Anda di halaman 1dari 100

UNIVERSITAS INDONESIA

PERAN SERTA FARMASI KLINIK DALAM MEMPERBAIKI


EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIBIOTIK DI PICU
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO

TESIS

NANDA ASYURA RIZKYANI


1206339531

PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
2014
UNIVERSITAS INDONESIA

PERAN SERTA FARMASI KLINIK DALAM MEMPERBAIKI


EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIBIOTIK DI PICU
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

NANDA ASYURA RIZKYANI


1206339531

PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN


FAKULTAS FARMASI
DEPOK
2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Nanda Asyura Rizkyani

NPM : 1206339531

Tanda Tangan :

Tanggal : 8 Januari 2015

ii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :


Nama : Nanda Asyura Rizkyani
NPM : 1206339531
Program Studi : Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
Judul Tesis : Peran Serta Farmasi Klinik dalam Memperbaiki Efektivitas Biaya
Terapi Antibiotik di PICU RSUPN Cipto Mangunkusumo

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Farmasi
pada Program Studi Magister Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Prof. dr. Taralan Tambunan, SpA (K) ( )

Pembimbing II : Rani Sauriasari, M.Sc., Ph. D., Apt ( )

Ketua Sidang : Prof. Dr. Amarila Malik, Apt., M.Si ( )

Penguji : Dra. Retnosari Andrajati M.S., Ph.D., Apt. ( )

Penguji : Dr. Sudibyo Supardi, M.Kes, Apt. ( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 8 Januari 2015

iii Universitas Indonesia


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat
dan karunia, serta bantuan dan pertolongan yang telah diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
tesis ini, sangatlah sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. dr. Taralan Tambunan, Sp.A(K) sebagai dosen pembimbing pertama dan
pembimbing lapangan yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.
2. Rani Sauriasari, M.Sc., Ph. D., Apt sebagai dosen pembimbing kedua yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini.
3. Kepala bagian, perawat dan petugas administrasi PICU juga petugas IT
RSCM.
4. Kepala bagian penelitian RSCM, Dr. dr. Andri Marulitua Lubis, Sp.OT
beserta petugas administrasi bagian penelitian.
5. Dra. Yulia Trisna, Apt, M.Pharm., selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUPN
Cipto Mangunkusumo.
6. Rina Mutiara, M.Pharm., Apt., selaku pembimbing lapangan di PICU RSUPN
Cipto Mangunkusumo.
7. Seluruh staf RSUPN Cipto Mangunkusumo yang telah membantu dan
membimbing dalam pengumpulan data tesis ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran untuk
menyempurnakan tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini dapat membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
November 2014
Penulis

iv Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Nanda Asyura Rizkyani


NPM : 1206339531
Program Studi : Magister Farmasi
Fakultas : Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Peran Serta Farmasi Klinik dalam Memperbaiki Efektivitas Biaya Terapi
Antibiotik di PICU RSUPN Cipto Mangunkusumo
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 8 Januari 2015
Yang menyatakan

( Nanda Asyura Rizkyani)

v Universitas Indonesia
ABSTRAK

Nama : Nanda Asyura Rizkyani


Program Studi : Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
Judul Tesis : Peran Serta Farmasi Klinik dalam Memperbaiki
Efektivitas Biaya Terapi Antibiotik di PICU RSUPN
Cipto Mangunkusumo

Peranan farmasi klinik di era JKN telah berkembang yaitu melakukan evaluasi
farmakoekonomi terutama pada penggunaan antibiotik pasien anak di PICU yang
berisiko tinggi akan resistensi. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi peran
serta farmasi klinik pada terapi antibiotik secara ekonomi di PICU RSCM periode
Mei-Oktober 2014. Metode yang digunakan adalah analisis efektivitas biaya.
terhadap lama rawat pasien pada kelompok pasien yang tidak mendapatkan
rekomendasi periode Mei-Juli 2014 (NR) dibandingkan dengan kelompok pasien
yang mendapat rekomendasi dari farmasi klinik periode Agustus-Oktober 2014
(R). Hasil yang diperoleh dari 42 pasien kelompok NR dan 51 pasien kelompok R
adalah total biaya pada kelompok NR sebesar Rp 427.805.134, sedangkan
kelompok R sebesar Rp 349.302.060. Total lama rawat pasien pada kelompok NR
adalah 268 hari, sedangkan kelompok R adalah 228 hari. Rata-rata lama rawat per
pasien kelompok NR yaitu 6,4 hari sedangkan kelompok R yaitu 4,5 hari.
Persentase efektivitas pada kelompok NR adalah 15,36%, sedangkan kelompok R
22,22%. Hasil ACER kelompok NR adalah Rp 1.591.537/hari, sedangkan ACER
kelompok NR adalah Rp 1.522.013/hari. Hasil analisa sensitivitasnya adalah
dominan karena biaya lebih kecil sedangkan efektivitasnya lebih besar. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa peran serta farmasi klinik dalam terapi dapat
menurunkan biaya dan lama rawat pasien di PICU RSCM.

Kata kunci:
Rekomendasi farmasi klinik, antibiotik, PICU, analisis efektivitas biaya (AEB),
biaya langsung, lama rawat.

vi Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : Nanda Asyura Rizkyani


Study Program : Magister of Pharmacy Faculty of Pharmacy University of
Indonesia
Title : Participation of Clinical Pharmacy in Improving Cost
Effectivity of Antibiotic Therapy in PICU Cipto
Mangunkusumo Hospital

The role of clinical pharmacy in National Health Insurance era to evaluate the use
of antibiotics has been evolved, especially for children in PICU which at high risk
for resistance. The research objective was to evaluate the role of clinical pharmacy
on antibiotic therapy in the PICU RSCM period from May to October 2014. The
method used is cost-effectiveness analysis to length of stay between the group of
patients who did not received recommendation of clinical pharmacy in the period
May - July 2014 (NR) compared with the group of patients who received the
recommendation of clinical pharmacy period from August to October 2014 (R).
The results were obtained from 42 patients NR group and 51 patients in the R
group. The total direct medical costs in the NR group Rp 427.805.134 , while the
R group Rp 349.302.060. Total length of hospital patients in the NR group was
268 days, while the R group was 228 days. Average length of stay per patient in
the NR group was 6.4 days, while R group was 4.5 days. Percentage of effectivity
from the NR group was 15,36%, while the group R was 22,22 %. ACER in NR
group is Rp 1.591.537 per length of stay, whereas the R group is Rp 1.522.013
per length of stay. The results of the sensitivity analysis is dominant because the
costs was less , while its effectiveness is greater. Thus, it can be concluded that
participation in the clinical pharmacy therapy in PICU RSCMcan reduce the cost
and length of hospital patients.

Key words:
Clinical pharmacist recomendation, antibiotics, PICU, cost-effectiveness analysis
(CEA) , direct cost, length of stay.

vii Universitas Indonesia


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................... v
ABSTRAK........................................................................................................vi
ABSTRACT .....................................................................................................vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xiii

1. PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................3
1.3 Tujuan .....................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus ...............................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................4
1.4.1 Untuk Stakeholders (Pemerintah, Asuransi, Rumah Sakit
dan Pasien) ....................................................................................4
1.4.2 Untuk Pendidikan ..........................................................................4
1.4.3 Untuk Penelitian ............................................................................4

2. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................5


2.1 Peranan dan Pelayanan Farmasi Klinik ....................................................5
2.1.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep .................................................6
2.1.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat .......................................7
2.1.3 Rekonsiliasi Obat ........................................................................7

viii Universitas Indonesia


ix

2.1.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ..................................................7


2.1.5 Konseling ....................................................................................8
2.1.6 Visite ...........................................................................................8
2.1.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)...................................................8
2.1.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO).....................................9
2.1.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) ...............................................9
2.1.10 Dispensing Sediaan Steril ............................................................9
2.1.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) ...........................9
2.2 Analisis Efektivitas Biaya/AEB ..............................................................11
2.3 Penggunaan Antibiotik pada Anak ...........................................................13
2.4 Kebijakan Penggunaan Antibiotik di PICU
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM ...............................................15
2.4.1 Ruang PICU Departemen IKA RSCM .........................................15
2.4.2 Kebijakan Penggunaan Antibiotik ...............................................16
2.4.3 Peran Dokter di Departemen IKA RSCM ....................................17
2.4.4 Peran Apoteker di Departemen IKA RSCM ................................17
2.5 Evaluasi Penggunaan Antibiotik ..............................................................18
2.6 Biaya .......................................................................................................19
2.7 Formularium Rumah Sakit .......................................................................21

3. METODE PENELITIAN ............................................................................23


3.1 Landasan Teori, Kerangka Konsep, dan Hipotesis ...................................23
3.1.1 Landasan Teori............................................................................23
3.1.2 Kerangka Konsep ........................................................................23
3.1.3 Hipotesis .....................................................................................24
3.2 Desain Penelitian .....................................................................................24
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................24
3.4 Etik Penelitian .........................................................................................24
3.5 Perkiraan Besar Sampel ...........................................................................24
3.6 Metode Pengambilan Sampel...................................................................25
3.7 Metode Pengumpulan Data ......................................................................26
3.8 Rangkaian Proses Penelitian ....................................................................27

Universitas Indonesia
x

3.9 Definisi Operasional ................................................................................28


3.10 Analisis Data .........................................................................................29
3.11 Alur Penelitian.......................................................................................30

4. HASIL PENELITIAN..................................................................................31
4.1 Alur Pemilihan Subjek Penelitian ..............................................................31
4.2 Karakteristik Klinis Pasien ........................................................................33
4.3 Jenis Rekomendasi Farmasi Klinik ...........................................................36
4.4 Perbandingan Total Biaya dan Lama Rawat Pasien
Pada Kelompok R dan NR........................................................................37
4.5 Hubungan Jenis Penyakit Penyerta dengan Lama Rawat Pasien................39
4.6 Analisis Perbandingan antara Kelompok NR dan R ..................................39

5. PEMBAHASAN ...........................................................................................41
5.1 Jenis Rekomendasi Farmasi Klinik ..........................................................41
5.2 Perbandingan Total Biaya dan Lama Rawat Pasien
Pada Kelompok R dan NR ......................................................................43
5.3 Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian ....................................................45

6. KESIMPULAN & SARAN ..........................................................................47


6.1 Kesimpulan ...............................................................................................47
6.2 Saran ........................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................48


LAMPIRAN .....................................................................................................52

Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
3.1.1 Landasan Teori .............................................................................. 23
3.1.2 Kerangka Konsep .......................................................................... 23
3.10 Alur Penelitian ............................................................................... 30
4.1 Alur Pemilihan Kelompok Pasien .................................................. 31

xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.4 Kategori dan kewenangan penggunaan antibiotika di RSCM ............ 16
3.8 Definisi Operasional ...................................................................... 28
4.1 Karakteristik Klinis Pasien............................................................. 33
4.2 Jenis Penyakit Penyerta yang Tergolong Berat ............................... 35
4.3 Jenis Rekomendasi yang Diberikan Farmasi Klinik ........................ 36
4.4 Analisis Efektivitas Biaya antara Kelompok NR dan R ................. 38
4.5 Hasil Analisis Sensitivitas .............................................................. 38
4.6 Hasil Uji Perbandingan Total Biaya dan Lama Rawat
antara Kelompok NR dengan Kelompok R .................................... 40

xii Universitas Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Jenis Antibiotik yang Digunakan Pada Bulan Mei Oktober 2014 di
PICU RSUPN Cipto Mangunkusumo ............................................ 53
2 Perbandingan Antibiotik Pada Kelompok NR dan R ...................... 54
3 Peta Kuman PICU RSCM Bulan Agustus-Oktober 2014................ 55
4 Pola Sensitivitas Antibiotik di PICU periode Agustus-Oktober
2014 .............................................................................................. 56
5 Penyakit Penyerta .......................................................................... 63
6 Pedoman Penggunaan Antibiotik Divisi PGD Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM ................................................................. 65
7 Hasil Pengolahan Data ................................................................... 66

xiii Universitas Indonesia


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama beberapa tahun belakangan ini, farmasi klinik telah berkembang di
dunia. Kontribusi farmasi klinik di rumah sakit membuat terapi obat menjadi
rasional dan berkualitas. Kerja sama farmasi klinik dengan dokter dan perawat
dapat mengoptimalkan efisiensi, efektivitas, dan keamanan terapi obat. Pelayanan
farmasi klinik mencakup ronde bersama dokter, rekonsiliasi obat, pengkajian awal
obat, meminimalkan efek samping obat, medication error, dan memperbaiki
pemberian obat dengan pemberian informasi obat kepada pasien serta kesesuaian
pengobatan. Dampak peran serta farmasi klinik ini dapat menghemat biaya dan
memperbaiki luaran pasien (Rijdt., D., T., Willems., L., dan Simoens., S., 2008).
Salah satu pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah evaluasi
penggunaan obat baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Kementerian
Kesehatan RI, 2014). Saat ini, isu obat di dunia yang menjadi sorotan untuk
dievaluasi adalah antibiotik (WHO, 2014). Evaluasi antibiotik dapat dilakukan
secara kualitatif dengan menggunakan alur Gyssens dan secara kuantitatif dengan
menghitung jumlah penggunaan antibiotik (Gyssens, I., C., 2011). Hasil evaluasi
kualitatif antibiotik dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah
resistensi bakteri terhadap antibiotik (Brusselaers, N., Vogelaers, D., dan Blot, S.,
2011). Hal ini menyebabkan perawatan pasien menjadi lebih lama, biaya
pengobatan menjadi lebih mahal dan bagi rumah sakit akan menurunkan kualitas
pelayanan rumah sakit bersangkutan (Kollef, Micek, & Dellinger, 2005; Goldman,
2007). Hasil evaluasi penggunaan antibiotik yang tidak rasional secara kuantitatif
adalah meningkatnya jumlah antibiotik yang digunakan terutama di intensive care
unit (ICU) (Malacarne P., Rossi C., dan Bertolini G., 2004; Gyssens, I., C., 2011).
Antibiotik sering digunakan di ICU untuk mengatasi masalah infeksi yang
sering ditemui (Malacarne P., Rossi C., dan Bertolini G., 2004; Ditjen Bina Upaya
Kesehatan Kementerian Kesehatan, 2012; Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2014). Berdasarkan survei yang dilakukan
oleh tim Program Pengendalian Infeksi Antibiotik (PPRA) Departemen Ilmu
Kesehatan Anak pada bulan Juni-November 2011, penggunaan antibiotik di unit

1 Universitas Indonesia
2

perawatan intensif anak pediatric intensive care unit (PICU) cukup tinggi. Pasien
yang dirawat di PICU adalah pasien anak-anak di bawah umur 18 tahun.
Kelompok pasien ini paling berisiko memperoleh antibiotik dengan tidak rasional
(CDC, 2013). Oleh karena itu, terapi antibiotik terutama pada pasien anak-anak
dalam kondisi kritis di PICU memerlukan pemantauan dan evaluasi yang
melibatkan peran serta/rekomendasi dari farmasi klinik agar penggunaan
antibiotik dapat dikendalikan dengan baik (Jhon, L.,J., 2011; Krupicka, M.,I., et
al. 2002.).
Upaya fasilitas pelayanan kesehatan dalam mengendalikan pelayanan terkait
obat termasuk antibiotik adalah membuat formularium rumah sakit. Pemilihan
daftar obat dalam formularium tersebut disusun berdasarkan pola penyakit yang
berkembang di daerah tersebut, efikasi, efektivitas, keamanan, kualitas, biaya, dan
dapat dikelola oleh sumber daya dan keuangan rumah sakit (Siregar, C., 2004).
Pada tingkat nasional, saat ini terdapat pula Formularium Nasional (FORNAS)
yang diberlakukan sebagai acuan penggunaan obat pada Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) (Departemen Kesehatan RI, 2013). Selain itu, implementasi buku
pedoman penggunaan antibiotik dan kebijakan pemberian antibiotik serta kerja
sama tim infeksi termasuk farmasi klinik dapat membantu pengendalian
penggunaan antibiotik (Gyssens, I., C., 2011).
Studi tentang manfaat peran serta farmasi klinik dalam mengurangi biaya
pengobatan di Indonesia masih sangat sedikit. Salah satunya adalah penelitian
analisis efektivitas biaya dari farmasi klinik yang dilakukan terhadap terapi pada
pasien dengan gangguan ginjal kronik (Nasution, A., Sulaiman, S. S. A., dan
Shafie, A. A., 2013). Studi yang ada tentang analisis efektivitas biaya terapi
antibiotik pada anak masih terbatas pada perbandingan program terapi pada
penyakit tertentu, misalnya pneumonia (Puteri, T., D., 2012). Namun data
mengenai seberapa pengaruhnya peran serta farmasi klinik terhadap biaya dan
efektivitas terapi antibiotik di PICU RSCM belum ditemukan di literatur. Padahal
sudah banyak studi di luar negeri menyebutkan dampak peran serta farmasi klinik
dalam PICU dapat menghemat biaya pengobatan (Rijdt., D., T., Willems., L., dan
Simoens., S., 2008; LaRochelle, J., M., Ghaly, M., dan Creel, A.,M., 2012;
Saokaew, S., Maphanta, S., dan Thangsomboon, P., 2009).

Universitas Indonesia
3

Adapun fasilitas pelayanan PICU di rumah sakit di Indonesia masih sedikit


ditemukan. Berdasarkan profil kesehatan RI dan paparan dari Dinkes Jakarta
tentang sistem rujukan berjenjang pelayanan kesehatan di provinsi DKI Jakarta
untuk pasien BPJS, RSUD yang memiliki PICU baru tiga rumah sakit (RS
Tarakan, Koja, dan Cengkareng dengan kapasitas masing-masing 14, 4, dan 2.
RSCM sebagai rumah sakit rujukan nasional di Indonesia memiliki fasilitas PICU
dengan kapasitas tempat tidur yang besar, yaitu 16. Oleh karena itu, perlu
dilakukan analisis farmakoekonomi terhadap pengaruh peran serta farmasi klinik
di PICU pada terapi antibiotik di Indonesia yang dapat mulai dilakukan dari
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebagai rumah sakit rujukan
nasional dengan pasien PICU yang banyak.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah peran serta farmasi klinik di PICU dapat menurunkan rasio biaya
terhadap efektivitas terapi antibiotik pada pasien infeksi anak?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengevaluasi peran serta farmasi klinik pada terapi antibiotik secara
ekonomi pada era JKN di PICU Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA)
RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) periode Mei-Oktober 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Menilai perbandingan total biaya terapi antibiotik pada kelompok
yang mendapat rekomendasi dari farmasi klinik dengan kelompok
yang tidak mendapat rekomendasi dari farmasi klinik di PICU
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo
periode Mei-Oktober 2014.
2. Menilai perbandingan lama rawat per pasien yang memperoleh terapi
antibiotik pada kelompok yang mendapat rekomendasi dari farmasi
klinik dengan kelompok yang tidak mendapat rekomendasi dari

Universitas Indonesia
4

farmasi klinik di PICU Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN


Cipto Mangunkusumo periode Mei-Oktober 2014.
3. Menilai hasil analisa efektivitas biaya terapi antibiotik pada pasien
yang mendapat peran serta farmasi klinik di PICU Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Mei-Oktober
2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk Stakeholders (Pemerintah, Asuransi, Rumah Sakit dan Pasien)


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pentingnya peranan farmasi klinik terhadap penurunan biaya terapi antibiotik
dan lama rawat pada pasien anak yang dirawat di PICU. Bagi pemerintah dan
rumah sakit, penurunan biaya dan lama rawat dapat menguntungkan dalam
hal penghematan anggaran pembiayaan BPJS. Bagi pasien, hal ini dapat
menghemat biaya yang dikeluarkan untuk terapi.

1.4.2 Untuk Pendidikan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bahwa
farmasi klinik perlu memiliki pengetahuan medis untuk membantu terapi
pasien sehingga dapat lebih mengefektifkan pengobatan pasien.

1.4.3 Untuk Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi peranan farmasi
klinik secara farmakoekonomi.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan dan Pelayanan Farmasi Klinik


Farmasi klinik merupakan area farmasi yang mencakup ilmu pengetahuan
dan praktik penggunaan obat yang rasional. Definisi farmasi klinik adalah disiplin
ilmu kesehatan dimana apoteker menyediakan pelayanan pasien yang
mengoptimalkan terapi dan mendukung kesehatan, perbaikan kesehatan, dan
pencegahan penyakit. Praktik farmasi klinik memegang filosofi pelayanan
kefarmasian. Filosofi ini berorientasi dengan pengetahuan, pengalaman, dan
penilaian untuk tujuan mengoptimalkan luaran pasien. Selain itu, farmasi klinik
juga memiliki kontribusi terhadap ilmu pengetahuan yang meningkatkan
kesehatan dan kualitas hidup (American College of Clinical Pharmacy, 2008).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 58
tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, pelayanan
kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Kementerian Kesehatan
RI, 2014).
Pelayanan kefarmasian apoteker di rumah sakit merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
termasuk pelayanan farmasi klinik (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan
pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian,
mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada
produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien
(patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care)
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

5 Universitas Indonesia
6

Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi standar


(Kementerian Kesehatan RI, 2014):
a. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi.
b. Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan luaran terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan
resep,penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pelayanan
Informasi Obat (PIO), konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO),
Monitoring Efek Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO),
dispensing sediaan steril, dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2.1.1. Pengkajian dan Pelayanan Resep


Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian
informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan
terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) (Kementerian Kesehatan
RI, 2014).
Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila
ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien
rawat inap maupun rawat jalan (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Universitas Indonesia
7

2.1.2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah
dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau
data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien (Kementerian Kesehatan
RI, 2014).

2.1.3. Rekonsiliasi Obat


Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan
terjadi pada pemindahan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar
ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke layanan
kesehatan primer dan sebaliknya. Adapun tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat
adalah memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien,
mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter,
dan mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2.1.4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.
Adapun tujuan dilakukannya PIO adalah menyediakan informasi mengenai obat
kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di
luar rumah sakit, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi, dan menunjang penggunaan obat
yang rasional (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Universitas Indonesia
8

2.1.5. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap apoteker. Pemberian konseling
obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang
pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient
safety) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2.1.6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan ROTD, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan
lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit
baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program rumah sakit yang
biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan
mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat
dari rekam medik atau sumber lain (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2.1.7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan
risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) (Kementerian Kesehatan RI,
2014).

Universitas Indonesia
9

2.1.8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek
Samping Obat (ESO) adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait
dengan kerja farmakologi (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2.1.9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)


Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan
kuantitatif. Tujuan EPO yaitu mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola
penggunaan obat, membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu
tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat, dan menilai
pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat (Kementerian Kesehatan RI,
2014).

2.1.10. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS) dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk
dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat. Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan
steril hanya dapat dilakukan oleh rumah sakit yang mempunyai sarana untuk
melakukan produksi sediaan steril (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2.1.11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)


Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi
hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi
klinik adalah faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik, penyakit, dan
farmakoterapi pasien. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien

Universitas Indonesia
10

akan berakibat terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko


tersebut adalah umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status
sistem imun, fungsi ginjal, fungsi hati. Faktor risiko yang terkait penyakit pasien
terdiri dari tiga faktor yaitu tingkat keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat
keparahan, tingkat cidera yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit. Berikutnya,
faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien meliputi toksisitas, profil ROTD,
rute dan teknik pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik
pemberian, dan ketepatan terapi (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi
dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, apoteker kemudian harus mampu
melakukan analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan
semi kuantitatif, evaluasi risiko, dan mengatasi risiko. Kegiatan mengatasi risiko
dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan
rumah sakit, mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko,
menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis), menganalisa risiko yang
mungkin masih ada, dan mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi
menghindari risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam
setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu prioritas perhatian.
Semakin besar risiko dalam suatu pemberian layanan dibutuhkan SDM yang
semakin kompeten dan kerjasama tim (baik antar tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lain/multidisiplin) yang solid. Beberapa unit/area di rumah sakit yang
memiliki risiko tinggi, antara lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat
(UGD), dan kamar operasi (OK) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Adapun peran apoteker dalam Tim yang terkait penggunaan Obat di rumah
sakit antara lain Tim Farmasi dan Terapi (TFT), Tim Pengendalian Infeksi Rumah
Sakit, Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Tim Mutu Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit, Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri, Tim penanggulangan AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndromes), Tim Direct Observed Treatment
Shortcourse (DOTS), Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba

Universitas Indonesia
11

(PPRA), Tim Transplantasi, Tim PKMRS, atau Tim Rumatan Metadon


(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2.2 Analisis efektivitas biaya/AEB


Analisis efektivitas biaya (AEB) cukup sederhana dan banyak digunakan
untuk kajian farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau lebih rekomendasi
dari kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda (Rascati et al., 2009).
Metode analisis ini dapat mengukur biaya sekaligus hasilnya sehingga pengguna
dapat menetapkan bentuk rekomendasi dari kesehatan yang paling efisien
membutuhkan biaya termurah untuk hasil pengobatan yang menjadi tujuan
rekomendasi dari tersebut. AEB dapat digunakan untuk memilih rekomendasi dari
kesehatan yang memberikan nilai tertinggi dengan dana yang terbatas jumlahnya,
misalnya (Kementerian Kesehatan RI, 2012):
1. Membandingkan dua atau lebih jenis obat dari kelas terapi yang sama tetapi
memberikan besaran hasil pengobatan berbeda, misalnya dua obat anti
hipertensi yang memiliki kemampuan penurunan tekanan darah diastolik
yang berbeda.
2. Membandingkan dua atau lebih terapi yang hasil pengobatannya dapat
diukur dengan unit alamiah yang sama, walau mekanisme kerjanya berbeda,
misalnya obat golongan proton pump inhibitor dengan antagonis H2 untuk
reflux oesophagitis parah.
Biaya rekomendasi dari kesehatanpada AEB diukur dalam unit moneter
(rupiah) dan hasil dari rekomendasi tersebut dalam unit alamiah/indikator
kesehatan baik klinis maupun non klinis (non-moneter). Tidak seperti unit
moneter yang seragam atau mudah dikonversikan, indikator kesehatan sangat
beragam. Contoh indikator kesehatan ini adalah mmHg pada penurunan tekanan
darah diastolik (oleh obat antihipertensi), banyaknya katarak yang dapat dioperasi
dengan sejumlah biaya tertentu (dengan prosedur yang berbeda), dan jumlah
kematian yang dapat dicegah (oleh program skrining kanker payudara, vaksinasi
meningitis, dan upaya preventif lainnya).
Oleh sebab itu, AEB hanya dapat digunakan untuk membandingkan
rekomendasi dari kesehatan yang memiliki tujuan sama, atau jika rekomendasi

Universitas Indonesia
12

dari tersebut ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan yang muaranya sama. Jika
hasil rekomendasi darinya berbeda, misalnya penurunan kadar gula darah (oleh
obat antidiabetes) dan penurunan kadar LDL atau kolesterol total (oleh obat
antikolesterol), AEB tak dapat digunakan. Oleh pengambil kebijakan, metode
kajian farmakoekonomi ini terutama digunakan untuk memilih alternatif terbaik di
antara sejumlah rekomendasi dari kesehatan, termasuk obat yang digunakan, yaitu
sistem yang memberikan hasil maksimal untuk sejumlah tertentu dana.
Rumus Average Cost Effectiveness Ratio (ACER): Biaya/Efektivitas. Biaya
dapat dihitung dari biaya langsung, tidak langsung dan lain-lain, sedangkan
efektivitas merupakan unit klinis yang dinilai, misal life years saved, life years
gained, dan lain-lain.
Metode AEB menggunakan penghitungan rasio biaya rerata dan rasio
inkremental efektivitas-biaya (RIEB = incremental cost-effectiveness ratio/ICER).
Manfaat dari RIEB adalah dapat diketahui besarnya biaya tambahan untuk setiap
perubahan satu unit efektivitas-biaya. Selain itu, untuk mempermudah
pengambilan kesimpulan alternatif mana yang memberikan efektivitas-biaya
terbaik, pada kajian dengan metode AEB dapat digunakan tabel efektivitas-biaya.
Saat membandingkan dua macam obat, biasanya digunakan pengukuran
ICER yang menunjukan tambahan biaya terhadap pilihan yang lain. Jika biaya
tambahan ini rendah, berarti obat tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya
tambahan sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik untuk dipilih (Schulman,
2000).
Kajian farmakoekonomi memperhitungkan aspek ketidakpastian
(uncertainty) dari berbagai data yang digunakan maupun yang dihasilkan.
Ketidakpastian timbul antara lain karena:
1. Kurangnya ketersediaan data, sehingga prediksi yang dihasilkan kurang
tajam (precise).
2. Hasil Kajian terhadap parameter umumnya berupa nilai diskrit (single
point, misalnya rerata), sementara dalam realita parameter tersebut berupa
nilai kontinyu yang terdistribusi acak dalam suatu kisaran tertentu.
3. Model analisis yang digunakan, misalnya yang terkait dengan metode
pengkombinasian parameter atau penggeneralisasianhasil kajian.

Universitas Indonesia
13

Agar ketidakpastian yang ada dapat diperhitungkan dengan baik, dampak


dari unsur ketidakpastian harus diidentifikasi, dinilai, dan diinterpretasi terutama
untuk parameter yang paling dominan pada hasil kajian. Metoda yang paling
sederhana untuk menganalisa dampak ketidakpastian adalah analisis sensitivitas
(Berger et al., 2003).

2.3 Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak


Anak-anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran mini dalam hal
pengobatan. Data mengenai farmakokinetika dan farmakodinamika yang kurang
pada anak sering menimbulkan masalah keamanan penggunaan obat. Misalnya
sindrom grey dari kloramfenikol dan kernikterus karena sulfonamid (Dipiro, 2005;
(Departemen Kesehatan, 2009).
Efektivitas dan keamanan obat dapat berbeda di antara kelompok anak dan
dari satu obat ke obat lainnya pada anak dibandingkan dewasa. Penentuan
konsentrasi efektif pada anak-anak bukan masalah mudah. Pada obat baru,
penelitian farmakologis dan toksikologis umumnya dilakukan pada populasi
dewasa, sehingga informasi pada anak-anak dan bayi sangat kurang.
Penggunaan obat perlu memperhatikan perubahan fungsi organ yang sedang
tumbuh dan berkembang pada anak-anak. Perkembangan tersebut menyebabkan
distribusi, metabolisme dan eliminasi obat pada anak dapat bervariasi tidak
hanya dibandingkan dengan pasien dewasa namun juga diantara kelompok anak
itu sendiri. Beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya:
a. Absorpsi
Absorpsi merupakan proses perpindahan obat dari tempat pemberian
ke dalam sistem sirkulasi. Biovailabilitas (ketersediaan hayati) adalah
jangkauan obat yang masuk ke sirkulasi umum. Jumlah obat yang mencapai
sistem sirkulasi dipengaruhi oleh rute pemberian, karakteristik fisikokimia,
dan luasnya metabolisme oleh hati (setelah absorpsi oral). Obat melalui rute
oral dan parenteral pada anak sebanding dengan pasien dewasa. Absorpsi
perkutan meningkat pada bayi dan anak-anak sehingga dosis obat pada
anak-anak lebih baik dihitung dengan rumus luas permukaan tubuh daripada
kilogram berat badan. Absorpsi obat pada pemberian secara intramuskular

Universitas Indonesia
14

bervariasi dan sulit diperkirakan. Perbedaan masa otot, ketidakstabilan


vasomotor perifer, kontraksi otot dan perfusi darah yang relatif lebih kecil
dari dewasa, kecuali persentase air dalam otot bayi lebih besar dibandingkan
dewasa. Pemberian obat secara rektal umumnya berguna untuk bayi dan
anak yang tidak memungkinkan menggunakan sediaan oral seperti pada
kondisi muntah, kejang (Bartelink, Rademaker, Schobben, & van den
Anker, 2006; Departemen Kesehatan, 2009; Edition, Harriet, Service, Johns,
& Hospital, 2002; Engle, 2004; Yokoi, 2009).
b. Distribusi
Distribusi obat pada bayi dan anak berbeda dengan orang dewasa,
karena adanya perbedaan volume cairan ekstraseluler, total air tubuh,
komposisi jaringan lemak, dan ikatan protein. Pada anak-anak, volume
cairan ekstraseluler berkorelasi dengan luas permukaan tubuh, dimana
berkaitan dengan berat badan dan panjang badan atau tinggi badan.
Besarnya volume cairan ekstra sel dan total air tubuh akan menyebabkan
volume distribusi dari obat-obat yang larut dalam air (Bartelink et al., 2006;
Departemen Kesehatan, 2009; Edition et al., 2002; Engle, 2004; Yokoi,
2009).
c. Metabolisme
Metabolisme obat dibagi menjadi dua tahap. Reaksi fase 1 melibatkan
biotransformasi kimia molekul (oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan metilasi)
biasanya menjadi lebih larut air dan metabolit inaktif. Reaksi fase 2 terdiri
dari konjugasi glutation, glukuronidasi, sulfas, dan asetilasi. Volume hati
pada anak-anak meningkat seiring dengan pertambahan usia yang
berkorelasi dengan luas permukaan tubuh. Metabolisme obat dapat
dipengaruhi juga oleh inhibitor dan induser dari beberapa sistem enzim
P450. Antibiotik kebanyakan dimetabolisme oleh CYP3A4 (Bartelink et al.,
2006; Departemen Kesehatan, 2009; Edition et al., 2002; Engle, 2004;
Yokoi, 2009).
d. Eliminasi Melalui Ginjal
Filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, reabsorbsi tubulus menurun dan
bersihan (clearance) obat tidak dapat di prediksi, tergantung cara eliminasi

Universitas Indonesia
15

obat tersebut di ginjal. Pada umumnya obat dan metabolitnya dieliminasi


melalui ginjal. Banyak obat yang dibutuhkan anak namun tidak tersedia
sediaan yang tepat untuk anak, karena itu sediaan obat yang hanya untuk
dewasa perlu dimodifikasi agar dapat diterima oleh bayi dan anak namun
tetap menjamin potensi dan keamanannya (Bartelink et al., 2006;
Departemen Kesehatan, 2009; Edition et al., 2002; Engle, 2004; Yokoi,
2009).

2.4 Kebijakan Penggunaan Antibiotika di PICU Departemen Ilmu Kesehatan


Anak RSCM

2.4.1 Ruang PICU Departemen IKA RSCM

Ruang PICU Departemen IKA RSCM merupakan salah satu ruangan di


Departemen Anak yang khusus menangani kegawatdaruratan (sakit berat dan
kritis, cedera dengan penyulit yang mengancam nyawa) pada pasien anak.
Ruangan ini mempunyai kapasitas 16 tempat tidur, dikepalai oleh satu orang
kepala ruangan dan satu orang wakil kepala ruangan. Pasien yang dirawat di
ruangan ini sebagian besar mendapatkan biaya perawatan dari jaminan
kesehatan BPJS.

2.4.2 Kebijakan Penggunaan Antibiotika

Setiap departemen di RSCM mempunyai Pokja (kelompok kerja) PPRA


(Program Pengendalian Resistensi Antibiotika). Tim PPRA dan konsulen dari
Divisi Infeksi di Departemen Ilmu kesehatan Anak (IKA) RSCM secara
berkala melakukan ronde dan memberikan konsultasi tentang penggunaan
antibiotika di ruangan tersebut. Beberapa panduan bagi tim medis dalam
menggunakan antibiotika sudah dibuat, di antaranya Panduan Penggunaan
Antibiotika (PPAB) RSCM, PPAB Pediatrik RSCM, Kartu Antibiotik
Pediatrik, Panduan Pelayanan Medis di Departemen IKA RSCM dan peta
bakteri dan kepekaan terhadap antibiotika RSCM yang diperbarui setiap tahun.
Selain itu, PPRA RSCM memiliki standar prosedur operasional dalam
persetujuan pemberian antibiotik dan pemberian antibiotik (Tim PPRA, 2013).

Universitas Indonesia
16

Tabel 2.4 Kategori dan Kewenangan Penggunaan Antibiotika di RSCM (Tim Poka
PPRA IKA, 2013)
Lini 1 Lini 2 Lini 3
penggunaan bebas (oleh dokter penggunaan bebas dengan penggunaan terbatas hanya atas
umum dan residen) indikasi tertentu atas persetujuan konsulen khusus
persetujuan konsultan yang telah ditunjuk pada
masing-masing departemen
(Divisi Infeksi)
a. Aminoglikosida: gentamisin a. Aminoglikosida: a. Glikopeptida: vankomisin,
b. Penisilin: ampisilin, amikasin teikoplanin
amoksisilin b. Sefalosporin gen.III oral: b. Oksazolidinon: linezolid
Penisilin+penghambat sefiksim, sefditoren,
c. Sefalosporin generasi III:
betalakmase: sefpodoksim, seftibuten,
seftazidim (terutama pada
ampisilin+sulbaktam, sefprozil.
infeksi Pseudomonas
amoksisilin+klavulanat c. Sefalosporin gen III
aeroginosa)
c. Sefalosporin gen.I: sefradin, injeksi: sefotaksim,
d. Sefalosporin generasi IV:
sefaleksin, sefadroksil, seftriakson, sefoperazon
sefazolin (hanya pada pasien sefepim, sefpirom

d. Sefalosporin gen.II: sefotiam, dengan gangguan ginjal


sefaklor, sefuroksim berat). Seftazidim
e. Fenikol: kloramfenikol, (terutama pada infeksi
tiamfenikol Pseudomonas
f. Asam fusidat aeroginosa)
g. Linkosamid: linkomisin, d. Sefoperazon-sulbaktam
klindamisin (hanya pada pasien
h. Makrolida: eritromisin, dengan gangguan ginjal
spiramisin, roksitromisin, berat)
klaritromisin, azitromisin e. Fosfomisin IV
i. Trimetoprim/sulfametoksazol f. Monobaktam: aztreonam
(kotrimoksazol)
j. Imidazol: metronidazol
k. Fosfomisin oral

Universitas Indonesia
17

2.4.3 Peran Dokter di Departemen IKA RSCM

RSCM sebagai rumah sakit pendidikan yang berhubungan erat dengan


Fakultas Kedokteran UI, memberikan pelayanan pendidikan dan penelitian
bagi tenaga kesehatan terutama dokter yang sedang mengambil pendidikan
dokter spesialis. Selain dirawat oleh DPJP (Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan), pasien juga dibantu oleh PPDS (Peserta Pendidikan Dokter
Spesialis) senior, madya, dan junior.
DPJP mendapatkan laporan keadaan pasien dan rencana tata laksananya
dari PPDS senior, kemudian memutuskan tata laksana pasien tersebut. DPJP
mempunyai jadwal rutin untuk mengunjungi pasiennya, di luar jadwal tersebut
PPDS dapat berkomunikasi dengan DPJP jika diperlukan. PPDS selalu berada
di ruangan untuk memantau keadaan pasien. PPDS senior mempunyai tugas
untuk merencanakan tata laksana pengobatan, berkomunikasi dengan DPJP,
membuat rujukan dan melakukan instruksi pengobatan dengan supervisi DPJP.
(Standar Prosedur, 2008).
Pada penelitian ini peneliti berkomunikasi dan memberikan rekomendasi
pada PPDS senior dengan alasan lebih mudah ditemui dan telah mempunyai
kewenangan untuk mengubah instruksi pengobatan dengan supervisi DPJP.
Perencanaan instruksi pengobatan diperlukan karena setiap pasien memiliki
jenis penyakit penyerta dan tingkat keparahan penyakit yang berbeda. Hal ini
dapat mempengaruhi lama perawatan pasien.

2.4.4 Peran Apoteker di Departemen IKA RSCM

Instalasi Farmasi di Departemen IKA RSCM telah melakukan beberapa


fungsi pelayanan farmasi klinik, diantaranya pelayanan informasi obat, seleksi
produk, monitoring penggunaan obat, pelayanan konseling pasien, edukasi,
penanganan obat sitostatika dan dokumentasi terhadap semua kegiatan
yangdilakukan. Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap penggunaan obat
dilakukan setiap hari dan pemberian rekomendasi dilakukan jika ditemukan
masalah terkait obat. Selain itu, apoteker juga menjadi sekretaris dan anggota
dari tim Program Pengendalian Resistensi Antibiotika (PPRA) serta
berpartisipasi dalam ronde pasien dan pertemuan dengan tenaga kesehatan lain

Universitas Indonesia
18

(Tim Farmasi dan Terapi RSCM, 2014 dan Tim PPRA, 2013).

2.5 Evaluasi Penggunaan Antibiotik


Penilaian mengenai rasionalitas penggunaan antibiotik memuat dua aspek
penting untuk dievaluasi yaitu jumlah antibiotik yang digunakan yang disebut
dengan kuantitas dan ketepatan dalam pemilihan jenis antibiotik, dosis serta lama
pemberian yang disebut kualitas (Directorate General of Medical Care Ministry
of Health Republic of Indonesia, 2005).
Kuantitas penggunaan antibiotik dapat diukur dengan pendekatan
retrospektif atau prospektif. Pendekatan retrospektif dilakukan setelah penderita
pulang dengan melihat catatan medik. Sedangkan pendekatan prospektif
dilakukan dengan setiap hari menanyakan langsung pada penderita antibiotik apa
yang telah diminum hari sebelumnya, tanpa melihat catatan medik. Validasi
pengukuran kuantitas penggunaan antiiotik menjadi optimal dengan memadukan
kedua metode tersebut (Directorate General of Medical Care Ministry of Health
Republic of Indonesia, 2005).
Dalam memperoleh data yang standar dan dapat dibandingkan di tempat lain
maka WHO merekomendasikan pengukuran kuantitas penggunaan antibiotik
dengan Defined Daily Doses (DDD)/100 pasien. DDD menyatakan rata-rata dosis
pemeliharaan yang dianjurkan untuk suatu obat per hari yang digunakan atas
indikasi pada orang dewasa (Directorate General of Medical Care Ministry of
Health Republic of Indonesia, 2005).
Penilaian kuantitas antibiotik dilakukan dengan menghitung dosis
maksimum dan dosis minimum tiap antibiotik. Dosis maksimum adalah
konsentrasi maksimal terapetik obat, sedangkan dosis minimum adalah
konsentrasi minimum obat yang masih dapat memberikan efek terapi..
Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat catatan medik.
Hal-hal yang harus dinilai antara lain ada tidaknya indikasi, dosis, lama
pemberian, pilihan jenis dan sebagainya. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan alur penilaian dan klasifikasi / kategori dari Gyssens (2011).
Kategori I : penggunaan antibiotik tepat / rasional
Kategori II A : tidak rasional oleh karena dosis yang tidak tepat

Universitas Indonesia
19

Kategori II B : tidak rasional oleh karena dosis interval yang tidak tepat
Kategori II C : tidak rasional oleh karena rute pemberian yang salah
Kategori III A : pemberian antibiotik terlalu lama
Kategori III B : pemberian antibiotik terlalu singkat
Kategori IV A : ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IV B : ada antibiotik lain yang kurang toksik
Kategori IV C : ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IV D : ada antibiotik lain yang spektrumnya lebih sempit
Kategori V : tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI : data tidak lengkap / tidak dapat dievaluasi

2.6 Biaya
Dalam kajian farmakoekonomi, biaya selalu menjadi pertimbangan penting
karena adanya keterbatasan sumberdaya, terutama dana. Dalam kajian yang terkait
dengan ilmu ekonomi, biaya (atau biaya peluang, opportunity cost) didefinisikan
sebagai nilai dari peluang yang hilang sebagai akibat dari penggunaan
sumberdaya dalam sebuah kegiatan. Patut dicatat bahwa biaya tidak selalu
melibatkan pertukaran uang. Dalam pandangan pada ahli farmakoekonomi, biaya
kesehatan melingkupi lebih dari sekadar biaya pelayanan kesehatan, tetapi
termasuk pula, misalnya, biaya pelayanan lain dan biaya yang diperlukan oleh
pasien sendiri (Kementerian Kesehatan RI, 2012)..
Biaya dapat dipengaruhi oleh inflasi (perubahan harga). Hal ini
menyebabkan kajian farmakoekonomi yang dilakukan beberapa waktu
memerlukan penyesuaian nilai. Penyesuaian nilai dilakukan penyesuaian nilai
layak dilakukan manakala sebuah program memiliki rentang waktu beberapa
tahun walau tingkat inflasi 0% (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Secara umum, biaya yang terkait dengan perawatan kesehatan dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Biaya langsung medis (direct medical cost)
Biaya langsung adalah biaya yang terkait langsung dengan perawatan
kesehatan, termasuk biaya obat (dan perbekalan kesehatan), biaya konsultasi
dokter, biaya jasa perawat, penggunaan fasilitas rumah sakit (kamar rawat inap,

Universitas Indonesia
20

peralatan), uji laboratorium, biaya pelayanan informal dan biaya kesehatan


lainnya. Dalam biaya langsung, selain biaya medis, seringkali diperhitungkan pula
biaya non-medis seperti biaya ambulan dan biaya transportasi pasien lainnya.
2. Biaya tidak langsung (non direct cost)
Biaya tidak langsung adalah sejumlah biaya yang terkait dengan hilangnya
produktivitas akibat menderita suatu penyakit, termasuk biaya transportasi, biaya
hilangnya produktivitas, biaya pendamping (anggota keluarga yang menemani
pasien). (Bootman et al., 2005).
3. Biaya nirwujud (intangible cost)
Biaya nirwujud adalah biaya-biaya yang sulit diukur dalam unit moneter,
namun sering kali terlihat dalam pengukuran kualitas hidup, misalnya rasa sakit dan
rasa cemas yang diderita pasien dan/atau keluarganya.
4. Biaya terhindarkan (averted cost, avoided cost)
Biaya terhindarkan adalah potensi pengeluaran yang dapat dihindarkan karena
penggunaan suatu rekomendasi dari kesehatan (Berger et al., 2003).
Selain itu, masih ada beberapa istilah biaya lainnya yang bersifat teknis
terkait dengan perawatan kesehatan. Beberapa biaya yang juga sering
diperhitungkan dalam telaah ekonomi kesehatan tersebut antara lain:
1. Biaya perolehan (acqusition cost)
Biaya perolehan adalah biaya atas pembelian obat, alat kesehatan dan/atau
rekomendasi dari kesehatan, baik bagi individu pasien maupun institusi (Berger et
al., 2003).
2. Biaya yang diperkenankan (allowable cost)
Biaya yang diperkenankan adalah biaya atas pemberian pelayanan atau
teknologi kesehatan yang masih dapat ditanggung oleh penyelenggara jaminan
kesehatan atau pemerintah pasien maupun institusi (Berger et al., 2003).
3. Biaya pengeluaran sendiri (out-of-pocket cost)
Biaya pengeluaran sendiri adalah porsi biaya yang harus dibayar oleh individu
pasien dengan uangnya sendiri. Sebagai contoh, iur biaya peserta asuransi kesehatan
(Berger et al., 2003).
4. Biaya peluang (opportunity cost)
Biaya peluang adalah biaya yang timbul akibat pengambilan suatu pilihan yang

Universitas Indonesia
21

mengorbankan pilihan lainnya. Bila seorang pasien memutuskan untuk membeli


obat A, dia akan terkena biaya peluang karena tak dapat menggunakan uangnya
untuk hal terbaik lainnya, termasuk pendidikan, hiburan, dan sebagainya (Bootman
et al., 2005).
Identifikasi jenis-jenis biaya dapat berkembang sesuai kasus yang dikaji.
Jenis biaya yang disertakan dalam kajian farmakoekonomi tergantung pada
pertanyaan yang ingin dijawab. Terkait dengan hal ini, secara umum hasil Kajian
Farmakoekonomi dapat diukur dari tiga perspektif: masyarakat, kelembagaan
(pengambil kebijakan, penyedia pelayanan kesehatan, asuransi kesehatan), dan
individu (misalnya pasien). Contohnya, faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas biaya antibiotik adalah karakteristik dan penggunaan antibiotik
(diagnosis, perbandingan biaya, perbandingan efektivitas, resistensi) dan faktor-
faktor eksternal (sumber dana, farmasi klinik, implementasi pedoman)
(Simoens,S., 2011).

2.7 Formularium Rumah Sakit


Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia
Farmasi dan Terapi (PFT) untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi
pada setiap batas waktu yang ditentukan. Sistem yang digunakan staf medik dari
suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai, dan
memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang
dianggap paling berguna dalam perawatan pasien adalah sistem formularium
(Departemen Kesehatan, 2009; Siregar, C., 2004).
Selain formularium rumah sakit, daftar obat yang digunakan di era JKN ini
adalah Formularium Nasional (FORNAS) yang dijadikan sebagai acuan
penetapan penggunaan obat. Manfaat formularium tersebut adalah meningkatkan
penggunaan obat yang rasional, mengendalikan mutu dan biaya pengobatan,
serta mengoptimalkan pelayanan kepada pasien, juga mempermudah dalam
melakukan perencanaan dan penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi
anggaran pelayanan kesehatan. Selain itu, formulatorium ini juga
memperbolehkan adanya "auto switching" atau penggantian obat dengan
otomatis oleh instalasi farmasi maupun apoteker untuk yang mempunyai

Universitas Indonesia
22

kandungan sama untuk menekan biaya obat. Sistem ini akan menekan biaya
kesehatan jadi rasional dan efektif (Departemen Kesehatan, 2009; Siregar, C.,
2004).

Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Landasan Teori, Kerangka Konsep dan Hipotesis


3.1.1 Landasan Teori

Dokter
Terapi Implementasi Perawat
Antibiotik Pedoman Ahli Gizi Pelayanan Farmasi
Farmasi Klinik Klinik:
Pengkajian Resep
Pasien Dispensing
Pemantauan dan
Pelaporan Efek
Samping Obat
Pelayanan Informasi
Obat
Biaya Efektivitas Manfaat Konseling
Ronde/visite pasien
Pengkajian
Penggunaan Obat
: ruang lingkup penelitian
Gambar 3.1.1 Landasan Teori

3.1.2 Kerangka Konsep

Inflasi

Total Biaya
Peran Serta
Farmasi Klinik Total Lama Rawat

Jenis penyakit penyerta

Gambar 3.1.2 Kerangka Konsep

23 Universitas Indonesia
24

3.1.3 Hipotesis
1. Ada pengaruh rekomendasi dari farmasi klinik terhadap total biaya
antibiotik.
2. Ada pengaruh rekomendasi dari farmasi klinik terhadap lama rawat pasien.

3.2 Desain Penelitian


Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain quasi eksperimental,
yaitu studi yang bertujuan mengevaluasi intervensi tetapi tidak menggunakan
randomisasi. Studi ini menggunakan kelompok kontrol dan kelompok studi yang
tidak berpasangan. Hasil studi akan dianalisis menggunakan metode analisis
efektivitas biaya.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei-Oktober 2014 di Ruang ICU Anak
(PICU) lantai 2 IGD RSCM.

3.4 Etik Penelitian


Penelitian ini telah mendapatkan izin etik dari komite etik nomor
508/H2.F1/ETIK/2014.

3.5 Perkiraan Besar Sampel


Perkiraan besar sampel untuk mengetahui jumlah sampel yang memperoleh
rekomendasi pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan perhitungan besar sampel
untuk penelitian analitis numerik tidak berpasangan (Dahlan, S., 2013):
2
n1 = n2 = 2 (Z + Z)S
X1- X2
dengan keterangan:
Z = deviat baku alfa ditetapkan 5% sehingga diperoleh nilai 1,96
Z = deviat baku beta ditetapkan 10% sehingga diperoleh nilai 1,64
S = simpang baku gabungan = 10 (asumsi studi observasi)
X1- X2 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 10

Universitas Indonesia
25

Maka didapatkan besar sampel:


2
n1 = n2 = 2 (1,96 + 1,64) 10 = 25,92 ~ 26
10

3.6 Metode Pengambilan Sampel


Pengambilan responden secara total sampling menggunakan desain non
random purposive sampling. Populasi yang diambil dari semua pasien anak yang
menjalani rawat inap di ICU anak IKA RSCM. Sampel yang diambil dari pasien
anak yang menjalani rawat inap di ICU anak IKA RSCM periode Mei-Juli 2014
menggunakan data rekam medis secara retrospektif untuk kelompok yang tidak
mendapat direkomendasi dari farmasi klinik (kelompok kontrol), sedangkan pada
periode Agustus-Oktober 2014 menggunakan data rekam medis dan kondisi klinis
pasien secara prospektif untuk kelompok yang mendapat direkomendasi dari
farmasi klinik (kelompok studi).

Kriteria Inklusi
1. Pasien anak (berumur 1-18 tahun (pediatri)) yang menjalani rawat inap di
ICU anak IKA RSCM periode Mei-Oktober 2014
2. Pasien menderita infeksi akut yang memperoleh antibiotik. Pasien dinyatakan
menderita infeksi atas pemeriksaan klinis oleh dokter.
3. Sistem pembayaran pasien menggunakan BPJS.

Kriteria Eksklusi
1. Data rekam medik untuk antibiotik tidak lengkap.
2. Pasien yang meninggal dan pulang paksa.
3. Diagnosis pasien belum jelas.

Variabel Penelitian
o Variabel bebas : peran serta farmasi klinik
o Variabel tergantung : total biaya antibiotik dan lama rawat pasien.

Universitas Indonesia
26

Peran serta farmasi klinik meliputi:


1) Rekomendasi dosis, yaitu peningkatan atau penurunan dosis atau frekuensi
pemberian untuk mengoptimalkan terapi dan atau meminimalisir efek
samping.
2) Rekomendasi antibiotik, meliputi penentuan spectrum antibiotik dan langkah
eskalasi/deeskalasi.
3) Evaluasi laboratorium, merupakan pemantauan untuk rekomendasi dari
nonfarmakokinetik, dapat berupa kultur bakteri.

3.7 Metode Pengumpulan Data


Dalam tiga bulan pertama, farmasi klinik tidak melakukan rekomendasi dan
hanya mengumpulkan data. Tiga bulan berikutnya, farmasi klinik berpartisipasi
dengan dokter spesialis anak di PICU dalam terapi pasien hingga mencapai besar
sampel. Kemudian mencatat rekomendasi yang diperlukan dan menghitung
perkiraan biaya lalu memberikan rekomendasi tersebut pada dokter. Terapi yang
tidak memerlukan rekomendasi dan terapi yang tidak diterima rekomendasinya
juga dicatat dalam dokumentasi peneliti beserta perkiraan biaya yang dihitung dari
keuangan.
Data yang diambil berupa data sekunder yang berasal dari electronic
medical record (EHR) antara lain :
1. Data yang diperlukan untuk menentukan pemberian rekomendasi:
a. Data karakteristik pasien (nama, NRM, usia, jenis kelamin, berat badan,
riwayat alergi)
b. Data klinis (status gizi, faktor risiko dan diagnosis tambahan)
c. Data laboratorium (kuman penyebab dan hasil sensitivitas antibiotik)
d. Nama antibiotik
e. Indikasi atau diagnosis sepsis
f. Dosis
g. Frekuensi
h. Lama pemberian
i. Cara pemberian
j. Jenis penggunaan

Universitas Indonesia
27

2. Harga antibiotik
3. Lama perawatan di PICU RSCM

3.8 Rangkaian Proses Penelitian


Secara garis besar rancangan jalannya penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu:
1) Persiapan literatur
2) Pelaksanaan penelitian sebelum rekomendasi dari farmasi klinik pada terapi
antibiotik:
a. Pengumpulan data dari EHR
b. Pemilahan data-data sekunder yang diperlukan dalam EHR
c. Pencatatan data terapi antibiotik
d. Penghitungan perkiraan biaya antibiotik dan pencatatan LOS pasien PICU
RSCM
3) Pelaksanaan penelitian setelah rekomendasi dari farmasi klinik pada terapi
antibiotik:
a. Pengumpulan data dari EHR
b. Pemilahan data-data sekunder yang diperlukan dalam EHR
c. Pelaksanaan peran serta farmasi klinik
d. Pencatatan data terapi yang memerlukan rekomendasi dan yang tidak
memerlukan rekomendasi. Lalu catat jumlah rekomendasi yang diterima.
e. Penghitungan perkiraan biaya antibiotik setelah peran serta pada terapi yang
memerlukan rekomendasi farmasi klinik.
f. Pencatatan lama rawat pasien di PICU RSCM
4) Pengecekan ulang data
5) Pengolahan data
6) Analisis data

Universitas Indonesia
28

3.9 Definisi Operasional


Tabel 3.8 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala
Ukur
I. Independen:
Rekomendasi Keterlibatan farmasi Observasi Data catatan 1= Ada Nominal
dari Farmasi klinik dalam terapi catatan medik dan 0=
Klinik pasien dengan medik dan kondisi klinik Tidak
memberikan klinik pasien. pasien Ada
rekomendasi yang
diperlukan oleh
klinisi dokter dan
tenaga kesehatan
lain.
II. Dependen:
1. Lama rawat Lama pasien dirawat Observasi Jumlah hari Total Numerik
pasien di PICU rumah sakit. catatan pasien dirawat lama dan
Length of medik. di PICU rumah rawat Kategorik
Stay (LOS) sakit. dan rata-
rata
lama
rawat
per
pasien
dalam
hari
2. Total biaya Biaya antibiotik dan Observasi Penjumlahan Total Numerik
biaya yang keluar catatan biaya langsung biaya dan
akibat pemberian AB medik dan medis terdiri dari dan total Kategorik
(biaya obat dan jasa data biaya antibiotik biaya
rekonstitusi obat). keuangan. (harga antibiotik per
dan jasa pasien
rekonstitusi), dalam
biaya perawatan, rupiah
biaya visit

Universitas Indonesia
29

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala


Ukur
dokter, dan biaya
uji kultur (dalam
rupiah).
III. Perancu:
1. Inflasi Perubahan harga Daftar harga Harga antibiotik Rupiah Numerik
obat. (dalam rupiah).

2. Jenis Kelompok penyakit Observasi Data catatan 1= Berat Nominal


Penyakit penyerta yang catatan medik dan 0=
Penyerta mempengaruhi lama medik. kondisi klinik Ringan
rawat pasien pasien
berdasarkan
pemeriksaan dan
keputusan dokter.

3.10 Analisis Data


Analisa efektivitas biaya adalah suatu analisa untuk membandingkan total
biaya yang dikeluarkan oleh pasien dengan efektivitasnya dalam penelitian ini
adalah lama rawat. Total biaya langsung diperoleh dari penjumlahan seluruh biaya
antibiotik, biaya perawatan, dan biaya visit dokter pada kelompok NR, sedangkan
pada kelompok R ditambahkan biaya uji kultur. Lama rawat sebagai unit
efektivitas dihitung dari masing-masing total lama rawat pada kelompok NR dan
kelompok R. Efektivitas biaya dianalisis dengan menggunakan rumus Average
Cost Effectiveness Ratio (ACER) yang dihitung berdasarkan total biaya
penggunaan antibiotik yang dikeluarkan pasien terhadap efektivitas penggunaan
antibiotik dengan rumus ACER = total biaya/ lama rawat (Rp/hari). Persentase
lama rawat per pasien juga dihitung dengan rumus 1/lama rawat per pasien x
100% utnuk mengetahui besar efektivitas dari lama rawat per pasien.
Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki
kualitas dan penggunaan analisis efektivitas biaya. Biaya obat dan ACER dihitung
ulang dengan ditingkatkan 5%, 10%, dan 15%. Semua perhitungan dan hasil

Universitas Indonesia
30

menggunakan Microsoft Excel 2007 (Microsoft Corp, Redmond, WA) dan SPSS
for Windows (versi 17.0; SPSS Inc, Chicago, IL).
Analisis regresi logistik dilakukan antara lama rawat pasien dengan variabel
perancunya yaitu jenis penyakit penyerta. Selain itu, jenis kelamin, usia, dan IMT
pasien dianalisis juga untuk memastikan tidak pengaruh bermakna terhadap lama
rawat. Analisis statistik berikutnya untuk melihat perbandingan variabel klinis
pasien dari kelompok kontrol dan studi digunakan uji Chi Square dan uji Mann
Whitney untuk jenis kelamin responden, jenis penyakit penyerta, dan kategori
BMI pasien, sedangkan uji t tidak berpasangan untuk usia dan IMT pasien dalam
skala numerik. Uji Mann Whitney dilakukan pada kategori usia pasien jumlah
penyakit penyerta.

3.11 Alur Penelitian

Pasien anak di PICU yang


memperoleh antibiotik

Kelompok yang tidak Kelompok yang direkomendasi


direkomendasi dari oleh farmasi dari oleh farmasi klinik
klinik

Total biaya antibiotik Total biaya antibiotik


LOS dan ALOS PICU LOS dan ALOS PICU
RSCM RSCM

Evaluasi terapi
antibiotik secara
farmakoekonomi

Analisis efektivitas
biaya dari
perbandingan kedua
kelompok di atas

Kelompok yang
lebih efektif

Gambar 3.10 Kerangka Kegiatan Universitas Indonesia


BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Alur Pemilihan Subjek Penelitian

220 pasien PICU JKN dengan diagnosis sepsis


yang memperoleh antibiotik

125 pasien yang dieksklusi


22 pasien meninggal
13 pasien pulang paksa
78 pasien berusia di bawah 1 tahun
10 pasien dengan data yang tidak lengkap

95 pasien diambil
secara total sampling

42 pasien tidak 53 pasien


mendapatkan mendapatkan
rekomendasi rekomendasi
2 pasien yang tidak
dianalisis lanjut karena
42 pasien dianalis diagnosis pasien
lebih lanjut belum jelas

51 pasien dianalis
lebih lanjut

Gambar 4.1 Alur Pemilihan Kelompok Pasien

31 Universitas Indonesia
32

Pasien anak yang dirawat inap selama Mei-Oktober 2014 di PICU lantai 2
IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan cara pembayaran secara jaminan
kesehatan nasional (JKN) adalah 220 orang. Kemudian pasien tersebut
dieksklusi sesuai kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya di bab 3, yaitu (1)
pasien yang berusia di bawah 1 tahun, (2) pasien yang meninggal, (3) pasien
pulang paksa, dan (4) pasien dengan data yang tidak lengkap . Kelompok pasien
dalam tiga bulan pertama (Mei-Juli 2014) yang tidak berikan rekomendasi dari
farmasi klinik (kelompok NR) sebanyak 42 orang dan kelompok pasien dalam
tiga bulan berikutnya (Agustus-Oktober 2014) yang diberikan rekomendasi dari
farmasi klinik (kelompok R) sebanyak 53 orang. Kelompok pasien tersebut
memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien pediatri yang mengalami sepsis dan
memperoleh antibiotik Selama pengumpulan dan pengambilan data pada bulan
Agustus-Oktober 2014, terdapat dua pasien yang tidak dapat dianalisis lebih
lanjut karena diagnosis pasien tersebut masih dalam diskusi dokter karena belum
jelas sehingga pemilihan antibiotik tidak dapat dilakukan secara tepat dan
sempat terjadi keterbatasan sediaan obat yang menyulitkan penyeleksian obat
secara rasional. Oleh karena itu, hanya 51 pasien yang dianalisis lebih lanjut
pada kelompok R, sedangkan 42 pasien dari kelompok NR semuanya dianalisis
seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.

Universitas Indonesia
33

4.2 Karakteristik Klinis Pasien


Tabel 4.1 Karakteristik Klinis Pasien
Variabel/Karakteristik NR (n= 42) R (n= 51) Nilai p
Jenis Kelamin 1,000a; 0,840b
Pria 23 (55%) 29 (57%)
Wanita 19 (45%) 22 (43%)
Usia (tahun) 7,74 5,52 8,17 5,34 0,536c
(1-17) (1-17)
IMT (kg/m2) 16,74 1,93 16,90 1,88 0,781c
(13,8-21,1) (12,6-20,9)
Jumlah Penyakit 1,38 0,83 1,31 0,73 0,636b
Penyerta (1-5) (1-4)
Jenis Penyakit Ringan = 26 Ringan = 29 0,675a
Penyerta Berat = 16 Berat = 22

Keterangan: NR= Kelompok pasien yang tidak mendapat rekomendasi dari


farmasi klinik; R= Kelompok pasien yang mendapat rekomendasi
dari farmasi klinik
a = uji Chi Square
b = uji Mann Whitney
c = uji t tes tidak berpasangan

Jenis kelamin pasien pria pada penelitian ini lebih banyak daripada wanita,
yaitu 52 orang (55,91%), sedangkan wanita 41 orang (44,09%). Pada kelompok
pasien yang tidak mendapatkan rekomendasi dari farmasi klinik (NR) bulan
Mei-Juli 2014 adalah pria 23 orang (55%) dan wanita 19 orang (45%),
sedangkan pada kelompok pasien yang mendapatkan rekomendasi dari farmasi
klinik (R) bulan Agustus-Oktober 2014 adalah pria 29 orang (57%) dan wanita
22 orang (43%). Oleh karenaitu, tidak ada dominasi dari salah satu jenis kelamin
di antara kedua kelompok pasien.
Usia pasien yang masuk dalam penelitian ini kebanyakan masih berada di
usia sekolah (7-8 tahun). Rentang usia pada kelompok pasien yang tidak
mendapatkan rekomendasi dari farmasi klinik (NR) bulan Mei-Juli 2014 dan
pada kelompok pasien yang mendapatkan rekomendasi dari farmasi klinik (R)
bulan Agustus-Oktober 2014 sama-sama berkisar antara 1-17 tahun. Oleh karena
itu, tidak terdapat perbedaan rentang umur yang signifikan pada kedua
kelompok.

Universitas Indonesia
34

Rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien pada kelompok pasien yang
tidak mendapatkan rekomendasi dari farmasi klinik (NR) bulan Mei-Juli 2014
dan pada kelompok pasien yang mendapatkan rekomendasi dari farmasi klinik
(R) Agustus-Oktober 2014 berkisar antara 16 kg/m2. Banyak pasien yang
memiliki tinggi dan panjang tubuh yang besar. Status gizi pasien yang diambil
rata-rata normal, hanya lima pasien yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang.
Penyakit penyerta yang diderita masing-masing pasien berbeda. Rata-rata
jumlah penyakit penyerta yang diderita pasien sebanyak 1-5 penyakit pada
kelompok NR dan 1-4 penyakit pada kelompok R dengan tingkat keparahan
berbeda-beda. Jenis penyakit penyerta pada kelompok NR yang tergolong
penyakit ringan sebanyak 26 kasus dan berat sebanyak 16 kasus, sedangkan jenis
penyakit penyerta pada kelompok R yang tergolong penyakit ringan sebanyak 29
kasus dan berat sebanyak 22 kasus. Adapun penyakit penyerta yang tergolong
berat tersebut di antaranya berupa tumor, kanker, pneumonia, TB, CKD
(Chronic Kidney Disease), abses otak, abses intraabdomen, malformasi saluran
pencernaan, obstruksi saluran pernapasan, dan lain-lain (Tabel 4.1b). Tingkat
keparahan penyakit penyerta pada pasien berbeda. Selain, ketidakhomogenan
dari penyakit penyerta, diagnosis infeksi bahkan sepsis yang diderita pasien juga
memiliki confounding sepsis, jenis penyakit infeksi, sumber infeksi dan tingkat
keparahan yang berbeda pula. Hal ini menyebabkan kondisi klinis pasien
berbeda-beda. Jenis penyakit penyerta ini menjadi variabel perancu bagi variabel
dependen lama perawatan pasien. Namun dalam penelitian ini, penyakit perancu
tidak akan dibahas lebih lanjut.

Universitas Indonesia
35

Tabel 4.2 Jenis Penyakit Penyerta yang Tergolong Berat


Penyakit Penyerta Berat Jumlah
Kelompok NR
Ileus Paralitik, Dehidrasi 1
Sepsis, Infeksi Saluran Kemih, Prolonged Fever 1
Obstruksi Usus Sederhana Tersangka Peritonitis Tuberkulosis 1
Chronic Kidney Disease Stage V Pro Transplantasi Ginjal 1
Penurunan Kesadaran, Peningkatan Tekanan Intra Kranial excausa
Malfungsi 1
Ventriculoperitoneal Shunt
Chronic Kidney Disease Stage V 1
Invaginasi dengan Prolaps Rekti 1
Pneumonia 1
Ekstrofi Buli, Pasca Rekonstruksi, Pro Revisi Buli 1
Syok Hipovolemik 1
Fr. Le Fort 1, ,Fr Os Nasal, Fr. Rima Orbita Sin 1
Pneumonia, Osteogenesis Imperfekta 1
Eppendisitis Perforasi 1
Juvenille Scoliosis Pasca Koreksi Post Rod Lengthening 1
Riwayat Syok Hipovolemik 1
Obstruksi Tersangka Invaginasi 1
Kelompok R
Chronic Kidney Disease On Hemodialysis 2
Pneumonia 1
Tumor Buli, Hidronefrosis, Post Operasi Nefrektomi 1
Abses cerebri post op craniotomi removal tumor 1
Post Operasi Laparotomi excausa Appendisitis 1
Discrete subaortic stenosis 1
Osteosercome proximal tibra 1
Aspirasi benda asing Post Bronkoskopi 1
Abses Serebri 1
Malformasi vena low flow post eksisi 1
Tumor Intra abdomen 1
Pneumonia, ventricular septal defect 1
Atresia esofagus post operasi gastrostomi 1
Pneumonia, Gizi kurang, Sepsis 1
Prolap invaginasi Post Operasi Laparotomi 1
Chronic Kidney Disease Stage V 1
Tetanus derajat II, Omsk bilateral tipe aman aktif, caries dentis,
pneumonia 1
Post operasi trepanasi + Ventriculoperitoneal Shunt B.C hidrosepalus -
medulublasnin 1

Universitas Indonesia
36

Penyakit Penyerta Berat Jumlah


Kelompok R
Kejang excausa kritis, hipertensi excausa glomerulonefritis akut pasca
infeksi streptokokus 1
KAD berat, DM tipe 1 1
Tumor intra abdomen post op elsisi tumor 1
Keterangan: NR= Kelompok pasien yang tidak mendapat rekomendasi dari
farmasi klinik; R= Kelompok pasien yang mendapat rekomendasi
dari farmasi klinik

4.3 Jenis Rekomendasi dari Farmasi Klinik


Tabel 4.3 Jenis Rekomendasi yang Diberikan Farmasi Klinik
Jenis Keterangan Kondisi Keterangan Pengaruh Klinik
Rekomendasi Sebelum Diberikan Rekomendasi yang
(Tingkat Rekomendasi Diberikan
penerimaan
rekomendasi
100%)
Evaluasi Pasien yang telah lama Pengecekan kultur dari Peningkatan biaya
laboratorium mengkonsumsi antibiotik sumber infeksi lain saat laboratorium.
(n=107) tidak dicek kultur jamur, PCT masih tinggi, tidak
pasien dengan nilai hanya kultur bakteri
prokalsitonin yang tinggi tetapi juga kultur jamur.
belum dilakukan swab dari Hasil kultur tercepat
sumber infeksi lain untuk diambil dari hasil
mengetahui penyebab pulasan Gram.
(n=37). Kemudian setelah 5
Pasien mendapat hari, kultur dan Penurunan pemberian
antibiotik namun belum sensitivitas antibiotik jumlah antibiotik per
dikultur (n=20). baru dapat terlihat. pasien.
Belum dilakukan pulasan Penurunan
Gram untuk mengetahui penggunaan antibiotik
jenis bakteri (n=50). berspektrum luas
Rekomendasi Antibiotik yang diberikan Pemilihan antibiotik Penurunan biaya
antibiotik tidak sesuai kultur (n=1). yang sesuai dengan antibiotik dan jenis
(n=6) Antibiotik sudah tidak hasil kultur minimal antibiotik
sesuai lagi dengan hasil dari pulasan Gram.
kultur terbaru (n=2). Penyeleksian obat
Pemberian antibiotik yang dilihat dari
belum ada data efikasi dan ketersediaan, potensi
keamanannya pada anak- dan harganya.
anak, seperti tigesiklin Penentuan
(n=3). eskalasi/deeskalasi
tergantung kondisi
klinis pasien.

Universitas Indonesia
37

Jenis Keterangan Kondisi Keterangan Pengaruh Klinik


Rekomendasi Sebelum Diberikan Rekomendasi yang
(Tingkat Rekomendasi Diberikan
penerimaan
rekomendasi
100%)
Rekomendasi Dosis antibiotik belum Penambahan dosis Peningkatan biaya
dosis diberikan dalam jumlah Meropenem dari 500 antibiotik. Penurunan
antibiotik dosis sepsis (dua kali dosis mg menjadi 1 -2 g biaya jasa rekonstitusi
(n=7) normal) (n=2). untuk pasien dengan
sepsis berat.
Frekuensi pemberian Penggantian frekuensi Peningkatan biaya
antibiotik yang tidak pemberian Sefotaksim antibiotik
sesuai (n=5). dari tiap 12-24 jam
menjadi 6-8 jam

Pada bulan Agustus-Oktober 2014, farmasi klinik memberikan


rekomendasi berupa evaluasi laboratorium, rekomendasi antibiotik dan
rekomendasi dosis antibiotik seperti yang tercantum pada Tabel 4.2. Tingkat
respon penerimaan rekomendasi adalah 100%.

4.4 Perbandingan Total Biaya dan Lama Rawat antara Kelompok NR


dan R
Total biaya pada kelompok R dan NR merupakan biaya langsung yang
terdiri dari biaya antibiotik dan jasa rekonstitusi, biaya perawatan (biaya inap di
PICU), biaya visit dokter, dan untuk kelompok R ditambahkan biaya uji kultur
di laboratorium. Besar biaya antibiotik pada kelompok NR adalah Rp
92.805.134, sedangkan pada kelompok R adalah Rp 34.877.060. Besar biaya
perawatan pada kelompok NR adalah Rp 281.400.000, sedangkan pada
kelompok R adalah Rp 239.400.000. Besar biaya visit dokter adalah Rp
53.600.000, sedangkan pada kelompok R adalah Rp 45.600.000. Berikutnya,
besar biaya uji kultur bakteri yang dikenakan pada pasien di kelompok R adalah
Rp 29.425.000. Total biaya pada kelompok NR adalah Rp 427.805.134 (Rp
10.185.837 per pasien). Jumlah ini lebih besar Rp 78.503.074 dibandingkan
kelompok R dengan total biaya Rp 349.302.060 (Rp 6.849.060 per pasien).
Efektivitas pada penelitian ini dinilai dari lama rawat pasien di PICU.
Lama rawat pasien seluruh pasien pada kelompok NR adalah 268 hari,

Universitas Indonesia
38

sedangkan pada kelompok R adalah 228 hari. Rata-rata lama rawat pasien per
kelompok yaitu sekitar 6,4 hari (kelompok NR) dan 4,5 hari (kelompok R).
Persentase rata-rata lama rawat per pasien kelompok NR adalah 58,72% dan
kelompok R adalah 41,28%. Bila efektivitas ini diestimasi dalam persentase 1
per rata-rata lama rawat per pasien maka efektivitas kelompok NR sebesar
15,63% dan kelompok R sebesar 22,22%.

Tabel 4.4 Analisis Efektivitas Biaya antara Kelompok NR dan R


Deskripsi NR (n=42) R (n=51)
Biaya
Biaya antibiotik Rp92.805.134 Rp34.877.060
Biaya perawatan Rp281.400.000 Rp239.400.000
Biaya visit dokter Rp53.600.000 Rp45.600.000
Biaya uji kultur bakteri - Rp29.425.000
Total biaya Rp427.805.134 Rp349.302.060
Total biaya per pasien (B) Rp10.185.837 Rp6.849.060
Effektivitas
Total lama rawat (hari) 268 228
Rata-rata lama rawat per pasien (hari) (E) 6,4 (58,72%) 4,5 (41,28%)
Persentase 1 per rata-rata lama rawat per 15,63% 22,22%
pasien
ACER (B/E) (Rp/hari) 1.591.537 1.522.013
Keterangan: NR= Kelompok pasien yang tidak mendapat rekomendasi dari
farmasi klinik; R= Kelompok pasien yang mendapat rekomendasi
dari farmasi klinik

Tabel 4.5 Hasil Analisis Sensitivitas


Deskripsi NR (n=42) R (n=51)
Total biaya Langsung per pasien (B)
ditingkatkan:
5% dari total biaya per pasien Rp10.695.128 Rp7.191.513
10% dari total biaya per pasien Rp11.204.420 Rp7.533.966
15% dari total biaya per pasien Rp11.713.712 Rp7.876.419
Effektivitas (E) hari
Total lama rawat (hari) 268 228
Rata-rata lama rawat per pasien (hari) 6,4 4,5
ACER (B/E) (Rp/hari) ditingkatkan:
5% dari ACER awal 1.671.113,88 1.598.114,00
10% dari ACER awal 1.750.690,73 1.674.214,67
Universitas Indonesia
39

Deskripsi NR (n=42) R (n=51)


15% dari ACER awal 1.830.267,59 1.750.315,33
Posisi Dominan Dominan
Keterangan: NR= Kelompok pasien yang tidak mendapat rekomendasi dari
farmasi klinik; R= Kelompok pasien yang mendapat rekomendasi
dari farmasi klinik

Analisa efektivitas biaya menggunakan ACER yaitu dengan membagi total


biaya penggunaan antibiotik per pasien dengan efektivitasnya per pasien. Lalu,
ACER kelompok R dibandingkan dengan ACER kelompok NR. Hasilnya adalah
ACER kelompok R lebih rendah daripada kelompok NR yaitu ACER kelompok
R adalah Rp 1.591.537/hari dan ACER kelompok NR adalah Rp 1.522.013/hari.

4.5 Hubungan Jenis Penyakit Penyerta dengan Lama Rawat Pasien


Hasil analisis hubungan jenis penyakit penyerta dengan lama rawat pasien
adalah jenis penyakit penyerta tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
lama rawat. Berdasarkan hasil analisa bivariat antara lama rawat dengan jenis
penyakit penyerta yang merupakan variabel perancu pada Lampiran 7, nilai
korelasi Spearman p=0,133 (p>0,05).
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan program SPSS
17.0, distribusi data tidak normal (Lampiran 7). Hal ini disebabkan jenis pasien
yang beragam dan memiliki penyakit penyerta yang tidak homogen juga. Oleh
karena itu, analisis yang digunakan adalah uji analisis non parameter.
Pada penelitian ini dianalisis pula kemungkinan adanya pengaruh atau
hubungan antara lama rawat pasien dengan usia, jenis kelamin, dan IMT juga
jenis penyakit penyerta pasien dengan mengggunakan SPSS for windows versi
17.0 dengan metode Backward stepwise (Backward LR). Lama rawat dijadikan
skala kategorik untuk dianalisis regresi logistik. Hasil analisis adalah usia
(p=0,774), jenis kelamin (p=0,151), IMT (p=0,529), dan jenis penyakit penyerta
(p=0,097). Berdasarkan hasil tersebut, usia, jenis kelamin, dan IMT juga jenis
penyakit penyerta pasien memiliki p>0,05 sehingga variabel tersebut tidak
mencapai kemaknaan untuk mempengaruhi lama rawat pasien.

4.6 Analisis Perbandingan antara Kelompok NR dan Kelompok R

Universitas Indonesia
40

Analisis perbandingan antara kedua kelompok dilakukan untuk


meyakinkan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik di antara kelompok kontrol
(kelompok NR) dengan kelompok studi (kelompok R). Hasil dapat dilihat pada
Tabel 4.1.a.
Variabel total lama rawat dan total biaya kedua kelompok juga dianalisis
dengan menggunakan Chi Square. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.6 Hasil Uji Perbandingan Total Biaya dan Lama Rawat antara Kelompok
NR dengan Kelompok R
Variabel Kategorik NR R p (Uji Chi
Square)
Total biaya 0,000
< Rp 10.000.000 27 40
> Rp 10.000.000 15 11
Total lama rawat pasien 0,000
1-11 hari 35 49
12-22 hari 7 2
Keterangan: NR= Kelompok pasien yang tidak mendapat rekomendasi dari
farmasi klinik; R= Kelompok pasien yang mendapat rekomendasi
dari farmasi klinik

Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Jenis Rekomendasi dari Farmasi Klinik


Rekomendasi yang diberikan farmasi klinik pada 51 pasien selama tiga
bulan adalah 120 rekomendasi. Jenis rekomendasi dari farmasi klinik yang
diberikan adalah evaluasi laboratorium sebanyak 107 rekomendasi, rekomendasi
antibiotik sebanyak 6 rekomendasi, dan rekomendasi dosis antibiotik sebanyak 7
rekomendasi. Tingkat respon penerimaan rekomendasi adalah 100% artinya
dokter tidak keberatan menerima rekomendasi. Frekuensi rekomendasi yang
sering dilakukan adalah evaluasi laboratorium karena rekomendasi ini
menentukan rekomendasi berikutnya yang akan diberikan selain kondisi klinis
pasien. Selain rekomendasi, dokter telah diberikan sosialisasi tentang buku
Pedoman Penggunaan Antibiotik (PPAB) Pediatrik beserta kartu antibiotik
sebagai alat untuk mengendalikan jenis antibiotik yang digunakan dan
mengetahui dosis, frekuensi, durasi, dan rute pemberian antibiotik.
Evaluasi laboratorium sangat diperlukan untuk membantu pemilihan
antibiotik sehingga penggunaan antibiotik lebih sempit dan tepat sasaran.
Evaluasi ini dilakukan sesuai dengan kebijakan pemberian antibiotik yang
berlaku (Tim PPRA, 2013). Hasil kultur dan sensitivitas antibiotik dijadwalkan
selesai lima hari sehingga biasanya hasil pulasan Gram diminta juga untuk
mempercepat pemberian terapi antibiotik. Bila hasil kultur yang keluar tetap
steril atau tidak tumbuh juga maka pemberian terapi antibiotik dilihat
berdasarkan sumber infeksi, gejala, dan antibiotik yang sebelumnya pernah
diberikan. Perlakuan evaluasi laboratorium ini memang akan menambah biaya
penunjang laboratorium namun hal tersebut sesuai dengan standar operasional
yang diberlakukan dalam pemberian antibiotik yang bijak. Dengan demikian,
jumlah antibiotik dapat dikurangi dan secara tidak langsung biaya antibiotik juga
akan berkurang. Selain itu, penggunaan antibiotik lebih dapat dikendalikan
sehingga diharapkan tidak banyak ditemukan antibiotik yang resisten.
Rekomendasi dosis antibiotik diberikan pada pasien yang sebelumnya
telah diberikan antibiotik dari ruang rawat lain dan belum diberikan dosis yang

41 Universitas Indonesia
42

sesuai pedoman (Lampiran 6). Penambahan dosis Meropenem dari 500 mg


menjadi 1 -2 g untuk pasien dengan sepsis berat. Selain itu, perbaikan frekuensi
pemberian sefotaksim dari tiap 12-24 jam menjadi yang seharusnya yaitu tiap 6-
8 jam. Penyesuaian dosis yang telah dilakukan dokter untuk pasien hemodialisa
sudah sesuai sehingga tidak memerlukan rekomendasi. Hal ini dikarenakan
dokter yang menangani sudah teredukasi dengan baik dan terdapat tabel dosis
untuk pasien hemodialisa sehingga dapat meminimalkan medication error.
Perlakuan rekomendasi dosis yang dilakukan menambah biaya antibiotik dan
jasa rekonstitusi. Rekonstitusi obat ini dilakukan untuk membuat obat yang
sesuai dengan dosis anak-anak yang diinginkan sehingga terapi menjadi lebih
efektif dan juga tidak boros.
Rekomendasi antibiotik yang diberikan sesuai kultur dan hasil sensitivitas
antibiotik atau pulasan Gram. Penggantian antibiotik eskalasi/deeskalasi
dilakukan dengan mengamati kondisi klinis pasien dan indikator sepsis dari hasil
laboratorium seperti prokalsitonin, jumlah leukosit, fungsi hati, dan ginjal.
Adanya peran serta farmasi klinik pada bulan Agustus-Oktober 2014 telah
meniadakan penggunaan antibiotik golongan kuinolon yang seharusnya tidak
boleh digunakan oleh pasien pediatrik (Lampiran 1 dan 2). Pemberian antibiotik
tigesiklin dan vankomisin diberikan sesuai hasil kultur dan perubahan pola
resistensi antibiotik atau pasien telah mendapat antibiotik tersebut dari ruang
rawat sebelumnya dan mempunyai respon yang bagus sehingga tetap dilanjutkan
dengan pemantauan kondisi klinis pasien. Pola kuman dan sensitivitas antibiotik
terlampir pada Lampiran 3 dan 4. Adapun penurunan pemakaian antibiotik
kombinasi seperti amoksisilin klavulanat, ampisilin sulbaktam, dan piperasilin
tazobaktam disebabkan antibiotik tersebut tidak ditanggung lagi oleh rumah
sakit mulai bulan September 2014, sedangkan peningkatan penggunaan
sefoperazon sulbaktam disebabkan pada bulan Agustus-Oktober 2014 terdapat
banyak pasien CKD berat yang mendapat hemodialisa juga (Lampiran 5). Jenis
antibiotik yang digunakan berkurang dari 26 pada kelompok NR menjadi 20
pada kelompok R. Pada kelompok R sudah lebih banyak digunakan kelompok
antibiotik nonformularium (NF) dibandingkan kelompok NR.

Universitas Indonesia
43

Rekomendasi lain seperti efek samping obat dan interaksi obat diberikan
saat peresepan obat melalui program komputer sehingga meminimalkan
medication error. Hal ini juga mengurangi pekerjaan farmasi klinik dalam
pengecekan efek samping obat dan interaksi obat. Walau pengecekan ulang tetap
perlu dilakukan, namun kejadian efek samping obat dan interaksi obat tidak ada.
Selain itu, tindakan penghentian obat tidak ada pada perlakuan kelompok R
karena tidak ada obat yang dihentikan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian
LaRochelle dan kawan-kawan pada 159 pasien selama 66 hari di PICU yang
memberikan sekitar 1 rekomendasi evaluasi leboratorium dan 57 rekomendasi
dosis., rekomendasi yang diberikan pada penelitian ini lebih banyak.
Rekomendasi lain yang dilakukan adalah penghentian obat, informasi obat,
interaksi obat, penyesuaian dosis sesuai fungsi ginjal dan lain-lain. (LaRochelle,
J., M., Ghaly, M., dan Creel, A.,M., 2012). Pada penelitian lain di Thailand,
tingkat penerimaan rekomendasi dari 127 rekomendasi yang diberikan,
rekomendasi yang dapat diimplementasikan adalah 98,4% (Saokaew, S.,
Maphanta, S., dan Thangsomboon, P., 2009). Dengan demikian respon
penerimaan rekomendasi pada penelitian ini lebih baik.

5.2 Perbandingan Total Biaya dan Lama Rawat antara Kelompok NR


dan R
Total biaya pada kelompok R dan NR merupakan biaya langsung yang
terdiri dari biaya antibiotik dan jasa rekonstitusi, biaya perawatan (biaya inap di
PICU), biaya visit dokter, dan untuk kelompok R ditambahkan biaya uji kultur
di laboratorium. Biaya antibiotik yang digunakan adalah harga yang diberikan
untuk pasien JKN. Variabel perancu biaya, yakni inflasi tidak terjadi (tingkat
inflasi masih dalam target 5%/tahun) selama bulan Mei-Oktober 2014 dari data
inflasi BI 2014 sehingga tidak terdapat perubahan harga antibiotik. Total biaya
pada kelompok NR adalah Rp 427.805.134 (Rp 10.185.837 per pasien). Jumlah
ini lebih besar Rp 78.503.074 dibandingkan kelompok R dengan total biaya Rp
349.302.060 (Rp 6.849.060 per pasien). Hasil uji perbandingan total biaya antara
kelompok NR dan R menunjukkan kebermaknaan (p=0,000). Hal ini
membuktikan walau pemberian perlakuan evaluasi laboratorium menambah

Universitas Indonesia
44

biaya penunjang lain, biaya antibiotik akan menurun seiring dengan jumlah dan
jenis antibiotik yang digunakan.
Efektivitas pada penelitian ini dinilai dari lama rawat pasien di PICU.
Lama rawat pasien seluruh pasien pada kelompok NR adalah 268 hari,
sedangkan pada kelompok R adalah 228 hari. Jika dicari rata-rata lama rawat
pasien per kelompok maka terdapat penurunan dua hari lama rawat dari
kelompok NR ke kelompok R, yaitu dari sekitar 6,4 hari menjadi 4,5 hari.
Persentase lama perawatan diukur dengan cara menghitung seper lama rawat
dikali seratus persen sehingga lama rawat dapat terlihat sebagai unit efektivitas
pada analisis efektivitas biaya. Persentase lama perawatan kelompok NR adalah
30,26% dan persentase lama perawatan kelompok R adalah 35,83%. Hasil uji
perbandingan lama rawat antara kelompok NR dan R menunjukkan
kebermaknaan (p=0,000). Sebagaimana teori efektivitas, semakin besar nilai
efektivitasnya berarti program tersebut semakin efektif. Hal ini menunjukkan
bahwa terapi antibiotik lebih efektif dengan adanya pemberian rekomendasi.
Pada penelitian di Thailand, penurunan total biaya dan lama rawat tidak
menunjukkan kebermaknaan (p>0,05) (Saokaew, S., Maphanta, S., dan
Thangsomboon, P., 2009). Penelitian lain di Amerika, biaya PICU menghemat $
1,977. Selain itu, intervensi yang dilakukan farmasi klinik pada rumah sakit
pendidikan di Amerika selama dua tahun dapat menurunkan 31% biaya
antibiotik dan lama rawat 2,4 hari serta 1,67% mortalitas (Rijdt., D., T.,
Willems., L., dan Simoens., S., 2008). Pada penelitian ini, penurunan mortalitas
tidak diteliti karena data APACHE (Acute Physiology and Chronic Health
Evaluation) sebagai penilaian disfungsi organ pada pasien di PICU tidak
tersedia. Namun dilihat dari hasil penelitian, hasil penurunan biaya dan lama
rawat selama tiga bulan pada penelitian ini dianggap baik. Pada penelitian ini,
penurunan total biaya per pasien sebesar 19,6% dan penurunan lama rawat
sebanyak 1,9 hari ~ 2 hari.
Analisa efektivitas biaya menggunakan ACER yaitu dengan membagi total
biaya penggunaan antibiotik per pasien dengan efektivitasnya per pasien. Lalu,
ACER kelompok R dibandingkan dengan ACER kelompok NR. Hasilnya adalah
ACER kelompok R lebih rendah daripada kelompok NR yaitu ACER kelompok

Universitas Indonesia
45

R adalah Rp 1.591.537/hari dan ACER kelompok NR adalah Rp 1.522.013/hari


sehingga dapat diambil kesimpulan dengan adanya pemberian rekomendasi,
terapi lebih cost effective.
Hasil analisis sensitivitas ditampilkan pada Tabel 4.3b. Analisis ini
menunjukkan bahwa kenaikan biaya perolehan hingga 15% dari biaya langsung
secara keseluruhan tidak menampakkan perubahan. Biaya perolehan tersebut
adalah biaya yang diperoleh dari biaya langsung. Hasil analisis efektivitas biaya
bersifat dominan baik pada biaya maupun efektivitasnya. Total biaya kelompok
R lebih kecil daripada kelompok NR dan persentase lama perawatan kelompok
R lebih besar daripada kelompok NR. Sesuai teori AEB, hasil ini menyimpulkan
bahwa kelompok R lebih cost effective dibandingkan kelompok NR.
Berdasarkan penelitian ini, efektivitas yang diperoleh dengan adanya
rekomendasi dari farmasi klinik adalah 40 hari. Bila efektivitas tersebut dihitung
dalam nilai moneter maka asumsi penghematan yang didapatkan adalah sebesar
Rp 78.503.074 dengan penghematan biaya perawatan sebesar Rp42.000.000,
penghematan biaya visit dokter sebesar Rp8.000.000, dan penghematan biaya
antibiotik sebesar Rp 57.928.074. Penghematan ini dapat mengurangi anggaran
rumah sakit dan pemerintah dalam menanggung pasien BPJS.

5.3 Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian


Adapun kelebihan penelitian ini antara lain adalah:
a. Penelitian pertama di Indonesia yang mengevaluasi peranan farmasi klinik
yang mempengaruhi biaya terapi antibiotik dan lama rawat pasien anak di
PICU dengan tingkat penerimaan rekomendasi dari farmasi klinik terhadap
dokter adalah 100%
b. Penelitian ini memiliki kontrol dan kriteria inklusi dan eksklusi yang ketat.
c. Data medik pasien yang dikumpulkan lengkap.
Namun, terdapat keterbatasan pada penelitian ini adalah
a. Lama rawat pasien dipengaruhi oleh keputusan yang berasal dari DPJP
yang berbeda pada periode Mei-Juli dan Agustus-Oktober 2014.
b. Pasien memiliki diagnostik yang tidak sama (tidak homogen) termasuk
tingkat keparahan penyakit, jenis sepsis dan confounding sepsis.

Universitas Indonesia
46

c. Penyakit penyerta pasien tidak homogen dengan tingkat keparahan yang


bervariasi pula.
d. Rujukan yang digunakan adalah Pedoman Penggunaan Antibiotik (PPAB)
Pediatrik RSCM 2013 sehingga belum diketahui apakah masih layak
digunakan atau tidak karena pola resistensi antibiotik mungkin tidak sesuai
lagi.

Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Hasil yang diperoleh dari 42 pasien kelompok NR dan 51 pasien kelompok
R adalah:
1. Total biaya pada kelompok NR sebesar Rp 427.805.134, sedangkan
kelompok R Rp 349.302.060.
2. Lama rawat pasien pada kelompok NR adalah 268 hari, sedangkan
kelompok R 228 hari. Rata-rata lama rawat per pasien menurun dari 6,4
hari menjadi 4,5 hari. Persentase efektivitas kelompok NR adalah 15,36%,
sedangkan kelompok R sebesar 22,22%.
3. Berdasarkan hasil analisis efektivitas biaya, pemberian rekomendasi pada
terapi antibiotik di PICU RSCM menunjukkan nilai cost effective yang
dominan dalam menurunkan biaya dan lama rawat pasien.

6.2 Saran
a. Penelitian farmakoekonomi seperti ini perlu dilakukan rutin untuk
mengevaluasi penggunaan obat tidak hanya antibiotik. Hal ini tidak hanya
bermanfaat menurunkan luaran terapi dan biaya pasien tetapi juga
anggaran obat-obatan yang perlu disediakan rumah sakit.
b. Keterlibatan farmasi klinik dalam terapi perlu ditingkatkan agar luaran
terapi lebih efektif dan efisien secara ekonomi serta meningkatkan mutu
terapi yang mengutamakan keselamatan pasien.

47 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

American College of Clinical Pharmacy. (2008). The definition of clinical


pharmacy. Pharmacotherapy 2008; 28 (6): 816-817).
Anonim. (2007). Principles of Pharmacoeconomics: Introduction.
Pharmacoepidemiology.
Anonim. (2008). Standar Prosedur Operasional (SPO) Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: RSCM.
Anonim. (2013). Standar Prosedur Operasional (SPO) PPRA. Jakarta: RSCM.
Anonim. (2009). Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Pasien Pediatri (pp. 510).
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Anonim. (2013). SE ttg Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan.pdf.
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Armen, et al. (2005). Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru; 585-
586.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
(2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Bartelink, I. H., Rademaker, C. M. a, Schobben, A. F. a M., & van den Anker, J.
N. (2006). Guidelines on paediatric dosing on the basis of developmental
physiology and pharmacokinetic considerations. Clinical
Pharmacokinetics, 45(11), 107797. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17048973.
Berger, M.L., Bingefors, K., Hedblom, E., Pashos, C.L., Torrance, G., dan Smith,
M.D., (2003,). Health care cost, quality, and outcomes : ISPOR book of
terms, ISPOR: USA.
Bootman J.L, et al. (2005). Principles of pharmacoeconomics, 3rd ed, Harvey
Whitney Books Company : USA.
Brusselaers, N., Vogelaers, D., dan Blot, S. (2011). The rising problem of
antimicrobial resistance in the intensive care unit. Annals of Intensive Care
2011, 1:47.
CDC. (2013). Antibiotic resistance threats in US 2013. US: CDC.

48 Universitas Indonesia
49

Dahlan, S. (2013). Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Departemen Kesehatan RI. (2008). Daftar Obat Esensial Nasional. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. (2013). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 28/Menkes/SK/VIII/2013 Tentang Formularium
Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan. (2009). Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Pasien
Pediatri (pp. 510).
Directorate General of Medical Care Ministry of Health Republic of Indonesia.
(2005). Antimicrobial Resistance, Antibiotic Usage and Infection Control.
Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan. (2012). Profil Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Edition, S., Harriet, T., Service, L., Johns, T., & Hospital, H. (2002). The Harriet
Lane Handbook A Manual for Pediatric House Officers.
Engle, W. a. (2004). Age terminology during the perinatal period. Pediatrics,
114(5), 13624. doi:10.1542/peds.2004-1915.
Goldman, M., P. dan Nair, R. (2007). Antibacterial treatment strategies in
hospitalized patients : What role for pharmacoeconomics? Cleveland
Clinic Journal of Medicine; 74(Suppl 4):s38-s47.
Gyssens, I., C. (2011). Antibiotic policy. Int J Antimicrob Agents; 38 Suppl:11-
20.
Harris, A., et al. (2006). The use and interpretation of quasi-experimental studies
in medical informatics. J Am Med Inform Assoc. 2006;13:1623.
John, L., J., et al. (2011). Drug utilization study of antimicrobial agents in
medical intensive care unit of a tertiary care hospital. Asian J Pharm Clin
Res, Vol 4, Issue 2, 2011, 81-84.
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pedoman Penerapan Kajian
Farmakoekonomi. Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 328/MENKES/SK/VIII/2013 Tentang Formularium
Nasional.
50

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Krupicka, M.,I., et al. (2002). Impact of a pediatric clinical pharmacist in the
pediatric intensive care unit. Crit Care Med. 2002 Apr;30(4):919-21.
Kollef, Micek, dan Dellinger. (2005). Strategies to prevent antimicrobial
resistance in the intensive care unit. Crit care Med. 2005; 33 (8): 1845-
1853.
LaRochelle, J., M., Ghaly, M., dan Creel, A.,M. (2012). Clinical Pharmacy
Faculty Interventions in a Pediatric Intensive Care Unit: An Eight-Month
Review. J Pediatr Pharmacol Ther 2012;17(3):263269.
Malacarne P., Rossi C., dan Bertolini G. (2004). Antibiotic usage in intensive care
units: a pharmaco- epidemiological multicentre study. J Antimicrob
Chemother. 2004 Jul; 54(1): 221-224.
Nasution, A., Sulaiman, S. S. A., dan Shafie, A. A. (2013). Cost-Effectiveness of
Clinical Pharmacy Education on Infection Management among Patients
with Chronic Kidney Disease in an Indonesian Hospital.. Value In Health
Regional Issues 2 2013: 43-47.
Rascati, K.L., et al. (2009). Essentials of pharmacoeconomics. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkies.
Rijdt., D., T., Willems., L., dan Simoens., S. (2008). Economic effects of clinical
pharmacy interventions: a literature review. American Society of Health
Sistem Pharmacists, Inc 2008; 65; 1161-1172.
Saokaew, S., Maphanta, S., dan Thangsomboon, P. (2009). Impact of
pharmacists intervensions on cost of drug therapy in intensive care unit.
Pharmacy Practice (Internet) 2009 Apr-Jun;7(2):81-87.
Schulman, K., A., et al. (2000). Pharmacoecomonics: Economics evaluation of
pharmaceuticals. 573-601. In Strom BL (eds). Pharmacoepidemiology.
John Wileuy.
Simoens, S. (2011). Factors affecting the cost effectiveness of antibiotics.
Chemotherapy Research and Practice, 2011, 6. doi:10.1155/2011/249867.
51

Siregar, C., J., P. (2004). Farmasi Klinik Teori dan Penerapan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 87 94.
Tim Farmasi dan Terapi RSCM. (2014). Buku Formularium RSCM 2014. Jakarta:
RSCM.
Tim IDAI. (2011). PPM IDAI. Jakarta: IDAI.
Tim Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. (2007). PPM Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: RSCM.
Tim PPRA. (2013). Pedoman penggunaan antibiotik. Jakarta: RSCM.
Tim Pokja PPRA IKA. (2013). Pedoman penggunaan antibiotik pediatrik.
Jakarta: RSCM.
Vogenberg, F., R. (2001). Introduction to applied pharmacoeconomics. USA:
McGraw Hill Medical Publishing Division.
Walley, T., dan Haycox, A. (2004). Pharmacoeconomics. Spain: Churchill
Livingstone.
WHO. (2014). Antimicrobial resistance global report on surveillance. France:
WHO.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jenis Antibiotik yang Digunakan Pada Bulan Mei Oktober 2014 di PICU RSUPN Cipto Mangunkusumo

53
54

Lampiran 2. Perbandingan Antibiotik Pada Kelompok NR dan R

Obat Fornas
(F =
Jumlah pada FORNAS;
kelompok Jumlah pada NF = NON
Nama Obat NR kelompok R Satuan FORNAS)
Amikasin 250 mg/2 ml 21 20 Vil F
Amikasin 500 mg/2 ml 23 10 Vil NF
Amoksisilin Klavulanat (1000 mg; NF
11 6 Vil
200 mg)
Amoksisilin Klavulanat (500 mg;
3 0 Tab
125 mg) tablet NF
Ampisilin Sulbaktam (1000 mg; NF
55 12 Vil
500 mg)
Azitromisin 500 mg 2 0 Vil NF
Gentamisin 80 mg/ 2 ml 11 4 Amp F
Imipenem Cilastatin 1 gm 22 0 Vil NF
Kloramfenikol 1 gm 18 0 Vil F
Levofloksasin 100 mg tablet 3 0 Tab F
Levofloksasin 500 mg/100 ml 1 0 Vil F
Meropenem 1 gm 66 89 Vil F
Meropenem 500 mg 66 38 Vil F
Metronidazol 500 mg/100 ml 52 168 Vil F
Piperasilin Tazobaktam (4 gm; 0,5 NF
14 2 Vil
gm)
Sefazolin 1 gm 1 34 Vil F
Sefepim 1 gm 25 56 Vil F
Sefiksim 100 mg kapsul 6 0 Cap F
Sefoperazon 1 gm 1 5 Vil F
Sefoperazon Sulbaktam 1 g (500 NF
22 52 Vil
mg; 500 mg)
Sefotaksim 1 gm 165 179 Vil F
Seftazidim 1 gm 23 31 Vil F
Seftriakson 1 gm 33 56 Vil F
Siprofloksasin 500 mg tablet 4 0 Tab F
Tigesiklin 50 mg/5 ml 2 12 Vil NF
Vankomisin 0,5 gm 5 15 Vil F
Klaritromisin 125 mg/5 ml 0 3 Bot NF
Sefadroksil 500 mg kapsul 0 2 Cap F
55

Lampiran 3. Peta Kuman PICU RSCM Bulan Agustus-Oktober 2014

Nama kuman Spesimen Jumlah


Acinetobacter sp Darah 2
Enterobacter cloacae Darah 1
Klebsiela pneumonia Darah 1
Pseudomonas aeroginosa Darah 1
Staphylococcus epidermidis
MRSE Darah 1
Elizabetkingia menigoseptica Darah 1
Acinetobacter sp Pus 1
Acinetobacter baumanii
antitratus Sputum 1
Acinetobacter sp Sputum 4
Enterobacter aerogenik Sputum 1
Klebsiela pneumonia Sputum 3
Pseudomonas aeroginosa Sputum 2
Swab
Klebsiela pneumonia abdomen 1
Acinetobacter sp Swab luka 1
Klebsiela pneumonia Swab luka 1
Escherichia coli Tinja 2
Enterococcus sp Tinja 1
Acinetobacter sp Urin 1
Enterococcus sp Urin 4
Escherichia coli Urin 2
Klebsiela pneumonia Urin 2
Lampiran 4. Pola Sensitivitas Antibiotik di PICU periode Agustus-Oktober 2014

Antibiotik
Nama kuman Spesimen Kotrimoksazol Kloramfenikol Ampisilin Tetrasiklin Gentamisin
Acinetobacter sp Darah S
Elizabetkingia menigoseptica Darah
Enterobacter cloacae Darah R R S
Klebsiela pneumonia Darah
Pseudomonas aeroginosa Darah
Jumlah Antibiotik yang Masih Sensitif 0 1 0 0 1
Jumlah Antibiotik yang Resisten 0 1 0 1 0
Sensitivitas (%) - 50 - 0 100

Acinetobacter sp Sputum S
Acinetobacter sp Sputum
Klebsiela pneumonia Sputum
Pseudomonas aeroginosa Sputum
Pseudomonas aeroginosa Sputum I
Enterobacter aerogenik Sputum
Acinetobacter baumanii antitratus Sputum
Jumlah Antibiotik yang Masih Sensitif 2 0 0 0 0
Jumlah Antibiotik yang Resisten 0 0 0 0 0
Sensitivitas (%) 100 - - - -

56
Antibiotik
Nama kuman Spesimen Kotrimoksazol Kloramfenikol Ampisilin Tetrasiklin Gentamisin

Enterococcus sp Urin S
Enterococcus sp Urin
Enterococcus sp Urin S S S R R
Escherichia coli Urin S
Klebsiela pneumonia Urin
Jumlah Antibiotik yang Masih Sensitif 1 1 2 1 0
Jumlah Antibiotik yang Resisten 0 0 0 1 1
Sensitivitas (%) 100 100 100 50 0

Enterococcus sp Tinja R R R
Jumlah Antibiotik yang Masih Sensitif 0 0 0 0 0
Jumlah Antibiotik yang Resisten 1 0 1 0 1
Sensitivitas (%) 0 - 0 - 0

57
Antibiotik

Sefoperazon Ampisilin Amoksisilin Piperasilin


Nama kuman Spesimen Sulbaktam Seftriakson Seftazidim Siprofloksasin Amikasin Sulbaktam Sefotaksim Klavulanat Tazobaktam
Acinetobacter sp Darah
Elizabetkingia menigoseptica Darah
Enterobacter cloacae Darah I R I S R R I I
Klebsiela pneumonia Darah
Pseudomonas aeroginosa Darah
Jumlah Antibiotik yang Masih
Sensitif 1 0 1 0 1 0 0 1 1
Jumlah Antibiotik yang
Resisten 0 1 0 0 0 1 1 0 0
Sensitivitas (%) 100 0 100 - 100 0 0 100 100

Enterococcus sp Urin
Enterococcus sp Urin
Enterococcus sp Urin I R S R S R S S
Escherichia coli Urin I
Klebsiela pneumonia Urin
Jumlah Antibiotik yang Masih
Sensitif 2 0 0 1 0 1 0 1 1
Jumlah Antibiotik yang
Resisten 0 1 0 0 1 0 1 0 0
Sensitivitas (%) 100 0 - 100 0 100 0 100 100

58
Antibiotik

Sefoperazon Ampisilin Amoksisilin Piperasilin


Nama kuman Spesimen Sulbaktam Seftriakson Seftazidim Siprofloksasin Amikasin Sulbaktam Sefotaksim Klavulanat Tazobaktam
Enterococcus sp Tinja R R R
Jumlah Antibiotik yang Masih
Sensitif 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Antibiotik yang
Resisten 0 1 1 1 0 0 0 0 0
Sensitivitas (%) - 0 0 0 - - - - -

59
Antibiotik
Nama kuman Spesimen Tigesiklin Kolistin Meropenem Imipenem Vankomisin Fosfomisin Sefepim Sefoperazon Sefpirom Doripenem
Acinetobacter sp Darah R
Elizabetkingia
menigoseptica Darah
Enterobacter cloacae Darah R S S S R
Klebsiela pneumonia Darah R S R S R
Pseudomonas aeroginosa Darah I I R
Jumlah Antibiotik yang
Masih Sensitif 1 1 2 1 0 0 1 1 0 0
Jumlah Antibiotik yang
Resisten 2 0 0 2 0 0 1 1 1 0
Sensitivitas (%) 33,33333 100 100 33,33333 - - 50 50 0 -

Acinetobacter sp Pus I S R
Jumlah Antibiotik yang
Masih Sensitif 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0
Jumlah Antibiotik yang
Resisten 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
Sensitivitas (%) 100 - - - - - 100 0 - -

Acinetobacter sp Sputum I I R
Acinetobacter sp Sputum I S
Klebsiela pneumonia Sputum
Pseudomonas aeroginosa Sputum R
Pseudomonas aeroginosa Sputum S R
Enterobacter aerogenik Sputum

60
Antibiotik
Nama kuman Spesimen Tigesiklin Kolistin Meropenem Imipenem Vankomisin Fosfomisin Sefepim Sefoperazon Sefpirom Doripenem
Acinetobacter baumanii
antitratus Sputum
Jumlah Antibiotik yang
Masih Sensitif 2 2 1 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Antibiotik yang
Resisten 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0
Sensitivitas (%) 100 100 50 0 - - 0 - - -

Acinetobacter sp Swab luka S I R


Klebsiela pneumonia Swab luka
Jumlah Antibiotik yang
Masih Sensitif 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Antibiotik yang
Resisten 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Sensitivitas (%) 100 100 - 0 - - - - - -

Enterococcus sp Urin R S S R
Enterococcus sp Urin
Enterococcus sp Urin S S S S S I
Escherichia coli Urin R
Klebsiela pneumonia Urin
Jumlah Antibiotik yang
Masih Sensitif 1 0 1 0 2 2 1 1 0 0
Jumlah Antibiotik yang
Resisten 0 0 1 0 0 0 2 0 0 0
Sensitivitas (%) 100 - 50 - 100 100 33,33333 100 - -

61
Antibiotik
Nama kuman Spesimen Tigesiklin Kolistin Meropenem Imipenem Vankomisin Fosfomisin Sefepim Sefoperazon Sefpirom Doripenem

Enterococcus sp Tinja S R S R R
Jumlah Antibiotik yang
Masih Sensitif 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0
Jumlah Antibiotik yang
Resisten 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1
Sensitivitas (%) 100 0 - - 100 - - - 0 0

62
63

Lampiran 5. Penyakit Penyerta


Penyakit Penyerta Pada Kelompok NR Penyakit Penyerta Pada Kelompok R
Ileus Paralitik, Dehidrasi Chronic Kidney Disease On Hemodialysis
Sepsis, ISK, Prolonged Fever Pneumonia
Obstruksi Usus Sederhana Tersangka Tersangka Pneumoni, Post Tutup Stoma
Peritonitis Tuberkulosis
Atresia ani tanpa fistel on colostomi post
Ahgiofibroma Nasofaring PSAPP
Abses Regio Proximal Femur Dextra Post Spondilitis Tuberkulosis post debridement
Evakuasi Abses
Chronic Kidney Disease Stage V Pro Tumor Buli, Hidronefrosis, Post Operasi
Transplantasi Ginjal Nefrektomi
Abses cerebri pos op craniotomi renoval
Benda Asing Pluit Saluran Nafas tumor
Malformasi anorektal dengan bucket
Extra Cranial Miningioma handle dictornity
Penurunan Kesadaran, Peningkatan Ruptur Esofagus On Gastrostomy Post
Tekanan Intra Kranial excausa Malfungsi Transposisi Kolon
Post Operasi Laparotomi excausa
Ventriculoperitoneal Shunt (VP Shunt) Appendisitis
Shunt Expage Tumor Sella Discrete subaortic stenosis
Obstruksi Jalan Napas Atas Grade I,
Hidrokel Dextra Massa Sinonasal
Tumor Wilms Stadium III Pasca Kemo Osteosercome proximal tibra
Siklus Ke III
Limfangioma, Hemangioma Akses serebri post operasi kraniotomi
Tumor Testis Sinistra tersangka Malignan Aspirasi benda asing Post Bronkoskopi
Tersangka Wilms Tumor Dextra Tumor intratentorial susp.medulablastoma
Obstruksi mekanik usus e.c congenital
Tersangka Morbus Hirscprung band post L.6 adhesiolisis
Post Operasi Herniotomi Abses Serebri
Abses Intraabdomen tersangka
Invaginasi dengan Prolaps Rekti Appendisitis Perforasi Post LE
Pneumonia Post rekonstruksi kips
Ekstrofi Buli, Pasca Rekonstruksi, Pro Corpus aleinum
Revisi Buli
Spondilitis Tuberkulosis Post
Hidrosepalus Obstruktif Debridement
Syok Hipovolemik Malformasi vena low flow post eksisi
Fr. Le Fort 1, ,Fr Os Nasal, Fr. Rima Orbita Pneumotorax dextra
Sin
Closed Fracture Of Right Distal Radius Kista pankreas
Salter Haris II, Rupture Of Hepar Grade
III, Spleen Lacerated Grade III, Post
Explorative Laparatomy & Percutaneous
64

Penyakit Penyerta Pada Kelompok NR Penyakit Penyerta Pada Kelompok R


Pinning

Adolescent Idiopathic Scoliosis Lenke 3bn Varises Esofagus


Risser 4
Trauma tumpul abdomen, hemato,
Pneumonia, Osteogenesis Imperfekta pneumotorak dextra, emfisema subkutis
Observasi Melena Tumor Intra abdomen
Idiopathic Adolescence Scoliosis, Pro Pneumonia, ventricular septal defect
Koreksi Scoliosis
Hemiparese Sinistra excausa tersangka Kloaka post op repair
Stroke Iskemik Akut
LLA Fistula Enterokutam pada Kolostomi Atresia esofagus post op gastrostomi
Diare Akut Dehidrasi Ringan
Tumor Intra Abdomen Pneumonia, Gizi kurang, Sepsis
AVM Regio Bucal Sinistra Malignant hyperthemia
Eppendisitis Perforasi Tumor sacrococygeal Post eksisi tumor
Juvenille Scoliosis Pasca Koreksi Post Rod Prolap invaginasi Post Operasi
Lengthening Laparotomi
Meningoensefalokel posterior post op
Ventrikulitis rekonstruksi
Atresia Esofagus Kista urakus post LG
Tetanus derajat II, Omsk bilateral tipe
Riwayat Syok Hipovolemik aman aktif, caries dentis, pneumonia
Multiple Giant Bullae, Gizi Kurang Development displasia hip.
Post op trepanasi + VP Shunt B.C
Tersangka Tumor Wilms hidrosepalus - medulublasnin
Kejang excausa kritis, hipertensi excausa
glomerulonefritis akut pasca infeksi
Post Operasi Hidronefrosis streptokokus
Diabetes ketoasidosis berat, Diabetes
Obstruksi Tersangka Invaginasi Melitus tipe 1
Tumor ventrikel IV
Glaukoma afakia ODS
Ankilosis Post Operasi
Multiple mamae bilateral Post Operasi
Pineocytoma
Tumor intra abdomen post op eksisi tumor
Closed Fraktur Pelvis
Lampiran 6. Pedoman Penggunaan Antibiotik Divisi PGD Depatemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM

Pedoman Penggunaan Antibiotik Divisi PGD


Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM

Patogen yang Paling Lama


Diagnosis Klinis Antibiotik dan Dosis Perhatian/Keterangan
Sering Ditemukan Pemberian
Sefotaksim 25 mg/kg/dosis tiap 6-8 jam (IV)
Neonatus:
0-4 minggu: < 1200 g: 100 mg/kg/hari diberikan tiap 12 jam
Usia 7 hari:
1200-2000 g: 100 mg/kg/hari diberikan tiap 12 jam
> 2000 g: 100-150 mg/kg/hari diberikan tiap 8-12 jam
Tanpa imunokompresi
Sepsis Usia > 7 hari: 7 hari Terapi kombinasi dengan
Klebsiella pneumonia
1200-2000 g: 150 mg/kg/hari diberikan tiap 8 jam Antibiotik Aminoglikosida
> 2000 g: 150-200 mg/kg/hari diberikan tiap 6-8 jam
Anak: 1 bulan-12 tahun
< 50 kg: 100-200 mg/kg/hari diberikan tiap 6-8 jam
50 kg: infeksi sedang hingga parah: 1-2 g tiap 6-8 jam
> 12 tahun: 1-2 g tiap 6-8 jam
(Dosis Maksimum Anak: 12 g/hari)
Seftazidim 15-25 mg/kg/dosisi tiap 8 jam (IV) 7 hari
Pseudomonas
(Dosis Maksimum Anak: 6 g/hari)
Meropenem 10-20 mg/kg/dosis tiap 6-8 jam (IV) 7 hari
Acinetobacter
Dengan kecurigaan Sefotaksim 50 mg/kg/dosis tiap 6-8 jam (IV) 7 hari
Klebsiella pneumonia
imunokompresi
Amikasin 15 mg/kg/dosis tiap 24 jam (IV) 7 hari
Pseudomonas
Meropenem 20-40 mg/kg/dosis tiap 8 jam (IV) 7 hari
Acinetobacter

65
66

Lampiran 7. Hasil Pengolahan Data

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Skewness Kurtosis

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error Statistic Std. Error

Kategori Lama 93 0 1 .10 .031 2.773 .250 5.812 .495


Rawat

Kategori BMI 93 0 1 .25 .045 1.191 .250 -.596 .495

Jenis Penyakit 93 0 1 .41 .051 .378 .250 -1.898 .495


Penyerta

Jenis Kelamin 93 0 1 .44 .052 .242 .250 -1.985 .495


Responden

Jenis Rekomendasi 93 0 1 .55 .052 -.198 .250 -2.005 .495

Jumlah Penyakit 93 1 5 1.34 .080 2.631 .250 7.259 .495


Penyerta

Kategori Usia Pasien 93 1 3 1.85 .082 .277 .250 -1.355 .495

Lama Rawat 93 1 22 5.33 .468 1.863 .250 3.619 .495

Usia Responden 93 1 17 7.74 .560 .136 .250 -1.423 .495


(tahun)

Index Massa Tubuh 93 12.60 21.10 16.8032 .19549 .697 .250 -.424 .495
(kg/m2)

Persentase Lama 93 4.55 100.00 33.3185 2.64451 1.402 .250 1.530 .495
Perawatan

Biaya Uji Kultur 93 0 1100000 316397. 31728.155 .131 .250 -1.415 .495
85

Biaya Visit Dokter 93 200000 4400000 1066666 93567.462 1.863 .250 3.619 .495
.67

Biaya Antibiotik 93 1924 31900614 1372926 391784.743 6.282 .250 47.531 .495
.82

Biaya Perawatan 93 1050000 23100000 5600000 491229.174 1.863 .250 3.619 .495
.00

Total Biaya 93 1269941 56900614 8355991 871040.079 2.950 .250 12.148 .495
.33

Valid N (listwise) 93
67
68
69
70
71
72
73

Analisis bivariat antara penyakit penyerta dan lama rawat


Nonparametric Correlations
Correlations

Jenis Penyakit
Lama Rawat Penyerta

Kendall's tau_b Lama Rawat Correlation Coefficient 1.000 .136

Sig. (2-tailed) . .132

N 93 93

Jenis Penyakit Penyerta Correlation Coefficient .136 1.000

Sig. (2-tailed) .132 .

N 93 93

Spearman's rho Lama Rawat Correlation Coefficient 1.000 .157

Sig. (2-tailed) . .133

N 93 93

Jenis Penyakit Penyerta Correlation Coefficient .157 1.000

Sig. (2-tailed) .133 .

N 93 93

Analisis regresi logistik antara lama rawat dengan usia, jenis kelamin, BMI, dan
jenis penyakit penyerta

Logistic Regression
Case Processing Summary
a
Unweighted Cases N Percent

Selected Cases Included in Analysis 93 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 93 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 93 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
74

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

1-11 hari 0

12-22 hari 1

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -2.234 .351 40.555 1 .000 .107

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables jnspenypenyerta 2.746 1 .097

usiapasien .082 1 .774

bmipasien .396 1 .529

sex 2.061 1 .151

Overall Statistics 6.377 4 .173

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)


Variables in the Equation

95% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 jnspenypenyerta 1.354 .782 2.994 1 .084 3.872 .836 17.938

usiapasien -1.150 .964 1.421 1 .233 .317 .048 2.097

bmipasien 2.424 1.817 1.778 1 .182 11.286 .320 397.710

sex .995 .772 1.662 1 .197 2.705 .596 12.284

Constant -2.119 1.489 2.025 1 .155 .120


a
Step 2 jnspenypenyerta 1.321 .768 2.957 1 .085 3.746 .832 16.873

bmipasien .566 .787 .517 1 .472 1.761 .376 8.243

sex 1.097 .759 2.088 1 .149 2.996 .676 13.269

Constant -3.690 .871 17.964 1 .000 .025


a
Step 3 jnspenypenyerta 1.247 .754 2.738 1 .098 3.480 .794 15.241

sex 1.106 .755 2.147 1 .143 3.024 .688 13.280


75

Variables in the Equation

95% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Constant -3.490 .794 19.316 1 .000 .031


a
Step 4 jnspenypenyerta 1.179 .742 2.524 1 .112 3.250 .759 13.913

Constant -2.853 .594 23.081 1 .000 .058


a
Step 5 Constant -2.234 .351 40.555 1 .000 .107

a. Variable(s) entered on step 1: jnspenypenyerta, usiapasien, bmipasien, sex.

Correlation Matrix

Constant jnspenypenyerta usiapasien bmipasien sex

Step 1 Constant 1.000 -.345 -.800 .618 -.442

jnspenypenyerta -.345 1.000 -.077 .144 .131

usiapasien -.800 -.077 1.000 -.900 .085

bmipasien .618 .144 -.900 1.000 -.075

sex -.442 .131 .085 -.075 1.000

Step 2 Constant 1.000 -.666 -.380 -.616

jnspenypenyerta -.666 1.000 .161 .107

bmipasien -.380 .161 1.000 -.002

sex -.616 .107 -.002 1.000

Step 3 Constant 1.000 -.654 -.658

jnspenypenyerta -.654 1.000 .085

sex -.658 .085 1.000

Step 4 Constant 1.000 -.800

jnspenypenyerta -.800 1.000

Model if Term Removed

Model Log Change in -2 Log


Variable Likelihood Likelihood df Sig. of the Change

Step 1 jnspenypenyerta -27.655 3.259 1 .071

usiapasien -26.821 1.592 1 .207

bmipasien -27.066 2.083 1 .149

sex -26.906 1.762 1 .184

Step 2 jnspenypenyerta -28.422 3.202 1 .074

bmipasien -27.069 .495 1 .482


76

Model if Term Removed

Model Log Change in -2 Log


Variable Likelihood Likelihood df Sig. of the Change

sex -27.937 2.232 1 .135

Step 3 jnspenypenyerta -28.538 2.940 1 .086

sex -28.217 2.297 1 .130

Step 4 jnspenypenyerta -29.568 2.702 1 .100

Variables not in the Equation

Score df Sig.
a
Step 2 Variables usiapasien 1.505 1 .220

Overall Statistics 1.505 1 .220


b
Step 3 Variables usiapasien .004 1 .948

bmipasien .526 1 .468

Overall Statistics 1.897 2 .387

Step 4c Variables usiapasien .019 1 .889

bmipasien .602 1 .438

sex 2.301 1 .129

Overall Statistics 4.072 3 .254

Step 5d Variables jnspenypenyerta 2.746 1 .097

usiapasien .082 1 .774

bmipasien .396 1 .529

sex 2.061 1 .151

Overall Statistics 6.377 4 .173

a. Variable(s) removed on step 2: usiapasien.

b. Variable(s) removed on step 3: bmipasien.

c. Variable(s) removed on step 4: sex.

d. Variable(s) removed on step 5: jnspenypenyerta.


77

Analisis uji perbandingan kelompok R dan kelompok NR


Descriptives
Descriptive Statistics

Std.
N Range Minimum Maximum Mean Deviation Variance Skewness Kurtosis

Std. Std. Std.


Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Error Statistic Statistic Statistic Error Statistic Error

Jenis 93 1 0 1 .55 .052 .500 .250 -.198 .250 -2.005 .495


Rekomendasi

Jenis Kelamin 93 1 0 1 .44 .052 .499 .249 .242 .250 -1.985 .495
Responden

Jenis Penyakit 93 1 0 1 .41 .051 .494 .244 .378 .250 -1.898 .495
Penyerta

Kategori Usia 93 2 1 3 1.85 .082 .793 .629 .277 .250 -1.355 .495
Pasien

Kategori BMI 93 1 0 1 .25 .045 .434 .188 1.191 .250 -.596 .495

Usia 93 16 1 17 7.74 .560 5.399 29.150 .136 .250 -1.423 .495


Responden
(tahun)

Index Massa 93 8.50 12.60 21.10 16.803 .1954 1.88527 3.554 .697 .250 -.424 .495
Tubuh (kg/m2) 2 9

Jumlah 93 4 1 5 1.34 .080 .773 .598 2.631 .250 7.259 .495


Penyakit
Penyerta

Valid N 93
(listwise)

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin Responden * 93 100.0% 0 .0% 93 100.0%


Jenis Rekomendasi

Jenis Penyakit Penyerta * Jenis 93 100.0% 0 .0% 93 100.0%


Rekomendasi
78

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kategori Usia Pasien * Jenis 93 100.0% 0 .0% 93 100.0%


Rekomendasi

Kategori BMI * Jenis 93 100.0% 0 .0% 93 100.0%


Rekomendasi

Jenis Kelamin Responden * Jenis Rekomendasi


Crosstab

Jenis Rekomendasi

Non Rekomendasi Rekomendasi Total

Jenis Kelamin Pria Count 23 29 52


Responden
% within Jenis Kelamin 44.2% 55.8% 100.0%
Responden

Wanita Count 19 22 41

% within Jenis Kelamin 46.3% 53.7% 100.0%


Responden

Total Count 42 51 93

% within Jenis Kelamin 45.2% 54.8% 100.0%


Responden

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .041a 1 .839


b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .041 1 .839

Fisher's Exact Test 1.000 .502

Linear-by-Linear Association .041 1 .840

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,52.

b. Computed only for a 2x2 table


79

Jenis Penyakit Penyerta * Jenis Rekomendasi


Crosstab

Jenis Rekomendasi

Non Rekomendasi Rekomendasi Total

Jenis Penyakit Ringan Count 26 29 55


Penyerta
% within Jenis Penyakit Penyerta 47.3% 52.7% 100.0%

Berat Count 16 22 38

% within Jenis Penyakit Penyerta 42.1% 57.9% 100.0%

Total Count 42 51 93

% within Jenis Penyakit Penyerta 45.2% 54.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .242a 1 .623

Continuity Correctionb .079 1 .779

Likelihood Ratio .243 1 .622

Fisher's Exact Test .675 .390

Linear-by-Linear Association .240 1 .624

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,16.

b. Computed only for a 2x2 table

Kategori BMI * Jenis Rekomendasi


Crosstab

Jenis Rekomendasi

Non Rekomendasi Rekomendasi Total

Kategori BMI 0 Count 30 40 70

% within Kategori BMI 42.9% 57.1% 100.0%

12-17 Count 12 11 23

% within Kategori BMI 52.2% 47.8% 100.0%

Total Count 42 51 93

% within Kategori BMI 45.2% 54.8% 100.0%


80

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .607 1 .436

Continuity Correctionb .289 1 .591

Likelihood Ratio .605 1 .437

Fisher's Exact Test .476 .295

Linear-by-Linear Association .600 1 .438

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,39.

b. Computed only for a 2x2 table


T-Test
Group Statistics

Jenis Rekomendasi N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Usia Non Rekomendasi 42 7.36 5.521 .852


Responden
Rekomendasi 51 8.06 5.331 .746
(tahun)

Index Massa Non Rekomendasi 42 16.7429 1.92457 .29697


Tubuh (kg/m2) Rekomendasi 51 16.8529 1.87001 .26185

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the
Difference

Sig. (2- Mean Std. Error


F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper

Usia Equal variances .002 .967 -.622 91 .536 -.702 1.129 -2.944 1.540
Responden assumed
(tahun)
Equal variances not -.620 86.375 .537 -.702 1.133 -2.953 1.550
assumed

Index Equal variances .050 .823 -.279 91 .781 -.11008 .39481 -.89433 .67416
Massa assumed
Tubuh Equal variances not -.278 86.608 .782 -.11008 .39593 -.89708 .67691
(kg/m2) assumed
81

NPar Tests

Mann-Whitney Test
Ranks

Jenis Rekomendasi N Mean Rank Sum of Ranks

Jenis Kelamin Responden Non Rekomendasi 42 47.54 1996.50

Rekomendasi 51 46.56 2374.50

Total 93

Jenis Penyakit Penyerta Non Rekomendasi 42 45.71 1920.00

Rekomendasi 51 48.06 2451.00

Total 93

Kategori Usia Pasien Non Rekomendasi 42 47.83 2009.00

Rekomendasi 51 46.31 2362.00

Total 93

Kategori BMI Non Rekomendasi 42 48.79 2049.00

Rekomendasi 51 45.53 2322.00

Total 93

Jumlah Penyakit Penyerta Non Rekomendasi 42 48.05 2018.00

Rekomendasi 51 46.14 2353.00

Total 93

Test Statisticsa

Jenis Kelamin Jenis Penyakit Kategori Usia Jumlah Penyakit


Responden Penyerta Pasien Kategori BMI Penyerta

Mann-Whitney U 1048.500 1017.000 1036.000 996.000 1027.000

Wilcoxon W 2374.500 1920.000 2362.000 2322.000 2353.000

Z -.202 -.490 -.288 -.775 -.474

Asymp. Sig. (2-tailed) .840 .624 .773 .438 .636

a. Grouping Variable: Jenis Rekomendasi


82

Analisis Jenis Rekomendasi dengan Total Lama Rawat dan Total Biaya
NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Lama Rawat 93 5.33 4.512 1 22

Jenis Rekomendasi 93 .55 .500 0 1

Mann-Whitney Test
Ranks

Jenis Rekomendasi N Mean Rank Sum of Ranks

Lama Rawat Non Rekomendasi 42 51.50 2163.00

Rekomendasi 51 43.29 2208.00

Total 93

Test Statisticsa

Lama Rawat

Mann-Whitney U 882.000

Wilcoxon W 2208.000

Z -1.476

Asymp. Sig. (2-tailed) .140

a. Grouping Variable: Jenis Rekomendasi

NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Total Biaya 93 8355991.33 8400006.321 1269941 56900614

Jenis Rekomendasi 93 .55 .500 0 1

Mann-Whitney Test
Ranks

Jenis Rekomendasi N Mean Rank Sum of Ranks

Total Biaya Non Rekomendasi 42 48.93 2055.00

Rekomendasi 51 45.41 2316.00

Total 93
83

a
Test Statistics

Total Biaya

Mann-Whitney U 990.000

Wilcoxon W 2316.000

Z -.625

Asymp. Sig. (2-tailed) .532

a. Grouping Variable: Jenis Rekomendasi

Analisis Jenis Rekomendasi dengan Lama Rawat dan Total Biaya dengan Skala Kategorik

NPar Tests
Descriptive Statistics

Percentiles

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum 25th 50th (Median) 75th

Jenis Rekomendasi 93 .55 .500 0 1 .00 1.00 1.00

Kategori Lama Rawat 93 .10 .297 0 1 .00 .00 .00

Kategorik Total Biaya 93 .28 .451 0 1 .00 .00 1.00

Chi-Square Test
Frequencies
Jenis Rekomendasi

Observed N Expected N Residual

Non Rekomendasi 42 46.5 -4.5

Rekomendasi 51 46.5 4.5

Total 93

Kategori Lama Rawat

Observed N Expected N Residual

1-11 hari 84 46.5 37.5

12-22 hari 9 46.5 -37.5

Total 93
84

Kategorik Total Biaya

Observed N Expected N Residual

< Rp 10.000.000 67 46.5 20.5

> Rp 10.000.000 26 46.5 -20.5

Total 93

Test Statistics

Kategori Lama Kategorik Total


Jenis Rekomendasi Rawat Biaya

Chi-Square .871a 60.484a 18.075a

df 1 1 1

Asymp. Sig. .351 .000 .000

a. 0 cells (,0%) have expected frequencies less than 5. The minimum


expected cell frequency is 46,5.

Crosstabs
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Rekomendasi * Kategorik 93 100.0% 0 .0% 93 100.0%


Total Biaya

Jenis Rekomendasi * Kategori 93 100.0% 0 .0% 93 100.0%


Lama Rawat
85

Jenis Rekomendasi * Kategorik Total Biaya


Crosstab

Kategorik Total Biaya

< Rp 10.000.000 > Rp 10.000.000 Total

Jenis Rekomendasi Non Rekomendasi Count 27 15 42

% within Jenis 64.3% 35.7% 100.0%


Rekomendasi

Rekomendasi Count 40 11 51

% within Jenis 78.4% 21.6% 100.0%


Rekomendasi

Total Count 67 26 93

% within Jenis 72.0% 28.0% 100.0%


Rekomendasi

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.288a 1 .130


b
Continuity Correction 1.640 1 .200

Likelihood Ratio 2.284 1 .131

Fisher's Exact Test .165 .100

Linear-by-Linear Association 2.264 1 .132

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,74.

b. Computed only for a 2x2 table


86

Jenis Rekomendasi * Kategori Lama Rawat


Crosstab

Kategori Lama Rawat

1-11 hari 12-22 hari Total

Jenis Rekomendasi Non Rekomendasi Count 35 7 42

% within Jenis 83.3% 16.7% 100.0%


Rekomendasi

Rekomendasi Count 49 2 51

% within Jenis 96.1% 3.9% 100.0%


Rekomendasi

Total Count 84 9 93

% within Jenis 90.3% 9.7% 100.0%


Rekomendasi

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.280a 1 .039


b
Continuity Correction 2.946 1 .086

Likelihood Ratio 4.414 1 .036

Fisher's Exact Test .073 .042

Linear-by-Linear Association 4.234 1 .040

N of Valid Cases 93

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,06.

b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai