Anda di halaman 1dari 111

DRUG RELATED PROBLEMS PADA TERAPI PENDERITA

GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RSUD


DR. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Univesitas Sumatera Utara

OLEH:
SYAFRIDA
NIM 151524107

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

1
Universitas Sumatera Utara
DRUG RELATED PROBLEMS PADA TERAPI PENDERITA
GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RSUD
DR. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Univesitas Sumatera Utara

OLEH:
SYAFRIDA
NIM 151524107

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

2
Universitas Sumatera Utara
Medan, Januari 2018
Fakultas Farmasi
Sumatera Utara
Dekan,

3
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini dengan

judul “Drug Related Problems pada Terapi Penderita Gagal Jantung Kongestif di

RSUD Dr. Pirngadi Medan”. Bahan seminar berupa hasil penelitian ini disusun

agar dapat melanjutkan sidang meja hijau serta untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi.

Penulis menyadari bahwa penyusunan hasil penelitian ini tidak terwujud

tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik langsung maupun

tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dra. Azizah

Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., dan Ibu Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt.,

selaku dosen pembimbing, Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., dan

Ibu Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt., sebagai dosen penguji yang telah

meluangkan waktu, mencurahkan ilmu, dan memberikan dorongan, bimbingan

serta saran dengan penuh perhatian dan kesabaran hingga saya dapat

menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini. Terimakasih kepada Bapak Imam

Bagus Sumantri, S.Farm., M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang

telah membimbing saya selama masa pembelajaran di Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

Ayahanda tercinta Usman AR dan Ibunda tersayang Yusma Yeni, serta

seluruh keluarga besar tercinta yang selalu mendoakan dan memotivasi

iv
4
Universitas Sumatera Utara
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih kepada seluruh teman-teman mahasiswa Farmasi USU,

terkhusus teman seperjuangan Ekstensi Farmasi USU 2015, yang telah

memberikan motivasi serta doa dalam menyelesaikan penelitian.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan

kelemahan dalam penulisan hasil penelitian ini. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan sumbangan gagasan, saran dan masukan

yang membangun demi penyempurnaan tulisan ini. Akhir kata penulis berharap

semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan, 07 Desember 2017


Penulis,

Syafrida
NIM 151524107

v5
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Syafrida
Nomor Induk Mahasiswa : 151524107
Program Studi : S-1 Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Drug Related Problems pada Terapi Penderita
Gagal Jantung Kongestif di RSUD Dr.Pirngadi
Medan.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil
pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi lain, dan bukan plagiat
karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam
skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia
menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk
dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, 07 Desember 2017


Yang membuat pernyataan,

Syafrida
NIM 151524107

vi
6
Universitas Sumatera Utara
DRUG RELATED PROBLEMS PADA TERAPI PENDERITA GAGAL
JANTUNG KONGESTIF DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

ABSTRAK

Gagal Jantung Kongestif (GJK) adalah suatu kondisi dimana jantung


mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrisi dan oksigen secara adekuat. Terapi farmakologi yang
dilakukan pada Pengobatan GJK dapat memungkinkan terjadinya Drug Related
Problems (DRPs). Identifikasi DRPs meliputi beberapa kriteria, yaitu indikasi
tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih,
reaksi obat merugikan, dan interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui angka kejadian DRPs pada terapi pasien rawat jalan penderita gagal
jantung kongestif di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental secara deskriptif.
Pengambilan data pasien GJK di RSUD Dr. Pirngadi Medan dilakukan secara
retrospektif mulai dari Juli-Desember 2016 dengan cara mencatat data rekam
medis pasien. Sampel dari penelitian ini terdiri dari 33 pasien dengan diagnosis
utama GJK yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis DRPs dilakukan
berdasarkan jenis DRPs yang ditemukan dengan menggunakan acuan utama yaitu
klasifikasi Strand dan literatur yang dapat dipercaya.
Hasil identifikasi DRPs pada penatalaksanaan pasien GJK di instalasi rawat
jalan RSUD Dr. Pirngadi Medan menunjukkan bahwa terdapat 19 pasien
(57,57%) mengalami DRPs, terdiri dari indikasi tanpa obat 8 kasus (25%), obat
tanpa indikasi 1 kasus (3,1%), dosis obat kurang 5 kasus (15,6%), interaksi obat
18 kasus (56,25%), sementara salah obat, dosis berlebih dan reaksi obat yang
merugikan tidak ditemukan.
Dapat disimpulkan bahwa kejadian DRP masih tinggi pada terapi pasien
GJK di Rumah Sakit Dr. Pirngadi.

Kata Kunci: GJK, DRPs, Klasifikasi Strand, dan Rumah Sakit.

vii
7
Universitas Sumatera Utara
DRUG RELATED PROBLEMS IN MANAGEMENT PATIENTS WITH
CONGESTIVE HEART FAILURE IN DR. PIRNGADI
HOSPITAL MEDAN

ABSTRACT

Congestive Heart Failure (CHF) is a condition in which the heart fails in


pumping blood to supply nutrition and oxygen adequately to the body's cells. The
pharmacological therapy of CHF may result in Drug Related Problems (DRPs).
Identification of DRPs includes several criteria, including indication without
drugs, medication without indication, wrong drug, less dose of medication,
overdoses, adverse drug reactions, and drug interactions. This study aimed to
analyze the incidence of DRPs in the treatment of patients with CHF admitted to
Dr. Pirngadi Hospital, Medan.
This descriptive non-experimental study extracted data from the medical
records of CHF patients period July to December 2016. The sample in this study
consisted of 33 patients with a primary diagnosis of CHF included in inclusion
criteria. DRPs was analyzed based on Strand classification system and trustable
literatures.
The results showed that 19 patients (57.57%) experienced DRPs, in which 8
cases indication without drugs (25%), 1 case medication without indication
(3.1%), 5 cases less dose of medication (15.6%), 18 cases drug interactions
(56.25%), and there were no wrong drug, overdoses and adverse drug reactions.
It could be concluded that the DRPs occurance is still high in the
management of patients with CHF in Dr. Pirngadi Hospital.

Keywords: CHF, DRPs, Strand Classification and Hospital.

viii
8
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ....................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL................................................................................... ii

PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................ vi

ABSTRAK ................................................................................................. vii

ABSTRACT ............................................................................................... viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 5

1.3 Hipotesis ................................................................................... 5

1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 5

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 5

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ......................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7

2.1 Gagal Jantung Kongestif .......................................................... 7

2.2 Gejala dan Tanda Gagal Jantung Kongestif ............................. 8

2.3 Klasifikasi Gagal Jantung ......................................................... 9

2.4 Penyebab Gagal Jantung .......................................................... 10

ix
9
Universitas Sumatera Utara
2.5 Patofisiologi ............................................................................. 10

2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang ..................................... 12

2.7 Penatalaksanaan Terapi Gagal Jantung Kongestif ................... 13

2.8 Terapi Non Farmakologi .......................................................... 14

2.9 Terapi Farmakologi .................................................................. 14

2.9.1 ACE-Inhibitor ................................................................. 14

2.9.2 Antagonis Angiotensin II (AT1-Bloker).......................... 15

2.9.3 Diuretik ........................................................................... 16

2.9.4 Antagonis Aldosteron ..................................................... 17

2.9.5 β-Bloker .......................................................................... 18

2.9.6 Vasodilator ..................................................................... 18

2.9.6.1 Hidralazin-Isosorbid Dinitrat ............................. 19

2.9.6.2 Natrium Nitropusid I.V ...................................... 19

2.9.6.3 Nitrogliserin I.V ................................................. 19

2.9.7 Digoksin ......................................................................... 20

2.9.8 Obat Inotropik ................................................................ 20

2.9.8.1 Dopamin dan Dobutamin I.V ............................. 20

2.9.8.2 Penghambat Fosfodiestrase I.V ......................... 21

2.10 Drug Related Problems ........................................................... 21

2.10.1 Definisi DRPs ............................................................... 21

2.10.2 Klasifikasi DRPs .......................................................... 21

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 26

3.1 Jenis Penelitian ....................................................................... 26

3.2 Populasi dan Sampel .............................................................. 26

3.2.1 Populasi ........................................................................ 26

3.2.2 Sampel ......................................................................... 26

x
10
Universitas Sumatera Utara
3.3 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ................................ 27

3.4 Rancangan Penelitian ............................................................. 27

3.4.1 Pengumpulan Data ....................................................... 27

3.4.2 Analisis Data ................................................................ 27

3.4.2.1 Karakteristik Pasien dan Penggunaan Obat ..... 28

3.4.2.2 Analisis DRPs .................................................. 28

3.5 Diagram Alir Penelitian ......................................................... 29

3.6 Definisi Operasional .............................................................. 29

3.7 Langkah Penelitian ................................................................. 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 31

4.1 Karakteristik Pasien ............................................................... 31

4.2 Kejadian DRPs ....................................................................... 33

4.2.1 Kejadian DRPs Berdasarkan Usia ............................... 34

4.2.2 Kejadian DRPs Berdasarkan Jenis Kelamin ................ 35

4.2.3 Kejadian DRPs Berdasarkan Kategori ......................... 35

4.2.3.1 Indikasi Tanpa Obat ........................................ 37

4.2.3.2 Obat Tanpa Indikasi ........................................ 39

4.2.3.3 Obat Salah ........................................................ 40

4.2.3.4 Dosis Obat Kurang ........................................... 40

4.2.3.5 Dosis Obat Lebih ............................................. 41

4.2.3.6 Reaksi Obat Merugikan ................................... 41

4.2.3.7 Interaksi Obat .................................................. 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 46

5.1 Kesimpulan ............................................................................ 46

5.2 Saran ...................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 47

xi
11
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN ............................................................................................... 51

xii
12
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi Gagal Jantung .......................................................... 9

2.2 ACE-Inhibitor ............................................................................. 15

2.3 Antagonis Angiotensin II (AT1-Bloker) ..................................... 16

2.4 Diuretik dan Thiazide ................................................................. 17

2.5 Antagonis Aldosteron ................................................................. 17

2.6 β-Bloker ...................................................................................... 18

2.7 Jenis – Jenis DRPs dan Penyebab yang Mungkin Terjadi ......... 22

2.8 Klasifikasi DRPs Secara Umum Menurut Pharmaceutical Care


Network Europe (PCNE) ............................................................ 24

2.9 Klasifikasi Penyebab DRPs Menurut PCNE (2006) .................. 25

4.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 31

4.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia ...................................... 32

4.3 Kejadian DRPs Berdasarkan Usia .............................................. 34

4.4 Kejadian DRPs Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 35

4.5 DRPs yang Terjadi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di


Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi
Medan Periode Juli - Desember 2016 ........................................ 36

4.4 DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat ......................................... 37

4.5 DRPs Kategori Dosis Obat Kurang ........................................... 40

4.6 DRPs Kategori Interaksi Obat ................................................... 45

xiii
13
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat ........ 6

2.1 Jantung Normal dan Gagal Jantung Kongestif ......................... 7

3.1 Skema Alir Penelitian .............................................................. 29

4.1 Kejadian DRPs pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di


Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirnga-
di Medan Periode Juli-Desember 2016 ................................... 34

xiv
14
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Data Pasien CHF dengan Disertai Jenis Kelamin, Usia dan


Klaim ....................................................................................... 51

2 Data Pasien Berdasarkan Terapi .............................................. 52

3 Hasil Rekapitulasi DRPs ......................................................... 76

4 Rekapitulasi DRPs Pasien Beserta Keterangan ....................... 78

5 Hasil Rekapitulasi DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat dan


Obat Tanpa Indikasi.................................................................. 85

6 Hasil Rekapitulasi DRPs Kategori Interaksi Obat .................... 88

7 Surat Permohonan Judul Penelitian ......................................... 93

8 Surat Permohonan Izin Penelitian di RSUD Dr. Pirngadi


Medan ...................................................................................... 94

9 Surat Izin Melakukan Penelitian di RSUD Dr. Pirngadi


Medan ...................................................................................... 95

10 Surat Selesai Penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan ........... 96

xv
15
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jantung merupakan organ yang terpenting dalam sirkulasi. Jantung bekerja

memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh

setiap saat, baik saat istirahat maupun saat bekerja (Sitompul dan Sugeng, 2004).

Gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami

kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan

nutrisi dan oksigen secara adekuat. Gagal jantung kongestif dapat disebabkan

oleh overload volume, tekanan dan disfungsi miokard, gangguan pengisian, atau

peningkatan kebutuhan metabolik (Udjianti, 2010).

Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

seluruh dunia (Goodman dan Gilman, 2011). Penyebab kematian nomor satu

setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah

penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah seperti

penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung atau payah jantung, hipertensi

dan stroke. Pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian

disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 3 juta kematian tersebut

terjadi sebelum usia 60 tahun dan seharusnya dapat dicegah. Kematian dini yang

disebabkan oleh penyakit jantung terjadi berkisar sebesar 4% di negara

berpenghasilan tinggi, sampai dengan 42% terjadi di negara berpenghasilan

rendah. Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, terutama

penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai

23,3 juta kematian pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2014).

1
Universitas Sumatera Utara
Prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13%

atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter/

gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang (Kemenkes RI,

2014). Di Sumatera Utara sendiri prevalensi gagal jantung mencapai (0,13%)

untuk yang didiagnosis dan (0,3%) untuk prevalensi gejala. Penyakit gagal

jantung meningkat seiring dengan bertambanya umur, tertinggi pada umur 65-74

tahun (0,49%) untuk yang didiagnosis, menurun sedikit pada umur ≥75 tahun

(0,4%) tetapi untuk gejala tertinggi pada umur ≥75 tahun (1,1%) (Riskesdas,

2013). Prevalensi faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti

berat badan lebih dan obesitas, diabetes melitus, sering makan makanan asin,

sering makan makanan berlemak, kurang sayur buah, kurang aktivitas fisik,

gangguan mental emosional, merokok setiap hari dan mengkonsumsi alkohol

(Kemenkes RI, 2009).

Pasien gagal jantung kongestif biasanya mengalami komplikasi penyakit

lain sehingga membutuhkan berbagai macam obat dalam terapinya (Yasin, et al.,

2005). Pasien gagal jantung kongestif pada umumnya harus diberikan sedikitnya

empat jenis pengobatan yakni ACE inhibitor, diuretik, betabloker, dan digoksin.

Beberapa pasien terkadang juga memerlukan perlakuan tambahan seperti

pemberian senyawa antagonis aldosteron dan sebagainya (Fajriansyah, dkk.,

2016). Pemberian obat yang bermacam-macam tanpa dipertimbangkan dengan

baik dapat merugikan pasien karena mengakibatkan terjadinya perubahan efek

terapi (Yasin, et al., 2005).

Drug Related Problems merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan

dari pengalaman pasien atau diduga akibat adanya terapi obat sehingga potensial

2
Universitas Sumatera Utara
mengganggu keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki (Cipolle, et al., 1998).

Kategori DRPs meliputi beberapa kriteria, yaitu indikasi tanpa obat, obat tanpa

indikasi, obat tidak tepat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat

merugikan, interaksi obat, dan ketidakpatuhan pasien (Strand, et al., 1990).

Identifikasi DRPs pada pengobatan penting dalam rangka mengurangi

morbiditas, mortalitas, dan biaya terapi obat. Hal ini akan sangat membantu

dalam meningkatkan efektivitas terapi obat terutama pada penyakit-penyakit yang

sifatnya kronis, progresif dan membutuhkan pengobatan sepanjang hidup

(Fajriansyah, dkk., 2016).

Minessota Pharmaceutical Care mengidentifikasi, didapat 5333 DRPs

pada 9399 pasien reguler (tidak hanya pasien yang lebih tua) dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa lebih dari 1400 pasien mengalami lebih dari satu kategori

DRPs selama pengobatan (Yanti, dkk., 2014). Penelitian di Inggris yang

dilakukan pada salah satu unit perawatan umum menemukan 8,8% kejadian

DRPs pada 93% pasien darurat. Berdasarkan catatan sejarah di Amerika pada

tahun 1997 terjadi 140 ribu kematian dari 1 juta pasien yang dirawat di rumah

sakit akibat adanya DRPs dari obat yang diresepkan (Cipolle, et al., 1998)..

Pada tahun 2016 telah dilakukan penelitian mengenai identifikasi DRPs

pada penatalaksanaan pasien CHF di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Yogyakarta, dari 37 rekam medis pasien yang didiagnosis CHF didapat 20 rekam

medis pasien yang mengalami DRPs, terdiri dari interaksi obat sebanyak 35

kejadian (77,78%), pemilihan obat yang tidak sesuai sebanyak 10 kejadian

(22,22%), tidak ditemukan DRPs dosis yang tidak sesuai, penggunaan obat yang

tidak sesuai dan kejadian yang tidak diinginkan (Utami dan Resita, 2016).

3
Universitas Sumatera Utara
Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Fajriansyah, dkk., (2016) telah

mengidentifikasi DRPs kategori interaksi obat, over dosis dan dosis subterapi

pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP Universitas Hasanuddin Makassar,

dari 25 data rekam medis pasien didapat 22 kejadian DRPs yang terdiri dari

kategori interaksi obat sebanyak 14 kejadian (63,63%), overdosis sebanyak 5

kejadian (22,72%), dan dosis subterapi sebanyak 3 kejadian (13,63%). Yulias,

dkk., (2010) melakukan penelitian tentang kajian interaksi obat pada pasien

penyakit gagal jantung rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2008, dari

90 rekam medis pasien rawat inap didapat 63 rekam medis pasien (70%)

potensial mengalami interaksi obat.

Penderita gagal jantung kongestif mendapatkan kombinasi obat dalam

terapinya sehingga perlu diwaspadai penggunaannya dan mengingat semakin

meningkatnya angka kejadian gagal jantung kongestif maka penting dilakukan

penelitian tentang DRPs agar pasien mendapatkan terapi yang tepat guna

mencapai hasil terapi yang diharapkan sehingga dapat memperbaiki dan

meningkatkan kualitas hidup pasien.

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini

dilakukan dengan analisis deskriptif secara retrospektif dari periode Juli-

Desember 2016 terhadap data rekam medis penderita gagal jantung kongestif

pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan. Penelitian

ini diharapkan menjadi bahan kajian bagi pihak rumah sakit, khususnya

profesional kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada

masyarakat.

4
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat dirumuskan suatu

permasalahan yaitu: Berapakah jumlah kejadian dan persentase DRPs kategori

indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat

berlebih, reaksi obat merugikan dan interaksi obat pada penderita gagal jantung

kongestif pasien rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Juli-Desember

2016?

1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumasan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini
adalah terjadi DRPs kategori indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah,
dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan dan interaksi obat
pada penderita gagal jantung kongestif pasien rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi
Medan Periode Juli-Desember 2016.
1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui jumlah kejadian dan persentase DRPs kategori indikasi tanpa obat,

obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat

merugikan dan interaksi obat pada penderita gagal jantung kongestif pasien rawat

jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Periode Juli-Desember 2016.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan guna memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi Rumah Sakit: Sebagai bahan evaluasi bagi pihak rumah sakit mengenai

pelaksanaan pengobatan pada penderita gagal jantung kongestif di Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.

b. Bagi Program Studi: Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan tentang DRPs pada penderita gagal jantung kongestif.

5
Universitas Sumatera Utara
c. Bagi Peneliti: Dapat menambah pengetahuan mengenai DRPs pada penderita

gagal jantung kongestif.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang identifikasi DRPs pasien gagal jantung

kongestif instalasi rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan menggunakan

klasifikasi Strand. Klasifikasi DRPs menurut Strand terdiri dari 8 kategori tetapi

dalam penelitian ini kategori ketidakpatuhan pasien tidak dimasukkan karena

penelitian ini hanya melihat data rekam medis saja, peneliti tidak bertemu dengan

pasien secara langsung sehingga kategori ketidakpatuhan pasien tidak dapat

diidentifikasi atau dinilai. Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian

ini yaitu obat-obat yang diberikan kepada pasien gagal jantung kongestif. DRPs

kategori indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang,

dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat sebagai variabel

terikat (dependent variable). Hubungan kedua variabel tersebut digambarkan

dalam kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Varibel Terikat

Identifikasi DRPs
Kategori DRPs:
Regimen obat yang 1. Indikasi Tanpa Obat
diberikan pada 2. Obat Tanpa Indikasi
terapi pasien CHF 3. Obat Salah
4. Dosis Obat Kurang
5. Dosis Obat Lebih
6. Reaksi Obat Merugikan
7. Interaksi Obat

(Strand, et al., 1990).

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat

6
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif merupakan suatu kondisi dimana jantung

mengalami kegagalan untuk memompakan darah guna mencukupi kebutuhan sel-

sel organ tubuh dan jaringan akan nutrisi dan oksigen yang memadai. Hal ini

dapat mengakibatkan terjadinya peregangan ruang jantung (dilatasi) guna

menampung darah lebih banyak untuk kemudian dipompakan ke seluruh tubuh

atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu

memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang

melemah tidak mampu memompa dengan kuat (Udjianti, 2010). Perbedaan antara

jantung normal dengan gagal jantung kongestif dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Jantung Normal dan Gagal Jantung Kongestif (http://obat


gangguanjantung.blogspot.co.id)

Pada jantung yang normal, tidak terdapat kelainan ataupun gangguan

struktur dan fungsi jantung sehingga jantung dapat memompa darah dengan

normal untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, sedangkan pada gagal jantung

7
Universitas Sumatera Utara
kongestif, terdapat kelainan ataupun gangguan struktur dan fungsi jantung

sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.

2.2 Gejala dan Tanda Gagal Jantung Kongestif

Tanda dan gejala gagal jantung kongestif meliputi:

a. Kelelahan dan kelemahan.

b. Dispnea (peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri menyebabkan

penumpukan cairan ke dalam paru, sehingga terjadinya peningkatan kerja

pernafasan). Dispne dapat dialami pada saat beraktivitas maupun istirahat.

c. Ortopnea (sesak nafas yang timbul beberapa saat setelah berbaring).

d. Dispne nokturna paroksimal (sesak nafas pada malam hari).

e. Batuk; terjadi edema batang bronkus disebabkan oleh peningkatan tekanan

atrium kiri.

f. Nokturia dan oliguria (retensi garam dan air yang timbul dalam gagal

jantung kongestif menyebabkan pengurangan produksi urin).

g. Gallop S3; bunyi yang di dengar kira-kira sepertiga jalan diastolik, terjadi

pada awal diastolik selama fase pengisian cepat dalam ventrikel atau pada

akhir kontraksi atrium

h. Anoreksia, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.

i. Takikardi (peningkatan frekuensi denyut jantung)

j. Nyeri dada dan palpitasi.

k. Ascites (penumpukan cairan pada rongga perut).

l. Hepatomegali (pembesaran hati).

m. Edema paru (penumpukan cairan pada paru-paru) (Dumitru, 2016).

8
Universitas Sumatera Utara
2.3 Klasifikasi Gagal Jantung

Gagal jantung diklasifikasikan berdasarkan beratnya keluhan dan kapasitas

latihan. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah dari New York Heart

Association Classification (NYHA). Klasifikasi gagal jantung menurut American

College of Cardiology (ACC)/ American Heart Association (AHA) dan NYHA

ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Gagal Jantung


Klasifikasi menurut
Klasifikasi menurut NYHA
ACC/AHA
Stadium A Memiliki risiko Kelas I Pasien dengan penyakit jantung
tinggi untuk tetapi tidak ada pembatasan ak
berkembang tivitas fisik. Aktivitas fisik biasa
menjadi gagal
tidak menyebabkan kelelahan
jantung. Tidak
terdapat gangguan berlebihan, palpitasi, dispnea atau
struktural atau tanpa nyeri angina.
gejala gagal jantung.
Stadium B terdapat gangguan Kelas II Pasien dengan penyakit jantung
jantung struktural dengan sedikit pembatasan
tetapi tanpa tanda dan aktivitas fisik. Merasa nyaman
gejala gagal jantung. saat istirahat. Hasil aktivitas
normal fisik kelelahan, palpitasi,
dispnea atau nyeri angina.
Stadium C terdapat gangguan Kelas III Pasien dengan penyakit jantung
jantung struktural yang terdapat pembatasan
dengan gejala awal aktivitas fisik. Merasa nyaman
atau mengalami saat istirahat. Aktifitas fisik
gejala gagal jantung. ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi, dispnea atau nyeri
angina.
Stadium D terdapat gangguan Kelas IV Pasien dengan penyakit jantung
jantung struktural yang mengakibatkan
yang lanjut serta ketidakmampuan untuk
muncul gejala gagal melakukan aktivitas fisik apapun
jantung saat istirahat tanpa ketidaknyamanan. Gejala
walaupun telah gagal jantung dapat muncul
mendapat terapi. bahkan pada saat istirahat.
Keluhan meningkat saat
melakukan aktifitas.
(St. Luke’s Health Partners, 2016).

9
Universitas Sumatera Utara
2.4 Penyebab Gagal Jantung

Penyebab gagal jantung antara lain infark miokard, miopati jantung,

kelainan katup jantung, dan malformasi kongenital. Jika kebutuhan oksigen

ventrikel yang meningkat tidak dapat dipenuhi dengan peningkatan aliran darah

(biasanya karena aterosklerosis koroner), kontraksi ventrikel akan berkurang.

Pada kasus ini, disfungsi diastolik dan sistolik, keduanya terjadi. Penyebab lain

gagal jantung yaitu hipertensi sistemik atau paru kronis, gagal ginjal atau

intoksikasi air (jarang terjadi), akan meningkatkan volume plasma sampai pada

derajat tertentu sehingga volume diastolik akhir meregangkan serabut ventrikel

melebihi panjang optimalnya (Corwin, 2009).

Gejala gagal jantung dapat ditimbulkan oleh beberapa penyakit. Di negara-

negara berkembang, penyebab tersering adalah penyakit arteri koroner yang

menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati

sistemik) (Tierney, et al., 2002).

2.5 Patofisiologi

Gagal jantung terjadi jika curah jantung tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan tubuh akan O2. Gagal jantung adalah suatu gejala klinik kompleks

akibat kelainan struktur dan fungsi jantung yang mengganggu kemampuan

ventrikel untuk diisi oleh darah atau untuk mengeluarkan darah. Pada kebanyakan

pasien gagal jantung, disfungsi sistolik dan diastolik ditemukan bersamaan. Pada

disfungsi sistolik, kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga darah

yang dipompa berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi

diastolik, relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga pengisian darah ke

ventrikel berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Berkurangnya curah

10
Universitas Sumatera Utara
jantung inilah yang menimbulkan gejala-gejala gagal jantung. Disfungsi sistolik

biasanya terjadi akibat infark miokard yang menyebabkan kematian sebagian sel

otot jantung, sedangkan disfungsi diastolik biasanya terjadi akibat hipertensi yang

menyebabkan kompensasi miokard berupa hipertrofi dan kekakuan dinding

ventrikel. Sel miokard yang mati pada infark miokard diganti dengan jaringan

ikat, dan pada sel miokard yang tinggal (jumlahnya telah berkurang) terjadi

hipertrofi (Arini dan Nafrialdi, 2007).

Berdasarkan letaknya gagal jantung diklasifikasikan sebagai gagal jantung

kiri atau gagal jantung kanan. Gagal jantung pada salah satu sisi dapat berlanjut

dengan gagal jantung sisi yang lain. Penyebab utama gagal jantung kanan adalah

gagal jantung kiri. Pada gagal jantung kiri, volume darah yang diterima sisi kiri

lebih sedikit dibandingkan dengan sisi kanan jantung. Peningkatan tekanan

pengisian pulmonal menyebabkan terjadinya penumpukan cairan ke dalam

jaringan intersel paru-paru dan menyebabkan edema pulmonal. Pada Gagal

jantung kanan, ventrikel kanan tidak mampu memompa darah secara optimal,

darah yang dipompa lebih sedikit daripada volume darah yang diterima dari

sirkulasi sistemik, sehingga darah mulai terkumpul di sistem vena perifer (Pusat

pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, 1993).

Berdasarkan berlangsungnya penyakit gagal jantung diklasifikasikan

sebagai gagal jantung akut dan kronis. Gagal jantung akut biasanya dipercepat

dengan adanya tekanan yang melampaui mekanisme kompensasi dan dapat

menyebabkan syok kardioganik. Gagal jantung akut terjadi karena penurunan

fungsi ventrikel kiri dengan cepat, biasanya berkaitan dengan infark miokard dan

disfungsi valvular akut. Gagal jantung kronis, sering dianggap sebagai gagal

11
Universitas Sumatera Utara
jantung kongestif, yang berlangsung pada periode tertentu. Gagal jantung

kongestif menyebabkan kegagalan miokard. Untuk ini perlu diadakan

pengawasan terutama pasien hipertensi, penyakit arteri koroner dan infark

miokard (Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, 1993).

2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis gagal jantung ditentukan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan penunjang.

Kriteria diagnosis utama:

a. Sesak nafas beberapa saat setelah berbaring (Orthopnoe).

b. Sesak nafas pada malam hari (Paroxymal Nocturnal Dyspnoe).

c. Peningkatan tekanan vena jugularis.

d. Pembesaran jantung.

e. Gallop S3.

f. Edema paru.

g. Rales

h. Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari dalam pengobatan.

i. Refluks hepatojugular (pelebaran vena jugularis ketika dilakukan penekanan

pada hati).

Kriteria diagnosis tambahan:

a. Edema tungkai bawah (biasanya dekat mata kaki).

b. Batuk-batuk malam hari.

c. Sesak nafas saat aktifitas lebih dari sehari-hari.

d. Pembesaran hati.

12
Universitas Sumatera Utara
e. Efusi pleura; penumpukan cairan diantara dua lapisan pleura yaitu membran

yang memisahkan paru-paru dengan dinding dada bagian dalam.

f. Takikardi (>100 kali/menit).

Bila terdapat 1 gejala utama dan 2 gejala tambahan atau 3 gejala tambahan, maka

sudah memenuhi gejala kriteria diagnostik gagal jantung (PERKI, 2016).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya

gagal jantung antara lain foto thorax untuk melihat adanya kongesti pada paru,

pembesaran hati dan pembesaran jantung. Ekokardiogram untuk melihat ada

tidaknya infark miokardi, ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien

dengan dugaan klinis gagal jantung, tes darah untuk mengetahui ada tidaknya

pasien mengalami anemia dan menilai fungsi ginjal, pemeriksaan radionuklide

angiografi dan melakukan tes tambahan seperti tes fungsi hati, serum elektrolit,

mengukur kreatinin, lipid, urin, tes fungsi paru dan hormon stimulasi tiroid

(Dosh, 2004).

2.7 Penatalaksanaan Terapi Gagal Jantung Kongestif

Panduan praktik terbaik yang dikeluarkan oleh American Heart Association

(AHA) telah mengidentifikasi penggunaan β-bloker dan penghambat enzim

pengubah angiotensin (ACE inhibitor) sebagai terapi yang paling efektif untuk

gagal jantung kecuali ada kontraindikasi khusus. ACE inhibitor menurunkan

afterload (TPR) dan volume plasma (preload). Antagonis angiotensin dapat

digunakan sebagai ACE inhibitor. Diberikan diuretik untuk menurunkan volume

plasma sehingga aliran balik vena dan peregangan serabut otot jantung

berkurang. Nitrat diberikan untuk mengurangi afterload dan preload. Antagonis

aldosteron termasuk alprerenon telah terbukti mengobati gagal jantung kongestif

13
Universitas Sumatera Utara
setelah serangan jantung. Digoksin diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas.

Digoksin bekerja secara langsung pada serabut otot jantung untuk meningkatkan

kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung kepada panjang serabut otot jantung

(Corwin, 2009).

2.8 Terapi non Farmakologi

Terapi non farmakologi menurut Dipiro et al (2008) terdiri atas:

a. Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diet

sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat badan.

b. Merokok harus dihentikan.

c. Mengurangi aktivitas fisik dengan melakukan olahraga yang teratur seperti

bersepeda atau berjalan dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil

(NYHA kelas II-III).

d. Istirahat, dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.

e. Hindari berpergian ke tempat-tempat tinggi, panas, dan lembab.

2.9 Terapi Farmakologi

Tujuan pengobatan pada pasien gagal jantung adalah meningkatkan kualitas

hidup, meredakan atau mengurangi gejala, mencegah atau meminimalkan rawat

inap, memperlambat perkembangan penyakit, dan memperpanjang kelangsungan

hidup (Dipiro, et al., 2015). Terapi farmakologi pada gagal jantung, antara lain:

2.9.1 ACE-Inhibitor

ACE-inhibitor pada gagal jantung kongestif mengurangi mortalitas dan

morbiditas pada semua pasien gagal jantung sistolik. Mekanisme kerja ACE-

inhibitor mengurangi pembentukan angiotensin II di reseptor AT 1 maupun AT2

14
Universitas Sumatera Utara
(Arini dan Nafrialdi, 2007). ACE-inhibitor pada gagal jantung dapat mencegah

terjadinya remodeling dan menghambat perluasan kerusakan miokard serta dapat

menurunkan sekresi aldosteron (sehingga meningkatkan ekskresi natrium) dan

menurunkan sekresi vasopresin yang semuanya berguna untuk penderita gagal

jantung kongestif (Kabo, 2011). ACE-inhibitor merupakan terapi lini pertama

untuk pasien dengan fungsi ventrikel yang menurun, yaitu dengan fraksi ejeksi di

bawah normal (<40-45%) dengan atau tanpa gejala. Pada pasien dengan gejala

gagal jantung tanpa retensi cairan, obat ini harus diberikan bersama diuretik. Efek

samping batuk kering dan angiodema (Arini dan Nafrialdi, 2007). Berdasarkan

Clinical Practice Guideline (CPG) European Society of Cardiology (ESC) dosis

ACE-inhibitor untuk gagal jantung kongestif ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 ACE-Inhibitor

ACE inhibitor Dosis Awal Dosis Target


Captopril 6,25 mg 3 kali sehari 50 mg 3 kali sehari
Enalapril 2,5 mg 2 kali sehari 10-20 mg 2 kali sehari
Lisinopril 2,5-5,0 mg 1 kali sehari 20-35 mg 1 kali sehari
Ramipril 2,5 mg 1 kali sehari 10 mg 1 kali sehari
Trandolapril 0,5 mg 1 kali sehari 4 mg 1 kali sehari

2.9.2 Antagonis Angiotensin II (AT1-Bloker)

Antagonis angiotensin II (Ang II) menghambat aktivitas angiotensin II

hanya di reseptor AT1 dan tidak di reseptor AT2, maka disebut juga AT1-bloker.

Tidak adanya hambatan kininase II menyebabkan bradikinin dipecah menjadi

kinin aktif, sehingga vasodilator Nitric Oxide (NO) dan PGl2 tidak terbentuk.

Karena itu, AT1-bloker tidak menimbulkan efek samping batuk kering,

angiodema meskipun jarang (Arini dan Nafrialdi, 2007). ACC/AHA

merekomendasikan penggunaan ARB pada pasien gagal jantung stadium A, B,

15
Universitas Sumatera Utara
dan C yang tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Candesartan dan valsartan

direkomendasi oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan

gagal jantung dan merupakan senyawa pilihan, apakah digunakan sendiri atau

dikombinasikan dengan ACE inhibitor (Dipiro, et al., 2015).

Berdasarkan Clinical Practice Guideline European Society of Cardiology,

dosis antagonis angiotensin II untuk gagal jantung kongestif ditunjukkan pada

Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Antagonis Angiotensin II (AT1-Bloker)

ARB Dosis Awal Dosis Target


Candesartan 4-8 mg 1 kali sehari 32 mg 1 kali sehari
Valsartan 40 mg 2 kali sehari 160 mg 2 kali sehari
Losartan 50 mg 1 kali sehari 150 mg 1 kali sehari

2.9.3 Diuretik

Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang

selalu disertai dengan kelebihan (overload) cairan yang menyebabkan kongesti

paru atau edema perifer. Penggunaan diuretik dapat menghilangkan sesak nafas

dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik. Diuretik

mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel,

alir balik vena, dan tekanan pengisian ventrikel (preload) (Arini dan Nafrialdi,

2007). Diuretik tidak harus diberikan untuk pasien tanpa retensi cairan. Diuretik

yang biasa digunakan adalah golongan diuretik tiazid dan diuretik loop. Diuretik

loop seperti furosemide, bumetanide, dan torsemide biasanya diperlukan untuk

memulihkan dan mempertahankan euvolemia pada gagal jantung (Dipiro, et al.,

2015). Berdasarkan Clinical Practice Guideline European Society of Cardiology,

dosis diuretik untuk gagal jantung kongestif ditunjukkan pada Tabel 2.4.

16
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Diuretik dan Thiazide
Diuretik Dosis Awal Dosis Biasa sehari
Diuretik Loop
Furosemide 20-40 mg 40-240 mg
Bumetanide 0,5-1,0 mg 1-5 mg
Torasemide 5-10 mg 10-20 mg
Thiazide
Bendroflumethiazide 2,5 mg 2,5-10 mg
Hydrocholothiazide 25 mg 12,5-100 mg
Metolazone 2,5 mg 2,5-10 mg
Indapamide 2,5 mg 2,5-5 mg

2.9.4 Antagonis aldosteron

Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosteron meningkat akibat

aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (Dipiro, et al., 2008). Aldosteron

menyebabkan retensi Na dan air serta mengekskresi K dan Mg. Retensi Na dan

air menyebabkan edema dan peningkatan preload jantung. Aldosteron memacu

remodeling dan disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek

langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi fibroplas (Arini dan

Nafrialdi, 2007). Ada dua antagonis aldosteron, yaitu diuretik hemat kalium

seperti spironolakton dan penghambat konduksi natrium seperti amilorin,

triamteren yang menghilangkan sekresi kalium dan ion hidrogen di ginjal. Obat-

obat ini umumnya digunakan untuk mengimbangi efek kehilangan kalium dan

magnesium dari diuretik loop (Gray, et al., 2006). Berdasarkan Clinical Practice

Guideline St. Luke’s Health Partners, dosis antagonis aldosteron untuk gagal

jantung kongestif ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Antagonis Aldosteron


Antagonis Aldosteron Dosis Awal Dosis Target
Spironolaktone 12,5-25 mg 1 kali sehari 25 mg 1 kali sehari
Alprerenone 25 mg 1 kali sehari 50 mg 1 kali sehari

17
Universitas Sumatera Utara
2.9.5 β-Bloker

β-bloker bekerja dengan menghambat efek merugikan dari aktivitas

simpatis pada pasien gagal jantung. Stimulasi adrenergik pada jantung memang

pada awalnya meningkatkan kerja jantung, akan tetapi aktivitas simpatis yang

berkepanjangan pada jantung yang telah mengalamai disfungsi akan merusak

jantung, dan hal ini dapat dicegah oleh β-bloker (Arini dan Nafrialdi, 2007).

Pedoman ACC/AHA merekomendasikan penggunaan β-bloker pada semua

pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang kurang stabil yang

tidak ada kontraindikasi atau riwayat intoleransi β-bloker. Pasien harus menerima

β-bloker meskipun gejalanya ringan atau keadaan pasien terkontrol baik dengan

penggunaan ACE inhibitor dan terapi diuretik. Penambahan β-bloker lebih

bermanfaat daripada peningkatan dosis ACE-inhibitor (Dipiro, et al., 2015).

Berdasarkan Clinical Practice Guideline European Society of Cardiology,

dosis β-bloker untuk gagal jantung kongestif ditunjukkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Beta-Bloker


Beta-blockers Dosis Awal Dosis Target
Bisoprolol 1,25 mg 1 kali sehari 10 mg 1 kali sehari
Carvediol 3,125 mg 2 kali sehari 25 mg 2 kali sehari
Metoprolol Suksinat 12,5-25 mg 1 kali sehari 200 mg 1 kali sehari
Nebivolol 1,25 mg 1 kali sehari 10 mg 1 kali sehari

2.9.6 Vasodilator

Vasodilator berperan penting dalam mengatasi gagal jantung berat,

terutama yang disebabkan oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik, infusiensi

mitral dan infusiensi aorta. Pemilihan vasodilator pada penderita gagal jantung

dilakukan berdasarkan gejala gagal jantung dan tanda yang ada. Pada penderita

dengan tekanan pengisian tinggi sehingga sesak nafas, vasodilator dapat

18
Universitas Sumatera Utara
membantu mengurangi gejala (Chaidir dan Munaf, 2009). Selain ACE-inhibitor

dan antogonis ATII, vasodilator lain yang digunakan untuk pengobatan gagal

jantung adalah hidralazin-isosorbid dinitrat, Na-nitropusid I.V, nitrogliserin I.V,

dan nesiritd I.V (Arini dan Nafrialdi, 2007).

2.9.6.1 Hidralazin-Isosorbid Dinitrat

Kombinasi ini telah terbukti dapat mengurangi mortalitas pada pasien

gagal jantung akibat disfungsi sistolik. Hidralazin merupakan vasodilator arteri

sehingga menurunkan afterload sedangkan isosorbid dinitrat merupakan

venodilator sehingga menurunkan preload jantung (Arini dan Nafrialdi, 2007).

2.9.6.2 Natrium Nitroprusid I.V

Natrium nitroprusid merupakan prodrug dari NO, suatu vasodilator kuat,

kerjanya di arteri maupun vena, sehingga menurunkan afterload dan preload

jantung (Arini dan Nafrialdi, 2007). Obat ini mengurangi tekanan pengisian dan

meningkatkan curah jantung pada penderita gagal jantung dengan gangguan

pompa yang berat. Kombinasi dengan zat inotropik, misalnya dobutamin akan

meningkatkan efektivitasnya, terutama pada penderita dengan komplikasi

hipotensi. Dosis yang biasa diberikan adalah 15-20 µg/menit pada orang dewasa

dan 0,1-8 µg/kg BB/menit pada anak- anak (Agoes, dkk., 2009).

2.9.6.3 Nitrogliserin I.V

Obat ini juga prodrug dari NO, pada kecepatan infus yang rendah obat ini

mendilatasi vena dengan demikian hanya menurunkan preload jantung (Arini dan

Nafrialdi, 2007). Indikasi utama obat ini adalah untuk angina pektoris, tetapi

karena dapat mengurangi preload, obat ini bermanfaat untuk menurunkan

19
Universitas Sumatera Utara
tekanan pengisian ventrikel kiri dan mengurangi edema paru akut (Agoes, dkk.,

2009).

2.9.7 Digoksin

Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung yaitu inotropik positif,

konotropik negatif (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardi atau

fibrilasi atrium), dan mengurangi aktivitas saraf simpatis (Arini dan Nafrialdi,

2007). Digoksin harus digunakan bersamaan dengan terapi gagal jantung standar

(ACE inhibitor, β-bloker, dan diuretik) pada pasien dengan gejala gagal jantung

untuk mengurangi rawat inap. Dosis digoksin untuk mencapai konsentrasi plasma

yaitu 0,5 sampai 1 ng/ mL (0,6-1,3 nmol/ L). Pasien dengan fungsi ginjal normal

dapat mencapai tingkat ini dengan dosis 0,125 mg/hari. Pasien dengan fungsi

ginjal menurun, lanjut usia atau menerima obat yang berinteraksi misalnya

amiodarone harus menerima 0,125 mg setiap hari (Dipiro, et al., 2015).

2.9.8 Obat inotropik

Sebagian besar simpatomimetik seperti adrenalin, isoprenalin, dobutamin

atau efedrin memiliki efek inotropik positif, namun obat ini tidak dianjurkan

untuk gagal jantung karena dapat meningkatkan denyut jantung yang akan

memperparah kondisi penyakit (Kabo, 2011).

2.9.8.1 Dopamin dan Dobutamin I.V

Dopamin bekerja langsung pada reseptor β1 pada miokard dan secara

tidak langsung pada miokard dengan melepaskan norepinefrin dari ujung saraf.

Dobutamin merupakan amin simpatomimetik sintetik yang menstimulasi reseptor

β1, β2 dan α namun tidak mengaktivasi reseptor dopaminergik serta tidak

20
Universitas Sumatera Utara
melepaskan norepinefrin dari ujung saraf. Dosis dobutamin 2,5-10 µg/kg/men

(Gray, et al., 2006).

2.9.8.2 Penghambat Fosfodiesterase I.V

Merupakan obat inotropik positif dan menyebabkan vasodilatasi dengan

menghambat fosfodiesterase III yang bertanggung jawab atas pemecahan cAMP

sehingga meningkatkan cAMP intraseluler (Gray, et al., 2006).

2.10 Drug Related Problems

2.10.1 Definisi DRPs

DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat,

dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diinginkan

pada pasien. Suatu kejadian dapat disebut DRPs apabila terdapat dua kondisi,

yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang terjadi dan yang akan terjadi

pada pasien, kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit,

ketidakmampuan (disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis,

fisiologis, sosiokultur atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian

tersebut dengan terapi obat (Strand, et al., 1990).

2.10.2 Klasifikasi DRPs

Strand et al (1990) mengklasifikasikan DRPs menjadi 8 kategori besar:

a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi

pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.

b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang mempunyai

indikasi medis valid.

c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan obat yang tidak aman,

tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.

21
Universitas Sumatera Utara
d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi

dosis obat tersebut kurang.

e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi

dosis obat tersebut lebih.

f. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan.

g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat- obat, obat –

makanan, obat – hasil laboratorium.

h. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang

diresepkan.

Adapun kasus masing- masing kategori DRPs yang mungkin terjadi dapat

dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Jenis – Jenis DRPs dan Penyebab Yang Mungkin Terjadi
DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs
Butuh terapi obat a. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi
tambahan obat yang baru.
b. Pasien dengan kondisi kronik membutuhkan lanjutan
terapi obat.
c. Pasien dengan kondisi kesehatan membutuhkan
kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek
sinergis atau potensiasi.
d. Pasien dengan risiko pengembangan kondisi
kesehatan baru dapat dicegah dengan penggunaan
obat profilaksis.
Terapi obat yang a. Pasien mendapatkan obat yang tidak tepat indikasi.
tidak perlu b. Pasien mengalami toksisitas karena obat atau hasil
pengobatan.
c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol
dan rokok.
d. Pasien dengan kondisi pengobatan yang lebih baik
diobati tanpa terapi obat.
e. Pasien diberikan multiple drugs untuk kondisi di
mana hanya single drugs therapy dapat digunakan.
f. Pasien diberikan terapi obat untuk penyembuhan
untuk menghindari reaksi merugikan dari pengobatan
lainnya.
Obat tidak tepat a. Pasien di mana obatnya tidak efektif.

22
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 (Lanjutan)

DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs


Obat tidak tepat b. Pasien alergi.
c. Pasien dengan faktor risiko pada kontraindikasi
penggunaan obat.
d. Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada obat
lain yang lebih murah.
e. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman.
f. Pasien mengalami infeksi resisten terhadap obat yang
diberikan.
Dosis terlalu rendah a. Pasien sulit disembuhkan dengan terapi obat yang
digunakan.
b. Dosis yang digunakan terlalu rendah.
c. Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah range
terapeutik yang diharapkan.
d. Waktu pemberian antibiotik profilaksis (praoperasi)
terlalu cepat diberikan.
e. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.
f. Terapi obat berubah sebelum terapetik percobaan
cukup untuk pasien.
g. Pemberian obat terlalu cepat.
Reaksi obat a. Obat yang digunakan merupakan risiko yang
merugikan berbahaya bagi pasien.
b. Ketersediaan obat menyebabkan interaksi dengan
obat lain atau makanan pasien.
c. Efek obat dapat diubah oleh substansi makanan
pasien.
d. Efek obat diubah oleh inhibitor enzyme atau induktor
obat lain.
e. Efek obat diubah dengan pemindahan obat dari
binding site oleh obat lain.
f. Hasil laboratorium berubah karena gangguan obat
lain.
Dosis obat terlalu a. Dosis terlalu tinggi.
tinggi b. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas range
terapi obat yang diharapkan.
c. Dosis obat meningkat terlalu cepat.
d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak
tepat.
e. Dosis dan interval tidak tepat.

23
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7 (Lanjutan)

DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs


Ketidakpatuhan a. Pasien tidak menerima aturan penggunaan obat yang
Pasien tepat (penulisan, obat, pemberian, penggunaan).
Pasien tidak menuruti (tidak patuh) terhadap
pengobatan yang diberikan.
b. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena
harganya mahal.
c. Pasien tidak menggunakan beberapa obat yang
diresepkan karena kurang mengerti.
d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkan secara konsisten karena merasa sudah
sehat.
(Cipolle, et al., 2004).

Adapun kategori DRPs berdasarkan Pharmaceutical Care Network Europe

(PCNE) (2006) dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Klasifikasi DRPs Secara Umum Menurut Pharmaceutical Care


Network Europe (PCNE) (2006).

Kode Domain primer


Masalah Reaksi merugikan
P1 Pasien menderita dari suatu peristiwa obat yang
merugikan
Masalah Pilihan Obat
Pasien mendapat atau akan mendapatkan
P2
kesalahan pada pemilihan obat untuk
penyakitnya.
Masalah dosis
P3 Pasien mendapat lebih atau kurang dari jumlah
dosis obat yang dia butuhkan.
Masalah Penggunaan Obat
P4 Kesalahan atau tidak adanya obat yang diambil
atau diberikan.
Interaksi
P5 Adanya manifestasi atau potensial interaksi obat-
obat atau obat-makanan

Penyebab-penyebab DRPs berdasarkan PCNE yang mungkin terjadi dapat

dilihat pada Tabel 2.9.

24
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9 Klasifikasi Penyebab DRPs Menurut PCNE (2006)
Domain Primer Kode Masalah
Efek samping
Pasien menderita suatu P1.1 Efek samping diderita (non-alergi)
efek obat yang P1.2 Efek samping diderita (alergi)
merugikan P1.3 Efek toksis diderita
Masalah pilihan obat
Pasien mendapat atau P2.1 Obat tidak tepat (tidak tepat untuk indikasi)
akan mendapatkan Sediaan obat yang tidak tepat (tidak tepat
P2.2
kesalahan pada untuk indikasi)
pemilihan obat untuk Kombinasi tidak tepat pada kelompok terapi
P2.3
penyakitnya atau bahan aktif
Kontra-indikasi obat (Kehamilan atau
P2.4
menyusui)
Tidak ada indikasi yang jelas pada
P2.5
penggunaan obat
Tidak ada obat yang diresepkan tetapi
P2.6
indikasi jelas
Masalah Dosis
Pasien mendapat lebih Dosis obat terlalu rendah atau pemberian
P3.1
atau kurang dari jumlah dosis tidak mencukupi
dosis obat yang dia Dosis obat terlalu tinggi atau pemberian
P3.2
butuhkan. dosis berlebihan
P3.3 Lama pengobatan terlalu pendek
P3.4 Lama pengobatan terlalu lama
Masalah Penggunaan Obat
Kesalahan atau tidak Obat tidak diambil atau diberikan sama
P4.1
adanya obat yang sekali
diambil atau diberikan Kesalahan pengambilan atau administrasi
P4.2
obat
Interaksi
Adanya manifestasi atau P5.1 Potensi interaksi.
potensial interaksi obat-
P5.2 Manifestasi interaksi
obat atau obat-makanan
Lainnya Pasien tidak puas dengan terapi meskipun
P6.1
mendapat obat yang tepat
Ketidakcukupan pengetahuan kesehatan dan
P6.2
penyakit
Keluhan yang tidak jelas. Diperlukan
P6.3
klarifikasi lebih lanjut
P6.4 Kegagalan terapi (alasan yang tidak
diketahui)

25
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif dengan menggunakan

desain cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2012).

Penelitian yang dilakukan berisfat retrospektif yaitu penelitian dengan memgkaji

atau mengambil data yang telah lalu (Strom dan Kimmel, 2006). Data yang

diteliti merupakan data pada Juli-Desember 2016.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien

rawat jalan yang didiagnosis menderita gagal jantung kongestif di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan periode Juli-Desember 2016. Populasi target,

yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan sebagai populasi studi.

3.2.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah data rekam medis pasien yang memenuhi

kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

anggota populasi studi yang dapat dipilih sebagai sampel. Yang termasuk kriteria

inklusi adalah:

26
Universitas Sumatera Utara
a. Rekam medis pasien dengan diagnosis gagal jantung kongestif dan

mendapatkan pengobatan gagal jantung kongestif di poli kardiologi

RSUD Dr. Pirngadi Medan.

b. Semua pasien yang memiliki data rekam medis lengkap.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria atau ciri-ciri anggota populasi studi

yang tidak bisa dijadikan sebagai sampel. Adapun yang menjadi kriteria ekslusi

adalah data rekam medis pasien yang tidak lengkap (tidak memuat informasi

dasar yang dibutuhkan dalam penelitian).

3.3 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi, Jl.

Professor H. M. Yamin S.H No. 47 Medan dan penelitian dilakukan dari Bulan

Febuari-Juni 2017.

3.4 Rancangan Penelitian

3.4.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data rekam medis pasien rawat jalan penderita gagal jantung

kongestif dilakukan secara retrospektif pada periode Juli-Desember 2016 yang

diperoleh dari rekam medis pasien. Data karakteristik pasien meliputi nomor

rekam medis, diagnosis, kelas rawat, nama inisial, jenis kelamin, umur, tanggal

pengobatan, obat-obat yang diresepkan dan hasil uji laboratorium (jika ada).

3.4.2 Analisis Data

Adapun analisis data dalam penelitian ini adalah:

27
Universitas Sumatera Utara
3.4.2.1 Karakteristik Pasien dan Penggunaan Obat

Pengelompokan karakteristik pasien dan penggunaan obat meliputi:

a. Mengelompokkan data pasien berdasarkan kriteria inklusi.

b. Mengelompokkan data pasien meliputi nama inisial, jenis kelamin, usia,

tanggal pengobatan, obat-obat yang diresepkan dan hasil uji laboratorium

(jika ada).

c. Karakteristik usia pasien dikelompokkan berdasarkan Depkes RI (2009).

d. Mengolah data dengan menggunakan program microsoft excel yang dibuat

dalam bentuk tabel.

3.4.2.2 Analisis DRPs

Analisis DRPs meliputi:

a. Identifikasi DRPs pada pasien gagal jantung kongestif instalasi rawat jalan di

RSUD Dr. Pirngadi Medan menggunakan kategori DRPs berdasarkan

klasifikasi Strand.

b. DRPs dianalisis berdasarkan literatur yang dapat dipercaya, sebagai acuan

utama digunakan Clinical Practice Guideline (CPG) European Society of

Cardiology (ESC), Clinical Practice Guideline (CPG) St. Luke’s Health

Partners, Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP)

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Literatur pendukung diantaranya

Drug Interactions Checker, medscape, Informasi Spesialite Obat (ISO) 2016,

Monthly Index of Medical Specialities (MIMS) 2016, Daftar Obat Indonesia

(DOI), dan buku.

c. Hasil analisis DRPs yang diperoleh diorganisir dengan program Excel yang

ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.

28
Universitas Sumatera Utara
3.5 Diagram Alir Penelitian

Adapun gambaran pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

Mengelompokkan
Rekam Medis Data Berdasarkan Identifikasi DRPs
Kriteria Inklusi

DRPs Kategori:
1. Indikasi Tanpa Obat
2. Obat Tanpa Indikasi
3. Obat Salah
4. Dosis Obat Kurang
5. Dosis Obat Lebih
6. Reaksi Obat Merugikan
7. Interaksi Obat

Analisis Data

Penarikan
Kesimpulan

Gambar 3.1 Skema Alir Penelitian

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Drug Related Problems adalah potensi kejadian yang tidak diinginkan pasien

terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada

outcome yang diinginkan pasien.

b. Indikasi tanpa obat adalah pasien mempunyai kondisi medis yang

membutuhkan terapi tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi

tersebut.

c. Obat tanpa indikasi adalah pasien mempunyai kondisi medis dan menerima

obat yang tidak mempunyai indikasi medis yang valid.

29
Universitas Sumatera Utara
d. Obat salah adalah kondisi dimana pasien mendapatkan obat yang tidak aman,

tidak efektif dan kontraindikasikan dengan kondisi pasien tersebut.

e. Dosis obat kurang adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat yang diberikan kurang.

f. Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat yang diberikan berlebih.

g. Reaksi obat merugikan adalah pasien mempunyai kondisi medis akibat

reaksi yang merugikan dari obat.

h. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat adanya interaksi obat-

obat, dan obat-makanan.

3.7 Langkah Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut:

1. Meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan

penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

2. Menghubungi badan litbang Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi

Medan untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data,

dengan membawa surat rekomendasi dari fakultas.

3. Mengumpulkan data pasien periode Juli-Desember 2016 di RSUD Dr.

Pirngadi Medan.

4. Mencatat data rekam medis penderita gagal jantung kongestif pasien rawat

jalan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.

5. Menganalisis data dan informasi yang diperoleh sehingga didapatkan

kesimpulan dari penelitian.

30
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Pasien

Demografi pasien meliputi jenis kelamin, usia, dan jenis obat yang

digunakan. Evalusi DRPs pada pasien dengan diagnosis gagal jantung kongestif

digambarkan secara deskriptif dalam bentuk persentase. Jumlah rekam medis

pasien dengan diagnosis gagal jantung kongestif di Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. Pirngadi Medan selama periode Juli-Desember 2016 adalah sebanyak 37

rekam medis. Lalu didapat 33 rekam medis pasien yang masuk kriteria inklusi

yaitu pasien rawat jalan dengan diagnosis gagal jantung kongestif dan

mendapatkan terapi serta memiliki data rekam medis yang lengkap.

Tabel 4.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik Pasien Berdasarkan Jumlah Pasien Persentase


No
Jenis Kelamin (n=33) (%)

1 Laki-laki 20 60,60
2 Perempuan 13 39,39

Data dari tabel di atas, ditemukan bahwa pasien yang menderita penyakit

gagal jantung kongestif paling banyak adalah pada jenis kelamin laki-laki yaitu

sebanyak 20 pasien (60,60%) dan perempuan sebanyak 13 pasien (39,39%).

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Utami dan Resita (2016)

juga menunjukkan bahwa jenis kelamin yang paling banyak menderita gagal

jantung kongestif adalah jenis kelamin laki-laki. Faktor resiko gagal jantung

kongestif pada perempuan cenderung lebih rendah dibandingkan laki-laki karena

perempuan memiliki hormon estrogen yang dapat menghasilkan High Density

31
Universitas Sumatera Utara
Lipoprotein (HDL). Penyakit jantung kebanyakan diderita oleh kaum laki-laki,

dihubungkan dengan kebiasaan merokok, minuman keras serta dan akivitas yang

lebih tinggi. Pasien gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada pasien laki-

laki dibandingkan dengan perempuan pada usia 45-75 tahun (Grossman dan

Brown, 2009).

Berdasarkan usia pasien yang menderita penyakit gagal jantung kongestif

paling banyak adalah pada masa lansia akhir (56-65 tahun) yaitu sebanyak 13

pasien (39,39 %) dan masa manula (>65 tahun) sebanyak 10 pasien (30,30%),

sedangkan sisanya pada masa lansia awal (46-55 tahun) sebanyak 6 pasien

(18,18%), pada masa dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 3 pasien (9,09% ) dan

pada masa dewasa awal (26-35 tahun) sebanyak 1 pasien (3,03%). Usia rata-rata

pasien gagal jantung kongestif yaitu 59,90 ± 10,83 tahun. Karakteristik pasien

berdasarkan usia ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia


No Jumlah Pasien Persentase
Usia (Tahun)
(n=33) (%)
1 Masa Dewasa Awal (26-35) 1 3,03
2 Masa Dewasa Akhir (36-45) 3 9,09
3 Masa Lansia Awal (46-55) 6 18,18
4 Masa Lansia Akhir (56-65) 13 39,39
5 Masa Manula (>65) 10 30,30

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Utami dan Resita (2016)

penderita CHF terbanyak adalah pada usia 55-64 tahun yaitu 10 pasien. Hasil

riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa angka kejadian CHF

tertinggi adalah pada usia 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75 tahun (Kemenkes

RI, 2013). Penelitian lainnya dilakukan oleh Fajriansyah (2016) menunjukkan

bahwa penderita gagal jantung kongestif terbanyak adalah pada usia >65 tahun

32
Universitas Sumatera Utara
didapat sebanyak 48% pasien sedangkan pada usia 56-65 tahun didapat sebanyak

24% pasien sisanya pada usia 46-55 tahun sebanyak 20% dan pada usia 26-35

didapat sebanyak 8%.

Menurut Smeltzer & Bare (2010) angka kematian akibat penyakit

kardiovaskuler meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Artinya usia

memegang peranan terjadinya penyakit jantung, terkhusus gagal jantung

kongestif. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan/penurunan fungsi

jantung akibat penuaan.

Data pada Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah pasien yang menderita

gagal jantung kongestif pada masa lansia akhir (56-65 tahun) yaitu 13 pasien,

lebih banyak dibandingkan pada masa manula (>65 tahun) yaitu 10 pasien. Hal

ini dikarenakan jumlah pasien pada masa manula (>65 tahun) yang datang untuk

berobat jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pasien pada masa lansia akhir (56-

65 tahun).

4.2 Kejadian DRPs

Drug related problems merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan

dari pengalaman pasien akibat terapi obat, sehingga secara aktual maupun

potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan

(Strand, et al., 1990).

Berdasarkan identifikasi pada rekam medis pasien dengan diagnosis gagal

jantung kongestif di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Pirngadi Medan periode Juli-Desember 2016, dari 33 rekam medis pasien didapat

19 rekam medis pasien (57,57%) yang mengalami DRPs (+) dan 14 rekam medis

pasien (42,42%) tidak mengalami DRPs (-) seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.

33
Universitas Sumatera Utara
57,57%
60%
42,42%
Persentase (%) 50%
40%
30%
20%
10%
0%
DRP's (+) DRP'S (-)

Gambar 4.1 Kejadian DRPs pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan
Periode Juli-Desember 2016

4.2.1 Kejadian DRPs Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia pasien dengan diagnosis gagal jantung kongestif yang

mengalami DRPs paling banyak adalah pada masa lansia akhir (56-65 tahun)

yaitu sebanyak 8 pasien (42,10%) dan masa manula (>65 tahun) sebanyak 7

pasien (36,84%), sedangkan sisanya pada masa lansia awal (46-55 tahun)

sebanyak 2 pasien (10,52%), pada masa dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 2

pasien (10,52% ) dan tidak ditemukan DRPs pada masa dewasa awal (26-35

tahun). Usia rata-rata pasien yang mengalami DRPs yaitu pada usia 62,52 ± 10,39

tahun. Kejadian DRPs berdasarkan usia ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kejadian DRPs Berdasarkan Usia


No Jumlah
Persentase
Kejadian DRPs Berdasarkan Usia Pasien
(%)
(n=19)
1 Masa Dewasa Awal (26-35) 0 0
2 Masa Dewasa Akhir (36-45) 2 10,52
3 Masa Lansia Awal (46-55) 2 10,52
4 Masa Lansia Akhir (56-65) 8 42,10
5 Masa Manula (>65) 7 36,84

34
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Kejadian DRPs Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin pasien dengan diagnosis gagal jantung kongestif

yang paling banyak mengalami DRPs adalah pasien dengan jenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 10 orang dan laki-laki sebanyak 9 orang. Kejadian

DRPs berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Kejadian DRPs Berdasarkan Jenis Kelamin

Kejadian DRPs Berdasarkan Jenis Jumlah Pasien Persentase


No
Kelamin (n=19) (%)

1 Perempuan 10 52,63
2 Laki-laki 9 47,36

4.2.3 Kejadian DRPs Berdasarkan Kategori

Jumlah pasien rawat jalan yang berobat dari periode Juli-Desember 2016

sebanyak 8.920 orang dan dari jumlah tersebut diperoleh sebanyak 37 pasien

(0,004%) yang didiagnosis gagal jantung kongestif, pasien yang mengalami

DRPs dengan diagnosis gagal jantung kongestif di poli kardiologi periode Juli-

Desember 2016 adalah sebanyak 19 pasien (51,35%).

Jumlah masing-masing kejadian kategori DRPs pada pasien dengan

diagnosis gagal jantung kongestif yaitu interaksi obat sebanyak 18 kasus

(56,25%), indikasi tanpa obat sebanyak 8 kasus (25%); dosis obat kurang

sebanyak 5 kasus (15,6%); obat tanpa indikasi sebanyak 1 kasus (3,1%); dosis

obat lebih tidak ada kasus (0%); reaksi obat merugikan tidak ada kasus (0%); dan

obat salah obat tidak ada kasus (0%). Gambaran umum kejadian DRPs secara

keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.5.

35
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 DRPs yang Terjadi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan
periode Juli-Desember 2016

No Katagori DRPs Jumlah kasus %


1 Interaksi Obat 18 56,25
2 Indikasi Tanpa Obat 8 25
3 Dosis Obat Kurang 5 15,6
4 Obat Tanpa Indikasi 1 3,1
5 Dosis Obat Lebih 0 0
6 Reaksi Obat Merugikan 0 0
7 Obat Salah 0 0
Total 32 100

Kejadian DRPs yang dialami pasien gagal jantung kongestif paling banyak

adalah sebanyak 4 kasus perpasien dan paling sedikit 1 kasus perpasien

sedangkan Jumlah rata-rata kejadian DRPs yang terjadi pada pasien gagal jantung

kongestif periode Juli-Desember 216 adalah sebanyak 2 kasus perpasien.

Utami dan Resita (2016) melakukan penelitian tentang identifikasi DRPs

pada penatalaksanaan pasien CHF di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Yogyakarta, dari 37 data rekam medis pasien yang didiagnosis CHF didapat 20

rekam medis pasien yang mengalami DRPs, terdiri dari interaksi obat sebanyak

35 kejadian (77,78%), pemilihan obat yang tidak sesuai sebanyak 10 kejadian

(22,22%), tidak ditemukan DRPs dosis yang tidak sesuai, penggunaan obat yang

tidak sesuai dan kejadian yang tidak diinginkan. Penelitian lainnya telah

dilakukan oleh Fajriansyah dkk (2016) mengenai DRPs kategori interaksi obat,

over dosis dan dosis subterapi pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP

Universitas Hasanuddin Makassar, dari 25 data rekam medis pasien didapat 22

kejadian DRPs yang terdiri dari kategori interaksi obat sebanyak 14 kejadian

(63,63%), overdosis sebanyak 5 kejadian (22,72%), dan dosis sub terapi sebanyak

3 kejadian (13,63%). Fajar (2010) melakukan penelitian tentang kajian interaksi

36
Universitas Sumatera Utara
obat pada pasien gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap RSUD Dr.

Moewardi Surakarta periode tahun 2008 dari hasil penelitian diperoleh 44 rekam

medis pasien (91,67%) potensial mengalami interaksi obat dengan jumlah 165

kejadian interaksi obat. Yulias dkk (2010) melakukan penelitian tentang kajian

interaksi obat pada pasien penyakit gagal jantung rawat inap di RSUD Tugurejo

Semarang tahun 2008, dari 90 rekam medis pasien rawat inap didapat 63 rekam

medis pasien (70%) potensial mengalami interaksi obat.

Kejadian DRPs di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Juli-Desember 2016

menunjukkan bahwa dari 33 rekam medis pasien dengan diagnosis GJK didapat

19 rekam medis pasien (57,57%) yang mengalami DRPs. Kejadian DRPs yang

terjadi di RSUD Dr. Pirngadi Medan lebih sedikit dibandingkan dengan kejadian

DRPs yang terjadi pada rumah sakit lain yang telah dilakukan identifikasi

sebelumnya, akan tetapi kejadian DRPs pada terapi pasien CHF di RSUD Dr.

Pirngadi Medan masih tergolong tinggi.

4.2.3.1 Indikasi Tanpa Obat

Indikasi tanpa obat adalah pasien mempunyai kondisi medis yang

membutuhkan terapi obat tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi

tersebut (Strand, et al., 1990). Jumlah angka kejadian DRPs pada indikasi tanpa

obat adalah sebanyak 8 kasus (25%).

Tabel 4.6 DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat

Penyebab Obat Jumlah Kasus %


Pasien dengan kondisi Antihiperglikemia 3 9,3
terbaru membutuhkan Antihiperurisemia 3 9,3
terapi obat yang terbaru. Antihiperkolesterolemia 2 6,2
Total 8

37
Universitas Sumatera Utara
Identifikasi DRPs kategori indikasi tanpa obat diperoleh dari hasil uji

laboratorium pasien, dimana dari hasil uji laboratorium sebelumnya pasien tidak

mengalami hiperglikemia, hiperurisemia, dan hiperkolesterolemia, namun dari

hasil uji laboratorium terakhir didapat bahwa kadar gula darah, asam urat dan

kolesterol pasien berada di atas normal.

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas, didapat 3 kasus (9,3%) indikasi tanpa obat

dimana pasien mengalami hiperglikemia (gula darah >140 mg/dL) tetapi pasien

tidak mendapatkan antihiperglikemia. Diabetes melitus disebabkan karena

kekurangan hormon insulin yang berfungsi mengontrol penyebaran gula

(glukosa) ke sel-sel seluruh tubuh melalui aliran darah. Kadar gula dalam darah

meningkat karena kurangnya insulin yang berperan sebagai kunci pembuka

masuknya gula ke dalam sel-sel tubuh yang membutuhkan. Kelebihan kadar gula

dalam darah ini dapat meningkatkan resiko gangguan di dalam peredaran darah

termasuk serangan jantung (Maulana, 2008).

Data pada Tabel 4.6 juga terdapat 3 kasus (9,3%) indikasi tanpa obat

dimana pasien mengalami hiperurisemia (asam urat >7 mg/dL) tetapi tidak

mendapatkan terapi antihiperurisemia. Hiperurisemia adalah keadaan dimana

terjadinya peningkatan kadar asam urat diatas normal. Apabila terjadi kelebihan

pembentukan atau penurunan eksresi asam urat maka akan terjadi peningkatan

konsentrasi asam urat dalam darah (Dipiro, et al., 2011).

Data pada Tabel 4.6 juga menunjukkan terdapat 2 kasus (6,2%) indikasi

tanpa obat dimana pasien mengalami hiperlipidemia (kolesterol >200 mg/dL)

tetapi pasien tidak mendapatkan terapi antihiperlipidemia. Kolesterol merupakan

zat di dalam aliran darah dimana makin tinggi kadar kolesterol semakin besar

38
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan dari kolesterol tersebut tertimbun pada dinding pembuluh darah.

Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga

mengganggu suplai darah. Inilah yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik

atau penyempitan pada pembuluh darah jantung yang menyebabkan penyakit

jantung. Kolesterol total mencakup kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL)

dan High Density Lipoprotein (HDL), serta lemak lain di dalam darah dengan

kadar tidak boleh lebih dari 200 mg/dL. Kolesterol merupakan satu faktor resiko

yang sangat besar peranannya pada penyakit jantung dan stroke (Junaidi, 2010).

Tingginya kadar gula darah, asam urat, dan kolesterol pada penderita gagal

jantung kongestif dapat memperparah dan memperburuk keadaan pasien.

4.2.3.2 Obat Tanpa Indikasi

Obat tanpa indikasi adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

menerima obat yang mempunyai indikasi medis valid (Strand, et al., 1990).

Jumlah kejadian DRPs pada kategori obat tanpa indikasi adalah sebanyak 1 kasus

(3,1%), yang mana pasien tidak mengalami hiperlipidemia (kolesterol total pasien

<200 mg/dL), namun pasien mendapatkan terapi antihiperlipidemia yaitu

Atorvastatin. Kolesterol sangat dibutuhkan bagi tubuh dan digunakan untuk

membentuk membran sel, memproduksi hormon seks dan membentuk asam

empedu, yang diperlukan untuk mencerna lemak. Kolesterol sangat dibutuhkan

untuk memperoleh kesehataan yang optimal (Guyton dan Hall, 2006). Kolesterol

dalam tubuh yang normal <200 mg/dL akan mencegah terjadinya aterosklerosis.

Aterosklerosis yaitu penyempitan, pengerasan dan penebalan pembuluh darah.

Kondisi ini merupakan salah satu faktor terjadinya penyakit jantung dan stroke.

39
Universitas Sumatera Utara
4.2.3.3 Obat Salah

Obat salah adalah pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan

obat yang tidak aman, tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien

tersebut. (Strand, et al., 1990). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan

pemberian obat salah pada pasien gagal jantung kongestif di instalasi rawat jalan

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan periode Juli-Desember 2016.

4.2.3.4 Dosis Obat Kurang

Dosis obat kurang adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang (Strand, et al.,

1990). Jumlah angka kejadian DRPs pada dosis obat kurang adalah sebanyak 5

kasus (15,6%). Ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 DRPs Kategori Dosis Obat Kurang


Kandungan Dosis Dosis Jumlah
No Obat %
obat obat literature kasus
1X Ansietas 0,25-
1 Alprazolam Alprazolam 0,25 0,5 mg 3 x 3 kasus 9,3
mg sehari.
1X 1-2 tab 2-3
2 KSR KCl 2 kasus 6,2
600 mg kali sehari.
Total 5 kasus

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas terdapat 2 jenis obat dengan dosis kurang

yang terdiri dari 3 kasus (9,3%) pasien mendapatkan dosis alprazolam kurang dan

2 kasus (6,2%) pasien mendapatkan dosis KSR kurang. Dosis alprazolam sesuai

MIMS, ISO dan drug interaction checker diberikan dengan dosis 0,25-0,5 mg 3

kali sehari tetapi dosis yang diberikan kepada pasien yaitu 0,25 mg 1 kali sehari.

Alprazolam digunakan sebagai manajemen kecemasan, kecemasan yang

berhubungan dengan depresi, gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia.

Alprazolam merupakan obat yang termasuk ke dalam golongan benzodiazepine

40
Universitas Sumatera Utara
(minor tranquilezer) untuk mengatasi kecemasan (Tatro, 2003).

Dosis KSR sesuai MIMS diberikan dengan dosis 600-1200 mg 2-3 kali

sehari akan tetapi dosis yang diberikan kepada pasien yaitu 600 mg 1 kali sehari.

KCl digunakan untuk mencegah hipokalemia, pada pasien gagal jantung

kongestif penyebab hipokalemia yang paling sering adalah terapi diuretik

terutama tiazid (Gunawan, 2007). Adanya dosis kurang yang diberikan kepada

pasien dapat menyebabkan obat menjadi tidak efektif. Berdasarkan literatur

ditemukan perbedaan dosis isosorbide dinitrate (ISDN) menurut St. Luke’s Health

Partners dosis isosorbide dinitrate yaitu 20 mg 2 kali sehari, namun menurut

Panduan Praktik Klinik (PPK) dan Clinical Pathway (CP) penyakit jantung dan

pembuluh darah dosis isosorbide dinitrate yaitu 5-20 mg 3 x kali sehari, menurut

Panduan Praktik Klinik (PPK) dan Clinical Pathway (CP) penyakit jantung dan

pembuluh darah, dosis isosorbide dinitrate yang diberikan kepada pasien sudah

sesuai yaitu 5 mg 3 kali sehari.

4.2.3.5 Dosis Obat Lebih

Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih (Strand, et al.,

1990). Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan pemberian dosis obat

berlebih pada pasien gagal jantung kongestif di instalasi rawat jalan Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan periode Juli-Desember 2016.

4.2.3.6 Reaksi Obat Merugikan

Reaksi obat merugikan adalah pasien mempunyai kondisi medis akibat

dari reaksi obat yang merugikan (Strand, et al., 1990). Berdasarkan hasil

penelitian, pada rekam medis pasien gagal jantung kongestif di instalasi rawat

41
Universitas Sumatera Utara
jalan RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Juli-Desember 2016 tidak ditemukan

data yang menyatakan bahwa pasien mengalami reaksi obat merugikan seperti

reaksi alergi dan keracunan obat sehingga tidak dapat dilakukan identifikasi lebih

lanjut.

4.2.3.7 Interaksi Obat

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat adanya interaksi

obat-obat, obat-makanan, obat-hasil laboratorium. Interaksi obat dibagi menjadi

dua golongan yaitu farmakodinamika dan farmakokinetika (Katzung, 2000).

Interaksi obat menurut Drug Interaction Facts dapat diklasifikasikan ke dalam

tiga level yaitu minor, moderate, atau mayor. Minor berarti tingkat keparahan

interaksi yang terjadi ringan, tidak mempengaruhi hasil terapi, dapat diatasi

dengan baik. Moderate berarti tingkat keparahan yang terjadi sedang, dapat

menyebabkan kerusakan organ, sedangkan mayor berarti tingkat keparahan fatal,

dapat menyebabkan kematian.

Tingkat keparahan interaksi obat pada penilitian ini diklasifikasikan hanya

berdasarkan tingkat keparahan moderate dan mayor. Tingkat keparahan minor

tidak dikelompokkan karena tingkat keparahan minor tidak mempengaruhi hasil

terapi obat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didapat sebanyak 18 kasus

(56,25%) kombinasi obat yang berpotensi mengalami interaksi obat, obat-obat

tersebut diantaranya:

a. Aspirin-Micardis (Telmisartan)

Pasien yang mendapatkan kombinasi obat aspirin dan micardis (telmisartan)

yaitu 3 pasien. Interaksi yang terjadi termasuk interaksi farmakodinamik.

Kombinasi kedua obat ini dapat menurunkan efek hipotensi dan vasodilator dari

42
Universitas Sumatera Utara
telmisartan, aspirin menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin

merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan

prostaglandin dihambat maka akan terjadi vasokonstriksi dan tekanan darah akan

naik, namun jika efek kedua obat diperlukan maka monitoring tekanan darah

perlu dilakukan. Apabila efek tidak diinginkan, pertimbangkan salah satu pilihan

yaitu mengurangi dosis aspirin kurang dari 100 mg/hari atau mengkonversi ke

agen non aspirin (Tatro, 2010).

b. Aspirin-Clopidogrel

Kombinasi kedua obat ini dapat meningkatkan resiko pendarahan karena

mempunyai efek pada fungsi platelet. Interaksi yang terjadi termasuk interaksi

farmakodinamik. Clopidogrel dapat mempotensiasi penghambatan agregasi

platelet akibat adanya aspirin.

c. Lansoprazole-Clopidogrel

Kombinasi kedua obat ini dapat mengurangi efek clopidogrel dalam

mencegah serangan jantung atau stroke. Interaksi yang terjadi termasuk interaksi

farmakokinetik. Lansoprazole akan menghambat metabolisme clopidogrel

dengan cara menghambat enzim CYP450 2C19 sehingga mengurangi

pembentukan metabolit aktif clopidogrel.

d. Spironolactone-Valsartan

Pasien yang mendapatkan kombinasi spironolactone dan valsartan yaitu 3

pasien. Interaksi yang terjadi termasuk interaksi farmakodinamik. Menurut Tatro

(2010) kombinasi antara antagonis angiotensin II (AT 1 blokers) dan diuretik

hemat kalium dapat meningkatkan konsentrasi serum kalium, sehingga perlu

dilakukan monitoring terhadap konsentrasi serum kalium dan fungsi ginjal ketika

43
Universitas Sumatera Utara
menggunakan kombinasi obat ini. Selain itu, penambahan loop diuretik

perlu dipertimbangkan untuk mengatasi hiperkalemia.

e. Spironolactone-Ramipril

Penggunaan kombinasi obat antara spironolaktone dan ramipril dapat

meningkatkan kadar kalium dalam darah pada pasien dengan resiko tinggi pasien

dengan gangguan ginjal (Tantro, 2010). Interaksi yang terjadi termasuk interaksi

farmakodinamik. Penggunaan kedua obat ini perlu dilakukan monitoring fungsi

ginjal dan kadar kalium darah secara rutin sehingga dapat dilakukan penyesuaian

terapi.

f. Spironolactone-KSR

Penggunaan kombinasi Spironolactone dan KSR dapat meningkatkan kadar

potasium pada pasien dan menyebabkan hiperkalemia berat. Pada kondisi ini

diperlukan pengukuran yang teratur kadar serum kalium dan penyesuaian

suplemen kalium apabila menggunakan kombinasi ini (Tatro, 2010). Interaksi

yang terjadi termasuk interaksi farmakodinamik. Monitoring serum kalium perlu

dilakukan apabila menggunakan kombinasi kedua obat ini.

g. Digoksin-Bisoprolol

Kombinasi kedua obat ini dapat memperlambat detak jantung dan

meningkatkan efek samping dari digoksin. Interaksi yang terjadi termasuk

interaksi farmakokinetik. Absorbsi digoxin akan meningkat dan ekskresi digoksin

di ginjal menurun karena terjadinya penghambatan transporter eflux p-

glikoprotein di usus dan ginjal. Perlu dilakukan monitoring kadar digoksin dalam

darah apabila menggunakan kombinasi antara kedua obat ini.

h. Candesartan-Meloxicam

44
Universitas Sumatera Utara
Menggabungkan candesartan bersama dengan meloxicam dapat

menyebabkan meningkatnya tekanan darah sehingga mengurangi efek hipotensi

dari candesartan. Interaksi yang terjadi termasuk interaksi farmakodinamik.

Meloxicam akan menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin

merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan

prostaglandin dihambat maka akan terjadi vasokonstriksi dan tekanan darah akan

naik.

i. ISDN-Ramipril

Kombinasi obat antara isosorbide dinitrate dan ramipril dapat menurunkan

tekanan darah dan memperlambat detak jantung. Interaksi yang terjadi termasuk

interaksi farmakodinamik. Ramipril akan menghambat Angiotensin Converting

Enzyme (ACE) dan meningkatkan efek vasodilatasi dan hipotensi dari ISDN.

Kejadian DRPs kategori interaksi obat pada penderita gagal jantung

kongestif di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Juli-Desember 2016 ditunjukkan

pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 DRPs Kategori Interaksi Obat


Tingkat
Jumlah
No Obat Keparahan Jenis Interaksi
Kasus
Interaksi
1 Aspirin-Telmisartan 3 kasus Sedang Farmakodinamik
2 Aspirin-Candesartan 1 kasus Sedang Farmakodinamik
3 Candesartan-Meloxicam 1 kasus Sedang Farmakodinamik
4 Aspirin-Clopidogrel 1 kasus Sedang Farmakodinamik
5 Lansoprazole-Clopidogrel 1 kasus Sedang Farmakokinetik
6 Aspirin-Valsartan 2 kasus Sedang Farmakodinamik
7 Digoxin-Bisoprolol 1 kasus Sedang Farmakokinetik
8 ISDN-Ramipril 1 kasus Sedang Farmakodinamik
9 Spironolactone-Telmisartan 1 kasus Berat Farmakodinamik
10 Spironolactone-Valsartan 3 kasus Berat Farmakodinamik
11 Spironolactone-Irbesartan 1 kasus Berat Farmakodinamik
12 Spironolactone-Ramipril 1 kasus Berat Farmakodinamik
13 Spironolactone-KSR (KCl) 1 kasus Berat Farmakodinamik
Total 18 Kasus

45
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada 33 rekam medis pasien dengan diagnosis

gagal jantung kongestif, DRPs yang paling banyak terjadi adalah interaksi obat

yaitu sebanyak 18 kasus (56,25%). DRPs yang lain berturut - turut adalah

indikasi tanpa obat yaitu sebanyak 8 kasus (25%), dosis obat kurang yaitu

sebanyak 5 kasus (15,6%), obat tanpa indikasi yaitu sebanyak 1 kasus (3,1%).

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan:

a. Apoteker lebih berperan dalam memberikan informasi obat kepada tenaga

kesehatan lainnya untuk mencegah terjadinya DRPs sehingga efek terapi obat

dapat dicapai.

b. Apoteker dan dokter dapat lebih bekerja sama dengan baik sehingga kejadian

interaksi obat, indikasi tanpa obat dan dosis obat kurang pada terapi pasien

gagal jantung kongestif dapat diminimalkan dan dicegah.

c. Agar kolaborasi antara tenaga kesehatan (dokter, apoteker dan tenaga

kesehatan lainnya) ditingkatkan sehingga kejadian DRPs dapat diminimalisir.

46
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2016). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 15. Jakarta:


PT. Bhuana Ilmu Populer. Hal. 102-180.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). (2014). ISO Informasi Spesialite


Obat Indonesia Volume 48. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Hal. 345-409.

Anonim. (2014). Drug Interaction Checker.


https://www.drugs.com/drug_interactions.html. Diakses pada 05 Maret
2017.

Agoes, A., Kamaludin., Chaidir, J., Munaf, S., Nattadiputra, S., Yodhian, L.F.,
Tanzil, S., Azis, S., Theodorus. (2009). Kumpulan Kuliah Farmakologi.
Sriwijaya: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 109-120.

Yancy, C.W., Jessup, M., dan Chair, V. (2013). Guidelines for the
Management of Heart Failure. American College of Cardiology
(ACC) and American Heart Association (AHA). 1: 1-7.

Arini, S., dan Nafrialdi. (2007). Obat Kardiovaskular Obat Gagal Jantung dalam
Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Editor Utama: Sulistia Gan Gunawan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 299-313.

Cipolle, R.J., Strand, L.M., dan Morley, P.C. (2004). Pharmaceutical Care
Practice The Clinician’s Guide. New York: Mc Graw Hill Company. Hal.
63-80.

Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Hal. 506-507.

Dipiro, J.T., Barbara, G.W., Terry., L.S., dan Cecily, V.D. (2008).
Pharmacotherapy Handbook Seven Edition. New York: Mc Graw Hill.
Hal. 98-109.

Dipiro, J.T., Barbara, G.W., Terry., L.S., dan Cecily, V.D. (2015).
Pharmacotherapy Handbook Eight Edition. New York: Mc Graw Hill.
Hal. 82-94.

Dumitru, I. (2016). Heart Failure. Diakses dari


https://emedicine.medscape.com/article/163062-overview. pada tanggal
23 Maret 2017.

Dosh, S.A. (2004). Diagnosis of Heart Failure in Adults. American Family

47
Universitas Sumatera Utara
Physician. 70: 2145-2152.

European Heart Jurnal. (2016). ESC Guideline for The Diagnosis and Treatment
of Acute and Chronic Heart Failure. European: European Society of
Cardiology. Hal. 1-5.

Fajriansyah, Hadijah, T., dan Almi, K. (2016). Kajian Drug Relation Problem
(DRPs) Kategori Interaksi Obat, Over Dosis dan Dosis Subterapi pada
Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUP Universitas Hasanuddin.
Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. 5: 1-2.

Goodman dan Gilman. (2011). Dasar-dasar Farmakologi Terapi Edisi 10.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 231-232.

Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M & Simpson, I.A. (2006). Kardiologi
Edisi 4. Jakarta: Erlangga. Hal. 189-186.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 891.

Grossman, S., dan Brown, D. (2009). Congestive Heart Failure and Pulmonary
Edema. Diakses dari http://emedicine.medscape.com. Diunduh tanggal 30
Mei 2017.

Junaidi, I. (2010). Hipertensi Pengenalan, Pencegahan, dan Pengobatan. Jakarta:


PT Bhuana Ilmu Populer. Hal. 98-101.

Kabo, P. (2011). Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskuler Secara


Rasional. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hal. 45-47.

Kementrian Kesehatan RI. (2009). Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan


Pembuluh Darah. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar . Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Info Datin Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Maulana, M. (2008). Mengenal Diabetes Melitus Panduan Praktis Menangani


Penyakit Kencing Manis. Jogyakarta: Katahati. Hal. 99-101.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Hal. 24-28.

48
Universitas Sumatera Utara
PCNE. (2010). Classification for Drug Related Problems, Pharmaceutical Care
Network European Foundation. Zuidlaren. 6.2: 3-4. Diunduh dari:
www.pcne.org/upload/.../11_PCNE_classification_V6-2.pdf.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).


(2016). Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Edisi Pertama. Jakarta: Indonesian
Heart Association. Hal. 35-37.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan. (1993). Proses


Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 154-155.

Sitompul, B., dan Sugeng, I.J. (2004). Gagal Jantung dalam Buku Ajar
Kardiologi. Editor: Lily Ismudiati Rilantoro, Faisal Baraas, Santoso Karo
Karo, dan Poppy Surbianti Roebiono. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal. 115.

Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Edisi 8.Volume I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 377.

Strand, L.M., Morley, P.C., Cipolle, R.J., dan Ramsey, R. (1990).


Pharmaceutical Care Practice: Drug Related Problems: Their Structure
and Function. New York: Mc Graw Hill Company. Hal. 75, 82-83.

Strom, B.L., dan Kimmel, S.I. (2006). Textbook of Pharmacoepidemiology.


London: John Wiley & Sons Ltd. Hal. 19-20.

St. Luke’s Health Partners. (2016). Clinical Practice Guideline Heart Failure.
Texas Heart Institute. 1: 1-6.

Tatro, D.S. (2003). Drug Interaction Facts, The Authority on Drug Interactions,
1 edition. ed. Lippincott & Wilkins: Saint Louis. Hal. 245-250.

Tatro, D.S. (2010). Drug Interaction Facts. USA: wolter Kluwer Health. Hal.
189-195.

Tierney, L.M., Stephen, J.M., Maxine, A.P. (2002). Diagnosis dan Terapi
Kedokteran (Ilmu Penyakit Dalam). Jakarta: Salemba Medika. Hal. 328.

Udjianti, W.J. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.


Hal. 153.

Utami, P., dan Resita, M.S. (2016). Identifikasi Drug Related Problems (DRPs)
pada Penatalaksanaan Pasien Congestive Heart Failure (CHF) di Instalasi

49
Universitas Sumatera Utara
Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Gamping Periode Januari-Juni
2015. Universitas Muhammadiyah. 1: 1-7.

Yanti, A.P., Muhammad, A.M., dan Diana, L. (2014). Drug Related Problem
Associated With The Treatment For Congestive Heart Failure (CHF) And
Acute Miocardial Infarction In Pgi Cikini Hospital 2014. World Journal
of Pharmaceutical Research. 3: 66-70.

Yasin, N.M., Herlina, T.W., dan Endah, K. D. (2005). Kajian Interaksi Obat pada
Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif di RSUP DR.Sardjito Yogyakarta
Tahun 2005. Jurnal Farmasi Indonesia. 4: 15-22.

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Data Pasien CHF dengan Disertai Jenis Kelamin, Usia dan Klaim

NAMA USIA
NO JK BIAYA
INISIAL (TAHUN)
1 RFS Pr 65 BPJS
2 AB Lk 79 BPJS
3 EM Pr 60 BPJS
4 TJM Lk 67 BPJS
5 ML Pr 58 BPJS
6 AG Pr 53 BPJS
7 LG Lk 62 BPJS
8 PJBP Lk 44 BPJS
9 S Lk 56 UMUM
10 NS Lk 54 BPJS
11 S Pr 55 BPJS
12 DN Lk 30 UMUM
13 SNAN Pr 64 BPJS
14 NS Lk 73 BPJS
15 AFI Lk 71 BPJS
16 AR Lk 61 BPJS
17 SP Lk 69 UMUM
18 M Pr 70 BPJS
19 ST Lk 66 BPJS
20 S Pr 79 BPJS
21 SK Pr 70 BPJS
22 J Pr 44 UMUM
23 RN Pr 53 BPJS
24 HS Pr 46 BPJS
25 ST Lk 44 BPJS
26 JSR Pr 57 BPJS
27 SP Pr 71 BPJS
28 SM Lk 66 BPJS
29 YE Lk 57 BPJS
30 RD Lk 58 UMUM
31 LSB Lk 62 BPJS
32 SAN Pr 63 BPJS
33 PU Lk 50 BPJS
34 YA Pr 32 BPJS
35 KS Lk 54 BPJS
36 AS Lk 60 BPJS
37 RS Lk 61 BPJS

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Data Pasien Berdasarkan Terapi

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

53
Universitas Sumatera Utara
54
Universitas Sumatera Utara
55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

65
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

66
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

75
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Hasil Rekapitulasi DRPs

Nama Nama Obat dan Kategori DRPs Kejadian


NO
Pasien Kondisi Klinik I II III IV V VI VII DRPs
1 RS - - - - - - - - -
2 AB Aspilet - Micardis  1
3 EM - - - - - - - - -
Atorvastatin 
4 TJM 2
Hiperglikemia 
Spironolakton –
5 ML  1
Telmisaltran
6 AG - - - - - - - - -
Hiperkolestero-
7 LG  1
mia
Hiperglikemia 
8 PJBP 2
Hiperurisemia 
Spironolakton-
9 S  1
Valsaltran
Aspirin-Micardis 
10. NS 2
Hiperglikemia 
11. S - - - - - - - - -
12. DN - - - - - - - - -
Aspirin-

Candesartan
13. SNAN 2
Candesartan-

Meloxicam
14. NS - - - - - - - - -
15. AF - - - - - - - - -
Hiperkolesterole-

16. AR mia 2
Hiperurisemia 
17. SP - - - - - - - - -
Aspirin-

Clopidogrel
Lansoprazole-

18. M Clopidogrel 4
Aspirin-Valsartan 
Aspirin-Micardis

(Telmisartan)
19. ST - - - - - - - - -
Spironolactone-

20. S Valsartan 2
Aspirin-Valsartan 
21. SK KSR  1
Digoxin-
22. J  1
Bisoprolol
23. RN - - - - - - - - -
Spirinolactone-
24. HS
Ramipril
 2

76
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. (Lanjutan)
Nama Nama Obat dan Kejadian
NO I II III IV V VI VII
Pasien Kondisi Klinik DRPs

25. ST - - - - - - - - -
26. JSR Alprazolam  1
Spironolactone-

Valsartan
27. SP 2
Spironolactone-

Irbesartan
28. SM Alprazolam  1
29. YE - - - - - - - - -
30. RD Alprazolam  1
31. LSB - - - - - - - - -
Spironolactone-

KSR
32. SAN
Hiperurisemia  3
KSR 
33. PU - - - - - - - - -
Total 8 1 0 5 0 0 18 32

Keterangan:

I : Indikasi Tanpa Obat

II : Obat Tanpa Indikasi

III : Salah Obat

IV : Dosis Obat Kurang

V : Dosis Obat Berlebih

VI : Reaksi Obat Merugikan

VII : Interaksi Obat

77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Rekapitulasi DRPs Pasien Beserta Keterangan

78
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. (Lanjutan)

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Hasil Rekapitulasi DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat dan Obat Tanpa Indikasi

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. (Lanjutan)

87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Hasil Rekapitulasi DRPs Kategori Interaksi Obat

88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. (Lanjutan)

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. (Lanjutan)

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. (Lanjutan)

91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. (Lanjutan)

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Surat Permohonan Judul Penelitian

93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan

94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Surat Izin Melakukan Penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan

95
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Surat Selesai Penelitian RSUD di Dr. Pirngadi Medan

96
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai