Anda di halaman 1dari 68

PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI DI APOTEK-

APOTEK KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH :
RACHEL SINTYA TAMARA SIMANJUNTAK
NIM 161501177

PROGRAM SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI DI APOTEK-
APOTEK KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH :
RACHEL SINTYA TAMARA SIMANJUNTAK
NIM 161501177

PROGRAM SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI DI APOTEK-APOTEK


KOTA MEDAN

OLEH :
RACHEL SINTYA TAMARA SIMANJUNTAK
NIM 161501177

Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara


pada Tanggal: 26 Juli 2022

Disetujui Oleh: Panitia Penguji :


Pembimbing I, Ketua Penguji,

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.
NIP : 197802152008122001 NIP : 195301011983031004

Pembimbing II, Anggota Penguji,

Dra. Singgar Ni Rudang, M.Si., Apt. Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt.
NIP : 196203151991012001 NIP : 1997803142005011002

Medan, 2022

Diketahui Oleh,
Ketua Program Studi Sarjana Farmasi

Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt.


NIP. 19771226200812200

iii
KATA PENGANTAR

Puji Dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi

yang berjudul “Profil Peresepan Obat Antihipertensi Di Apotek – Apotek Kota

Medan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi

jangka panjang dengan banyak komplikasi yang mengancam, bila tidak dideteksi

dini dan diterapi dengan tepat, dapat menyebabkan komplikasi dan kematian.

Terapi farmakologis menggunakan obat atau senyawa yang dalam kerjanya dapat

mempengaruhi tekanan darah pasien. Pengelompokan terapi farmakologis yang

digunakan untuk mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi adalah

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker

(ARB), beta – blocker, calcium chanel blocker, direct rennin inhibitor, diuretic,

vasodilator.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing satu dan

Ibu Dra. Singgar Ni Rudang, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing dua yang

telah membimbing dengan kasih dan penuh kesabaran selama penulis melakukan

penelitian sampai dengan menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih

kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung,

S.Si., M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberi masukan, kritik dan

saran yang sangat membantu dalam menyempurnakan skripsi ini. Demikian juga

penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm.,

Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah
iv
memberikan fasilitas selama perkuliahan dan seluruh dosen serta staff pengajar

Fakultas Farmasi atas segala ilmu yang telah diajarkan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua

terkasih, Ibu Ellyna Maranatha Siregar dan Ayah Tardas Simanjuntak serta

keluarga besar saya Renata Simanjuntak, Rafael Simanjuntak, Pomparan Opung

Putra, Pomparan Opung Johanes yang sudah memberikan doa, motivasi, nasehat

dan dukungan sepenuhnya selama menempuh pendidikan. Penulis juga tidak lupa

mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat saya Dheasy, Fifi, Agata, Esti,

Natanael, Eva, Roni, dan Asrika yang selalu memberi semangat, dukungan dan

selalu ada dalam keadaan apapun selama penelitian Dan penyusunan skripsi

berlangsung.

Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank me for believing in

me, I wanna thank me for doing all this hard work, I wanna thank me for

havingno days off. I wanna thank me for never quitting, I wanna thank me for

always being a giver and tryna give more than I receive. I wanna thank me for

tryna do more right than wrong, I wanna thank me for just being me at all times.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan baik isi

maupun susunannya. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Medan,29 Juli 2022


Penulis

Rachel Simanjuntak
161501177

v
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Rachel Sintya Tamara Simanjuntak

Nomor Induk Mahasiswa : 161501177

Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Profil Peresepan Obat Antihipertensi


Di Apotek-Apotek Kota Medan.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya

sendiri dan bukan plagiat. Apabila di kemudia hari diketahui skripsi saya

tersebut terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia

diberi sanksi apapun oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam

keadaan sehat.

Medan,29 Juli 2022

(Rachel Simanjuntak)

161501177

vi
PROFIL PERESEPAN OBAT ANTIHIPERTENSI DI APOTEK-APOTEK
KOTA MEDAN

ABSTRAK
Latar Belakang : Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arterial di atas nilai
normal tekanan darah, dimana tekanan darah normal 120/80 mmHg, sedangkan
hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dari 140/90
mmHg. Hipertensi juga merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi
jangka panjang dengan banyak komplikasi yang mengancam, bila tidak dideteksi
dini dan diterapi dengan tepat dapat menyebabkan komplikasi dan kematian.
Tujuan : Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui profil peresepan yang
digunakan untuk pengobatan antihipertensi di apotek-apotek kota Medan.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif cross-sectional.
Pengambilan data dilakukan secara retrospektif, dimana peneliti mengkaji
informasi atau mengumpulkan data berupa resep obat antihipertensi di apotek kota
Medan pada periode Juli-November 2021.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien hipertensi lebih banyak
usia 46-55 tahun, jenis kelamin perempuan yaitu 112 (56%), dengan nama obat
yang paling banyak adalah amlodipine sebanyak 130 (44,7%) dan golongan obat
adalah golongan Calcium Channel Blockers (CCB) sebanyak 139 (54,5%),
berdasarkan merek obat yang paling banyak diresepkan adalah generik 119 (59,5),
berdasarkan penggunaan obat yang paling banyak diresepkan adalah pengobatan
tunggal sebanyak 130 (65%), potensi terjadinya interaksi obat adalah 16 resep dan
total potensi interaksi obat adalah 79 interaksi dan berdasarkan peresepan obat
antihipertensi dengan tingkat keparahan yang paling banyak adalah tingkat
keparahan moderate 71 dan menurut mekanismenya yang paling banyak adalah
farmakodinamik 72.
Kesimpulan : Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa profil peresepan obat
antihipertensi di apotek-apotek kota Medan pada bulan Juli-November 2021 adalah
usia 36-45 tahun, jenis kelamin perempuan, antihipertensi yang paling banyak
diresepkan adalah amlodipine dengan golongan adalah calcium channel blockers,
berdasarkan merek obat yang paling banyak adalah obat generik, peresepan obat
antihipertensi paling banyak adalah pengobatan tunggal, resep yang paling banyak
untuk potensi terjadinya interkasi obat adalah resep dengan tidak terjadinya
interaksi, dan memiliki tingkat keparahan paling banyak adalah moderat, sedangkan
dengan interaksi berdasarkan mekanisme paling banyak adalah farmakodinamik.

Kata kunci : Pola peresepan, hipertensi, obat antihipertensi, resep

vii
ANTIHYPERTENSIVE DRUG PRESCRIBING PROFILE IN MEDAN CITY
PHARMACIES

ABSTRACT

Background : Hypertension is an increase in arterial blood pressure above the


normal value of blood pressure, where normal blood pressure is 120/80 mmHg,
while hypertension usually occurs at blood pressure of 140/90 mmHg or more than
140/90 mmHg. Hypertension is also a chronic disease that requires long-term
therapy with many threatening complications, if not detected early and treated
properly can lead to complications and death.
Objective: The purpose of this study was to determine the profile of prescriptions
used for antihypertensive treatment in pharmacies in Medan.
Methods:This research is a cross-sectional descriptive study. Data collection was
carried out retrospectively, where researchers reviewed information or collected
data in the form of antihypertensive drug prescriptions at pharmacies in Medan in
the period July-November 2021.
Results: The results of this study indicate that more hypertensive patients are aged
46-55 years, female sex is 112 (56%), with the most common drug names being
amlodipine as much as 130 (44.7%) and the drug classis the Calcium Channel
group. Blockers (CCB) were 139 (54.5%), based on brand of drug the most
prescribed was generic 119 (59.5), based on drug use the most prescribed was
single medication as much as 130 (65%), potential for drug interactions There are
16 prescriptions and the total potential for drug interactions is 79 interactions and
based on the prescription of antihypertensive drugs with the highest severity level is
moderate severity 71 and according to the mechanism the most is
pharmacodynamics 72.
Conclusion: The resultsofthis study can be concluded that the profile of prescribing
antihypertensive drugs at pharmacies in the city of Medan in July-November 2021
is 36-45 years old, female gender, the most widely prescribed antihypertensive is
amlodipine with calcium channel blockers, based on The most common drug
brands are generic drugs, the most prescriptions for antihypertensive drugs are
single treatments, the most prescriptions for the potential for drug interactions to
occur are prescriptions with no interaction occurring, and the most severe is
moderate, while the most drug interactions are based on mechanism. Is
pharmacodynamics.

Keywords : Prescribing profile, hypertention, antihypertensive drug, recipe

viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...............................................................................................i
HALAMAN JUDUL..................................................................................................ii
PENGESAHAN SKRIPSI........................................................................................iii
KATA PENGANTAR...............................................................................................iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS.............................................................vi
ABSTRAK...............................................................................................................vii
ABSTRACT............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................4
1.5 Kerangka Penelitian..........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................6
2.1 Hipertensi..........................................................................................................6
2.2 Klasifikasi Hipertensi.......................................................................................7
2.3 Etiologi Hipertensi............................................................................................8
2.4 Faktor risiko hipertensi...................................................................................11
2.5 Patofisiologi hipertensi...................................................................................12
2.6 Diagnosis hipertensi........................................................................................15
2.7 Penatalaksanaan hipertensi.............................................................................15
2.7.1 Terapi non farmakologi............................................................................15
2.7.2 Terapi farmakologi...................................................................................18
2.8 Pengertian Resep...........................................................................................23
2.9 Pelayanan Apotek...........................................................................................24
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................26
3.1 Metode Penelitian...........................................................................................26
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian..........................................................................26
3.2.1 Waktu.......................................................................................................26
3.2.2 Lokasi Penelitian......................................................................................26
3.3 Populasi dan Sampel.......................................................................................26
3.3.1 Populasi....................................................................................................26
3.3.2 Sampel......................................................................................................27
3.4 Kriteria Inklusi................................................................................................27
3.5 Kriteria Eksklusi.............................................................................................28

ix
3.6 Teknik Pengumpulan Data.............................................................................28
3.7 Analisis Data...................................................................................................28
3.8 Instrumen Penelitian.......................................................................................29
3.9 Langkah Penelitian.........................................................................................29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................31
4.1 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan usia..............................................31
4.2 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan jenis kelamin...............................31
4.3 Peresepan obat anhipertensi berdasarkan nama obat......................................32
4.4 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan golongan obat.............................34
4.5 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan merek generik/non generik.........35
4.6 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan durasi pengobatan.......................36
4.7 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan penggunaan obat.........................38
4.8 Obat-obatan yang diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi..............40
4.9 Potensi Interaksi Obat Antihipertensi.............................................................43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................47
5.1 Kesimpulan................................................................................................47
5.2 Saran..........................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................48
LAMPIRAN.............................................................................................................51

x
DAFTAR TABEL

2.1 Klasifikasi tekanan darah dewasa berdasarkan JNC VIII..................................8


2.2 Obat golongan Diuretik, dosis, dan frekuensi pengunaannya...............................20
2.3 Obat golongan Beta-Blocker, dosis, dan frekuensi pengunaannya.......................21
2.4 Obat golongan ACEi, dosis, dan frekuensi pengunaannya...................................21
2.5 Obat golongan ARB, dosis, dan frekuensi pengunaannya....................................22
2.6 Obat golongan CCB, dosis, dan frekuensi pengunaannya.....................................23
4.1 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan usia...............................................30
4.2 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan jenis kelamin................................31
4.3 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan nama obat.....................................32
4.4 Peresepan obat antihiperteni berdasarkan golongan obat................................33
4.5 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan merek obat....................................34
4.6 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan durasi pengobatan........................34
4.7 peresepan obat antihipertensi berdasarkan penggunaan obat...........................37
4.8 Obat-obatan yang diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi................38
4.9 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan potensi interaksi obat...................41

xi
DAFTAR GAMBAR

2.2 Penyebab hipertensi sekunder........................................................... 9


2.3 Alogaritma tata laksana hipertensi berdasarkan JNC VIII................ 18
3.1 Diagram Alur penelitian.....................................................................30

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Komisi etik penelitian.........................................................................42


Lampiran 2 Resep .................................................................................................43
Lampiran 3 Data Apotek........................................................................................46
Lampiran 4 Data Resep..........................................................................................47

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Profil adalah sebuah gambaran singkat tentang seseorang, organisasi,

benda, lembaga ataupun wilayah. Menurut victorianeufeld profil merupakan

grafik, diagram, atau tulisan yang menjelaskan sesuatu keadaan yang mengacu

pada data seseorang atau sesuatu.

Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arterialdiatas nilai normal

tekanan darah, dimana tekanan darah normal 120/80 mmHg, sedangkan hipertensi

biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dari 140/90 mmHg.

Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan peningkatan tekanan darah yang hanya

sekali. Tekanan darah harus diukur dalam posisi duduk dan berbaring

(Mahardika,M.P., dan Wardani,T.S., 2021) . Hipertensi sering disebut sebagai

thesilentkillerkarena sering tanpa gejala atau keluhan.Peningkatan tekanan darah

yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan kerusakan pada

ginjal, jantung dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapatkan

pengobatan yang memadai. Hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang

memerlukan terapi jangka panjang dengan banyak komplikasi yang mengancam,

bila tidak dideteksi dini dan diterapi dengan tepat, dapat menyebabkan komplikasi

dan kematian (Sayyidah dkk, 2020).

Penyebab hipertensi hingga saat ini secara pasti belum dapat diketahui,

tetapi gaya hidup berpengaruh besar terhadap kasus ini. Terdapat beberapa faktor

yang menjadi risiko terjadinya hipertensi, seperti usia, jenis kelamin, merokok,

dan gaya hidup kurang aktivitas yang dapat mengarah ke obesitas. Mengurangi

1
faktor resiko tersebut menjadi dasar pemberian intervensi oleh tenaga kesehatan

(novia, 2020).

Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu

sekunder dan primer.Hipertensi primer adalah merupakan jenis hipertensi yang

tidak diketehui penyebabnya, sedangkan hipertensi sekunder merupakan jenis

yang penyebab spesifiknya dapat diketahui.Hipertensi sekunder biasanya

disebabkan oleh penyakit ginjal kronis (PGK) atau penyakit renovaskular,

sindrom Cushing, koarktasio aorta, apnea tidur obstruktif, hiperparatiroidisme,

feokromositoma, aldosteronisme primer, dan hipertiroidisme(Dipirodkk, 2015).

Terapi farmakologis menggunakan obat atau senyawa yang dalam

kerjanya dapat mempengaruhi tekanan darah pasien. Pengelompokan terapi

farmakologis yang digunakan untuk mengontrol tekanan darah pada pasien

hipertensi adalah AngiotensinConvertingEnzyme (ACE) inhibitor,

AngiotensinReceptorBlocker (ARB), beta – blocker, calciumchanelblocker,

directrennin inhibitor, diuretic, vasodilator (Triyanto, 2014).

Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 berdasarkan umur

> 18 tahun dengan prevalensi hipertensi sebesar 380,676 (4,11%). Prevalensi

hipertensi di Propinsi Sumatera Utara mencapai 6.7% dari jumlah penduduk di

Sumatera Utara, berdasarkan data Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan ini

berarti bahwa jumlah penduduk Sumatera Utara yang menderita hipertenlsi

mencapai 12,42 juta jiwa tersebar di beberapa Kabupaten (Kementrian Kesehatan

RI, 2014). Penderita hipertensi diperkirakan mencapai 1 milyar di dunia, dan dua

pertiga diantaranya berada di negara berkembang. Angka tersebut kian hari kian

menghawatirkanyaitu sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita

2
hipertensi. Angka ini terus meningkat tajam, dan diprediksi pada tahun 2025

sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi (WHO, 2019).

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik

kefarmasian oleh Apoteker (PMK No. 73 tahun 2016).Standar Pelayanan

Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga

kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan

Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada

pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil

yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PMK No. 73 tahun

2016).

Pelitian sebelumnya yang dilakukan oleh putri (2019) menyatakan bahwa

hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 56 subyek penelitian sebanyak 60,7%

mendapat politerapi dan 39,3% mendapat monoterapi. Golongan obat yang paling

banyak digunakan untuk monoterapi adalah ACE-I (Angiotensin Converting

Enzyme Inhibitors) dan untuk politerapi yaitu golongan ACE-I (Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitors) dan CCB (Calcium Channel Blockers).

Berdasarkan derajat hipertensi, sebagian besar monoterapi diberikan pada pasien

dengan hipertensi stadium 1 dan politerapi pada pasien dengan hipertensi stadium

2.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh penderita hipertensi di apotek

menunjukkan bahwa pasien hipertensi pada laki-laki sebesar 50,88% dan

perempuan sebesar 49,12%. Dan Hasil penelitian diperoleh penderita hipertensi di

apotek menunjukkan bahwa penyakit hipertensi banyak menyerang pada

kelompok umur dewasa yaitu di umur 19-59 tahun sebesar 61,40%, kemudian

3
diikuti oleh kelompok umur lanjut usia (≥60 tahun) sebesar 29,82%, dan anak-

anak (0-18 tahun) sebesar 8,77% (Novia,2020).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pola peresepan obat

antihipertensi di apotek-apotek kota Medan, meliputi persentase usia,jenis

kelamin,nama obat, golongan obat, merek generik/ non generik, peresepan

tunggal/kombinasi, durasi pengobatan, penggunaan obat antihipertensi, obat lain

yang diresepkan bersamaan obat antihipertensi lainnya dan potensi interaksi obat.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana profil peresepan yang digunakan untuk pengobatan

antihipertensi di apotek-apotek kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui profil peresepan yang digunakan untuk pengobatan

antihipertensi di apotek-apotek kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan di atas, maka yang menjadi manfaat dari penelitian

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Bagi Peneliti

Digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan

peneliti tentang profil pelayanan resep obat antihipertensi.

b) Bagi Instansi pendidikan

Manfaat penelitian ini agar dapat menambah informasi dan dapat dijadikan

acuan untuk penelitian berikutnya.

4
c) Bagi Instansi

Manfaat penelitian ini sebagai bahan masukan mengenai profil pelayanan

resep obat antihipertensi.

1.5 Kerangka Penelitian


Adapun kerangka pikiran penelitian ini ditunjukkan pada Gambar berikut :

Variabel Terikat Variabel Pengamatan

Profil Peresepan Obat 1. Usia


Hipertensi 2. Jenis Kelamin
3. Nama Obat
4. Golongan Obat
5. Merek Generik/Non
Generik
6. DurasiPengobatan
7. Peresepan
tunggal/Kombinasi
8. Obat-obatan lain
9. Potensi Interaksi Obat

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang

menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi 140/90

mmHg (Triyanto,2014). Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ

target, seperti jantung (penyakit jantung iskemik, hipertrofi ventrikel kiri, gagal

jantung), otak (stroke) ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer

(klaudikasiointermiten). Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada

tingginya tekanan darah pasien dan berapa lama tekanan darah tinggi tersebut

tidak terkontrol dan tidak diobati (novia,2020).

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular paling lazim yang

tergolong dalam penyakit degeneratif, dan disebut sebagai penyakit “Silent

Killer”.American Heart Association (AHA) mendefinisikan seseorang

dikategorikan menderita hipertensi apabila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Menurut hasil Riset Kesehatan

Dasar Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Riskesdas Depkes RI) tahun

2013, prevalensi hipertensi di Indonesia secara nasional mencapai 31,7% dari

total penduduk dewasa (Nurmalita dkk, 2019).

Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih

rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi

dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar. Kecendrungan

perubahan tersebut dapat disebabkan meningkatnya ilmu kesehatan dan

pengobatan, serta perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat Indonesia yang

6
berdampak pada budaya dan gaya hidup masyarakat. Dalam lingkup penyakit

kardiovaskuler, hipertensi menduduki peringkat pertama dengan penderita

terbanyak. Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi usia

18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi mengalami

komplikasi stroke.Sedangkan sisanya mengalami penyakit jantung, gagal ginjal,

dan kebutaan. Hipertensi sebagai penyebab kematian ke-3 setelah stroke dan

tuberculosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada

semua umur di Indonesia (Triyanto,2014).

Menurut WHO, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah

kurang dari 130/90 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan

sebagai hipertensi; dan di antara nilai tersebut disebut sebagai normal-tinggi.

(batasan tersebut diperuntukkan bagi individu dewasa diatas 18 tahun). Batas

tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg.

Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi

penyakit yang mematikan banyak penduduk di Negara maju dan Negara

berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Berdasarkan etiologi, hipertensi

dibedakan menjadi 2, yaitu ; hipertensi primer dan hipertensi sekunder

(Triyanto,2014).

2.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan data epidemiologis, observasional dan

intervensi, dan dengan mempertimbangkan faktor risiko terkait dan

perkembangan keruskan organ terkait hipertensi, memberikan metode penilaian

risiko yang mudah dan andal serta pengobatan yang paling tepat untuk setiap

pasien. Dengan peringatan yang jelas bahwa semua klasifikasi hipertensi

7
didasarkan pada pilihan yang sewenang-wenang, hipertensi arteri dapat

diklasifikasikan dalam tiga cara : tekanan darah, tingkat kerusakan organ dan

etiologi (WHO,1996).

Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya TD dan

berdasarkan etiologinya. Berdasarkan tingginya TD Seseorang dikatakan

hipertens bila TD-nya > 140/90 mmHg. Untuk pembagian yang lebih rinci, The

Seventhof The Joint National Committee On Prevention, Detection,

Evaluationand Treatment of High Blood Pressure (JNC VIII), membuat

klasifikasi hipertensi dalam tabel berikut :

Tabel

2.1 Klasifikasi tekanan darah dewasa berdasarkan JNC VIII

2.3 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan

hipertensi sekunder. Hipertensi esensial atau hipertensi primer atau idiopatik

adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Penyebab hipertensi

esensial multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik

mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, reaktivitas

pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain lain.

Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok,

stres emosi, obesitas dan lain-lain(Gunawan dkk, 2016).

8
Sedangkan sisanya <10% penderita merupakan hipertensi sekunder yang

disebabkan dari penyakit komorbid atau obat tertentu. Pada kebanyakan kasus,

disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah

penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung

ataupun tidak dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan

menaikan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka

dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi

kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam

penanganan hipertensi sekunder. Berikut adalah gambar 2.2 tentang penyebab

hipertensi sekunder.

Gambar 2.2 penyebab hipertensi


Organ Penyakit
Ginjal Penyakit parenkim, kista ginjal, tumor ginjal.
Renovaskular Uropati obstruktif arteriosklerotik,
Adrenal dysplasiafibromuskular
Aldosteronisme primer, sindrom cushing,
defisiensi 17α-hidroksilase, defisiensi 11β-
hidroksilase, defisiensi 11-hidroksisteroid
dehydrogenase (liconine), feokromositoma.
Koarktasio aorta
Apnea tidur obstruktif
Preeklamsia/eklampsia
neurogenik Psikogenik, sindrom diensefalik,
disautonomiafamilial, polineuritis (porfiria
akut,keracunan timba), peningkatan tekanan
interakranial akut, bagian medula spinalis
akut.
Bermacam-macam endokrin Hipotirodisme, hipertiroidisme,
Obat-obatan hiperkalsemia, akromegali, estrogen dosis
tinggi, steroid adrenal, dekongestan, penekan
nafsu makan,sikloporin, antidepresan
trisiklik, inhibitor mono amine oksidase,
eritopoitin, NSAID, kokain.
(Yulanda.G.,Lisiswanti.R.,2017)

Kausa spesifik hipertensi dapat dipastikan hanya pada 10-15% pasien.

Pasien yang penyebab spesifik hipertensinya tidak ditemukan dikatakan mengidap

9
hipertensi primer esensial. Pasien dengan etiologi spesifik dikatakan mengidap

hipertensi sekunder. Penyebab spesifik pada tiap-tiap kasus perlu

dipertimbangkan karena sebagian di antaranya dapat diterapi secara definitif

dengan pembedahan: konstriksi arteri renalis, koarktasio aorta, feokromositom.,

penyakit Cushing, dan aldosteronisme primer (Katzungdkk, 2013).

Pada sebagian besar kasus, meningkatnya tekanan darah berkaitan dengan

peningkatan keseluruhan resistensi terhadap aliran darah melalui arteriol,

sementara curah jantung biasanya normal, pemeriksaan yang teliti terhadap fungsi

susunan saraf autonom, refleks baroreseptor, sistem renin-angiotensin-aldosteron,

dan ginjal gagal mengidentifikasi kelainan tunggal sebagai penyebab

meningkatnya vesistensi vaskular perifer pada hipertensi esensial, Karena itu,

meningkatnya tekanan darah tampaknya disebabkan oleh kombinasi beberapa

kelainan (multifaktor). Bukti epidemiologik menunjukkan adanya faktor genetik,

stres psikologis, serta faktor lingkungan dan makanan (meningkatnya asupan

garam dan berkurangnya kalium atau kalsium) sebagai faktor kontribusi untuk

terjadinya hipertensi. Meningkatnya tekanan darah seiring usia tidak terjadi pada

populasi dengan asupan natrium harian yang sendah. Pasien dengan hipertensi

labil tampaknya lebih besar kemungkinannya mengalami peningkatan tekanan

darah setelah pemberian garam dibandingkan dengan orang normal (Katzungdkk,

2013).

Heritabilitas hipertensi esensial diperkirakan sekitar 30%. Mutasi di

beberapa gen dilaporkan berkaitan dengan berbagai kausa hipertensi yang jarang.

Variasi fungsional gen-gen untuk angiotensinogen, angiotensin-converting

10
enzyme (ACE), adrenoseptor ᵝ2, dan adusin ᵅ (protein si toskeleton) tampaknya

berperan pada beberapa kasus hipertensi esensial (Katzung dkk, 2013).

2.4 Faktor risiko hipertensi

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah

tinggi yaitu keturunan, alkohol, kelebihan berat badan yang diikuti dengan

kurangnya berolahraga. Fenomena ini disebabkan karena perubahan gaya hidup

masyarakat secara global, seperti semakin mudahnya mendapatkan makanan

siap saji membuat konsumsi sayuran segar dan serat berkurang, kemudian

konsumsi garam, lemak, gula, dan kalori yang terus meningkat (Padmawinata,

2001).

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di

dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orangtua maka

dugaan hipertensi esensial lebih besar. Riwayat keluarga juga merupakan masalah

yang memicu masalah terjadinya hipertensi.Jika orangtua memiliki riwayat

hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena

hipertensi.

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipetensi karena dengan

bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Ini sering

disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung,

pembuluh darah dan hormon.

Jenis kelamin juga sangat erat kaitannya terhadap terjadinya hipertensi

dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada

laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang

wanita mengalami menopause (Triyanto, 2014).

11
2.5 Patofisiologi hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksidan relaksasi pembuluh darah

terletak pada pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari vasomotor tersebut

bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah kordaspinalis dan keluar dari

kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thorak dan abdomen. Ransangan

pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah

melalui system saraf simpatis ke gangliasimpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah. Dengan dilepaskannya norepineprin akan

mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriktor (Hasdianah,2017).

Seseorang dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin pada

saat bersamaan diamana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang

menyebabkan vasokontriksi korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh

darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal

menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angitensin yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II yang menyebabkan adanya sutu

vasokonstriktor yang kuat. Hal ini merangsang sekresi aldosteron oleh korteks

adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal yang

mengakibatkan volume intravascular. Semua faktor tersebut cenderung

12
menyebabkan hipertensi. Pada lansia, perubahan struktur dan fungsi pada sistem

pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi.

Perubahan tersebut meliputi atero sklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang akan menurunkan

kemampuan distensi daya regang pembuluh darah. Hal tersebut menyebabkan

aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume

darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga terjadi penurunan

curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Hasdianah,2017).

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa

cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan

pada setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku

sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah

melalui arteri tersebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui

pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.

Inilah yang terjadi pada usia lanjut, di mana dinding arterinya telah menebal dan

kaku karena arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga

meningkat pada saat terjadi vasokontrisksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk

sementara waktu mengkerut karena pasangan saraf atau hormone di dalam darah.

Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan

darah.Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu

membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.Volume darah dalam tubuh

meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat (Triyanto2014).

Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami

pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun.

13
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam

fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur

berbagai fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal

mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah

meningkat, ginjal akan menambah berkurangnya volume darah dan

mengembalikan tekanan darah ke normal (Triyanto2014).

Hipertensi dapat disebabkan oleh penyebab tertentu (hipertensi sekunder)

atau dari etiologi yang tidak diketahui (hipertensi primer atau esensial). Hipertensi

sekunder (<10% kasus) biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal kronis (CKD)

atau penyakit renovaskular. Kondisi lain adalah sindrom Cushing, koarktasio

aorta, apnea tidur obstruktif, hiperparatiroidisme, feokromositoma, aldosteronisme

primer, dan hipertiroidisme. Beberapa obat yang dapat meningkatkan TD

(Tekanan Darah) termasuk kortikosteroid, estrogen, obat antiinflamasi non steroid

(NSAID), amfetamin, sibutramine, siklosporin, tacrolimus, eritropoietin, dan

venlafaxine (Hasdianah,2017).

Faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan hipertensi primer

meliputi:

I. Kelainan humoral yang melibatkan sistem renin angiotensin aldosteron

(RAAS), hormon natriuretik, atau resistensi insulin dan hiperinsulinemia;

II. Gangguan pada SSP, serabut saraf otonom, reseptor adrenergik, atau

baroreseptor;

III. Kelainan dalam proses autoregulasi ginjal atau jaringan untuk ekskresi

natrium, volume plasma, dan penyempitan arteriol;

14
IV. Kekurangan dalam sintesis zat vasodilatasi dalam endotel vaskular

(prostasiklin, bradikinin, dan oksida nitrat) atau zat vasokonstriksi berlebih

(angiotensinII, endotelin 1);

V. Asupan natrium tinggi atau kekurangan kalsium makanan

(Hasdianah,2017).

Penyebab utama kematian adalah kecelakaan serebrovaskular, kejadian

kardiovaskular (CV), dan gagal ginjal. Kemungkinan kematian dini berkorelasi

dengan keparahan peningkatan TD (tekanan darah) ( Dipiro,2015).

2.6 Diagnosis hipertensi

Peningkatan TD mungkin merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer

pada pemeriksaan fisik.Diagnosis harus didasarkan pada rata-rata dua atau lebih

bacaan yang diambil pada masing-masing dua atau lebih pertemuan klinis. Tes

laboratorium untuk mendiagnosis hipertensi sekunder adalah pemeriksaan kadar

norepinefrin dan metanefrin plasma untuk feokromositoma, konsentrasi

aldosteron plasma dan urin untuk aldosteronisme primer, aktivitas renin plasma,

dan lain-lain (Dipiro,2015).

2.7 Penatalaksanaan hipertensi

Dalam pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi

non farmakologi dan farmakologi. Berikut penatalaksanaan hipertensi :

2.7.1 Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi harus diberikan kepada semua pasien hipertensi

primer dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor risiko

serta penyakit penyerta lainnya untuk pengobatan hipertensi terapi non

15
farmakologi terbagi dalam beberapa cara yaitu dengan modifikasi gaya hidup

seperti dibawah ini yaitu :

a) penurunan berat badan jika kelebihan berat badan

b) penerapan pola makan Pendekatan Diet untuk Menghentikan Hipertensi

(DASH)

c) pembatasan natrium diet idealnya menjadi 1,5 g / hari (3,8 g / hari natrium

klorida),

d) aktivitas fisik aerobik teratur,

e) konsumsi alkohol moderat (dua minuman atau kurang per hari) dan

f) berhenti merokok.

Dalam alogaritme penanganan hipertensi, terapi non farmakologis

diantaranya modifikasi gaya hidup termasuk pengelolaan stress dan kecemasan

merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Penanganan nonfarmakologis

dengan menurunkan obesitas, menciptakan keadaan rileks, mengurangi asupan

garam. Pada orang yang normal, kecemasan mengakibatkan terjadinya

peningkatan tekanan darah sesaat. Pada pasien hipertensi kecemasan dapat

memicu kenaikan heartrate (HR), tekanan darah dan ketegangan otot yang

membutuhkan intervensi medis maupun intervensi keperawatan.

Peningkatan modifikasi gaya hidup saja sudah cukup untuk sebagian besar

pasien dengan prehipertensi tetapi tidak memadai untuk pasien dengan hipertensi

dan faktor risiko kardiovaskular tambahan atau kerusakan target organ terkait

hipertensi.

Ketidakpatuhan pasien terhadap modifikasi gaya hidup yaitu konsumsi

alkohol, pengendalian berat badan, termasuk pengendalian stres dan kecemasan

16
merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi resisten. Beberapa alasan

ketidakpatuhan penderita hipertensi dalam pengobatan adalah kebosanan minum

obat karena tekanan darah masih naik turun. Terkadang akibat diet rendah lemak

dan garam bagi penderita hipertensi menyebabkan anggota keluarga lain

merasakan tidak enaknya menu makanan. Keberhasilan tindakan pencegahan dan

kekambuhan dipengaruhi oleh kepatuhan penderita hipertensi dalam mengontrol

diet dan tekanan darah (Triyanto,2014).

2.7.2 Terapi farmakologi

17
Berikut ini merupakan algoritma penatalaksanaan hipertensi menurut JNC 8 :

Gambar 2.2 Algoritma tata laksana hipertensi berdasarkan JNC 8 (Novian, 2020)

Obat antihipertensi terdiri dari beberapa jenis, sehingga memerlukan

strategi terapi untuk memilih obat sebagai terapi awal, termasuk

18
mengkombinasikan beberapa obat anti hipertensi. Asessmen awal meliputi

identifikasi faktor risiko, komorbid dan adanya kerusakan organ target memegang

peranan yang sangat penting dalam menentukan pemilihan obat anti hipertensi.

Modifikasi gaya hidup selama periode observasi (TD belum mencapai ambang

batas hipertensi) harus tetap dilanjutkan meskipun pasien sudah diberikan obat

anti hipertensi. Perubahan gaya hidup juga penting untuk memperbaiki profil

risiko kardiovaskuler disamping penurunan TD (tekanan darah ) (novia, 2020).

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai penggolongan obat antihipertensi

berdasarkan mekanisme kerja obat:

a) Diuretik

Mekanisme kerja : Diuretik berkerja antara lain dengan: (1) meningkatkan

ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan

ekstraseluler, akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah; (2)

menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya penurunan

natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang

selanjutnya menghambat influks kalsium. Golongan obat antihipertensi diuretic

ada beberapa golongan obat yaitu thiazide diuretik, loop diuretik, potassium

sparing diuretik dan lainnya. Golongan thiazide diuretic lebih sering digunakan

dibandingkan golongan loop diuretic kecuali pada pasien yang mengalami

disfungsi sistolik di ventricular bagian kiri dan pada pasien yang memiliki

penyakit ginjal lanjut (Aksnes et all, 2012). Golongan obat, dosis dan

penggunaannya dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

19
Tabel 2.2 Obat golongan Diuretik, dosis, dan frekuensi pengunaannya.

b) Beta-blocker

Mekanisme kerja : Hambatan reseptor β1, antara lain: (1) penurunan

frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah

jantung; (2) hambatan sekresi rennin di sel-sel juksta glomerular ginjal dengan

akibat penurunan produksi angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi

aktivitas saraf simpatis, perubahan sensitivitas pada baroreseptor, perubahan

aktivitas neuron adrenergic perifer dan peningkatan biosintesis protasiklin. Ada

duareseptor beta yaitu reseptor β1 dan β2. reseptor β1 dan β2 terdapat di jantung

dan ginjal, mempunyai fungsi pengaturan denyut jantung, kontraktilitas jantung,

dan pelepasan renin. Reseptor β2 terdapat di paru-paru, hati, pankreas dan otot

polos arteri yang mempunyai fungsi pengaturan bronkodilatasi dan vasodilatasi.

Obat golongan beta blocker mempunyai efek samping yaitu kelelahan,

mengantuk, pusing, bronkopasme, mual dan muntah (Weber dkk,2014). Golongan

obat, dosis dan penggunaannya dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

20
Tabel 2.3 Obat golongan Beta-Blocker, dosis, dan frekuensi pengunaannya.

(Dipirodkk,
2015)

c) Angiotensin Converting Enzymes Inhibitor (ACEi)

Mekanisme kerja : ACEi menghambat perubahan angiotensin I menjadi

angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi (penurunan sekresi aldosteron, kadar

bradikinin dalam darah meningkat). Vasodilatasi secara langsung akan

menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan

menyebabkan eksresi air dan natrium, dan retensi kalium. Golongan obat, dosis

dan penggunaannya dapat di lihat pada tabel di bawahini.

Tabel 2.4 Obat golongan ACE-Inhibitor, dosis, dan frekuensi pengunaannya


Obat Dosis Penggunaan Frekuensi
(mg/hari) (Penggunaan/hari)
Benazepril 10-40 1 atau 2
Captopril 12,5-150 2 atau 3
Enalapril 5-40 1 atau 2
Fosinopril 10-40 1
Lisinopril 10-40 1
Moexipril 7,5-30 1 atau 2
Perindopril 4-16 1
Quinapril 10-80 1 atau 2
Ramipril 2,5-10 1 atau 2
(Dipirodkk, 2015)

d) Antagonis Angiotensi II atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

Mekanisme kerja : Menghambat semua efek angiotensin II. Reseptor

angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu reseptor AT1 dan AT2.

21
Reseptor AT1 terdapat terutama di otot polos pembuluh darah dan di otot jantung,

serta di ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Obat ARB ini bekerja selektif pada

reseptor AT1 yang berperan dalam homeostatis kardiovaskular. ARB juga lebih

menguntungkan karena tidak adanya efek samping seperti batuk kering. Obat

golongan ARB menyebabkan efek samping seperti pusing, kelelahan, diare, rasa

sakit dan infeksi. Golongan obat, dosis dan penggunaannya dapat di lihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2.5 Obat golongan ARB, dosis, dan frekuensi penggunaannya.


Obat Dosis Penggunaan Frekuensi
(mg/hari) (Penggunaan/hari)
Azilsartan 40-80 1
Candesartan 8-32 1 atau 2
Eprosartan 600-800 1 atau 2
Irbesartan 150-300 1
Losartan 50-100 1 atau 2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1
(Dipiro dkk,2015)

e) Antagonis Kalsium atau Calsium Channel Blocker (CCB)

Mekanisme kerja : menghambat influks kalsium pada sel otot polos

pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, CCB terutama menimbulkan

relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Obat golongan CCB

terbagi menjadi dua jenis yaitu dihidropitidin dan non-dihidropiridin. Amlodipin

dan nifedipin merupakan contoh dihidropiridin yang bekerja mendilatasi arteri,

diltiazem dan verapamil merupakan contoh non-dihidropiridin yang bekerja

mendilatasi arteri, namun cenderung lebih lemah dibandingkan dengan

dihidropiridin. Non-dihidropiridin mempunyai efek mengurangi kontraktilitas dan

denyut jantung (Weber dkk, 2014). Golongan obat, dosis dan frekuensi

penggunaannya dapat di lihat tabel di bawah ini.

22
Tabel 2.6 Obat golongan CCB, dosis, dan frekuensi penggunaannya

(Dipiro dkk,

2015)

2.8 Pengertian Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter

hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk menyiapkan dan atau membuat,

meracik serta menyerahkan obat kepada pasien. Resep asli tidak boleh diberikan

kembali setelah obatnya diambil oleh pasien, hanya dapat diberikan copy resep

atau salinan resepnya (Syamsuni,H.A, 2012).

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang Dokter kepada Apoteker

untuk membuat dan atau menyerahkan obat kepada pasien. Yang berhak menulis

resep ialah:

a. Dokter

b. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut

c. Dokter hewan, terbatas pengobatan untuk hewan.

Resep harus ditulis jelas Dan lengkap, Apoteker harus menanyakan kepada

dokter penulis resep.

23
Dalam resep harus memuat :

a. Nama, alamat Dan nomor izin praktek Dokter, Dokter gigi dan Dokter

Hewan

b. Tanggal penulisan resep (Inscriptio)

c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat atau

komposisi obat (Invocatio)

d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (Signatura)

e. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-

undangan yang berlasku (subscription)

f. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep Dokter hewan

g. Tanda seru dan paraf Dokter untuk resep yang mengandung obat yang

jumlahnya melebihi dosis maksimal (Anief,2006).

2.9 Pelayanan Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik

kefarmasian oleh Apoteker (Permenkes 73 tahun 2016). Standar Pelayanan

Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga

kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan

Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada

pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil

yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes 73 tahun

2016).

Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:

a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;

b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

24
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasien (patientsafety).

Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek harus

didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada

keselamatan pasien (Permenkes 73 tahun 2016).

Pengelolaan apotek meliputi :

a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,

penyimpanan dan pengerahan obat dan bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pengerahan perbekalan farmasi

lainnya.

c. Pelayanan informasi mengenai pembekalan farmasi, yang meliputi :

a) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan lainnya yang

diberikan kepada Dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun

kepada masyarakat

b) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan,

bahaya (Anief,2006)

25
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif cross-sectional,

yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan, observasi atau

pengambilan data sekaliugus pada waktu tertentu. Pengambilan data dilakukan

secara retrospektif dimana peneliti mengkaji informasi atau mengumpulkan data,

serta melakukan analisis data yang telah lalu (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1 Waktu

Waktu pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Desember 2021.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada apotik yang ada di kota Medan yang

bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini dan apotek yang cukup aktif dalam

melayani pelayanan resep di apotek.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua resep yang

mengandung obat antihipertensi yang masuk di apotik yang berada di Kota Medan

selama bulan Juli-November 2021.

26
3.3.2 Sampel

Berdasarkan data apotek dari Ikatan Apoteker Indonesia Kota Medan,

terdapat 863 apotek. Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus:

n = N / (1+N e2)

n = 863 / (1+ 863 (0,15)2

n = 42,3

Keterangan:

N = Jumlah sampel
N = Besarnya populasi
e = Nilai kritis atau batas ketelitian yang diinginkan (persen kelonggaran
ketidak telitian karena kesalahan penarikan sampel).

Berdasarkan rumus dengan tingkat kesalahan 15% didapatkan jumlah

sampel sebanyak 42 apotek. Dalam penelitian ini, jumlah sampel dibulatkan

sampai 60 apotek. 60 apotek tersebut dipilih dari apotek-apotek Kota Medan yang

terdiri dari 21 kecamatan dan di dapat pada penelitian ini adalah 11 kecamatan

yaitu, Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan sunggal, Kecamatan Medan

Baru, Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan

Deli, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Tembung, Kecamatan

Medan Maimun, Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Johor. Data

penggunan obat antihipertensi yang diambil berdasarkan resep yang ada di apotek

kota Medan selama bulan Juli-November 2021 yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi yang memenuhi syarat sebagai sampel adalah resep obat

antihipertensi yang masuk ke apotik kota Medan memuat data lengkap (usia, jenis

27
kelamin, nama obat, golongan obat, generik/non generik, pola peresepan

tunggal/kombinasi dan potensi interaksi obat).

Resep yang dapat dibaca dan diidentifikasi oleh peneliti.

3.5 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi yang memenuhi syarat sebagai sampel adalah resep obat

antihipertensi yang tidak memuat data lengkap (usia, jenis kelamin, nama obat,

golongan obat, generik/non generik, profil peresepan tunggal/kombinasi dan

potensi interaksi obat).

Resep yang tidak dapat dibaca atau diidentifikasi oleh peneliti.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

dengan rancangan deskriptif dan penelitian dilakukan dengan melihat kembali

resep kemudian mengumpulkan data dan mencatat resep yang di ambil dari bulan

Juli-November 2021. Resep yang dikumpulkan merupakan resep penggunaan

antihipertensi yang memuat (usia, jenis kelamin, nama obat, golongan obat,

generik/non generik, pola peresepan tunggal/kombinasi dan potensi interaksi obat)

dari resep di apotek- apotek kota Medan.

3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan

program Microsoft Excel kemudian disajikan dalam yang bentuk tabel yang dapat

dilihat berdasarkan persentase usia, jenis kelamin, nama obat, golongan obat,

merek generik/ non generik, durasi pengobatan, penggunaan obat, obat-obatan

28
lain yang diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi dan potensi interaksi

obat yang diperoleh dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar.

3.8 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan di dalam penelitian ini adalah form catatan.

3.9 Langkah Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut:

a. Meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan

penelitian pada apotek apotek di kota medan.

b. Meminta ijin kepada pemilik apotek atau apoteker yang penanggung jawab

untuk melakukan penelitian pada apotek tersebut.

c. Mengumpulkan resep-resep yang ada pada apotek yang akan di lakukan

penelitian.

d. Menganalisis data dan informasi yang diperoleh sehingga didapatkan

kesimpulan dari penelitian.

3. 10 Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pemahaman dan

perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam penelitian ini,

maka definisi operasional yang perlu dijelaskan, yaitu :

a) Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah ≥ 140/90 mmHg.

b) Profil peresepan obat adalah untuk mengetahui seberapa besar profil

peresepan obat pada penyakit hipertensi.

c) Potensi adalah suatu keadaan atau daya yang dapat berkembang.

29
d) Jenis kelamin adalah gender dari objek penelitian.

e) Usia adalah total lama waktu hidup objek sejak tanggal kelahiran hingga

saat dilakukan pengobatan hipertensi di apotek.

f) Jenis obat adalah pembagian dari obat yang diresepkan yang terdiri dari

obat generik dan non-generik.

g) Pemberian obat adalah pemberian antihipertensi berdasarkan jumlah obat

yang digunakan yaitu tunggal atau kombinasi.

3. 11 Diagram Alur Penelitian

Tahap penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alur sebagai berikut :

Data Resep

Pengumpulan Data

Analisis Data

Hasil Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

30
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan usia

Berdasarkan hasil yang di dapat dari penelitian yang telah dilakukan

dengan pengambilan dokumen berupa resep sebanyak 200 lembar resep yang

dilakukan terhadap 60 apotek di kota Medan periode Juni-November 2021 yang

mengandung obat antihipertensi berdasarkan usia adalah pasien dengan usia 46

sampai 55 tahun sebanyak 110 (55%) pasien.

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan

bertambahnya umur maka resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Insiden

hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan

oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh

darah dan hormone. (Triyanto, 2014). Hasil dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 peresepan obat antihipertensi berdasarkan usia


Usia (Tahun) Frekuensi Presentase (%)
17-25 1 0,5
26-35 4 2
36-45 7 3,5
46-55 110 55
56-65 42 21
≥65 36 18
Total 200 100

4.2 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil yang di dapat dari penelitian yang telah dilakukan

diperoleh pasien dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan

dengan pasien berjenis kelamin laki-laki. Pasien hipertensi dengan jenis kelamin

perempuan sebanyak 112 (56%). Berdasarkan data riset kesehatan dasar (2018),

prevalensi hipertensi masyarakat kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara pada

31
perempuan sebesar 30,63%, dan pada laki-laki sebesar 27,20% (Kemenkes

RI,2018). Data hasil peresepan obat antihipertensi berdasarkan jenis kelamin

dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Peresepan Obat Antihipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
Laki-Laki 88 44
Perempuan 112 56
Total 200 100
Secara fisiologis perempuan terlindungi dari penyakit kardiovaskular

sebelum menopause. Perempuan yang belum mengalami menopause dilindungi

oleh hormone estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density

Lipoprotein (HDL). Kadar kolestrol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung

dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen

dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas perempuan pada usia

premenopause. Pada premenopause perempuan mulai kehilangan sedikit demi

sedikit hormone estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari

kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah

kuantitasnya sesuai dengan umur perempuan secara alami yang umumnya mulai

terjadi pada perumpuan berumur 45-55 tahun (Damayanti,2021). Pada perempuan

hipertensi dapat disebabkan oleh perilaku tidak sehat seperti obesitas, kehamilan,

usia, faktor hormon dan masalah obat (Wenger dkk,2018).

4.3 Peresepan obat anhipertensi berdasarkan nama obat

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa obat antihipertensi yang

paling banyak diresepkan oleh dokter di kota Medan adalah Amlodpine sebanyak

130 (44,7%), diikuti oleh Bisoprolol 31 (10,6%), dan Furosemide sebanyak 29

(10%). Dalam penelitian ini di dapati bahwa sebanyak 2 jenis obat dari golongan

32
CCB sering diresepkan oleh dokter yaitu Amlodipine sebanyak 130 (55,5%), dan

Nifedipine sebanyak 9 (4%). Penggunaan amlodipine baik secara tunggal maupun

kombinasi banyak digunakan pada pasien dengan diagnosis hipertensi primer.

Amlodipine selain efektif untuk menurunkan tekanan darah, obat ini juga

digunakan cukup sekali sehari yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk

mengkonsumsinya (Lisni dkk, 2020). Amlodipine merupakan obat antihipertensi

yang paling banyak digunakan dibandingkan obat antihipertensi lainnya.

Amlodipine merupakan obat antihipertensi golongan antagonis kalsium yang

penggunaannya sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan golongan obat

lain seperti diuretik, beta blocker, Ace inhibitor, atau ARB dalam penatalaksanaan

hipertensi (Putri dkk, 2019). Amlodipine merupakan golongan obat antihipertensi

dengan mekanisme kerja Calcium Channel Blocker (CCB) yaitu menghambat

kanal kalsium yang menyebabkan relaksasi otot polos dan otot jantung sehingga

mampu menurunkan tekanan darah. Amlodipin sendiri bersifat vaskuloselektif,

memiliki bioavailibilitas oral yang rendah, memiliki waktu paruh yang panjang,

dan absorbsi yang lambat sehingga mencegah tekanan darah turun secara

mendadak. Selain itu efek samping yang ditimbulkan juga tidak terlalu

berpengaruh dibandingkan penggunaan obat antihipertensi lain seperti captopril

yang memiliki efek samping batuk kering yang tidak disukai dan diminati oleh

pasien (Wani dan Lestari, 2021). Data hasil peresepan obat antihipertensi

berdasarkan nama obat dapat di lihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan nama obat


Nama Obat Frekuensi Presentase (%)

33
Amlodipine 130 44,7
Bisoprolol 31 10,7
Furosemide 29 10,0
Candesartan 28 9,6
Valsartan 22 7,6
Captopril 20 6,9
Nifedipine 9 3,1
Spironolactone 9 3,1
Hydrochlorotiazide 6 2,1
Irbesartan 3 1,0
Perindopril 2 0,7
Atenolol 1 0,3
Telmisartan 1 0,3
Total 291 100

4.4 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan golongan obat

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa golongan obat antihipertensi

yang paling banyak di resepkan adalahgolongan calcium Channel Blocker (CCB)

yaitu sebanyak 139 (54,5%), diikuti oleh golongan ARB sebanyak 54 (15,8%),

dan diikuti dengan golongan Diuretic sebanyak 44 (13,3%). Golongan Calcium

Channel Blocker menghambat proses berpindahnya kalsium menuju sel otot

jantung dan otot polos dinding pembuluh darah dan menurunkan resistensi perifer

serta menurunkan tekanan darah. Golongan obat ini sangat efektif menurunkan

tekanan darah, bekerja secara langsung pada pembuluh darah untuk menyebabkan

relaksasi (Lisni dkk,2020). CCB biasanya digunakan untuk terapi hipertensi

dengan jantung koroner dan diabetes mellitus. Mekanisme kerja dari golongan ini

dengan cara menginhibisi influx kalsium di otot polos arteri sehingga terjadi

vasodilatasi dan menurunkan resistensi perifer. Data hasil peresepan obat

antihipertensi berdasarkan nama obat dapat di lihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Peresepan Obat Antihipertensi Berdasarkan Golongan Obat

34
No Golongan Obat Frekuensi Presentase (%)
1 Calcium Channel Blocker 139 54,5
2 Angiotensin II Reseptor Blocker 54 15,8
3 Diuretic 44 13,3
4 Beta Blocker 32 9,7
5 Angiotensin Converting Enzyme 22 6,7
Inhibitor
Total 291 100

4.5 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan merek generik/non generik

Berdasarkan jenis obat yang diresepkan oleh dokter yang diterima oleh

apotek – apotek di kota Medan menunjukkan bahwa peresepan menggunakan obat

generik atau nongenerikdengan jumlah 200 resep. Sebanyak 160 (55%) obat

antihipertensi yang diresepkan merupakan obat dengan nama generik dan

sebanyak 131 (45%) obat yang diresepkan menggunakan nama non generik.

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

189/MENKES/SK/III/2006 tentang kebijakan obat nasional sehubungan dengan

tujuannya dalam meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan obat secara

berkelanjutan, agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

maka dilakukan strategi, salah satunya adalah rasionalisasi harga obat dan

pemanfaatan obat generik (Brina, 2020). Data hasil jenis obat antihipertensi dapat

dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan merek generik/ non


generik
Jenis Frekuensi Presentase (%)
Generik 160 55
Non Generik 131 45
Total 291 100

35
4.6 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan durasi pengobatan

Peresepan obat antihipertensi berdasarkan dosis obat diperoleh hasil paling

banyak yaitu amlodipine 10 mg dengan 70 resep penggunaan durasi paling

banyak adalah 10 hari (53%), diikuti oleh amlodipine 5 mg dengan total 40 resep

dan durasi pemberian obat selama 10 hari (14,1%). Frekuensi pemberian obat

paling banyak diresepkan adalah 1 kali sehari 1 tablet (setiap 24 jam). Data hasil

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.6 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan durasi pengobatan


No Nama Obat Jumlah R/ Durasi Frekuensi
Pengobatan Harian
(Hari)
1. Amlodipine 10mg 47 10 1×1
Amlodipine 10mg 11 20 1×1
Amlodipine 10mg 5 30 1×1
Amlodipine 10mg 70 3 5 1×1
Amlodipine 10mg 2 15 1×1
Amlodipine 10mg 1 14 1×1
Amlodipine 10mg 1 12 1×1
2. Amlodipine 5mg 21 10 1×1
Amlodipine 5mg 10 30 1×1
Amlodipine 5mg 2 60 1×1
Amlodipine 5mg 40 2 15 1×1
Amlodipine 5mg 2 20 1×1
Amlodipine 5mg 1 8 1×1
Amlodipine 5mg 1 15 1×2
Amlodipine 5mg 1 12 1×1
3. Bisoprolol 1,25mg 3 10 1×1
Bisoprolol 1,25mg 6 1 30 1×1
Bisoprolol 1,25mg 1 20 1×1
Bisoprolol 1,25mg 1 15 1×1
4. Bisoprolol 2,5mg 9 10 1×1
Bisoprolol 2,5mg 5 15 1×1
Bisoprolol 2,5mg 4 30 1×1
Bisoprolol 2,5mg 25 2 8 1×1
Bisoprolol 2,5mg 2 5 1×1
Bisoprolol 2,5mg 1 30 1×1/2
Bisoprolol 2,5mg 1 20 1×1/2
Bisoprolol 2,5mg 1 5 1×2
5. Bisoprolol 5mg 2 1 20 1×1

36
No Nama Obat Jumlah R/ Durasi Frekuensi
Pengobatan Harian
(Hari)
Bisoprolol 5mg 1 20 1×1/2
6. Furosemide 40mg 9 10 1×1
Furosemide 40mg 5 5 1×1
Furosemide 40mg 4 10 1×2
Furosemide 40mg 3 15 1×1
28
Furosemide 40mg 2 5 1×2
Furosemide 40mg 1 30 1×1
Furosemide 40mg 1 14 1×1
Furosemide 40mg 1 7 1×1
Furosemide 40mg 1 7 1×2
Furosemide 40mg 1 4 1×1
7. Nifedipine 10mg 1 15 2×1/2
Nifedipine 10mg 1 10 1×1
Nifedipine 10mg 5 1 5 1×3
Nifedipine 10mg 1 5 1×3
Nifedipine 10mg 1 5 1×3
8. Nifedipine 16mg 2 1 7 1×2
Nifedipine 16mg 1 7 1×2
9. Nifedipine 30mg 2 1 30 1×1
Nifedipine 30mg 1 7 1×2
10. Lapiva 5/80 12 10 1×1
Lapiva 5/80 2 20 1×1
Lapiva 5/80 19 2 5 1×2
Lapiva 5/80 1 30 1×1
Lapiva 5/80 1 15 1×1
Lapiva 5/80 1 7 1×1
11. Candesartan 8mg 5 10 1×1
Candesartan 8mg 7 1 30 1×1
Candesartan 8mg 1 15 1×1
12. Candesartan 16 9 10 1×1
Candesartan 16 5 30 1×1
Candesartan 16 1 20 1×1
Candesartan 16 19 1 20 1×1/2
Candesartan 16 1 14 1×1
Candesartan 16 1 7 1×1
Candesartan 16 1 5 1×2
13. Captopril 5mg 1 1 5 1×2
14. Captopril 12,5mg 14 11 10 2×1/2
Captopril 12,5mg 2 10 1×1
Captopril 12,5mg 1 15 1×2
15. Captopril 25mg 4 1 30 1×2
Captopril 25mg 1 30 2×1/2
Captopril 25mg 1 20 2×1/2
Captopril 25mg 3 15 1×1

37
No Nama Obat Jumlah R/ Durasi Frekuensi
Pengobatan Harian
(Hari)
16. Spironolactone 25mg 2 30 1×1
Spironolactone 25mg 1 10 2×1/2
Spironolactone 25mg 10 1 10 1×1
Spironolactone 25mg 1 10 1×2
Spironolactone 25mg 1 7 1×1
Spironolactone 25mg 1 5 1×1
Spironolactone 25mg 1 8 2×1/2
17. Hydrochlorotiazide25mg 2 10 1×1
Hydrochlorotiazide25mg 6 1 7 1×1
Hydrochlorotiazide25mg 1 5 1×1
Hydrochlorotiazide25mg 1 10 2×1/2
Hydrochlorotiazide25mg 1 5 2×1/2
18. Irbesartan 150mg 3 3 10 1×1
19. Valsartan 80mg 3 1 30 1×1
20. Valsartan 160mg 1 15 2×1/2
Valsartan 160mg 1 8 1×1
21. Coveram 10/10 2 2 30 1×1
22. Atenolol50mg 1 1 12 2×1/2
23. Twynsta 40/5 1 1 30 1×1
Total 270

4.7 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan penggunaan obat

Peresepan obat antihipertensi berdasarkan pengobatan tunggal/ kombinasi

diperoleh hasil paling banyak yaitu jenis pengobatan tunggal sebesar 130 (70%).

Lebih dari dua pertiga pasien hipertensi tidak bisa dikontrol dengan satu obat dan

akan menerima dua atau lebih obat antihipertensi dari kelas obat yang berbeda

(Indriani,2019). Hasil dari tabel dibawah berdasarkan peresepan obat anhipertensi

untuk tunggal adalah Amlodipine, untuk kombinasi 2 obat yang paling banyak

adalah Amlodipine + Valsartan sebanyak 15 resep diikuti oleh Candesartan +

Amlodipine sebanyak 9 resep, untuk kombinasi 3 obat antihipertensi adalah

captopril + Hydrochlorotiazide + Furosemide, Furosemide + Spironolactone +

Bisoprolol masing-masing sebanyak 3 resep, untuk kombinasi 4 obat yang paling

banyak di resepkan adalah obat antihipertensi Furosemide + Spironolactone +

38
Bisoprolol + Candesartan dan Furosemide + Spironolactone + Bisoprolol +

Valsartan, masing-masing sebanyak 2 resep. Terapi kombinasi obat digunakan

jika pada pasien dengan terapi tunggal tidak menunjukkan ketercapaian tekanan

darah. Terapi kombinasi pada pasien hipertensi yang mendapatkan pengobatan

pertama juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah secara cepat dan kuat

sehingga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah yang tidak terkontrol

(Sofyan,O. ramadhani,T,2019). Data hasil berdasarkan penggunaan obat dapat di

lihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Peresepan obat antihipertensi berdasarkan penggunaan obat


Penggunaan Nama Obat Jumlah Total %
Obat Resep
Tunggal Amlodipine 90 130 65
Nifedipine 9
Captopril 8
Bisoprolol 7
Candesartan 5
Irbesartan 3
Furosemide 2
Kombinasi 2 Lapiva : 15 52 26
Obat Amlodipine
Valsartan
Candesartan + Amlodipine 9
Furosemide + Captopril 8
Candesartan + Bisoprolol 7
Amlodipine + Bisoprolol 3
Amlodipine + Furosemide 2
Amlodipine + Atenolol 1
Candesartan + Captopril 1
Coveram : 1
Amlodipine
Perindopril
Furosemide + Bisoprolol 1
Candesartan + Furosemide 1
Furosemide + Spironolactone 1
Bisoprolol + Valsartan 1
Bisoprolol + Hydrochlorotiazide 1
Kombinasi 3 Furosemide + Spironolactone + 3 14 7
Obat Bisoprolol
Captopril + Hydrochlorotiazide 3
+ Furosemide
Amlodipine + Valsartan + 2
Hydrochlorotiazide

39
Penggunaan Nama Obat Jumlah Total %
Obat Resep
Furosemide + Bisoprolol 2
+Candesartan
Amlodipine + Perindopril + 1
Bisoprolol
Furosemide + Spironolactone+ 1
Candesartan
Amlodipine + Valsartan + 1
Furosemide
Amlodipine + Valsartan + 1
Bisoprolol
Kombinasi 4 Furosemide + Spironolactone + 2 4 2
obat Bisoprolol + Candesartan
Furosemide + Spironolactone + 2
Bisoprolol + Valsartan
Total 200 100

4.8 Obat-obatan yang diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi

Hasil pada tabel dibawah ini yang menunjukkan bahwa dari 276 jumlah

obat terdapat 94 jenis obat lain yang digunakan bersamaan dengan obat

antihipertensi. Obat lain yang paling banyak digunakan bersamaan dengan obat

antihipertensi adalah klopidogrel sebanyak 24 (8,7%), lonene 14 (5,1%),

alprazolam 14 (5,1%). Clopidogrel dapat mencegah terjadinya thrombosis pada

arteri dan vena serta mengurangi aterogenesis. Dengan cara menghambat aktivasi

daripada platelet melalui adenosine diphosphate. Melalui pemberian clopidogrel

75 mg dapat menghambat produksi ADP yang memicu agregasi platelet.

Clopidogrel merupakan turunan dari derivate thienopyridine yang menghambat

agregasi platelet. Clopidogrel dengan waktu paruh 8 jam Dan biasanya dieliminasi

melalui feses atau ginjal. Clopidogrel secara kompetitif dan ireversibel

menghambat adenosine diphosphate (ADP) P2Y12 reseptor. Adenosine

diphosphate yang berikatan dengan PY1 reseptor menginduksi perubahan ukuran

40
platelet Dan kelemahan serta agregasi platelet yang sementara. Tidak seperti

aspirin obat ini tidak memiliki efek terhadap metabolism prostaglandin.

Tabel 4.8 Obat-obatan yang diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi


No Nama Obat Jumlah Presentase (%)
1 Klopidogrel 24 8,7
2 Lonene 14 5,1
3 Alprazolam 14 5,1
4 Betahistine 13 4,7
5 Atorvastatin 12 4,3
6 Amoxicilin 11 4,0
7 Asam Asetilsalisilat 11 4,0
8 Brainact 10 3,6
9 Lansoprazole 10 3,6
10 Amoxicilin 11 4,0
11 Glimepiride 7 2,5
12 Rosuvastatin 6 2,2
13 Lanvy 6 2,2
14 Methylprednisolon 6 2,2
15 Metformin 6 2,2
16 Fundamin E 5 2,0
17 Nitrokaf Retard 5 2,0
18 Domperidone 4 1,4
19 Lorazepam 4 1,4
20 Vitamin Albumin 3 1,1
21 Simvastatin 3 1,1
22 Omeprazole 3 1,1
23 Azytromycin 3 1,1
24 Pantoprazole 3 1,1
25 Digoxin 3 1,1
26 Cedocard 3 1,1
27 Mecobalamin 3 1,1
28 Imunos 2 1,0
29 Ketosteril 2 1,0
30 DoloNeurobion 2 1,0
31 IbuProfen 2 1,0
32 Carbamazepin 2 1,0
33 Cetirizine 2 1,0
34 Paracetamol 2 1,0
35 Sulcrafate 2 1,0
36 ISDN 2 1,0
37 Tamsulosin 2 1,0
38 Simarc2 2 1,0
39 Gludepatic 2 1,0
40 Levofloxacin 2 1,0
41 Diaform XR 2 1,0

41
No Nama Obat Jumlah Presentase (%)
42 Levopar 2 1,0
43 Arkine 2 1,0
44 Norflam 1 0,3
45 Propylthiouracil 1 0,3
46 Codipront 1 0,3
47 Car Q 100 1 0,3
48 Alpentin 1 0,3
49 Prednisolon 1 0,3
50 Clobazam 1 0,3
51 Kalnex 1 0,3
52 Boraginol Supp 1 0,3
53 Neurodex 1 0,3
54 Ketokonazole 1 0,3
55 Vitamin B6 1 0,3
56 Profenid Supp 1 0,3
57 Arcoxia 1 0,3
58 Esomeprasol 1 0,3
59 Mediflex 1 0,3
60 Dapagliflozin 1 0,3
61 Rifampicin 1 0,3
62 Alupurinol 1 0,3
63 Vitamin B kompleks 1 0,3
64 Ramipril 1 0,3
65 Insulin Novorapid 1 0,3
66 Retaphyl Sr 1 0,3
67 Neurobion Forte 1 0,3
68 Dexametason 1 0,3
69 Cefixime 1 0,3
70 Ventoline Nebulizer 1 0,3
71 Celecoxib 1 0,3
72 Dutasterid 1 0,3
73 Laxadine 1 0,3
74 Vitamam 3 1 0,3
75 Siladexantitusive sirup 1 0,3
76 Fersifen plus 1 0,3
77 Sistenol 1 0,3
78 Phenytoin 1 0,3
79 Amoryl M2 1 0,3
79 Ksr 1 0,3
80 Monecto 1 0,3
81 TrizedinMr 1 0,3
82 Curcuma sirup 1 0,3
83 Fenofibrate 1 0,3
84 Neurobion 1 0,3
85 Revolan 1 0,3

42
No Nama Obat Jumlah Presentase (%)
86 Revolan 1 0,3
87 Celebrex 1 0,3
88 Neutrotam 1 0,3
89 As.Aspartat 1 0,3
90 Salbutamol 1 0,3
91 Recolfar 1 0,3
92 Sanadryl DMP 1 0,3
93 Tonicard 1 0,3
94 Tramadol 1 0,3
Total 276 100

4.9Potensi Interaksi Obat Antihipertensi

Berdasarkan resep yang di dapat dari apotek-apotek di kota Medan, 16

lembar resep yang mengandung antihipertensiyang memiliki kombinasi obat dan

diambil sebagai sampel untuk mengetahui adanya potensi terjadinya interaksi obat

antihipertensi dengan obat antihipertensi lainnya yang diresepkan secara

bersamaan.

Tabel 4.9Potensi interaksi obat antihipertensi dengan obat antihipertensi


No Interaksi Obat Sifat Mekanisme Jumlah
. Kasus
1 Candesartan+Spironolactone Mayor Farmakokinetik 3
2 Valsartan+Spironolactone Mayor Farmakokinetik 2
3 Candesartan + Captopril Mayor Farmakodinamik 1
4 Furosemide+Captopril Moderate Farmakodinamik 11
5 Candesartan + Bisoprolol Moderate Farmakodinamik 11
6 Furosemide+Bisoprolol Moderate Farmakodinamik 10
7 Furosemide + Spironolactone Moderate Farmakodinamik 9
8 Bisoprolol+Spironolactone Moderate Farmakodinamik 7
9 Candesartan + Furosemide Moderate Farmakodinamik 6
10 Amlodipine + Bisoprolol Moderate Farmakodinamik 5
11 Bisoprolol+Valsartan Moderate Farmakodinamik 4
12 Captopril+Hydrochlorotiazide Moderate Farmakodinamik 3
13 Furosemide+Hydrochlorotiazide Moderate Farmakodinamik 3
14 Bisoprolol+Hydrochlorotiazide Moderate Farmakodinamik 1
15 Amlodipine+Atenolol Moderate Farmakodinamik 1
16 Amlodipine+Hydrochlorotiazide Minor Farmakokinetik 2
Total interaksi 79

43
Resep yang mengandung 2 atau lebih jenis obat harus diperiksa

kemungkinan terjadinya interaksi obat yang tidak diinginkan. Pemantauan potensi

interaksi obat pada resep pasien hipertensi sangat penting untuk diidentifikasi

karena penggunaan obat hipertensi dilakukan dalam jangka panjang dan memiliki

pengaruh terhadap goal terapi dan efektifitas pengobatan. Resep kemudian

dikelompokkan berdasarkan tingkat/level keparahan terjadinya interaksi yaitu

major, moderate, minor dan unknown (Kusuma dkk, 2018). Hasil dapat dilihat

pada tabel diatas ini :

Berdasarkan sumber Drug Interaction Checker, Medscape dan stockley

hasil yang diperoleh bahwa dari 200 resep obat yang mengandung obat

antihipertensi terdapat 70 resep yang diresepkan dengan peresepan kombinasi dan

16 resep kombinasi obat yang terjadi interaksi obat dan sebanyak 31 resep

kombinasi obat tidak terjadi interaksi obat. Dari 16 resep kombinasi mengalami

interaksi dan memiliki total interaksi sebanyak 79 interaksi.

Analisis berikut adalah presentase kejadian interaksi obat berdasarkan

tingkat keparahan terlihat bahwa dari kasus terdapat 6 kasus mayor, 71 kasus

moderate, dan 2 kasus minor. Sedangkan presentase kejadian interaksi obat

berdasarkan mekanismenya terlihat bahwa interaksi obat secara farmakodinamik

72 kasus, dan secara farmakokinetik 7 kasus. Interaksi obat berdasarkan

mekanisme farmakokinetik adalah interaksi yang terjadi apabila suatu obat

mengubah absobsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain. Interaksi

farmakodinamik terjadi ditingkat reseptor dan mengakibatkan perubahan efek

obat yang bersifat sinergis apabila efeknya menguatkan atau antagonis apabila

efeknya mengurangi (Kusuma dkk, 2018). Dengan mengetahui mekanisme

44
interaksi obat, farmasis dapat menentukan penatalaksaan interaksi obat seperti

sebelumnya jika kombinasi obat, pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan

seperti sebelumnya jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan

pengobatan bermakna secara klinis (Indriani dan Oktaviani, 2019).

Keparahan mayor dapat menimbulkan resiko yang berpotensi mengancam

jiwa pasien serta mengakibatkan kerusakan yang permanen. Sehingga kombinasi

kedua obat tersebut harus dihindari. Contoh kasusnya adalah candesartan dan

spironolactone, dimana menggunakan spironolactone bersamaan dengan valsartan

dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah. Kadar kalium yang tinggi dapat

berkembang menjadi kondisi yang dikenal sebagai hiperkalemia, yang pada kasus

yang parah dapat menuyebabkan irama jantung tidak teratur dan henti jantung.

Keparahan moderate dapat mengakibatkan terjadinya penurunan status

klinik pasien sehingga dibutuhkan terapi tambahan atau perawatan di rumah sakit.

Contoh kasusnya adalah amlodipine dan bisoprolol. Interaksi terjadi secara

farmakodinamika dengan efek sinergis, dimana bisoprolol bekerja dengan cara

memblok reseptor beta adrenergic dengan efek menurunkan curah jantung.

Amlodipin bekerja dengan cara menduduki kanal kalsium yang menyebabkan

penurunan kontaktilitas miokardium, akibat penggunaan kedua obat ini

menyebabkan hipotensi dan bradikardi. Keparahan minor yang dapat

menimbulkan efek interaksi obat ringan dan secara signifikan tidak dapat

mempengaruhi status klinik pasien sehingga terapi tambahan tidak diperlukan.

Contoh kasusnya adalah amlodipine dan hydrochlorotiazide. Efek antihipertensi

dari amlodipin dan diuretik thiazide dapat menjadi tambahan. Penatalaksanaan

45
terdiri dari pemantauan tekanan darah selama pemberian bersama, terutama

selama 1 sampai 3 minggu pertama terapi.

46
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan obat antihipertensi di apotek-apotek

kota Medan didapatkan hasil sebagai berikut :

Obat antihipertensi yang paling banyak di resepkan di apotek-apotek

berdasarkan usia adalah range usia 46-55 tahun 110 (55%), jenis kelamin adalah

perempuan sebesar 112 (56%), obat antihipertensi yang paling banyak diresepkan

di apotek-apotek kota Medan adalah amlodipine sebanyak 130 (44,7%), golongan

obat yang paling banyak di resepkan adalah golongan Calcium Channel Blocker

(CCB) sebanyak 139 (54,5%).Peresepan obat antihipertensi berdasarkan merek

obat yang paling banyak adalah generik sebanyak 119 (55,5%), peresepan obat

antihipertensi paling banyak di resepkan yaitu jenis pengobatan tunggal sebesar

130 (65%). Potensi interaksi obat yang terjadi adalah sebanyak 16 resep dan

potensi tidak terjadinya interaksi obat sebanyak 31 resep dan total interaksi yang

terjadi ada 79 interaksi obat. Peresepan obat antihipertensi dengan potensi

interaksi obat dengan tingkat keparahan paling banyak adalah moderate sebesar

71, major sebesar 6, dan minor sebesar 2 dengan mekanisme yang paling banyak

diperoleh adalah mekanisme farmakodinamik sebesar 72, diikuti oleh

farmakokinetik sebesar 7.

V.2Saran

Saran dari penelitian ini sebaiknya untuk penelitian selanjutnya di ambil

penelitian dengan kecamatan lebih kecil agar dapat mengetahui seberapa banyak

pasien penderita hipertensi di apotek setiap kecamatan yang ada.

47
DAFTAR PUSTAKA

Aksnes, A.J. 2012.Treatmentofhypertension in diabetes :what is the best


therapeutic option?. Expert Review, 10 (6), 727– 734.
Anief, M. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta.Gadjah Mada UniversityPress.
Halaman 10-11
Erlina. 2011. Metodologi Penelitian. Medan: USU Press. Halaman 55-57.
Damayanti,M. 2021. Profil dan Rasionalitas Penggunaan Antihipertensi Pada
Pasien Hipertensi Rawat Jalan di RSUD dr.Pringadi Kota Medan Periode
Januari-Desember 2020. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
DiPiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L. andDiPiro C. V. 2015.
Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition. McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Drug Interaction Checker. 2019. Drug Interaction Checker. [online]
http://www.drug_interactions.html. [diakses: 21 Februari 2022].
Goodfriend,T.L. 1983. Hypertension Essentials. New York: Gruneand
StrattonInc.
Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi., Instiaty. 2006. Farmakologi dan Terapi
edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Halaman 348-363.
Hasdianah., Suprapto,S.I. 2017. Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Indriani,L.,Oktaviani,E. 2019. Kajian Interaksi Obat Antihipertensi Pada Pasien
Rawat Inap di Salah Satu Rumah Sakit di Bogor,Indonesia. Majalah
Farmasetika.Univeersitas Pakuan Bogor.
Kaplan,N.M. 2001. Treatment of Hypertension in General Practice. London:
Martin Dunitz Press. Halaman 29
Lisni, I., Octavia, Y.N., Iskandar, D. 2020. Kajian Kerasionalan Peresepan Obat
Antihipertensi Di Salah Satu Puskesmas Kota Bandung. Jurnal Ilmiah
Farmako Bahari. Volume 11(01). Halaman 6.
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik.
Vol 1 Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kusuma, I.Y., Megasari, P.O.D., Sukiatno, L. 2018. Identifikasi Potensi Interaksi
Obat Pada Pasien Hipertensi: Studi Retrospektif Resep Polifarmasi Di
Apotek Karya Sehat Purwokerto. Viva Medika. Volume 11(01). Halaman
76-77.
Medscape. 2015. Medscape Drug Interaction Checkers. [Online].
https://www.medscape.com. [Diakses 21 Februari 2022].
Meyer, P. 1980. Hypertension. New York: Oxford University Press. Halaman 46-
48.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta. Halaman 146.
Novia,B. 2020. Evaluasi penggunaan Obat Antihipertensi Di Apotek Kimia Farma
27 Medan. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nurmalita, V., Annisa,E., Pramono, D., Sunarsih, E.R. 2019. Hubungan
kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap kualitas hidup pada pasien
hipertensi. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 8(4): 1367
Padmawinata, K. (Penyadur). 2001. Pengendalian Hipertensi. Bandung: Penerbit
ITB.

48
Putri, L.S., Satriyasa, B.K., Jawi, I.M. 2019. Gambaran Pola Penggunaan Obat
Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap RSUP
Sanglah Denpasar Tahun 2016. Jurnal Medika Udayana. 8(6).
Sayyidah., Indiana., Hasan, H.M., Ulumudin, A.I. 2020. Pola peresepan obat
antihipertensi pada pasien rawat inap di rumah sakit x periode januari -
maret 2020. Prosiding Senantias 2020. 1(1): 626.
Schlittler,E. 1967. Antihypertensive Agents. New York : Academic Press Inc.
Stockley, I.H. 2008. Stockley’s Drug Interaction. Eighth Edition. London:
Pharmaceutical Press.
Syamsuni, H.A. 2012. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Halaman 18, 21, 23
Triyanto, E. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Yogyakarta: Geraha Ilmu.
Tuloli, T.S., Rasdianah, N., Tahala, F. 2021. Pla Penggunaan Obat Antihipertensi
Pada Pasien Hipertensi. Indonesia Journal of Pharmaceutical Education.
1(3).
Wani, E., Lestari, C.T. 2021. Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi Pada
Pasien Hipertensi Lanjut Usia 60-70 Tahun di UPTD. Puskesmas Lamasi
Timur. Indonesian Journal of Biomedical Science and Health. 1(1).
Weber, M.A, dkk. 2014. Clinical Practice Guidlines For The Management Of
Hypertension In The Community. The Journal of Clinical
Hypertension,16(1):14-26.
Yulanda, G., Rika,L. 2017. Penatalaksanaan Hipertensi Primer. 6(1) .Halaman
26.

49
Lampiran 1. Komisi Etik Penelitian

50
Lampiran 2. Resep

51
Lanjutan Lampiran 2.

52
Lanjutan Lampiran 2.

53
Lampiran 3. Data Apotek
No Nama Apotek Alamat
1 Apotek Alpha Farma Jl. Denai
2 Apotek Ayo Sehat Jl. Ngumban Surbakti No.36
3 Apotek Berkat Ananda Jl.Karya Wisata
4 Apotek Berkat Mandiri Jl.YosSudarso N0.281
5 Apotek Bona Raya Jl.Panglima Denai No.9A
6 Apotek Bromo Jaya Jl. Bromo No.96
7 Apotek Cahaya Gg. Aman, Tegal Sari Mandala III
8 Apotek Cahaya 11A Gg. Aman, Tegal Sari Mandala III
9 Apotek Citra Karya Jl. Padang Bulan
10 Apotek D Jl. Bunga Asoka No.49D
11 Apotek Dety Jl. Kapten Muslim No.45A
12 Apotek Deli Jl. Besar Medan No.13A
13 Apotek DJ Jl. Besar Medan
14 Apotek Ganda Jl. Karya Jaya No.37
15 Apotek Ganda Jaya Jl. Sunggal No. 175
16 Apotek Gabe Family Jl. Flamboyan Raya
17 Apotek Global Farma Jl. Arief Rahman Hakim No. 158
18 Apotek Gratia Farma 3 Jl. M Nawi Harahap
19 Apotek Hisyam Jl. Setia Budi No.114
20 Apotek Harry Najaya Farma Jl. Medan Tenggara VII No.6A
21 Apotek Job Jl. Mandala By Pass No.100
22 Apotek Kasih Agape Jl. Jamin Ginting No. 113B
23 Apotek Kelambir 2 Jl. Jendral A.H.Nasution No. 16A
24 Apotek Kembar Farma Jl. Flamboyan Raya No.31
25 Apotek Keshia Farma Jl. Arief Rahman Hakim No. 300
26 Apotek Kita Family Jl. Abdul Hakim
27 Apotek Kambuna Jl. Karya Wisata No.18
28 Apotek Karya Raya Jl. Karya Jaya No.187E
29 Apotek Karina Jl. Jamin Ginting
30 Apotek Kimia Farma Palang Merah Jl. Palang Merah No.32

54
31 Apotek Mitra Jl. Gurami
32 Apotek Medisa Jl. Bunga Cempaka IX No.49
33 Apotek Mina Jl. Halat
34 Apotek Manjur Jl. Tuasan No.148
35 Apotek Merapi Mandiri Jl. Mandala By Pass No. 104
36 Apotek Mako Farma Jl. Jamin Ginting No. 117A
37 Apotek New Esa Jl. Arief Rahman Hakim No. 99
38 Apotek Rachel Farma Jl.Jendral Besar A.H.Nasution No.8
39 Apotek Rambutan Dua Jl. Setia Budi No. 135
40 Apotek Amanah 2 Jl.M Nawi Harahap No. 105B
41 Apotek Rezeki Mandiri Jl. Ayahanda No. 51A
42 Apotek Samudra Jl. Sekip No.24
43 Apotek Sehati Jl. Garuda Rya No.344
44 Apotek Sudarso Jl. Karya No.46
45 Apotek Silka Jl. Setia Budi No.417 C
46 Apotek Sekawan Jl. Prof. HM Yamin Sh No.28
47 Apotek Serasi Jl. Letda Sujono No.4A
48 Apotek Sehat Sembada Jl. Sembada No.58-44
49 Apotek Samudra 2 Jl. Kapten Muslim No.55 B
50 Apotek Selayang Jl. Setia Budi,Simpang Selayang
51 Apotek Tanjung Sari Jl. Setia Budi No. 307
52 Apotek Tiga Saudara Jl. Mustafa No. 46B
53 Apotek Tara Jl. Karya No.264
54 Apotek Tiara 3 Jl. Gaperta No.63
55 Apotek Pelita Jl. Alumunium I gg.Tawon
56 Apotek Perisai Jl. Setia Budi No.409
57 Apotek Prima Lestari Jl. Flamboyan Raya No.47B
58 Apotek Ollo Au Jl. Jamin Ginting No. 134
59 Apotek Vita Bintang Jl. KH. Zainul Arifin No.71
60 Apotek Sehat 2 Jl. Setia budi No.60

55

Anda mungkin juga menyukai