Anda di halaman 1dari 97

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMSPADA PASIEN

STROKE DI INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT


UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

OLEH:
MAHYA ULFA
NIM 131524035

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMSPADA PASIEN
STROKE DI INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai


Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
MAHYA ULFA
NIM 131524035

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


PENGESAHAN SKRIPSI

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN STROKE


DI INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN
s Sumatera Utar
OLEH:
MAHYA ULFA
NIM 131524035

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji


Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 13 Februari 2017

Disetujui Oleh:
Panitia Penguji,
Dosen Pembimbing I

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt.


Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. NIP 197802152008122001
NIP 195503121983032001

Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt.


Pembimbing II NIP 195503121983032001

Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt. Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt.
NIP 196206101992032001 NIP 197803142005011002

Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt.


NIP 196206101992032001

Medan, April 2017


Disahkan Oleh:
Dekan Fakultas Farmasi

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195707231986012001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis menyelesaikan skripsi

ini yang berjudul “Identifikasi Drug Related Problems Pada Pasien Stroke di

Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S.,

Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Kepada Ibu Prof. Dra.

Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., dan Ibu Dra. Nurminda Silalahi, M.Si.,

Apt.,selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, motivasi dan

nasihat selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Kepada Ibu

Khairunnisa, M.Pharm., Ph.D., Apt., Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc.,

Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan, kritikan dan saran

dalam penyusunan skripsi ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt.,(Alm.),

selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi

selama masa pendidikan serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing penulis selama masa

pendidikan.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada

kedua orang tua Bapak Muhammad Yahya (Alm.), dan Ibu Nurul Fataniah, Abang

Hafiful Rasyidin dan Adik Mutia Husna, Akmal Shah atas doa dan dorongan baik

moriil maupun materiil dalam penyelesaian skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena

itudiharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya.

Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

kefarmasian.

Medan, Maret 2017


Penulis,

Mahya Ulfa
NIM 131524037

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Mahya Ulfa
Nomor Induk Mahasiswa : 131524035
Program Studi : S-1 Ekstensi
Judul Skripsi :Identifikasi Drug Related Problems Pada Pasien
Stroke di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan
hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat
karena kutipan yang ditulis setelah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam
skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia
menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk


dapat digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.

Medan, April2017
Yang Membuat Pernyataan,

Mahya Ulfa
NIM 131524035

Universitas Sumatera Utara


IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMSPADA PASIEN STROKE DI
INSTALASI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
H. ADAM MALIK MEDAN

ABSTRAK

Stroke adalahmasalah kesehatan dunia yang


meningkatdengantajamsetiaptahunnya yang
memerlukanpolifarmasi.PolifarmasidapatmenimbulkanbanyakmasalahtermasukDr
ug Related Problems(DRPs) yang dapatmenurunkankualitashiduppasien.Drug
related problems adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat
yang secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap outcome pasien.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui angka kejadian DRPs padapasien
stroke (n=25)yang meliputi indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah,
dosis obat kurang, dosis obat lebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pengambilan data dilakukan
secara prospektif terhadap rekam medis pasien stroke di instalasai rawat inap.
Penelitianinimenganalisistentangidentifikasi DRPs
berdasarkanmetodeStrand.Kriteria subjek penelitian meliputi pasien dengan
diagnosis stroke yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik
Medan pada bulan Desember 2015-Februari 2016, pasien dengan cara pulang
sembuh atau berobat jalan.
Hasilpenelitian diperoleh 21 pasien (84%) mengalami DRPs sebanyak 53
kasus. Jenis DRPs yang paling banyakterjadiadalahinteraksiobat 40 kasus
(75,48%), indikasitanpaobatsebanyak 11 kasus (20,75%) dan dosisobatlebih 2
kasus (3,77 %).

Kata kunci: Drug Related Problems, Stroke.

Universitas Sumatera Utara


IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS IN
MANAGEMENT OF PATIENTS STROKE IN INSTALATIONS
INHAJI ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN

ABSTRACT

Stroke remains as a global health problem that increases sharply every


year and needs polypharmacy. Polypharmacy may result in many problems,
including Drug Related Problems (DRPs) able to decrease quality of life of
patients. Drug related problems are underisable events related to the patients drug
therapy that actually and potentially affect the patient’s desired outcomes.
Objective of this prospective study was to determine the incidence of
DRPs in stroke patients (n=25) that involving indication without drug, drug
without indication, wrong drug, too low dose, too high dose, adverse drug
reactions, and drug interactions. This research used descriptive method and
collecting data was taken prospectively from the patients’ medical records. This
research analyzed DRPs applying Strand method. Criteria of the research subject
included in and out patients with a diagnosis of stroke at Haji Adam Malik
Hospital Medan on December 2015-February 2016.
The results showed that there were 21patients (84%) experienced DRPs as
many as 53 cases. The most commonly occurred DRPs was drug interactions, 42
cases (75.48 %), indication without drugs as many as 11 cases (20.75 %), and too
high dose 2 cases (3.77 %).

Key word:Drug Related Problems,Stroke.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ........................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL...................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................... vi

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

ABSTRACK .................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ......................................................... 4

1.3 Perumusan Masalah ................................................................. 5

1.4 Hipotesis ................................................................................... 5

1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................... 5

1.6 Manfaat Penelitian .................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6

2.1 DRPs ......................................................................................... 6

2.1.1 Defenisi DRPs.................................................................. 6

2.1.2 Klasifikasi DRPs .............................................................. 6

Universitas Sumatera Utara


2.2 Pengertian Stroke ...................................................................... 10

2.3 Pembagian Stroke ..................................................................... 10

2.3.1 Stroke Iskemik ................................................................. 10

2.3.2 Stroke Hemoragik ............................................................ 11

2.4 Diagnosis Stroke ....................................................................... 12

2.5 Pemeriksaan Stroke................................................................... 13

2.6 Pencegahan Stroke .................................................................... 14

2.6.1 Pencegahan Primer .......................................................... 14

2.6.2 Pencegahan Sekunder ...................................................... 14

2.7 Faktor Risiko Stroke ................................................................. 14

2.7.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah ......................... 15

2.7.2 Faktor Risiko yang Dapat Diubah ................................... 16

2.8 Pengobatan Yang Diberikan ...................................................... 22

2.8.1 Hipertensi ......................................................................... 22

2.8.2 Hiperkolesterolemia ......................................................... 23

2.8.3 Diabetes Mellitus ............................................................. 23

2.8.4 Stroke Ringan/TIA ........................................................... 23

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 25

3.1Jenis Penelitian............................................................................ 25

3.2Populasi dan Sampel ................................................................... 25

3.2.1 Populasi ............................................................................ 25

3.2.2 Sampel ............................................................................. 25

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 26

3.4 Rancangan Penelitian ................................................................ 26

3.4.1 Pengumpulan Data ........................................................... 26

Universitas Sumatera Utara


3.4.2 Teknik Pengumpulan Data............................................... 26

3.5 Analisis Data ............................................................................. 27

3.6 Bagan Alur Penelitian ............................................................... 27

3.7 Langkah Penelitian ................................................................... 27

3.8 Definisi Operasional ................................................................. 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 30

4.1 Demografi Pasien Stroke Berdasarkan Cara Pulang ................. 30

4.2 Demografi Pasien Stroke Berdasarkan Jenis Stroke ................. 30

4.3 Demografi Pasien Stroke Berdasarkan Jenis Kelamin Dan


Usia ........................................................................................... 31

4.4 Kejadian DRPs .......................................................................... 33

4.5 Pembahasan ............................................................................... 35

4.5.1 Indikasi Tanpa Obat ......................................................... 35

4.5.2 Obat Tanpa Indikasi ......................................................... 36

4.5.3 Obat Salah ........................................................................ 36

4.5.4 Dosis Obat Kurang ........................................................... 37

4.5.5 Dosis Obat Lebih ............................................................. 37

4.5.6 Reaksi Obat Merugikan.................................................... 38

4.5.7 Interaksi Obat ................................................................... 38

4.6 Jumlah Kasus DRPs Pada Setiap Pasien ................................... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 42

5.1 Kesimpulan ............................................................................... 42

5.2 Saran ......................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 43

LAMPIRAN ................................................................................................... 45

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Jenis DRPs dan Penyebab yang Mungkin Terjadi .................................. 8

2.2 Diagnosis Stroke ..................................................................................... 12

4.1 Persentase Pasien Berdasarkan Cara Pulang ........................................... 30

4.2 Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Stroke ........................................... 31

4.3 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................... 32

4.4 DRPs yang Terjadi Pada Pasien Stroke di Instalasi Rawat Inap di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode
Desember 2015 - Februari 2016 .............................................................. 34

4.5 DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat ........................................................ 35

4.6 DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih ....................................................... 37

4.7 DRPs Kategori Interaksi Obat ................................................................. 38

4.8 Jumlah Kasus DRPs Pada Setiap Pasien ................................................. 39

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat..................... 4

3.1 Gambaran Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 27

4.1 Grafik Kejadian DRPs Pada Pasien Stroke di Instalasi Rawat


Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Periode Desember 2015 - Februari 2016.......................................... 34

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Data Pasien............................................................................................ 45

2 Data Pengobatan ................................................................................... 46

3 Rekapitulasi DRPs Pasien beserta Keterangan ..................................... 54

4 Rekapitulasi DRPs 65

5 Grafik Kejadian DRPs .......................................................................... 68

6 DRPs Kategori Indikasi tanpa Obat ...................................................... 69

7 DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih..................................................... 72

8 DRPs Kategori Interaksi Obat .............................................................. 74

9 Hasil Uji Normalitas Hubungan antara Kasus DRPs dengan Lama


Perawatan (Kolmogrof-Smirnov) .......................................................... 79

10 Hasil Uji Hubungan DRPs dengan Lama Perawatan


(Kruskall Wallis) ................................................................................... 80

11 Surat Izin Melakukan Penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan... 81

12 Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian di RSUP H. Adam


Malik Medan....................................................................................... 82

13 Surat Keterangan Kelayakan Etik................................................. 83

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa

kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.

Secara sederhana stroke akut didefinisikan sebagai penyakit otak akibat

terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011).

Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerotik atau

bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses

aterosklerosis. Sedangkan pada stroke perdarahan (hemoragik), pembuluh darah

pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang keluar

merembes masuk ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Stroke akut baik

yang iskemik maupun hemoragik merupakan kedaruratan medis yang

memerlukan penanganan segera karena dapat menimbulkan kecacatan permanen

atau kematian (Junaidi, 2011).

Strokemenurut World Health Organization (WHO) (1988) adalah suatu

sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun

global, yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari

24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (Junaidi, 2011).

Angka kejadian stroke terus meningkat dengan tajam,jika tidak ada upaya

penanggulangan stroke yang lebih baik maka jumlah penderita stroke pada tahun

2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, bahkan saat ini Indonesia

merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia dan

keempat didunia, setelah India, Cina, dan Amerika (Feigin, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke.

Peningkatan tertinggi akan terjadi di negara berkembang, terutama di wilayah

Asia Pasifik. Di Indonesia sendiri diperkirakan terjadi sekitar 800-1.000 kasus

stroke setiap tahunnya (Junaidi, 2011).

Hasil dari riset kesehatan dasar tahun 2013diperkirakan Jumlah penderita

penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 sebanyak 1.236.825 orang (7% per 1000

penduduk. Di IndonesiaProvinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita

stroke terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang (7,4% per 1000 penduduk),

sedangkan Provinsi Papua Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu

sebanyak 2.007 orang (3,6% per 1000 penduduk)(Info Datin Kementerian

Kesehatan, 2013).

Salah satu penyebab meningkatnya kasus penyakit pembuluh darah, seperti

stroke adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk menerapkan gaya hidup

sehat. Selain itu meningkatnya usia harapan hidup, kemajuan di bidang ekonomi

sosial, serta perbaikan di bidang pangan yang tidak diikuti dengan kesadaran

menerapkan gaya hidup sehat juga menjadi pemicunya. Sebaliknya masyarakat

sejak usia muda sudah dimanjakan dengan gaya hidup sembarangan, yang kurang

memperhatikan gaya hidup sehat (Junaidi, 2011).

Ketika pasien menjalani sebuah pengobatan,sebagian pasien memperoleh

hasil sesuaiyang diharapkan yaitu kesembuhan, namun tidak sedikit yang gagal

dalam menjalani terapi pengobatan, sehingga meningkatkan biaya pengobatan

bahkan berujung pada kematian akibat penggunaan berbagai macam obat dalam

terapi yang termasuk DRPs. Oleh karena itu dibutuhkan kontribusi dalam

mengidentifikasi, menyelesaikan dan mencegah terjadinya DRPs tersebut

(Priyanto, 2009; Ruths dan Viktil, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Drug related problems adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait

terapi obat yang secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadapout come

yang diinginkan pada pasien. Pada tahun 1997 di Amerika Serikat (AS) tercatat

160.000 kematian dan 1 juta pasien dirawat dirumah sakit akibat kejadian obat

yang diresepkan. Morse mengestimasikan bahwa di AS,biaya penyakit terkait

obat yang diresepkan adalah 7 milliar dolar setiap tahun (Strand, et al., 1990).

Akibatsemakin banyaknya kasus DRPs, maka berkembanglah

pharmaceutical care. Minesota pharmaceutical care project melakukan penelitian

terhadap 9399 pasien selama 3 tahun dan didokumentasikan oleh komunitas

farmasi. Dari pasien tersebut, 5544 orang mengalami DRPs, 235 (4,2%)

membutuhkan terapi obat tambahan, 15% menerima obat yang salah, 8%

mendapat obat tanpa indikasi, 6% dosis terlalu tinggi dan 16% dosis terlalu

rendah, sedangkan penyebab umum lainnya adalah reaksi obat merugikan

sebanyak 21% (Strand, et al., 1990).

Mortalitas dan mordibilitas akibat penggunaan obat merupakan masalah

penting dan membutuhkan perhatian yang mendesak. Data dari program riset

Boston Colloborate Surveilance Program (BCDSP) ditemukan bahwa diantara

26.462 pasien perawatan medis 0,9% per 1000 pasien meninggal akibat obat.

Penyebab paling utama dari keadaan tersebut adalah 21,6% penyakit jantung

iskemi; 9,9% kasus keracunan akut dan yang paling menarik adalah masalah

DRPs sebanyak 8,8% (Cipolle, et al.,1998).

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka penting dilakukan penelitian

DRPs pada pasien stroke. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat

H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif yang

dikerjakan secara prosfektif selama bulan Desember 2015-Februari 2016 terhadap

Universitas Sumatera Utara


seluruh pasien stroke di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H.

Adam Malik Medan. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian bagi pihak

rumah sakit, khususnya profesional kesehatan dalam meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentangidentifikasi DRPs pada pasien strokedi

instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

menggunakan metode Strand. Dalam metode Strand terdiri dari 8 kategori DRPs

tetapi dalam penelitian ini yang digunakan hanya 7 kategori DRPs saja dimana

kategori ke-8 yaitu kepatuhan pasien tidak dimasukkan karena pada penelitian ini

hanya melihat hasil dari rekam medis saja atau tidak bertemu dengan pasiennya

secara langsung. Dalam penelitian ini obat-obat yang diberikan kepada pasien

stroke merupakan variabel bebas (independent variable) dan DRPs kategori

indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat

berlebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat sebagai variabel terikat

(dependent variable).Hubungan kedua variabel tersebut digambarkan dalam

kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Obat-obat Kategori:
yang a. Indikasi tanpa obat
diberikan b. Obat tanpa indikasi
kepada c. Obat salah
Identifikasi DRPs
pasien yang d. Dosis obat kurang
tercatat e. Dosis obat lebih
dalam f. Reaksi obat merugikan
rekam g. Interaksi obat
medis.
(Strand, et al., 1990)
Gambar 1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Universitas Sumatera Utara


1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah

penelitian adalah: apakah terjadi DRPs kategori indikasi tanpa obat, obat tanpa

indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan,

dan interaksi obat pada pasien stroke di instalasi rawat inap di Rumah Sakit

Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah

terjadi DRPskategori indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis

obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat pada

pasien stroke di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

Medan.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas maka tujuan penelitian ini untuk

mengetahui besarnya angka dan persentase kejadian DRPskategori indikasi tanpa

obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat lebih, reaksi

obat merugikan, dan interaksi obat pada pasien stroke di instalasi rawat inap di

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Untuk peneliti, menambah pengetahuan peneliti tentang DRPs.

b. Untuk rumah sakit, diharapkan dari hasil penelitian dapat digunakan untuk

bahan evaluasi bagi pihak rumah sakit mengenai pelaksanaan pengobatan

pada pasie penderita stroke.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Drug Related Problems (DRPs)

2.1.1 PengertianDRPs

Drug Related Problems(DRPs) adalah kejadian yang tidak diinginkan

pasien terkait terapi obat yang secara nyata maupun potensial berpengaruh pada

outcome yang diinginkan pada pasien. Suatu kejadiaan dapat disebut DRPsapabila

terdapat dua kondisi, yaitu: (a) adanya kejadiaan tidak diinginkan yang dialami

pasien, kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosis penyakit,

ketidakmampuan (disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis,

fisiologis, sosiokultur atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian

tersebut dengan terapi obat (Strand, et al., 1990).

2.1.2 Klasifikasi DRPs

Terdapat 8 kategoriklasifikasi DRPsmenurut Strand, et al., yaitu:

a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat, namun

pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.

b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang mempunyai

indikasi medis valid.

c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan obat yang tidak aman,

tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.

d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi

dosis obat tersebut kurang.

e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi

dosis obat tersebut berlebih.

Universitas Sumatera Utara


f. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan.

g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat-obat, obat-makanan.

h. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang

diresepkan.

Pharmaceutical Care Network Europe (The PCNE Classification V5.01)

mengelompokkan masalah terkait obat sebagai berikut (Pharmaceutical Care

NetworkEurope.,2006):

1. Reaksi obat yang tidak dikehendaki

Pasien mengalami reaksi obat yang tidak dikehendaki seperti efeksamping atau

toksisitas.

2. Masalah pemilihan obat

Masalah pemilihan obat berarti pasien memperoleh obat yang salahuntuk

penyakitdan kondisinya. Masalah pemilihan obat antara lain: obat diresepkan

tapiindikasi tidak jelas, bentuk sediaan tidak sesuai, kontraindikasi dengan

obatyang digunakan, obat tidak diresepkan untuk indikasi yang jelas.

3. Masalah pemberian dosis obat

Masalah pemberian dosis obat berarti pasien memperoleh dosis yang lebihbesar

atau lebih kecil daripada yang dibutuhkannya.

4. Masalah pemberian/penggunaan obat

Masalah pemberian/penggunaan obat berarti tidak memberikan atau

tidakmenggunakan obat sama sekali atau menggunakan yang tidak diresepkan.

5. Interaksi obat

Interaksi berarti terdapat interaksi obat-obat atau obat-makanan

yangbermanifestasi atau potensial.

Universitas Sumatera Utara


6. Masalah lainnya

Masalah lainnya misalnya: pasien tidak puas dengan terapi, kesadaran

yangkurang mengenai kesehatan dan penyakit, keluhan yang tidak jelas

(memerlukan klarifikasi lebih lanjut), kegagalan terapi yang tidak

diketahuipenyebabnya, perlu pemeriksaan laboratorium.

Adapun kasus masing-masing kategori DRPsyang mungkin terjadi dapat

dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis-jenis DRPsdan Penyebab yang Mungkin Terjadi


(Cipolle, et al., 2012)
DRPs Kemungkinan Kasus Pada DRPs
Butuh terapi obat tambahan a. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan
terapi obat yang terbaru.
b. Pasien dengan kronik membutuhkan lanjutan
terapi obat.
c. Pasien dengan kondisi kesehatan yang
membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk
mencapai efek sinergis atau potensiasi.
d. Pasien dengan resiko pengembangan kondisi
kesehatan baru dapat dicegah dengan
pengggunaan obat profilaksis.
Terapi obat yang tidak perlu a. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat
indikasi.
b. Pasien yang mengalami toksisitas karena obat
atau hasil pengobatan.
c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat,
alkohol dan rokok.
d. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih
baik diobati tanpa terapi obat.
e. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi
dimana hanya single drug therapy dapat
digunakan.
f. Pasien dengan terapi obat untuk penyembuhan
dapat menghindari reaksi yang merugikan
dengan pengobatan lainnya.
Obat tidak tepat a. Pasien alergi.
b. Pasien menerima obat yang tidak paling efektif
untuk indikasi pengobatan.
c. Pasien dengan faktor resiko pada
kontraindikasi penggunaan obat.
d. Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada
obat lain yang lebih murah.
e. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman.
f. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap
obatyang diberikan.

Universitas Sumatera Utara


Dosis obat terlalu rendah a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan
terapi obat yang digunakan.
b. Pasien menerima kombinasi produk yang
tidak perlu dimana single drug dapat
memberikan pengobatan yang tepat.
c. Pasien alergi.
d. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk
menimbulkan respon.
e. Konsentrasi obat dalam serum pasien di
bawah range terapeutik yang diharapkan.
f. Waktu profilaksis (preoperasi) antibiotika
diberikan terlalu cepat.
g. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk
pasien.
h. Terapi obat berubah sebelum terapeutik
percobaan cukup untuk pasien.
i. Pemberian obat terlalu cepat.
Reaksi obat merugikan a. Obat yang digunakan merupakan risiko yang
berbahaya bagi pasien.
b. Ketersediaan obat menyebabkan interaksi
dengan obat lain atau makanan pasien.
c. Efek obat dapat diubah oleh substansi
makanan pasien.
d. Efek dari obat diubah inhibitor enzim atau
induktor obat lain.
e. Efek obat dapat diubah dengan pemindahan
obat dari binding site oleh obat lain.
f. Hasil laboratorium berubah karena gangguan
obat lain.
Dosis obat terlau tinggi a. Dosis terlalu tinggi.
b. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas
range terapeutik yang diharapkan.
c. Dosis obat meningkat terlalu cepat.
d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang
tidak tepat.
e. Dosis dan interval tidak tepat.
Ketidakpatuhan pasien a. Pasien tidak menerima aturan pemakaian
obat yang tepat (penulisan, obat, pemberian,
pemakaian.
b. Pasien tidak menuruti (ketaatan)
rekomendasi yang diberikan untuk
pengobatan.
c. Pasien tidak mengambil obat yang
diresepkan karena harganya mahal.
d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkan karena kurang mengerti.
e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang
diresepkan secara konsisten karena merasa
sudah sehat.

Universitas Sumatera Utara


2.2 Pengertian Stroke

Menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip

dalam Junaidi (2011), stroke is a rapidly developing clinical sign of focal or

global disturbance of cerebral function with symptoms lasting 24 hours or longer,

or leadding to death with no apparent cause other than vascular signs. Stroke

adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara

mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, akibat gangguan aliran

darah otak.

Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun

global akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke

hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai

bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,

atau berujung pada kematian kematian (Junaidi, 2011).

2.3 Pembagian Stroke

2.3.1 Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan suatu penyakit yang diawali dengan terjadinya

serangkaian perubahan dalam otak yang terserang yang apabila tidak ditangani

dengan segera berakhir dengan kematian otak tersebut (Junaidi, 2011).

Stroke iskemik terjadi karena suplai darah ke otak terhambat atau terhenti.

Walaupun berat otak hanya sekitar 1.400 gram, namun menuntut suplai darah

yang relatif sangat besar yaitu sekitar 20% dari seluruh curah jantung (Junaidi,

2011).

Kejadian stroke iskemik sekitar 70-80% dari total kejadian stroke. Jenis

stroke iskemik berdasarkan perjalanan klinisnya yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. Transient ischemic attackatau serangan strokesementara, gejala defisit

neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.

b. Reversible ischemic neurogical deficits, kelainan atau gejala neurologis

menghilang antara lebih kurang dari 24 jam sampai 3 minggu.

c. Strokeprogresif atau stroke in evolution yaitu stroke yang gejala klinisnya

secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin berat.

d. Stroke komplit atau completed stroke, yaitustroke dengan defisit neurologis

yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

Strokeiskemik berdasarkan penyebabnya, menurut klasifikasi The National

Institute of Neurological Disorders Stroke Part III trial (NINDS III) dibagi dalam

empat golongan yaitu karena:

a. Aterotrombotik; penyumbatan pembuluh darah oleh kerak/plak dinding arteri.

b. Kardioemboli; sumbatan arteri oleh pecahan plak (emboli) dari jantung.

c. Lakuner; sumbatan plak pada pembuluh darah yang berbentuk lubang.

d. Penyebab lain; semua hal yang mengakibatkan tekanan darah turun

(hipotensi).

2.3.2 StrokeHemoragik

Stroke hemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal

maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak yang menyebabkan

pecahnya pembuluh darah di otak.Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat

masuk ke dalam jaringan otak, sehingga terjadi hematom (Junaidi, 2011).

Kejadian stroke hemoragik sekitar 25-30% dari total kejadian stroke.

Walaupun kejadian stroke hemoragik tidak besar, tetapi stroke hemoragik sering

mengakibatkan kematian, umumnya sekitar 50% kasus berujung pada kematian.

Menurut Junaidi (2011), stroke hemoragik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang diakibatkan oleh

pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh

darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak.

b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA) perdarahan yang terjadi karena masuknya

darah ke ruang subarakhnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarakhnoid

sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari rongga subarakhnoid itu sendiri

(perdarahan subarakhnoid primer).

2.4 DiagnosisStroke

Junaidi (2006) menyatakan bahwa diagnosis biasanya ditegakkan

berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik

dapat membantu dalam menentukan lokasi kerusakan otak. Prosedur pemeriksaan

yang dilakukan harus diusahakan tidak memakan waktu terlalu lama, demi

meminimalkan hilangnya waktu emas antara onset dan dimulainya terapi.

Tabel 2.2 Diagnosis Stroke

Jenis Stroke Nyeri Kepala Gangguan Defisit Fokal/


Kesadaran Kelainan/
Kelumpuhan
Stroke Iskemik Ringan/tidak Ringan/tidak Berat
ada ada
Stroke Perdarahan (PIS) Berat Berat Berat
Stroke Perdarahan (PSA) Berat Sedang Ringan
/tidak ada

Keterangan: PIS=Perdarahan intraserebral.


PSA=Perdarahan subarachnoid.

Gejala pada penderita stroke iskemik memiliki kemiripan dengan gejala

penyakit lain, sehingga perlu dipertimbangkan beberapa penyakit yang memiliki

gejala yang mirip dengan stroke akut. Junaidi (2006) menyatakan, diagnosa

banding untuk penyakit stroke antara lain:

Universitas Sumatera Utara


a. Trauma kepala atau leher.

b. Meningitis/ensefalitis (infeksi otak dan selaputnya).

c. Ensefalopati hipertensi/gangguan otak karena hipertensi.

d. Massa intrakranial: tumor, hematom/darah di otak.

e. Serangan kejang dengan gangguan saraf yang bersifat sementara (paralisis

Todd’s).

f. Migraine dengan gangguan saraf sementara.

g. Gangguan metabolik: hiperglikemia, hipoglikemia, iskemia pasca-henti

jantung, keracunan bahan beracun, gangguan endokrin (myxedema), uremia.

h. Gangguan psikiatrik/kejiwaan.

i. Syok disertai hipoperfusi susunan saraf pusat.

2.5 Pemeriksaan Stroke

Junaidi (2006) pernah mengungkapkan, dalam mengobati pasien stroke

perlu diperhatikan proses atau tahapannya, sehingga pengobatan tepat sasaran.

Beberapa fase pengobatan pada penyakit stroke antara lain:

a. Fase akut: umumnya berlangsung antara 4-7 hari. Sasaran pada fase ini

adalah pasien selamat.

b. Fase pemulihan: setelah fase akut berlalu, selanjutnya adalah fase

pemulihan yang berlangsung sekitar 2-4 minggu. Sasarannya adalah pasien

belajar lagi keterampilan motorik yang terganggu dan belajar penyesuaian

baru untuk mengimbangi keterbatasan yang terjadi.

c. Rehabilitasi: sasarannya adalah melanjutkan proses pemulihan untuk

mencapai perbaikan kemampuan fisik, mental, sosial dan kemampuan

bicara.

Universitas Sumatera Utara


d. Fase ke kehidupan sehari-hari: setelah fase akut dilewati, maka terapi

pencegahan untuk menghindari terulangnya stroke akut tetap dilakukan.

Pasien biasanya dianjurkan untuk melakukan kontrol tensi secara rutin dan

mengendalikan kadar gula darah.

2.6 Pencegahan Stroke

2.6.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah serangan stroke yang terjadi

pertama kali. Junaidi (2011) menyatakan bahwa untuk mencegah serangan,

langkah pertama yang perlu dilakukan yaitu memodifikasi faktor risiko dengan

cara:

a. Menjaga kadar lemak dan kolesterol dalam tubuh.

b. Segera periksa ke dokter jika terjadi kelainan pada pembuluh nadi.

c. Olah raga yang teratur.

d. Menghindari stres (hidup lebih santai).

2.6.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya stroke

susulan atau stroke ulangan.Pencegahan sekunder dilakukan melalui pengobatan

pada faktor risiko.Pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui terapi obat untuk

mengatasi penyakit dasarnya, seperti penyakit jantung, diabetes melitus dan

hipertensi (Junaidi, 2011).

2.7 Faktor Risiko Stroke

Junaidi (2011) menyatakan secara umum faktor risiko stroke dapat

dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu faktor risiko yang dapat diubah dan

faktor risiko yang tidak dapat diubah.

Universitas Sumatera Utara


2.7.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah

a. Faktor Keturunan

Hingga sekarang faktor keturunan masih belum dapat dipastikan gen mana

yang menjadi penentu terjadinya stroke. Menurut Brass dkk yang meneliti lebih

dari 1.200 kasus kembar monozygot dibandingkan 1.100 kasus kembar dizygot,

berbeda bermakna antara 17,7% dan 3,6%. Jenis strokebawaan adalah cerebral

autosomal-dominant arteriopathy dengan infark subkortikal dan leukoenselopati

(CADASIL) telah diketahui lokasi gennya pada kromosom 19q12 (Junaidi, 2011).

b. Umur

Umur merupakan faktor risiko stroke iskemik yang tidak dapat diubah.

Insiden stroke iskemik meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit stroke

baik stroke hemoragik maupun stroke iskemik sering dianggap sebagai penyakit

monopoli orang tua, namun sekarang ada kecenderungan juga diderita oleh

kelompok usia muda (<40 tahun). Hal ini terjadi karena adanya perubahan gaya

hidup terutama orang muda perkotaan modern, seperti mengkonsumsi makanan

siap saji (fast food) yang mengandung kadar lemak tinggi, kebiasaan merokok,

minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga dan stres (Junaidi,

2011).

c. Jenis Kelamin

Laki-laki cenderung untuk menderita stroke lebih tinggi dibandingkan

wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita

hampir tidak berbeda. Laki-laki yang berumur 45 tahun bila bertahan hidup

sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko bagi wanita

hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena stroke iskemik sedangkan

Universitas Sumatera Utara


wanitalebih sering menderita perdarahan subarakhnoid dan kematiannya 2 kali

lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Junaidi, 2011).

d. Ras

Tingkat kejadian stroke di seluruh dunia tertinggi dialami oleh orang Jepang

dan Cina. Menurut Broderick dkk melaporkan orang negro Amerika cenderung

berisiko 1,4 kali lebih besar mengalami perdarahan intraserebral (dalam otak)

dibandingkan dengan kulit putih. Orang Jepang dan Afrika-Amerika cenderung

mengalami stroke perdarahan intrakranial.Sedang orang kulit putih cenderung

terkena stroke iskemik, akibat sumbatan ekstrakranial lebih banyak (Junaidi,

2011).

2.7.2 Faktor Risiko yang Dapat Diubah

a. Stres

Pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada proses

aterosklerosis adalah melalui peningkatan pengeluaran hormon kewaspadaan oleh

tubuh. Stres jika tidak dikontrol dengan baik akan menimbulkan kesan pada tubuh

adanya keadaan bahaya sehingga direspon oleh tubuh secara berlebihan dengan

mengeluarkan hormon-hormon yang membuat tubuh waspada seperti kortisol,

katekolamin, epinefrin dan adrenalin. Dengan dikeluarkannya adrenalin atau

hormon kewaspadaan lainnya secara berlebihan akan berefek pada peningkatan

tekanan darah dan denyut jantung. Hal ini bila terlalu keras dan sering dapat

merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan terjadi plak.Selain itu,

kecenderungan dari orang yang sedang stres umumnya mendorong seseorang

melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri seperti minum-minuman keras,

merokok, makan dan ngemil secara berlebihan (Junaidi, 2009).

Universitas Sumatera Utara


b. Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah di atas normal.Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran

tinggi badan, berat badan, tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum

adalah 120/80 mmHg (Sudoyo, 2009).

Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke

iskemik.Dikatakan hipertensi bila tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmHg.

Semakin tinggi tekanan darah pasien kemungkinan stroke akan semakin besar,

karena hipertensi dapat mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri

dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga

mempercepat proses aterosklerosis. Hipertensi berperan dalam proses

aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel/lapisan dalam dinding

arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat. Jika

serangan stroke terjadi berkali-kali, maka kemungkinan untuk sembuh dan

bertahan hidup akan semakin kecil (Junaidi, 2011).

c. Merokok

Meskipun mengetahui merokok tidak baik untuk kesehatan, kebiasaan

merokok masih saja dilakukan oleh banyak orang dengan berbagai alasan.Perokok

sebenarnya membuka dirinya terhadap risiko penyakit jantung dan stroke

iskemik.Bagi perokok diperlukan waktu yang lama yaitu sekitar setahun untuk

mengurangi risiko secara optimal setelah berhenti merokok.

Peranan rokok pada proses aterosklerosis adalah:

i. Meningkatkan kecenderungan sel-sel darah menggumpal pada dinding

arteri. Hal ini meningkatkan risiko pembentukan trombus/plak.

Universitas Sumatera Utara


ii. Merokok dapat menurunkan jumlah HDL dan menurunkan kemampuan

HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL yang berlebihan.

iii. Merokok meningkatkan oksidasi lemak yang berperan pada perkembangan

aterosklerosis.

Merokok juga dapat mengurangi kemampuan seseorang dalam

menanggulangi stres karena zat kimia dalam rokok terutama karbon monoksida

akan mengikat oksigen dalam darah sehingga kadar oksigen dalam darah

berkurang. Akibatnya metabolisme tidak berjalan dengan semestinya (Junaidi,

2011).

d. Minum Alkohol

Mengkonsumsi alkohol mempunyai dua sisi yang saling bertolak belakang,

yaitu efek yang menguntungkan dan yang merugikan. Apabila minum sedikit

alkohol secara merata setiap hari akan mengurangi kejadian stroke iskemik

dengan jalan meningkatkan kadar HDL dalam darah. Akan tetapi jika minum

banyak alkohol yaitu lebih dari 60 gram sehari maka akan meningkatkan risiko

stroke. Alkohol merupakan racun pada otak dan pada tingkatan yang tinggi dapat

mengakibatkan otak berhenti berfungsi.Alkohol oleh tubuh dipersepsi sebagai

racun. Oleh karenanya tubuh dalam hal ini hati akan memfokuskan kerjanya untuk

menyingkirkan racun (alkohol) tersebut. Akibatnya bahan lain yang masuk ke

dalam tubuh seperti karbohidrat dan lemak yang bersirkulasi dalam darah harus

menunggu giliran sampai proses pembuangan alkohol pada kadar yang normal

selesai dilakukan, alhasil dapat menyebabkan timbulnya penyakit

kardioserebrovaskuler seperti jantung dan stroke pun meningkat(Junaidi, 2011).

Universitas Sumatera Utara


e. Aktivitas Fisik Rendah

Aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah dan gula

darah, meningkatkan kadar kolesterol HDL, dan menurunkan kolesterol LDL,

menurunkan berat badan, mendorong berhenti merokok. Olahraga rutin tidak

hanya membentuk kemampuan sistem kardiovaskular namun juga membangun

kemampuan untuk mengatasi stres baik fisik maupun psikis/emosional.Olahraga

rutin mampu menghilangkan produk sampingan biokimiawi dari stres, lemak

darah, gula darah, kolesterol, membakar habis produk sampingan hormon, dapat

menurunkan tekanan darah tinggi (Junaidi, 2011).

f. Diabetes Melitus

Diabetes melitus menyebabkan kadar lemak darah meningkat karena

konversi lemak tubuh yang terganggu. Bagi penderita diabetes melitus

peningkatan kadar lemak darah akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan

stroke iskemik. Diabetes melitus mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada

pembuluh darah kecil (mikroangiopati) maupun pembuluh darah besar

(makroangiopati) di seluruh pembuluh darah termasuk pembuluh darah otak dan

jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi pada penderita stroke iskemik akan

memperbesar meluasnya area infark (sel mati) karena terbentuknya asam laktat

akibat metabolisme glukosa yang dilakukan secara anaerob yang merusak

jaringan otak. Peningkatan risiko stroke pada apsien diabetes diduga karena

peningkatan kadar trigliserida total, kolesterol HDL turun, hipertensi dan

gangguan toleransi glukosa, serta berkurangnya fungsi vasodilatasi arteriol

serebral. Hiperglikemia dapat menurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi

melebarkan saluran arteri, meningkatkan pembentukan thrombosis, dan

menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri (Junaidi, 2011).

Universitas Sumatera Utara


g. Kegemukan (Obesitas)

Obesitas atau kegemukan dapat meningkatkan kejadian stroke iskemik

terutama bila disertai dengan dislipidemia dan atau hipertensi, melalui proses

aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek

snoring atau mendengkur dan sleep apnea, karena terhentinya suplai oksigen

secara mendadak di otak.Kegemukan juga membuat seseorang cenderung

mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan risiko terjadinya penyakit

kencing manis/diabetes mellitus, juga meningkatkan produk sampingan

metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan/radikal bebas (Junaidi, 2011).

h. Hiperkolesterolemia

Kolesterol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi

kolesterol maka semakin besar pula kemungkinan dari kolesterol tersebut

tertimbun pada dinding pembuluh darah.Hal ini menyebabkan saluran pembuluh

darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak.Inilah

yang dapat menyebabkan terjadinya stroke iskemik atau penyempitan pembuluh

darah jantung. Kolesterol total mencakup kolesterol LDL dan HDL, serta lemak

lain di dalam darah dengan kadar tidak boleh lebih dari 200 mg/dl. Kolesterol

merupakan salah satu faktor resiko yang sangat besar peranannya pada penyakit

stroke. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa tiap peningkatan kadar

kolesterol satu persen, berarti menigkatkan risiko stroke dua persen. Makanan

yang banyak mengandung kadar lemaknya bila dikonsumsi secara berlebihan

akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah (Junaidi, 2011).

i. Minum Kopi

Kebiasaan minum kopi secara berlebihan dapat merugikan kesehatan karena

kafein yang terdapat dalam kopi. Kafein yang berlebihan dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


peningkatan tekanan darah, kadar kolesterol total dan kolesterol LDL dalam

darah. Hal inilah yang merupakan faktor risiko pada pembentukan plak

(sumbatan) pada saluran/lumen pembuluh darah melalui proses aterosklerosis dan

dapat menyebabkan penyakit jantung dan stroke (Junaidi, 2011).

j. Pola Makan

Pola makan dapat memengaruhi risiko stroke iskemik melalui efeknya pada

tekanan darah, kadar kolesterol serum, gula darah, berat badan dan sebagai

prosekutor aterosklerosis lainnya. Pengurangan asupan garam natrium dan

penambahan garam kalium (potasium) pada beberapa penelitian ternyata dapat

menurunkan kejadian stroke, melalui efeknya terhadap pengurangan natrium yang

dapat meningkatkan tekanan darah (Sudoyo, 2009).

k. Kelainan Pembekuan Darah (Koagulasi)

Sistem koagulasi pada keadaan normal merupakan keseimbangan antara

pemeliharaan aliran darah di pembuluh dan perbaikan kebocoran dari gangguan

integritas pembuluh.Namun banyak faktor yang mengganggu keseimbangan

tersebut dan menghasilkan trombosis.Ativasi koagulasi darah dengan trombosis

merupakan kejadian umum pada hampir kebanyakan stroke iskemik.Pembentukan

trombus sering terjadi karena aktivasi patologik dari hemostasis yang mungkin

ditemukan pada kerusakan sel endotel pada arteri aterosklerotik preserebral atau

jantung (Junaidi, 2011).

l. Fibrinogen

Peningkatan fibrinogen dan kelainan sistem fibrinolitik berkaitan dengan

terjadinya infark miokard dan stroke.Kadar fibrinogen >2,75g/l mempunyai risiko

tinggi terhadap penyakit jantung koroner dan stroke. Peningkatan kadar fibrinogen

1g/l akan meningkatkan risiko infark sebanyak 45%. Penelitian Cristensen

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan bahwa peningkatan kadar fibrinogen secara independen berkaitan

dengan stroke iskemik pada dewasa muda. Peningkatan kadar fibrinogen dan

enzim profibrinolitik, tissue-type plasminogen activator (tPA) dan plasminogen

activator Inhibitor (PAI-1) terbukti merupakan predikator kuat untuk infark

miokard. Kadar fibrinogen diketahui meningkat dengan cepat setelah terjadinya

stroke dihubungkan dengan respon fase akut yang dihasilkan dari iskemik otak

dan nekrosis (Junaidi, 2011).

2.8 Pengobatan Stroke

Secara umum pengobatan penyakit stroke dapat dilakukan dengan

mengobati faktor risiko penyakit dasar,yaitu:

2.8.1 Hipertensi

Tekanan darah tinggi dapat menipiskan dinding pembuluh darah.Uji klinik

membuktikan bahwa obat-obat antihipertensi dapat menurunkan risiko penyakit

kardio-serebrovaskuler seperti stroke, penyakit jantung coroner, dan gagal

ginjal.Pada penderita stroke, tekanan darah harus diturunkan dan dipertahankan

secara konsisten yang dapat diterima penderita dan tidak sampai menyebabkan

terjadinya iskemi otak.Bila tekanan darah tersebut tidak tercapai dengan

modifikasigaya hidup, harus diberikan obat-obatan.Pengobatan dimulai dengan

dosis rendah satu macam obat. Kalau perlu ditambah obat kedua dan ketiga

sampai target tekanan darah tercapai (Junaidi, 2011).

Untuk penderita angina lebih baik diberikan beta-bloker atau kalsium

channel bloker (amlodipin dan nifedipin). Untuk penderita infark miokard akut

lebih baik diberikan beta bloker karena akan mengurangi risiko berulangnya

penyakit. ACEI juga dapat digunakan, terutama pada penderita disfungsi sistolik

dapa ventrikel kiri (Junaidi, 2011).

Universitas Sumatera Utara


2.8.2 Hiperkolesterolemia

Berdasarkan uji klinik yang dilakukan, jika diberikan modifikasi diet dan

obat antihiperkolesterolemia dapat menurunkan risiko aterosklerosis yang terjadi

akibatmeningkatnyakolesterol. Keputusan untuk memberikan obat

antihiperkolesterolemia tergantung pada risiko absolut aterosklerosis, stroke,

kadar kolesterol, riwayat keluarga. Penderita hiperkolestrolemia familial berisiko

tinggi mengalami penyakit aterosklerotik dini sehingga perlu pemberian obat.

Target penurunan kolesterol darah adalah kolesterol total<200 mg/dl dan

kolesterol LDL< 100 mg/dl (Junaidi, 2011).

2.8.3 Diabetes Melitus

Memang belum diketahui secara pasti apakah gula darah yang terkontrol

dengan baik mengurangi risiko berulangnya penyakit pada penderita diabetes

mellitus dengan stroke atau penyakit aterosklerotik lainnya. Akan tetapi, kontrol

gula darah akan berpengaruh baik pada penderita diabetes melitus dengan

gangguan mikrovaskuler dan momplikasi diabetes mellitus lainnya (Junaidi,

2011).

2.8.4 Sroke Ringan/ Transient Ischemic Attack

Beberapa obat-obatan yang dapat digunakan dalam pengelolaan atau

pencegahan stroke ringanadalah:

a. Anti Agregasi Trombosit

i. Asetosal atau aspirin dengan dosis 80-200 mg/hari.

ii. Tiklopidin, dosis 250-500 mg/hari, bila toleransi buruk terhadap

asetosal.

iii. Klopidogrel (antiaterosklerosis), dosis 75 mg/hari.

Universitas Sumatera Utara


b. Antikoagulan

Antikoagulan yang dapat diberikan misalnya warfarin bila ada indikasi

seperti penyakit jantung.Dosis warfarin 20-30 mg/hari diberikan 2-3 kali dan

untuk pemeliharaan 2-10 mg/hari (Junaidi, 2011).

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang menggunakan desain

pendekatan prospektif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan,

observasi, pengumpulan data dan faktor risiko yang akan dipelajari dan

diidentifikasi terlebih dahulu kemudian diikuti ke depan secara prospektif

timbulnya efek (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien

stroke periode Desember 2015-Februari 2016. Dari populasi target, yang

memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi dijadikan sebagai

populasi studi.

3.2.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak

memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

anggota populasi yang dapat dipilih sebagai sampel. Yang termasuk kriteria

inklusi adalah:

a. Rekam medis dengan diagnosis stroke yang dirawat di instalasi rawat inap di

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan periode Desember 2015-

Februari 2016.

Universitas Sumatera Utara


b. Kategori semua gender.

c. Kategori semua usia.

d. Pasien yang pulang dengan cara berobat jalan atau sembuh.

Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat

diikutsertakan.Adapun yang menjadi kriteria ekslusi adalah data pasien yang tidak

lengkap (tidak memuat informasi dasar yang dibutuhkan dalam penelitian).

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

selama 3 bulan yaitu pada bulan Desember 2015-Februari 2016.

3.4 Rancangan Penelitian

3.4.1 Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan melalui pencatatan rekam medis di instalasi

rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, meliputi

datakualitatif dan kuantitatif serta kelengkapan data pasien. Data yang diambil

dipindahkan ke lembaran pengumpul data yang telah disiapkan.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan rekam medis pasien

strokedi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan menjadi beberapa

kelompok. Adapun rekam medis yang dikelompokkan dalam penelitian ini adalah:

a. Mengelompokkan data rekam medis berdasarkan inklusi.

b. Mengelompokkan identitas, pengobatan yang diberikan, data klinis dan data

laboratorium pasien.

c. Menganalisa hubungan kondisi pasien dengan kejadian DRPs.

Universitas Sumatera Utara


d. Mengidentifikasi DRPsberdasarkan studi literatur.

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif, data

kuantitatif diuraikan dalam bentuk tabel dan grafik sedangkan data kualitatif

diuraikan dalam bentuk uraian.

3.6 Bagan Alur Penelitian

Adapun gambaran pelaksanaan penelitian adalah seperti Gambar 3.1

Pengelompokan
Rekam medis Identifikasi DRPs
data berdasarkan
pasien
kreteria inklusi

Kategori:
a. Indikasi tanpa obat
b. Obat tanpa indikasi
c. Obat salah
d. Dosis obat kurang
e. Dosis obat lebih
f. Reaksi obat merugikan
g. Interaksi obat

Analisis data

Penarikan kesimpulan

Gambar 3.1 Gambaran Pelaksanaan Penelitian

3.7 Langkah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara untuk

melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara


b. Menghubungi Badan Litbang Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

Medan untuk mendapat izin melakukan penelitian dengan membawa surat

rekomendasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

c. Mengumpulkan semua data rekam medis yang masuk pada periode Desember

2015-Februari 2016.

d. Mencatat data rekam medis pasien stroke di instalasi rawat inap di Rumah

Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan pada periode Desember 2015-

Februari 2016.

e. Menganalisis data dan informasi sehingga didapatkan kesimpulan dari

penelitian.

3.8 Definisi Operasional

Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah obat-obatan yang tercatat

dalam rekam medis pasien, dan sebagai variabel terikat adalah indikasi tanpa obat,

obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat

merugikan dan interaksi obat.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari rekam medis pasien

stroke dengan keseluruhan jenis kelamin di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan.

Adapun penjelasan dari kategori DRPsyang digunakan yaitu:

a. Drug related problems adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait

terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome

yang diinginkan pasien.

Universitas Sumatera Utara


b. Indikasi tanpa obat adalah pasien mempunyai kondisi medis yang

membutuhkan terapi obat tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi

tersebut.

c. Obat tanpa indikasi adalah pasien mempunyai kondisi medis dan menerima

obat yang tidak mempunyai indikasi medis yang valid.

d. Obat salah adalah pasien mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling

efektif dan kontraindikasi dengan kondisi pasien tersebut.

e. Dosis obat kurang adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan

obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang.

f. Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih.

g. Reaksi obat merugikan adalah pasien mempunyai kondisi medis akibat reaksi

obat yang merugikan.

h. Interaksi obat adalah suatu kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat

mempengaruhi outcome klinis pasien.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Demografi Pasien Stroke Berdasarkan Cara Pulang

Berdasarkan catatan rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan periode Desember 2015-Februari 2016 diperoleh seluruh data

pasien stroke di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

Medan sebanyak 70 pasien. Data yang diperoleh dari rekam medis yang

memenuhi kriteria inklusi adalah sebanyak 25 pasien yaitu pasien yang pulang

dengan cara berobat jalan, sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek

(eksklusi) sebanyak 45 pasien, yaitu 32 pasien (45,7%) meninggal, pasien dengan

pulang atas permintaan pasien sendiri sebanyak 2 pasien (2,85%), pasien yang

pindah ruangan sebanyak 7 pasien (10%) dan 4 pasien (5,7%) dengan data yang

tidak lengkap atau tidak sesuai dalam penelitian, seperti yang di tunjukkan pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Persentase Pasien Berdasarkan Cara Pulang

Jumlah Pasien
No Cara Pulang %
(n=70)
1 Pulang Berobat Jalan (PBJ) 25 35,7
2 Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 2 2,85
3 Meninggal (Exitus) 32 45,7
4 Pindah ruang inap 7 10
5 Data tidak sesuai 4 5,7

4.2 Demografi Pasien Stroke Berdasarkan Jenis Stroke

Berdasarkan data yang diperoleh dari 25 rekam medis pasien stroke di

instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, 20

Universitas Sumatera Utara


pasien (80%) diantaranya mengalami penyakit stroke iskemik dan 5 pasien (20%)

mengalami penyakit stroke hemoragik. Seperti yang di tunjukkan pada Tabel 4.2

dibawah ini.

Tabel 4.2 Persentase Pasien Berdasarkan Jenis Stroke

Jenis Stroke Jumlah


Pasien (orang) Persentase (%)
Stroke Iskemik 20 80
Stroke Hemoragik 5 20
Total 25 100

Menurut berbagai literatur, insiden stroke hemoragik antara 15%-30% dan

stroke iskemik antara 70%-85%. Akan tetapi, untuk negara-negara berkembang

atau Asia kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan iskemik 70%. Stroke

iskemik disebabkan antara lain oleh thrombosis otak (penebalan dinding arteri)

60%, emboli (sumbatan mendadak)5%, dan lain-lain 35% (Junaidi, 2011).

Meski kasusnya lebih sedikit dibandingkan stroke iskemik, namun stroke

hemoragik sering mengakibatkan kematian. Umumnya sekitar 50% kasus stroke

hemoragik akan berujung pada kematian, sedangkan pada stroke iskemik hanya

20% yang berakibat pada kematian (Junaidi, 2011).

4.3 Demografi Pasien Stroke Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

Berdasarkan sampel yang diambil dari 25 rekam medis pasien stroke di

ruangan rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan periode Desember 2015-

Februari 2016 diperoleh gambaran umum karakteristik subjek seperti di tunjukkan

pada Tabel 4.3.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3Karakteristik Subjek Penelitian

No Karakteristik subjek Jumlah Pasien (n=25) %


Jenis Kelamin
1 Perempuan 14 56
Laki-Laki 11 44
Kelompok Usia
2 41-50 6 24
51-60 6 24
61-70 8 32
71-80 5 20

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan pasien berjenis kelamin perempuan

sebanyak 14 orang dan pasien berjenis kelamin laki-lakisebanyak 11 orang yang

terdiagnosis penyakit stroke di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat

H. Adam Malik Medan. Tetapi jika ditinjau dari jumlah pasien secara keseluruhan

(eksklusi dan inklusi) diperoleh jumlah pasien berjenis kelamin perempuan

sebanyak 34 orang dan pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang.

Dibandingkan dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih besar

mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Bahaya

terbesar dari rokok adalah merusak lapisan pembuluh darah pada tubuh (Arum,

2015).

Hal ini juga dapat terjadi mungkin dikarenakan pengaruh hormon laki-laki

dan perempuan. Pada laki-laki terdapat hormon testosteron, dimana hormon ini

dapat meningkatkan kadar LDL (Low Density Lipoprotein), apabila kadar LDL

tinggi maka dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang merupakan

faktor resiko terjadinya penyakit degenerative seperti stroke (Bull, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian dari segi usia pasien yang menderita stroke

didominasi oleh pasien yang mempunyai kelompok usia 61-70 tahun sebanyak 8

pasien (32%) diikuti kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 6 pasien (24%) dan

Universitas Sumatera Utara


usia 51-60 tahun sebanyak 6 pasien (24%) kemudian kelompok usia 71-80 tahun

sebanyak 5 pasien (20%).

Umur dan jenis kelamin merupakan dua diantara faktor risiko stroke yang

tidak dapat dimodifikasi. Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering

dijumpai pada populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya berlipat

ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun (Wiratmoko, 2008).

Semakin bertambahnya usia, semakin besar pula resiko terjadinya stroke.

Hal ini terkait dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah.

Pada orang-orang yang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena banyak

penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan mengakibatkan

berkurangnya aliran darah ke tubuh termasuk otak (Arum, 2015).

4.4Kejadian DRPs

Drug related problems merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dari

pengalaman pasien akibat terapi obat, sehingga secara aktual maupun potensial

dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Strand, et al.,

1990).

Berdasarkan identifikasi terhadap regimen rekam medis pasien di ruang

rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan periode Desember

2015-Februari 2016, dari 25 rekam medis pasien stroke terdapat 21 pasien (84%)

yang mengalami DRPs(+) dan 4 pasien (16%) tidak mengalami DRPs(-) seperti

ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Universitas Sumatera Utara


100%

Persentase (%)
80%
60%
84 %
40%
20% 16 %
0%
DRP's (+) DRP'S (-)

Gambar 4.1 Grafik Kejadian DRPsPada Pasien Stroke di Instalasi Rawat Inap
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode
Desember 2015-Februari 2016.

Adapun angka kejadian masing-masing kategori yaitu indikasi tanpa obat

sebanyak 11 kasus (21,15%); obat tanpa indikasi tidak ada kasus (0%);obat salah

tidak ada kasus (0%); dosis obat kurang tidak ada kasus (0%); dosis obat lebih

sebanyak 2 kasus (3,84%); reaksi obat merugikan tidak ada kasus (0%); dan

interaksi obat sebanyak 39 kasus (75%). Gambaran umum kejadian DRPssecara

keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 DRPsyang Terjadi pada Pasien Stroke di Instalasi Rawat Inap di
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Periode Desember
2015 - Februari 2016.

No. Katagori DRPs Jumlah kasus %


1 Indikasi tanpa obat 11 21,15
2 Obat tanpa indikasi 0 0
3 Obat salah 0 0
4 Dosis obat kurang 0 0
5 Dosis obat lebih 2 3,85
6 Reaksi obat merugikan 0 0
7 Interaksi obat 39 75
Total 52 100%

Universitas Sumatera Utara


4.5 Pembahasan

4.5.1 IndikasiTanpa Obat

Indikasi tanpa obat adalah kondisi medis yang membutuhkan terapi obat

tetapi tidak mendapatkan obat untuk indikasi yang sesuai (Priyanto, 2009). Jumlah

angka kejadian DRPspada indikasi tanpa obat adalah sebanyak 11 kasus.

Tabel 4.5DRPsKategori Indikasi Tanpa Obat

Penyebab Kondisi Pasien Kelompok Obat yang Jumlah %


Dibutuhkan Kasus
Pasien dengan Kolesterol total > Antihiperkolesterolemia 6 11,55
kondisi terbaru 200 mg/dL
membutuhkan Asam urat di atas Antihiperurisemia 3 5,77
terapi obat normal
yang terbaru. Leukosit diatas Antibiotika 2 3,85
11000/mcL

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas, terdapat 6 kasus (11,55%) pasien yang

mengalami hiperlipidemia (kolesterol total >200 mg/dL) tetapi tidak mendapatkan

terapi antihiperlipidemia.

Kolesterol merupakan zat di dalam aliran darah dimana makin tinggi

kolesterol semakin besar kemungkinan dari kolesterol tersebut tertimbun pada

dinding pembulum darah.Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi

lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak.Inilah yang menyebabkan

terjadinya stroke iskemik atau penyempitan pada pembuluh darah jantungyang

menyebabkan penyakit jantung. Kolesterol total mencakup kolesterol LDL dan

HDL, serta lemak lain didalam darah dengan kadar tidak boleh lebih dari 200

mg/dl. Kolesterol merupakan satu faktor resiko yang sangat besar peranannya

pada penyakit jantung dan stroke (Junaidi, 2011).

Pada penelitianini juga ditemukan 3 kasus (5,77%) indikasi tanpa obat

dimana pasien yang mengalami hiperurisemia (asam urat > 6 mg/dL) tetapi tidak

Universitas Sumatera Utara


mendapatkan terapi antihiperurisemia. Pada pasien dengan keadaan akut stroke,

tidak dijumpai hubungan yang signifikan antara kadar asam urat dengan stroke,

diabetes melitus, dan hipertensi, namun prevalensi hiperurisemia yang tinggi pada

pasien stroke akut dan juga berhubungan dengan peningkatan trigliserida dan

kadar kolesterol LDL, asam urat dapat dikatakan sebagai faktor risiko terhadap

stroke (Mehrpour et al, 2012). Selain itu, kadar asam urat juga berperan sebagai

faktor independen pada faktor prognostik yang menyebabkan outcome yang lebih

buruk (Koppula et al, 2013).

Pada penelitianini juga terdapat 2 kasus (3,84%) pasien dengan indikasi

terinfeksi yang ditandai dengan jumlah leukosit diatas 11000/mcL tetapi tidak

mendapatkan antibiotika.Salah satu penyebab stroke iskemik adalah aterosklerosis

intrakranial. Aterosklerosis intrakranial merupakan penyebab stroke iskemik yang

sering terjadi dan 20-60% penyebab stroke iskemik di Asia (Lakhan et al., 2009).

Aterosklerosis adalah kondisi dimana terjadinya inflamasi vaskuler. Indikator

yang berkontribusi terhadap terjadinya inflamasi vaskuler dan aterosklerosis ini

yaitu leukosit (Wu et al., 2013).

4.5.2Obat Tanpa Indikasi

Obat tanpa indikasi adalah kondisi medis pasien yang menerima pengobatan

yang tidak sesuai terhadap indikasi medis tersebut (Priyanto, 2009). Berdasarkan

hasil penelitian, tidak ditemukan dosis obat tanpa indikasi yang diberikan pada

pasien stroke di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik

Medan periode Desember 2015-Februari 2016.

4.5.3 Obat Salah

Obat salah adalah pasien mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling

efektif dan kontraindikasi dengan kondisi pasien tersebut (Priyanto, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan pemberian obat salah pada pasien

stroke di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

periode Desember 2015-Februari 2016.

4.5.4 Dosis Obat Kurang

Dosis obat kurang adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang (Priyanto, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian, tidak ditemukan dosis obat kurang pada pasien

stroke di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

periode Desember 2015-Februari 2016.

4.5.5 Dosis Obat Lebih

Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih (Priyanto,

2009).Angka kejadian DRPspada kategori dosis obat berlebih dapat dilihat pada

Tabel 3.6 dibawah ini.

Tabel 4.6DRPsKategori Dosis Obat Berlebih

BB/Umur CrCl Nama Dosis Dosis Standar Jumlah %


ml/min Obat Pakai Kasus
63 kg/69 <50 Ranitidin 50 mg/12 50 mg/24 jam 1 1,925
tahun (31,06) jam
70 kg/53 <50 Ranitidin 50 mg/12 50 mg/24 jam 1 1,925
tahun (39,71) jam

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas ditemukan adanyaDRPskategori dosis obat

lebih sebanyak 2 kasus (3,85%) yang terjadi pada pasien dengan kondisi klirens

kreatinin<50 ml/min. Dosis ranitidin yangdiberikan kepada pasien yaitu 50

mg/12 jamsedangkan berdasarkan renal pharmacotherapy dosis ranitidin yang

seharusnya diberikan kepada pasien dengan klirens kreatinin < 50 ml/min yaitu 50

mg/24 jam.

Universitas Sumatera Utara


4.5.6 Reaksi Obat Merugikan

Reaksi obat merugikan adalah pasien mempunyai kondisi medis akibat

reaksi obat yang merugikan (Priyanto, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, tidak

ditemukan reaksi obat merugikan pada pasien stroke di instalasi rawat inap di

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan periode Desember 2015-

Februari 2016.

4.5.7 Interaksi Obat

Interaksi obat adalah aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat

lainjika diberikan secara bersamaan (Priyanto, 2009).Interaksi obat dibagi menjadi

dua golongan yaitu farmakodinamika dan farmakokinetika (Katzung, 2000).Pada

penelitian ini ditemukan pasien yang mengalami interaksi obat sebanyak 39 kasus

(75%) dengan berbagai interaksi (Tabel 4.7).

Tabel 4.7DRPsKategori Interaksi Obat

Obat Jumlah Tingkat Keparahan Jenis Interaksi


Kasus Interaksi
Aptor-Antasida 2 kasus Sedang Farmakokinetika
Aptor-Kaptopril 6 kasus Sedang Farmakodinamika
Aptor-Valsartan 3 kasus Sedang Farmakodinamika
Kaptopril-KSR 5 kasus Berat Farmakodinamika
Valsartan-KSR 2 kasus Berat Farmakodinamika
Kaptopril-Valsartan 3 kasus Berat Farmakodinamika
Injeksi seftriakson- 4 kasus Sedang Farmakodinamika
Injeksi furosemid
Ketorolak-Furosemid 3 kasus Sedang Farmakodinamika
Aptor-Nifedipin 1 kasus Sedang Farmakodinamika
Aptor-Amlodipin 7 kasus Sedang Farmakodinamika
Sefoperazon- 1 kasus Sedang Farmakodinamika
Furosemid
Fenitoin-Nimotop 1 kasus Berat Farmakokinetika
Fenitoin-Parasetamol 1 kasus Sedang Farmakokinetika

Universitas Sumatera Utara


4.6 Jumlah Kasus DRPs Pada Setiap Pasien

Tabel 4.8 Jumlah Kasus DRPs Pada Setiap Pasien

No. Nama Obat Klasifikasi Jumlah Lama


DRPs kasus Perawatan
DRPs
1 RNP Aptor - Kaptopril Interaksi obat 1 kasus 9 hari
2 I Membutuhkan Indikasi tanpa 2 kasus 9 hari
antibiotika obat
Aptor - Kaptopril Interaksi obat
3 Th Kaptopril - KSR Interaksi obat 2 kasus 13 hari
Injeksi seftriakson Interaksi obat
- Injeksi
furosemide
4 HH Injeksi ketorolak - Interaksi obat 2 kasus 14 hari
Injeksi furosemid
Kaptopril - KSR Interaksi obat
5 YT Aptor - Kaptopril Interaksi obat 1 kasus 9 hari
6 Ti Membutuhkan Indikasi tanpa 1 kasus 6 hari
antihiperkolestero obat
lemia
7 JBT Membutuhkan Indikasi tanpa 3 kasus 10 hari
antihiperurisemia obat
Ranitidin Dosis obat lebih
Aptor - Antasida Interaksi obat
8 MAP Injeksi seftriakson Interaksi obat 2 kasus 4 hari
- Injeksi
furosemide
Aptor - Nifedipin Interaksi obat
9 MBS Membutuhkan Indikasi tanpa 3 kasus 13 hari
antibiotika obat
Membutuhkan Indikasi tanpa
antihiperkolestero obat
lemia
Injeksi ketorolak - Interaksi obat
Injeksi furosemid
10 RBT Membutuhkan Indikasi tanpa 4 kasus 15 hari
antihiperkolestero obat
lemia
Aptor - Kaptopril Interaksi obat
Kaptopril - KSR Interaksi obat
Aptor - Interaksi obat
Amlodipin
11 ITP Injeksi seftriakson Interaksi obat 1 kasus 9 hari
- Injeksi
furosemide
.12 H Membutuhkan Indikasi tanpa 4 kasus 10 hari

Universitas Sumatera Utara


antihiperurisemia obat
Injeksi Interaksi obat
sefoperazon -
Lasix (furosemid)
Aptor - Valsartan Interaksi obat
Aptor - Interaksi obat
Amlodipin
13 RBM Membutuhkan Indikasi tanpa 2 kasus 5 hari
antihiperkolestero obat
lemia
Aptor - Interaksi obat
Amlodipin
14 FP Membutuhkan Indikasi tanpa 4 kasus 13 hari
antihiperkolestero obat
lemia
Injeksi ketorolak - Interaksi obat
Injeksi furosemid
Aptor - Interaksi obat
Amlodipin
Aptor - Antasida Interaksi obat
15 Sa Aptor - Kaptopril Interaksi obat 4 kasus 12 hari
Aptor - Valsartan Interaksi obat
Kaptopril - Interaksi obat
Valsartan
Aptor - Interaksi obat
Amlodipin
16 NBS - - - 14 hari
17 Na Kaptopril - Interaksi obat 3 kasus 12 hari
Valsartan
Fenitoin - Interaksi obat
Parasetamol
Fenitoin - Interaksi obat
Nimotop
18 NP - - - 7 hari
19 KM Aptor - Valsartan Interaksi obat 4 kasus 6 hari
Aptor - Interaksi obat
Amlodipin
Valsartan - KSR Interaksi obat
Injeksi seftriakson Interaksi obat
- Injeksi
furosemide
20 So Ranitidin Dosis obat lebih 3 kasus 7 hari
Aptor - Kaptopril Interaksi obat
Kaptopril - KSR Interaksi obat
21 LBS Aptor – Interaksi obat 1 kasus 9 hari
Amlodipin
22 RJS - - - 5 hari

Universitas Sumatera Utara


23 DT - - - 10 hari
24 ES Membutuhkan Indikasi tanpa 4 kasus 16 hari
antihiperurisemia obat
Kaptopril - Interaksi obat
Valsartan
Valsartan - KSR Interaksi obat
Kaptopril - KSR Interaksi obat
25 DSN Membutuhkan Indikasi tanpa 1 kasus 4 hari
antihiperkolestero obat
lemia

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas pasien mengalami DRPs paling banyak 4 kasus

(6 pasien), kemudian secara berturut-turut 3 kasus (4 pasien), 2 kasus (5 pasien), 1

kasus (6 pasien), dan tidak ada kasus (4 pasien). Hasil uji SPSS versi 17 dengan

menggunakan metode kruskol Wallis, nilai p menunjukan 0.683>0.05, berarti jumlah

kasus DRPs tidak berpengaruh secara signifikan terhadap lama perawatan pada pasien

stroke di instalasi rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasilpenelitian pada 25 rekam medis pasien dengan diagnosis

stroke, terdapat 21 pasien (84%) mengalami DRPs. Jenis DRPsyang paling banyak

terjadi adalahinteraksi obat sebanyak 39 kasus (75%). Drug related problems yang

lain berturut-turut adalah indikasi tanpa obat sebanyak 11 kasus (21,15%) dan dosis

obat lebih sebanyak 2 kasus (3,85%).

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan:

a. Disarankan kepada dokter yang memberikan resep obat agar lebih

memperhatikan interaksi obat yang akanterjadi dari beberapa kombinasi obat

yang diberikan.

b. Disarankan dokter lebih teliti lagi dalam melihat hasil laboratorium agar tidak

terjadi lagi indikasi tanpa obat.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Arum, S.P.(2015). Stroke Kenali Cegah dan Obati. Yogyakarta: Notebook.


Halaman 20-21.

Bull, E. (2007). Simple Guide:Kolesterol. Penerbit Erlangga: Jakarta. Halaman


31.

Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C. (2004). Pharmaceutical Care Practice:
The Clinician’s Guid. Edisi ke-2. New York: McGraw-Hill. Diunduh dari
http://www.ebooks.downappz.com/?page=book&id=E2CGKZR7P6#do
wload.Diakses tanggal 18 September 2015.

Drug.com. (2013). Drug Interaction Checker. http://www.drugs.com/sitemap.html


Diakses tanggal 8 September 2016.

Feigin V. (2006). Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan


Pemulihan Stroke. Jakarta: PT.Bhuana Ilmu Populer.Halaman 79.

Info Datin Situasi Kesehatan Jantung .Pusat Data Dan Informasi Kementerian
Kesehatan R I. (2013) Diunduh dari
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=
1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjs_aick53PAhWJro8KHT0lAy0QFg
gaMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.depkes.go.id%2Fdownload.php%3
Ffile%3Ddownload%2Fpusdatin%2Finfodatin%2Finfodatinjantung.pdf&
usg=AFQjCNFBqImaIpNO5uWR7gv5O8QWgd3cA&bvm=bv.1333877
55,d.c2I. Diakses 24 Agustus 2015.

Junaidi, I. (2006). Stroke A-Z.Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Halaman 35.

Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya.Yogyakarta:Penerbit Andi.


Halaman 13-75.

Katzung, B. G. (2001). Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 1. Jakarta: Salemba


Medika. Halaman 8.

Koppula, R., Kaul, S., Rao, A.V., Jyothy, A., Munshi, A.(2013). Association of
serum uric acid level with ischemic stroke, stroke subtypes and clinical
outcome. Neurology Asia 18(4):349-353.

Lakhan SE, Kirchgessner A, Hofer M. (2009). Inflamatory Mechanisms in


Ischemic Stroke: Therapeutic approaches. Journal of Translational
Medicine. 7:97.

Mehrpour, M., Khuzan, M., Najimi, N., Motamed, M.R., Fereshtehnejad, S.M.,
(2012). Serum uric acid level in acute stroke patients. MJIRI.26(2): 66-
72.

Universitas Sumatera Utara


Notoatmodjo, S. (2010).Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Halaman 145-146.

Pharmaceutical Care Network Europe foundation. (2006). PCNE Classification


for Drug Related Problems. Pharmaceutical Care Research 5 (1): 3-4.

Priyanto.(2009). Farmakoterapi dan Terminologi Medis.lembaga Studi dan


Konsultasi Farmakologi, Jawa Barat.Halaman 21-24.

Ruths S, Viktil, Blix. (2007). Classification of drug-related problems. The Journal


of the Norwegian Medical Association. Tidsskr Nor Lægeforen; 127:
3073.

Strand, L.M., Morley, P.C., Cipolle, R.J., dan Ramsey, R. (1990). DICP. Drug-
Related Problems: Their Sructure and Function. 24(11): 1093-1097.

Sudoyo, A. W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V, Jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Wiratmoko, H. (2008). “Deteksi Dini Serangan dan Penanganan Stroke di


Rumah”, Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul, hal. 37-44.
http://isjd.pdii.lipi. go.id/admin/jurnal/22103844_2085-028X.pdf\
(Diakses tanggal 6 April 2015).

Wu TH, Chien KL, Lin HJ, Hsu HC, Su TC, Chen MF, Lee YT. (2013). Total
White Blood Cell Count or Neutrophil Count Predict Ischemic Stroke
Events Among Adult Taiwanese: Report from a Community-Based
Cohort Study. BMC Neurology. 13: 1-8.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Data Pasien

NO NAMA BIAYA DIAGNOS JK BB UMUR MRS KRS


1 RNP BPJS Stroke Iskemik P 50 kg 52 Tahun 30/11/2015 9/12/2015
2 Ir BPJS Stroke Iskemik P 45 kg 50 Tahun 1/12/2015 8/12/2015
3 Th BPJS Stroke Hemoragik P 50 kg 52 Tahun 5/12/2015 19/12/2015
4 HH BPJS Stroke Iskemik L 70 kg 52 Tahun 7/12/2015 19/12/2015
5 YT BPJS Stroke Iskemik L 71 kg 61 Tahun 9/12/2015 18/12/2015
6 Ti Umum Stroke Iskemik P 55 kg 63 Tahun 13/12/2015 19/12/2015
7 JBT BPJS Mandiri Stroke Iskemik P 63 kg 69 Tahun 14/12/2015 24/12/2015
8 MAP Umum Stroke Iskemik L 80 kg 60 Tahun 18/12/2015 21/12/2015
9 MBS Umum Stroke Hemoragik P 55 kg 53 Tahun 19/12/2015 1/1/2016
10 RBT BPJS Stroke Iskemik P 70 kg 64 Tahun 22/12/2015 7/1/2016
11 ITP BPJS Stroke Iskemik L 70 kg 68 Tahun 30/12/2015 7/1/2016
12 Ha BPJS Stroke Iskemik L 60 kg 66 Tahun 2/1/2016 12/1/2016
13 RBM BPJS Stroke Iskemik L 58 kg 55 Tahun 12/1/2016 17/1/2016
14 FP Umum Stroke Hemoragik L 75 kg 41 Tahun 14/1/2016 26/1/2016
15 Sa BPJS Stroke Iskemik P 65 kg 64 Tahun 15/1/2016 25/1/2016
16 NBS BPJS Stroke Iskemik P 50 kg 62 Tahun 16/1/2016 30/1/2016
17 Na BPJS Stroke Hemoragik L 50 kg 85 Tahun 18/1/2016 30/1/2016
18 NP Umum Stroke Iskemik P 80 kg 56 Tahun 30/1/2016 6/2/2016
19 KM BPJS Stroke Iskemik L 50 kg 67 Tahun 31/1/2016 6/2/2016
20 So BPJS Stroke Iskemik L 70 kg 53 Tahun 4/2/2016 10/2/2016
21 LBS BPJS Stroke Iskemik L 70 kg 70 Tahun 4/2/2016 13/2/2016
22 RJS Umum Stroke Iskemik P 55 kg 63 Tahun 5/2/2016 10/2/2016
23 DT BPJS Stroke Iskemik L 80 kg 70 Tahun 7/2/2016 17/2/2016
24 ES BPJS Stroke Hemoragik P 60 kg 52 Tahun 8/2/2016 24/2/2016
25 DSN Umum Stroke Iskemik P 65 kg 47 Tahun 13/2/2016 17/2/2016

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2.Data Pengobatan

LAMA PEMBERIAN(HARI KE)


No. Nama OBAT DOSIS RUTE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 RNP IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3 x 1 tablet PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aptor 3 x 100 mg PO √ √ √ √ √ √
Kaptropil 2 x 12.5 mg PO √ √ √
Aptor 1 x 100 mg PO √ √ √
2 Ir IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/6 jam I.V √ √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/24 jam I.V √ √
Vit B Kompleks 3 x 1 tablet PO √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam I.V √ √ √ √ √
Antasida syr 3 x CI PO √ √ √ √ √
Dulcolax tablet 1 x 2 tablet PO √
Levemir 3 x 14 iu S.C √ √ √ √ √
Novarapid 3 x 14 iu S.C √ √ √
Aptor 1 x 100 mg PO √ √ √ √
Kaptopril 2 x 25 mg PO √ √ √
3 Th IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/6 jam I.V √ √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/12 jam I.V √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/24 jam I.V √ √ √ √
Inj. Seftriakson 1 g/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid 1 amp/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Nikardipin 10 cc/jam I.V √ √ √ √ √ √
KSR 1 x 600 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3 x 1 tablet PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kaptopril 3 x 50 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Laxadyne syr 3 x CII PO √ √ √ √ √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √
4 HH IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
IVFD Mannitol 20% 250 cc/ 12 jam I.V √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Universitas Sumatera Utara


Inj. Furosemid 20 mg/12jam I.V √ √ √ √ √
Inj. Ketorolak 30 mg/12 jam I.V √ √ √ √
Kaptopril 2 x 50 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
KSR 1 x 600 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3 x 1 tablet PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Laxadyne syr 3 x CI PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ranitidin 2 x 150 mg PO √
5 YT IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid 20 mg/8 jam I.V √ √
Inj. Furosemid 20 mg/24 jam I.V √ √ √ √ √
Kaptopril 3 x 50 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3 x 1 tablet PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aptor 3 x 100 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √
HCT 2 x 25 mg PO √ √ √
6 Ti IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √
Inj. Seftriakson 1g/12 jam I.V alergi
Inj. Diazepam 1 amp I.V √
Inj. Sitikolin 500 mg I.V √ √ √ √ √ √
Inj. Transamin 1 amp/12 jam I.V √ √ √ √ √ √
Inj. Siprofloksasin 200 mg/12 jam I.V √ √ √ √
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam I.V √ √
Inj. Ozid 40 mg/12 jam I.V √ √ √ √
Fenitoin 3 x 100 mg PO √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3 x 1 tablet PO √ √ √ √ √ √
7 JBT IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Seftriakson 2 g/24 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid 1 amp I.V √
Inj. Rodin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aptor 3 x 100 mg PO √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3 x 1 tablet PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Allopurinol 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √ √ √
Simvastatin 1 x 10 mg PO √ √ √ √ √ √
Loperamid 3x1 PO √ √ √
Antasida syr 3 x CI PO √ √ √ √

Universitas Sumatera Utara


8 MAP IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √
Inj. Seftriakson 1g/12 jam I.V √ √ √ √
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam I.V √ √ √ √
Inj. Sitikolin 250 mg/12 jam I.V √
Inj. Sitikolin 500 mg/12 jam I.V √ √ √ √
Lasix 1 amp/24 jam I.V √ √ √
Vit B Kompleks 3 x 1 tablet PO √ √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √
KSR 1 x 600 mg PO √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √ √
Nifedipin 3 x 10 mg PO √ √ √ √
9 MBS IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i I.V √ √
IVFD NaCl 3 % 10 gtt/i I.V √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/12 jam I.V √ √ √ √ √
Inj. Ketorolak 30 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Transamin 500 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid 20 mg/8 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
KSR 2 x 600 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Laxadyne syr 3 x CI PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
10 RBT IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Seftriakson 1 g/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √
Aptor 1 x 100 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
KSR 1 x 600 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √ √
Kaptopril 2 x 50 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
11 ITP IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i I.V √
Inj. Novomix 20-0-25 S.C √ √ √ √ √
Inj. Sitikolin 500 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √
Inj. Seftriakson 1g/12 jam I.V √ √ √ √ √

Universitas Sumatera Utara


Inj. Furosemid 20 mg/12jam I.V √ √ √
Vastigo (k/p) 3 x 1 PO √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √
Nitrogliserin 2x1 PO √ √ √
Asetosal 1 x 100 mg PO √ √ √
12 H IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Sefoperazon 2 g/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Lasix 20 mg/12jam I.V √ √ √ √
Aptor 1x 300 mg PO √ √ √ √
Aptor 1 x 100 mg PO √ √ √ √ √ √
N- Asetyl Sistein 3 x 200 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √
Dulcolax Supp 1x1 PO √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg PO √ √ √ √ √
Valsartan 1 x 80 mg PO √ √ √ √ √
13 RBM IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √
IVFD NaCl 0,9 % 15 gtt/i I.V √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg PO √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √
Metformin 1 x 500 mg PO √ √ √ √
14 FP IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/6 jam I.V √ √ √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/8jam I.V √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/12 jam I.V √ √
Inj. Seftriakson 1 g/12 jam I.V √ √ √ √ √ √
Inj. Ketorolak 30 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √
Inj. Transamin 500 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √
Lasix 20 mg/12jam PO √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Antasida syr 3 x CI PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √
Furosemid 1 x 20 mg PO √ √ √ √

Universitas Sumatera Utara


Aptor 1 x 100 mg PO √ √ √ √ √ √ √
Ranitidin 2 x 150 mg PO √ √ √ √ √ √ √
15 S IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid 20 mg/12jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Sitikolin 500 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √
Kaptopril 3 x 25 mg PO √ √ √
Kaptopril 3 x 50 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √ √
Aptor 1 x 100 mg PO √ √ √ √ √
Simvastatin 1 x 20 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Valsartan 1 x 80 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Laxadine syr 3 x CI PO √ √ √ √ √ √ √
Dulcolax tablet 1x2 PO √ √ √ √
16 NBS IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Sefotaksim 2 g/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √ √ √
Aptor 1 x 100 mg PO √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
KSR 1 x 600 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ventolin 2,5 mg/8 jam Nebul √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Flixotide 0,5 mg/12 jam Nebul √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
N- Asetil Systein 3 x 300 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sefadroksil 2 x 50 mg PO √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √
17 N IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/6 jam I.V √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/8jam I.V √ √ √
Inj. Transamin 500 mg/8 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid 20 mg/8 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Diazepam 1 amp (k/p) I.V √
Inj. Nikardipin 9 cc/jam I.V √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kaptopril 3 x 50 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Nimotop 3 x 60 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √

Universitas Sumatera Utara


Fenitoin 3 x 100 mg PO √ √ √ √ √ √
Fenitoin 2 x 100 mg PO √ √
Valsartan 1 x 80 mg PO √ √ √ √ √
18 NP IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i I.V √ √
Inj. Dobutamin 5 cc/ jam I.V √ √
Inj. Transamin 500 mg/8 jam I.V √ √ √ √
Inj. Ozid 80 mg I.V √
Inj. Ozid 40 mg/12 jam I.V √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √
Inj. Vitamin K 1 amp/24 jam I.V √ √ √ √
Digoksin 1 x 0,5 mg PO √ √ √ √
Allopurinol 1 x 10 mg PO √ √ √ √ √
19 KM IVFD R- Solutio 30 gtt/i I.V √ √
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √
NaCl 3 % 8 gtt/i I.V √ √ √ √ √
Inj. Seftriakson 1 g/12 jam I.V √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √
Inj. Furosemid 20 mg/12jam I.V √ √ √ √
N- Asetil Sistein 3 x 200 mg PO √ √ √ √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg PO √ √ √ √
Valsartan 1 x 80 mg PO √ √ √ √
KSR 1 x 600 mg PO √ √ √
20 S IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √
IVFD Mannitol 20% 250 cc I.V √
Inj. Perdipin 13 cc/jam I.V √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √
Inj. Furosemid 20 mg/12jam I.V √ √
Inj. Furosemid 20 mg/8 jam I.V √ √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √
KSR 1 x 600 mg PO √ √ √ √ √ √
Kaptopril 3 x 25 mg PO √ √ √ √ √ √
Simvastatin 1 x 20 mg PO √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √
21 LBS IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √

Universitas Sumatera Utara


IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i I.V √
Inj. Seftriaksone 1 g/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Deksametason 5 mg/8 jam I.V √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Metil Prednisolon 125 mg/8 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √
Ventolin 2,5 mg/8 jam Nebul √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pulmicort /12 jam Nebul √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
KSR 1 x 600 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
N- Asetil Sistein 3 x 200 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √
Amlodipin 1 x 10 mg PO √ √ √
22 RJS IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 25 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √
Insulin 6-6-6 S.C √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √
Parasetamol 3 x 500 mg PO √ √ √ √
Newdiatab 3x2 PO √ √ √
N- Asetil Sistein 3 x 200 mg PO √ √
23 DT IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i I.V √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/6 jam I.V √
Inj. Seftriakson 1g/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Metil Prednisolon 62,5 mg/8 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ventolin 2,5 mg/8 jam Nebul √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Aptor 1 x 300 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Simvastatin 1 x 20 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √
Novorapid 3 x 6-6-6 S.C √ √ √ √ √ √ √
Lantus 1 x 0-0-10 S.C √ √ √ √ √ √ √
24 ES IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
IVFD Mannitol 20% 250 cc I.V √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/6 jam I.V √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/8jam I.V √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/12 jam I.V √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/24 jam I.V √ √

Universitas Sumatera Utara


Inj. Furosemid 20 mg/12jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kaptopril 3 x 50 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Nifedipin 3 x 10 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Vit B Kompleks 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
KSR 1 x 600 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Valsartan 1 x 160 mg PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Laxadine syr 3 x C1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
25 DSN IVFD R- Solutio 20 gtt/i I.V √ √ √ √
IVFD Mannitol 20% 125 cc/6 jam I.V √
Inj. Dextrosa 40 % 2 fls I.V √ √
IVFD Dekstrosa 5% 20 gtt/i I.V √ √ √
Inj. Furosemid 20 mg/12jam I.V √
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam I.V √ √ √ √
Inj. Diazepam 1 amp (k/p) I.V √
Lantus 0-0-8 S.C √ √

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Rekapitulasi DRPs Pasien Beserta Keterangan
No Nama Obat DRP Keterangan
.
1 RNP Aptor-Kaptopril G Pemberian aptor bersamaan dengan kaptopril menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari kaptopril.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 140/70 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
2 I Antibiotik A Hari pertama pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
leukosit pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ antibiotik tidak
diberikan. Leukosit = 14,79 103/µL, nilai normal leukosit = 4 103/µL - 11
103/µL.
Aptor-Kaptopril G Pemberian aptor bersamaan dengan kaptopril menyebabkan peningkatan
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari kaptopril.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 170/90 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
3 Th Kaptopril-KSR G Menggabungkan keduanya dapat secara signifikan meningkatkan kadar
kalium darah, dalam kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal,
kelumpuhan otot, irama jantung tidak teratur dan serangan jatung.
Mekanismenya kaptopril mencegah terjadinya pembentukan angiotensin I
menjadi angiotensin II sehingga terjadi penurunan kadar aldosteron,
aldosteron merupakan hormon steroid yang berfungsi menahan air, natrium
dan mengekskresi kalium. Nilai K+ = 3,8 mEq/L, nilai normal K+ = 3,6 - 5,5
mEq/L.
Injeksi seftriakson- G Pemberian seftriakson bersamaan dengan furosemid meningkatkan
Injeksi furosemid bioavailabilitas ceftriakson. Furosemide menurunkan klirens/bersihan

Universitas Sumatera Utara


ceftriakson, sehingga meningkatkan konsentrasi plasma seftriakson dan
meningkatkan toksisitas ceftriakson (nefrotoksisitas).
4 HH Injeksi ketorolak- G Pemberian ketorolak bersamaan dengan furosemid dapat mempengaruhi
Injeksi furosemid fungsi ginjal dan mengurangi efek hipotensi dari furosemid. Mekanismenya
ketorolak menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin merupakan
agen vasodilator pembuluh darah dan prostaglandin juga berperan dalam
menjaga perfusi ginjal, sehingga jika pembentukan prostaglandin di hambat
maka akan terjadi vasokostriksi dan penurunan perfusi ginjal. TD = 120/80
mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Kaptopril-KSR G Menggabungkan keduanya secara signifikan meningkatkan kadar kalium
darah, dalam kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal, kelumpuhan
otot, irama jantung tidak teratur dan serangan jatung. Mekanismenya kaptopril
mencegah terjadinya pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II
sehingga terjadi penurunan kadar aldosteron, aldosteron merupakan hormon
steroid yang berfungsi menahan air, natrium dan mengekskresi kalium.
5 YT Aptor-Kaptopril G Pemberian aptor bersamaan dengan kaptopril menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari kaptopril.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 110/70 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
6 Ti Antihiperkolesterolem A Hari ke-2 pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
ia kolesterol total pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ
antihiperkolesterolemia tidak diberikan. Kolesterol total = 266 mg/dL, nilai
normal kolesterol total < 200 mg/dL.
7 JBT Antihiperurisemia A Hari ke-2 pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
asam urat pasien di atas normal, pada hari ke-4 antihiperurisemia baru
diberikan. Asam urat = 9,9 mg/dL, nilai normal asam urat = 2,6 mg/dL - 6,0
mg/dL.

Universitas Sumatera Utara


Ranitidin E CrCl pasien <50 ml/min yaitu 31,06 ml/min. Apoteker menyarankan
regimentasi pemberian ranitidin menjadi 50mg/24 jam jika CrCl<50 ml/min
tetapi ranitidin tetap diberikan sesuai aturan pakai yang diresepkan.
Aptor-Antasida G Pemberian aptor bersamaan dengan antasida menurunkan efek dari aptor.
Mekanismenya yaitu antasida menurunkan reabsorbsi aptor di tubulus ginjal
sehingga terjadi peningkatan klirens/bersihan aptor akibatnya menurunkan
bioavailabilitas aptor.
8 MAP Injeksi seftriakson- G Pemberian seftriakson bersamaan dengan furosemid meningkatkan
Injeksi furosemid bioavailabilitas ceftriakson. Furosemide menurunkan klirens/bersihan
ceftriakson, sehingga meningkatkan konsentrasi plasma seftriakson dan
meningkatkan toksisitas ceftriakson (nefrotoksisitas).
Aptor-Nifedipin G Pemberian aptor bersamaan dengan nifedipin menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari nifedipin.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 150/90 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
9 MBS Antibiotik A Hari pertama pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
leukosit pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ antibiotik tidak
diberikan. Leukosit = 14,90 103/µL, nilai normal leukosit = 4 103/µL - 11
103/µL.
Antihiperkolesterolem A Hari ke-3 pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
ia kolesterol total pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ
antihiperkolesterolemia tidak diberikan. Kolesterol total = 240 mg/dL, nilai
normal kolesterol total < 200 mg/dL.
Injeksi ketorolak- G Pemberian ketorolak bersamaan dengan furosemid dapat mempengaruhi
Injeksi furosemid fungsi ginjal dan mengurangi efek hipotensi dari furosemid. Mekanismenya
ketorolak menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin merupakan
agen vasodilator pembuluh darah dan prostaglandin juga berperan dalam

Universitas Sumatera Utara


menjaga perfusi ginjal, sehingga jika pembentukan prostaglandin di hambat
maka akan terjadi vasokostriksi dan penurunan perfusi ginjal. TD = 120/70
mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
10 RBT Antihiperkolesterolem A Hari ke-2 pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
ia kolesterol total pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ
antihiperkolesterolemia tidak diberikan. Kolesterol total = 207 mg/dL, nilai
normal kolesterol total < 200 mg/dL.
Aptor-Kaptopril G Pemberian aptor bersamaan dengan kaptopril menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari kaptopril.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 130/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Kaptopril-KSR G Menggabungkan keduanya dapat secara signifikan meningkatkan kadar
kalium darah, dalam kasus yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal,
kelumpuhan otot, irama jantung tidak teratur dan serangan jatung.
Mekanismenya kaptopril mencegah terjadinya pembentukan angiotensin I
menjadi angiotensin II sehingga terjadi penurunan kadar aldosteron,
aldosteron merupakan hormon steroid yang berfungsi menahan air, natrium
dan mengekskresi kalium.
Aptor-Amlodipin G Pemberian aptor bersamaan dengan amlodipin menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari amlodipin.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 130/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
11 ITP Injeksi seftriakson- G Pemberian seftriakson bersamaan dengan furosemid meningkatkan
Injeksi furosemid bioavailabilitas ceftriakson. Furosemid menurunkan klirens/bersihan
ceftriakson, sehingga meningkatkan konsentrasi plasma seftriakson dan

Universitas Sumatera Utara


meningkatkan toksisitas ceftriakson (nefrotoksisitas).
.12 H Antihiperurisemia A Hari ke-3 pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
asam urat pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ antihiperurisemia
tidak diberikan. Asam urat = 9,2 mg/dL, nilai normal asam urat = 3,5 mg/dL -
7,2 mg/dL.
Injeksi sefoperazon- G Pemberian sefoperazon bersamaan dengan furosemid meningkatkan
Lasix (furosemid) bioavailabilitas sefoperazon. Furosemide menurunkan klirens/bersihan
ceftriakson, sehingga meningkatkan konsentrasi plasma sefoperazon dan
meningkatkan toksisitas sefoperazon (nefrotoksisitas).
Aptor-Valsartan G Pemberian aptor bersamaan dengan valsartan menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari valsartan.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 120/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Aptor-Amlodipin G Pemberian aptor bersamaan dengan amlodipin menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari amlodipin.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 120/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
13 RBM Antihiperkolesterolem A Hari ke-3 pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
ia kolesterol total pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ
antihiperkolesterolemia tidak diberikan. Kolesterol total = 228 mg/dL, nilai
normal kolesterol total < 200 mg/dL.
Aptor-Amlodipin G Pemberian aptor bersamaan dengan amlodipin menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari amlodipin.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan

Universitas Sumatera Utara


prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 130/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
14 FP Antihiperkolesterolem A Hari ke-2 pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
ia kolesterol total pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ
antihiperkolesterolemia tidak diberikan. Kolesterol total = 210 mg/dL, nilai
normal kolesterol total < 200 mg/dL.
Injeksi ketorolak- G Pemberian ketorolak bersamaan dengan furosemid dapat mempengaruhi
Injeksi furosemid fungsi ginjal dan mengurangi efek hipotensi dari furosemid. Mekanismenya
ketorolak menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin merupakan
agen vasodilator pembuluh darah dan prostaglandin juga berperan dalam
menjaga perfusi ginjal, sehingga jika pembentukan prostaglandin di hambat
maka akan terjadi vasokostriksi dan penurunan perfusi ginjal. TD = 130/80
mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Aptor-Amlodipin G Pemberian aptor bersamaan dengan amlodipin menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari amlodipin.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 130/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Aptor-Antasida G Pemberian aptor bersamaan dengan antasida dapat menurunkan efek dari
aptor. Mekanismenya yaitu antasida menurunkan reabsorbsi aptor di tubulus
ginjal sehingga terjadi peningkatan klirens/bersihan aptor akibatnya
menurunkan bioavailabilitas aptor.
15 Sa Aptor-Kaptopril G Pemberian aptor bersamaan dengan kaptopril menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari kaptopril.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 130/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.

Universitas Sumatera Utara


Aptor-Valsartan G Pemberian aptor bersamaan dengan valsartan menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari valsartan.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 130/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Kaptopril-Valsartan G Pemberian kaptopril bersamaan dengan valsartan dapat meningkakan tekanan
darah rendah dan hiperkalemia. Dalam kasus yang parah hiperkalemia
menyebabkan gagal ginjal, kelumpuhan otot, irama jantung tidak teratur dan
serangan jantung. Mekanismenya kaptopril mencegah terjadinya pembentukan
angiotensin I menjadi angiotensin II dan valsartan memblok aksi fisiologis
angiotensin II termasuk vasokonstriktor dan efek sekresi aldosteron sehingga
terjadi penurunan kadar aldosteron, aldosteron merupakan hormon steroid
yang berfungsi menahan air, natrium dan mengekskresi kalium. TD = 130/80
mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Amlodipin- G Pemberian amlodipin bersamaan dengan simvastatin meningkatkan
Simvastatin konsentrasi plasama simvastatin sehingga meningkatkan resiko toksisitas
(resiko miopati). Mekanismenya amlodipin menghambat metabolisme
simvastatin dengan menginhibisi kerja enzim sitokrom CYP 450 3A4 di usus
dan di hati.
Aptor-Amlodipin G Pemberian aptor bersamaan dengan amlodipin menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari amlodipin.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 130/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
16 NBS - - -
17 Na Kaptopril-Valsartan G Pemberian kaptopril bersamaan dengan valsartan meningkakan tekanan darah
rendah dan hiperkalemia. Dalam kasus yang parah hiperkalemia dapat

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan gagal ginjal, kelumpuhan otot, irama jantung tidak teratur dan
serangan jantung. Mekanismenya kaptopril mencegah terjadinya pembentukan
angiotensin I menjadi angiotensin II dan valsartan memblok aksi fisiologis
angiotensin II termasuk vasokonstriktor dan efek sekresi aldosteron sehingga
terjadi penurunan kadar aldosteron, aldosteron merupakan hormon steroid
yang berfungsi menahan air, natrium dan mengekskresi kalium. TD = 110/80
mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Fenitoin -Parasetamol G Pemberian fenitoin bersamaan dengan parasetamol meningkatkan potensi
hepatotoksisitas dan fenitoin mengurangi efek farmakologi parasetamol.
Mekanismenya fenitoin menginduksi enzim sitokrom CYP 450 di hati
sehingga mempercepat metabolisme parasetamol dan menurunkan kadar
parasetamol dalam plasma.
Fenitoin-Nimotop G Penggunaan fenitoin bersamaan dengan nimotop tidak dianjurkan.
Menggabungkan keduanya secara signifikan mengurangi konsentrasi plasma
dan efek farmakologi nimotop akan berkurang. Mekanismenya fenitoin
menginduksi kerja enzim sitokrom CYP 450 3A4 sehingga mempercepat
metabolisme nimotop.
18 NP - - -
19 KM Aptor-Valsartan G Pemberian aptor bersamaan dengan valsartan menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari valsartan.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 150/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Aptor- Amlodipin G Pemberian aptor bersamaan dengan amlodipin menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari amlodipin.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah

Universitas Sumatera Utara


akan naik. TD = 150/80 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Valsartan-KSR G Menggabungkan kedua obat ini secara signifikan meningkatkan kadar kalium
dalam darah, dalam kasus yang parah peningkatan kadar kalium dalam darah
menyebabkan gagal ginjal, kelumpuhan otot, irama jantung tidak teratur dan
serangan jantung. Mekanismenya kaptopril mencegah terjadinya pembentukan
angiotensin I menjadi angiotensin II sedangkan valsartan memblok aksi
fisiologis angiotensin II termasuk vasokonstriktor dan efek sekresi aldosteron
sehingga terjadi penurunan kadar aldosteron, aldosteron merupakan hormon
steroid yang berfungsi menahan air, natrium dan mengekskresi kalium.
Injeksi seftriakson- G Pemberian seftriakson bersamaan dengan furosemid meningkatkan
Injeksi furosemid bioavailabilitas ceftriakson. Furosemide menurunkan klirens/bersihan
ceftriakson, sehingga meningkatkan konsentrasi plasma seftriakson dan
meningkatkan toksisitas ceftriakson (nefrotoksisitas).
20 So Ranitidin E CrCl pasien <50 ml/min yaitu 39,71 ml/min. Apoteker menyarankan
regimentasi pemberian ranitidine menjadi 50mg/24 jam jika CrCl<50 ml/min
tetapi ranitidin tetap diberikan sesuai aturan pakai yang diresepkan.
Aptor-Kaptopril G Pemberian aptor bersamaan dengan kaptopril menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari kaptopril.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 130/100 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Kaptopril-KSR G Menggabungkan keduanya secara signifikan meningkatkan kadar kalium
darah, dalam kasus yang parah menyebabkan gagal ginjal, kelumpuhan otot,
irama jantung tidak teratur dan serangan jatung. Mekanismenya kaptopril
mencegah terjadinya pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II
sehingga terjadi penurunan kadar aldosterone, aldosteron merupakan hormon
steroid yang berfungsi menahan air, natrium dan mengekskresi kalium.
21 LBS Aptor-Amlodipin G Pemberian aptor bersamaan dengan amlodipin menyebabkan meningkatnya

Universitas Sumatera Utara


tekanan darah sehingga menurunkan efek hipotensi dari amlodipin.
Mekanismenya aptor menghambat terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan tekanan darah
akan naik. TD = 150/90 mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
22 RJS - - -
23 DT - - -
24 ES Antihiperurisemia A Hari ke-2 pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
asam urat pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ antihiperurisemia
tidak diberikan. Asam urat = 8,6 mg/dL, nilai normal asam urat = 2,6 mg/dL –
6,0 mg/dL.
Kaptopril-Valsartan G Pemberian kaptopril bersamaan dengan valsartan meningkakan tekanan darah
rendah dan hiperkalemia. Dalam kasus yang parah hiperkalemia menyebabkan
gagal ginjal, kelumpuhan otot, irama jantung tidak teratur dan serangan
jantung. Mekanismenya kaptopril mencegah terjadinya pembentukan
angiotensin I menjadi angiotensin II dan valsartan memblok aksi fisiologis
angiotensin II termasuk vasokonstriktor dan efek sekresi aldosteron sehingga
terjadi penurunan kadar aldosteron, aldosteron merupakan hormon steroid
yang berfungsi menahan air, natrium dan mengekskresi kalium. TD = 140/100
mmHg, nilai normal TD = < 120/80 mmHg.
Valsartan-KSR G Menggabungkan kedua obat ini secara signifikan meningkatkan kadar kalium
dalam darah, dalam kasus yang parah peningkatan kadar kalium dalam darah
menyebabkan gagal ginjal, kelumpuhan otot, irama jantung tidak teratur dan
serangan jantung. Mekanismenya valsartan memblok aksi fisiologis
angiotensin II termasuk vasokonstriktor dan efek sekresi aldosteron sehingga
terjadi penurunan kadar aldosteron, aldosteron merupakan hormon steroid
yang berfungsi menahan air, natrium dan mengekskresi kalium.
Kaptopril-KSR G Menggabungkan keduanya secara signifikan meningkatkan kadar kalium
darah, dalam kasus yang parah menyebabkan gagal ginjal, kelumpuhan otot,

Universitas Sumatera Utara


irama jantung tidak teratur dan serangan jatung. Mekanismenya kaptopril
mencegah terjadinya pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II
sehingga terjadi penurunan kadar aldosterone, aldosteron merupakan hormon
steroid yang berfungsi menahan air, natrium dan mengekskresi kalium.
25 DSN Antihiperkolesterolem A Hari ke-3 pasien masuk rumah sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
ia kolesterol total pasien di atas normal, tetapi sampai pasien PBJ
antihiperkolesterolemia tidak di berikan. Kolesterol total = 215 mg/dL, nilai
normal kolesterol total < 200 mg/dL.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Rekapitulasi DRPs
No Nama Nama Obat Kategori DRPs
Pasien A B C D E F G
1 RNP Aptor-Kaptopril √
2 I Antibiotik √
Aptor-Kaptopril √
3 Th Kaptopril-KSR √
Injeksi seftriakson-Injeksi furosemid √
4 HH Injeksi ketorolak-Injeksi furosemid √
Kaptopril-KSR √
5 YT Aptor-Kaptopril √
6 Ti Antihiperkolesterolemia √
7 JBT Antihiperurisemia √
Ranitidin √
Aptor-Antasida √
8 MAP Injeksi seftriakson-Injeksi furosemid √
Aptor-Nifedipin √
9 MBS Antibiotik √
Antihiperkolesterolemia √
Injeksi ketorolak-Injeksi furosemid √
10 RBT Antihiperkolesterolemia √
Aptor-Kaptopril √
Kaptopril-KSR √
Aptor-Amlodipin √
11 ITP Injeksi seftriakson-Injeksi furosemid √
12 Ha Antihiperurisemia √

Universitas Sumatera Utara


Sefoperazon-Lasix √
Aptor-Valsartan √
Aptor-Amlodipin √
13 RBM Antihiperkolesterolemia √
Aptor-Amlodipin √
14 FP Antihiperkolesterolemia √
Injeksi ketorolak-Injeksi furosemid √
Aptor-Amlodipin √
Aptor-Antasida √
15 Sa Aptor-Kaptopril √
Aptor-Valsartan √
Kaptopril-Valsartan √
Amlodipin-Simvastatin √
Aptor-Amlodipin √
16 NBS -
17 N Kaptopril-Valsartan √
Fenitoin-Parasetamol √
Fenitoin-Nimotop √
18 NP -
19 KM Aptor-Valsartan √
Aptor-Amlodipin √
Valsartan-KSR √
Injeksi seftriakson-Injeksi furosemid √
20 So Ranitidin √
Aptor-Kaptopril √
Kaptopril-KSR √

Universitas Sumatera Utara


21 LBS Aptor-Amlodipin √
22 RJS -
23 DT -
24 ES Antihiperurisemia √
Kaptopril-Valsartan √
Valsartan-KSR √
Kaptopril-KSR √
25 DSN Antihiperkolesterolemia √
Jumlah 11 2 40
Persentase (%) 20,75 3,77 75,48

Keterangan:
A = Indikasi Tanpa Obat E = Dosis Obat Lebih
B = Obat Tanpa Indikasi F = Reaksi Obat Merugikan
C = Obat Salah G = Interaksi Obat
D = Dosis Obat Kurang

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5.Grafik Kejadian DRPs

Kejadian DRPs

80
70
60
PERSENTASE

50
40 75,48

30
20
20,75
10
0 0 0 3,77 0
0
Indikasi Tanpa Obat Tanpa Obat Salah Dosis Obat Dosis Obat Lebih Reaksi Obat Interaksi Obat
Obat Indikasi Kurang Merugikan

KATEGORI DRPS

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6.DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat
No Nama Obat Nilai Nilai Normal Keterangan dan Tindakan
1 RNP - - - -
2 Ir Hiperleukositemia: Leukosit = 4 103/µL – Pada hari pertama pasien masuk rumah
Antihiperkolesterolemi Leukosit = 14,79 103/µL 11 103/µL sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
a leukosit pasien di atas normal, tetapi sampai
pasien PBJ antibiotik tidak diberikan.

3 Th - - - -
4 HH - - - -
5 YT - - - -
6 Ti Hiperkolesterolemia: Kolesterol total = 266 Kolesterol total < 200 Pada hari ke-2 pasien masuk rumah sakit,
Antihiperkolesterolemi mg/dL mg/dL hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
a kolesterol total pasien di atas normal tetapi
sampai pasien PBJ antihiperkolesterolemia
tidak diberikan.
7 JBT Hiperurisemia: Asam urat = 9,9 mg/dL Asam urat = 2,6 mg/dL Pada hari ke-2 pasien masuk rumah sakit,
Antihiperurisemia - 6,0 mg/dL hasil lab menunjukkan bahwa jumlah asam
urat pasien di atas normal, pada hari ke-4
antihiperurisemia baru diberikan.
8 MAP - - - -
9 MBS Hiperleukositemia: Leukosit = 14,90 103/µL Leukosit = 4 103/µL - Pada hari pertama pasien masuk rumah
Antibiotik 11 103/µL sakit, hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
leukosit pasien di atas normal, tetapi sampai
pasien PBJ antibiotik tidak diberikan.

Hiperkolesterolemia: Kolesterol total 240 Kolesterol total < 200 Pada hari ke-3 pasien masuk rumah sakit,
Antihiperkolesterolemi mg/dL mg/dL hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
a kolesterol total pasien di atas normal, tetapi
sampai pasien PBJ antihiperkolesterolemia
tidak diberikan.

Universitas Sumatera Utara


10 RBT Hiperkolesterolemia: Kolesterol total 207 Kolesterol total < 200 Pada hari ke-2 pasien masuk rumah sakit,
Antihiperkolesterolemi mg/dL mg/dL hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
a kolesterol total pasien di atas normal, tetapi
sampai pasien PBJ antihiperkolesterolemia
tidak diberikan.
11 ITP - - - -
12 Ho Hiperurisemia: Asam urat = 9,2 mg/dL Asam urat = 3,5 mg/dL Pada hari ke-3 pasien masuk rumah sakit,
Antihiperurisemia - 7,2 mg/dL hasil lab menunjukkan bahwa jumlah asam
urat pasien di atas normal, tetapi sampai
pasien PBJ antihiperurisemia tidak
diberikan.
13 RBM Hiperkolesterolemia: Kolesterol total 228 Kolesterol total < 200 Pada hari ke-3 pasien masuk rumah sakit,
Antihiperkolesterolemi mg/dL mg/dL hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
a kolesterol total pasien di atas normal, tetapi
sampai pasien PBJ antihiperkolesterolemia
tidak diberikan.
14 FP Hiperkolesterolemia: Kolesterol total 210 Kolesterol total < 200 Pada hari ke-2 pasien masuk rumah sakit,
Antihiperkolesterolemi mg/dL mg/dL hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
a kolesterol total pasien di atas normal, tetapi
sampai pasien PBJ antihiperkolesterolemia
tidak diberikan.
15 Sa - - - -
16 NBS - - - -
17 Na - - - -
18 NP - - - -
19 KM - - - -
20 So - - - -
21 LBS - - - -
22 RJS - - - -
23 DT - - - -
24 ES Hiperurisemia: Asam urat = 8,6 mg/dL Asam urat = 2,6 mg/dL Pada hari ke-2 pasien masuk rumah sakit,

Universitas Sumatera Utara


Antihiperurisemia - 6,0 mg/dL hasil lab menunjukkan bahwa jumlah asam
urat pasien di atas normal, tetapi sampai
pasien PBJ antihiperurisemia tidak
diberikan.
25 DSN Hiperkolesterolemia: Pada hari ke-3 pasien masuk rumah sakit,
Antihiperkolesterolemi Kolesterol total 215 Kolesterol total < 200 hasil lab menunjukkan bahwa jumlah
a mg/dL mg/dL kolesterol total pasien di atas normal, tetapi
sampai pasien PBJ antihiperkolesterolemia
tidak diberikan.

Keterangan :
1. 6 Pasien hiperlipidemia tanpa antihiperlipidemia.

2. 3 pasien hiperurisemia tanpa antihiperurisemia.

3. 2 pasien terinfeksi tanpa antibiotik.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7.DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih

No Nama BB/Umur Nama Obat CrCl mil/min Dosis Pakai Dosis Standar Tindakan
1 RNP - - - - - -
2 Ir - - - - - -
3 Th - - - - - -
4 HH - - - - - -
5 YT - - - - - -
6 Ti - - - - - -
63 kg/ 69 Ranitidin <50 (31,06) 50mg/12jam 50mg/24jam Apotekker menyarankan
7 JBT tahun regimentasi pemberian
ranitidin menjadi 50mg/24
jam jika CrCl<50 ml/min
tetapi ranitidin tetap
diberikan sesuai aturan
pakai yang diresepkan.
8 MAP - - - - - -
9 MBS - - - - - -
10 RBT - - - - - -
11 ITP - - - - - -
12 Ho - - - - - -
13 RBM - - - - - -
14 FP - - - - - -
15 Sa - - - - - -
16 NBS - - - - - -
17 Na - - - - - -
18 NP - - - - - -

Universitas Sumatera Utara


19 KM - - - - - -
70 kg/53 Ranitidin <50 (39,71) 50mg/12jam 50mg/24jam Apotekker menyarankan
20 So tahun regimentasi pemberian
ranitidin menjadi 50mg/24
jam jika CrCl<50 ml/min
tetapi ranitidin tetap
diberikan sesuai aturan
pakai yang diresepkan.
21 LBS - - - - - -
22 RJS - - - - - -
23 DT - - - - - -
24 ES - - - - - -
25 DSN - - - - - -

Keterangan:

2 Pasien mendapatkan ranitidine dengan dosis berlebih

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8.DRPs Kategori Interaksi Obat

Obat Jumlah Tingkat Keparahan Jenis Interaksi Keterangan


Kasus Interaksi
Aptor-Antasida 2 kasus Sedang Farmakokinetika Pemberian aptor bersamaan dengan antasida
menurunkan efek dari aptor. Mekanismenya
yaitu antasida menurunkan reabsorbsi aptor di
tubulus ginjal sehingga terjadi peningkatan
klirens/bersihan aptor akibatnya menurunkan
bioavailabilitas aptor.
Aptor-Kaptopril 6 kasus Sedang Farmakodinamika Pemberian aptor bersamaan dengan kaptopril
menyebabkan meningkatnya tekanan darah
sehingga menurunkan efek hipotensi dari
kaptopril. Mekanismenya aptor menghambat
terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah,
sehingga jika pembentukan prostaglandin di
hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan
tekanan darah akan naik.
Aptor-Valsartan 3 kasus Sedang Farmakodinamika Pemberian aptor bersamaan dengan valsartan
menyebabkan meningkatnya tekanan darah
sehingga menurunkan efek hipotensi dari
valsartan. Mekanismenya aptor menghambat
terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah,
sehingga jika pembentukan prostaglandin di
hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan
tekanan darah akan naik.
Kaptopril-KSR 5 kasus Berat Farmakodinamika Menggabungkan keduanya secara signifikan
meningkatkan kadar kalium darah, dalam kasus
yang parah menyebabkan gagal ginjal,

Universitas Sumatera Utara


kelumpuhan otot, irama jantung tidak teratur dan
serangan jatung. Mekanismenya kaptopril
mencegah terjadinya pembentukan angiotensin I
menjadi angiotensin II sehingga terjadi
penurunan kadar aldosterone, aldosteron
merupakan hormon steroid yang berfungsi
menahan air, natrium dan mengekskresi kalium.
Valsartan-KSR 2 kasus Berat Farmakodinamika Menggabungkan kedua obat ini secara
signifikan meningkatkan kadar kalium dalam
darah, dalam kasus yang parah peningkatan
kadar kalium dalam darah menyebabkan gagal
ginjal, kelumpuhan otot, irama jantung tidak
teratur dan serangan jantung. Mekanismenya
valsartan memblok aksi fisiologis angiotensin II
termasuk vasokonstriktor dan efek sekresi
aldosteron sehingga terjadi penurunan kadar
aldosteron, aldosteron merupakan hormon
steroid yang berfungsi menahan air, natrium dan
mengekskresi kalium.
Kaptopril-Valsartan 3 kasus Berat Farmakodinamika Pemberian kaptopril bersamaan dengan
valsartan dapat meningkakan tekanan darah
rendah dan hiperkalemia. Dalam kasus yang
parah hiperkalemia menyebabkan gagal ginjal,
kelumpuhan otot, irama jantung tidak teratur dan
serangan jantung. Mekanismenya kaptopril
mencegah terjadinya pembentukan angiotensin I
menjadi angiotensin II dan valsartan memblok
aksi fisiologis angiotensin II termasuk

Universitas Sumatera Utara


vasokonstriktor dan efek sekresi aldosteron
sehingga terjadi penurunan kadar aldosteron,
aldosteron merupakan hormon steroid yang
berfungsi menahan air, natrium dan
mengekskresi kalium.
Amlodipin-Simvastatin 1 kasus Berat Farmakokinetika Pemberian amlodipin bersamaan dengan
simvastatin meningkatkan konsentrasi plasama
simvastatin sehingga meningkatkan resiko
toksisitas (resiko miopati). Mekanismenya
amlodipin menghambat metabolisme
simvastatin dengan menginhibisi kerja enzim
sitokrom CYP 450 3A4 di usus dan di hati.
Injeksi seftriakson- 4 kasus Sedang Farmakodinamika Pemberian seftriakson bersamaan dengan
Injeksi furosemid furosemid meningkatkan bioavailabilitas
ceftriakson. Furosemide menurunkan
klirens/bersihan ceftriakson, sehingga
meningkatkan konsentrasi plasma seftriakson
dan meningkatkan toksisitas ceftriakson
(nefrotoksisitas).
Ketorolak-Furosemid 3 kasus Sedang Farmakodinamika Pemberian ketorolak bersamaan dengan
furosemid dapat mempengaruhi fungsi ginjal
dan mengurangi efek hipotensi dari furosemid.
Mekanismenya ketorolak menghambat
terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah
dan prostaglandin juga berperan dalam menjaga
perfusi ginjal, sehingga jika pembentukan
prostaglandin di hambat maka akan terjadi
vasokostriksi dan penurunan perfusi ginjal.
Aptor-Nifedipin 1 kasus Sedang Farmakodinamika Pemberian aptor bersamaan dengan nifedipin

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan meningkatnya tekanan darah
sehingga menurunkan efek hipotensi dari
nifedipin. Mekanismenya aptor menghambat
terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah,
sehingga jika pembentukan prostaglandin di
hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan
tekanan darah akan naik.
Aptor-Amlodipin 7 kasus Sedang Farmakodinamika Pemberian aptor bersamaan dengan amlodipin
menyebabkan meningkatnya tekanan darah
sehingga menurunkan efek hipotensi dari
amlodipin. Mekanismenya aptor menghambat
terbentuknya prostaglandin. Prostaglandin
merupakan agen vasodilator pembuluh darah,
sehingga jika pembentukan prostaglandin di
hambat maka akan terjadi vasokostriksi dan
tekanan darah akan naik.
Sefoperazon- Furosemid 1 kasus Sedang Farmakodinamika Pemberian sefoperazon bersamaan dengan
furosemid meningkatkan bioavailabilitas
sefoperazon. Furosemide menurunkan
klirens/bersihan ceftriakson, sehingga
meningkatkan konsentrasi plasma sefoperazon
dan meningkatkan toksisitas sefoperazon
(nefrotoksisitas).
Fenitoin-Nimotop 1 kasus Berat Farmakokinetika Penggunaan fenitoin bersamaan dengan nimotop
tidak dianjurkan. Menggabungkan keduanya
secara signifikan mengurangi konsentrasi
plasma dan efek farmakologi nimotop akan
berkurang. Mekanismenya fenitoin menginduksi

Universitas Sumatera Utara


kerja enzim sitokrom CYP 450 3A4 sehingga
mempercepat metabolisme nimotop.
Fenitoin-Parasetamol 1 kasus Sedang Farmakokinetika Pemberian fenitoin bersamaan dengan
parasetamol meningkatkan potensi
hepatotoksisitas dan fenitoin mengurangi efek
farmakologi parasetamol. Mekanismenya
fenitoin menginduksi enzim sitokrom CYP 450
di hati sehingga mempercepat metabolisme
parasetamol dan menurunkan kadar parasetamol
dalam plasma.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. Hasil uji normalitas hubungan antara kasus DRPs dengan lama
perawatan (Kolmogrov-Smirnov)
Tests of Normality
Jumalah Kasus Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
DRPs Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Lama tidak ada kasus .195 4 . .971 4 .850
perawatan 1 kasus .398 6 .003 .705 6 .007
2 kasus .212 5 .200* .897 5 .395
3 kasus .215 4 . .946 4 .689
4 kasus .167 6 .200* .951 6 .746
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Hasil uji hubungan DRPs dengan lama perawatan (Kruskall
Wallis)

Descriptive Statistics
N Mean Std. Minimum Maximum
Deviation
Jumalah Kasus DRPs 25 3.08 1.441 1 5
Lama perawatan 25 9.64 3.546 4 16

Ranks
Lama
perawata
n N Mean Rank
Jumalah 4 2 2.75
Kasus DRPs 5 2 2.25
Total 4

Test Statisticsa,b
Jumalah
Kasus DRPs
Chi-Square .167
df 1
Asymp. Sig. .683
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Lama perawatan

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 11. Surat Izin Melakukan Penelitian di RSUP H. Adam Malik
Medan

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 12. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian di RSUP H. Adam
Malik Medan

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 13. Surat Keterangan Kelayakan Etik

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai