialisa. Pada pasien non hemodialisis, pemberian secara subkutan akan selalu

tersedia untuk menghindari kebocoran pembuluh darah vena perifer (David, et.al.,

2010).

Efek samping pemberian eritropoietin timbulnya hipertensi dan

eksaserbasi hipertensi tidak disebabkan oleh peningkatan hematokrit atau Hb. Hal

ini terjadi karena nitric oxide (NO) resisten dapat menyebabkan vasokonstriksi,

meningkatkan produksi endotelial, meningkatkan renin di jaringan, serta

menimbulkan perubahan pada jaringan penghasil prostaglandin vaskuler (Wang,

1999). Hal yang terpenting dalam pemberian eritropoietin adalah meminimalisasi

peningkatan hematokrit yang dapat menyebabkan peningkatan viskositas darah

karena peningkatan hematokrit dapat menyebabkan defisit perfusi pada otak. Hal

ini terjadi karena EPO menyebabkan peningkatan hematokrit lebih dari 80%.

Bahaya yang lebih besar lagi adalah kemungkinan infark serebral (Iperen, 2001).

18
Universitas Sumatera Utara
Farmakokinetik eritropoietin diukur berdasarkan konsentrasi serum

dengan radioimunoassay atau enzym-linked immunoassay. Eritropoietin endogen

tidak berbeda dengan eritropoietin eksogen karena struktur protein yang sama

(Menon, 2005). Pada pemberian suntikan intravena, kadar dalam plasma

meningkat dengan cepat, dan akan mencapai kadar puncak tertinggi serta secara

cepat pula kadar dalam plasma akan menurun dalam waktu 6-9 jam. Pada

pemberian secara subkutan, kadar dalam plasma akan meningkat dalam waktu 12-

24 jam pertama, kemudian menurun sampai kadar puncak terendah, tetapi

menurun sangat lambat dalam beberapa hari (Sofia, et al., 2005).

Eritropoietin beta adalah glikoprotein yang merangsang proliferasi dan

diferensiasi proses kompartemen sel erythroid induk dan juga memiliki efek

stimulsi pada proliferasi dan pematangan kompartemen erythron tersebut.

Eritropoietin beta menyebabkan peningkatan pembentukan hemoglobin dan

percepatan terkait pemasangan sel dan pengurangan waktu siklus sel. Efek lebih

lanjut dari eritropoietin beta adalah percepatan pematangan retikulosit dan

penigkatan pelepasan retikulosit (Faulds, 1989).

Pemberian rHuEPO dapat diberikan subkutan, intravena dan

intraperitonial. Pemberian EPO intraperitonial (i.p.) meningkatkan konsentrasi

plasma dibandingkan jika diberikan secara subkutan (s.c.) tetapi kebanyakan

kasus rHuEPO dapat menyebabkan nyeri dan iritasi lokal ketika diinjeksikan,

sedangkan pada pemberian secara intravena (i.v) memiliki efek samping demam

setelah pemberian, oleh karena itu lebih dianjurkan pemberian secara intravena

(Cao Chen, 2014).

19
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Struktur kimia eritropoietin

Eritropoietin alfa merupakan glikoprotein 34.000 Dalton, yang terdiri

dari 60% protein dan 40% karbohidrat yang mempengaruhi eritropoisis sel

darah merah. Human gen eritropoietin merupakan single Copy-gen, yang terletak

pada kromosom 7 yang terdiri dari 5 ekson dan 4 intron, 165 asam amino peptida.

Eritropoietin memiliki berat molekul glikoprotein 30.000, deglikosilat

eritropoietin 18.000 terdiri dari 2 buah rantai disulfida, 4 a-helical bundle, dengan

proporsi karbohidrat berupa fruktosa, galaktosa, manosa, N-asetilgalaktosamin,

asam N-asetilneuraminik, 3 N linked, 1 O-linked glykosilasi (Deicher, 2004).

Eritropoietin akan merangsang pembelahan dan diferensiasi progenitor eritroid

pada sumsum tulang belakang. Eritropoietin masuk ke sirkulasi, kemudian di

sumsum tulang mengatur produksi sel darah, dan mencegah apoptosis dari sel

progenitor eritroid (Dicicayglioglu, 2004).

Rumus molekul Eritropoietin alfa terdiri dari unsur C.H.N.O.S yaitu

C815H1317N233O241S5 (Anonim, 2017b). Rumus molekul eritropoietin beta hampir

sama dengan eritropoietin alfa, perbedaannya rantai kabon eritropoietin beta lebih

sedikit dibanding eritropoietin alfa C 809H1301N229O240S5. Berdasarkan hasil analisis

rHuEPO memiliki struktur tetra-sialylated oligosaccharide yang relatif tinggi

(eritropoietin alfa 19%, eritropoietin beta 46%, eritropoietin omega 21%)

(Anonim, 2017c).

2.5.2 Peranan recombinant human erythropoietin pada sistem hematologi

European Best Practice Guidelines merekomendasikan target Hb >11g/dl

pada penderita gagal ginjal kronis. National Kidney Foundation

merekomendasikan target hematokrit 33% – 38% (NKF-DOQI, 2005).

20
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Konsensus Manajemen Anemia pada Gagal Ginjal Kronis oleh

PERNEFRI 2001 target Hb > 10 g/dL dan hematokrit > 30%. Parameter yang

perlu dievaluasi pada pemberian terapi eritropoietin adalah hemoglobin atau

hematokrit, indeks sel darah merah, jumlah retikulosit, parameter status besi

tubuh yaitu serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC), saturasi

transferin, dan feritin serum (NKF-KDOQI, 2005; PERNEFRI, 2001).

Pemberian terapi dengan rHuEPO pada keadaan uremia dan non

uremia menyebabkan terjadinya keadaan defisiensi besi, oleh karena itu pada

pemberina terapi rHuEPO perlu diperhatikan gejala dan tanda keadaan

defisinisi besi yaitu ferritin serum, saturasi transferrin, dll. Pemberian terapi

dengan rHuEPO pada keadaan uremia dan non uremia menyebabkan terjadinya

keadaan defisiensi besi oleh karena itu pada pemberian terapi rHuEPO perlu

diperhatikan gejala dan tanda keadaan defisiensi besi yaitu ferritin serum,

saturasi transferin.. Ada dua bentuk keadaan iron deficient erythropoiesis dapat

terjadi dengan pemberian rHuEPO yaitu:

a. True iron deficiency terjadi selama pemberian rHuEPO jangka panjang

disebabkan karena adanya perpindahan progresif besi dari cadangan

simpanan besi tubuh menuju ke eritron (Cazzola, et al., 1997).

b. Functional atau relative iron deficiency terjadi pada keadaan cadangan

simpanan besi tubuh yang normal (atau bahkan meningkat) tetapi suplai

besi ke dalam eritron tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan sel

progenitor eritroid. Adanya ketidakseimbangan suplai besi terhadap

eritropoesis sumsum tulang ditandai dengan rendahnya saturasi transferin (

< 20%). Secara umum, kadar ferritin serum < 100 µg/L berhubungan

21
Universitas Sumatera Utara
dengan adanya functional iron deficiency pada pemberian terapi dengan

rHuEPO. Pada tahun 1992, Macdougall, dkk., menggunakan automated

cell counter untuk mendapatkan persentase eritrosit yang hipokromik

(didefinisikan sebagai kadar Hb eritrosit individual < 28 g/dL). Pada

keadaan normal berjumlah kurang dari 2,5% dari seluruh eritrosit

(Cazola, et al., 1997; Sanders, et al., 1994).

Adanya peningkatan lebih dari 10% selama pemberian terapi rHuEPO

menunjukkan adanya keadaan functional iron deficiency dan hal ini

membutuhkan terapi intensif dengan tambahan suplemen besi. Deteksi awal

iron-restricted erythropoiesis dapat dilakukan dengan menggunakan evaluasi

reticulocyte Hb content (CHr). Pada penderita yang memenuhi salah satu dari

kriteria di atas (saturasi transferrin < 20%, ferritin serum < 100 µg/dL, > 10%

eritrosit hipokromik, atau retikulosit dengan CHr rendah), perlu

dipertimbangkan untuk memberikan terapi tambahan suplementasi besi yang

lebih agresif (Goodnough, et al., 2000 dan Sanders, et al., 1994).

2.5.3 Peranan recombinant human erythropoietin sistem non-hematologi

Penurunan Hb sering terjadi pada penderita gagal jantung kronis

Chronic Heart Failure (CHF) dan meskipun kadar eritropoietin plasma

meningkat pada penderita CHF, kadar tersebut masih tetap kurang untuk

dapat mengimbangi penurunan Hb. Pemberian terapi rHuEPO secara bermakna

meningkatkan fungsi jantung dan kualitas hidup penderita CHF yang

mengalami anemia setelah terjadinya koreksi Hb. Eritropoietin dilaporkan juga

memiliki efek non-eritropoetik. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

pemberian terapi eritropoietin dapat memberikan fungsi protektif dalam

22
Universitas Sumatera Utara
penyakit pembuluh darah (vaskular). Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Foley, bahwa pada setiap penurunan Hb sebesar 1 g/dl pada populasi

penderita gagal ginjal terdapat suatu hubungan tidak langsung dengan adanya

dilatasi ventrikel kiri jantung dan perkembangan terjadinya gagal jantung.

Anemia kronis menyebabkan terjadi suatu relatives volume overload yang

selanjutnya akan menyebabkan dilatasi ventrikel jantung. Hipertrofi ventrikel kiri

merupakan prediktor penyakit kardiovaskular dan menurunkan angka harapan

hidup secara bermakna (Meer, et al., 2003).

Penggunaan rHuEPO memberikan kontribusi penting dalam terapi

penderita CHF, karena keadaan CHF berhubungan dengan peningkatan apoptosis

dan penurunan kapilerisasi. Kedua keadaan tersebut dapat dicegah dengan

pemberian rHuEPO karena rHuEPO memiliki efek anti apoptosis dan efek

stimulasi angiogenesis (Meer, et al., 2003). EPO juga memiliki peran pada

keadaan iskemia infark miokardium. Terapi EPO mencegah terjadinya apoptosis

pada sel endotel selama proses reperfusi dan dapat melindungi miokardium

dan menjaga aliran darah, karena proses apoptosis mencapai puncaknya pada

periode reperfusi, maka rHuEPO akan memberikan efek yang

menguntungkan bila diberikan pada penderita yang menerima terapi

trombolitik atau setelah percutaneous coronary intervention (PCI) (Goodnough,

et al., 2000 dan Meer, et al., 2003).

2.5.4 Efek samping terapi eritropoietin

Efek samping rHuEPO antara lain hipertensi, nyeri kepala, nyeri tulang,

mual, udem, lemah dan diare. Terapi eritropoietin dilaporkan juga mempunyai

efek samping, efek samping yang terjadi segera setelah penggunaan

23
Universitas Sumatera Utara
eritropoietin yang pernah dilaporkan terjadi adalah flu-like symptom yang

akan mereda 24 jam setelah pemberian. Efek samping lain yang pernah

terjadi diantaranya adalah peningkatan tekanan darah, trombosis, reaksi alergi,

kejang, hiperkalemia dan trombositosis. Selain efek samping, interaksi akibat

penggunaan eritropoietin dilaporkan terjadi interaksi dengan obat Angiotensin-II

Receptor Blocker (ARB), ACE-Inhibitor (ACE-I), steroid, Nonsteroid

antiinflammatory drug (NSAID), lenalidomide, thalidomide, kalsineurin

inhibitor yaitu tacrolimus, ciclosporin (Baxter, 2010a). Efek samping akibat

penggunaan eritropoietin lebih banyak dilaporkan terjadi pada pasien yang

menjalani dialisis (Gahart & Adrienne, 2014).

Efek samping eritropoietin yang paling sering di jumpai adalah

peningkatan hematokrit dan hemoglobin yang cepat serta termasuk komplikasi

hipertensi dan thrombosis. Bertambah beratnya hipertensi yang dapat terjadi

sekitar 20-20% pasien, dan paling sering akibat peningkatan hematokrit yang

terlalu cepat. Timbulnya hipertensi dan eksaserbasi hipertensi tidak disebabkan

oleh peningkatan hematokrit atau Hb. Hal ini terjadi karena nitric oxide (NO)

resisten dapat menyebabkan vasokonstriksi, meningkatkan produksi endotel,

meningkatkan renin di jaringan, serta menimbulkan perubahan pada jaringan

penghasil prostaglandin vaskuler (Wang XQ, et al., 1999).

2.6 Hemodialisis

Berdasarkan data WHO hingga tahun 2015 diperkirakan tingkat presentase

dari tahun 2009 sampai 2015 ada sebanyak 36 juta warga dunia meninggal akibat

Chronic Kidney Disease (CKD). Lebih dari 26 juta orang dewasa di Amerika atau

sekitar 17% dari popuasi orang dewasa terkana CKD (Bomback & Bacris, 2011).

24
Universitas Sumatera Utara
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi

darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan

menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk

terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Rherapy/ RRT) dan hanya

menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada

penderita PGK stadium 5 dan pada pasien dengan acute kidney injury (AKI) yang

memerlukan terapi pengganti ginjal. Prosedur saat HD dapat dibedakan menjadi 3

yaitu HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronis/reguler

(Daurgirdas, et al.,2007).

2.7 Pengkajian Status Besi

Pemeriksaan cadangan zat besi tubuh adalah dengan pemeriksaan zat besi

di sumsum tulang atau sel hati namun karena keduanya merupakan tindakan

invasif maka modalitas pemeriksaan ini jarang dilakaukan. Selain kedua biopsi

tersebut terdapat modalitas pengukuran status besi lainnya yaitu feritin serum,

saturasi transferin, SI, TIBC, Feritin eritrosit, reseptor transferin terlarut (soluble

transferin receptor-sTfR) dan sebagainya namun feritin serum adalah penanda

yang paling banyak digunakan untuk menilai cadangan zat besi dalam tubuh

(Kalantar, et al., 2006). Feritin serum merupakan parameter yang paling

berkolerasi positif dengan gambaaran cadangan zat besi di sumsum tulang (Bell,

1995).

Feritin merupakan cadangan besi utama yang dijumpai pada jaringan

tubuh manusia. Feritin terdiri dari 24 subunit dengan 2 tipe yaitu di hati (L) dan

jantung (H), dengan berat molekul 19 dan 21 kDa. Subunit H memiliki peranan

yang penting dalam mendetoksifikasi besi secara cepat oleh karena aktivitas

25
Universitas Sumatera Utara
feroksidasenya, dimana oksidasi besi menjadi bentuk Fe (III), sedangkan subunit

L memfasilitasi nukleasi besi, mineralisasi dan cadangan besi jangka panjang.

Feritin merupakan tempat penyimpanan zat besi terbesar dalam tubuh.

Fungsi feritin adalah sebagai penyimpanan zat besi terutama di dalam hati, limpa

dan sumsum tulang. Zat besi yang berlebihan akan disimpan dan bila diperlukan

dapat dimobilisasi kembali. Hati merupakan tempat penyimpanan feritin terbesar

di dalam tubuh dan berperan dalam mobilisasi feritin serum. Pada penyakit hati

akut maupun kronis kadar feritin serum meningkat, hal ini disebabkan

pengambilan feritin dalam sel hati terganggu dan terdapat pelepasan feritin dari

sel hati yang rusak. Pada penyakit keganasan sel darah merah, kadar feritin

serum meningkat disebabkan meningkatnya sintesis feritin oleh sel leukemia.

Pada keadaan infeksi dan inflamasi terjadi gangguan pelepasan zat besi dari sel

retikuloendotelial dan disekresikan ke dalam plasma. Sintesis feritin dipengaruhi

oleh konsentrasi cadangan besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan zat

besi intrasel (hemosiderin) (National Kidney Foudation, 2010).

Kadar ferritin yang tinggi mungkin menunjukkan kelebihan zat besi,

walaupun kerusakan hati belum kelihatan, sebagaimana terjadi pada kasus tahap

awal hemochromatosis idiopatik. Kadar feritin dalam serum juga telah digunakan

untuk mengevaluasi kondisi klinis yang tidak berhubungan dengan penyimpanan-

besi, seperti peradangan, penyakit hati kronis, dan kanker (Anonim, 2017a).

Kadar ferritin serum dapat diukur secara rutin dan sangat berguna untuk

deteksi dini anemia defisiensi besi pada orang yang tampak sehat. Pengukuran

serum feritin secara klinis sangat signifikan untuk memantau defisiensi zat besi

pada ibu hamil, pendonor darah, dan pada pasien dialisis ginjal (Anonim, 2017a).

26
Universitas Sumatera Utara
Feritin manusia memiliki berat molekul sekitar 450000 dalton, dan terdiri

dari protein pelindung di sekitar inti besi; setiap molekul feritin terdiri dari 4.000

atom besi. Dalam kondisi normal, ini mungkin merupakan 25% dari total besi

yang ditemukan dalam tubuh. Sebagai tambahan, ferritin dapat ditemukan di

dalam beberapa bentuk isomer. Konsentrasi ferritin yang tinggi ditemukan pada

sitoplasma dari sistem retikuloendotelial, hati, limpa, dan sumsum tulang

(Anonim, 2017a). Pengukuran feritin dalam serum berguna untuk menentukan

perubahan konsentrasi protein iron-storage dalam tubuh, dan tidak invasif

(Anonim, 2017a).

2.8 Hiperferitinemia Penyakit Ginjal Kronis

Kadar feritin serum tinggi yang ekstrim > 2000 ng/ml, biasanya

menandakan adanya kelebihan besi yang juga dikenal dengan hemosiderosis.

Kebanyakan laporan kasus mengenai kelebihan besi dijumpai pada masa belum

digunakannya ESA, ketika transfusi darah lebih sering digunakan dalam

mengatasi anemia (National Kidney Foundation, 2006).

Peningkatan serum feritin selama inflamasi, infeksi, penyakit hati dan

kondisi-kondisi lain yang tidak berhubungan dengan besi dapat menghalangi

kemampuan dalam menilai status besi pada pasien PGK yang berada dalam

kondisi-kondisi tersebut. Inflamasi kronis sering terjadi pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis dan lebih dari 40-70% pasien dengan penyakit ginjal

kronis dapat mengalami peningkatan kadar CRP (National Kidney Foudation,

2010).

27
Universitas Sumatera Utara
2.9 Hemoglobin

2.9.1 Pengertian dan fungsi hemoglobin

Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di

dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-

paru ke seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga

pengusung karbon dioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan

keluar tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat

gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi

pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun

yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui

adalah anemia sel sabit dan talasemia (Anonim, 2010).

2.9.2 Struktur kimia hemoglobin

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal

dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka

ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme.

Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin; globin sebagai

istilah generik untuk protein globular. Struktur kimia hemoglobin dapat dilihat

pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur kimia hemoglobin

28
Universitas Sumatera Utara
Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4

subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang

terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan

berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih

16000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64000

Dalton. Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara

keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen (Anonim,

2010).

Nilai normal Hb ditentukan dari kadar Hb itu sendiri. Kadar Hb

adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran-butiran darah merah. Jumlah Hb

dalam darah normal kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini

biasanya disebut “100 persen”. Klasifikasi kadar Hb menurut WHO disertai

penentuan derajat keparahan anemia dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Klasifikasi kadar hemoglobin (WHO, 2011)

Nilai normal Anemia


Subjek
(g/dL) Ringan Sedang Berat
Anak-anak, 6 - 59 bulan ≥ 11 ,0 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 < 7,0
Anak-anak, 5 - 11 tahun ≥ 11,5 11,0 – 11,4 8,0 – 10,9 < 8,0
Anak-anak, 12 - 14 tahun ≥ 12,0 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
Pria dewasa ≥ 13,0 11,0 – 12,9 8,0 – 10,9 < 8,0
Wanita dewasa tidak hamil ≥ 12,0 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
Wanita dewasa hamil ≥ 11,0 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 < 7,0

29
Universitas Sumatera Utara
2.10 Farmakoekonomi
2.10.1 Pengertian farmakoekonomi

Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang

diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan

(Orion, 1997). Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis

dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan tentang proses

identifikasi, mengukur, membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu

program pelayanan terapi (Vogenberg, 2001).

Farmakoekonomi merupakan salah satu cabang farmakologi yang

mempelajari mengenai pembiayaan pelayanan kesehatan, dimana pembiayaan

dalam hal ini mencakup bagaimana mendapatkan terapi yang efektif, menghemat

pembiayaan, dan meningkatkan kualitas hidup. Evaluasi farmakoekonomi

bertujuan untuk mendapatkan pengobatan dengan biaya yang lebih efisien dan

serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat penderita untuk mendapatkan

hasil klinik yang baik (Waley dan Davey, 1995).

Evaluasi ekonomi kesehatan merupakan analisis dua dimensi dari

beberapa alternatif tindakan atau intervensi di bidang kesehatan, dilihat dari aspek

biaya dan aspek kesehatan yang menjadi konsekwensi dari penggunaan alternatif

tindakan atau intervensi tersebut (Setiawan, 2017).

Obat baru dengan iuran yang lebih baik dari obat standart yang sudah ada,

menjadi tidak bermanfaat jika harganya terlalu tinggi, menurut ilmu ekonomi,

sumber daya (salah satunya adalah uang) selalu terbatas oleh karena itu, payer

harus secara tepat mengalokasikan dana yang terbatas untuk memilih suatu obat

yang memberikan manfaat paling besar. Dalam konteks makro seperti negara

30
Universitas Sumatera Utara
pengambil kebijakan harus dapat mengalokasikan anggaran belanja negara yang

terbatas untuk menyediakan jenis pelayanan kesehatan yang secara klinis terbukti

paling efektif dan sesuai dengan karakteristik dari populasi yang ada dinegara

tersebut. Untuk mengatasi permasalah tersebut, studi ekonomi kesehatan

diperlukan untuk menyerdiakan gambaran lengkap dan bukti ilmiah mengenai

berbagai kemungkinan iuran dan konsekwensi (klinis dan ekonomi) yang akan

timbul ketika suatu obat atau terapi disediakan dalam sistem pelayanan kesehatan

dinegara tersebut (Setiawan, 2017).

2.10.2 Tujuan dan manfaat farmakoekonomi

Tujuan farmakoekonomi adalah membandingkan obat yang berbeda untuk

pengobatan pada kondisi yang sama. Selain itu juga dapat membandingkan

pengobatan yang berbeda pada kondisi yang berbeda (Vogenberg, 2001). Dimana

hasilnya bisa dijadikan informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan

dalam menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan agar pelayanan

kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Informasi farmakoekonomi saat ini

dianggap sama pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam

menentukan pilihan obat mana yang akan digunakan (Trisna, 2016).

Farmakoekonomi diperlukan karena sumber daya yang terbatas dan

bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia,

pengalokasian sumber daya secara efisien, kebutuhan pasien dimana dari sudut

pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin (Vogenberg, 2001).

Dengan keterbatasan sumber daya, maka sudah sepantasnya farmakoekonomi

dimanfaatkan dalam membantu membuat keputusan (Trisna, 2016).

31
Universitas Sumatera Utara
2.10.3 Metode farmakoekonomi

Pada kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis, empat

metode analisis ini bukan hanya mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan

kualitas obat yang dibandingkan, tetapi juga aspek ekonominya. Aspek ekonomi

atau unit moneter menjadi prinsip dasar kajian farmakoekonomi, hasil kajian yang

dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan

yang paling efisien dari sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya. Metode-

metode yang digunakan dalam evaluasi farmakoekonomi, yaitu:

a. Cost-effectiveness analysis

Cost-effectiveness analysis (CEA) merupakan tipe analisis yang

membandingkan suatu biaya intervensi dengan beberapa ukuran non moneter

dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Cost-effectiveness

analysis merupakan suatu cara untuk memilih dan menilai program atau obat

yang terbaik bila terdapat beberapa pilihan dengan tujuan yang sama. Kriteria

penilaian berdasarkan discounted unit cost dari masing-masing pilihan

sehingga program yang mempunyai discounted unit cost terendah yang akan

dipilih. Cost-effectiveness analysis mengkonversi biaya dan efetivitas kedalam

bentuk rasio masing-masing pilihan yang diperbandingkan (Tjiptoherijanto,

1994).

Studi efektivitas biaya menggunakan parameter klinis sebagai iuran

terapi, mengingat parameter klinis tidak dapat diimplementasikan pada semua

jenis penyakit, serta tidak mampu memberikan gambaran menyeluruh dari

kondisi seseorang serta jenis yang bervariasi untuk setiap kondisi penyakit,

32
Universitas Sumatera Utara
(Setiawan, 2017). Perbedaan dan perbandingan model farmakoekonomi dapat

dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Perbandingan jenis studi farmakoekonomi (Setiawan, 2017)

Jenis studi Input (biaya) Output/iuran Penerapan dan


(outcome) keterangan
Cost of Illness Satuan moneter - Menggambarkan
(COI) besarnya biaya yang
dibutuhkan oleh suatu
penyakit
Cost- Satuan moneter Tidak diukur Output atau outcome
minimization dari pilihan terapi
analysis (CMA) (dianggap) sama
Cost-benefit Satuan moneter Satuan moneter Output apapun dari
analysis (CBA) suatu pilihan terapi
diubah menjadi suatu
moneter (uang)
Cost-effectiveness Satuan moneter Parameter Output yang diukur
analysis (CEA) klinis menggunakan
parameter klinis
seperti yang
digunakan pada uji
klnis, misalnya
tekanan darah, angka
kejadian stroke,
kematian atau iuran
klinis lainnya.
Cost-utility Satuan moneter Humanistik: QALYs merupakan
analysis (CUA) Quality satuan dari lamanya
Adjusted Life hidup dengan kualitas
Years hidup yang sempurna.
(QALYs),
DALYs merupakan
Disability
satuan dari waktu
Adjusted Life
kehilangan kondisi
Years
sehat seseorang
(DALYs)

33
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan CEA dengan analisis farmakoekonomi yang lain adalah

pengukuran outcome dinilai dalam bentuk non moneter. Outcome dapat diukur

berdasarkan pengaruh klinik dari suatu terapi, misalnya milimeter air raksa

(mmHg), volume ekspirasi paksa dalam 1 detik, low density lipoprotein

cholesterol (LDL-C). Pada umumnya klinisi dan pembuat keputusan lebih mudah

menggunakan pengukuran outcome klinik karena digunakan secara rutin dalam

praktek sehari-hari (Andayani, 2013).

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛
CER =
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛

Perhitungan analisis efektivitas biaya menggunakan ICER dilakukan untuk

memberikan beberapa pilihan alternatif yang dapat disesuaikan dengan

pertimbangan dana atau tersedia tidaknya jenis alternatif tersebut.

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴−𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵


ICER =
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴−𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵

Suatu intervensi bisa disebut efektivitas biaya jika memenuhi syarat

berikut (Afdhal, 2011; Tjiptoherijanto dan Soesatyo, 2008):

a. Lebih murah atau setidaknya sama efektifnya dengan terapi alternatif.

b. Lebih mahal dan lebih efektif daripada terapi alternatif, ketiga; lebih murah

dan kurang efektif.

Pada saat membandingkan dua macam obat, biasanya digunakan

pengukuran incremental cost-effectiveness ratio (ICER) yang menunjukan

tambahan biaya terhadap pilihan yang lain. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti

obat tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya tambahan sangat tinggi maka

obat tersebut tidak baik untuk dipilih (Drummond, 1999 dan Schulman, 2000).

34
Universitas Sumatera Utara
Dalam menentukan bagaimana suatu produk obat obatan maupun produk

kesehatan dikatakan mempunyai nilai cost-effectiveness maka dilakukan

perbandingan nilai biaya dan efektivitas terapi dari pengobatan yang dihasilkan

melalui gambaran diagram efektivitas biaya seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Kuadran-IV Kuadran-I

Kuadran-III Kuadran-II

Gambar 2.4 Diagram efektivitas biaya

Point pada diagram dimana pertemuan (axis x) dan (axis y) menunjukkan

poin awal dari biaya dan efektivitas pembanding standar, menunjukkan seberapa

besar selisih biaya dibandingkan poin awal (axis y) dan seberapa besar selisih

efektivitas dibandingkan poin awal (axis x).

Jika suatu alternatif lebih mahal dan lebih efektif dibandingkan

pembanding standar, maka poin akan berada pada kuadran I, dan tradeoff dari

peningkatan biaya untuk peningkatan benefit perlu dipertimbangkan. Jika suatu

alternatif lebih murah dan lebih efektif, poin akan berada pada kuadran II dan

alternatif tersebut lebih cost effective dibandingkan standar. Jika suatu alternatif

lebih murah dan kurang efektif, poin akan berada pada kuadran III dan tradeoff

harus dipertimbangkan. Jika suatu alternatif lebih mahal dan kurang efektif, maka

poin akan berada pada kuadran IV dan terapi standar lebih cost effective dibanding

alternatif yang dibandingkan (Andayani, 2013).

35
Universitas Sumatera Utara
b. Cost-utility analysis

Cost-utility analysis (CUA) atau analisis utilitas biaya adalah teknik

ekonomi yang digunakan untuk menilai efisiensi dari intervensi pelayanan

kesehatan. Beberapa peneliti menyampaikan bahwa CUA merupakan bagian dari

CEA, karena outcome dinilai menggunakan tipe ukuran outcome klinik yang

khusus yaitu quality adjusted life year (QALY). Kelebihan CUA yaitu dapat

membandingkan penyakit dengan beberapa outcome dengan menggunakan satu

unit pengukuran yaitu QALY.

Analisis utilitas biaya dihitung berdasarkan jumlah biaya langsung medis

terhadap utilitas pengobatan / QALY dengan rumus sebagai berikut :

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛
CUR =
𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛

perbandingan antara pengobatan anemia dianalisis menggunakan Incremental

Cost Utility Ratio (ICUR) dengan rumus sebagai berikut :

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴−𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵


ICUR =
𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴−𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵

Perhitungan rasio antara biaya dan output dilakukan pada metode ini.

Peningkatan kualitas hidup merupakan outcome yang diharapkan. Pengukuran

CUA adalah cost per QALY (quality adjusted life year). Contohnya jika seorang

pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALY adalah 1 (satu) (Drummond, et

al., 1997), maka untuk menghitung QALY perlu dilakukan beberapa langlah

yaitu:

i. deskripsi penyakit atau status kesehatan

Deskripsi penyakit harus menggambarkan pengaruh kesehatan yang

diharapkan dari suatu penyakit atau keadaan kesehatan dengan singkat.

36
Universitas Sumatera Utara
ii. metode penentuan utility

Metode yang sering digunakan untuk menentukan pilihan, atau mengukur skor

utility, yaitu rating scale (RS), standard gamble (SG), dan time tradeoff

(TTO). Setiap metode, keadaan atau kondisi beberapa penyakit diuraikan

kepada Subjek untuk membantu menentukan dimana keadaan penyakit atau

kondisi kesehatan berada antara 0,0 (meninggal) dan 1,0 (kesehatan sempurna).

iii. pemilihan subjek

Subjek merupakan seseorang yang dijadikan sampel dalam penelitian yang

akan ditentukan niali utility. Keunggulan assesment utility langsung dari pasien

yang bersangkutan yaitu pasien lebih memahami apa yang dirasakan

dibandingkan orang lain.

iv. penentuan nilai quality adjusted life year (QALY)

Nilai QALY diperoleh dengan mengalikan utility dengan lama hidup. Contoh

perhitungan QALY yaitu, secara random pasien dibagi menjadi 2 kelompok

dan diberikan terapi awal pada tingkat status kesehatan yang sama (Andayani,

2013). Luas daerah antara dua kurva yang menggambarkan awal terapi sampai

pemberian terapi selama 12 bulan menunjukkan tambahan QALY dari obat

baru yang dapat dilihat pada Gambar 2.5.

1
status kesehatan

0.8
0.6
0.4 kontrol
0.2 terapi
0
0 bulan 6 bulan 12 bulan
waktu (bulan)

Gambar 2.5 Quality adjusted life year dari hipotesis intervensi terapi

37
Universitas Sumatera Utara
Luas daerah antara dua kurva pada akhir intervensi dapat dihitung sebagai berikut:

QALYsc = [0,5 (0,4 + 0,5) 6 + 0,5 (0,5 + 0,6) 6)] /12 = 0,5

QALYst = [0,5 (0,4 + 0,5) 6 + 0,5 (0,5 + 0,65) 6)] /12 = 0,5125

Peningkatan QALY = 0,5125 – 0,5 = 0,0125

c. Cost-benefit analysis
Cost-benefit analysis atau analisis manfaat biaya adalah analisis

perbandingan dari dua atau lebih produk atau jasa farmasi dengan manfaat (hasil

terapi) dalam nilai moneter. Analisa manfaat biaya (cost-benefit) merupakan

perbandingan nilai moneter dari penggunaan alternatif dari sumberdaya.

Keuntungan analisa manfaat biaya adalah membandingkan dua program

penanganan yang tidak saling berhubungan dengan hasil yang berbeda secara nilai

moneter. Masing-masing program dievaluasi secara terpisah untuk rasio manfaat-

biaya nya (Raymond, 2016).

Tujuan analisis manfaat-biaya adalah untuk mencapai pengembalian

investasi tertinggi. Hasil tipe analisis ini ditampilkan dalam istilah manfaat bersih

(net benefit), yang mengurangkan biaya dari manfaat; tingkat internal

pengembalian (internal rate of return), yang mengurangkan biaya dari manfaat

dan membagi hasilnya dengan biaya, atau rasio manfaat-biaya, seperti akan

dijelaskan nanti (Raymond, 2016).

Contoh dari CBA adalah membandingkan program penggunaan vaksin

dengan program perawatan suatu penyakit. Pengukuran dapat dilakukan dengan

menghitung jumlah episode penyakit yang dapat dicegah, kemudian dibandingkan

dengan biaya jika program perawatan penyakit dilakukan. Semakin tinggi benefit

cost, maka program makin menguntungkan (Fatma, 2009).

38
Universitas Sumatera Utara
d. Cost-minimization analysis (CMA)

Analisis yang sederhana karena outcome diasumsikan ekuivalen, sehingga

hanya biaya dari intervensi yang dibandingkan merupakan kelebihan CMA.

Kekurangan CMA yaitu tidak bisa digunakan jika outcome dari masing-masing

intervensi tidak sama. Contoh CMA yaitu membandingkan dua obat generik yang

dinyatakan ekuivalen oleh FDA. Jika obat yang dibandingkan ekuivalen, hanya

perbedaan biaya obat yang digunakan untuk memilih salah satu yang nilainya

paling baik (Andayani, 2013).

e. Tipe analisis lain

Terdapat tipe analisis lain untuk mengukur biaya, misalnya jika hanya

disajikan daftar biaya dan daftar beberapa outcome, tanpa dilakukan perhitungan

dan perbandingan, disebut sebagai cost-consequence analysis (CCA) (Andayani,

2013). Tipe analisis ekonomi yang lain adalah analisis cost-of-illness (COI), yang

digunakan untuk membandingkan pengaruh ekonomi dari suatu penyakit

dibandingkan dengan penyakit lain. Dalam studi COI, peneliti menentukan total

beban ekonomi dari suatu penyakit tertentu dalam masyarakat. Biaya yang

dihitung dalam metode ini dibagi menjadi dua kategori, biaya langsung atau biaya

yang terkait dengan terapi atau pencegahan dan biaya tidak langsung atau biaya

hilangnya produktivitas karena penyakit pasien (Andayani, 2013).

2.10.4 Biaya pelayanan kesehatan

Biaya pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 6 kategori yaitu:

a. Biaya langsung medis (Direct medical cost)

Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait

dengan jasa pelayanan medis, yang digunakan untuk mencegah atau

39
Universitas Sumatera Utara
mendeteksi suatu penyakit seperti kunjungan pasien, obat-obat yang

diresepkan, lama perawatan. Kategori biaya-biaya langsung medis antara lain

pengobatan, pelayanan untuk mengobati efek samping, pelayanan pencegahan

dan penanganan (Orion, 1997; Vogenberg, 2001).

b. Biaya langsung nonmedis (Direct nonmedical cost)

Biaya langsung nonmedis adalah biaya yang dikeluarkan pasien yang tidak

terkait langsung dengan pelayanan medis, seperti transportasi pasien ke rumah

sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya yang diberikan pihak rumah sakit

(Vogenberg, 2001).

c. Biaya tidak langsung (Indirect cost)


Biaya tidak langsung adalah biaya yang dapat mengurangi produktivitas pasien

atau biaya yang hilang akibat waktu produktif yang hilang. Sebagai contoh

pasien kehilangan pendapatan karena sakit yang berkepanjangan sehingga tidak

dapat memberikan nafkah pada keluargnyanya, selain itu sejumlah biaya yang

terkait dengan hilangnya produktivitas akibat menderita suatu penyakit,

termasuk biaya transportasi, biaya hilangnya produktivitas, biaya pendamping

(anggota keluarga yang menemani pasien (Vogenberg, 2001 dan Bootman et

al., 2005).

d. Biaya tidak terwujud (Intangible Cost)

Biaya tidak terwujud merupakan biaya yang dikeluarkan bukan hasil tindakan

medis, tidak dapat diukur dalam mata uang. Biaya yang sulit diukur seperti rasa

nyeri/cacat, kehilangan kebebasan, efek samping yang sifatnya psikologis,

sukar dikonversikan dalam nilai mata uang (Vogenberg, 2001).

40
Universitas Sumatera Utara
e. Opportunity cost

Jenis biaya ini mewakili manfaat ekonomi bila menggunakan suatu terapi

pengganti dibandingkan dengan terapi terbaik berikutnya. Jika sumber daya

telah digunakan untuk membeli program atau alternatif pengobatan, maka

oppurtunity cost menunjukkan hilangnya kesempatan untuk menggunakannya

pada tujuan yang lain. Opportunity cost adalah nilai yang dikorbankan. Sebagai

contoh hilangnya kesempatan ataupun dikorbankannya penghasilan/pendapatan

(Vogenberg, 2001).

f. Incremental cost

Incremental cost disebut juga biaya tambahan, merupakan biaya tambahan atas

alternatif atau perawatan kesehatan dibandingkan dengan pertambahan

manfaat, efek ataupun hasil (outcome) yang ditawarkan. Incremental cost

adalah biaya tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan efek tambahan

dari suatu alternatif dan menyediakan cara lain untuk menilai dampak

farmakoekonomi dari layanan kesehatan ataupun pilihan pengobatan dalam

suatu populasi (Vogenberg, 2001).

2.10.5 Perspektif

Dalam studi farmakoekonomi, perspektif memegang peranan yang penting

karena berkaitan dengan jenis informasi dan data yang dibutuhkan dalam

melakukan studi atau evaluasi, terutama data biaya yang akan dicakup dalam studi

tersebut. Ada 4 jenis perspektif yang sering digunakan dalam studi

farmakoekonomi yaitu pasien, penyedia pelayanan kesehatan (provider), pihak

yang mebayar biaya kesehatan (payer) dan societal. Selain keempat perspektif

41
Universitas Sumatera Utara
yang biasa digunakan dalam studi farmakoekonomi adalah perspektif pemerintah

(goverment perspective) yaitu memberikan gambaran yang lebih lengkap kepada

pengambil kebijakan mengenai kondisi fiskal akan dipengaruhi oleh pilihan

terapi (Setiawan, 2017). Ringkasan mengenai pengaruh pemilihan perspektif

terhadapa jenis biaya yang dimasukkan ke dalam studi farmakoekonomi dapat

dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Cakupan pengukuran biaya dalam analisis farmakoekonomi


berdasarkan perspektif studi

Kategori biaya Perspektif Provider Payer Societal


pasien

Biaya langsung medis:

a. a. Biaya pelayanan kesehatan √ √ √ √


b.
c. b. Biaya cost sharing √ x x √

Biaya langsung non-medis

a. Biaya transportasi, parkir dll. √ x x √

Biaya tak langsung

a. Biaya hilangnya produktivitas √ x x √

Biaya tak teraba √ x x √

Keterangan:

√ = disertakan, x = tidak disertakan

2.11 Short-form (SF-36) healt survey

Short-form (SF-36) adalah sebuah kuesioner survei yang mengukur 8

kriteria kesehatan yaitu fungsi fisik, keterbatan peran karena kesehatan fisik,

tubuh sakit, persepsi kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, peran

42
Universitas Sumatera Utara
keterbatan karena masalah emosional, dan kesehatan psikis. Short-form (SF-36)

adalah sebuah kuesioner survei kesehatan untuk menilai kualitas hidup, yang

terdiri dari 36 butir pertanyaan, serta merupakan kumpulan dari langkah-langkah

dan preferensi kesehatan berbasis indeks, oleh karena itu SF-36 telah terbukti

berguna dalam survei umum dan populasi khusus, membandingkan relatif beban

penyakit serta dalam membedakan manfaat kesehatan yang dihasilkan oleh

berbagai intervensi yan berbeda (Ware, 2000).

2.11.1 Metode skoring SF-36

Metode SF-36 digunakan untuk menentukan skoring dari setiap

pertanyaan kuesioner berdasarkan tabel referensi (Ware, 2000). Penentukan skor

dari jawaban setiap pertanyaan sesuai dengan nomor pertanyaan pada instrumen

SF-36 dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Penentuan skor jawaban setiap pertanyaan berdasarkan nomor

Nomor Pertanyaan Kategori perubahan Skor yang diperoleh


respon
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 1 0
2 50
3 100
1, 2, 20, 22, 34, 36 1 100
2 75
3 50
4 25
5 0
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 1 0
2 100
21, 23, 26, 27, 30 1 100
2 80
3 60
4 40
5 20
6 0

43
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Penentuan skor jawaban setiap pertanyaan berdasarkan nomor
Nomor Pertanyaan Kategori perubahan Skor yang diperoleh
respon
24, 25, 28, 29, 31 1 0
2 20
3 40
4 60
5 80
6 100
2, 33, 35 1 0
2 25
3 50
4 75
5 100

Berdasarkan penilaian skor SF-36, maka nilai skor kualitas hidup rata-rata

adalah 60, dibawah skor tersebut kualitas hidup dinilai kurang baik. Nilai skor 100

merupakan tingkat kualitas hidup yang sangat baik. Berdasarkan waktu

penggunaannya, SF-36 dapat digunakan pada 2 periode pengukuran (2-type

recall), yaitu pengukuran standar (> 4 minggu) dan akut (< 1 minggu) (Ware,

2000). Penentukan skor rata-rata dari jawaban setiap pertanyaan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Penentuan skor rata-rata setiap pertanyaan berdasarkan skala

Skala Jumlah pertanyaan Penilaian rata-rata


berdasarkan skala kelompok pertanyaan
Fungsi fisik 10 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
Keterbatasan akibat
masalah fisik 4 13, 14, 15, 16
Keterbatasan akibat
masalah emosional 3 17, 18, 19
Energi/ Fatique 4 23, 27, 29, 31
Kesejahteraan /
kesehatan mental 5 24, 25, 26, 28, 30
Fungsi sosial 2 20, 32
Perasaan sakit / nyeri 2 21, 22
Persepsi kesehatan
umum 5 1, 33, 34, 35, 36
Peralihan kesehatan 1 2

44
Universitas Sumatera Utara
2.12. Kerangka Teori Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka teori penelitian dapat dilihat pada

Gambar 2.5 PGK stadium 5

Hemodialisis reguler

Kerusakan parenkim di ginjal

Hormon glikoprotein:
Produksi EPO endogen menjadi
lebih kecil
EPO yang dihasilkan tidak cukup untuk
menstimulasi poduksi sel darah merah
oleh sum-sum tulang (bone marrow).
UREMIA (Uremic Related Anemia)

kadar BUN ↑ ≥ 100 mg/dl


- Usia eritrosit memendek
- Kehilangan darah selama proses dialisis
- Defisiensi vitamin dan besi
- Toksin azotermia
- Pendarahan tersembunyi
- Pengambilan darah saat pemeriksaan
ANEMIA laboratorium

Hb↓< 10 g/dl Hematokrit < 30% Defisiensi besi, Fe↓

ESA = rHuEPO = Eritropoietin

HJ C815H1317N233O241S5 : 39%
Eritropoietin alfa: Eritropoietin beta: C809H1301N229O240S5 : 24 %
Oligosakarida Oligosakarida
Disintesis dari sel Chines Hamster Ovary (CHO) Disintesis dari sel Chines Hamster Ovary (CHO)

Efek terapi: Hb↑ dan Ht ↑ Efek terapi: Hb↑ dan Ht ↑


Efek samping : TD ↑, Feritin serum ↓, trasfusi Efek samping : Trombosis pada pembuluh darah, Feritin
darah, Pure red cell aplasia (sumsum tulang serum↓ , Sakit kepala.
berhenti memproduksi sel darah merah)

Pencapaian target Hb dialiasis 10,00 – 12,00 (g/dl)

Gambar 2.6 Kerangka teori penelitian

45
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif cohort study secara

prospektif dan retrospektif, periode Agustus - Oktober 2017 dengan mengakses

data dari status pasien dan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). Penelitian ini

dilakukan dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus

pada suatu saat (WHO, 2001; Susila dan Suyanto, 2014). Pengumpulan data

dilakukan secara retrospektif artinya penelitian mengkaji informasi atau

mengambil data-data pasien kemudian identifikasi dan evaluasi terhadap catatan

rekam medis untuk mengetahui efektivitas terapi pemberian eritropoietin dan

menilai kualitas hidup pasien PGK stadium 5 dengan menggunakan instrumen

short from (SF-36).

Penelitian ini mengkaji tentang sudut pandang biaya asuransi Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terhadap pasien terdiagnosis

PGK stadium 5 dan rutin melakukan hemodialisis (2 kali seminggu) di Instalasi

Hemodialisa RSUP H. Adam Malik Medan. Ruang lingkup penelitian ini adalah

pasien yang mendapatkan terapi eritropoietin dengan komplikasi penyakit

penyerta. Perhitungan biaya ditinjau dari biaya langsung medis (direct medical

cost) yaitu biaya obat eritropoietin yang lebih cost effective. Analisis data

menggunakan Microsoft-office Exel dan Uji statistik (Chi Squeare).

46
Universitas Sumatera Utara
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Hemodialisa dan Sistem Informasi

Rumah Sakit (SIRS) di RSUP H. Adam Malik Medan. Pengambilan data periode

Agustus - Oktober 2017 dilakukan pada bulan Desember 2017 - Mei 2018.

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi target adalah seluruh pasien rawat jalan yang rutin melakukan

cuci darah 2 kali seminggu periode Agustus - Oktober 2017 terdiagnosis PGK

stadium 5 dengan komplikasi penyakit penyerta dan mendapatkan terapi

eritropoietin selama menjalani cuci darah di instalasi hemodialisis RSUP. H.

Adam Malik Medan. Populasi target yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak

memenuhi kriteria eksklusi dijadikan sebagai populasi studi, sehingga seluruh

populasi studi dijadikan sebagai subjek.

Populasi target berupa data rekam medis pasien periode Agustus - Oktober

2017 sebanyak 250 pasien, dari populasi target yang memenuhi kriteria inklusi

dan kriteria eksklusi sebanyak 106 pasien yang rutin melakukan cuci darah, tetapi

yang mempunyai data lengkap dan bersedia berpartisipasi terhadap penelitian dan

mengisi lembar penjelasan dan persetujuan pasien (Lampiran 1 halaman 105-106)

sebanyak 88 pasien, sehingga 88 pasien yang dijadikan sebagai populasi studi

(subjek).

47
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Subjek

Penentuan populasi studi sebagai subjek penelitian dilakukan dengan

metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan

tertentu seperti sifat (karakteristik) populasi atau ciri-ciri yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoadmodjo, 2010).

Subjek penelitian ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi:

i. pasien rawat jalan yang menerima tindakan hemodialisis reguler (2

kali seminggu) dan telah melakukan cuci darah (hemodialisis)

minimal 3 bulan di RSUP. H. Adam Malik Medan.

ii. pasien terdiagnosis PGK stadium 5 dengan komplikasi penyakit

penyerta yang diketahui dari catatan rekam medis.

iii. pasien menggunakan layanan asuransi kesehatan dari Badan

Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selama menjalani

hemodialisis periode Agustus – Oktober 2017.

iv. pasien yang menerima terapi eritropoietin

v. pasien laki-laki dan perempuan berusia 18-74 tahun.

vi. pasien bersedia mengisi (informed concent) dan lembar kuesioner

penelitian.

b. Kriteria eksklusi:

i. data status pasien yang tidak lengkap dan tidak rutin melakukan cuci

darah atau tidak melanjutkan HD di RSUP. H. Adam malik Medan.

ii. pasien yang terdiagnosis kanker dan menjalani pengobatan kemoterapi

48
Universitas Sumatera Utara
Dalam menghitung besarnya sampel digunakan rumus sebagai berikut, dengan

syarat populasi harus lebih kecil dari 10.000 (Notoatmojo, 2010)

N 250
n= = = 71 (jumlah minimum)
1+N (d2 ) 1+250 (0.12 )

Keterangan:
N = besar populasi
n = jumlah minimum
d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 10% (0,1)

3.4 Tahapan Penelitian


Alur penelitian dapat dilihat pada bagan Gambar 3.1.

Survei pendahuluan

Pasien PGK stadium 5


hemodialisis reguler ( n = 250)

Kriteria eksklusi:
- data pasien tidak lengkap
- pasien menjalani kemoterapi
Populasi studi( n = 88)

PGK stadium 5
dikelompokkan berdasarkan
komplikasi penyakit penyerta

Dikelompokkan berdasarkan menerima


terapi EPO (tunggal dan kombinasi)

- analisis target Hb dialisis (10 - 12 g/dl)


- penilaian kualitas hidup (QALY) berdasarkan skor SF 36
- menghitung biaya langsung medis
- menghitung total biaya langsung medis

Analisis data

Gambar 3.1 Alur penelitian

49
Universitas Sumatera Utara
Pencatatan terhadap biaya yang digunakan dalam terapi pengobatan PGK

stadium 5 selama menjalani hemodialisis meliputi jasa pelayanan medis (honor

dokter), biaya pelayanan jasa sarana, biaya laboratorium, biaya transfusi darah

(Packed Red Cell / PRC), biaya obat eritropoetin, biaya obat terapi simptomatik,

setelah itu dilakukan analisis biaya dengan menggunakan metode cost-

effectiveness analysis (CEA) dan cost-utility analysis (CUA).

3.5 Pengolahan dan Penyajian Data

Data yang ditelah diperoleh (terkumpul), kemudian dikelompokkan dan

dijumlahkan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft-office

Exel. Penyajian data menggunakan tabel untuk mempermudah pembacaan data

dan analisis hasil. Hasil pengolahan data kemudian dibahas secara

farmakoekonomi. Pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil

pengolahan dan analisis data.

3.6 Analisis Data

a. Karakteristik pasien

Analisis terhadap karakteristik pasien dilakukan untuk memperoleh

gambaran proporsi dari usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan pasien. Data

dianalisis secara statistik menggunakan Chi-squeare.

b. Profil pengobatan pasien hemodialisis penyakit ginjal kronis stadium 5

Analisis terhadap profil pengobatan dilakukan untuk mengetahui model

terapi eritropoietin dan jumlah penggunaan obat pada masing-masing diagnosis

penyakit penyerta PGK stadium 5. Data penggunaan obat meliputi jenis, dosis,

rute pemberian dan regimen.

50
Universitas Sumatera Utara
c. Biaya langsung medis

Pelaksanaan penelitian biaya langsung medis ditinjau dari perspektif

penyedia pelayanan kesehatan yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan, maka biaya yang dimasukkan dalam analisis biaya langsung medis.

Biaya langsung medis meliputi jasa sarana hemodialisis, jasa pelayanan medis,

biaya laboratorium, biaya transfusi darah (PRC), biaya terapi obat eritropoietin

dan obat-obat lainnya (simtomatik). Biaya dihitung dengan melakukan perkalian

biaya per unit dengan jumlah unit yang digunakan dari masing-masing kelompok,

kemudian dijumlahkan seluruh biaya dari resources yang digunakan pada setiap

kelompok.

d. Outcomes

i. hemoglobin (Hb)

Kadar Hb pasien dinilai berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium (rekam

medis) dari bulan Agustus - Oktober 2017. Rata-rata perolehan Hb selama 3

bulan dihitung kemudian di lakukan uji statistik menggunakan Chi-squeare

dan crosstabulation (Lampiran 13 halaman 124) untuk menguji hubungan

ketercapaian target Hb dialisis 10,0 - 12,0 g/dl dengan diagnosis penyakit

penyerta (Lampiran 14 halaman 125).

ii. quality adjusted life year (QALY)

Penilaian utilitas yang terkait dengan perubahan kualitas hidup pasien

dilakukan dengan menggunakan instrumen SF-36 (Lampiran 3 halaman

109). Hubungan kualitas hidup pasien dengan diagnosis dan penyakit

51
Universitas Sumatera Utara
penyerta, data diuji menggunakan uji Chi- square (Lampiran 14 halaman

125).

e. Analisis biaya

i. cost-effectiveness analysis

analisis efektivitas biaya (CEA) dihitung berdasarkan jumlah biaya

langsung medis terhadap efktivitas pengobatan dengan rumus sebagai

berikut:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑃𝐺𝐾 𝑠𝑡𝑎𝑑𝑖𝑢𝑚 5


CER =
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑝𝑖 𝐸𝑃𝑂 𝑃𝐺𝐾 𝑠𝑡𝑎𝑑𝑖𝑢𝑚 5

Perbandingan antara kelompok terapi pengobatan berdasarkan kelompok

diagnosis dan komplikasi penyakit penyerta masing-masing pasien

kemudian dianalisis menggunakan incremental cost-effectiveness ratio

(ICER) dengan rumus sebagai berikut:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑠 𝐸𝑃𝑂(𝐴) −𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑠 𝐸𝑃𝑂 (𝐵)
ICER = 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑝𝑖 𝐸𝑃𝑂 (𝐴)−𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑝𝑖 𝐸𝑃𝑂 (𝐵)

ii. cost-utility analysis

Analisis utilitas biaya (CUA) dihitung berdasarkan jumlah biaya langsung

medis terhadap utilitas pengobatan / QALY dengan rumus sebagai berikut:

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑃𝐺𝐾 𝑠𝑡𝑎𝑑𝑖𝑢𝑚 5


CUR =
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑝𝑖 𝐸𝑃𝑂 𝑃𝐺𝐾 𝑠𝑡𝑎𝑑𝑖𝑢𝑚 5

Perbandingan kualitas hidup berdasarkan kelompok diagnosis dan

komplikasi penyakit penyerta antara kelompok terapi eritropoeitin masing-

masing pasien, dianalisis menggunakan Incremental cost-utility ratio

(ICUR) dengan rumus sebagai berikut:

52
Universitas Sumatera Utara
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝐸𝑃𝑂 (𝐴)−𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝐸𝑃𝑂 (𝐵)
ICUR =
𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 (𝐴)−𝑢𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 (𝐵)

3.7 Definisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Biaya langsung medis (direct medical cost) adalah biaya yang dikeluarkan

untuk pengobatan terapi PGK stadium 5 yang meliputi biaya jasa sarana

hemodialisis, jasa pelayanan medis, biaya laboratorium, transfusi darah (PRC),

biaya obat eritropoietin dan biaya obat lainnya (simtomatik).

b. Analisis efektivitas biaya adalah suatu analisis untuk membandingkan total

biaya medis yang dikeluarkan oleh pasien rawat jalan PGK stadium 5 HD

reguler rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik

Medan dengan efektivitas terapi (Hb target = 10,0 - 12,0 g/dl).

c. Analisis utilitas biaya adalah suatu analisis untuk membandingkan total biaya

medis yang dikeluarkan oleh pasien rawat jalan PGK stadium 5 (Hemodialisis

reguler) terhadap nilai kualitas hidup pasien (QALY)

e. Outcomes adalah hasil pengobatan menggunakan terapi eritropoietin dan non

eritropoietin pada pasien rawat jalan PGK stadium 5 kemudian dilihat

persentase pasien yang mencapai target Hb dialisis (10,0 - 12,0 g/dl).

f. Kualitas hidup adalah penilaian status kesehatan pasien penyakit ginjal kronis

stadium 5, dinilai dari skor SF-36 dan skala dimensi kesehatan.

53
Universitas Sumatera Utara
3.8 Langkah-Langkah Penelitian

Sebelum penelitian dan data pasien diperoleh terlebih dahulu membuat surat

permohonan persetujuan kepada:

a. Dekan Fakultas Farmasi USU untuk mendapatkan izin penelitian di RSUP H.

Adam Malik Medan (Lampiran 5 halaman 116).

b. Komite Etik Penelitian Kesehatan dari Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara (Lampiran 4 halaman 115)

c. Direktur RSUP H.Adam Malik Medan untuk mendapatkan izin melakukan

penelitian dan pengambilan data dengan membawa surat rekomendasi dari

Fakultas dan surat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan

Keperawatan Universitas Sumatera Utara (Lampiran 6 halaman 116)

d. Kepala Instalasi rekam medis untuk mendapatkan jumlah data pasien di

instalasi rawat jalan hemodialisis periode Agustus - Oktober 2017 (Lampiran

7 halaman 117).

e. Kepala Instalasi Hemodialisa untuk melihat catatan rekam medis (nilai

hemoglobin) dan melakukan penilaian kualitas hidup dengan kuesioner (SF-

36) pasien rawat jalan PGK stadium 5 (Lampiran 8 halaman 118).

f. Direktur keuangan (Lampiran 9 halaman 119) untuk mendapatkan izin

penelitian (disposisi) dari verifikasi keuangan kepada SIRS.

g. Kepala Instalasi SIRS untuk pengambilan data biaya pasien BPJS Kesehatan

rawat jalan PGK stadium 5 yang menjalani hemodialisis di Instalasi

Hemodialisa RSUP H. Adam Malik Medan (Lampiran 10 halaman 120)

54
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakeristik Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pasien rawat jalan PGK stadium 5

(hemodialisis reguler) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan periode Agustus - Oktober 2017 diperoleh sebanyak 250 pasien

rawat jalan PGK stadium 5 yang menjalani hemodialisis, sedangkan yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh sebanyak 88 pasien yang

menerima eritropoietin alfa (eprex, hemapo) dan eritropoietin beta (recormon)

serta bersedia mengisi lembar informed consend untuk dijadikan sebagai subjek

penelitian.

Pasien PGK stadium 5 yang menerima terapi eritropoietin alfa (eprex,

hemapo) dan eritropoietin beta (recormon) dikelompokkan menjadi 5 kelompok

diagnosis penyakit penyerta yaitu kelompok hypertension nephropathy (HN)

sebanyak 38 pasien, diabetic nephropathy (DN) sebanyak 17 pasien, komplikasi

hypertension nephropathy dan diabetic nephropathy (HN + DN) sebanyak 4

pasien, glomerulo nephritis chronic (GNC) sebanyak 20 pasien dan kelompok

PGOI (Penyakit Ginjal Obstruktif Infektif) sebanyak 9 pasien.

Karakteristik subjek pada penelitian adalah jenis kelamin, usia, pendidikan

dan pekerjaan. Karakteristik subjek pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel

4.1 dan hasil uji Chi-Square dapat dilihat pada Lampiran 12 halaman 122-123.

55
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian penyakit ginjal kronis stadium 5

Pasien PGK
No Karakteristik
Subjek (n = 88) stadium 5 (%) p
Jenis kelamin
1 Laki-laki 52 59
0,562
Perempuan 36 41
Usia (tahun)
15 - 24 7 7
25 - 34 12 13
2 35 - 44 14 14
0,007
45 - 54 23 23
55 - 64 34 34
65 - 74 10 10
Pendidikan
SD 13 15
SLTP 10 11
3
SLTA 45 51 0,446
Diploma 4 5
Sarjana 16 18
Pekerjaan
Pensiun 2 2
Lain-lain 3 3
Mahasiswa/Pelajar 7 8
4 Pegawai swasta 8 9
0,033
Petani/Buruh 9 10
PNS 11 13
IRT 22 25
Wiraswasta 25 28

Berdasarkan karakteristik kelompok jenis kelamin yang terdiagnosis PGK

stadium 5 dengan komplikasi penyakit penyerta sebanyak 88 pasien, diantaranya

terdapat 52 pasien laki-laki (59%) dan 36 pasien perempuan (41%). Secara umum

setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan. Pada

beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan,

hal ini disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup, genetika atau kondisi

56
Universitas Sumatera Utara
fisiologi (Budiarto & Anggraini, 2002), dalam hal ini pola hidup dan kebiasaan

hidup pasien PGK stadium 5 berjenis kelamin laki-laki lebih buruk dibandingkan

dengan perempuan. Berdasarkan hasil analisis statistik, tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara jumlah pasien laki-laki dan perempuan (p = 0,562 > 0,05).

Grafik perbandingan usia pasien berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dapat

dilihat pada Gambar 4.1.

41%
59%

Laki-laki Perempuan

Gambar 4.1 Karakteristik PGK stadium 5 berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan perbandingan data Indonesia Renal Registry (IRR) tahun

2014 terhadap ketahanan hidup pasien baru yang terdata selama tahun 2014

menunjukkan bahwa jenis kelamin pada laki-laki paling dominan 2179 (55,57%)

pasien melakukan hemodialisis dan pada perempuan 1728 (44,23%) pasien

(PERNEFRI, 2014).

Berdasarkan karakteristik kelompok usia diperoleh kelompok usia

terbanyak pada rentang usia 55 - 64 tahun sebanyak 30 (34%) pasien penderita

PGK yang menjalani hemodialisis. Hasil uji statistik kelompok usia menunjukkan

terdapat perbedaan yang bermakna secara signifikan p = 0,007 (p < 0,05). Nilai

rerata umur pasien diperoleh 48,74 ± 14,09 tahun. Gambaran karaktersitik usia

pasien dapat dilihat pada Gambar 4.2.

57
Universitas Sumatera Utara
10% 7%
12%
15-24
25-34
35-44
45-54
14% 55-64
34% 65-74
23%

Gambar 4.2 Karaktersitik berdasarkan kelompok usia

Pravalensi pasien hemodialisis berdasarkan Indonesia Renal Registry

tahun 2014, menyatakan distribusi usia pasien hemodialisis dalam persen pada

tahun 2014 kelompok usia terbanyak sebanding antara usia 45-54 (tahun) dan 55-

64 (tahun) yaitu masing-masing sebesar 31%, keadaan ini sesuai dengan

gambaran umum penderita PGK yang menjalani hemodialisis di Indonesia.

Pada umumnya kualitas hidup menurun dengan meningkatnya umur.

Pasein PGK usia muda akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik karena

kondisi fisik yang lebih baik dibandingkan usia tua. Penderita dalam usia

produktif merasa terpacu untuk sembuh mengingat pasien tersebut masih muda

dan mempunyai harapan hidup yang lebih tinggi, sebagai tulang punggung

keluarga, sementara pada pasien yang berusia tua menyerahkan keputusan pada

keluarga atau anak-anaknya. Faktor usia semakin tua, pasien merasa capek dan

menunggu waktu, akibatnya mereka kurang motivasi dalam menjalani terapi

hemodialisis. Usia erat kaitannya dengan prognose penyakit dan harapan hidup

mereka yang berusia 55 tahun kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi

yang memperberat fungsi ginjal sangat besar bila dibandingkan dengan usia

dibawah 40 tahun (Indonesiannursing, 2008).

58
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan karakteristik dari kelompok pendidikan menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan SLTA diperoleh yang paling tinggi yaitu 45 pasien (51%),

dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lain. Hal ini disebabkan karena

minimnya pendidikan dan pengetahuan pada tingkat SLTA karena ketidaktahuan

selama ini akan kebiasaan pola hidup yang buruk yang telah dilakukan sehingga

dapat berisiko terhadap gangguan terhadap fungsi ginjal. Sumber makanan dan

minuman yang selama ini dikonsumsi seperti mengkonsumsi obat-obatan yang

berlebihan seperti obat anti inflamasi dan suppllemen diluar dari batas instruksi

pengobatan yang ditentukan serta mengkonsumsi minuman berenergi dan

berwarna yang mengandung soda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Pasma (2016) dengan melakukan treatment dengan minuman berenergi selama 60

hari pada tikus terjadi penurunan kadar kreatinin urin dan volume urin dan

peningkatan kadar kreatinin serum yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan

penyebab terjadinya gagal ginjal kronis.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan pada karakteristik pendidikan, dimana nilai p = 0,446 (p > 0,05).

Tingkat pendidikan pasien PGK stadium 5 dapat dilihat pada Gambar 4.3.

S a r ja na 16 (18%)
D ip lo ma 4 (5%)
SLTA 45 (51%)
SLTP 10 (11%)
SD 13 (15%)

Gambar 4.3 Karakteristik pasien berdasarkan pendidikan

59
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliaw (2009) bahwa

penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan

yang lebih luas, kemungkinan pasien tersebut dapat mengontrol dirinya dalam

mengatasi masalah yang dihadapinya, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi,

berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi

kejadian, mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan,

serta dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu pasien tersebut

dalam membuat keputusan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

penting untuk terbentuknya tindakan, perilaku yang didasari pengetahuan akan

lebih langgeng dari pada yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2005).

Berdasarkan karakteristik pasien pada kelompok pekerjaan menunjukkan

hasil yang bervariasi yang terdiri dari wiraswasta, IRT, PNS, petani/buruh,

pegawai swasta, mahasiswa/pelajar, pensiun, lain-lain. Grafik karakteristik

pekerjaan pasien dapat dilihat pada Gambar 4.4.

30

25

20

15

10

Gambar 4.4 Karakteristik pasien berdasarkan pekerjaan

60
Universitas Sumatera Utara
Hasil uji statistik pada kelompok pekerjaan terdapat perbedaan yang

signifikan pada kelompok pekerjaan, dimana nilai p = 0,033 (p < 0,05). Pada

kelompok pekerjaan diperoleh pekerjaan sebagai wiraswasta dan Ibu Rumah

Tangga (IRT) paling banyak terdiagnosis PGK stadium 5 yang menjalani

hemodialisis, sebanyak 25 pasien (28%) sebagai wirasawata dan 22 pasien (25%)

sebagai IRT. Pekerjaan merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang

bekerja pada orang lain atau instansi kantor, perusahaan untuk memperoleh

penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang maupun barang sehari-hari

(Lase, 2011). Penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan maupun pencegahan penyakit. Seseorang memanfaatkan

pelayanan kesehatan yang ada mungkin tidak mempunyai cukup uang untuk

membeli obat atau membayar transportasi (Notoatmodjo, 2010). Berbagai jenis

pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit. Hal ini

disebabkan sebagian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan berbagai

suasana lingkungan yang berbeda (Budiarto dan Anggraini, 2002).

4.2 Profil Pengobatan

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien rawat jalan PGK stadium 5

dengan hemodialisis reguler di instalasi hemodialisa RSUP H. Adam Malik

Medan periode Agustus - Oktober 2017. Pasien yang terdiagnosis PGK stadium 5

yang menjalani tindakan hemodialisis reguler, terdistribusi menjadi 5 kelompok

diagnosis dan penyakit penyerta yaitu hypertension nephropathy (HN), terdiri dari

6 model pemberian terapi eritropoeitin yaitu (hemapo; n = 28), (recormon; n = 1),

(eprex; n = 1), (hemapo + eprex; n = 3), (hemapo + recormon; n = 2), (hemapo +

eprex + recormon; n = 3). Penyakit Ginjal Kronis stadium 5 dengan komplikasi

61
Universitas Sumatera Utara
penyakit diabetic nephropathy (DN), terdiri dari 4 model terapi eritropoietin yaitu

(hemapo; n = 8), (recormon; n = 1), (hemapo + eprex; n = 4), (hemapo +

recormon; n = 4). Penyakit Ginjal Kronis stadium 5 dengan komplikasi penyakit

hypertension nephropathy dan diabetic nephropathy (HN + DN), terdiri dari 3

model terapi eritoropoietin yaitu (hemapo; n = 2), (hemapo + eprex; n = 1),

(hemapo + recormon; n = 1). Penyakit Ginjal Kronis stadium 5 dengan komplikasi

penyakit glomerulo nephritis chronic (GNC), terdiri dari 5 model terapi

eritropoietin yaitu (hemapo; n = 9), (recormon; n = 1), (eprex; n = 1), (hemapo +

eprex; n = 2), (hemapo + recormon; n = 7). Penyakit Ginjal Kronis stadium 5

dengan komplikasi penyakit penyakit ginjal obstruktif infektif (PGOI) terdiri dari

3 model terapi eritropoietin yaitu (hemapo; n = 5), (hemapo + eprex; n = 2),

(hemapo + recormon; n = 2).

Pasien menerima injeksi eritropoietin secara subkutan dan menerima dosis

sesuai dengan jenis obat yaitu eritropoietin alfa (eprex = 2000 IU; hemapo = 3000

IU) dan eritropoietin beta (recormon = 2000 IU). Pemberian obat eritropoietin

berdasarkan standart acuan dan pedoman hemodialisis di RSUP H. Adam Malik

dan Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI, 2011) yaitu target Hb dialisis

(10,0 - 12,0 g/dl). Distribusi pasien berdasarkan kelompok diagnosis PGK

stadium 5 dan jenis terapi eritropoietin dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi pasien berdasarkan kelompok diagnosis PGK stadium 5 dan
jenis terapi eritropoietin

Total subjek (n)


Diagnosis Model Terapi EPO subjek (n)
HN Hemapo 28
Recormon 1 38
Eprex 1

62
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Distribusi pasien berdasarkan kelompok diagnosis PGK stadium 5 dan
jenis terapi eritropoietin

Hemapo + Eprex 3
Hemapo + Recormon 2
Hemapo + Eprex + Recormon 3
DN Hemapo 8
Recormon 1
Hemapo + Eprex 4 17
Hemapo + Recormon 4
HN + DN Hemapo 2
Hemapo + Eprex 1 4
Hemapo + Recormon 1
GNC Hemapo 9
Recormon 1
Eprex 1 20
Hemapo + Eprex 2
Hemapo + Recormon 7
PGOI Hemapo 5
Hemapo + Eprex 2 9
Hemapo + Recormon 2

Berdasarkan data Indonesia Renal Registy (IRR) tahun 2014 menyatakan

jumlah pasien pengguna program terapi eritropoietin pada pasien hemodialisis di

Indonesia bahwa eritropoietin alfa (hemapo) paling banyak digunakan pada pasien

hemodialisis di Indonesia sebanyak (75553) pasien, kemudian bila dibandingkan

dengan pemakaian hemapo di wilayah Sumatera Utara dengan wilayah lainnya

hampir sama diseluruh wilayah indonesia dimana penggunaan terapi dengan

hemapo sebagai terapi pilihan utama untuk pengobatan PGK dengan gangguan

produksi eritropoietin diginjal. Hal ini disebabkan karena dari segi harga dan dosis

per syringe hemapo berbeda dengan terapi eritropoietin lainnya, dimana hemapo

mengandung eritropoietin alfa dengan dosis kemasan terkecil 3000 IU per

syringe, sementara dosis terkecil kemasan eritropoietin alfa dan beta yang lain

seperti eprex, recormon, dosis kemasan masing-masing 2000 IU per syringe

63
Universitas Sumatera Utara
sehingga lebih dominan pilihan obat mengarah kepada dosis kemasan yang lebih

besar per syringe obat (hemapo 3000 IU) karena dari selisih harga tidak jauh

berbeda dengan eprex dan recormon. Jumlah pasien pengguna terapi eritropoietin

di Indonesia dan wilayah Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 4.5.

R e c o r mo n 26657 R e c o r mo n 73

Eprex 26990
Eprex 917
H e ma p o 75553

H e ma p o 6491
L a in - la i n 6612

A. Indonesia B. Sumatera Utara

Gambar 4.5 Grafik pengguna program terapi eritropoietin pasien PGK yang
menjalani hemodialisis (PERNEFRI, 2014)

Berdasarkan jumlah pasien PGK stadium 5 yang menjalani hemodialisis

dan menerima terapi eritropoietin hemapo, eprex dan recormon (n = 88) di

instalasi hemodialisa Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, maka

diperoleh persentase pasien PGK stadium 5 berdasarkan diagnosis dan penyakit

penyerta periode Agustus – Oktober 2017 seperti pada Gambar 4.6.

HN + DN
5%
PGOI
10%
HN
43%
DN
19%

GNC
23%

Gambar 4.6 Persentase jumlah pasien PGK stadium 5 berdasarkan diagnosis

64
Universitas Sumatera Utara
4.3 Biaya Langsung Medis

Pelaksanaan penelitian ditinjau dari perspektif dari Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, maka biaya yang dimasukkan dalam analisis

efektivitas hanya adalah biaya langsung medis. Biaya langsung medis adalah

biaya yang dikeluarkan oleh pemberi asuransi, dalam hal ini BPJS Kesehatan,

terkait dengan jasa pelayanan (insentif dokter), jasa sarana (alat hemodialisis),

pemeriksaan laboratorium, biaya transfusi darah (PRC), biaya obat eritropoietin,

biaya obat simtomatik. Daftar biaya yang terkait biaya langsung medis pasien

PGK stadium 5 dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kategori resources pengobatan pasien PGK stadium 5

No Biaya Langsung Medis Harga satuan (Rupiah)

I Jasa pelayanan (insentif dokter) 165.000

II Jasa sarana (alat hemodialisis) 385.000


III Pemeriksaan Laboratorium:
Chlorida darah 26.000
Creatinin 29.000
Darah lengkap 59.000
Ferritin 201.000
Kalium darah 26.000
Kalsium darah 26.000
Natrium darah 26.000
Phospor 31.000
Serum iron 73.000
TIBC (Total Iron Binding Capacity) 73.000
Ureum 29.000
IV Packed Red Cells / Labu darah:
Tranfusi darah (kantong darah) 270.000

65
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Kategori resources pengobatan pasien PGK stadium 5

V Biaya obat eritropoietin (EPO):


Eritropoietin alfa 2000 IU (Eprex) 124.740
Eritropoietin alfa 3000 IU (Hemapo) 176.337
Eritropoietin beta 2000 IU (Recormon) 161.910
VI Biaya terapi obat lainnya /simtomatik:
Amlodipin 10 mg 214
Amlodipin 5 mg 113
Antasida DOEN susp 60 ml 2.643
Asam asetil salisilat 80 mg 120
Asam askorbat 50 mg 140
Asam mefenamat 500 mg 160
Asam tranexamat 500 mg 1.358
Atenolol 50 mg - Fenormin 422
Atropin sulfat injeksi 1.639
Bisakodil 5 mg 391
Bisoprolol 5 mg 346
Calsium laktat 500 mg 121
Captopril 25 mg 103
Captopril 50 mg 168
Diltiazem 30 mg 172
Diltiazem 30 mg - Herbesar CD 100 mg 5.491
Deksametason injeksi 2.108
Domperidon 10 mg 121
Gabapentin 100 mg - Alpentin 1.788
Hemafort 1.069
Human insulin - Humulin N Kwikpen 100.548
ISDN 5 mg 119
Kalsitrol (D3)-Osteocal 0,25 mcg 2.295
Klobazam 10 mg 1.301
Larutan asam amino - KIDMIN 63.002
Larutan asam amino - EAS 66.780
Laxadin sirup 9.856

66
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Kategori resources pengobatan pasien PGK stadium 5

Levofloxacin 500 mg 632


Loratadin 10 mg 160
Enoksaparin 0,4 ml - Lovenox 117.500
Metil prednisolon 4 mg 281
Metoklopramide 5 mg 153
Natrium diklofenak 50 mg 279
Natrium diklofenak 25 mg 201
Nipedipin 20 mg - Adalat oros 4.204
Nipedipin 30 mg - Adalat oros 4.666
Nefrofer injeksi 53.760
Novorapid flexpen 109.620
Omeprazol 20 mg 768
Parasetamol 500 mg 66
Salbutamol 2 mg 79
Setrizin 10 mg 123
Siprofloksasin 500 mg 409
Sukralfat 100 ml susp 11.250
Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379
Telmisartan 80 mg - Micardis 7.616
Telmisartan 40 mg- Micardis 4.288
Valsartan 80 mg - Diovan 2.048
Valsartan 160 mg - Diovan 3.200

4.3.1 Jasa pelayanan medis

Jasa pelayanan medis (dokter spesialis) yang bertugas di instalasi

hemodialisis yang ditetapkan oleh RSUP. H. Adam Malik Medan kepada BPJS

Kesehatan sebesar Rp 165.000. Total biaya honor dokter dan perawatan pasien

secara keseluruhan sebesar Rp 363.000.000 yang terdiri dari diagnosis HN (Rp

156.750.000), DN (Rp 70.125.000), komplikasi (HN + DN) sebesar (Rp

67
Universitas Sumatera Utara
16.500.000), GNC (Rp 82.500.000) dan PGOI (Rp 37.125.000). Rincian biaya

total honor dokter (jasa pelayanan) dapat dilihat pada Lampiran 20 halaman 142.

4.3.2 Jasa sarana

Jasa sarana adalah sarana yang dipakai berupa seperangkat alat

hemodialisis dan ruangan yang digunakan pasien pada saat proses hemodialisis

berlangsung. Biaya jasa sarana yang ditetapkan RSUP. H. Adam Malik Medan

kepada BPJS Kesehatan sebesar Rp 385.000 untuk kelas III. Berikut adalah

(Gambar 4.7) seperangkat alat hemodialisis dan ruangan yang digunakan pada

saat pasien melakukan cuci darah di instalasi hemodialisa RSUP H. Adam Malik

Medan.

Gambar 4.7 Alat hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan

Pelayanan pasien PGK stadium 5 dengan hemodialisis reguler (2 kali

seminggu) yang paling besar menyerap biaya adalah pelayanan jasa sarana

hemodialisis dengan biaya tindakan setiap perlakuan hemodialisis (cuci darah)

sebesar (Rp 385.000) dengan total biaya yang dikeluarkan dari masing-masing

diagnosis. Satu kali perlakuan tindakan cuci darah maka rumah sakit akan

68
Universitas Sumatera Utara
mengklaim tagihan biaya pelayanan hemodialisis kepada BPJS Kesehatan (Kelas

III) sebesar Rp 385.000 (sesuai golongan ataupun kelas yang tercantum pada kartu

peserta BPJS Kesehatan). Total biaya jasa pelayanan sarana hemodialisis pasien

PGK stadium 5 (hemodialsis) berdasarkan diagnosis selama 3 bulan periode

Agustus - Oktober 2017 dengan jumlah pasien sebanyak 88 diperoleh sebesar Rp

847.000.000 yang terdiri dari diagnosis HN (Rp 365.750.000), DN (Rp

163.625.000), HN + DN (Rp 38.500.000), GNC (Rp 192.500.000), PGOI (Rp

86.625.000). Rincian biaya dan total jasa sarana pasien PGK stadium 5 selama 3

bulan berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi eritropoietin dapat dilihat pada

Lampiran 21 halaman 143.

4.3.3 Biaya pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan penunjang diagnostik melalui pemerisaan laboratorium pada

pasien PGK stadium 5 dengan hemodialisis reguler adalah salah satu persyaratan

dalam melakukan cuci darah. Berdasarkan hasil pemerisaan laboratorium akan

diketahui apakah nilai kreatinin plasma, serum iron (zat besi), TIBC, feritin serum

dan kadar hemoglobin pada pasien dapat dikatakan layak diberikan eritropoietin

atau tidak. Apabila hasil pemeriksaan hemoglobin (Hb) pasien kecil sama dengan

7 g/dl maka tindakan hemodialisis tidak dapat diberikan, sehingga pasien harus

melakukan transfusi darah terlebih dahulu untuk mencapai kadar Hb yang

diperbolehkan untuk tindakan hemodialisis. Kadar Hb pasien layak untuk

dilakukan hemodialisis apabila kadar Hb besar sama dengan 8 g/dl, sehingga

pemeriksaan laboratoium sangat diperlukan untuk mendukung tindakan dan

pengobatan pada pasien PGK stadium 5 dengan hemodialisis.

69
Universitas Sumatera Utara
Total biaya langsung medis pada pemeriksaan laboratorium secara

keseluruhan adalah Rp 80.960.000 yang terdiri dari diagnosis HN (Rp

34.960.000), DN (Rp 1.5640.000), HN + DN (Rp 3.680.000), GNC (Rp

18.400.000) dan PGOI (Rp 8.280.000). Rincian perhitungan biaya pemeriksaan

pasien di laboratorium dapat dilihat pada Lampiran 22 halaman 144-145.

4.3.4 Biaya transfusi darah

Pemberian transfusi darah pada pasien hemodialisis dapat terjadi karena

hasil pemeriksaan kadar Hb pasien kecil dari atau sama dengan 7 g/dl. Untuk itu

pasien harus melakukan transfusi darah untuk mencapai standart Hb yang

ditentukan untuk dapat melanjutkan tindakan hemodialisis. Standart Hb yang

ditentukan untuk dapat menerima tindakan hemodialisis adalah besar sama

dengan 8 g/dl. Biaya transfusi darah (Packed Red Cells) merupakan bagian dari

biaya langsung medis karena merupakan biaya penunjang dalam pengobatan

untuk kelanjutan tindakan hemodialisis reguler. Biaya PRC per kantong darah

(250cc) adalah Rp 270.000. Perhitungan biaya PRC yang menerima terapi

eritropoietin berdasarkan kelompok diagnosis PGK stadium 5 dapat dilihat pada

Lampiran 23 halaman 146.

4.3.5 Biaya obat eritropoietin

Harga obat eritropoietin yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan

harga obat di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan dan harga e-catalogue yang

ditetapkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP).

e-catalogue (katalog elektronik) adalah sistem informasi elektronik yang memuat

daftar, jenis, spesifikasi teknisa dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia

70
Universitas Sumatera Utara
barang/jasa pemerintah (Anonim, 2017). Perhitungan biaya penggunaan

eritropoietin dapat dilihat pada Lampiran 24 halaman 147 dan 148. Profil

penggunaan terapi eritropoietin dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Profil penggunaan eritropoietin pasien PGK stadium 5 berdasarkan


diagnosi
a. Diagnosis hypertension nephropathy (HN)

Model terapi EPO subjek Jumlah pemakaian EPO (syringe)


Diagnosis
(n) Hemapo Eprex Recormon
Hemapo 28 394 - -
Recormon 1 - - 19
Eprex 1 - 15 -
Hemapo + Eprex 3 17 46 -
HN
Hemapo + Recormon 2 4 - 26
Hemapo + Eprex +
Recormon 3 18 8 14
Total 38 433 69 59

b. Diagnosis diabetic nephrophaty (DN)

Model terapi EPO subjek Jumlah pemakaian EPO (syringe)


Diagnosis
(n) Hemapo Eprex Recormon
Hemapo 8 120 - -
Recormon 1 - - 11
DN Hemapo +Eprex 4 29 33 -
Hemapo + Recormon 4 8 52 -
Total 17 157 85 11

c. Diagnosis komplikasi hypertension nephropathy dan diabetic nephrophaty


(HN+ DN)

Model terapi EPO subjek Jumlah pemakaian EPO (syringe)


Diagnosis
(n) Hemapo Eprex Recormon
Hemapo 2 23 -
Hemapo + Eprex 1 2 11 -
HN + DN
Hemapo + Recormon 1 16 1 -
Total 4 41 12 0

71
Universitas Sumatera Utara
d. Diagnosis glomerulo nephritis chronic (GNC)

Model terapi EPO subjek Jumlah pemakaian EPO (syringe)


Diagnosis
(n) Hemapo Eprex Recormon
Hemapo 9 140 - -
Recormon 1 - - 17
Eprex 1 - 15 -
GNC
Hemapo + Eprex 2 5 26 -
Hemapo + Recormon 7 97 - 23
Total 20 242 41 40

e. Diagnosis penyakit ginjal obstruktif kronis (PGOI)

Model terapi EPO subjek Jumlah pemakaian EPO (syringe)


Diagnosis (n) Hemapo Eprex Recormon
Hemapo 5 12 23 -
Hemapo + Eprex 2 12 23 -
PGOI
Hemapo + Recormon 2 13 - 33
Total 9 96 23 33

Berdasarkan distribusi penggunaan obat eritropoietin pada setiap

kelompok diagnosis penyakit penyerta diperoleh kelompok diagnosis

hypertension nephrophaty (n = 38) paling banyak menggunakan eritropoietin

dengan total pemakaian eritropoietin yaitu (hemapo = 433 syringe), (eprex = 69

syringe), (recormon = 59 syringe). Total pemakaian eritropoietin pasien PGK

stadium 5 dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Total pemakaian eritropoietin PGK stadium 5 berdasarkan diagnosis


No Diagnosis Hemapo Eprex Recormon
1 HN 433 69 59
2 DN 157 85 11
3 HN + DN 41 12 0
4 GNC 242 41 40
5 PGOI 96 23 33
Total EPO (syringe) 969 230 143

72
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan model terapi eritropoietin alfa dan eritropoietin beta terhadap

total jumlah penggunaan eritropoietin yang digunakan pada masing-masing

kelompok diagnosis dan penyakit penyerta, diperoleh model terapi eritropoietin

alfa yang paling banyak digunakan pada pasien PGK stadium 5 dengan

komplikasi penyakit penyerta. Pemakaian eritropoietin alfa yang digunakan pada

PGK stadium 5 adalah (hemapo = 969) dan (eprex = 230). Pemakaian

eritropoietin beta yang digunakan pada PGK stadium 5 adalah (recormon = 143).

Total biaya keseluruhan pemakaian eritropoietin sebanyak Rp 218.989.953 yang

terdiri dari (hemapo = Rp 170.870.553), (eprex = Rp 28.690.200), (recormon =

Rp 19.429.200). Perhitungan pemakaian obat eritropoietin dan pencapaian target

hemoglobin PGK stadium 5 berdasarkan diagnosis dapat dilihat pada Lampiran 25

halaman 149–152.

4.3.6 Biaya terapi obat lainnya (simtomatik)

Obat-obat simtomatik yang termasuk pada penelitian ini terdiri dari 50

item nama obat yang rutin diberikan kepada 88 pasien yang menderita PGK

stadium 5 yang mengalami komplikasi penyakit penyerta. Salah satu diantara obat

tersebut adalah terapi obat hipertensi seperti tablet amlodipin 10 mg, 5 mg; tablet

bisoprolol 2,5 mg, 5 mg; tablet valsartan 80 mg, 160 mg; telmisartan 80 mg,

nipedipin 30 mg dan lain-lain. Berdasarkan perhitungan biaya terapi penggunaan

obat simtomatik maka akan diperoleh total biaya keseluruhan penggunaan obat

Rp 50.886.635. Distribusi biaya obat simtomatik dan perhitungan biaya obat

berdasarkan kelompok diagnosis dapat dilihat pada Lampiran 26 pada halaman

153-173.

73
Universitas Sumatera Utara
4.4. Total Biaya Langsung Medis

Total biaya langsung medis yang dihitung dalam penelitian ini adalah jasa

pelayanan medis (honor dokter), biaya sarana hemodialisis, biaya pemeriksaan

laboratorium, biaya transfusi darah, biaya obat eritropoietin, biaya obat-obatannya

lainnya (simtomatik). Rincian perhitungan biaya total langsung medis dapat

dilihat pada Lampiran 27 halaman 174-175. Rekapitulasi total biaya langsung

medis dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Total biaya langsung medis pasien PGK stadium 5

No Biaya langsung medis Total biaya langsung medis (Rp)


1 Jasa pelayanan medis 363.000.000
2 Jasa sarana hemodialisis 847.000.000
3 Pemeriksaan Laboratorium 80.960.000
4 Transfusi darah (PRC) 9.990.000
5 Obat eritropoietin 218.989.953
6 Obat-obatan lainnya (simtomatik) 50.886.635
Total biaya langsung medis (n = 88) 1.574.550.518

Biaya langsung medis dihitung berdasarkan kelompok terapi eritropoietin dari

biaya masing-masing diagnosis PGK stadium 5 seperti pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Biaya langsung medis berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi
eritropoietin
Total biaya
langsung medis Biaya langsung
Diagnosis Model Terapi EPO
(Rp) medis
per pasien (Rp)
Hemapo 497.256.351 17.759.155
HN Recormon 18.660.961 18.660.961
Eprex 17.022.889 17.022.889
Hemapo + Eprex 55.655.918 18.551.973

74
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Biaya langsung medis berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi
eritropoietin

Hemapo + Recormon 35.423.272 17.711.636


Hemapo + Eprex +
Recormon 51.548.100 17.182.700
Hemapo 143.181.110 17.897.639
Recormon 16.972.837 16.972.837
DN
Hemapo + Eprex 73.596.970 18.399.243
Hemapo + Recormon 70.323.167 17.580.792
Hemapo 34.364.340 17.182.170
HN + DN Hemapo + Eprex 17.080.024 17.080.024
Hemapo + Recormon 18.103.158 18.103.158
Hemapo 164.137.669 18.237.519
Recormon 17.833.462 17.833.462
GNC Eprex 17.381.184 17.381.184
Hemapo + Eprex 36.411.887 18.205.944
Hemapo + Recormon 127.125.081 18.160.726
Hemapo 89.538.739 17.907.748
PGOI Hemapo + Eprex 35.323.047 17.661.524
Hemapo + Recormon 37.610.352 18.805.176

Penelitian ini menggunakan outcome klinis sekunder, maka total biaya langsung

medis yang digunakan dihitung sebagai biaya langsung medis per pasien.

4.5 Analisis Efektivitas Pengobatan

Outcomes pada penelitian ini dinilai dari efektivitas terapi penggunaan

eritropoietin yang mencapai target hemoglobin (10,0 – 12,0 g/dl) dan kualitas

hidup pasien PGK stadium 5 setelah menerima terapi eritropoietin. Kualitas hidup

pasien PGK di nilai berdasarkan skoring penilaian menggunakan instrumen SF-36

dalam satuan quality adjusted life years (QALY).

75
Universitas Sumatera Utara
4.5.1 Hemoglobin

Berdasarkan perhitungan persentase jumlah pasien mencapai target Hb

dialisis (efektivitas terapi eritropoietin) dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Evaluasi efektivitas terapi eritropoietin PGK stadium 5 berdasarkan


diagnosis
a. Diagnosis hypertension nephrophaty (HN)

Evaluasi efektivitas
No Terapi EPO Total
Efektif Tidak efektif
1 Hemapo subjek (n) 9 19 28
% 32,14 67,86 100
2 Recormon subjek (n) 0 1 1
% 0 100 100
3 Eprex subjek (n) 0 1 1
% 0 100 100
4 Hemapo + Eprex subjek (n) 1 3 4
% 25 75 100
5 Hemapo + subjek (n) 0 2 2
Recormon % 0 100 100
6 Hemapo + Eprex + subjek (n) 0 2 2
Recormon % 0 100 100
jumlah (n) 10 28 38
Total
% 26,32 73,68 100

b. Diagnosis diabetic nephrophaty (DN)

Evaluasi efektivitas
No Terapi EPO Total
Efektif Tidak efektif
Hemapo subjek (n) 4 4 8
1
% 50 50 100
2 Recormon subjek (n) 0 1 1
% 0 100 100
3 Hemapo + Eprex subjek (n) 1 3 4
% 25 75 100
4 Hemapo + subjek (n) 2 2 4
Recormon % 50 50 100
jumlah (n) 7 10 17
Total
% 41,18 58,82 100

76
Universitas Sumatera Utara
c. Diagnosis komplikasi hypertension nephrophaty dan diabetic nephrophaty
(HN + DN)

Evaluasi efektivitas
No Terapi EPO Total
Efektif Tidak efektif
1 Hemapo subjek (n) 1 1 2
% 50 50 100
2 Hemapo + Eprex subjek (n) 0 1 1
% 0 100 100
3 Hemapo + Recormon subjek (n) 0 1 1
% 0 100 100
jumlah (n) 1 3 4
Total
% 25 75 100

d. Diagnosis glomerulo nephritis chronic (GNC)

Evaluasi efektivitas
No Terapi EPO Total
Efektif Tidak efektif
1 Hemapo subjek (n) 2 7 9
% 22,22 77,78 100
2 Recormon subjek (n) 0 1 1
% 0 100 100
3 Eprex subjek (n) 0 1 1
% 0 100 100
4 Hemapo + Eprex subjek (n) 0 2 2
% 0 100 100
5 Hemapo + Recormon subjek (n) 3 4 7
% 42,86 57,14 100
jumlah (n) 5 15 20
Total
% 25,00 75,00 100

e. Diagnosis penyakit ginjal obstruktif infektif (PGOI)

Evaluasi efektivitas
No Terapi EPO Total
Efektif Tidak efektif
1 Hemapo subjek (n) 1 4 5
% 20,00 80,00 100
2 Hemapo + Eprex subjek (n) 1 1 2
% 50 50 100
3 Hemapo + Recormon subjek (n) 1 1 2
% 50 50 100
jumlah (n) 3,00 6 9
Total
% 33,33 66,67 100

77
Universitas Sumatera Utara
Perbandingan efektivitas terapi menggunakan 3 model terapi eritropoietin

(hemapo tunggal dan kombinasinya dengan eprex dan recormon) dapat dilihat

pada Gambar 4.8.

0 0
25
25 50
42.86
0 50
50
50
32.14
50 22.22
20

HN DN HN + DN GNC PGOI
E FE K TIV ITAS TE R AP I ( % )
Hemapo Hemapo + Recormon Hemapo + Eprex

Gambar 4.8 Perbandingan efektivitas terapi menggunakan 3 model terapi


eritropoietin
Berdasarkan gambar 4.8 grafik perbandingan efektivitas terapi pengobatan

menggunakan eritropoietin paling tinggi diperoleh pada diagnosis diabetic

nephrophaty (DN) yang terdiri dari pemberian hemapo (50%), kombinasi hemapo

dan recormon (50%), kombinasi hemapo dan eprex (25%). Berdasarkan gambar

grafik 4.8, secara keseluruhan pemberian terapi hemapo tunggal (warna biru)

mempunyai efektivitas terapi yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan

recormon atau kombinasi hemapo pada pasien PGK stadium 5.

Nilai Hb rata-rata PGK stadium 5 diperoleh 9,28 ± 1,25 (g/dl). Hal ini

menunjukkan bahwa dari 88 pasien yang dijadikan sebagai subjek penelitian, ada

sebagian pasien mempunyai nilai Hb yang mencapai target Hb dialisis yaitu >

10,5 – 12,0 g/dl dan ada sebahagian pasien yang tidak mencapai target Hb dialisis

yaitu < 8,0 g/dl.

78
Universitas Sumatera Utara
4.5.2 Quality adjusted life year (QALY)

Penilaian utilitas yang terkait dengan perubahan kualitas hidup pasien

PGK stadium 5 dengan hemodialisis dilakukan dengan menggunakan insrtrumen

SF-36 yang terdiri dari 36 butir pertanyaan. Sort-from (SF-36) adalah suatu

kuesioner survei kesehatan yang mengukur 9 kriteria kesehatan yaitu fungsi fisik,

keterbatasan masalah fisik, emosional, energi, kesejahteraan, fungsi sosial, rasa

nyeri, persepsi kesehatan secara umum, perubahan kesehatan. Skor 100 yang

didapatkan dari SF-36 menggambarkan kondisi kesehatan yang sempurna dengan

nilai utilitas 1,0 dan skor 0 untuk kematian dengan nilai utilitas 0,0. Contohnya,

jika skor SF-36 seorang pasien PGK stadium 5 diperoleh 60, maka nilai utilitas

pasien tersebut sebesar 0,6. Nilai utilitas digunakan untuk mendapatkan nilai

QALY, yaitu outcome yang digunakan dalam analisis utilitas biaya. Kualitas

hidup berdasarkan skala dimensi kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 18 dan 19

halaman 132 dan 136. Quality adjusted life year diperoleh dari perkalian nilai

utilitas dengan jumlah tahun. Kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan

diagnosis dan penyakit penyerta 5 dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan diagnosis


a. Diagnosis hypertension nephropathy (HN)

Skor SF-
No Inisial Jenis kelamin Model terapi EPO QALY
36 (QoL)
1 LPS L Hemapo 71 0,707
2 TJ P Hemapo 19 0,194
3 ROYS L Hemapo 36 0,357
4 RTG L Hemapo 58 0,579
5 SG L Hemapo 43 0,435
6 TR P Hemapo 43 0,435
7 SW P Hemapo 23 0,228
8 RT L Hemapo 46 0,456

79
Universitas Sumatera Utara
a. Diagnosis hypertension nephropathy (HN)

9 SO L Hemapo 35 0,346
10 RMS L Hemapo 26 0,261
11 EBG P Hemapo 19 0,193
12 MM L Hemapo 50 0,503
13 SARL P Hemapo 73 0,732
14 AAS L Hemapo 50 0,504
15 B L Hemapo 39 0,389
16 DB L Hemapo 43 0,428
17 DBT P Hemapo 73 0,735
18 ES L Hemapo 76 0,757
19 HAH L Hemapo 46 0,458
20 HB P Hemapo 44 0,438
21 HS P Hemapo 43 0,431
22 JK L Hemapo 56 0,557
23 JP L Hemapo 55 0,553
24 J L Hemapo 69 0,693
25 JT L Hemapo 15 0,146
26 KS P Hemapo 37 0,371
27 KT L Hemapo 45 0,454
28 SY P Hemapo 34 0,344
29 D P Recormon 28 0,282
30 PLL L Eprex 31 0,313
31 AAP L Hemapo + Eprex 70 0,701
32 DT L Hemapo + Eprex 42 0,422
33 EYS L Hemapo + Eprex 36 0,363
34 SA L Hemapo + Recormon 44 0,443
35 MS L Hemapo + Recormon 24 0,238
36 PG P Hemapo + Eprex + Recormon 29 0,29
37 S L Hemapo + Eprex + Recormon 48 0,485
38 UKM P Hemapo + Eprex + Recormon 83 0,826

b. Diagnosis diabetic nephropathy (DN)


Skor
No Inisial Jenis kelamin Model terapi EPO SF-36 QALY
(QoL)
1 LP P Hemapo 19 0,193
2 MGIR L Hemapo 33 0,325
3 MY P Hemapo 26 0,257
4 LBD P Hemapo 34 0,343
5 MT L Hemapo 69 0,692
6 LS P Hemapo 18 0,182

80
Universitas Sumatera Utara
b. Diagnosis diabetic nephropathy (DN)
7 FHR P Hemapo 29 0,286
8 RH L Hemapo 62 0,618
9 PP L Recormon 36 0,363
10 ROSS P Hemapo + Eprex 55 0,554
11 LG P Hemapo + Eprex 66 0,663
12 H P Hemapo + Eprex 27 0,269
13 ECIS L Hemapo + Eprex 46 0,46
14 PKS L Hemapo + Recormon 50 0,501
15 SS P Hemapo + Recormon 27 0,269
16 NT L Hemapo + Recormon 68 0,685
17 AF L Hemapo + Recormon 67 0,674

c. Diagnosis komplikasi hypertension nephropathy dan diabetic nephropathy


(HN + DN)

Model terapi EPO Skor SF-


No Inisial Jenis kelamin QALY
36 (QoL)
1 DME L Hemapo 42 0,415
2 EST P Hemapo 28 0,285
3 SL L Hemapo + Eprex 39 0,393
4 SSS P Hemapo + Recormon 35 0,35

d. Diagnosis glomerulo nephritis chronic (GNC)

Skor
No Inisial Jenis kelamin Model terapi EPO SF-36 QALY
(QoL)
1 MYO L Hemapo 53 0,533
2 SH P Hemapo 20 0,197
3 RSP L Hemapo 63 0,632
4 U P Hemapo 73 0,729
5 SOS L Hemapo (81) 0,807
6 SKL P Hemapo (79) 0,793
7 BSM L Hemapo (68) 0,676
8 FA L Hemapo 29 0,294
9 HBS P Hemapo 42 0,417
10 HST L Recormon (75) 0,749
11 YP L Eprex (79) 0,792
12 HP L Hemapo + Eprex (64) 0,638
13 PMH P Hemapo + Eprex (73) 0,732
14 A L Hemapo + Recormon (60) 0,601
15 UIN L Hemapo + Recormon 28 0,276

81
Universitas Sumatera Utara
d. Diagnosis glomerulo nephritis chronic (GNC)
16 P L Hemapo + Recormon 39 0,389
17 BT L Hemapo + Recormon (74) 0,744
18 FSS L Hemapo + Recormon 44 0,443
19 M P Hemapo + Recormon 43 0,431
20 MG L Hemapo + Recormon 44 0,442

e. Diagnosis penyakit ginjal obstruktif infektif (PGOI)

Model terapi EPO Skor SF-


No Inisial Jenis kelamin QALY
36 (QoL)
1 LSH L Hemapo 30 0,304
2 ROHS P Hemapo 43 0,426
3 AS L Hemapo 82 0,818
4 FHS P Hemapo 81 0,807
5 GM P Hemapo 29 0,292
6 AG P Hemapo + Recormon 60 0,6
7 SPIN L Hemapo + Recormon 50 0,501
8 ROS P Hemapo + Eprex 25 0,253
9 KBS P Hemapo + Eprex 44 0,438

Nilai rata-rata QoL pasien berdasarkan deskriptif statistik diperoleh QoL

pasien 47,00 ± 18,41 (%). Hal ini menunjukkan bahwa ada sebahagian pasien

yang mencapai nilai QoL ≥ 65,41% (utilitas ≥ 0,65) dan sebagian lagi ada yang

memperoleh nilai QoL ≤ 28,59% (utilitas < 0,28).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Desita (2010)

menyatakan bahwa kondisi medik sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien

PGK yang menjalani hemodialisis seperti stadium penyakit dan penatalaksanaan

medis yang dijalani. Faktor lain penyebab terjadinya anemia akibat penurunan

kadar Hb pasien hemodialisis disebabkan kehilangan darah akibat defisiensi

sintesis pembentukan hormon eritropoietin dan terjadi pemendekan masa hidup

eritrosit akibat terjadinya peningkatan hemolisis eritosit. Berdasarkan penelitian

82
Universitas Sumatera Utara
Yuliaw (2009) bahwa faktor etiologi yang sering terjadi pada pasien hemodialisis

seperti seringnya pengambilan sampel darah, berkurangnya darah karena proses

hemodialisis sehingga akan memperparah kerusakan ginjal.

Dari hasil rata-rata nilai utilitas pasien berdasarkan kelompok diagnosis,

diperoleh kelompok diagnosis glomerulo nephritis chronic (GNC) yang

memperoleh nilai utilitas yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok

diagnosis yang lain. Kelompok diagnosis GNC terdiri dari pemakaian terapi

eritropoietin hemapo (n = 9; U = 0,6), recormon (n = 1; U = 0,7), eprex (n = 1; U

= 0,8), kombinasi hemapo + eprex (n = 2; U = 0,7), kombinasi hemapo +

recormon (n = 7; U = 0,5). Hubungan diagnosis dan QoL pasien dapat dilihat pada

Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Penilaian kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan kelompok
diagnosis
No Sangat baik Baik Cukup Buruk
Diagosis
n % n % n % n %
1 HN + DN 0 0 0 0 0 0 4 4,5
2 PGOI 2 2,3 0 0 1 1,1 6 7
3 DN 0 0 0 0 5 5,7 12 14
4 GNC 1 1,1 2 2,3 7 8 9 10,2
5 HN 1 1,1 1 1,1 5 5,7 32 36

Berdasarkan persentase pencapaian QoL diperoleh kategori sangat baik (n

= 4; 4,5%) pasien yang terdiri dari diagnosis (PGOI = 2,3%), (GNC = 1,1%), (HN

= 1,1%). Kualitas hidup pasien kategori baik diperoleh (n = 3; 3,4%), terdiri dari

(GNC = 2,3 %) dan (HN = 1,1%). Komplikasi penyakit akan mempengaruhi

kualitas hidup pasien PGK stadium 5.

83
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil uji statistik antara nilai QoL dan diagnosis pasien,

terdapat hubungan kualitas hidup pasien dengan diagnosis pasien, dimana pada

kelompok diagnosis dan penyakit penyerta mempunyai hubungan signifikan

dimana nilai p = 0,039. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Desita

(2010) menyatakan bahwa kondisi medik sangat mempengaruhi kualitas hidup

pasien PGK yang menjalani hemodialisis seperti stadium penyakit ginjal dan

penatalaksanaan medis yang dijalani. Hal ini terbukti bahwa komplikasi penyakit

PGK stadium 5 akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Hasil uji statistik

menggunakan chi square dapat dilihat (Lampiran 14 halaman 126). Dimensi

kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dapat dilihat Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Dimensi kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala
Sangat
Skala dimensi Baik Cukup Buruk
No baik
kesehatan
n % n % n % n %
1 Fungsi fisik 6 7 5 6 37 42 40 45
Keterbatasan akibat
2 21 24 5 6 0 0 62 70
masalah fisik
3 Emosional 15 17 0 0 13 15 60 68
4 Energi 9 10 5 6 21 24 53 60
5 Kesejahteraan 4 5 1 1 14 16 69 78
6 Fungsi sosial 5 6 21 24 21 24 41 47
7 Rasa nyeri 18 20 5 6 16 18 49 56
Persepsi kesehatan
8 0 0 0 0 4 5 84 95
umum
9 Perubahan kesehatan 71 81 14 16 0 0 3 3

Berdasarkan hasil skoring kualitas hidup pasien PGK stadium 5 pada

Lampiran 18 halaman 131-135, dapat diketahui skala dimensi kesehatan pasien

pada Lampiran 19 halaman 136-141. Persentase jumlah pasien yang mencapai

tingkat kualitas hidup sangat baik sampai dengan kualitas buruk dapat dilihat pada

Tabel 4.12.

84
Universitas Sumatera Utara
Dimensi skala kualitas hidup pasien diperoleh pada skala perubahan

kesehatan mempunyai persentase kualitas hidup pasien yang sangat baik yaitu (n

= 71; 81%). Kualitas hidup pasien rawat jalan PGK stadium 5 dengan

hemodialisis secara keseluruhan masih tergolong buruk. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup pasien PGK adalah faktor individu, keadaan medis,

dan status fungsional (Desita, 2010).

Faktor individu meliputi usia yaitu berpengaruh terhadap cara pandang

seseorang dalam kehidupan, masa depan dan pengambil keputusan. Pasien yang

termasuk lanjut usia akan menyerahkan keputusan kepada keluarga dan anaknya.

Usia berkaitan dengan prognose penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia

diatas 55 tahun, cenderung untuk terjadi komplikasi yang memperberat fungsi

ginjal sangat besar dibandingkan usia dibawah 40 tahun (Indonesiannursing,

2008). Pasien hemodialisis akan merasakan kelelahan setelah melakukan

hemodialisis. Kelelahan tersebut dirasakan oleh semua pasien terutama pada usia

diatas 60 tahun yang memiliki kelelahan tinggi karena komplikasi penyakit

penyerta terkait pada PGK stadium 5 (Silva, et al., 2012).

4.6 Analisis Efektivitas Biaya

Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan menentukan cost-effectiveness

ratio (CER). Pelaksanaan penelitian berdasarkan perspektif pelayanan asuransi

kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sehingga

yang dihitung adalah biaya langsung medis. Biaya langsung medis meliputi jasa

sarana hemodialisis, jasa pelayanan medis, biaya laboratorium, biaya transfusi

darah (PRC), biaya terapi obat eritropoietin dan obat-obat lainnya (simtomatik).

85
Universitas Sumatera Utara
4.6.1 Perhitungan cost-effectiveness ratio (CER)

Pada penelitian ini, nilai CER diperoleh dengan membandingkan total

biaya langsung medis dengan outcome klinis, yaitu persentase pasien yang

mencapai Hb target (efektivitas terapi) dari masing-masing kelompok diagnosis

PGK stadium 5. Perhitungan nilai CER pada setiap kelompok diagnosis dapat

dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Perhitungan cost-effectiveness ratio (CER) pasien PGK stadium 5


berdasarkan kelompok diagnosis

a. Diagnosis hypertension nephropathy (HN)

Total biaya CER


Efektivitas (E)
No Model Terapi EPO langsung medis per (C)/(E)
(%)
pasien (C) (Rp) (Rp)
1 Hemapo 17.759.155 32,14 552.556
2 Recormon 18.660.961 0 0
3 Eprex 17.022.889 0 0
4 Hemapo + Eprex 18.551.973 25 742.079
Hemapo +
5 17.711.636 0
Recormon 0
Hemapo + Eprex +
6 17.182.700 0
Recormon 0

b. Diagnosis diabetic nephropathy (DN)

Total biaya Efektivitas CER


No Model Terapi EPO langsung medis per (E) (C)/(E)
pasien (C) (Rp) (%) (Rp)
1 Hemapo 17.897.639 50 357.953
2 Recormon 16.972.837 0 0
3 Hemapo + Eprex 18.399.243 25,00 735.970
4 Hemapo + Recormon 17.580.792 50,00 351.616

86
Universitas Sumatera Utara
c. Diagnosis komplikasi hypertension nephropathy (HN) dan diabetic
nephropathy (DN)

Total biaya
Efektivitas (E) CER
No Model Terapi EPO langsung medis per
(%) (C)/(E)
pasien (C) (Rp)
(Rp)
1 Hemapo 17.182.170 50,00 343.643
2 Hemapo + Eprex 17.080.024 0 0
Hemapo +
3 18.103.158 0 0
Recormon

d. Diagnosis glomerulo nephritis chornic (GNC)

Total biaya CER


Efektivitas (E)
No Model Terapi EPO langsung medis per (C)/(E)
(%)
pasien (C) (Rp) (Rp)
1 Hemapo 18.237.519 22,22 820.688
2 Recormon 17.833.462 0 0
3 Eprex 17.381.184 0 0
4 Hemapo + Eprex 18.205.944 0 0
Hemapo + 423.750
5 18.160.726 42,86
Recormon

e. Diagnosis penyakit ginjal obstruktif infektif (PGOI)

Total biaya
Efektivitas (E) CER (C)/(E)
No Model Terapi EPO langsung medis
(%) (Rp)
per pasien (C) (Rp)
1 Hemapo 17.907.748 20,00 895.387
2 Hemapo + Eprex 17.661.524 50,00 353.230
Hemapo +
3 18.805.176 376.104
Recormon 50,00

Nilai CER yang diberi tanda lingkaran merupakan nilai yang terendah

diperoleh dari masing-masing kelompok diagnosis PGK stadium 5. Berdasarkan

perhitungan nilai CER dari lima (5) kelompok diagnosis PGK stadium 5, urutan

nilai CER yang paling rendah hingga paling tinggi diperoleh pada diagnosis

komplikasi (HN + DN) terapi dengan hemapo (CER = Rp 343.643; E = 50%).

87
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis DN terapi hemapo dan recormon dengan nilai (CER = Rp 351.616 ; E =

50%). Diagnosis PGOI terapi dengan kombinasi hemapo dan eprex (CER = Rp

353.230; E = 50%. Diagnosis GNC terapi dengan kombinasi hemapo dan

recormon (CER = Rp 423.750; E = 42,86%). Diagnosis HN terapi dengan hemapo

(CER = Rp 552.556; E = 32,14%), selanjutnya dari model terapi yang mempunyai

nilai CER paling rendah berdasarkan kelompok diagnosis PGK stadum 5

dijadikan sebagai standart acuan (pembanding) menentukan biaya tambahan

(incremental cost) dalam pemilihan obat yang lebih cost effective.

4.6.2 Perhitungan incremental cost-effectiveness ratio (ICER)

Perhitungan analisis efektivitas biaya menggunakan ICER dilakukan untuk

memberikan beberapa pilihan alternatif yang dapat diterapkan. Rasio perbedaan

biaya dari 2 alternatif tetapi dengan perbedaan 2 efektivitas antara 2 alternatif

merupakan bagian dari ICER, meskipun analisis CER telah memberikan informasi

yang bermanfaat, ciri khas dari analisis efektivitas biaya adalah analisis

menggunakan ICER (Andayani, 2013). Analisis efektivitas biaya tambahan untuk

setiap perubahan satu unit efektivitas biaya (Depkes RI, 2013).

Nilai ICER pada penelitian ini diperoleh dari perbandingan antara selisih

total biaya langsung medis dari masing-masing kelompok dengan selisih outcome

klinis (Hb target). Nilai ICER yang diperoleh merupakan besarnya biaya

tambahan yang diperlukan untuk memperoleh outcome klinis per satuannya.

Setelah diperoleh nilai ICER, kemudian dianalisis berdasarkan diagram efektivitas

biaya. Perhitungan nilai ICER dapat dilihat pada Tabel 4.13.

88
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13 Perhitungan incremental cost-effectiveness ratio (ICER) pasien PGK
stadium 5 berdasarkan diagnosis
a. Diagnosis hypertension nephropathy (HN)

Total biaya
langsung Efektivi ICER
Model Terapi ∆C ∆E
No medis per tas (∆C)/(∆E)
EPO
pasien (C) (E) (%) (Rp)
(Rp)
1 Hemapo 17.759.155 32,14
Hemapo + -792.81 7,14 -111.039
2 18.551.973
Eprex 25

b. Diagnosis diabetic nephropathy (DN)

Total biaya
langsung Efektivit ICER
Model Terapi ∆C ∆E
No medis per as (E) (∆C)/(∆E)
EPO
pasien (C) (%) (Rp)
(Rp)
Hemapo +
1 18.399.243 25
Eprex
818.451 -25 -32.738
Hemapo +
2 17.580.792 50
Recormon

c. Diagnosis komplikasi hypertension nephropathy (HN) dan diabetic


nephropathy (DN)

Total biaya
langsung Efektivitas ICER
Model Terapi ∆C ∆E
No medis per (E) (∆C)/(∆E)
EPO
pasien (C) (%) (Rp)
(Rp)

1 Hemapo 17.182.170 50
Hemapo + -920.988 50 - 18.420
2 18.103.158 0
Recormon

89
Universitas Sumatera Utara
d. Diagnosis glomerulo nephrithis chronic (GNC)

Total biaya
langsung Efektivitas ICER
Model Terapi ∆C ∆E
No medis per (E) (∆C)/(∆E)
EPO
pasien (C) (%) (Rp)
(Rp)
1 Hemapo 18.237.519 22,22
76793 -20,63 -3.722
Hemapo +
2 18.160.726 42,86
Recormon

e. Diagnosis penyakit ginjal obstruktif infektif (PGOI)


Total biaya
langsung Efektivitas ICER
Model Terapi ∆C ∆E
No medis per (E) (∆C)/(∆E)
EPO
pasien (C) (%) (Rp)
(Rp)
1 Hemapo 17.907.748 20
-897.428 -30 29.914
Hemapo + 50
2 18.805.176
Recormon

Berdasarkan hasil perhitungan nilai ICER dari kelompok diagnosis PGK

stadium 5 diperoleh hasil negatif pada penggunaan terapi eritropoietin hemapo

tunggal dan kombinasinya, terkecuali pada diagnosis PGOI diperoleh nilai ICER

positif (Rp 29.914). Berdasarkan hasil perhitungan nilai ICER kelompok

diagnosis (HN + DN) dengan terapi hemapo tunggal diperoleh minus (-Rp

18.420) dengan total biaya langsung medis per pasien (Rp 17.182.170), nilai

tersebut paling rendah diantara model terapi eritropoietin yang lain dan

pencapaian efektivitas terapi 50%, sehingga model terapi hemapo tunggal

memberikan hasil yang lebih cost effective dibandingkan model terapi

eritropoietin yang lain. Menurut Andayani (2013) menyatakan bahwa suatu terapi

lebih efektif dan murah jika ICER memberikan nilai negatif atau mendekati

negatif.

90
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan diagram efektivitas biaya dapat diartikan, jika suatu alternatif

lebih mahal dan lebih efektif dibandingkan pembanding standar maka titik berada

pada kuadran I, jika suatu alternatif lebih murah dan lebih efektif maka titik akan

berada di kuadran II, jika suau alternatif lebih murah namun kurang efektif maka

titik akan berada di kuadran III, sedangkan jika suatu alternatif lebih mahal dan

kurang efektif maka titik akan berada pada kuadran IV. Pemberian hemapo pada

PGK stadium 5 berada pada kuadran II yaitu efektivitas lebih baik dengan biaya

lebih murah (Gambar 4.9).

Biaya
Kuadran IV Kuadran I

Efektivitas kurang baik, Efektivitas lebih baik,


biaya lebih mahal biaya lebih mahal
Efektivitas

Kuadran III Kuadran II


(Hemapo)
Efektivitas kurang baik,
Efektivitas lebih baik,
biaya lebih murah
biaya lebih murah

Gambar 4.9 Diagram efektivitas biaya terapi eritropoietin

4. 7 Analisis Utilitas Biaya


Analisis utilitas biaya dilakukan dengan menentukan cost-utility ratio

(CUR) dan incremental cost-utility ratio (ICUR) dari setiap kelompok diagnosis

PGK stadium 5.

4.7.1 Perhitungan cost-utility ratio (CUR)

Pada penelitian ini, nilai cost-utility ratio (CUR) diperoleh dengan

membandingkan total biaya langsung medis per pasien dengan skor qualiy

91
Universitas Sumatera Utara
adjusted life years (QALY). Terdapat perbedaan antara nilai CUR pada setiap

kelompok diagnosis PGK stadium seperti pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Perhitungan cost-utility ratio (CUR) pasien PGK stadium 5


berdasarkan diagnosis
a. Diagnosis hypertension nephropathy (HN)

Total biaya
No langsung medis
Model Terapi EPO (C) Utilitas CUR (C)/(U)
per pasien (Rp) (U) (Rp)
1 Hemapo 17.759.155 0,5 35.518.311
2 Recormon 18.660.961 0,3 62.203.203
3 Eprex 17.022.889 0,3 56.742.963
4 Hemapo + Eprex 18.551.973 0,5 37.103.945
5 Hemapo + Recormon 17.711.636 0,3 59.038.787
6 Hemapo + Eprex +
Recormon 17.182.700 0,5 34.365.400

b. Diagnosis diabetic nephropathy (DN)

Total biaya
langsung medis
No Model Terapi EPO (C) Utilitas CUR (C)/(U)
per pasien (Rp) (U) (Rp)
1 Hemapo 17.897.639 0,4 44.744.097
2 Recormon 16.972.837 0,4 42.432.093
3 Hemapo + Eprex 18.399.243 0,5 36.798.485
4 Hemapo + Recormon 17.580.792 0,5 35.161.584

c. Diagnosis komplikasi hypertension nephropathy dan diabetic nephrophaty


(HN + DN)

Total biaya
No Model Terapi EPO langsung medis (C) Utilitas CUR (C)/(U)
per pasien (Rp) (U) (Rp)
1 Hemapo 17.182.170 0,4 42.955.425
2 Hemapo + Eprex 17.080.024 0,4 42.700.060
3 Hemapo + Recormon 18.103.158 0,4 45.257.895

92
Universitas Sumatera Utara
d. Diagnosis glomerulo nephrithis chronic (GNC)

Total biaya
No Model Terapi EPO langsung medis (C) Utilitas CUR (C)/(U)
per pasien (Rp) (U) (Rp)
1 Hemapo 18.237.519 0,6 30.395.865
2 Recormon 17.833.462 0,7 25.476.374
3 Eprex 17.381.184 0,8 21.726.480
4 Hemapo + Eprex 18.205.944 0,7 26.008.491
5 Hemapo + Recormon 18.160.726 0,5 36.321.452

e. Diagnosis penyakit ginjal obsruktif infektif (PGOI)

Total biaya langsung


No Model Terapi EPO medis (C) Utilitas CUR (C)/(U)
per pasien (Rp) (U) (Rp)
1 Hemapo 17.907.748 0,5 35.815.496
2 Hemapo + Eprex 17.661.524 0,6 29.435.873
3 Hemapo +
Recormon 18.805.176 0,3 62.683.920

Nilai CUR paling rendah diperoleh pada kelompok diagnosis GNC

dibandingkan dengan kelompok diagnosis yang lain, nilai CUR (hemapo = Rp

30.395.865; U = 0,6 ), nilai CUR (recormon = Rp 25.476.374; U = 0,7), nilai

CUR (eprex = Rp 21.726.480; U = 0,8), nilai CUR (hemapo + eprex = Rp

26.008.491; U = 0,7), nilai CUR (hemapo + recormon = Rp 36.321.452; U = 0,5).

Berdasarkan model terapi pemberian eritropoietin pada kelompok diagnosis GNC,

maka pemberian model terapi eprex yang mempunyai nilai CUR paling rendah

(CUR = Rp 21.726.480) dengan kualitas hidup lebih baik (U = 0,8).

4.7.2 Perhitungan incremental cost-utility ratio (ICUR)

Pada penelitian ini, untuk mengetahui nilai ICUR berdasarkan nilai CUR

yang diperoleh paling rendah dengan nilai utilitas (U) lebih baik. Kelompok

diagnosis GNC yang memperoleh nilai CUR yang lebih rendah dibandingkan

93
Universitas Sumatera Utara
kelompok diagnosis yang lain, sehingga kelompok diagnosis GNC dijadikan

sebagai acuan untuk mengetahui berapa biaya tambahan untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan diagnosis dan komplikasi

penyakit.

Berdasarkan WHO (2015) Threshold ratio adalah perbandingan biaya

pengobatan dengan Gross Domestic Product per capita (GDP per capita).

Tingkatannya adalah high cost effective (kurang dari GDP per capita), cost

effective (antara satu hingga tiga kali GDP per capita) dan not cost effective (lebih

dari tiga kali GDP per capita). Berdasarkan data Word Bank tahun 2017, current

price untuk GDP per capita Indonesia US$ 3.846,9 sedangkan nilai tukar rupiah

terhadap dollar Amerika berdasarkan data Bank Indonesia sebesar Rp 13.558 per

Desember 2017, sehingga GDP per capita Indonesia dalam Rupiah per Desember

adalah sebesar Rp 52.156.270.

Nilai ICUR yang diperoleh merupakan besarnya biaya tambahan yang

diperlukan untuk memperoleh peningkatan kualitas hidup pasien per QALY. Pada

kelompok GNC diperoleh biaya langsung medis yang terendah adalah model

terapi eprex (Rp 17.382.284), dengan nilai utilitas (0,8), sementara berdasarkan

pencapaian kadar Hb target, efektivitas terapi pemberian eprex kelompok

diagnosis GNC adalah 0 %. Penyakit Ginjal Kronik stadium 5 dengan diagnosis

GNC memperoleh penilaian kualitas hidup pasien yang tinggi (0,8) dengan

pencapaian efektivitas terapi pengobatan menggunakan eritropoietin epex tidak

tercapai (0%), sementara pada penggunaan terapi hemapo penilaian kualitas hidup

pasien diperoleh (0,6) dan pencapaian efektivitas terapi pengobatan sebesar

22,22% dengan total biaya langsung medis per pasien (Rp 18.237.519), sehingga

94
Universitas Sumatera Utara
pada kasus PGK stadium 5 pencapaian efektivitas terapi pengobatan

menggunakan eritropoietin tidak berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup

pasien PGK stadium 5 atau sebaliknya kualitas hidup pasien PGK stadium 5 tidak

dipengaruhi oleh kadar hemoglobin dengan pemberian eritropoietin.

Berdasarkan analisis utilitas biaya (CUR), maka kelompok diagnosis GNC

dengan terapi eprex diperoleh nilai CUR yang terendah (Rp 21.726.480). Total

biaya langsung medis pada pemberian model terapi eprex pada kelompok GNC

sebagai acuan dalam perhitungan penentuan nilai ICUR dari model terapi yang

lain kemudian dianalisis nilai ICUR yang diperoleh lalu dibandingkan terhadap

nilai threshold ratio berdasarkan WHO (GDP per capita = Rp 52.156.270).

Perhitungan nilai ICUR kelompok diagnosis GNC dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Perhitungan nilai ICUR diagnosis glomerulo nephritis chronic (GNC)
antara model terapi eprex dan hemapo
Total biaya
ICUR
langsung Utilitas ∆U
Model terapi EPO ∆C (Rp) (∆C/∆U)
medis (C) (U) % (%)
(Rp)
(Rp)
Eprex 17.381.184 0,8
-856.335 0,2 -4.281.675
Hemapo 18.237.519 0,6

Nilai ICUR yang diperoleh dari perbandingan pemberian terapi hemapo dan

eprex adalah minus (-Rp 4.281.675). Nilai minus yang diperoleh tidak

mempengaruhi penambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk meningkatkan

1% kualitas hidup pasien PGK stadium 5 dengan diagnosis glomerulo nephritis

chronic (GNC).

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka nilai minus yang diperoleh kurang

dari 1 kali GDP per capita (Rp 52.156.270), maka pemberian eritropoietin dengan

95
Universitas Sumatera Utara
berbagai model terapi eritropoietin merupakan terapi yang berbiaya tinggi (high

cost effective) dalam meningkatkan kualitas hidup pasien PGK stadium 5.

4.8 Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Kualitas Hidup

Hasil pengujian korelasi diperoleh (r = 0,048; p = 0,656), artinya tidak

terdapat berhubungan secara signifikan antara peningkatan kadar Hb dengan

kualitas hidup pasien PGK stadium 5 (p = 0,656). Hubungan antara nilai

pencapaian kadar Hb dengan kualitas hidup pasien dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Hubungan nilai target hemoglobin dengan kualitas hidup pasien

Korelasi r p

Ketercapaian target Hb dialisis – kualitas hidup (Qol) r = 0,048 0,656

Berdasarkan uji statistik data deskriptif hemoglobin dan kualitas hidup

pasien PGK stadium 5 bahwasanya hubungan Hb dengan pencapaian target Hb

(10,0 – 12,0 g/dl) tergolong masih rendah. Nilai Hb rata-rata diperoleh 9,28 ± 1,25

(g/dl). Nilai Hb minimum diperoleh 5,7 g/dl dan maksimum 12,2 g/dl (Lampiran

15 halaman 127) artinya hanya 1 pasien yang mempunyai nilai (Hb = 12,2 g/dl)

pada diagnosis hypertension nephrophaty. Menurut WHO (2011), nilai Hb normal

berjenis kelamin laki-laki dewasa ≥ 13 g/dl dan perempuan dewasa (tidak hamil)

≥ 12 g/dl. Berdasarkan hasil pengujian penelitian ini, bahwa hipotesis pada

penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini

(2016) yang menyatakan bahwa pasien yang memiliki kadar hemoglobin tinggi

cenderung diikuti dengan kualitas hidup yang baik, tetapi dalam penelitian ini

tidak terbukti pada pasien PGK stadium 5 dan tidak terdapat hubungan antara

96
Universitas Sumatera Utara
peningkatan kadar Hb dengan pemberian terapi eritropoietin dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien PGK stadium 5 dengan komplikasi penyakit penyerta

(komorbit).

Hasil pengujian penelitian diperoleh bahwa peningkatan kadar Hb pasien

tidak mempengaruhi pencapaian kualitas hidup pasien, hal ini disebabkan karena

kondisi ginjal pasien sudah memasuki stadium 5 (akhir) yang dapat

mempengaruhi kualitas hidup pasien menjadi lebih buruk (Desita, 2010), sehingga

kategori kualitas hidup pasien PGK stadium 5 dominan tergolong buruk yang

menjalani cuci darah di RSUP H. Adam Malik Medan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yowono (2000), mengatakan

faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien PGK adalah umur,

jenis kelamin, etiologi gagal ginjal, cara terapi, status nutrisi dan kondisi

komorbid (penyakit penyerta). Pada penelitian ini komplikasi penyakit PGK

stadium 5 adalah hypertension nephrophaty (HN), diabetic nephrophaty (DN),

komplikasi (HN + DN), glomerulo nephritis chronic (GNC) dan penyakit ginjal

obstruktif infektif (PGOI). Kondisi komorbid dan komplikasi pasien PGK stadium

5 yang menyebabkan semakin memburuknya keadaan fisik dan mental pasien

sehingga akan memperburuk kualitas hidup pasien PGK stadium 5. Korelasi

pencapaian target hemoglobin dengan kualitas hidup pasien dapat dilihat pada

Lampiran 16 halaman 127.

97
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitan yang diperoleh maka dapat disimpulkan:

a. Pemberian terapi eritropoitin pasien PGK stadium 5 dapat meningkatkan

kadar hemoglobin dengan nilai rata-rata Hb pasien 9,28 ± 1,25 (g/dl).

Persentase efektivitas terapi pemberian eritropoietin pada pasien PGK

stadium 5 dengan beberapa model terapi berdasarkan diagnosis adalah

hypertension nephrophaty (HN; 26,14%), diabetic nephropathy (DN;

41,18%), komplikasi hypertension nephropathy dan diabetic nephropathy

(HN + DN; 25%), glomerulo nephritis chronic (GNC; 22,22%) dan

penyakit ginjal obstruktif infektif (PGOI; 20%).

b. Peningkatan kadar Hb tidak berhubungan secara signifikan dengan

kualitas hidup pasien PGK stadium 5, nilai p diperoleh 0,916 (p > 0,05)

dan terdapat hubungan korelasi positif terhadap peningkatan kadar Hb

dengan kualitas hidup pasien PGK stadium 5 (r = 0,048; p = 0,656).

c. Pemberian terapi eritropoietin hemapo tunggal lebih cost effective

(efektivitas lebih baik dengan biaya lebih murah) dibandingkan pemberian

kombinasi hemapo dengan eprex dan recormon pada pasien PGK stadium

5 diagnosis komplikasi (HN + DN). Total biaya langsung medis per pasien

diperoleh Rp 17.182.170 dengan nilai CER adalah Rp 343.643 dan nilai

ICER adalah minus (-Rp 18.420).

98
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan disarankan agar:

a. Dilakukan perhitungan cost-utility analysis (CUA) menggunakan

instrumen kuesioner khusus PGK yaitu SF KDQOL (Kidney Disease

Quality of Life).

b. Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Medan mempunyai program

perhitungan farmakoekonomi (formula dalam bentuk Microsoft-office

Exel) guna untuk mempermudah dalam pemilihanh terapi obat yang lebih

cost efective.

99
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Afdhal, A. F. (2011). Farmakoekonomi. Jakarta: Samitra Media Utama.

Andayani, T. M. (2013). Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi. Yogyakarta:


Bursa Ilmu. Hal. 7-19, 83-86, 88, 95-98.

Anggraini, Y. D. (2016). Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang


menjalani hemodialisis di RSUD Blambangan Banyuwangi. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember.

Anonim. (2010). Hemoglobin. https://id.wikipedia.org/wiki/Hemoglobin. Diakses


pada 27 Pebruari 2017
Anonim. (2016a). Hari Ginjal Sedunia 2016. Cegah Nefropati Sejak Dini.
http://www.depkes.go.id/article/print/16031000001/hari-ginjal-sedunia-
2016-cegah-nefropati-sejak-dini.html. Diakses pada 13 Maret 2017.
Anonim. (2017a). Managemen Anemia Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.
http://www.kpcdi.org/2016/05/19/managemen-anemia-pada-pasien-
gagal-ginjal-kronik. Diakses pada 19 Maret 2017.
Anonim. (2017b). Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Epoetin_alfa. Diakses
pada 24 Pebruari 2017.
Anonim. (2017c). Drugs Com.https://www.drugs.com/international/epoetin-beta.html.
Diakses pada 24 Pebruari 2017.
Anonim. (2017d). Erythropoietin (EPO) dan Tes EPO.
http://elfriadi.blogspot.co.id/2011/02/erythropoietin-epo-dan-
tes epo.html. Diakses pada 24 Pebruari 2017.
Bell, JD., Kincaid, WR., dan Morgan, RG. (1995). Serum Ferritin Assay And
Bone Marrow Iron Stores In Patients On Maintanance Hemodialysis.
17 : 237-41.
Kidney Int (1980). binding sites in defined areas of the mouse brain. Proc
Natl Acad Sci : 3717–20.
Bomback and Bakris. (2011). Chronic Kidney Disease. Jones & Bartlett Learning.
Physycians Press.
Bootman, J.L., Towsend, R.J., dan Ghan, W.F.M. (2005). Principles of
Pharmacoeconomics. Harvey Whitney Books Company, USA.
Budiarto & Anggraeni. (2002). Pengantar Epidemiologi, Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Cazzola, M., Mercuriali, F., dan Brugnara, C. (1997). Use of Recombinant human
Erythropoietin Outside the Setting of Uremia Blood. 89(12): 67-4248.

100

Universitas Sumatera Utara


Collins, A. J., Foley, R. N., & Herzog, C. (2011). United States Renal Data
System, USRDS 2012 Annual Data Report: Atlas of Chronic Kidney
Disease and End-Stage Renal Disease in the United States. National
Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases: Bethesda, MD
Deicher, R., dan Horl, H. (2004). Differentiating Factors Between
Erythropoiesis-Stimulating Agents. Vol. 64: 499-507.
Departemen Kesehatan RI. (2013). Pedoman Penerapan Kajian
Farmakoekonomi. Jakarta. Kementerian Kesehatan.
Desita, A.,S. (2010). Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Peningkatan
Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis
di RSUP HAM Medan. Skripsi. Fakultas Keperawatan. Universitas
Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 22 Juli 2017
dari
Dicicayglioglu M, Bichet S, dan Marti H. (2004). Localization of specific
eryhtropoietin. Ehrenreich H, Degner D, Brines M. Erythropoietin.
A candidate compound for neuroprotection in schizophrenia.
Mol Psychiatry. Vol. 9: 42–54.
Drummond, M. F. (1999). An Intriduction to Health Ecomonics. Brookwood
Medical Publications: 46.

Fatma, A. L. (2009). Ekonomi Kesehatan. Medan: USU Press. Hal. 67-69.


Goodnough, L.T., Skikne, B., dan Brugnara, C. (2000). Erythropoietin, Iron, and
Erythropoiesis Blood. 96 (3): 30-823.
Gullion CM, Keith DS, Nichols GA, Smith DH. (2006). Impact of comorbidities
on mortality in managed care patients with CKD. Am J Kidney Dis.
(48) : 212-220.
Hsu C, Mcculloch CE, Curhan GC.( 2002). Epidemiology of anemia associated
with chronic renal insufficiency among adults in the Unites States : results
from the third national health and nutrition examination survey. J Am Soc
Nephrol. (13) : 504-10.
Indonesiannursing. (2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
Perawatan Hemodialisis. Diakses dari
http://indonesiannursing.com/?=192. Diakses tanggal 30 April 2017.
InfoDATIN. (2017). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan : Situasi
Penyakit Ginjal Kronis. ISSN 2442-7659. Hal. 1-12.
http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-info-
datin.html. Diakses tanggal 14 Agustus 2017
Iperen V, Gaillard M, dan Kraaijenhagen J. (2001). Response Of Erythropoiesis
And Iron Metabolism To Recombinant Human Eryhtropoietin In
Intensive Care Unit Patients. Crit Care Med. 29: 193-8.

101

Universitas Sumatera Utara


K/DOQI. (2004). Clinical Practice Guidelines on Hypertension and
Antihypertensive Agents in Chronic Kidney Disease. Am J Kidney
Dis.(43) : S1-S290.
K/DOQI. (2006). Clinical Practice Guidelines and Clinical Practice
Recommendations for Anemia in Chronic Kidney Disease. Am J Kidney
Dis. (47).(Suppl 3) : S11-145.
Kalantar Zadeh K, Kuwae N, Regidor DL, et al. (2006) Survival predictability of
time-varying indicators of bone disease in maintenance hemodialysis
patients. Kidney Int. (70) : 771-780.
Kalantar, Z.K., dan Lee, G.H. (2006). The Fascinating But Deceptive Ferritin: To
Measure It Or Not To Measure It In Chronic Kidney Disease. Clin J Am
Soc Nephrol1: S9-S18.
KDIGO. (2012), Clinical Practice Guideline for Anemia In Chronic Kidney
Disease. Kidney Int Supplements 2 (4) : 279-335.
Lase, W. (2011). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di RSUP Haji
Adam Malik Medan. http://repository.usu.ac.id. Diakses tanggal 22 Juli 2017
Menon, G., Nair, S., dan Bhattacharya, R. (2005). Cerebral Protection-
Current Concepts. IJNT. 2(2): 67–79.
Muhlisin., A. (2017). https://mediskus.com/penyakit/albuminuria. Diakses pada
6 Oktober tahun 2017
National Kidney Foundation. (2007). KDOQI Clinical Practice Guidelines
And Clinical Practice Recommendations For Anemia In Chronic
Kidney Disease. American Journal of Kidney Disease May. 47(5):
SUPPL 3.
National Kidney Foudation. (2010). Anemia and chronic kidney disease
(stages 1-4). New York.
Notoatmodjo, S. (2005). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Pasma, A. F. N. (2016). Pengaruh Minuman Berenergi Terhadap Terjadinya
Penyakit Ginjal Kronis Pada Hewan Coba Tikus Putih (Rattus
Norvegicus) dengan Marker Imunohistokimia Α-Smooth Muscle Actin.
Doctoral Dissertation. Universitas Airlangga.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). (2001). Konsensus Manajemen
Anemia Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik. Perhimpunan Nefrologi
(PERNEFRI), Jakarta, 4-40. Diakses tanggal 13 September 2017.
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). (2011). Konsensus Manajemen
Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik. Perhimpunan Nefrologi
(PERNEFRI), Jakarta, 3-48. Diakses tanggal 13 September 2017.

102

Universitas Sumatera Utara


Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI). (2014). Seventh Report of
Indonesian Renal Registry, hal. 33-34. Diakses tanggal 13 September
2017.

Raymond, R.T., (2016). Peran Farmakoekonomi dalam Penentuan Kebijakan


yang Berkaitan dengan Obat-Obatan. Article. Working paper of dexa
Medica group.

Sanders, H.N., Rabb, A.H, dan Bittle, R.N. (1994). Nutritional Implications of
Recombinant Human Erythropoietin Therapy in Renal Disease. J Am
Diet Assoc. 94: 9-1023.
Schulman, K.A., Glick, H. dan Polsky, D. (2000). Pharmacoeconomics:
Economics evaluation of pharmaceuticals. In Strom BL (eds).
Pharmacoepidemiology. John Wileuy. 573-601.
Setiawan, D., (2017). Farmakoekonomi Modeling. UMP Press. Purwokerto.
Halaman. 1-10
Silva, O.M., Oliveira, F., Ascari, R., dan Trinadade L. (2012). The Quality of Life
of The Patients Suffering from Chronic Renal Insufficiency Undergoing
Hemodyalisis. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12817541. Diakses
15 Maret 2017
Sofia, P., Bisri, T., dan Wargahadibrata, A.H. (2005). Effect Neuroprotector
Epoetin Alfa After Brain Trauma: A Histopathology Brain Rats
Study. Anesth Crit Care. 23(3): 203–13.

Stevens LA, Li S, Wang C, et al. (2010). Prevalence of CKD and comorbid illness
in elderly patients in the United States: results from the Kidney Early
Evaluation Program (KEEP). Am J Kidney Dis.(55) : S23-S33.

Susila dan Suyanto. (2014). Metode Penelitian Epidemiologi. Bidang Kedokteran


dan Kesehatan. Yogyakarta. Bursa Ilmu. 1: 152 – 160.

Suwitra, K. (2014). Penyakit ginjal kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
K SM, Setiati S, Interna Publishing. editors: Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 6nd ed. Jakarta: 2159-2165.

Thomas R, Kanso A, Sedor JR. (2008). Chronic kidney disease and its
complications. Prim Care. (35) : 329-344.

Tjiptoherijanto P. Dan Soestyo, B. (1994). Ekonomi Kesehatan. Jakarta: Penerbit


Renika Cipta. hal. 35
Tjiptoherianto, P., dan Soesatyo, B. (2008). Ekonomi Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta. Hal. 4.
Togatorop, L. (2011). Hubungan Perawat Pelaksana dengan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di
RSUP Haji Adam Malik Medan.

103

Universitas Sumatera Utara


Trisna Yulia, 2016, Aplikasi Farmakoekonomi, Farmasi nasional,
http://www.ikatanapotekerindonesia.net/articles/pharmaupdate/national
pharmacy/311-aplikasi-farmakoekonomi.html. diakses 22 Agustus 2018.
Vogenberg, F.R. (2001). Introduction to Applied Pharmacoeconomics. McGraw
Hill. Medical Publishing Division, USA.
Wang, X.Q., dan Vaziri, N.D. (1999). Erythropoietin Depresses Nitric Oxide
Synthase Expression By Human Endothelial Cell. Hypertension.
33: 894–9.

Walley, T., dan Davey, P. (1995). Pharmacoeconomis. McGraw Hill. Medical


Publishing Division. USA.

Ware, J.E. (2000). SF-36 Health Survey Update. Spine. 25(24): 3130-3139.

World Health Organization. (2001). Health Research Methodology: A Guide For


Training In Research Methods. Manila: WHO Regional Office For The
Western Pacific. 2: 18-35.

Yuliaw, A. (2009). Hubungan Karakteristik Individu dengan Kualitas Hidup


Dimensi Fisik pasien Gagal Ginjal Kronik di RS Dr. Kariadi
Semarang. Skripsi. Diakses pada tanggal 29 April 2017.

Yuwono. (2010). Kualitas Hidup Menurut Spitzer pada Penderita Gagal


Ginjal Terminal yang Menjalani Hemodialisa di Unit Hemodialisis
RSUP Dr. Kariadi Semarang. http://www.unimus.ac.id/index.pdf.
Diakses pada tanggal 29 April 2017.

104

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1 Lembar penjelasan dan persetujuan pasien

KEMENTERIAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN KESEHATAN RM.2.11/IC.Spenelitian/2016
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Nama :
H. ADAM MALIK Tgl.Lahir:
Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan Km.12 Kotak Pos 246 No. RM :
Telp. (061) 8364581-8360143-8360051 Fax. 8360255 (Mohon ditempel Label)
MEDAN-20136

LEMBAR PENJELASAN

JUDUL PENELITIAN :
Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Eritropoietin Pasien Rawat Jalan Penyakit Ginjal Kronik
Stadium 5 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

INSTANSI/SMF PELAKSANA :
Fakultas Farmasi USU Medan

Bapak/Ibu yang terhormat ,


Selamat pagi / siang, nama saya Salmah Handayani Lubis dan saya bekerja sebagai Apoteker dan
sedang melaksanakan penelitian tesis S-2 Magister Farmasi USU. Saya sedang mengumpulkan
data melalui responden pasien yang menggunakan obat Eritropoietin (epoetin) yang berguna untuk
mencegah kekurangan darah dan meningkatkan sel darah merah pada pasien Penyakit Ginjal
Kronik (PGK) yang sedang menjalani cuci darah di ruang hemodialisa RSUP. H. Adam Malik
Medan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pengobatan
eritropoietin terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada pasien dan untuk menilai kualitas hidup
pasien selama menjalani hemodialisis dalam menggunakan obat tersebut. Partisipasi kegiatan ini
adalah sukarela dan segala bentuk biaya dalam penelitian ini ditanggung oleh peneliti. Jawaban
yang diberikan akan sangat berguna untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat
khususnya pasien yang menjalani cuci darah di RSUP. H. Adam Malik Medan. Saya sangat senang
sekali apabila Bapak/Ibu/ Saudara/i dapat ikut berpartisipasi dalam kuesioner ini. Informasi dan
identitas Bapak /Ibu/Saudara/i akan saya jaga kerahasiaannya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak
manapun.
Subjek Penelitian Peneliti,

( ) (Salmah Handayani Lubis, S.Farm.,Apt)

105
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1 Lembar penjelasan dan persetujuan pasien

KEMENTERIAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN KESEHATAN RM.2.11/IC.Spenelitian/2016
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Nama :
H. ADAM MALIK Tgl.Lahir:
Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan Km.12 Kotak Pos 246 No. RM :
Telp. (061) 8364581-8360143-8360051 Fax. 8360255 (Mohon ditempel Label)
MEDAN-20136

LEMBAR PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)

Setelah membaca lembaran penjelasan di atas dan sudah dimengerti, kami

Nama : …………………………………………………….

Alamat : ……………………………………………………

Orang Tua/Wali dari : ……………………………………………………

Bersedia untuk turut serta sebagai subyek dalam penelitian atas nama :
Salmah Handayani Lubis, S.Farm.,Apt.
Dengan judul penelitian : Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Eritropoietin Pasien
Rawat Jalan Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan.
Menyatakan tidak keberatan maupun melakukan tuntutan di kemudian hari.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dalam keadaan sehat, penuh kesadaran dan tanpa
paksaan dari pihak manapun.
Medan, Desember 2017

…………………………….
Nama terang
Saksi :

Nama Terang : ……………………………

Tanda Tangan :……………………………

106
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Lembar Penjelasan dan Persetujuan Pasien

KEMENTERIAN KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN KESEHATAN RM.2.11/IC.Spenelitian/2016
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Nama :
H. ADAM MALIK Tgl.Lahir:
Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan Km.12 Kotak Pos 246 No. RM :
Telp. (061) 8364581-8360143-8360051 Fax. 8360255 (Mohon ditempel Label)
MEDAN-20136

107
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2 Identitas data responden

Nama Responden : .................................................................

Kode Responden : ............................. (diisi oleh peneliti)

Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap bagian pernyataan dalam
kuesioner ini.
2. Mohon kesediaan Bapak/Ibu/saudara/i untuk mengisi kuesioner tersebut
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya sesuai dengan petunjuk
pengisian.
3. Semua pernyataan sedapat mungkin diisi dengan jujur dan lengkap.
4. Apabila ada pernyataan yang kurang dimengerti, silahkan meminta
petunjuk kepada peneliti atau peneliti pembantu
5. Atas partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i diucapkan terima kasih

A. Data demografi responden


1. Usia : .......... tahun
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Tingkat kesadaran :
Spontan membuka mata

Membuka mata dengan perintah (suara,sentuhan)

Membuka mata dengan rangsang nyeri

Tidak membuka mata dengan rangsang apapun

4. Tingkat Pendidikan :
SMP SMA Akademi PT
5. Rata-rata penghasilan perbulan : < 1 juta, > 1 juta
6. Kapan terakhir dirawat di RS (dengan penyakit gagal ginjal):
a. Jika belum lama, pada bulan apa : ................
b. jika sudah lama, pada tahun berapa : ................
7. Kapan anda memulai terapi hemodialisa (cuci darah) :
bulan....................tahun............
8. Apakah anda sering mengalami keluhan berupa mual, muntah, mudah
lelah dan gatal?

107
Universitas Sumatera Utara
Ya, keluhan yang dirasakan....................................................
Tidak
9. Apakah anda mempunyai riwayat penyakit kronik sebelum dilakukan cuci
darah seperti diabetes mellitus (kencing manis), hipertensi (darah tinggi),
dan atau infeksi/batu pada saluran kencing atau ginjal?
Ya
Tidak
10. Apakah anda pernah atau sedang mengidap penyakit di bawah ini;
Kanker AIDS
tidak salah satu di atas Lain-lain...............................
11. Apakah anda pernah atau sering mengkonsumsi obat penambah darah atau
antihipertensi (darah tinggi) sebelum cuci darah atau selama yang
menjalani cuci darah?
Eritropoietin dan Vitamin penambah darah
Anti hipertensi (penurun tekanan darah)
dll...................
12. Apakah anda merokok : Ya
Tidak
Jika YA maka Responden berada pada tahapan perubahan perilaku ;
Prekontemplasi (gagal dalam usaha berhenti merokok)
Kontemplasi (Ada motivasi untuk berhenti merokok namun tidak
diatur tanggal dimulainya berhenti merokok)
Aksi (perokok merencanakan berhenti merokok dan telah berhenti
kurang dari 1 bulan)
Pemeliharaan (perokok telah berhenti merokok selama 1 bulan)
Terminasi (tidak tergoda untuk merokok dan mampu bertahan
tidak merokok lagi

TERIMA KASIH

108
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Formulir short form healt survey (SF-36)

Kuesioner kualitas hidup pasien (Short Form Health Survey SF-36)


Tanggal : .......................................................
Nama Responden : .......................................................
Tanggal lahir : .......................................................
Survei ini meminta pandangan anda tentang kesehatan anda. Informasi ini akan
membantu untuk mencatat bagaimana perasaan anda dan seberapa baik anda dapat
melakukan aktivitas yang biasa.
Jawablah peertanyaan ini dengan tanda chek list (√) pada pilihan anda. Pilihan
anda hanya satu jawaban dari setiap pertanyaan.
No. Pertanyaan Skor
1 Secara umum bagaimana kondisi kesehatan anda sekarang ?
1. Sangat-sangat baik
2. Sangat baik
3. Baik
4. Sedang
5. Buruk
2 Dibandingkan dengan setahun yang lalu, bagaimana kondisi
kesehatan anda sekarang ?
1. Lebih baik daripada setahun lalu
2. Kadang-kadang lebih baik daripada setahun yang lalu
3. Sama sepert setahun yang lalu
4. Kadang-kadang lebih buruk dari pada setahun yang lalu
5. Lebih buruk sekarang daripada setahun yang lalu
Berikut ini adalah aktivitas yang mungkin dapat anda lakukan pada saat tertentu.
Apakah kesehatan anda saat ini membuat anda terbatas melakukan aktivitas ini?
Jika ya, seberapa besar keterbatasan anda ?
3 Aktivitas berat, seperti berlari, mengangkat benda yang berat,
berpartisipasi dalam olahraga berat
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali
4 Aktivitas sedang, seperti menggeser meja, mengepel lantai,
mendorong vacuum cleaner, bowling atau main golf
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali
5 Mengangkat atau membawa belanjaan. Mengangkat barang
yang ringan 7- 10 kg
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali

109
Universitas Sumatera Utara
6 Menaiki anak tangga beberapa lantai
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali
7 Menaiki anak tangga satu lantai atau jalan mendaki ± 100 meter
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali
8 Membungkuk, berlutut atau jongkok
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali
9 Berjalan lebih dari 1 kilometer (±1000 meter)
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali
10 Berjalan beberapa ratus meter (±500 meter)
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali
11 Berjalan seratus meter
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali
12 Mandi dan berpakaian sendiri
1. Ya, sangat terbatas
2. Ya, cukup terbatas
3. Tidak, tidak terbatas sama sekali
Selama 1 bulan terakhir, apakah anda mempunyai masalah pada pekerjaan anda
atau aktivitas rutin yang disebabkan oleh kesehatan fisik anda ?
13 Mengurangi waktu dalam melakukan pekerjaan (tetap) atau
aktivitas lain
1. Ya
2. Tidak
14 Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna
1. Ya
2. Tidak
15 Hanya dapat melakukan pekerjaan/aktivitas tertentu
1. Ya
2. Tidak
16 Sulit melaksanakan pekerjaan/aktivias pokok atau anda
membutuhkan tenaga ekstra untuk melakukan hal tersebut
1. Ya
2. Tidak
Selama 1 bulan terakhir, apakah pekerjaan anda atau aktivitas rutin yang lain
terganggu karena masalah emosional (Seperti stres, depresi atau kecemasan)?
17 Mengurangi waktu dalam melakukan pekerjaan (tetap) atau
aktivitas lain

110
Universitas Sumatera Utara
1. Ya
2. Tidak
18 Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna
1. Ya
2. Tidak
19 Tidak melakukan pekerjaan rutin atau aktivitas lain secermat
biasanya
1. Ya
2. Tidak
20 Selama 1 bulan terakhir, seberapa besar kesehatan fisik atau
masalah emosional menghalangi aktivitas sosial anda yang
normal bersama keluarga, teman, tetangga atau kelompok
lainnya ?
1. Tidak sama sekali
2. Sedikit
3. Lumayan
4. Agak besar
5. Sangat besar
21 Seberapa besar rasa nyeri pada tubuh yang anda rasakan selama
1 bulan terakhir ini ?
1. Tidak sama sekali
2. Nyeri sangat ringan
3. Nyeri ringan
4. Nyeri sedang
5. Nyeri sekali
6. Luar biasa nyeri
22 Selama 1 bulan terakhir, apakah sering rasa nyeri tersebut
menggangu pekerjaan normal anda (termasuk pekerjaan
didalam dan diluar rumah) ?
1. Tidak sama sekali
2. Sedikit
3. Kadang-kadang
4. Cukup sering
5. Sangat sering
Pertanyaan ini mengenai perasaan anda dan bagaiman pikiran anda selama 1 bulan
terakhir. Sestiap pertanyaan berikanlah 1 jawaban yang mendekati dengan apa
yang anda rasakan 1 bulan terakhir.
23 Apakah anda penuh semangat ?
1. Setiap waktu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Sekali-sekali
5. Jarang
6. Tidak pernah
24 Apakah anda selalu ragu-ragu dalam menghadapi sesuatu ?
1. Setiap waktu
2. Sering
3. Kadang-kadang

111
Universitas Sumatera Utara
4. Sekali-sekali
5. Jarang
6. Tidak pernah
25 Pernahkah anda merasa begitu tertekan sehingga rasanya tidak
ada yang dapat membahagiakan anda ?
1. Setiap waktu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Sekali-sekali
5. Jarang
6. Tidak pernah
26 Apakah anda merasa begitu tentram ?
1. Setiap waktu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Sekali-sekali
5. Jarang
6. Tidak pernah
27 Apakah anda merasa penuh energi ?
1. Setiap waktu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Sekali-sekali
5. Jarang
6. Tidak pernah
28 Apakah anda merasa kecewa dan sedih ?
1. Setiap waktu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Sekali-sekali
5. Jarang
6. Tidak pernah
29 Apakah anda merasa letih atau lesu ?
1. Setiap waktu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Sekali-sekali
5. Jarang
6. Tidak pernah
30 Apakah anda merasa sebagai orang yang bahagia ?
1. Setiap waktu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Sekali-sekali
5. Jarang
6. Tidak pernah
31 Apakah anda merasa capek ?
1. Setiap waktu

112
Universitas Sumatera Utara
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Sekali-sekali
5. Jarang
6. Tidak pernah
32 Selama 1 bulan terakhir, seberapa lama kesehatan fisik atau
masalah emosi yang mengganggu aktivitas sosial anda (seperti
mengunjungi teman, saudara dan yang lainnya)?
1. Selalu
2. Sering sekali
3. Kadang-kadang
4. Sekali-sekali
5. Tidak pernah
Menurut anda seberapa besar pernyataan dibawah ini yang sesuai dengan anda?
Jika sesuai seberapa benar, jika tidak sesuai seberapa salah.
33 Saya kelihatan lebih mudah sakit dibanding orang lain
1. Sangat benar
2. Benar
3. Tidak tahu
4. Salah
5. Sangat salah
34 Saya merasa sama sehatnya seperti orang lain yang saya kenal.
1. Sangat benar
2. Benar
3. Tidak tahu
4. Salah
5. Sangat salah
35 Saya merasa kesehatan saya akan memburuk
1. Sangat benar
2. Benar
3. Tidak tahu
4. Salah
5. Sangat salah
36 Kesehatan saya baik luar biasa
1. Sangat benar
2. Benar
3. Tidak tahu
4. Salah
5. Sangat salah

TERIMA KASIH

113
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4 Surat keterangan kelayakan etik

114
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5 Surat Izin penelitian dari Fakultas Farmasi USU

115
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6 Surat izin melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan

116
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 Surat izin penelitian dari Litbang kepada Instalasi Rekam Medis

Ka. Instalasi Rekam Medis

117
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8 Surat izin penelitian dari Litbang kepada Intalasi Hemodialisa

Ka. Instalasi Hemodialisa

118
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9 Surat izin penelitian dari Litbang kepada Direktur Keuangan

Direktur Keuangan

119
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10 Surat izin penelitian dari Litbang kepada Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS)

Ka. Instalasi S I R S

120
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11 Surat keterangan selesai penelitian di RSUP H. Adam Malik

121
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12 Uji statistik chi square karakterisik pasien

a. Uji statistik kelompok jenis kelamin


Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 3.911a 5 .562
Likelihood Ratio 4.643 5 .461
Linear-by-Linear
.099 1 .753
Association
N of Valid Cases 88
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .82.

b. Uji statistik kelompok umur


Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 45.872a 25 .007
Likelihood Ratio 42.786 25 .015
Linear-by-Linear
.608 1 .436
Association
N of Valid Cases 88
a. 31 cells (86.1%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .14.

Deskriptif statistisik umur pasien

Descriptive Statistics
Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Usia 88 19 72 48.74 14.088
Valid N (listwise) 88

122
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12 Uji statistik chi square karakterisik pasien

c. Uji statistik kelompok pendidikan

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 20.189a 20 .446
Likelihood Ratio 22.823 20 .298
Linear-by-Linear
3.384 1 .066
Association
N of Valid Cases 88
a. 24 cells (80.0%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .11.

c. Uji statistik kelompok pekerjaan

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 57.879a 40 .033
Likelihood Ratio 43.788 40 .314
Linear-by-Linear
6.553 1 .010
Association
N of Valid Cases 88
a. 49 cells (90.7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is .05.

123
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13 Hubungan nilai hemoglobin dengan diagnosis pasien

Crosstab

Count

Nilai_Hb

Tercapai Tidak Tercapai Total

Diagnosis DN 7 10 17

GNC 5 15 20

HN 10 28 38

HN+DN 1 3 4

PGOI 3 6 9

Total 28 60 88

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)

Pearson Chi-Square .956a 4 .916

Likelihood Ratio .933 4 .920

N of Valid Cases 88

a. 3 cells (30,0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is 1,27.

124
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14 Hubungan nilai kualitas hidup (QoL) dengan diagnosis pasien

Diagnosis * QoL Crosstabulation

Count

QoL

sangat baik baik rata-rata buruk Total

Diagnosis DN 0 0 5 12 17

GNC 1 2 8 9 20

HN 1 1 4 32 38

HN+DN 0 0 0 4 4

PGOI 2 0 1 6 9

Total 4 3 18 63 88

Chi-Square Tests

Asymp. Sig.
Value df (2-sided)

Pearson Chi-Square 21.835a 12 .039

Likelihood Ratio 20.573 12 .057

N of Valid Cases 88

a. 15 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is ,14.

125
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15 Deskriptif statistik nilai Hb dan kualitas hidup (QoL)

Descriptive Statistics

Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation

Hb 88 5.7 12.2 9.283 1.2502

QoL 88 14.58 82.63 47.0065 18.41013

Valid N
88
(listwise)

126
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16 Korelasi hemoglobin dengan kualitas hidup

Correlations

Hb QoL

Hb Pearson Correlation
1 .048

Sig. (2-tailed) .656

N 88 88

QoL Pearson Correlation .048 1

Sig. (2-tailed) .656

N 88 88

127
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17 Gambaran status pasien rawat jalan PGK stadium 5

Jenis Umur
No Inisial kelamin (tahun) Pendidikan Pekerjaan Diagnosis
1 AAS L 26 SLTA Mahasiswa HN
2 AS L 53 Diploma PNS PGOI
3 A L 41 SLTP Petani/Buruh GNC
4 BT L 38 SLTA Wiraswasta GNC
5 BSM L 43 Sarjana Wiraswasta GNC
6 B L 63 SLTP Pegawai HN
swasta
7 DB L 48 SLTA Wiraswasta HN
8 DBT P 30 SLTA Ibu Rumah HN
Tangga
9 DME L 62 Sarjana PNS HN+DN
10 ES L 59 SLTA Wiraswasta HN
11 EST P 68 SLTP IRT HN+DN
12 ECIS L 55 Sarjana PNS DN
13 FHR P 60 SLTA IRT DN
14 FHS P 35 Sarjana PNS PGOI
15 GM P 44 Sarjana IRT PGOI
16 HAH L 60 SLTA Wiraswasta HN
17 HB P 44 SLTA Wiraswasta HN
18 HBS P 33 Sarjana PNS GNC
19 JK L 48 Sarjana Wiraswasta HN
20 JP L 66 SD Petani/Buruh HN
21 JT L 59 SLTA Pegawai HN
swasta
22 KS P 66 SLTP Petani/Buruh HN
23 KT L 72 SD Petani/Buruh HN
24 LBD P 60 SD Wiraswasta DN
25 LS P 58 SLTA PNS DN
26 LP P 57 SLTA IRT DN
27 LPS L 23 SLTA Mahasiswa HN
28 LSH L 62 SLTA Pensiun PGOI
29 MY P 69 SLTP IRT DN
30 MGIR L 49 SLTA Petani/Buruh DN
31 M P 57 SD IRT GNC
32 MM L 53 Sarjana PNS HN
33 MT L 50 SLTA Wiraswasta DN
34 MYO L 50 SLTA Wiraswasta GNC
35 RMS L 56 SLTA Wiraswasta HN
36 RT L 63 Sarjana PNS HN

128
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17 Gambaran status pasien rawat jalan PGK stadium 5

37 ROHS P 56 SLTP Wiraswasta PGOI


38 RSP L 23 SLTA Wiraswasta GNC
39 ROYS L 38 Diploma Wiraswasta HN
40 RTG L 46 Sarjana Wiraswasta HN
41 RH L 60 Sarjana Pegawai DN
swasta
42 SH P 66 SD IRT GNC
43 SARL P 57 Sarjana PNS HN
44 SOS L 26 SLTA Wiraswasta GNC
45 SSS P 63 SLTP Wiraswasta HN+DN
46 SW P 38 SD IRT HN
47 SKL P 36 SLTA Petani/Buruh GNC
48 SY P 64 Diploma IRT HN
49 SO L 37 SLTA Wiraswasta HN
50 SG L 39 SLTA Petani/Buruh HN
51 TR P 69 SLTA IRT HN
52 TJ P 58 SD IRT HN
53 U P 52 SLTA IRT GNC
54 UIN L 64 SLTA Wiraswasta GNC
55 EYS L 27 SLTA Mahasiswa HN
56 FA L 24 SLTA IRT GNC
57 H P 50 SD IRT DN
58 HP L 31 Diploma Pegawai GNC
swasta
59 LG P 39 Sarjana PNS DN
60 PLL L 56 Sarjana Lain-lain HN
61 PMH P 25 SLTA Mahasiswa GNC
62 ROSS P 59 SLTA IRT DN
63 SL L 48 SD Wiraswasta HN+DN
64 YP L 25 SLTA Mahasiswa GNC
65 AAP L 19 SLTA Mahasiswa HN
66 DT L 46 Sarjana Wiraswasta HN
67 KBS P 54 SLTA IRT PGOI
68 AG P 29 SLTA IRT PGOI
69 EBG P 58 SLTA IRT HN
70 FS L 20 SLTP Tidak bekerja GNC
71 MG L 49 SLTA Wiraswasta GNC
72 MS L 51 Sarjana Wiraswasta HN
73 NT L 24 SLTA Wiraswasta DN
74 PKS L 56 SLTA Lain-lain DN

129
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17 Gambaran status pasien rawat jalan PGK stadium 5

75 PP L 61 SLTA Pensiun DN
76 P L 47 SLTP Pegawai GNC
swasta
77 SPIN L 60 SLTA Petani/Buruh PGOI
78 SS P 48 SD IRT DN
79 D P 65 SD IRT HN
80 HS P 50 SLTA PNS HN
81 J L 53 SLTA Pegawai HN
swasta
82 PG P 48 SLTA Petani/Buruh HN
83 ROS P 69 SD IRT PGOI
84 S L 57 SD Pegawai HN
swasta
85 SA L 60 SLTA Pegawai HN
Swasta
86 UKM P 56 SLTA IRT HN
87 AF L 28 SLTP Wiraswasta DN
88 HST L 25 SLTA Mahasiswa GNC

130
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18 Skoring kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

Fungsi Keterbatasan Fungsi Rasa


No Inisial Jenis Fisik akibat Emosional Energi Kesejahteraan sosial nyeri Kesehatan Perubahan
kelamin maslah fisik Umum Kesehatan
1 AF L 75 100 67 70 48 63 78 35 100
2 AAS L 70 0 33 60 44 50 80 35 100
3 AS L 80 100 67 90 92 75 100 55 100
4 A L 70 50 33 65 44 75 68 60 100
5 AG P 75 50 0 70 72 63 35 55 100
6 AAP L 90 100 67 70 52 50 100 35 50
7 BT L 75 100 100 75 60 63 78 50 100
8 BSM L 70 100 100 70 44 50 80 35 100
9 B L 40 0 0 50 48 63 55 45 100
10 D P 15 0 0 40 44 38 68 35 100
11 DT L 65 0 0 40 40 63 55 35 100
12 DB L 60 0 0 40 44 75 68 35 100
13 DBT P 65 100 100 80 64 88 90 55 100
14 DME L 60 0 0 40 44 75 45 35 100
15 ES L 65 100 100 70 64 100 100 55 100
16 EST P 20 0 0 40 40 50 45 35 100
17 ECIS L 60 0 67 35 36 63 55 40 100
18 EBG P 10 0 0 20 20 50 33 30 100

131
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18 Skoring Kualitas Hidup Pasien PGK Stadium 5 Berdasarkan Skala dan Dimensi Kesehatan

Jenis Fungsi Keterbatasan Fungsi Rasa


No Inisial kelamin Fisik akibat Emosional Energi Kesejahteraan sosial nyeri Kesehatan Perubahan
maslah fisik Umum Kesehatan
19 EYS L 41 0 0 45 32 50 45 35 100
20 FA L 20 0 0 40 48 50 43 35 100
21 FSS L 60 0 0 60 48 75 45 35 100
22 FHR P 15 0 0 45 48 38 55 35 100
23 FHS P 75 100 83 90 88 88 90 50 100
24 GM P 10 0 0 55 72 50 10 35 75
25 HAH L 60 25 0 45 52 63 55 35 100
26 H P 10 0 0 35 48 50 70 30 75
27 HP L 65 100 67 50 52 38 68 55 100
28 HB P 65 0 0 50 48 50 55 35 100
29 HBS P 65 0 0 35 44 63 55 35 100
30 HS P 60 0 0 60 48 75 43 35 100
31 HST L 80 100 100 60 72 50 80 35 100
32 JK L 65 75 67 40 32 75 55 35 100
33 JP L 65 0 67 55 68 75 90 50 100
34 J L 70 75 100 55 68 75 68 55 75
35 JT L 15 0 0 20 20 50 10 25 0
36 KBS P 55 0 0 60 40 50 55 35 100
37 KS P 45 0 0 40 48 50 55 35 100
38 KT L 65 0 0 60 52 50 55 35 100
39 LG P 65 100 100 55 52 75 65 35 100

132
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18 Skoring kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

Jenis Fungsi Keterbatasan Fungsi Rasa


No Inisial kelamin Fisik akibat Emosional Energi Kesejahteraan sosial nyeri Kesehatan Perubahan
maslah fisik Umum Kesehatan
40 LBD P 40 0 0 40 48 50 55 35 100
41 LS P 5 0 0 30 24 38 33 30 75
42 LP P 5 0 0 31 40 13 23 30 100
43 LPS L 70 100 100 75 40 75 90 35 100
44 LSH L 10 0 0 50 48 75 65 35 100
45 MY P 0 0 0 38 46 50 45 35 100
46 MGIR L 35 0 0 35 48 50 33 35 100
47 M P 60 0 0 31 48 50 68 35 100
48 MG L 70 0 0 45 44 63 45 35 100
49 MS L 15 0 0 31 36 38 40 30 75
50 MM L 65 25 0 60 52 75 55 40 100
51 MT L 70 100 100 80 48 50 78 35 100
52 MYO L 65 75 0 50 52 75 55 50 100
53 NT L 70 100 67 65 64 75 80 35 100
54 PKS L 65 0 67 40 52 63 55 45 75
55 PLL L 20 0 33 40 36 50 55 35 100
56 PG P 20 0 0 40 44 38 33 40 75
57 PP L 50 0 0 30 44 50 45 35 100
58 P L 45 0 0 45 52 63 55 35 100
59 PMH P 70 100 67 75 80 75 80 45 100
60 RMS L 20 0 0 35 32 63 45 30 75

133
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18 Skoring kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

Fungsi Keterbatasan Fungsi Rasa


No Inisial Jenis Fisik akibat Emosional Energi Kesejahteraan sosial nyeri Kesehatan Perubahan
kelamin maslah fisik Umum Kesehatan
61 RT L 60 0 0 55 52 55 68 35 100
62 ROHS P 60 50 0 40 48 63 68 35 100
63 RSP L 70 50 67 60 56 63 80 50 100
64 ROS P 20 0 0 40 52 50 33 30 75
65 ROSS P 10 50 0 80 68 63 68 55 100
66 ROYS L 35 0 0 40 48 75 55 35 100
67 RTG L 70 50 67 60 52 38 68 35 100
68 RH L 75 75 0 55 56 63 78 55 100
69 SH P 10 0 0 20 24 50 60 30 0
70 SPIN L 50 50 33 55 50 63 55 40 100
71 SARL P 70 100 67 75 80 75 80 45 100
72 SS P 10 0 0 40 40 75 43 35 100
73 S L 65 0 0 75 52 50 50 35 100
74 SOS L 75 100 100 80 76 75 78 70 100
75 SL L 45 0 0 60 44 50 55 35 100
76 SSS P 25 0 0 60 48 50 65 45 75
77 SW P 25 0 0 20 24 50 10 35 75
78 SKL P 80 100 100 80 72 88 100 60 100
79 SY P 30 0 0 35 56 63 65 45 100
80 SO L 25 0 0 55 48 50 55 45 100
81 SG L 60 0 0 60 48 50 55 35 100

134
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18 Skoring kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

Fungsi Keterbatasan Energi Fungsi Rasa


Emosional
No Inisial JK fisik akibat Kesejahteraan sosial nyeri Kesehatan Perubahan
masalah fisik umum kesehatan
82 SA L 55 25 0 60 48 63 45 35 75
83 TR P 20 75 0 60 48 75 55 45 100
84 TJ P 15 0 0 20 36 0 33 30 75
85 U P 70 100 100 70 64 63 100 40 100
86 UIN L 20 0 0 40 40 25 55 40 75
87 UKM P 80 100 100 85 72 88 100 60 100
88 YP L 85 100 100 80 60 63 90 55 100

135
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19 Penilaian kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

No Inisial JK Fungsi Keterbatasan akibat Emosional Energi Kesejahteraan Fungsi Rasa Kesehatan Peralihan
Fisik masalah fisik sosial nyeri umum kesehatan
1 AF L 4 1 3 3 4 3 2 4 1
2 AAS L 3 4 4 3 4 4 1 4 1
3 AS L 1 1 3 1 1 2 1 4 1
4 A L 3 4 4 4 4 2 3 3 1
5 AG P 2 4 4 3 3 3 4 4 1
6 AAP L 1 1 3 3 4 4 1 4 4
7 BT L 2 1 1 2 3 3 2 4 1
8 BSM L 3 1 1 3 4 4 1 4 1
9 B L 4 4 4 4 4 3 4 4 1
10 D P 4 4 4 4 4 4 3 4 1
11 DT L 3 4 4 4 4 3 4 4 1
12 DB L 3 4 4 4 4 2 3 4 1
13 DBT P 3 1 1 1 3 1 1 4 1
14 DME L 3 4 4 4 4 2 4 4 1
15 ES L 3 1 1 3 3 1 1 4 1
16 EST P 4 4 4 4 4 4 4 4 1
17 ECIS L 3 4 3 4 4 3 4 4 1
18 EBG P 4 4 4 4 4 4 4 4 1
19 EYS L 4 4 4 4 4 4 4 4 1
20 FA L 4 4 4 4 4 4 4 4 1
21 FSS L 3 4 4 3 4 2 4 4 1
22 FHR P 4 4 4 4 4 4 4 4 1

136
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19 Penilaian kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

Keterbatasan
No Inisial JK Fungsi akibat Emosional Energi Kesejahteraan Fungsi Rasa Kesehatan Peralihan
Fisik masalah fisik sosial nyeri umum kesehatan
23 FHS P 2 1 1 1 1 1 1 4 1
24 GM P 4 4 4 4 3 4 4 4 2
25 HAH L 3 4 4 4 4 3 4 4 1
26 H P 4 4 4 4 4 4 3 4 2
27 HP L 3 1 3 4 4 4 3 4 1
28 HB P 3 4 4 4 4 4 4 4 1
29 HBS P 3 4 4 4 4 3 4 4 1
30 HS P 3 4 4 3 4 2 4 4 1
31 HST L 1 1 1 3 3 4 1 4 1
32 JK L 3 2 3 4 4 2 4 4 1
33 JP L 3 4 3 4 3 2 1 4 1
34 J L 3 2 1 4 3 2 3 4 2
35 JT L 4 4 4 4 4 4 4 4 4
36 KBS P 4 4 4 3 4 4 4 4 1
37 KS P 4 4 4 4 4 4 4 4 1
38 KT L 3 4 4 3 4 4 4 4 1
39 LG P 3 1 1 4 4 2 3 4 1
40 LBD P 4 4 4 4 4 4 4 4 1
41 LS P 4 4 4 4 4 4 4 4 2
42 LP P 4 4 4 4 4 4 4 4 1

137
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19 Penilaian kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

Inisial JK Fungsi Keterbatasan


Emosional
No Fisik akibat Energi Kesejahteraan Fungsi Rasa Kesehatan Peralihan
masalah fisik sosial nyeri umum kesehatan
43 LPS L 3 1 1 2 4 2 1 4 1
44 LSH L 4 4 4 4 4 2 3 4 1
45 MY P 4 4 4 4 4 4 4 4 1
46 MGIR L 4 4 4 4 4 4 4 4 1
47 M P 3 4 4 4 4 4 3 4 1
48 MG L 3 4 4 4 4 3 4 4 1
49 MS L 4 4 4 4 4 4 4 4 2
50 MM L 3 4 4 3 4 2 4 4 1
51 MT L 3 1 1 1 4 4 2 4 1
52 MYO L 3 2 4 4 4 2 4 4 1
53 NT L 3 1 3 3 3 2 1 4 1
54 PKS L 3 4 3 4 4 3 4 4 2
55 PLL L 4 4 4 4 4 4 4 4 1
56 PG P 4 4 4 4 4 4 4 4 2
57 PP L 4 4 4 4 4 4 4 4 1
58 P L 4 4 4 4 4 3 4 4 1
59 PMH P 3 1 3 2 1 2 1 4 1
60 RMS L 4 4 4 4 4 3 4 4 2
61 RT L 3 4 4 4 4 4 3 4 1
62 ROHS P 3 4 4 4 4 3 3 4 1

138
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19 Penilaian kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

No Inisial JK Fungsi Keterbatasan akibat Emosional Energi Kesejahteraan Fungsi Rasa Kesehatan Peralihan
Fisik masalah fisik sosial nyeri umum kesehatan
63 RSP L 3 4 3 3 4 3 1 4 1
64 ROS P 4 4 4 4 4 4 4 4 2
65 ROSS P 4 4 4 1 3 3 3 4 1
66 ROYS L 4 4 4 4 4 2 4 4 1
67 RTG L 3 4 3 3 4 4 3 4 1
68 RH L 2 2 4 4 4 3 2 4 1
69 SH P 4 4 4 4 4 4 3 4 4
70 SPIN L 4 4 4 4 4 3 4 4 1
71 SARL P 3 1 3 2 1 2 1 4 1
72 SS P 4 4 4 4 4 2 4 4 1
73 S L 3 4 4 2 4 4 4 4 1
74 SOS L 2 1 1 1 2 2 2 3 1
75 SL L 4 4 4 3 4 4 4 4 1
76 SSS P 4 4 4 3 4 4 3 4 2
77 SW P 4 4 4 4 4 4 4 4 2
78 SKL P 1 1 1 1 3 1 1 3 1
79 SY P 4 4 4 4 4 3 3 4 1
80 SO L 4 4 4 4 4 4 4 4 1
81 SG L 3 4 4 3 4 4 4 4 1

139
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19 Penilaian kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

No Inisial JK Fungsi Keterbatasan akibat Emosional Energi Kesejahteraan Fungsi Rasa Kesehatan Peralihan
Fisik masalah fisik sosial nyeri umum kesehatan
82 SA L 4 4 4 3 4 3 4 4 2
83 TR P 4 2 4 3 4 2 4 4 1
84 TJ P 4 4 4 4 4 4 4 4 2
85 U P 3 1 1 3 3 3 1 4 1
86 UIN L 4 4 4 4 4 4 4 4 2
87 UKM P 1 1 1 1 3 1 1 3 1
88 YP L 1 1 1 1 3 3 1 4 1

Keterangan kualitas hidup pasien :

Level / skala Kategori Nilai


Level 1 sangat baik ≥ 80
Level 2 baik 75 - 79
Level 3 rata-rata 60 - 74
Level 4 buruk < 60

140
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19 Penilaian kualitas hidup pasien PGK stadium 5 berdasarkan skala dan dimensi kesehatan

Sangat baik Baik Rata-rata Buruk


No Dimensi kesehatan (orang) (orang) (orang) (orang)
1 Fungsi fisik 6 5 37 40
2 Keterbatasan akibat masalah fisik 21 5 0 62
3 Emosional 15 0 13 60
4 Energi 9 5 21 53
5 Kesejahteraan 4 1 14 69
6 Fungsi sosial 5 21 21 41
7 Rasa nyeri 18 5 16 49
8 Persepsi kesehatan umum 0 0 4 84
9 Perubahan kesehatan 71 14 0 3

141
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20 Perhitungan total biaya honor dokter
Honor Total biaya Total biaya
Diagnosis Model Terapi EPO (n) dokter honor honor
(Rp) dokter (Rp) dokter (Rp)

Hemapo 28 165.000 115.500.000

Recormon 1 165.000 4.125.000

Eprex 1 165.000 4.125.000


HN
156.750.000
Hemapo + Eprex 3 165.000 12.375.000
Hemapo +
Recormon 2 165.000 8.250.000
Hemapo + Eprex +
Recormon 3 165.000 12.375.000

Hemapo 8 165.000 33.000.000

Recormon 1 165.000 4.125.000


DN
70.125.000
Hemapo + Eprex 4 165.000 16.500.000
Hemapo +
Recormon 4 165.000 16.500.000

Hemapo 2 165.000 8.250.000


HN + DN
Hemapo + Eprex 1 165.000 4.125.000 16.500.000
Hemapo +
Recormon 1 165.000 4.125.000

Hemapo 9 165.000 37.125.000

Recormon 1 165.000 4.125.000


GNC
Eprex 1 165.000 4.125.000 82.500.000

Hemapo + Eprex 2 165.000 8.250.000


Hemapo +
Recormon 7 165.000 28.875.000

Hemapo 5 165.000 20.625.000


PGOI
Hemapo + Eprex 2 165.000 8.250.000 37.125.000
Hemapo +
Recormon 2 165.000 8.250.000
Total biaya honor dokter (Rp) 363.000.000

142
Universitas Sumatera Utara
143
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21 Perhitungan biaya jasa sarana hemodialisis
Jumlah Jasa sarana
Model Terapi subjek kunjung HD Total biaya Total biaya
Diagnosis
EPO (n) an HD (Rp) HD (Rp) HD
(Rp)
25
Hemapo 28 385.000 269.500.000
25
Recormon 1 385.000 9.625.000
25
Eprex 1 385.000 9.625.000
HN Hemapo +
25 365.750.000
Eprex 3 385.000 28.875.000
Hemapo +
25
Recormon 2 385.000 19.250.000
Hemapo +
Eprex + 25
Recormon 3 385.000 28.875.000
25
Hemapo 8 385.000 77.000.000
25
Recormon 1 385.000 9.625.000
DN
Hemapo + 163.625.000
25
Eprex 4 385.000 38.500.000
Hemapo +
25
Recormon 4 385.000 38.500.000
25
Hemapo 2 385.000 19.250.000
Hemapo +
HN + DN 25 38.500.000
Eprex 1 385.000 9.625.000
Hemapo + 1 25
Recormon 385.000 9.625.000
25
Hemapo 9 385.000 86.625.000
25
Recormon 1 385.000 9.625.000
GNC 25
Eprex 1 385.000 9.625.000 192.500.000
Hemapo +
25
Eprex 2 385.000 19.250.000
Hemapo +
25
Recormon 7 385.000 67.375.000
25
Hemapo 5 385.000 48.125.000
Hemapo +
PGOI 25
Eprex 2 385.000 19.250.000 86.625.000
Hemapo +
25
Recormon 2 385.000 19.250.000
Total biaya jasa sarana hemodialisis 847.000.000

143
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22 Perhitungan biaya pemeriksaan laboratorium

Jenis pemeriksaan laboratorium Total Total biaya


Diagno Model n Kaliu Kalsiu Natriu biaya Total biaya Lab.per
sis Terapi EPO Chlorida Darah Phosp Serum
Creatinin Ferritin m m m TIBC Ureum Lab. kali (n) diagnosis
darah lengkap or iron
darah darah darah (Rp) (Rp) (Rp)
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Hemapo 28 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 25.760.000
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Recormon 1 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 920.000
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
HN
Eprex 1 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 920.000
Hemapo + (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
34.960.000
Eprex 3 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 2.760.000
Hemapo (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Recormon 2 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 1.840.000
Hemapo +
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Eprex +
26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000
Recormon 3 920.000 2.760.000
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Hemapo 8 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 7.360.000
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
DN Recormon 1 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 920.000
Hemapo + (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x 15.640.000
Eprex 4 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 3.680.000
Hemapo + (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Recormon 4 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 3.680.000
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Hemapo 2 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 1.840.000
HN +
Hemapo + (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
DN
Eprex 1 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 920.000 3.680.000
Hemapo + (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Recormon 1 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 920.000

144
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. Perhitungan biaya pemeriksaan laboratorium

(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Hemapo 9 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 8.280.000
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
GNC
Recormon 1 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 920.000
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Eprex 1 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 920.000 18.400.000
Hemapo + (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Eprex 2 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 1.840.000
Hemapo + (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Recormon 7 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 6.440.000
(1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Hemapo 5 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 4.600.000
PGOI Hemapo + (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Eprex 2 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 1.840.000 8.280.000
Hemapo + (1) x (3) x (3) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (1) x (6) x
Recormon 2 26.000 29.000 59.000 201.000 26.000 26.000 26.000 31.000 73.000 73.000 29.000 920.000 1.840.000

145
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 23 Perhitungan biaya transfusi darah (Packed Red Cells)
Subjek PRC/ Harga Total harga
Diag Model terapi
(n) kantong PRC PRC
nosis EPO
darah (bag) (Rp) (Rp)
Hemapo 7
15 270.000 4.050.000

Recormon 1 2 270.000 540.000


HN
Eprex 0 0 270.000 -

Hemapo + Eprex 0 0 270.000 -


Hemapo +
Recormon 1 2 270.000 540.000
Hemapo + Eprex
+ Recormon 0 0 270.000 -

Hemapo 0 0 270.000 -

Recormon 0 0 270.000 -
DN
Hemapo + Eprex 1 4 270.000 1.080.000
Hemapo +
Recormon 2 5 270.000 1.350.000

Hemapo 0 0 270.000 -
HN +
DN Hemapo + Eprex 0 0 270.000 -
Hemapo +
Recormon 0 0 270.000 -
Hemapo 2
4 270.000 1.080.000

Eprex 0 0 270.000 -
GNC
Recormon 0 0 270.000 -

Hemapo + Eprex 1 2 270.000 540.000


Hemapo +
Recormon 0 0 270.000 -

Hemapo 2 3 270.000 810.000


PGOI
Hemapo + Eprex 0 0 270.000 -
Hemapo +
Recormon 0 0 270.000 -
Total biaya transfusi darah (PRC) 9.990.000

146
Universitas Sumatera Utara
147
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 24 Perhitungan biaya penggunaan eritropoietin berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi

Jumlah Eritropoietin (syringe) Total harga Eritropoietin (Rp) Total harga


subjek Hemapo Eprex Recormon perdiagnosis
No Diagnosis Model Terapi Eritropoietin
(n) Hemapo Eprex Recormon (Rp)
176.337 124.740 161.910

Hemapo 28 394 - - 69.476.778 - -


Recormon 1 - - 19 - - 3.076.290

Eprex 1 - 15 - - 1.871.100 -
1 HN
Hemapo + Eprex 3 17 46 - 2.997.729 5.738.040 - 94.513.671

Hemapo + Recormon 2 4 - 26 705.348 - 4.209.660

Hemapo + Eprex + Recormon 3 18 8 14 3.174.066 997.920 2.266.740


Total biaya penggunaan eritropoietin diagnosis HN
76.353.921 8.607.060 9.552.690

Hemapo 8 120 - - 21.160.440 - -


Recormon 1 - - 11 - - 1.781.010
2 DN
Hemapo + Eprex 4 29 33 - 5.113.773 4.116.420 - 40.068.819

Hemapo + Recormon 4 8 52 - 1.410.696 6.486.480 -


Total biaya penggunaan eritropoietin diagnosis DN
27.684.909 10.602.900 1.781.010

147
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 24 Perhitungan biaya penggunaan eritropoietin berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi

Hemapo 2 23 - 4.055.751 - -
\3 HN + DN
Hemapo + Eprex 1 2 11 - 352.674 1.372.140 -
8.726.697
Hemapo + Recormon 1 16 1 - 2.821.392 124.740 -
Total biaya penggunaan eritropoietin diagnosis HN + DN
7.229.817 1.496.880 -

Hemapo 9 140 - - 24.687.180 - -


Recormon 1 - - 17 - - 2.752.470

4 GNC Eprex 1 - 15 - - 1.871.100 -

Hemapo + Eprex 2 5 26 - 881.685 3.243.240 - 50.540.364

Hemapo + Recormon 7 97 - 23 17.104.689 - 3.723.930


Total biaya penggunaan eritropoietin diagnosis GNC
42.673.554 5.114.340 2.752.470

Hemapo 5 71 - - 12.519.927 - -
5 PGOI
Hemapo + Eprex 2 12 23 - 2.116.044 2.869.020 -
25.140.402
Hemapo + Recormon 2 13 - 33 2.292.381 - 5.343.030
Total biaya penggunaan eritropoietin diagnosis PGOI
16.928.352 2.869.020 5.343.030

Total biaya penggunaan eritropoietin pasien PGK stadium 5 218.989.953

148
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 25 Perhitungan penggunaan eritropoietin dan pencapaian target Hb
dialisis (10,0 – 12,0 g/dl) berdasarkan diagnosis dan kelompok
terapi

a. Diagnosis hypertension nephropathy (HN)

Jumlah Hb
No Inisial EPO (g/dl) Total pemakaian
Model terapi EPO (Syringe) EPO (syringe)

1 AAS Hemapo 21 8
2 B Hemapo 21 6,8
3 DB Hemapo 21 8
4 DBT Hemapo 20 7,4
5 ES Hemapo 2 12,2
6 EBG Hemapo 21 9,2
7 HAH Hemapo 18 9,4
8 HB Hemapo 16 9,8
9 JK Hemapo 4 [11,5]
10 RMS Hemapo 12 8,3
11 RT Hemapo 7 [10]
12 ROYS Hemapo 19 7,7
13 RTG Hemapo 6 [11,1]
14 KS Hemapo 5 [10,6]
15 HS Hemapo 8 8,6 Hemapo (394)
16 KT Hemapo 21 [10,2]
17 MM Hemapo 11 7,5
18 J Hemapo 6 6,6
19 JP Hemapo 14 [10]
20 LPS Hemapo 20 8,7
21 SARL Hemapo 15 [10]
22 SW Hemapo 22 7,9
23 SY Hemapo 22 8,2
24 SD Hemapo 15 [10,2]
25 SG Hemapo 7 [10,8]
26 TR Hemapo 17 9,9
27 TK Hemapo 16 9,3
28 JT Hemapo 7 9,7
29 D Recormon 19 6,8 Recormon (19)
30 PLL Eprex 15 9,3 Eperex (15)
31 AAP Hemapo + Eprex 2 + 20 9,3
Hemapo (17) + Eprex
32 DT Hemapo + Eprex 2 + 16 8,7
(46)
33 EYS Hemapo + Eprex 7+5 9,8

149
Universitas Sumatera Utara
a. Diagnosis hypertension nephropathy (HN)

34 UKM Hemapo + Eprex 6+5 [10,2]


Hemapo +
35 MS Recormon 1+ 17 9,6 Hemapo (4) +
Hemapo + Recormon (26)
36 SA Recormon 3+9 9,9
Hemapo + Eprex
37 MS + Recormon 15+ 6 + 2 9 Hemapo (18) + Eprex
Hemapo + Eprex 3+2+ (8) + Recormon (14)
38 SA + Recormon 12 8,9

b. Diagnosis diabetic nephropathy (DN)

Jumlah Hb
No Inisial Model terapi EPO EPO (g/dl) Total pemakaian EPO
(Syringe) (syringe)

1 LBD Hemapo 16 [10]


2 LS Hemapo 1 [11,5]
3 LP Hemapo 20 9,8
4 MY Hemapo 23 9,1
Hemapo (120)
5 MGIR Hemapo 5 [11,2]
6 MT Hemapo 19 [10,2]
7 RH Hemapo 15 8,8
8 FHR Hemapo 21 9,4
9 PP Recormon 11 9,8 Recormon (11)
10 H Hemapo + Eprex 10 + 2 7,4
11 LG Hemapo + Eprex 2 + 21 8,6
Hemapo (29) + Eprex (33)
12 ROSS Hemapo + Eprex 3+9 [10,6]
13 ECIS Hemapo + Eprex 14 + 1 9,7
Hemapo +
14 PKS Recormon 2 + 12 [10]
Hemapo +
15 SS Recormon 3 + 16 6,2 Hemapo (8) + Recormon
Hemapo + (52)
16 AF Recormon 1 + 13 8,9
Hemapo +
17 NT Recormon 2 + 11 [10,4]

150
Universitas Sumatera Utara
c. Diagnosis hypertension nephropathy (HN) + diabetic nephropathy (DN)
Model Hb
Inisial terapi EPO Jumlah EPO (g/dl)
No (Syringe) Total pemakain EPO
1 DME Hemapo 5 [11,8]
Hemapo (23)
2 EST Hemapo 18 9
Hemapo + Hemapo (2) + Eprex
3 SL Eprex 2 +11 7,6 (11)
Hemapo + Hemapo (16) +
4 SSS Recormon 16 + 1 9 Recormon (1)

d. Diagnosis glomerulo nephritis chronic (GNC)

Jumlah EPO Hb (g/dl) Total pemakain


No Inisial Model terapi EPO (Syringe) EPO
1 BSM Hemapo 13 8
2 FA Hemapo 11 9,9
3 HBS Hemapo 14 7,8
4 MYO Hemapo 21 9,4
5 RSP Hemapo 23 9,3 Hemapo (140)
6 SH Hemapo 10 [10,3]
7 SOS Hemapo 15 [10,2]
8 SKL Hemapo 12 9,2
9 U Hemapo 21 8,3
11 YP Eprex 15 8,5 Eprex (15)
10 HST Recormon 17 9,9 Recormon (17)
12 HP Hemapo + Eprex 3+5 8,4 Hemapo (5) +
13 PMH Hemapo + Eprex 2 + 21 9,8 Eprex (26)
Hemapo +
14 A Recormon 13 + 2 [10,1]
Hemapo +
15 BT Recormon 21 + 2 9,3
Hemapo +
16 FS Recormon 15 + 1 7,9
Hemapo + Hemapo (97) +
17 M Recormon 19 + 1 9,3 Recormon (23)
Hemapo +
18 MG Recormon 2 + 14 7,9
Hemapo +
19 P Recormon 14 + 2 [10,2]
Hemapo +
20 UIN Recormon 13 + 1 [10,5]

151
Universitas Sumatera Utara
e. Diagnosis penyakit ginjal obstruktif infektif (PGOI)

Jumlah EPO Hb (g/dl) Total pemakain


No Inisial Model terapi EPO
(Syringe) EPO (Syringe)
1 AS Hemapo 12 9,9
2 FHS Hemapo 17 8,9
Hemapo (71)
3 GM Hemapo 16 5,7
4 LSH Hemapo 10 [10,1]
5 ROHS Hemapo 16 9,9

6 KBS Hemapo + Eprex 5+9 [10,1] Hemapo (12) +


Eprex (23)
7 ROS Hemapo + Eprex 7 + 14 7,6
Hemapo +
8 AG Recormon 12 + 3 9,7 Hemapo (13) +
Hemapo + Recormon (33)
9 SPIN Recormon 1 + 10 [10,3]

Keterangan :
[ ] = Nilai Hb dialisis tercapai (10,0 – 12,0 g/dl)

152
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 26 Perhitungan jumlah obat dan biaya obat simtomatik PGK stadium 5
berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi eritropoietin
26.1 Perhitungan jumlah obat dan biaya obat simtomatik diagnosis hypertension
nephropathy (HN).
a. Kelompok terapi Hemapo

No Harga obat Jumlah Total harga


Nama obat per unit (Rp) Obat obat (Rp)
(unit)
1 Amlodipin 10 mg 214 1323 283.122
2 Amlodipin 5 mg 113 966 109.158
3 Antasida DOEN susp 60 ml 2.643 18 47.574
4 Asam asetil salisilat 80 mg 120 70 8.400
5 Asam askorbat 50 mg 140 23 3.220
6 Asam mefenamat 500 mg 160 28 4.480
7 Asam tranexamat 500 mg 1.358 62 84.196
8 Atropin sulfat injeksi 1.639 4 6.556
9 Bisakodil 5 mg 391 7 2.737
10 Bisoprolol 5 mg 346 357 123.522
11 Calsium laktat 500 mg 121 280 33.880
12 Captopril 25 mg 103 21 2.163
13 Captopril 50 mg 168 11 1.848
14 Diltiazem 30 mg 172 7 1.204
15 Deksametason injeksi 2.108 28 59.024
16 Domperidon 10 mg 121 97 11.737
17 Hemafort 1.069 1007 1.076.483
18 ISDN 5 mg 119 235 27.965
19 Kalsitrol (D3)-Osteocal 0,25 2.295 1239 2.843.505
mcg
20 Klobazam 10 mg 1.301 87 113.187
21 Larutan asam amino - KIDMIN 63.002 18 1.134.036
22 Larutan asam amino - EAS 66.780 2 133.560
23 Laxadin sirup 9.856 7 68.992
24 Levofloxacin 500 mg 632 14 8.848
25 Loratadin 10 mg 160 25 4.000
27 Metil prednisolon 4 mg 281 98 27.538
28 Metoklopramide 5 mg 153 28 4.284
29 Natrium diklofenak 50 mg 279 27 7.533
30 Natrium diklofenak 25 mg 201 63 12.663
31 Nipedipin 20 mg - Adalat oros 4.204 70 294.280
32 Nipedipin 30 mg - Adalat oros 4.666 200 933.200

153
Universitas Sumatera Utara
a. Kelompok terapi Hemapo

33 Nefrofer injeksi 53.760 19 1.021.440


34 Omeprazol 20 mg 768 630 483.840
35 Parasetamol 500 mg 66 1841 121.506
36 Salbutamol 2 mg 79 7 553
37 Setrizin 10 mg 123 247 30.381
38 Siprofloksasin 500 mg 409 30 12.270

39 Sukralfat 100 ml susp 11.250 16 180.000


40 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 58 21.982
41 Stesolid 10 mg injeksi 3.233 2 6.466
42 Telmisartan- Micardis 80 mg 7.616 7 53.312
43 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 1211 2.480.128
44 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 339 1.084.800
Total biaya obat simptomatik diagnosis HN,
kelompok terapi Hemapo 12.969.573

b. Kelompok terapi Recormon


Jumlah Total
Harga obat Obat harga obat
No Nama obat per unit Satuan (unit) (Rp)
(Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 56 11.984
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 56 6.328
Antasida DOEN susp 60
3 ml 2.643 botol 1 2.643
4 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 7 2.422
5 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 14 1.694
6 Domperidon 10 mg 121 tablet 7 847
7 Hemafort 1.069 tablet 40 42.760
8 ISDN 5 mg 119 tablet 7 833
Kalsitrol (D3)-Osteocal
9 0,25 mcg 2.295 tablet 42 96.390
10 Laxadin sirup 9.856 botol 1 9.856
11 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 7 1.967
Natrium diklofenak 50 mg
12 -Renadinac 279 tablet 11 3.069
13 Natrium diklofenak 25 mg 201 tablet 7 1.407
14 Omeprazol 20 mg 768 tablet 21 16.128
15 Parasetamol 500 mg 66 tablet 79 5.214
16 Setrizin 10 mg 123 tablet 13 1.599
17 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 14 5.306

154
Universitas Sumatera Utara
b. Kelompok terapi Recormon

18 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 63 129.024


19 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 11 35.200
Total biaya obat simptomatik diagnosis HN,
kelompok terapi Recormon 374.671

c. Kelompok terapi Eprex


Jumlah
Harga obat Obat Total harga
No Nama obat per unit Satuan (unit) obat
(Rp) (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 21 4.494
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 63 7.119
3 Domperidon 10 mg 121 tablet 9 1.089
4 Hemafort 1.069 tablet 35 37.415
Kalsitrol (D3)-Osteocal
5 0,25 mcg 2.295 tablet 42 96.390
6 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 4 215.040
7 Omeprazol 20 mg 768 tablet 21 16.128
8 Parasetamol 500 mg 66 tablet 56 3.696
9 Setrizin 10 mg 123 tablet 13 1.599
Valsartan 80 mg -
10 Diovan 2.048 tablet 42 86.016
Valsartan 160 mg -
11 Diovan 3.200 tablet 4 12.800
Total biaya obat simptomatik diagnosis HN
kelompok terapi Eprex 481.786

d. Kelompok terapi (Hemapo + Eprex)

Harga Jumlah Total harga


No Nama obat obat per Satuan Obat obat
unit (Rp) (unit) (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 161 34.454
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 112 12.656
Antasida DOEN susp 60
1
3 ml 2.643 botol 2.643
4 Asam mefenamat 500 mg 160 tablet 14 2.240
5 Asam tranexamat 500 mg 1.358 tablet 7 9.506
6 Atenolol 50 mg- Fenormin 422 tablet 28 11.816
7 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 84 29.064
8 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 28 3.388
9 Deksametason injeksi 2.108 ampul 2 4.216

155
Universitas Sumatera Utara
d. Kelompok terapi (Hemapo + Eprex)

10 Doksisiklin 100 mg 365 tablet 7 2.555


11 Domperidon 10 mg 121 tablet 36 4.356
12 Hemafort 1.069 tablet 101 107.969
13 Irbesartan 300 mg 1.015 tablet 7 7.105
14 ISDN 5 mg 119 tablet 9 1.071
15 Kalsitrol (D3)-Osteocal 0,25 mcg 2.295 tablet 84 192.780
16 Larutan asam amino - KIDMIN 63.002 botol 2 126.004
17 Larutan asam amino - EAS 66.780 botol 1 66.780
18 Lovenox 0,4 ml 117.500 syringe 10 1.175.000
19 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 18 5.058
20 Metoklopramide 5 mg 153 tablet 7 1.071
21 Natrium diklofenak 25 mg 201 tablet 7 1.407
22 Nipedipin 20 mg - Adalat oros 4.204 tablet 7 29.428
23 Nipedipin 30 mg - Adalat oros 4.666 tablet 35 163.310
24 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 6 322.560
25 Omeprazol 20 mg 768 tablet 77 59.136
26 Parasetamol 500 mg 66 tablet 238 15.708
27 Setrizin 10 mg 123 tablet 26 3.198
28 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 3 33.750
29 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 140 286.720
30 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 61 195.200
Total biaya obat simptomatik diagnosis HN 2.910.149
kelompok terapi (Hemapo + Eprex)

e. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)

Harga Jumlah
obat per Obat Total
No Nama obat unit Satuan (unit) harga obat
(Rp) (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 77 16.478
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 63 7.119
3 Asam askorbat 50 mg 140 tablet 14 1.960
4 Asam mefenamat 500 mg 160 tablet 7 1.120
5 Asam tranexamat 500 mg 1.358 tablet 9 12.222
6 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 42 5.082
7 Deksametason injeksi 2.108 ampul 2 4.216
8 Doksisiklin 100 mg 365 tablet 7 2.555
9 Domperidon 10 mg 121 tablet 16 1.936
10 Hemafort 1.069 tablet 70 74.830
11 ISDN 5 mg 119 tablet 7 833
12 Kalsitrol (D3)-Osteocal 0,25mcg 2.295 tablet 91 208.845

156
Universitas Sumatera Utara
e. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)

13 Laxadin sirup 9.856 botol 1 9.856


14 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 7 1.967
15 Omeprazol 20 mg 768 tablet 56 43.008
16 Parasetamol 500 mg 66 tablet 98 6.468
17 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 1 11.250
18 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 21 7.959
19 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 70 143.360
20 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 21 67.200
Total biaya obat simptomatikdiagnosis HN 628.264
kelompok terapi (Hemapo + Recormon)

f. Kelompok terapi (Hemapo + Eprex + Recormon)


Harga
obat per Jumlah Total harga
No Nama obat unit Satuan Obat (unit) obat
(Rp) (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 154 32.956
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 147 16.611
3 Antasida DOEN susp 60 ml 2.643 botol 1 2.643
4 Asam tranexamat 500 mg 1.358 tablet 9 12.222
5 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 14 4.844
6 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 70 8.470
7 Captopril 50 mg 168 tablet 7 1.176
8 Deksametason injeksi 2.108 ampul 11 23.188
9 Domperidon 10 mg 121 tablet 7 847
10 Hemafort 1.069 tablet 145 155.005
11 ISDN 5 mg 119 tablet 18 2.142
Kalsitrol (D3)-Osteocal 0,25
12 mcg 2.295 tablet 154 353.430
13 Levofloxacin 500 mg 632 tablet 7 4.424
14 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 14 3.934
15 Metoklopramide 5 mg 153 tablet 7 1.071
16 Natrium diklofenak 50 mg 279 tablet 4 1.116
17 Nipedipin 20 mg-Adalat oros 4.204 tablet 35 147.140
18 Nipedipin 30 mg-Adalat oros 4.666 tablet 7 32.662
19 Omeprazol 20 mg 768 tablet 63 48.384
20 Parasetamol 500 mg 66 tablet 126 8.316
21 Setrizin 10 mg 123 tablet 11 1.353
22 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 105 215.040
23 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 7 22.400
Total biaya obat simptomatik diagnosis HN, kelompok terapi
(Hemapo + Eprex + Recormon) 1.099.374

157
Universitas Sumatera Utara
26.2 Perhitungan jumlah obat dan biaya obat simtomatik diagnosis diabetic
nephrophaty (DN)
a. Kelompok terapi Hemapo
Jumlah
Harga Obat
No Nama obat obat per Satuan (unit) Total harga
unit (Rp) obat (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 392 83.888
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 441 49.833
3 Antasida DOEN susp 60 ml 2.643 botol 5 13.215
4 Asam asetil salisilat 80 mg 120 tablet 21 2.520
5 Asam askorbat 50 mg 140 tablet 9 1.260
6 Asam tranexamat 500 mg 1.358 tablet 9 12.222
7 Atenolol 50 mg - Fenormin 422 tablet 14 5.908
8 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 77 26.642
9 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 112 13.552
10 Captopril 50 mg 168 tablet 7 1.176
11 Deksametason injeksi 2.108 ampul 4 8.432
12 Domperidon 10 mg 121 tablet 46 5.566
13 Hemafort 1.069 tablet 303 323.907
14 ISDN 5 mg 119 tablet 27 3.213
Kalsitrol (D3)-Osteocal 0,25
15 mcg 2.295 tablet 392 899.640
16 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 35 45.535
Larutan asam amino -
17 KIDMIN 63.002 botol 3 189.006
18 Larutan asam amino - EAS 66.780 botol 1 66.780
19 Loratadin 10 mg 160 tablet 5 800
20 Lovenox 0,4 ml 117.500 syringe 9 1.057.500
21 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 18 5.058
22 Metoklopramide 5 mg 153 tablet 16 2.448
23 Natrium diklofenak 50 mg 279 tablet 15 4.185
Nipedipin 30 mg - Adalat
7
24 oros 4.666 tablet 32.662
25 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 9 483.840
26 Omeprazol 20 mg 768 tablet 237 182.016
27 Parasetamol 500 mg 66 tablet 546 36.036
28 Setrizin 10 mg 123 tablet 57 7.011
29 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 4 45.000
30 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 17 6.443
31 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 437 894.976

158
Universitas Sumatera Utara
a. Kelompok terapi Hemapo

47
32 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 150.400
Total biaya obat simptomatik diagnosis DN,
kelompok terapi Hemapo 4.660.670

b. Kelompok terapi Recormon


Jumlah
N Harga obat Obat
o Nama obat per unit Satuan (unit) Total harga
(Rp) obat (Rp)

1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 49 10.486

2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 56 6.328

3 Captopril 50 mg 168 tablet 4 672

4 Deksametason injeksi 2.108 ampul 2 4.216

5 Domperidon 10 mg 121 tablet 9 1.089

6 Hemafort 1.069 tablet 33 35.277

7 ISDN 5 mg 119 tablet 9 1.071


Kalsitrol (D3)-Osteocal
8 0,25 mcg 2.295 tablet 70 160.650
Larutan asam amino -
9 KIDMIN 63.002 botol 1 63.002

10 Larutan asam amino - EAS 66.780 botol 1 66.780

11 Laxadin sirup 9.856 botol 1 9.856

12 Levofloxacin 500 mg 632 tablet 7 4.424

13 Omeprazol 20 mg 768 tablet 28 21.504

14 Parasetamol 500 mg 66 tablet 49 3.234

15 Setrizin 10 mg 123 tablet 3 369

16 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 7 2.653

17 Valsartan 80 mg- Diovan 2.048 tablet 42 86.016

159
Universitas Sumatera Utara
b. Kelompok terapi Recormon

18 Valsartan 160 mg- Diovan 3.200 tablet 11 35.200


Total biaya obat simptomatik diagnosis DN,
kelompok terapi Recormon 512.827

c. Kelompok terapi (Hemapo + Eprex)


Total
Harga obat Jumlah harga
No Nama obat per unit (Rp) Satuan Obat (unit) obat (Rp)

1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 154 32.956

2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 133 15.029

3 Asam askorbat 50 mg 140 tablet 14 1.960


Atenolol 50 mg -
4 Fenormin 422 tablet 35 14.770

5 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 35 12.110

6 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 35 4.235

7 Deksametason injeksi 2.108 ampul 3 6.324

8 Diltiazem 30 mg 173 tablet 42 7.266


Diltiazem 100 mg -
9 Herbesar CD 5.491 tablet 21 115.311

10 Domperidon 10 mg 121 tablet 7 847


Gabapentin 100mg -
11 Alpentin 1.788 tablet 30 53.640

12 Hemafort 1.069 tablet 151 161.419


Human Insulin -
13 Humuli N kwikpen 100.548 flacon 3 301.644
Kalsitrol (D3)-
14 Osteocal 0,25 mcg 2.295 tablet 99 227.205

15 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 14 18.214


5
16 Loratadin 10 mg 160 tablet 800
16
17 Lovenox 0,4 ml 117.500 syringe 1.880.000
18 Metil prednisolon 4mg 281 281 tablet 9 2.529

160
Universitas Sumatera Utara
7
19 Metoklopramide 5 mg 153 tablet 1.071
Natrium diklofenak 25
7
20 mg 201 tablet 1.407
Natrium diklofenak 50
11
21 mg 279 tablet 3.069
Nipedipin 30 mg -
77
22 Adalat oros 4.666 tablet 359.282
6
23 Novorapid flex pen 109.620 pen 657.720
70
24 Omeprazol 20 mg 768 tablet 53.760
252
25 Parasetamol 500 mg 66 tablet 16.632
46
26 Setrizin 10 mg 123 tablet 5.658
1
27 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 11.250
Sukralfat 500 mg-
7
28 Ulsidex 379 tablet 2.653
7
29 Telmisartan 40 mg 4.288 tablet 30.016
Valsartan 80 mg -
175
30 Diovan 2.048 tablet 358.400
Valsartan 160 mg -
78
31 Diovan 3.200 tablet 249.600
Total biaya obat simptomatik diagnosis DN,
kelompok terapi (Hemapo + Eprex) 4.606.777

d. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)


Harga Jumlah
No Nama obat obat per Satuan Obat Total harga
unit (Rp) (unit) obat (Rp)

1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 203 43.442

2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 238 26.894


Antasida DOEN
3 susp 60 ml 2.643 botol 1 2.643
Asam mefenamat
4 500 mg 160 tablet 7 1.120
Asam tranexamat
5 500 mg 1.358 tablet 7 9.506

6 Asam askorbat 50mg 140 tablet 16 2.240

161
Universitas Sumatera Utara
d. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)

7 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 2 692


Calsium laktat 500
8 mg 121 tablet 56 6.776
Deksametason
9 injeksi 2.108 ampul 6 12.648

10 Domperidon 10 mg 121 tablet 21 2.541


Epineprin
11 (Adrenalin) 2.236 ampul 40 89.440

12 Hemafort 1.069 tablet 150 160.350

13 ISDN 5 mg 119 tablet 16 1.904


Kalsitrol (D3)-
14 Osteocal 0,25 mcg 2.295 tablet 252 578.340

15 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 7 9.107


Larutan asam amino
16 - KIDMIN 63.002 botol 2 126.004
Levofloxacin 500
18 mg 632 tablet 28 17.696

19 Lovenox 0,4 mg 117.500 syrg 2 235.000


Metil prednisolon 4
20 mg 281 tablet 32 8.992
Natrium diklofenak
21 50 mg 279 tablet 4 1.116

22 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 6 322.560

23 Omeprazol 20 mg 768 tablet 105 80.640

24 Parasetamol 500 mg 66 tablet 294 19.404

25 Setrizin 10 mg 123 tablet 51 6.273


Siprofloksasin 500
26 mg 409 tablet 7 2.863
Sukralfat 100 ml
27 susp 11.250 botol 2 22.500
Sukralfat 500 mg-
28 Ulsidex 379 tablet 28 10.612
Valsartan 80 mg -
29 Diovan 2.048 tablet 231 473.088

162
Universitas Sumatera Utara
d. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)
Valsartan 160 mg -
30 Diovan 3.200 tablet 38 121.600
Total biaya obat simptomatik diagnosis DN, kelompok terapi
(Hemapo + Recormon) 2.395.991

26.3 Perhitungan jumlah obat dan biaya obat simtomatik PGK stadium 5
diagnosis hypertension nephropathy (HN) dan diabetic nephrophaty (DN)

a. Kelompok terapi Hemapo


Harga obat Jumlah
No Nama obat per unit Satuan Obat Total
(Rp) (unit) harga obat
1 Allupurinol 300 mg 269 tablet 28 7.532
2 Amlodipin 10 mg 214 tablet 70 14.980
3 Amlodipin 5 mg 113 tablet 56 6.328
Antasida DOEN susp
4 60 ml 2.643 botol 3 7.929
5 Asam askorbat 50 mg 140 tablet 14 1.960
6 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 56 19.376
7 Captopril 25 mg 103 tablet 14 1.442
8 Domperidon 10 mg 121 tablet 7 847
9 Hemafort 1.069 tablet 82 87.658
10 ISDN 5 mg 119 tablet 9 1.071
Kalsitrol (D3)-Osteocal
11 0,25 mcg 2.295 tablet 84 192.780
12 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 7 9.107
Larutan asam amino -
13 KIDMIN 63.002 botol 1 63.002
14 Laxadin sirup 9.856 botol 1 9.856
15 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 9 2.529
Nipedipin 20 mg -
16 Adalat oros 4.204 tablet 49 205.996
Nipedipin 30 mg -
17 Adalat oros 4.666 tablet 35 163.310
18 Omeprazol 20 mg 768 tablet 49 37.632
19 Parasetamol 500 mg 66 tablet 126 8.316
20 Setrizin 10 mg 123 tablet 17 2.091
21 Siprofloksasin 500 mg 409 tablet 7 2.863
22 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 1 11.250
Sukralfat 500 mg-
23 Ulsidex 379 tablet 14 5.306
Telmisartan- Micardis
24 40 mg 4.288 tablet 7 30.016

163
Universitas Sumatera Utara
Valsartan 80 mg -
25 Diovan 2.048 tablet 28 57.344
Valsartan 160 mg -
26 Diovan 3.200 tablet 8 25.600
Total biaya obat simptomatik diagnosis (HN + DN),
kelompok terapi Hemapo 968.589

b. Kelompok terapi (Hemapo + Eprex)


Harga Jumlah Total
obat per Obat harga obat
No Nama obat unit (Rp) Satuan (unit) (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 86 18.404
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 42 4.746
3 Asam askorbat 50 mg 140 tablet 14 1.960
4 Asam asetil salisilat 80 mg 120 tablet 7 840
5 Deksametason injeksi 2.108 ampul 4 8.432
6 Hemafort 1.069 tablet 47 50.243
7 ISDN 5 mg 119 tablet 9 1.071
Kalsitrol (D3)-Osteocal
8 0,25 mcg 2.295 tablet 90 206.550
9 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 7 9.107
Larutan asam amino -
10 KIDMIN 63.002 botol 1 63.002
11 Levofloxacin 500 mg 632 tablet 21 13.272
12 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 9 2.529
13 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 1 53.760
14 Omeprazol 20 mg 768 tablet 35 26.880
15 Parasetamol 500 mg 66 tablet 77 5.082
16 Setrizin 10 mg 123 tablet 5 615
17 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 7 2.653
18 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 93 190.464
19 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 8 25.600
Total biaya obat simptomatik diagnosis HN+DN, kelompok terapi
(Hemapo + Eprex) 685.210

c. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)


Harga Jumlah
Nama obat obat per Satuan Obat Total harga
No unit (Rp) (unit) obat (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 42 8.988
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 56 6.328
3 Asam askorbat 50 mg 140 tablet 14 1.960
4 Atenolol - Fenormin 50 mg 422 tablet 7 2.954

164
Universitas Sumatera Utara
c. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)

5 Bisoprolol 2,5 mg 597 tablet 7 4.179


6 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 14 4.844
7 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 20 2.420
8 Hemafort 1.069 tablet 35 37.415
9 ISDN 5 mg 119 tablet 9 1.071
Kalsitrol (D3)-Osteocal 0,25
10 mcg 2.295 tablet 70 160.650
11 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 1 1.301
Larutan asam amino -
12 KIDMIN 63.002 botol 1 63.002
13 Laxadin sirup 9.856 botol 1 9.856
14 Omeprazol 20 mg 768 tablet 35 26.880
15 Parasetamol 500 mg 66 tablet 70 4.620
16 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 2 22.500
17 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 14 5.306
18 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 49 100.352
19 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 7 22.400
Total biaya obat simptomatik diagnosis HN+DN, kelompok terapi
(Hemapo + Recormon) 487.026

26.4 Perhitungan jumlah obat dan biaya obat simtomatik PGK stadium 5
diagnosis glomerulo nephritis chronic (GNC)
a. Kelompok terapi Hemapo
Harga
obat per Jumlah
Nama obat unit Satuan Obat Total harga
No (Rp) (unit) obat (Rp)
1 Allupurinol 300 mg 269 tablet 7 1.883
2 Amlodipin 10 mg 214 tablet 476 101.864
3 Amlodipin 5 mg 113 tablet 338 38.194
Antasida DOEN susp 60
4 ml 2.643 botol 7 18.501
5 Asam mefenamat 500 mg 160 tablet 35 5.600
6 Asam tranexamat 500 mg 1.358 tablet 37 50.246
7 Bisoprolol 2,5 mg 597 tablet 56 33.432
8 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 126 43.596
9 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 126 15.246
11 Captopril 50 mg 168 tablet 79 13.272
12 Deksametason injeksi 2.108 ampul 15 31.620
13 Domperidon 10 mg 121 tablet 52 6.292

165
Universitas Sumatera Utara
a. Kelompok terapi Hemapo

14 Epineprin (Adrenalin) 2.236 ampul 2 4.472


15 Hemafort 1.069 tablet 328 350.632
16 ISDN 5 mg 119 tablet 86 10.234
Kalsitrol (D3)-Osteocal
17 0,25 mcg 2.295 tablet 392 899.640
21 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 7 9.107
Larutan asam amino -
23 KIDMIN 63.002 botol 8 504.016
24 Laxadin sirup 9.856 botol 2 19.712
25 Levofloxacin 500 mg 632 tablet 12 7.584
26 Loratadin 10 mg 160 tablet 10 1.600
27 Lovenox 0,4 mg 117.500 syrg 4 470.000
28 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 46 12.926
29 Metoklopramide 5 mg 153 tablet 7 1.071
30 Natrium diklofenak 50 mg 279 tablet 4 1.116
31 Natrium diklofenak 25 mg 201 tablet 7 1.407
Nipedipin 20 mg - Adalat
32 oros 4.204 tablet 21 88.284
Nipedipin 30 mg - Adalat
33 oros 4.666 tablet 49 228.634
34 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 34 1.827.840
35 Omeprazol 20 mg 768 tablet 181 139.008
37 Parasetamol 500 mg 66 tablet 557 36.762
39 Setrizin 10 mg 123 tablet 57 7.011
40 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 8 90.000
43 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 22 8.338
44 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 434 888.832
45 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 117 374.400
Total biaya obat simptomatik diagnosis GNC,
Kelompok terapi Hemapo 6.340.489

a. Kelompok terapi Recormon


Harga Jumlah
No Nama obat obat per Satuan Obat Total harga
unit (Rp) (unit) obat (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 70 14.980
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 28 3.164
Antasida DOEN susp 60
3 ml 2.643 botol 2 5.286
4 Asam askorbat 50 mg 140 tablet 14 1.960
Asam tranexamat 500
5 mg 1.358 tablet 7 9.506

166
Universitas Sumatera Utara
a. Kelompok terapi Recormon
6 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 7 2.422
7 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 28 3.388
8 Domperidon 10 mg 121 tablet 7 847
9 Deksametason injeksi 2.108 ampul 2 4.216
10 Hemafort 1.069 tablet 21 22.449
Kalsitrol (D3)-Osteocal
11 0,25 mcg 2.295 tablet 28 64.260
12 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 7 9.107
13 Laxadin sirup 9.856 botol 2 19.712
14 Levofloxacin 500 mg 632 tablet 7 4.424
15 Metoklopramide 5 mg 153 tablet 7 1.071
16 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 1 53.760
17 Omeprazol 20 mg 768 tablet 28 21.504
18 Parasetamol 500 mg 66 tablet 70 4.620
19 Siprofloksasin 500 mg 409 tablet 10 4.090
20 Setrizin 10 mg 123 tablet 6 738
Valsartan 80 mg -
21 Diovan 2.048 tablet 56 114.688
Valsartan 160 mg -
22 Diovan 3.200 tablet 14 44.800
Total biaya obat simptomatik diagnosis GNC,
kelompok terapi Recormon 410.992

c. Kelompok terapi Eprex


Jumlah
Harga obat Obat Total
No Nama obat per unit (Rp) Satuan (unit) harga obat
1 Amlodipin 5 mg 113 tablet 14 1.582
Antasida DOEN susp 60
2 ml 2.643 botol 2 5.286
3 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 47 16.262
4 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 14 1.694
5 Hemafort 1.069 tablet 40 42.760
Kalsitrol (D3)-Osteocal
6 0,25 mcg 2.295 tablet 28 64.260
Larutan asam amino -
7 EAS 66.780 botol 1 66.780
Natrium diklofenak 50
8 mg 279 tablet 4 1.116
Nipedipin 20 mg -
9 Adalat oros 4.204 tablet 7 29.428
Nipedipin 30 mg -
10 Adalat oros 4.666 tablet 70 326.620

167
Universitas Sumatera Utara
c. Kelompok terapi Eprex
11 Omeprazol 20 mg 768 tablet 28 21.504
12 Parasetamol 500 mg 66 tablet 63 4.158
13 Setrizin 10 mg 123 tablet 8 984
14 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 1 11.250
Valsartan 160 mg -
15 Diovan 3.200 tablet 77 246.400
Total biaya obat simptomatik diagnosis GNC,
kelompok terapi Eprex 840.084

d. kelompok terapi (Hemapo + Eprex)


Harga obat Jumlah Total
No per unit Satuan Obat harga obat
Nama obat (Rp) (unit) (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 119 25.466
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 112 12.656
Antasida DOEN susp 60
3 ml 2.643 botol 1 2.643
4 Asam tranexamat 500 mg 1.358 tablet 7 9.506
5 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 105 36.330
6 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 28 3.388
7 Captopril 50 mg 168 tablet 7 1.176
8 Deksametason injeksi 2.108 ampul 2 4.216
9 Hemafort 1.069 tablet 96 102.624
10 ISDN 5 mg 119 tablet 46 5.474
Kalsitrol (D3)-Osteocal
11 0,25 mcg 2.295 tablet 112 257.040
12 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 42 54.642
Larutan asam amino -
13 KIDMIN 63.002 botol 10 630.020
14 Loratadin 10 mg 160 tablet 8 1.280
15 Lovenox 0,4 ml 117.500 syringe 1 117.500
Nipedipin 20 mg - Adalat
16 oros 4.204 tablet 7 29.428
17 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 14 752.640
18 Omeprazol 20 mg 768 tablet 63 48.384
19 Parasetamol 500 mg 66 tablet 147 9.702
20 Setrizin 10 mg 123 tablet 16 1.968
21 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 1 11.250
Sukralfat 500 mg-
22 Ulsidex 379 tablet 7 2.653
Valsartan 80 mg -
23 Diovan 2.048 tablet 112 229.376

168
Universitas Sumatera Utara
c. kelompok terapi (Hemapo + Eprex)
Valsartan 160 mg -
24 Diovan 3.200 tablet 18 57.600
Total biaya obat simptomatik diagnosis GNC,
kelompok terapi (Hemapo + Eprex) 2.406.962

d. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)


Harga obat Jumlah Total
No per unit Satuan Obat harga obat
Nama obat (Rp) (unit) (Rp)
1 Allupurinol 300 mg 269 tablet 7 1.883
2 Amlodipin 10 mg 214 tablet 406 86.884
3 Amlodipin 5 mg 113 tablet 259 29.267
Antasida DOEN susp
4 60 ml 2.643 botol 2 5.286
5 Asam askorbat 50 mg 140 tablet 42 5.880
Asam mefenamat 500
6 mg 160 tablet 7 1.120
Atenolol-Fenormin 50
7 mg 422 tablet 21 8.862
8 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 35 12.110
9 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 70 8.470
10 Captopril 50 mg 168 tablet 7 1.176
11 Deksametason injeksi 2.108 ampul 8 16.864
12 Domperidon 10 mg 121 tablet 27 3.267
13 Hemafort 1.069 tablet 273 291.837
14 ISDN 5 mg 119 tablet 131 15.589
Kalsitrol (D3)-Osteocal
15 0,25 mcg 2.295 tablet 399 915.705
16 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 7 9.107
Larutan asam amino -
17 KIDMIN 63.002 botol 10 630.020
18 Laxadin sirup 9.856 botol 1 9.856
19 Levofloxacin 500 mg 632 tablet 23 14.536
20 Loratadin 10 mg 160 tablet 5 800
21 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 32 8.992
22 Metoklopramide 5 mg 153 tablet 15 2.295
Natrium diklofenak 50
23 mg 279 tablet 15 4.185
Natrium diklofenak 25
24 mg 201 tablet 14 2.814
Nipedipin 20 mg -
25 Adalat oros 4.204 tablet 14 58.856

169
Universitas Sumatera Utara
d. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)
Nipedipin 30 mg -
26 Adalat oros 4.666 tablet 14 65.324
27 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 1 53.760
28 Omeprazol 20 mg 768 tablet 196 150.528
29 Parasetamol 500 mg 66 tablet 469 30.954
30 Setrizin 10 mg 123 tablet 82 10.086
31 Siprofloksasin 500 mg 409 tablet 12 4.908
32 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 5 56.250
Sukralfat 500 mg-
33 Ulsidex 379 tablet 14 5.306
Valsartan 80 mg -
34 Diovan 2.048 tablet 441 903.168
Valsartan 160 mg –
35 Diovan 3.200 tablet 57 182.400
Total biaya obat simptomatik diagnosis GNC,
kelompok terapi (Hemapo + Recormon) 3.606.462

26.5 Perhitungan jumlah obat dan biaya obat simtomatik PGK stadium 5
diagnosis penyakit ginjal obstruktif infectif (PGOI)
a. Kelompok terapi Hemapo
Harga
obat per Jumlah Total
No Nama obat unit Satuan Obat harga
(Rp) (unit) obat (Rp)
1 Amlodipin 10 mg 214 tablet 322 68.908
2 Amlodipin 5 mg 113 tablet 252 28.476
3 Antasida DOEN susp 60 ml 2.643 botol 5 13.215
4 Asam askorbat 50 mg 140 tablet 14 1.960
5 Asam mefenamat 500 mg 160 tablet 35 5.600
6 Asam tranexamat 500 mg 1.358 tablet 9 12.222
7 Atenolol - Fenormin 50 mg 422 tablet 436 183.992
8 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 14 4.844
9 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 70 8.470
10 Captopril 25 mg 103 tablet 14 1.442
11 Captopril 50 mg 168 tablet 4 672
12 Deksametason injeksi 2.108 ampul 9 18.972
13 Domperidon 10 mg 121 tablet 21 2.541
14 Hemafort 1.069 tablet 246 262.974
15 ISDN 5 mg 119 tablet 71 8.449
Kalsitrol (D3)-Osteocal 0,25
16 mcg 2.295 tablet 154 353.430

170
Universitas Sumatera Utara
b. Kelompok terapi Hemapo

17 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 14 18.214


Larutan asam amino -
18 KIDMIN 63.002 botol 1 63.002
19 Laxadin sirup 9.856 botol 1 9.856
20 Levofloxacin 500 mg 632 tablet 8 5.056
21 Loratadin 10 mg 160 tablet 10 1.600
22 Metil prednisolon 4 mg 281 tablet 25 7.025
23 Metoklopramide 5 mg 153 tablet 14 2.142
24 Natrium diklofenak 50 mg 279 tablet 15 4.185
25 Natrium diklofenak 25 mg 201 tablet 7 1.407
Nipedipin 30 mg - Adalat
26 oros 4.666 tablet 7 32.662
27 Nefrofer injeksi 53.760 ampul 15 806.400
28 Omeprazol 20 mg 768 tablet 133 102.144
29 Parasetamol 500 mg 66 tablet 378 24.948
30 Setrizin 10 mg 123 tablet 50 6.150
31 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 2 22.500
32 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 14 5.306
33 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 301 616.448
34 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 48 153.600
Total biaya obat simptomatik diagnosis PGOI,
kelompok terapi Hemapo 2.858.812

b. Kelompok terapi (Hemapo + Eprex)


Harga Jumlah
No Nama obat obat per Satuan Obat Total harga
unit (Rp) (unit) obat (Rp)
1 Allupurinol 300 mg 269 tablet 7 1883
2 Amlodipin 10 mg 214 tablet 147 31.458
3 Amlodipin 5 mg 113 tablet 84 9.492
4 Asam asetil salisilat 80 mg 120 tablet 7 840
5 Asam askornat 50 mg 140 tablet 4 560
6 Asam tranexamat 500 mg 1.358 tablet 23 31.234
7 Bisoprolol 5 mg 346 tablet 7 2.422
8 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 28 3.388
9 Hemafort 1.069 tablet 85 90.865
10 ISDN 5 mg 119 tablet 14 1.666
Kalsitrol (D3)-Osteocal
84
11 0,25 mcg 2.295 tablet 192.780
12 Klobazam 10 mg 1.301 tablet 7 9.107
13 Lovenox 0,4 ml 117.500 syringe 1 117.500

171
Universitas Sumatera Utara
b. Kelompok terapi (Hemapo + Eprex)

14 Larutan asam amino - EAS 66.780 botol 1 66.780


Larutan asam amino -
1
15 KIDMIN 63.002 botol 63.002
16 Natrium diklofenak 50 mg 279 tablet 7 1.953
17 Natrium diklofenak 25 mg 201 tablet 14 2.814
18 Omeprazol 20 mg 768 tablet 42 32.256
19 Parasetamol 500 mg 66 tablet 147 9.702
20 Setrizin 10 mg 123 tablet 31 3.813
21 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 1 11.250
22 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 7 2.653
23 Valsartan 80 mg - Diovan 2.048 tablet 126 258.048
24 Valsartan 160 mg - Diovan 3.200 tablet 17 54.400
Total biaya obat simptomatik diagnosis PGOI
kelompok terapi (Hemapo + Eprex ) 997.983

c. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)


Harga Jumlah
No Nama obat obat per Satuan Obat Total harga
unit (Rp) (unit) obat (Rp)
1 Allupurinol 300 mg 269 tablet 7 1.883
2 Amlodipin 10 mg 214 tablet 56 11.984
3 Amlodipin 5 mg 113 tablet 133 15.029
4 Asam mefenamat 500 mg 160 tablet 14 2.240
5 Betahistin 6 mg 207 tablet 5 1.035
6 Calsium laktat 500 mg 121 tablet 70 8.470
7 Deksametason injeksi 2.108 ampul 2 4.216
8 Domperidon 10 mg 121 tablet 7 847
9 Hemafort 1.069 tablet 31 33.139
10 ISDN 5 mg 119 tablet 9 1.071
Kalsitrol (D3)-Osteocal
11 0,25 mcg 2.295 tablet 14 32.130
Larutan asam amino -
12 KIDMIN 63.002 botol 2 126.004
13 Larutan asam amino - EAS 66.780 botol 1 66.780
Nipedipin 30 mg - Adalat
15 oros 4.666 tablet 14 65.324
16 Omeprazol 20 mg 768 tablet 35 26.880
17 Parasetamol 500 mg 66 tablet 140 9.240
18 Setrizin 10 mg 123 tablet 11 1.353
19 Sukralfat 100 ml susp 11.250 botol 1 11.250
20 Sukralfat 500 mg-Ulsidex 379 tablet 7 2.653

172
Universitas Sumatera Utara
c. Kelompok terapi (Hemapo + Recormon)
Valsartan 80 mg –
21 Diovan 2.048 tablet 77 157.696
Valsartan 160 mg -
22 Diovan 3.200 tablet 18 57.600

Total biaya obat simptomatik diagnosis PGOI 634.941

26.6 Total biaya obat-obatan simtomatik PGK stadium 5 berdasarkan kelompok


diagnosis dan jenis terapi eritropoietin

subjek Total biaya obat


Diagnosis Model Terapi Eritropoietin simtomatik
(n)
(Rp)
Hemapo 28 12.969.573
Recormon 1 374.671
Eprex 1 481.789
HN
Hemapo + Eprex 3 2.910.149
Hemapo + Recormon 2 628.264
Hemapo + Eprex + Recormon 3 1.099.374
Hemapo 8 4.660.670
Recormon 1 521.827
DN
Hemapo + Eprex 4 4.606.777
Hemapo + Recormon 4 2.395.991
Hemapo 2 968.589
HN + DN Hemapo + Eprex 1 685.210
Hemapo + Recormon 1 487.026
Hemapo 9 6.340.489
Recormon 1 410.992
GNC Eprex 1 840.084
Hemapo + Eprex 2 2.406.962
Hemapo + Recormon 7 3.606.462
Hemapo 5 2.858.812
PGOI Hemapo + Eprex 2 997.983
Hemapo + Recormon 2 634.941
Total biaya obat – obatan simtomatik 88 50.886.635

173
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 27 Perhitungan total biaya langsung medis pasien PGK stadium 5 berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi eritropoietin

Biaya
Total Total harga langsung
Model Terapi
Diagnosis subjek Total biaya Total biaya biaya Total biaya Total harga EPO (Rp) obat Total biaya medis
EPO
honor dokter simtomatik langsung per pasien
(n) (Rp) HD (Rp) Lab (Rp) PRC (Rp) Hemapo Eprex Recormon (Rp) medis (Rp) (Rp)

25.760.00
Hemapo 28 115.500.000 269.500.000 0 4.050.000 69.476.778 - - 12.969.573 497.256.351 17.759.155

Recormon 1 4.125.000 9.625.000 920.000 540.000 - - 3.076.290 374.671 18.660.961 18.660.961

HN Eprex 1 4.125.000 9.625.000 920.000 - - 1.871.100 - 481.789 17.022.889 17.022.889

Hemapo + Eprex 3 12.375.000 28.875.000 2.760.000 - 2.997.729 5.738.040 - 2.910.149 55.655.918 18.551.973
Hemapo +
Recormon 2 8.250.000 19.250.000 1.840.000 540.000 705.348 - 4.209.660 628.264 35.423.272 17.711.636
Hemapo + Eprex
+ Recormon 3 12.375.000 28.875.000 2.760.000 - 3.174.066 997.920 2.266.740 1.099.374 51.548.100 17.182.700

Hemapo 8 33.000.000 77.000.000 7.360.000 - 21.160.440 - - 4.660.670 143.181.110 17.897.639

Recormon 1 4.125.000 9.625.000 920.000 - - - 1.781.010 521.827 16.972.837 16.972.837


DN
Hemapo + Eprex 4 16.500.000 38.500.000 3.680.000 1.080.000 5.113.773 4.116.420 - 4.606.777 73.596.970 18.399.243
Hemapo +
Recormon 4 16.500.000 38.500.000 3.680.000 1.350.000 1.410.696 6.486.480 - 2.395.991 70.323.167 17.580.792

Hemapo 2 8.250.000 19.250.000 1.840.000 - 4.055.751 - - 968.589 34.364.340 17.182.170


HN + DN
Hemapo + Eprex 1 4.125.000 9.625.000 920.000 - 352.674 1.372.140 - 685.210 17.080.024 17.080.024
Hemapo +
Recormon 1 4.125.000 9.625.000 920.000 - 2.821.392 124.740 - 487.026 18.103.158 18.103.158
GNC
Hemapo 9 37.125.000 86.625.000 8.280.000 1.080.000 24.687.180 - - 6.340.489 164.137.669 18.237.519

174
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 27 Perhitungan total biaya langsung medis pasien PGK stadium 5 berdasarkan diagnosis dan kelompok terapi eritropoietin

Biaya
Total harga langsung
Diagnosis Model Terapi EPO subjek Total biaya Total biaya Total biaya Total biaya Total harga EPO (Rp) obat Total biaya medis
honor simtomatik langsung per pasien
(n) dokter (Rp) HD (Rp) Lab (Rp) PRC (Rp) Hemapo Eprex Recormon (Rp) medis (Rp) (Rp)

Recormon 1 4.125.000 9.625.000 920.000 - - - 2.752.470 410.992 17.833.462 17.833.462

Eprex 1 4.125.000 9.625.000 920.000 - - 1.871.100 - 840.084 17.381.184 17.381.184

Hemapo + Eprex 2 8.250.000 19.250.000 1.840.000 540.000 881.685 3.243.240 - 2.406.962 36.411.887 18.205.944
Hemapo +
Recormon 7 28.875.000 67.375.000 6.440.000 - 17.104.689 - 3.723.930 3.606.462 127.125.081 18.160.726

Hemapo 5 20.625.000 48.125.000 4.600.000 810.000 12.519.927 - - 2.858.812 89.538.739 17.907.748


PGOI
Hemapo + Eprex 2 8.250.000 19.250.000 1.840.000 - 2.116.044 2.869.020 - 997.983 35.323.047 17.661.524
Hemapo +
Recormon 2 8.250.000 19.250.000 1.840.000 - 2.292.381 - 5.343.030 634.941 37.610.352 18.805.176
Total Biaya Langsung Medis
(Rp) 88 363.000.000 847.000.000 80.960.000 9.990.000 170.870.553 28.690.200 23.153.130 50.886.635 1.574.550.518 -

175
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai