Anda di halaman 1dari 87

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Farmasi Skripsi Sarjana

2017

Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol


Daun Situduh Langit (Erigeron
sumatrensis Retz.) Terhadap Tikus
Jantan dengan Metode Transit Intestinal

Arika, Fauzal

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1444
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
UJI AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN
SITUDUH LANGIT (Erigeron sumatrensis Retz.) TERHADAP
TIKUS JANTAN DENGAN METODE TRANSIT INTESTINAL

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
FAUZAL ARIKA
NIM 151524059

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


UJI AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN
SITUDUH LANGIT (Erigeron sumatrensis Retz.) TERHADAP
TIKUS JANTAN DENGAN METODE TRANSIT INTESTINAL

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
FAUZAL ARIKA
NIM 151524059

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

ii
Universitas Sumatera Utara
PENGESAHAN SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN


SITUDUH LANGIT (Erigeron sumatrensis Retz.) TERHADAP
TIKUS JANTAN DENGAN METODE TRANSIT INTESTINAL

OLEH:
FAUZAL ARIKA
NIM 151524059

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi


Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 14 Desember 2017

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. Marianne, S.Si., M.Si., Apt.


NIP. 195709091985112001 NIP. 198005202005012006

Pembimbing II, Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt.


NIP. 195709091985112001

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt.
NIP. 195504241983031003 NIP. 194908111976031001

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.


NIP. 195504241983031003

Medan, Januari 2018


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP. 195707231986012001

iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol

Daun Situduh Langit (Erigeron sumatrensis Retz.) terhadap Tikus Jantan dengan

Metode Transit Intestinal”. Bahan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang

telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa perkuliahan di Fakultas

Farmasi USU Medan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., dan Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga,

M.S., Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk-petunjuk serta

saran-saran selama penelitian hingga selesainya bahan skripsi ini. Bapak Dr. Panal

Sitorus, M.Si., Apt. selaku dosen penasehat akademik yang selalu memberikan

bimbingan selama masa perkuliahan serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas

Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan.

Ucapan terima kasih dan rasa hormat yang tiada terhingga penulis

persembahkan kepada Ibu tercinta Ariani dan Papa tersayang (Alm.) Asril Kadir.

Atas kasih sayang, do’a, moril maupun materil yang selalu tercurah untuk penulis.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Arvilla Mikartini dan Farhan

Arika selaku kakak dan adik serta segenap keluarga yang senantiasa telah banyak

memberikan motivasi, dukungan dan inspirasi yang begitu luar biasa sehingga

iv
Universitas Sumatera Utara
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Semoga kita semua selalu dalam

lindungan Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

farmasi.

Medan, Desember 2017


Penulis,

Fauzal Arika
NIM 151524059

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Fauzal Arika
Nomor Induk Mahasiswa : 151524059
Program Studi : S1- Ekstensi Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun
Situduh Langit (Erigeron sumatrensis Retz.)
terhadap Tikus Jantan dengan Metode Transit
Intestinal
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari
hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang
lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan
plagiat karena kutipan yag ditulis telah disebutkan sumbernya didalam daftar
pustaka.
Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam
skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia
mendapat sanksi apapun oleh Program Studi Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.
Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk
dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, November 2017


Yang membuat pernyataan

Fauzal Arika
NIM 151524059

vi
Universitas Sumatera Utara
UJI AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN SITUDUH
LANGIT (Erigeron sumatrensis Retz.) TERHADAP TIKUS JANTAN
DENGAN METODE TRANSIT INTESTINAL

ABSTRAK

Situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.) merupakan tumbuhan dari


famili Compositae, yang berkhasiat sebagai obat mulai dari daun, bunga, batang,
akar, buah, dan biji. Tumbuhan ini secara tradisional digunakan sebagai obat
kumur, mengobati sakit gigi, mengobati sariawan, antidiare, obat sakit kepala
(pusing), nyeri pegal linu, menetralkan tekanan darah, mengobati jerawat,
gangguan lambung, dan sebagai antimikroba. Kandungan metabolit sekunder
triterpenoida/steroida, tanin, saponin, dan flavonoida yang dapat digunakan untuk
mengobati diare. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakterisasi, skrining
fitokimia dan uji aktivitas antidiare ekstrak etanol daun situduh langit terhadap
tikus yang diinduksi dengan oleum ricini.
Serbuk simplisia daun situduh langit dikarakterisasi dan diskrining
fitokimia, kemudian diekstraksi dengan pelarut etanol 80% secara maserasi.
Ekstrak yang diperoleh diuji efek antidiare terhadap tikus putih jantan yang
diinduksi oleum ricini 2 ml menggunakan metode transit intestinal yaitu dengan
cara menghitung persen lintas yang dilewati tinta cina sebagai marker dan
loperamid HCl dosis 1 mg/kg bb sebagai pembanding. Dosis ekstrak yang
digunakan adalah 20, 30, dan 40 mg/kg bb.
Hasil karakteristik serbuk simplisia diperoleh kadar air 7,30%, kadar sari
larut air 10,01%, kadar sari larut etanol 19,70%, kadar abu total 4,04% dan kadar
abu tidak larut asam 0,93%. Hasil skrining fitokimia diperoleh senyawa
triterpenoida/steroida, tanin, saponin, flavonoida dan glikosida. Ekstrak etanol
daun situduh langit dosis 20 dan 30 mg/kg bb memiliki efek antidiare sebanding
dengan loperamid HCl dosis 1 mg/kg bb, sedangkan dosis 40 mg/kg bb memiliki
efek antidiare yang lemah (P<0,05).

Kata kunci: antidiare, ekstrak etanol daun situduh langit, erigeron sumatrensis
retz, karakterisasi, skrining fitokimia

vii
Universitas Sumatera Utara
ANTIDIARRHEAL ACTIVITY OF ETHANOL EXTRACT LEAVES
SITUDUH LANGIT (Erigeron sumatrensis Retz.) IN MALE RATS
WITH INTESTINE TRANSIT METHOD

ABSTRACT

Situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.) is a plant from Compositae


family, part of leaves, flowers, stems, roots, fruit, and seeds can be used as a
medicine. This plant traditionally has been used as a antidiarrheal, mouthwash,
thrus medicine, medicine for headache, neutralize blood pressure, medicine for
pain, treat acne, stomachache medicine, and as an antimicrobial. Situduh langit
contains secondary metabolite of triterpenoids/steroids, tannins, saponins, and
flavonoids that can be used to treat diarrhea. The purpose of this study was to
determine the characterization, phytochemical screening and antidiarrheal activity
of ethanol extract of situduh langit leaves against rats induced by castor oil.
Situduh langit simplex powder characterization and phytochemical
screening has been done. Simplex powder of situduh langit leaves was maserated
with ethanol 80%. The extract were tested the antidiarrheal effect on male rats
which was induced 2 ml castor oil using transit intestinal method by calculating
percentage of cross passed by ink as marker and loperamide HCl dose 1 mg/kg bb
as comparison. The dosage extract used was 20, 30, and 40 mg/kg bw.
The result of simplex powder characterization was 7.30% water content,
10.01% water soluble, ethanol soluble 19.70%, total ash content 4.04% and acid
solubility ash 0.93%. The result of phytochemical screening obtained compounds
triterpenoids/steroids, tannins, saponins, flavonoids and glycosides. Ethanol
extract of situduh langit leaves dose 20 and 30 mg/kg bw had antidiarrheal effect
comparable with loperamide HCl dose 1 mg/kg bw, and dose 40 mg/kg bw had a
weak antidiarrheal effect (P<0.05).

Keywords: antidiarrheal, ethanol extracts of leaves of situduh langit, erigeron


sumatrensis retz, characterization, phytochemical screening

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ....................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN ........................................................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................. vii

ABSTRACT ............................................................................................... viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 3

1.3 Hipotesis ................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ......................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6

2.1 Uraian Tumbuhan ..................................................................... 6

2.1.1 Morfologi ....................................................................... 6

2.1.2 Sistematika ..................................................................... 6

2.1.3 Habitat ............................................................................ 6

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Nama umum ................................................................... 7

2.1.5 Sinonim .......................................................................... 7

2.1.6 Kegunaan ........................................................................ 7

2.1.7 Kandungan kimia ........................................................... 7

2.2 Uraian Kimia ............................................................................ 8

2.2.1 Triterpenoida/steroida .................................................... 8

2.2.2 Tanin ............................................................................... 8

2.2.3 Saponin ........................................................................... 9

2.2.4 Flavonoida ...................................................................... 9

2.2.5 Glikosida ........................................................................ 9

2.3 Simplisia dan Ekstrak ............................................................... 10

2.3.1 Simplisia ......................................................................... 10

2.3.2 Ekstrak ............................................................................ 11

2.4 Uraian Saluran Pencernaan ...................................................... 11

2.4.1 Rongga mulut dan faring ................................................ 11

2.4.2 Esofagus ......................................................................... 12

2.4.3 Lambung ......................................................................... 12

2.4.4 Usus halus ...................................................................... 12

2.4.5 Usus besar ...................................................................... 13

2.5 Uraian Diare ............................................................................. 13

2.5.1 Patofisiologi diare .......................................................... 14

2.5.2 Jenis-jenis diare .............................................................. 15

2.5.3 Obat-obat antidiare ......................................................... 17

2.6 Loperamid Hidrokloridum ....................................................... 18

2.7 Oleum Ricini ............................................................................ 18

x
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 20

3.1 Lokasi Penelitian ...................................................................... 20

3.2 Jenis Penelitian ......................................................................... 20

3.3 Alat dan Bahan ......................................................................... 20

3.3.1 Alat-alat .......................................................................... 20

3.3.2 Bahan-bahan ................................................................... 21

3.4 Pengambilan dan Pengolahan Tumbuhan ................................ 21

3.4.1 Pengambilan tumbuhan .................................................. 21

3.4.2 Identifikasi tumbuhan ..................................................... 21

3.4.3 Pengolahan tumbuhan .................................................... 22

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi .................................................... 22

3.5.1 Pereaksi asam klorida 2 N .............................................. 22

3.5.2 Pereaksi Bouchardat ....................................................... 22

3.5.3 Pereaksi Mayer ............................................................... 22

3.5.4 Pereaksi Dragendorff ...................................................... 23

3.5.5 Pereaksi besi (III) klorida ............................................... 23

3.5.6 Pereaksi Liebermann-Burchard ...................................... 23

3.5.7 Pereaksi Molisch ............................................................ 23

3.5.8 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M .................................... 23

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ........................................ 23

3.6.1 Makroskopik ................................................................... 23

3.6.2 Penetapan kadar air ........................................................ 24

3.6.3 Penetapan kadar sari larut dalam air .............................. 24

3.6.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ......................... 25

3.6.5 Penetapan kadar abu total ............................................... 25

xi
Universitas Sumatera Utara
3.6.6 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam ................. 25

3.7 Skrining Fitokimia .................................................................... 25

3.7.1 Pemeriksaan golongan triterpenoida/steroida ................ 26

3.7.2 Pemeriksaan golongan alkaloida .................................... 26

3.7.3 Pemeriksaan golongan tanin ........................................... 26

3.7.4 Pemeriksaan golongan saponin ...................................... 26

3.7.5 Pemeriksaan golongan flavonoida ................................. 27

3.7.6 Pemeriksaan golongan glikosida .................................... 27

3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Situduh Langit (EEDSL) ..... 28

3.9 Percobaan Efek Antidiare ......................................................... 28

3.9.1 Penyiapan hewan percobaan .......................................... 28

3.9.2 Penyiapan bahan dan pengujian efek antidiare .............. 29

3.9.3 Pengujian efek antidiare ekstrak etanol daun situduh


langit (EEDSL) ............................................................... 30

3.10 Analisis Data .......................................................................... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 32

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ......................................................... 32

4.2 Hasil Karakterisasi ................................................................... 32

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik .............................................. 32

4.2.2 Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun situduh


langit ............................................................................... 32

4.3 Hasil Skrining Fitokimia .......................................................... 34

4.4 Hasil Ekstraksi .......................................................................... 34

4.5 Pengujian Efek Antidiare ......................................................... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 40

5.1. Kesimpulan .............................................................................. 40

xii
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran ......................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 41

LAMPIRAN ............................................................................................... 46

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil karakteristik serbuk simplisia daun situduh langit ............. 32

4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia daun situduh langit ..... 35

4.3 Persentase lintasan marker tinta cina pada usus tikus .................. 37

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ............................................................. 5

4.1 Grafik persentase lintasan marker tinta cina pada usus tikus ...... 38

xv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat hasil identifikasi tumbuhan ............................................ 46

2 Surat rekomendasi persetujuan etik penelitian ........................ 47

3 Gambar tumbuhan situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.) 48

4 Gambar daun segar dan daun kering situduh langit ................ 49

5 Gambar serbuk simplisia daun situduh langit .......................... 50

6 Bagan kerja penelitian ............................................................. 51

7 Perhitungan hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia 53

8 Gambar alat dan bahan yang diperlukan ................................. 56

9 Gambar hewan sebelum dan sesudah dibedah ........................ 57

10 Gambar usus halus yang dilintasi marker tinta cina ................ 58

11 Volume maksimum sediaan uji yang diberikan pada hewan uji 60

12 Tabel konversi dosis ................................................................ 61

13 Perhitungan konversi dosis loperamid HCl dan ekstrak .......... 62

14 Perhitungan dosis dan volume pemberian loperamid HCl ...... 63

15 Perhitungan dosis dan volume pemberian ekstrak .................. 65

16 Data persentase lintasan marker tinta cina .............................. 67

17 Analisa statistik data persentase lintasan marker tinta cina .... 68

xvi
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tradisi mengonsumsi ramuan untuk berbagai tujuan telah dilakukan oleh

nenek moyang atau leluhur. Salah satu tujuannya adalah untuk mengobati, baik

untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa

pengobatan menggunakan ramuan di suatu negeri sudah menjadi budaya dan

sangat nyata kontribusinya dalam menyehatkan masyarakat. Keadaan yang tidak

kalah pentingnya dalam hal penyembuhan adalah ditemukannya bukti-bukti baru

berbagai kandungan kimia dari herbal yang memiliki efek farmakologis

(Tersono, 2008). Bahan aktif yang terkandung dalam tanaman obat telah berhasil

diidentifikasi dan dibuktikan memiliki efek farmakologi, sehingga dapat

dikembangkan lebih lanjut dalam terapi berbagai penyakit (Anas, dkk., 2016).

Situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.) termasuk famili Compositae

dan genus Erigeron L. (Shaha, et al., 2012). Erigeron sumatrensis Retz. memiliki

nama daerah yaitu jalantir, jabung, dan kamandhin kerbhuy (Tersono, 2008).

Erigeron sumatrensis Retz. adalah herba dikotil yang tersebar luas di Nigeria dan

Kenya Tengah (Jack, 2008), selain itu tersebar juga di Amerika Selatan terutama

Argentina, Uruguay, Paraguay dan Brasil (Santos, et al., 2014). Nama lain dari

Erigeron sumatrensis adalah Conyza sumatrensis (Retz.) E. Walker, Conyza

bonariensis var. (S.F.Blake) Cuatrec (Anastasiu dan Daniyar, 2012), Conyza

albida Willd. ex Spreng (Santos, et al., 2014).

Tumbuhan situduh langit secara tradisional telah digunakan secara

tradisional di daerah Desa Tanjung Mariah, Kecamatan Panei, Kabupaten

1
Universitas Sumatera Utara
Simalungun, Provinsi Sumatera Utara sebagai obat kumur, mengobati sakit gigi,

mengobati sariawan, dan sebagai antidiare (Damanik, 2017). Menurut Tersono

(2008), tumbuhan ini juga digunakan sebagai obat sakit kepala (pusing), nyeri

pegal linu, menetralkan tekanan darah, untuk mengobati jerawat, gangguan

lambung, dan sebagai antimikroba (Shaha, et al., 2012).

Metabolit sekunder yang terkandung di dalam Erigeron sumatrensis Retz.

adalah saponin, polifenol (Tersono, 2008), steroida, tanin, flavonoida, glikosida

(Jack, 2008), diterpenoida dan triterpenoida (Shaha, et al., 2012). Kandungan

senyawa aktif yang berkontribusi besar terhadap efek antidiare adalah steroida,

tanin, flavonoida, saponin (Anas, dkk., 2012), dan sterol (Njinga, et al., 2013).

Diare masih menjadi masalah kesehatan utama di berbagai negara-negara

dunia, serta bertanggung jawab terhadap kematian jutaan orang setiap tahunnya

(Anas, dkk., 2016). Diare hebat sering sekali disertai dengan muntah-muntah,

tubuh kehilangan banyak air beserta garam-garamnya, terutama natrium dan

kalium. Keadaan ini mengakibatkan tubuh kekeringan (dehidrasi), kekurangan

kalium (hipokalemia) dan acidosis (darah menjadi asam), yang tidak jarang

berakhir dengan shock dan kematian (Tjay dan Rahardja, 2007).

Kasus ini banyak terdapat di negara-negara berkembang dengan standar

kehidupan yang rendah, dimana dehidrasi akibat diare merupakan salah satu

penyebab kematian penting pada anak-anak (Tjay dan Rahardja, 2007). Di negara

berkembang seperti Indonesia, diare menyebabkan kematian sekitar 3 juta

penduduk setiap tahun (Anas, dkk., 2016).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan penelitian mengenai

uji aktivitas antidiare ekstrak etanol daun situduh langit (Erigeron sumatrensis

Retz.) terhadap tikus jantan dengan metode transit intestinal.

2
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah:

a. Apakah simplisia situduh langit dapat ditentukan karakteristiknya?

b. Apakah simplisia situduh langit dapat ditentukan golongan senyawa

kimianya?

c. Apakah ekstrak etanol daun situduh langit memberikan efek antidiare pada

dosis efektif dengan pembanding loperamid HCl?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dibuat hipotesis sebagai

berikut:

a. Karakteristik simplisia situduh langit dapat ditentukan dengan melakukan

karakterisasi

b. Golongan senyawa kimia simplisia situduh langit dapat ditentukan dengan

melakukan skrining fitokimia

c. Ekstrak etanol daun situduh langit memberikan efek antidiare pada dosis

efektif dengan pembanding Loperamid HCl.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui karakteristik simplisia daun situduh langit.

b. Untuk mengetahui senyawa kimia daun situduh langit.

c. Untuk mengetahui dosis efektif ekstrak etanol daun situduh langit sebagai

antidiare.

3
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Untuk meningkatkan pemanfaatan dari daun situduh langit sebagai

antidiare.

b. Untuk memberikan informasi tentang dosis efektif ekstrak etanol daun

situduh langit sebagai antidiare.

c. Menambah data penelitian dalam usaha pemanfaatan tumbuhan situduh

langit sebagai obat antidiare pada manusia.

4
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Adapun kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Karakteristik
Simplisia daun 1. Makroskopik
simplisia
situduh langit
1. Kadar air
Karakteristik 2. Kadar sari larut air
Ekstrak etanol daun serbuk 3. Kadar sari larut etanol
situduh langit simplisia 4. Kadar abu total
(EEDSL) 5. Kadar abu tidak larut
Skrining asam

Golongan senyawa fitokimia


serbuk 1. Triterpenoida/steroida
kimia
simplisia 2. Alkaloida
3. Tanin
Pengujian efek
4. Saponin
antidiare terhadap
5. Flavonoida
tikus
6. Glikosida
Perlakuan dengan
tinta cina

Oleum ricini
Transit intestinal Persentase lintasan
usus tikus marker tinta cina
Ekstrak etanol daun
situduh langit
(EEDSL)

Loperamid HCl

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Morfologi

Tumbuhan situduh langit termasuk perdu yang tumbuh pada dataran

rendah dan merupakan tumbuhan pengganggu namun tidak begitu merugikan,

terutama di daerah yang tidak begitu subur. Tumbuh tegak dengan tinggi 0,3-3,5

m, batang berbentuk bulat berwarna hijau dan mempunyai bulu. Daun berbentuk

tunggal, bersilang, ujung meruncing, panjang 4-7 cm, lebar 1-2 cm, tangkai

silindris, pertulangan menyirip, bunga majemuk, berbentuk tandan terletak pada

ketiak daun (Heyne, 1987; Tersono, 2008).

2.1.2 Sistematika

Sistematika situduh langit menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Asterales

Famili : Compositae (Asteraceae)

Genus : Erigeron

Spesies : Erigeron sumatrensis Retz.

2.1.1 Habitat

Tumbuhan situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.) termasuk

tumbuhan herba dikotil yang tersebar luas di Nigeria, Kenya Tengah, Amerika

Selatan (Argentina, Uruguay, Paraguay, dan Brasil), dan Indonesia (Jawa).

6
Universitas Sumatera Utara
Tumbuhan ini tumbuh mulai dari dataran yang rendah sampai dataran yang tinggi

dan sering tumbuh sebagai tumbuhan pengganggu tetapi tidak merugikan terutama

di daerah yang tidak subur (Heyne, 1987; Jack, 2008; Santos, et al., 2014).

2.1.4 Nama umum

Di Indonesia, situduh langit dikenal dengan beberapa nama daerah, yaitu:

jalantir dan jabung (Sunda), jabungan, jentik manis, dan sembungan (Jawa),

kamandhin kerbhuy (Madura) (Tersono, 2008).

2.1.5 Sinonim

Situduh langit memiliki beberapa sinonim, yaitu: Conyza sumatrensis

(Retz.) E. Walker, Conyza bonariensis var. (S. F. Blake) Cuatrec, Conyza albida

Willd. Ex Spreng, Erigeron linifolius Auct. Non Willd, Conyza angustifolia

Thwait (Anastasiu and Daniyar, 2012; Heyne, 1987; Santos, et al., 2014).

2.1.6 Kegunaan

Daun situduh langit berkhasiat sebagai obat sakit kepala (pusing), nyeri

pegal linu, menetralkan tekanan darah, memperlancar sistem pencernaan (Fratiwi,

2015; Tersono, 2008), mengobati jerawat, gangguan lambung, dan sebagai

antimikroba (Shaha, et al., 2012).

2.1.7 Kandungan kimia

Kandungan kimia tumbuhan ini tersebar pada semua bagian tumbuhan,

pada daun mengandung saponin dan polifenol, akar mengandung saponin dan

flavonoida, kulit batang mengandung alkaloida, flavonoida, dan polifenol

(Tersono, 2008). Menurut Jack (2008) dan Shaha, et al., (2012), tumbuhan situduh

langit mengandung senyawa metabolit sekunder steroida, tanin, flavonoida,

glikosida, diterpenoida dan triterpenoida.

7
Universitas Sumatera Utara
2.2 Uraian Kimia

2.2.1 Triterpenoida/steroida

Triterpenoida merupakan salah satu golongan terpenoida yang kerangka

karbonnya berasal dari enam satuan isoprena, berbentuk kristal, tanpa warna dan

tidak bersifat volatil (Harborne, 1996; Kayaputri, dkk., 2014).

Triterpenoida dapat dibagi atas 4 golongan senyawa, yaitu triterpen

sebenarnya, steroida, saponin, dan glikosida jantung. Steroida bersifat nonpolar

hingga semipolar, sehingga dapat menggunakan pelarut yang memiliki sifat

nonpolar dan semipolar. Senyawa ini terdapat di alam yang berasal dari

triterpenoida (Endarini, 2016; Harborne, 1996; Naufalin, dkk., 2005).

Triterpenoida/steroida memiliki aktivitas antimikroba yang efektif untuk

menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare, dapat meningkatkan absorpsi

air dan elektrolit dalam usus menjadi normal kembali (Anas, dkk., 2012; Naufalin,

dkk., 2005).

2.2.2 Tanin

Tanin adalah zat-zat penciut (adstringensia) yang berfungsi menciutkan

selaput lendir usus dan mengecilkan pori sehingga akan menghambat sekresi

cairan dan elektrolit yang diperkirakan dapat menghalangi penyerapan kuman dan

toksin sekaligus mengurangi pengeluaran cairan berlebihan (Tjay dan Rahardja,

2007). Sifat adstringen ini dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput

lendir usus, mengendapkan protein pada permukaan usus sehingga melindungi

usus lebih tahan terhadap iritasi atau rangsangan senyawa kimia yang

mengakibatkan diare, toksin bakteri, dan induksi diare oleh oleum ricini (Anas,

dkk., 2012; Fajrin, 2012; Tjay dan Rahardja, 2007), sebagai pengelat tanin

mempunyai efek spasmolitik yang dapat mengkerutkan usus sehingga gerak

8
Universitas Sumatera Utara
peristaltik usus berkurang (Fratiwi, 2015). Efek lain tanin sebagai antibakteri

penyebab diare dengan menghambat pertumbuhan bakteri melalui mekanisme

pengubahan permeabilitas membran sitoplasma (Kayaputri, dkk., 2014).

2.2.3 Saponin

Secara garis besar saponin dikelompokkan menjadi dua, yaitu saponin

steroida dan saponin triterpenoida, memiliki rasa pahit, bersifat menyerupai sabun

(bahasa Latin sapo berarti sabun), tersebar luas dibeberapa tanaman tinggi.

Keberadaan senyawa ini sangat mudah ditandai jika dikocok dalam air

menimbulkan busa, pada konsentrasi rendah sering menimbulkan hemolisis sel

darah merah, dalam bentuk larutan yang sangat encer, saponin sangat beracun

untuk ikan (Endarini, 2016; Harborne, 1996; Robinson, 1995). Beberapa saponin

bekerja sebagai antimikroba dan memiliki efek antidiare dengan menghambat

pelepasan histamin sehingga sekresi dan motilitas intestinal berkurang (Anas,

dkk., 2016).

2.2.4 Flavonoida

Flavonoida merupakan salah satu metabolit sekunder. Keberadaannya

dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda

belum terlalu banyak mengandung flavonoida (Markham, 1998). Beberapa fungsi

flavonoida untuk tumbuhan sebagai pengatur tumbuh, pengaturan fotosintesis, zat

antimikroba, antivirus dan antiinsektisida (Endarini, 2016; Robinson, 1995).

Mekanisme senyawa flavonoida sebagai antidiare menghambat gerakan

motilitas usus sehingga mengurangi sekresi cairan dan elektrolit serta

memperlama waktu transit usus (Anas, dkk., 2016; Fajrin, 2012; Inayathulla, et

al., 2010).

2.2.5 Glikosida

9
Universitas Sumatera Utara
Glikosida adalah senyawa bahan alam yang terdiri atas gabungan dua

bagian senyawa, yaitu gula dan bukan gula. Bagian gula biasa disebut glikon

sementara bagian bukan gula disebut sebagai aglikon. Pembagian glikosida paling

banyak berdasarkan aglikonnya, umumnya mudah terhidrolisis oleh asam mineral

atau enzim, jika terhidrolisis maka molekul akan pecah menjadi dua bagian, yaitu

bagian gula dan bagian bukan gula. Senyawa ini larut dalam pelarut polar.

Namun, bila telah terurai maka aglikonnya tidak larut dalam air karena larut

dalam pelarut nonpolar (Endarini, 2016; Farnsworth, 1966; Robinson, 1995).

Tanaman obat yang mengandung glikosida mempunyai sifat antidiare yang

bekerja sebagai penekan peristaltik usus (Sundari, dkk., 2005).

2.3 Simplisia dan Ekstrak

2.3.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa

bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

Simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu: simplisia nabati, simplisia

hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang

berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan, dan belum

berupa senyawa kimia murni. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa

hewan utuh, bagian hewan atau zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan

belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia

yang merupakan bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah

dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Ditjen POM, 1995).

2.3.2 Ekstrak

10
Universitas Sumatera Utara
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengesktraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, sehingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Ekstraksi adalah suatu poses pemisahan kandungan senyawa kimia dari

jaringan tumbuhan maupun hewan. Bahan-bahan dikeringkan terlebih dahulu

sebelum ekstraksi kemudian dihaluskan sampai derajat kehalusan tertentu, melalui

proses pengayakan terlebih dahulu (Depkes RI, 2013; Harborne, 1996).

Menurut Mukhriani (2014) ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan

dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi

dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam

pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Metode ekstraksi dengan

menggunakan pelarut dapat dibagi ke dalam dua cara yaitu cara dingin (maserasi,

perkolasi) dan cara panas (refluks, sokletasi, infundasi, dekoktasi) (Ditjen POM,

2000).

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Keuntungan

ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan

sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan

pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna (Ditjen POM, 2000; Mukhriani,

2014; Said, 2007).

2.4 Uraian Saluran Pencernaan

2.4.1 Rongga mulut dan faring

11
Universitas Sumatera Utara
Rongga mulut merupakan awal dari saluran cerna dan di sini makanan di

kunyah menjadi halus dan dicampur dengan ludah, dimana pada saat mengunyah

yang berperan adalah gigi, otot pengunyah, lidah, pipi, langit-langit, dan dasar

mulut. Proses menelan dimulai secara sadar dan kemudian berlanjut secara reflex,

makanan yang dilapisi ludah akan masuk melalui faring ke esofagus

(Mutschler, 2010).

2.4.2 Esofagus

Esofagus berfungsi untuk menggerakkan makanan dari faring ke lambung

melalui gerak peristaltik. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mukus

untuk melumasi dan melindungi esofagus. Esofagus hanya berfungsi untuk

meneruskan makanan (Mutschler, 2010).

2.4.3 Lambung

Lambung terdiri atas tiga bagian yakni bagian atas (fundus), bagian tengah

(corpus), dan bagian bawah (antrum) yang meliputi pelepasan lambung (pylorus).

Selain otot penutup pylorus, dibagian atas lambung juga terdapat otot melingkar

lain yakni sfingter kerongkongan-lambung (katup gastro-esofagus). Sfingter

tersebut bekerja sebagai katup dan berfungsi menyalurkan makanan ke hanya satu

jurusan yaitu arah usus (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.4.4 Usus halus

Usus halus merupakan tempat utama proses pencernaan. Usus halus terdiri

atas tiga bagian utama yakni duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus

kosong), dan ileum (ujung usus) yakni bagian tersempit dari usus halus

(Mutschler, 2010; Tjay dan Rahardja, 2007).

Kerja motorik usus halus dibedakan atas gerakan mencampur dan

gelombang peristaltik dorong. Gerakan mencampur melakukan pencampuran

12
Universitas Sumatera Utara
khimus dengan getah pankreas, empedu, dan sekret dari kelenjar usus halus,

sedangkan gerakan peristaltik mendorong adonan makanan. Gerakan ini dapat

timbul dengan adanya relaksasi dinding usus halus (Mutschler, 2010).

2.4.5 Usus besar

Usus besar yang merupakan bagian akhir dari saluran cerna dapat dibagi

menjadi: cecum (usus buntu sekum) dengan apendix (umbai cacing), colon (usus

besar) dan rectum (usus akhir). Di usus besar dengan pengentalan isi usus

terbentuk feses (Mutschler, 2010). Laju kontraksi usus besar lebih lambat

dibandingkan dengan usus halus. Hal ini berarti makanan yang masuk ke dalam

usus besar perlu waktu seharian untuk berjalan menyusuri seluruh bagian struktur

usus besar (Corwin, 2009).

2.5 Uraian Diare

Diare berasal dari bahasa Yunani dan Latin: dia, artinya melewati dan

rheein, yang berarti mengalir atau berlari. Diare atau mencret didefinisikan

sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk atau cair dengan frekuensi

lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Diare merupakan masalah umum untuk orang yang

menderita pengeluaran feses yang terlalu cepat dan terlalu encer (Amin, 2005;

Goodman dan Gilman, 2012).

Diare merupakan kondisi ketidakseimbangan absorpsi dan sekresi air dan

elektrolit yang disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, sehingga

pelintasan chymus sangat cepat dan masih mengandung banyak air pada saat

meninggalkan tubuh sebagai tinja (Sukandar, dkk., 2008; Tjay dan Rahardja,

2007).

13
Universitas Sumatera Utara
Kandungan cairan merupakan penentu utama volume dan konsistensi

feses. Kandungan air umumnya 70-85% dari berat feses total. Kandungan cairan

feses menggambarkan keseimbangan antara sekresi air dan elektrolit dan absorpsi

di sepanjang saluran gastrointestinal (Sukandar, dkk., 2008). Kebanyakan kasus

diare disebabkan oleh gangguan transport air dan elektrolit di usus, terjadinya

peningkatan tekanan osmotik di dalam usus sehingga menyebabkan retensi air di

dalam lumen, eksudasi protein dan cairan dari mukosa, perubahan motilitas

sehingga mempercepat transit usus. Umumnya terjadi berbagai proses yang saling

mempengaruhi, yang mengarah pada peningkatan volume dan berat feses

(Goodman dan Gilman, 2012).

2.5.1 Patofisiologi diare

Berdasarkan tinjauan patofisiologi dibedakan beberapa mekanisme

penyebab diare sebagai berikut:

a. kurangnya absorpsi zat osmotik dari lumen usus (diare osmotik)

b. meningkatnya sekresi elektrolit dan air ke dalam lumen usus (diare

sekretorik)

c. meningkatnya permeabilitas mukosa usus

d. terganggunya motilitas usus (Mutschler, 2010).

Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokan diare secara klinik,

yaitu:

1. Diare osmotik, disebabkan karena bahan makanan yang tidak dapat diabsorpsi,

sindroma malcerna (maldigesti) atau akibat pemasukan zat yang sukar

diabsorpsi

2. Diare sekretorik, disebabkan karena adanya gangguan transport elektrolit baik

absorpsi yang berkurang maupun sekresi yang meningkat

14
Universitas Sumatera Utara
3. Diare eksudatif, disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan karena

terjadinya inflamasi atau peradangan sehingga menyebabkan kerusakan

mukosa usus

4. Diare hiperperistaltik atau hipermotilitas, disebabkan akibat gangguan

motilitas yang menyebabkan waktu transit usus menjadi lebih cepat atau

mengurangi waktu kontak di usus halus, pengosongan usus besar yang lebih

cepat dari biasanya dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan (Mutschler,

2010; Sukandar, dkk., 2013).

2.5.2 Jenis-jenis diare

Berdasarkan waktu terjadinya diare dapat dikelompokan menjadi:

a. Diare akut

Diare akut adalah diare yang gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari

14 hari. Penyebabnya adalah infeksi bakteri, virus, atau parasit, keracunan

atau alergi terhadap makanan (Navaneethan dan Giannella, 2011; Zein, 2004).

b. Diare persisten

Diare persisten merupakan kelanjutan dari diare akut. Diare ini biasanya

berlangsung selama 2-4 minggu, yang umumnya disebabkan karena infeksi

bakteri, virus, atau parasit (Navaneethan dan Giannella, 2011).

c. Diare kronik

Diare ini berlangsung selama lebih dari 4 minggu. Penyebabnya adalah

sindroma iritasi usus besar, penyakit radang usus, malabsorpsi lemak atau

karbohidrat, karena penyakit kanker kolon dan rektum atau penyakit yang

berhubungan dengan gastrointestinal (Navaneethan dan Giannella, 2011; Zein,

2004).

15
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan beberapa jenis diare sebagai

berikut:

a. Diare akibat virus yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus.

Virus melekat pada sel mukosa usus dan menjadi rusak sehingga kapasitas

absorpsi menurun dan sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare

yang terjadi dapat bertahan terus sampai beberapa hari setelah virus lenyap

dengan sendirinya, biasanya dalam 3-6 hari.

b. Diare akibat bakterial invasif (bersifat menyerbu). Bakteri pada keadaan

tertentu menjadi invasif ke dalam mukosa usus, dimana terjadi pembelahan

diri dan menghasilkan toksin. Toksin ini disebut dengan enterotoksin yang

kemudian diserap ke dalam darah sehingga menimbulkan gejala hebat, seperti

demam tinggi, kepala pusing (nyeri) dan kejang, selain itu mukosa usus yang

telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah dan berlendir. Penyebab dari

pembentuk enterotoksin ialah bakteri E. coli spec, Shigella, Salmonella dan

Campylobacter.

c. Diare parasit, akibat protozoa seperti Entamoeba hystolica dan Giardia

lamblia, yang membentuk enterotoksin. Diare akibat parasit biasanya

memiliki ciri-ciri mencret atau feses dengan konsistensi cair yang bertahan

lebih lama dari satu minggu. Gejala lainnya dapat berupa nyeri perut, demam,

muntah dan rasa letih.

d. Akibat penyakit, misalnya kolitis ulseratif, penyakit Crohn, Irritable Bowel

Syndrom (IBS), kanker kolon, dan infeksi HIV yang dapat menurunkan sistem

kekebalan tubuh, selain itu akibat gangguan-gangguan seperti alergi terhadap

makanan atau minuman, protein susu sapi, serta intoleransi terhadap laktosa

karena terjadinya defisiensi enzim laktase.

16
Universitas Sumatera Utara
e. Akibat obat, bisa karena efek samping, tidak diabsorbsinya obat atau karena

interaksi obat. Contoh: digoksin, kinidin, garam magnesium, sorbitol, β-

bloker, ACE inhibitors, reserpin, sitostatik, dan antibiotik berspektrum luas.

Semua obat ini dapat menimbulkan diare tanpa kejang perut dan perdarahan.

f. Akibat keracunan makanan, didefinisikan sebagai suatu penyakit yang bersifat

infeksi atau toksis dan diperkirakan atau disebabkan oleh mengkonsumsi

makanan yang tercemar oleh toksin. Penyebab utamanya adalah tidak

memadainya kebersihan pada waktu pengolahan makanan, penyimpanan dan

distribusi makanan, kondisi lingkungan yang mudah tercemar (Tjay dan

Rahardja, 2007).

2.5.3 Obat-obat antidiare

Kelompok obat yang sering digunakan pada diare adalah:

1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal (kausatif), dengan memberantas bakteri

penyebab diare seperti antibiotika, sulfonamid, dan senyawa kinolon.

2. Obstipansia untuk terapi simptomatis, dapat menghentikan diare dengan

beberapa cara, yaitu:

a. Zat-zat yang menghambat peristaltik usus sehingga memberikan waktu

yang lebih lama untuk reabsorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus.

Contoh: candu dan alkaloid, derivat petidin (loperamid), dan

antikolinergika (atropin, ekstrak belladonna) (Tjay dan Rahardja, 2007).

b. Adstringensia, merupakan senyawa yang dapat mengendapkan protein

dalam larutan netral atau asam lemah, dapat menciutkan mukosa usus. Zat

ini akan menyebabkan perapatan dan penciutan lapisan selaput lendir usus,

dan menghambat sekresi jaringan yang meradang. Contoh: preparat yang

17
Universitas Sumatera Utara
mengandung tanin dan tannalbin, garam-garam bismuth dan aluminium

(Mutschler, 2010).

c. Absorbensia, misalnya carbo absorben dapat menyerap zat beracun yang

dihasilkan oleh bakteri atau yang berasal dari makanan dengan cara

melindungi selaput usus dari iritasi. Contoh: kaolin, pektin, garam bismuth

dan aluminium (Tjay dan Rahardja, 2007).

3. Spasmolitika, yaitu suatu zat yang dapat melepaskan atau memberikan efek

kejang pada otot yang seringkali mengakibatkan nyeri perut pada diare.

Contoh: papaverin (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.6 Loperamid Hidrokloridum

Loperamid hidrokloridum adalah suatu obat golongan opioid yang paling

tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak mudah menembus ke dalam otak,

mempunyai sifat antagonis terhadap diare yang disebabkan oleh castor oil.

Loperamid memiliki efek konstipasi sehingga dapat memperlambat motilitas

saluran cerna, memperlama waktu transit dan laju aliran pada usus hingga menuju

kolon serta dapat menormalkan keseimbangan absorbsi dan sekresi cairan pada

membran mukosa usus. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-

sekresi dari sel-sel mukosa dengan cara memulihkan sel-sel yang berada dalam

keadaan hipersekresi menjadi normal kembali. Oleh karena itu, loperamid hanya

mempunyai sedikit efek sentral dan tidak mungkin menyebabkan ketergantungan

(Anas, dkk., 2016; Neal, 2006; Nurhalimah, 2015; Tjay dan Rahardja, 2007).

Mulai kerja obat ini cepat dan bertahan lama, menimbulkan efek samping

yang praktis tidak muncul seperti nyeri abdominal, mual, muntah, mulut kering,

mengantuk, dan pusing (Nurhalimah, 2015; Tjay dan Rahardja, 2007). Obat ini

tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah usia 2 tahun, disebabkan karena

18
Universitas Sumatera Utara
fungsi hati yang belum berkembang dengan sempurna untuk menguraikan obat ini

(Tjay dan Rahardja, 2007).

2.7 Oleum Ricini

Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak merupakan suatu

trigliserida yang mengandung komponen aktif asam risinoleat. Zat ini dapat

menyebabkan perubahan permeabilitas pada cairan mukosa usus dan transport

elektrolit sehingga dapat menyebabkan respon hipersekresi. Asam risinoleat dapat

menyebabkan iritasi dan pembengkakan pada mukosa usus sehingga dapat

meningkatkan sekresi air dan elektrolit serta meningkatkan motilitas usus

(Inayathullan, et al., 2010; Tjay dan Rahardja, 2007).

Senyawa ini dapat menyebabkan dehidrasi yang disertai gangguan

elektrolit dan merupakan bahan penginduksi diare secara eksperimental pada

hewan percobaan (Tjay dan Rahardja, 2007).

19
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium

Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada

bulan Februari - Juli 2017.

3.2 Jenis Penelitian

Metode penelitian dilakukan secara eksperimental, meliputi pengumpulan

dan pengolahan tumbuhan, karakterisasi serbuk simplisia, skrining fitokimia,

pembuatan ekstrak etanol daun situduh langit, penyiapan hewan percobaan, dan

pengujian efek antidiare dengan metode transit intestinal. Data hasil penelitian

dianalisis secara ANOVA (Analisys Of Variance), dilanjutkan dengan uji Duncan

menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 22.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian meliputi alat gelas

laboratorium, alat maserasi, bejana, blender (Miyako), botol kaca, cawan porselen,

desikator, hair dryer, kaca objek (object glass), kaca penutup (deck glass),

kompor (Miyako), kurs porselen, kandang hewan, lemari pengering, meja bedah,

mikroskop (Olimpus), neraca kasar (Ohaus), neraca analitik (Chyo JP2-600),

neraca hewan (Presica Geniweigher GW-1500), oral sonde, oven listrik (Fischer

20
Universitas Sumatera Utara
scientific), penangas air, rotary evaporator (Buchi), seperangkat alat destilasi,

stopwatch, spuit 1 ml, spuit 3 ml (Terumo), seperangkat alat bedah hewan, statif,

sudip, tanur (Nabertherm).

3.3.2 Bahan-bahan

Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan (galur wistar).

Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun situduh langit (Erigeron

sumatrensis Retz.), dan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah

berkualitas pro analisis yaitu alfa naftol, amil alkohol, asam asetat anhidrida, asam

klorida pekat, asam sulfat pekat, asam nitrat pekat, benzena, besi (III) klorida,

bismut nitrat, etanol destilat, kloroform, iodium, isopropanol, kalium iodida,

kloroform, etanol, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, timbal (II) asetat,

toluena, akuades, natrium karboksi metil selulosa (CMC Na), marker tinta cina,

loperamid HCl (tablet Antidia®), dan oleum ricini.

3.4 Pengambilan dan Pengolahan Tumbuhan

3.4.1 Pengambilan tumbuhan

Pengambilan tumbuhan sampel dilakukan secara purposif tanpa

membandingkan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan

adalah daun situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.) segar yang diambil dari

Desa Tanjung Mariah, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi

Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan situduh langit dilakukan di Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi,

Cibinong Science Center, Jakarta-Bogor.

21
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Pengolahan tumbuhan

Daun situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.) disortir dan dipisahkan

antara ranting pohon dan daun, dibersihkan dari pengotor dengan air mengalir dan

ditiriskan, kemudian dikumpulkan sebanyak 9,3 kg sebagai berat basah. Daun

dikeringkan dilemari pengering pada suhu 50ºC hingga kering. Simplisia

dinyatakan kering bila diremas akan mudah hancur, kemudian simplisia

ditimbang sebagai berat kering dan dihaluskan atau dijadikan serbuk

menggunakan blender, selanjutnya disimpan dalam wadah bersih yang tertutup

rapat dan ditempat yang sejuk.

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi asam klorida 2 N, pereaksi Bouchardat,

pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff, pereaksi Molisch, larutan timbal (II) asetat

0,4 M, larutan besi (III) klorida, pereaksi Liebermann-Burchard.

3.5.1 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 16,67 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga

volume 100 ml.

3.5.2 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian

ditambah 2 g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga

100 ml.

3.5.3 Pereaksi Mayer

Sebanyak 2,266 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga

100 ml (larutan I) dan pada wadah lain dilarutkan 50 g kalium iodida dalam 100

ml air suling (larutan II). Diambil 60 ml larutan I dicampur dengan 10 ml

22
Universitas Sumatera Utara
larutan II dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.5.4 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismuth nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml dan

dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 air suling.

Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil

diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml.

3.5.5 Pereaksi besi (III) klorida

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan sedikit demi sedikit dalam asam

klorida 0,5 N dan volume dicukupkan hingga volume 100 ml.

3.5.6 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampur dengan 5 ml asam sulfat

pekat kemudian ditambah etanol hingga volume 100 ml.

3.5.7 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh

volume 100 ml.

3.5.8 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 ml timbal (II) asetat ditimbang dan dilarutkan dalam air

hingga 100 ml.

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi makroskopik, penetapan

kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar

abu tidak larut dalam asam.

3.6.1 Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia daun

23
Universitas Sumatera Utara
situduh langit meliputi bentuk, ukuran, dan ketebalan.

3.6.2 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena)

(Ditjen POM, 1995).

Cara kerja:

1. Penjenuhan toluena

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluena didinginkan dengan cara

didiamkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan

0,05 ml (Ditjen POM, 1995).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam labu alas bulat yang

berisi toluena, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit hingga toluena

mendidih. Kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik, sampai sebagian air

terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan 4 tetes per detik hingga

semua air terdestilasi. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi

dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai

suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca

dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan

kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa (Ditjen POM, 1995).

3.6.3 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml

air-kloroform dalam labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam

pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat

diuapkan hingga kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara. Sisa

24
Universitas Sumatera Utara
dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air

dihitung dengan persen terhadap bahan yang telah kering (Ditjen POM, 1995).

3.6.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi

selama 24 jam dengan 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok

selama 18 jam kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol

96%. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap

berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai

bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap

bahan yang telah kering (Ditjen POM, 1995).

3.6.5 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam cawan porselin yang

telah dipijar dan ditara. Kurs dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 500-600˚C selama 3 jam kemudian didinginkan dan

ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang

telah kering (Ditjen POM, 1995).

3.6.6 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,

disaring dan dipijar sampai bobot tetap, didinginkan dan ditimbang. Kadar abu

yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan kering (Ditjen POM, 1995).

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa metabolit sekunder

seperti: triterpenoida/steroida, alkaloida, tanin, saponin, flavonoida, dan glikosida.

25
Universitas Sumatera Utara
3.7.1 Pemeriksaan golongan triterpenoida/steroida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia ditambahkan n-heksana, lalu didiamkan

selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan di dalam cawan penguap. Pada sisanya

ditambahkan asam asetat anhidrida, kemudian ditetesi dengan asam sulfat pekat

(Setyowati, 2014). Timbulnya warna ungu dan merah dan/atau berubah menjadi

hijau biru menunjukkan adanya triterpenoida/steroida (Harborne, 1987).

3.7.2 Pemeriksaan golongan alkaloida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan

9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan

disaring, kemudian ditambahkan ke masing-masing spot plat/tabung reaksi

2 tetes Mayer, Bouchardat dan Dragendorff. Jika terdapat alkaloid maka dengan

Mayer terbentuk endapan/adanya gumpalan putih atau putih kekuningan, dengan

Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat, coklat kemerahan sampai coklat

kehitaman, dengan Dragendorff terbentuk endapan kuning jingga (Setyowati,

2014). Alkaloida disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau

tiga dari percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

3.7.3 Pemeriksaan golongan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimaserasi dengan air suling 10 ml

selama 15 menit. Kemudian disaring, filtrat diencerkan dengan akuades sampai

hampir tidak berwarna. Diambil 2 ml filtrat, ditambahkan 2 tetes larutan

FeCl3. Perhatikan warna yang terjadi, warna hijau menunjukkan adanya

2 buah gugus hidroksil dan warna biru mununjukkan adanya 3 buah gugus

hidroksil pada inti aromatis tanin (Ditjen POM, 1995).

3.7.4 Pemeriksaan golongan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam tabung reaksi.

26
Universitas Sumatera Utara
Ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat

selama 10 detik. Jika senyawa yang diperiksa berupa sediaan cair, diencerkan

1 ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air suling dan dikocok kuat-kuat

selama 10 menit, hasil positif dengan menunjukkan buih/busa yang stabil selama

tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1-10 cm kemudian ditambahkan HCl 2 N,

diamati apakah buih/busa tidah hilang, hasil positif dengan menunjukkan

buih/busa tidak hilang (Ditjen POM, 1995).

3.7.5 Pemeriksaan golongan flavonoida

Sebanyak 2 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan

selama 5 menit kemudian disaring selagi panas. Diambil 5 ml filtrat dan

dimasukkan serbuk magnesium secukupnya, ditambah 2 ml amil alkohol dan

1 ml HCl pekat. Dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Hasil positif flavonoida

apabila pada lapisan amil alkohol berwarna merah, kuning atau jingga

(Farnsworth, 1966).

3.7.6 Pemeriksaan golongan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer,

ditambahkan 30 ml campuran etanol 96% air suling (7:3), ditambahkan asam

klorida 2 N hingga diperoleh pH larutan 2, kemudian direfluks dengan memakai

pendingin bola selama 4-5 jam, kemudian didinginkan, lalu disaring. Diambil

20 ml filtrat kemudian ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II)

asetat 0,4 M, kemudian dikocok lalu didiamkan selama 5 menit, kemudian

disaring. Filtrat diekstraksi 3 kali, masing-masing dengan 20 ml campuran pelarut

kloroform-isopropanol (3:2) kemudian akan diperoleh dua lapisan, dikumpulkan

masing-masing sari (sari air dan sari pelarut organik). Kumpulan sari pelarut

organik ditambahkan natrium sulfat anhidrat, kemudian disaring, lalu filtrat

27
Universitas Sumatera Utara
diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50ºC. Sisa penguapan dilarutkan dengan 2 ml

metanol (Ditjen POM, 1995).

3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Situduh Langit (EEDSL)

Daun situduh langit dicuci dan dibersihkan dari partikel asing dan

ditiriskan, lalu dipotong kecil dan dikeringkan menggunakan lemari pengering,

setelah kering sampel dihaluskan menggunakan blender. Ekstraksi dilakukan

secara maserasi menggunakan pelarut etanol 80% dengan mengambil sejumlah

500 gram serbuk kering simplisia (satu bagian) dimasukkan kedalam maserator,

ditambahkan 10 bagian etanol 80% (5 Liter). Direndam selama 6 jam pertama

sambil diaduk sekali-sekali, kemudian didiamkan selama 18 jam. Dipisahkan

maserat dengan cara filtrasi. Diulangi proses penyarian sebanyak tiga kali

menggunakan jenis pelarut yang sama dan jumlah volume pelarut setengah kali

jumlah volume pelarut pada penyarian pertama. Dikumpulkan semua maserat,

kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 50oC, kemudian

diuapkan di atas penangas air hingga diperoleh ekstrak kental (Depkes RI, 2013).

3.9 Percobaan Efek Antidiare

Percobaan efek antidiare meliputi penyiapan hewan percobaan, bahan uji,

obat pembanding (loperamid HCl), induktor diare (oleum ricini), dan pengujian

efek antidiare.

3.9.1 Penyiapan hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantan putih dengan berat

badan 150-200 g sebanyak 30 ekor, dibagi dalam 6 kelompok dimana setiap

kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.

28
Universitas Sumatera Utara
Dua minggu sebelum pengujian dilakukan hewan percobaan harus

dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya pada kandang yang mempunyai

ventilasi baik dan selalu dijaga kebersihannya. Hewan yang sehat ditandai dengan

pertumbuhan normal dan suhu badan normal (Depkes RI, 1979).

Penelitian menggunakan hewan yang telah mendapat persetujuan etik dari

Komite Etik Penelitian Hewan FMIPA USU (Animal Research Ethics

Committees/AREC), dikenal dengan ethical clearance atau kelayakan etik sebagai

keterangan tertulis untuk penelitian yang melibatkan hewan dan tumbuhan.

3.9.2 Penyiapan bahan dan pengujian efek antidiare

Penyiapan kontrol dan bahan uji meliputi penyiapan CMC Na 0,5%,

penyiapan loperamid HCl dan penyiapan ekstrak etanol daun situduh langit.

1. Pembuatan CMC Na 0,5% (b/v)

Sebanyak 0,5 g CMC Na ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air

suling panas sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 30 menit hingga

diperoleh massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga

100 ml (Anief, 1999).

2. Pembuatan suspensi loperamid HCl dosis 1 mg/kg bb

Tablet Antidia® mengandung 2 mg loperamid HCl, ditimbang sebanyak

20 tablet. Tablet digerus dan diambil serbuk sebanyak 144 mg. Serbuk

dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi CMC Na 0,5% sedikit

demi sedikit sambil digerus homogen lalu ditambahkan suspensi CMC Na 0,5%

hingga 10 ml.

Dosis lazim loperamid HCl untuk dewasa adalah 2-8 mg per hari,

maksimum 16 mg per hari. Dosis yang digunakan dalam pengujian adalah 16 mg,

29
Universitas Sumatera Utara
kemudian dikonversikan sehingga dosis yang diberikan pada tikus putih jantan

0,2 mg/200 g bb tikus atau sama dengan 1 mg/kg bb.

3. Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun situduh langit (EEDSL) konsentrasi


0,48%, 0,72%, dan 0,96% (b/v)

Ekstrak ditimbang dengan seksama sesuai dengan konsentrasi

masing-masing (48 mg; 72 mg; dan 96 mg) kemudian dimasukkan ke dalam

lumpang lalu ditambahkan sedikit suspensi CMC Na 0,5% b/v diaduk hingga

homogen. Dicukupkan dengan suspensi CMC Na 0,5% b/v hingga 5 ml.

3.9.3 Pengujian Efek Antidiare Ekstrak Etanol Daun Situduh Langit


(EEDSL)

Pengujian efek antidiare dari suspensi ekstrak etanol daun situduh langit

(EEDSL) meliputi uji aktivitas antimotilitas ekstrak etanol daun situduh langit

dengan metode transit intestinal, dimana penentuan dosis diawali dengan

melakukan orientasi dosis. Dosis orientasi yang digunakan yaitu dosis 20, 30, 40,

50, 75, dan 100 mg/kg bb. Dari keenam dosis yang diuji, dipilih variasi dosis

sebanyak tiga dosis, yaitu dosis 20, 30, dan 40 mg/kg bb. Konsentrasi larutan

dibuat bervariasi agar pemberian dosis EEDSL terhadap tikus pada masing-

masing kelompok seragam yaitu sebesar 0,8 ml/200 g bb tikus.

Sebanyak 30 ekor tikus jantan dipuasakan selama 18 jam dan dibagi dalam

6 kelompok perlakuan. Kelompok I yaitu kelompok normal tidak mengalami diare

diberi tinta cina 1 ml, kelompok II yaitu kelompok kondisi diare (kontrol negatif)

diberi oleum ricini sebanyak 2 ml dan tinta cina sebanyak 1 ml. Kelompok III, IV,

dan V yaitu kelompok uji diberi suspensi EEDSL dosis 20, 30, dan 40 mg/kg bb.

Kelompok VI yaitu kelompok pembanding diberi suspensi loperamid dosis

1 mg/kg bb.

Ekstrak etanol daun situduh langit (EEDSL) dan loperamid diberikan pada

30
Universitas Sumatera Utara
awal percobaan. Satu jam setelah perlakuan, semua tikus diberi oleum ricini

sebanyak 2 ml. Setelah 1 jam pemberian oleum ricini, diberikan tinta cina

sebanyak 1 ml tikus secara oral. Setelah satu jam pemberian tinta cina, semua

hewan dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher. Hewan dibedah dan

ususnya dikeluarkan secara hati-hati. Diukur panjang usus yang dilalui marker

tinta cina mulai dari pilorus sampai katup ileosekal dari masing-masing hewan,

kemudian dari masing-masing hewan dihitung persen lintasan yang dilalui oleh

marker tinta cina terhadap panjang usus seluruhnya (Inayathulla, et al., 2010).

3.10 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS

(Statistical Product and Service Solution) versi 22. Data dianalisis dengan

menggunakan metode Kolmogorov Smirnov untuk menentukan normalitasnya dan

dilanjutkan menggunakan metode One Way ANOVA (Analysis Of Variance)

untuk menentukan perbedaan rata-rata di antara kelompok. Jika terdapat

perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan.

31
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI), Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Bogor. Hasil menunjukkan

sampel yang digunakan adalah situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.), dapat

dilihat pada Lampiran 1 halaman 46.

4.2 Hasil Karakterisasi

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik daun segar situduh langit menunjukkan

bentuk tunggal, bersilang, lonjong, tepi rata, ujung daun runcing dan panjang

13-15 cm, lebar 1-3 cm, berwarna hijau, dan rasa pahit. Gambar dapat dilihat pada

Lampiran 3 dan 4 halaman 48 dan 49.

4.2.2 Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun situduh langit

Karakteristik serbuk simplisia daun situduh langit dapat dilihat pada Tabel

4.1. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 50.

Tabel 4.1 Hasil karakteristik serbuk simplisia daun situduh langit


Hasil uji (%)
No Karakterisik
Serbuk simplisia
1 Kadar air 7,30
2 Kadar sari larut dalam air 10,01
3 Kadar sari larut dalam etanol 19,70
4 Kadar abu total 4,04
5 Kadar abu tidak larut asam 0,93

32
Universitas Sumatera Utara
Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui besarnya kandungan air

yang terdapat dalam serbuk simplisia. Menurut Materia Medika Indonesia (1995),

syarat kadar air yang baik tidak lebih dari 10%. Kadar air yang diperoleh adalah

7,3% dimana hasil ini memenuhi persyaratan. Kadar air terkait dengan stabilitas

suatu sediaan, biasanya kadar air yang cukup beresiko adalah lebih dari 10%

(Saifudin, dkk., 2011), jika melebihi persyaratan maka akan mengakibatkan

berkembang biaknya bakteri (Bawinto, dkk., 2015), kapang, dan khamir

(Aventi, 2015).

Metode penentuan kadar sari larut air maupun larut etanol bertujuan untuk

menentukan jumlah senyawa aktif yang terekstraksi dalam pelarut dari sejumlah

serbuk simplisia (Rivai, dkk., 2013). Hasil pengujian menunjukkan kadar sari

larut air dari serbuk simplisia daun situduh langit memiliki nilai 10,01%,

sedangkan kadar sari larut etanol sebesar 19,70%. Hal ini menunjukkan bahwa

jumlah senyawa polar yang terlarut dalam air lebih kecil daripada jumlah senyawa

kurang polar (semi polar maupun non polar) yang terlarut dalam etanol, selain itu

dapat merupakan indikator banyaknya zat berkhasiat yang dapat tersari oleh

pelarut air dan etanol (Isnawati, dkk., 2006).

Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk

memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari

proses awal sampai terbentuknya ekstrak dan untuk mengontrol jumlah

pencemaran benda-benda anorganik (Zainab, dkk., 2016), benda-benda organik

seperti tanah, pasir, yang seringkali terikut dalam sediaan nabati (Azizah dan

Nina, 2013). Kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut asam hendaknya

menghasilkan nilai rendah karena uji ini merupakan indikator adanya cemaran

logam yang tidak mudah hilang pada suhu tinggi (Isnawati, dkk., 2006).

33
Universitas Sumatera Utara
4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia daun situduh langit

dilakukan terhadap golongan senyawa triterpenoida/steroida, alkaloida, tanin,

saponin, flavonoida, dan glikosida. Pemeriksaan golongan senyawa

triterpenoida/steroida dengan penambahan beberapa tetes pereaksi Liebermann-

Burchard menghasilkan warna merah muda atau ungu (Setyowati, dkk., 2014).

Pemeriksaan golongan senyawa alkaloida dengan penambahan pereaksi Mayer

(Ndukui, et al., 2013), Bouchardat, dan Dragendorff, dimana tidak terdapat

endapan yang menunjukkan tidak adanya golongan senyawa alkaloida (Setyowati,

dkk., 2014). Penambahan FeCl3 memberikan warna hijau kecoklatan yang

menunjukkan adanya golongan senyawa tanin (Ndukui, et al., 2013). Serbuk

simplisia dengan penambahan akuades panas dan dikocok kuat menghasilkan busa

yang stabil kemudian ditambah HCl 2 N, menunjukkan adanya golongan senyawa

saponin (Setyowati, dkk., 2014). Pemeriksaan golongan senyawa flavonoida

dengan penambahan serbuk magnesium dan asam klorida pekat menghasilkan

larutan yang berwarna merah (Ndukui, et al., 2013). Pemeriksaan golongan

senyawa glikosida dengan penambahan pereaksi Molisch dan asam sulfat pekat

membentuk cincin ungu (Ndukui, et al., 2013). Hasil skrining fitokimia terhadap

serbuk simplisia daun situduh langit selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

4.4 Hasil Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, hasilnya dari 1500 g serbuk

simplisia daun situduh langit diperoleh ekstrak kental sebanyak 125 g. Hasil

rendemen yang diperoleh adalah 8,33%. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada

Lampiran 13 halaman 62.

34
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia daun situduh langit
Hasil
No Golongan senyawa
Serbuk simplisia
1 Triterpenoida/steroida 
2 Alkaloida 
3 Tanin 
4 Saponin 
5 Flavonoida 
6 Glikosida 
Keterangan: () Positif : mengandung golongan senyawa
() Negatif : tidak mengandung golongan senyawa

4.5 Pengujian Efek Antidiare

Tikus dipuasakan terlebih dahulu selama 18 jam dengan tetap diberi

minum (Fitriyani, dkk., 2011), untuk mengosongkan usus agar mempermudah

proses absorpsi pada saluran cerna dan mempermudah dalam pengukuran lintasan

marker tinta cina pada usus tikus. Tikus yang digunakan dalam pengujian

memiliki berat badan 150-200 g (Inayathulla, et al., 2010).

Pengujian efek antidiare dari EEDSL diawali dengan melakukan orientasi

dosis yaitu 20, 30, 40, 50, 75, dan 100 mg/kg bb. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dosis 20, 30 dan 40 mg/kg bb memberikan efek antidiare, sedangkan

dosis 50, 75, dan 100 mg/kg bb tidak menunjukkan efek antidiare sehingga tidak

digunakan dalam penelitian. Semua perlakuan diberikan secara oral. Tikus

dikelompokkan menjadi 6 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5 ekor.

Kelompok I diberi tinta cina 1 ml, kelompok II diberi oleum ricini 2 ml dan tinta

cina 1 ml, kelompok III, IV, V diberi EEDSL masing-masing dosis 20, 30, dan

40 mg/kg bb. Kelompok VI diberi loperamid HCl dosis 1 mg/kg bb.

35
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan tinta cina adalah sebagai marker dalam pengukuran metode

transit intestinal. Oleum ricini atau minyak jarak mengandung komponen aktif

asam risinoleat yang dapat menginduksi perubahan permeabilitas pada cairan

mukosa dan transport elektrolit yang menghasilkan respons hipersekretori dan

diare. Asam risinoleat dapat meningkatkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus

halus. Pembebasan asam risinoleat dari minyak jarak menyebabkan iritasi dan

pembengkakan mukosa usus, yang menyebabkan pelepasan prostaglandin,

sehingga dapat meningkatkan sekresi dan motilitas intestinal (Inayathulla, et al.,

2010).

Loperamid digunakan sebagai pembanding karena dapat memulihkan sel

yang berada dalam kondisi hipersekresi ke keadaan resorpsi normal, dan dapat

meningkatkan waktu transit usus halus dan absorbsi air, natrium dan klorida

dalam tubuh bila terjadi gangguan elektrolit (Purwaningdyah, dkk., 2015).

Loperamid memiliki efek konstipasi dengan memperlambat motilitas saluran

cerna dan laju aliran pada usus hingga menuju kolon serta menormalkan

keseimbangan absorbsi dan sekresi cairan pada membran mukosa usus (Anas,

dkk., 2016), selain itu loperamid merupakan agen antidiare yang paling banyak

digunakan dan efektif terhadap minyak jarak karena bersifat sebagai antimotilitas

dan antisekretorik (Misra, et al., 2014).

Hasil uji efek antidiare dari EEDSL pada tikus putih jantan diperoleh

persentase lintasan marker yang dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan grafik persen

lintasan marker pada Gambar 4.1.

Pemberian tinta cina diperoleh persen lintasan marker tinta cina 76,96% ±

1,97% yang menggambarkan kondisi normal usus tikus tanpa induksi oleum

ricini. Pemberian oleum ricini 2 ml dan tinta cina 1 ml diperoleh persen lintasan

36
Universitas Sumatera Utara
marker tinta cina 91,12% ± 3,01% yang menggambarkan kondisi diare, kemudian

pada pemberian EEDSL dosis 20, 30, dan 40 mg/kg bb pada tikus dewasa yang

dikondisikan diare dengan diinduksi oleum ricini 2 ml dan tinta cina 1 ml,

menunjukkan penurunan lintasan marker tinta cina, yaitu pada dosis 20 mg/kg bb

(42,36% ± 4,08%), dosis 30 mg/kg bb (46,29% ± 1,45%), dan dosis 40 mg/kg bb

(40,42% ± 4,80%).

Tinta Oleum EEDSL (mg/kg bb)


Hewan Loperamid
cina ricini
uji 20 30 40 HCl
(normal) (diare)
1 79,40% 81,50% 30,36% 44,36% 34,19% 54,67%
2 74,97% 99,64% 54,67% 48,43% 52,39% 74,21%
3 83,54% 94,46% 37,84% 41,94% 49,85% 68,18%

4 73,04% 91,17% 42,37% 46,57% 26,69% 53,54%

5 73,85% 88,83% 46,57% 50,19% 38,99% 24,92%

76,97% 91,12% 42,36% 46,29% 40,42% 55,10%


Rata-rata
± ± ± ± ± ±
± SE
1,97 3,01 4,08 1,45 4,80 8,51
Tabel 4.3 Persentase lintasan marker tinta cina pada usus tikus

Keterangan: tikus kondisi normal, tikus kondisi diare, dan tikus uji yang diberi
EEDSL dosis 20, 30, 40 mg/kg bb, dan loperamid HCl dosis
1 mg/kg bb.

Hasil pengujian aktivitas antidiare kemudian dianalisa dengan uji

perbedaan rata-rata antar kelompok (uji ANOVA) menunjukkan adanya hubungan

bermakna (P < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antar

perlakuan, hasil dapat dilihat pada Lampiran 17 halaman 68.

37
Universitas Sumatera Utara
Pengujian dilanjutkan dengan uji Duncan yang menunjukkan bahwa dosis

20 dan 30 mg/kg bb tidak jauh berbeda dengan pemberian loperamid HCl 1 mg/kg

bb, maka dapat dinyatakan bahwa dosis 20 dan 30 mg/kg bb dapat digunakan

sebagai antidiare yang dilihat dari penurunan persen lintasan marker tinta cina,

selanjutnya hasil dapat dilihat pada Lampiran 17 halaman 68.

Gambar 4.1 Grafik persentase perubahan lintasan marker tinta cina pada usus
tikus kondisi normal, tikus diare, tikus yang diberi EEDSL dosis 20,
30, dan 40 mg/kg bb, dan tikus yang diberi loperamid HCl dosis 1
mg/kg bb.

100
91,12
90
PERSEN RASIO LINTASAN MARKER

80 76,97

70
Normal (Tinta Cina)
60 55,1
TINTA CINA

Oleum ricini 2 ml + tinta cina


50 46,29 EEDSL Dosis 20 mg/Kg BB
42,36 40,42
EEDSL Dosis 30 mg/Kg BB
40
EEDSL Dosis 40 mg/Kg BB
30
Loperamid HCl Dosis 1 mg/Kg BB
20

10

0
KELOMPOK (PERLAKUAN)

Daun situduh langit dapat digunakan sebagai antidiare karena mengandung

metabolit sekunder seperti: triterpenoida/steroida (Shaha, et al., 2012), tanin (Jack,

2008), saponin (Tersono, 2008), dan flavonoida (Anas, dkk., 2012).

Senyawa steroida sebagai antidiare dapat meningkatkan absorpsi air dan

elektrolit dalam usus, sehingga mengakibatkan absorbsi air dan elektolit dalam

usus normal kembali (Anas, dkk., 2012).

Tanin diketahui mempunyai aktivitas antiinflamasi, adstringen, antidiare,

diuretik dan antiseptik (Fitriyani, dkk., 2011), selain itu tanin berfungsi

memperlancar sistem pencernaan, dan sirkulasi darah (Fratiwi, 2015). Sifat

38
Universitas Sumatera Utara
pengelat tanin mempunyai efek spasmolitik, dimana dapat mengkerutkan usus

sehingga gerak peristaltik usus berkurang, dan dapat mengendapkan protein pada

permukaan usus. Sifat adstringen tanin akan membuat usus halus lebih tahan

terhadap rangsangan senyawa kimia yang mengakibatkan diare (Anas, dkk.,

2012).

Tanin juga terbukti membantu melindungi usus dari iritasi yang diakibatkan oleh

pemberian oleum ricini (Fajrin, 2012).

Mekanisme flavonoida sebagai antidiare dapat menghambat motilitas usus

(Inayathulla, et al., 2010), mengurangi sekresi air dan elektrolit (Fajrin, 2012),

serta memperlama waktu transit usus (Anas, dkk., 2016). Flavonoida, terpen dan

gula juga menunjukkan aktivitas sebagai antidiare (Inayathulla, et al., 2010).

Kandungan senyawa aktif yang diduga berkontribusi besar terhadap efek antidiare

adalah steroida, tanin, flavonoida, dan saponin (Anas, dkk., 2012). Menurut

Njinga, et al., (2013), sifat antidiare tanaman obat disebabkan oleh tanin, saponin,

flavonoida dan sterol. Senyawa aktif golongan saponin memiliki efek antidiare

dengan menghambat pelepasan histamin secara in vitro (Anas, dkk., 2016).

39
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Karakteristik serbuk simplisia daun situduh langit diperoleh kadar air 7,30%,

kadar sari larut dalam air 10,01%, kadar sari larut dalam etanol 19,70%, kadar

abu total 4,04% dan kadar abu yang tidak larut asam 0,93%.

2. Skrining fitokimia serbuk simplisia daun situduh langit diperoleh adanya

senyawa triterpenoida/steroida, tanin, saponin, flavonoida dan glikosida.

3. Pengujian efek antidiare ekstrak etanol daun situduh langit (EEDSL) diperoleh

dosis 20, 30, dan 40 mg/kg bb memiliki efek antidiare, tetapi dosis 20 dan

30 mg/kg bb memiliki efek yang signifikan dengan loperamid HCl dosis

1 mg/kg bb.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji aktivitas

antidiare dengan metode yang lainnya, seperti metode defekasi, uji aktivitas

antisekretori, dan uji aktivitas antibakteri penyebab diare.

40
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Y., Fitria, F.R., Purnamasari, A.Y., Ningsih, A.K, Noviantoro, G.A., dan
Suharjono. (2012). Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Randu (Ceiba
petandra L. Gaern.) pada Mencit Jantan Galur Balb/C. Semarang:
Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim dan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Halaman 16-22.

Amin, Z.L. (2005). Tatalaksana Diare Akut. Jakarta: Continuing Medical


Education. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Vol. 42 (7). Halaman: 504-508.

Anas, Y., Hidayati, N.D., Kurniasih, A., Dwi, K.L., dan Sanjaya. (2016).
Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lam.) dan Daun Angsana (Pterocarpus indicus Wild.) pada
Mencit Jantan Galur Balb/C. Semarang: Fakultas Farmasi Universitas
Wahid Hasyim. Halaman 33-41.

Anastasiu, P., and Daniyar M. (2012). Conyza sumatrensis: A New Alien Plant In
Romania. Romania: Botanica Serbica. Institute of Botany and Botanical
Garden Jevremovac, Belgrade. Vol. 36. (1). Halaman: 37-40.

Anief, M. (1999). Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Cetakan 5. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Halaman 107, 169.

Aventi. (2015). Penelitian Pengukuran Kadar Air Buah. Seminar Nasional


Cendekiawan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman.
Halaman: 12-27.

Azizah, B., dan Nina, S. (2013). Standarisasi Parameter Non Spesifik dan
Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi
Rimpang Kunyit. Yogyakarta: Jurnal Ilmu Kefarmasian. Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan. Vol. 3. (1). Halaman: 21-30.

Bawinto, S.A., Mongi, E., dan Kaseger, E.B. (2015). Analisa Kadar Air, pH,
Organoleptik, dan Kapang pada Produk Ikan Tuna (Thunnus Sp.) Asap, di
Kelurahan Girian Bawah, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Manado: Jurnal
Media Teknologi Hasil Perikanan. FPIK Unsrat. Vol. 3. (2). Halaman: 55-
65.

Corwin, E.J. (2009). Handbook Of Pathophysiology. Edisi ketiga. Terjemahan


Subekti. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Halaman 583 – 598.

Depkes RI. (2013). Farmakope Herbal Indonesia. Suplemen III. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 106-107.

Damanik, D.A. (2017). Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Etanol Daun
Situduh Langit (Erigeron sumatrensis Retz.) Dan Sediaan Obat Kumur

41
Universitas Sumatera Utara
Terhadap Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus. Medan:
Skripsi. Fakultas Farmasi USU. Halaman 1-2.

Ditjen POM RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Edisi VI. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 323-325.

Ditjen POM RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 14-17 dan
30.

Endarini, L.H. (2016). Farmakogonosi dan Fitokimia. Jakarta: Pusdik SDM


Kesehatan. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan. Cetakan Pertama. Halaman 54, 57, 62-63.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.


Journal of Pharmaceutical Science. Vol. 55. (3). Halaman: 262-264.

Fajrin, F.A. (2012). Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Seledri (Apium
graveolens L.) pada Mencit Jantan. Jember: Fakultas Farmasi Universitas
Jember. Vol. 9. (1). Halaman 1-8.

Fitriyani, A., Winarti, L., Muslichah, S., dan Nuri. (2011). Uji Antiinflamasi
Ekstrak Metanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) pada
Tikus Putih. Jember: Majalah Obat Tradisional. Fakultas Farmasi Jember.
Vol. 16. (1). Halaman 34-42.

Fratiwi, Y. (2015). The Potential of Guava Leaf (Psidium guajava L.) for
Diarrhea. Lampung: Artikel Review, J. Majority. Faculty of Medicine,
Lampung University. Halaman 113-118.

Goodman, S.L. and Gilman, A. (2012). Dasar Farmakologi Terapi, Editor Joel
G., Hardman, Lee E., Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman,
Alih bahasa Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Edisi 10, Volume 2.
Jakarta: Penerbit EGC. Halaman 1009, 1011 – 1012.

Harborne, J.B. (1996). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa


Tumbuhan. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Edisi Kedua. Bandung:
ITB Press. Halaman 147-148, 281.

Harmita dan Radji, M. (2008). Buku Ajar Analisis Hayati. Jakarta: EGC. Halaman
66.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta: Badan Litbang


Departemen Kehutanan. Halaman 1829.

Inayathulla, Shariff W.R., Asif, K., and Mukesh, S. (2010). Evaluation Of


Antidiarrhoeal Activity Of Crataeva nurvala Root Bark In Experimental
Animals. India: International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. Vol. 2. (1). Halaman: 158-161.

42
Universitas Sumatera Utara
Isnawati, A., Raini, M., dan Alegantina, S. (2006). Standarisasi Simplisia dan
Ekstrak Etanol Daun Sembung (Blumea balsamifera L.) dari Tiga Tempat
Tumbuh. Media Litbang Kesehatan. Vol. XVI. (2). Halaman: 1-6.

Jack, I.R. (2008). Phytochemical Analysis and Antimicrobial Activity Of The


Extract Of Leaves Of Fleabane (Conyza sumatrensis). Port Harcourt:
JASEM. University of Science and Technology. Vol. 12. (4). Halaman: 63-
65.
Kayaputri, I.L., Sumanti, D.M, Djali, M., Indiarto, R., dan Dewi, D.L. (2014).
Kajian Fitokimia Ekstrak Kulit Biji Kakao (Theobroma cacao L.).
Bandung: Chimica et Natura Acta. Vol. 2. (1). Halaman 83-90.

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB.


Halaman 1-3.

Misra, A., Srivastava, S., and Srivastava M. (2014). Evaluation of Antidiarrheal


Potential of Moringa oleifera (Lam.) leaves. India: Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry. Vol. 2. (5). Halaman: 43-46.

Mukriani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.


Makassar: Jurnal Kesehatan. Vol. 7. (2). Halaman 361-367.

Mutschler, E. (2010). Dinamika Obat Buku ajar Farmakologi dan Toksikologi.


Edisi Keenam. Bandung: ITB. Halaman 520-528.

Navaneethan, U., dan Giannella, R.A. (2011). Definition, Epidemiology,


Pathophysiology, Clinical Classification, and Differential Diagnosis of
Dairrhea. London: Springer Science Business Media, LLC 2011. Halaman
3.

Naufalin, R., Jenie, B.S.L., Kusnandar, F., Sudarwanto, M., dan Rukmini, H.
(2005). Aktivitas antibakteri ekstrak bunga Kecombrang terhadap bakteri
patogen dan perusak pangan. Jurnal Teknotan dan Industri Pangan. Vol.
16. (2). Halaman 119-125.

Ndukui, J., Murithi, B., Muwonge, H., Sembajwe, L., and Kateregga, J. (2013).
Antidiarrheal Activity of Ethanolic Fruit Extract of Psidium guajava
(Guava) in Castor Oil Induced Diarrhea in Albino Rats. Uganda: National
Journal of Physiology, Pharmacy & Pharmacology. Vol. 3. (1). Halaman:
191-197.

Neal, M.J. (2006). At a Glance. Farmakologi Medis. Jakarta: Erlangga. Halaman


33.

Njinga, N.S., Sule, M.I., Pateh, U.U., Hassan, R.S., Usman, M.A., and Haruna,
M.S. (2013). Phytochemical and Antidiarrhea Activity of the Methanolic
Extract of the Stem Bark of Lannea kerstingii Engl. and K. Krause
(Anacardiaceae). Nigeria: J. Nat. Prod. Plant Resour. Scholars Research
Library. Vol 3. (3). Halaman: 43-47.

43
Universitas Sumatera Utara
Nurhalimah, H., Wijayanti, N., dan Widyaningsih, T. D. (2015). Efek Antidiare
Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) terhadap Mencit Jantan yang
Diinduksi Bakteri Salmonella thypimurium. Malang: Jurnal Pangan dan
Agroindustri. Vol. 3. (3). Halaman 1083-1094.

Purwaningdyah, G.Y., Widyaningsih, D.T., dan Wijayanti, N. (2015). Efektivitas


Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) sebagai Antidiare pada Mencit
yang Diinduksi Salmonella typhimurium. Malang: Jurnal Pangan dan
Agroindustri. FTP Universitas Brawijaya Malang. Vol. 3. (4). Halaman
1283-1293.

Rivai, H., Widya, S.E., dan Rusdi. (2013). Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-
Air Terhadap Kadar Senyawa Fenolat Total dan Daya Antioksidan dari
Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.). Padang: Jurnal Sains dan
Teknologi Farmasi. Fakultas Farmasi Universitas Andalas. Vol. 18. (1).
Halaman: 35-42.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit


ITB. Halaman 157, 172.

Said, A. (2007). Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta: PT. Sinar Wadja
Lestari. Halaman 45.

Saifudin, A., Rahayu, V., dan Teruna, H.Y. (2011). Standardisasi Bahan Obat
Alam. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 70.

Santos, G., Oliveira JR, R.S., Constantin, J., Francischini, A.C., Machado,
M.F.P.S., Mangolin, C.A., dan Nakajima, J.N. (2014). Conyza
sumatrensis: A New Weed Species Resistant To Glyphosate In The
America. Brazil: Research Paper. Weed Biology and Management.
Halaman: 1-9.

Santos, F.M., Vargas, L., Christoffoleti, P.J., Agostinetto, D., Mariani, F., and Dal
Magro T. (2014). Differential Susceptibility Of Biotypes Of Conyza
sumatrensis To Chlorimuron-Ethyl Herbicide. Brazil: Planta Daninha,
Viçosa-MG. Vol. 32. (2). Halaman: 427-435.

Setyowati, E.A.W., Ariani, D.R.S., Ashaqi, Mulayani, B., dan Rahmaawti, P.C.
(2014). Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak
Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk. Surakarta:
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VI (SN-KPK). FKIP
Universitas Sebelas Maret. Halaman: 271-280.

Shaha, Z.N., Naveed, M., Azeem, S., dan Rauf, A. (2012). Preliminary
Phytochemical and Anti-Radical Profile of Conyza sumatrensis. Pakistan:
Middle-East Journal of Medicinal Plants Research. IDOSI Publications.
Vol. 1. (1). Halaman: 5-8.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A., dan

44
Universitas Sumatera Utara
Kusnandar. (2008). Isofarmakoterapi I. Jakarta: PT. ISFI. Halaman 349.
Sundari, D., Nugroho, Y. A., dan Nuratmi, B. (2005). Uji Khasiat Antidiare
Ekstrak Daun Sendok (Plantago major Linn.) pada Tikus Putih.
Yogyakarta: Media Litbang Kesehatan. Vol. 15. (3). Halaman 19-23.

Tersono, L. (2008). Tanaman Obat dan Jus untuk mengatasi Penyakit Jantung,
Hipertensi, Kolesterol, dan Stroke. Cetakan Pertama. Jakarta: Agromedia
Pustaka. Halaman 76-77.

Tjay, H.T., dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting. Khasiat, Penggunaan,


dan Efek-efek Sampingnya. Edisi Keenam. Cetakan Pertama. Jakarta: Elex
Media Komputindo. Halaman 288-289.

WHO. (1992). Quality Control Methods For Medical Plant Materials. Geneva:
World Health Organization. Halaman 31-33.

Zainab, Gunanti, F., Witasari, A.H., Edityaningrum, A.C., Mustofa, dan


Murrukmihadi, M. (2016). Penetapan Parameter Standarisasi Non Spesifik
Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
Yogyakarta: Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan
Apoteker Indonesia 2016. Halaman: 210-214.

Zein, U., Sagala, H.K., dan Ginting, J. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri.
Medan: e-USU Repository. Fakultas Kedokteran. Divisi Penyakit Tropik
dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Universitas Sumatera Utara.
Halaman 1-2.

45
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Surat hasil identifikasi tumbuhan

46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Surat rekomendasi persetujuan etik penelitian

47
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Gambar tumbuhan situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.)

48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Gambar daun segar dan daun kering situduh langit

Daun segar situduh langit

Simplisia daun situduh langit

49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Gambar serbuk simplisia daun situduh langit

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Bagan kerja penelitian

1. Pemeriksaan karakteristik dan skrining fitokimia serta pembuatan ekstrak


etanol daun situduh langit (EEDSL)

Daun situduh langit

dikumpulkan, dicuci, ditiriskan


dan ditimbang berat basahnya

dikeringkan di lemari pengering


(±50oC)

Simplisia daun situduh


langit

ditimbang berat kering


simplisia
dihaluskan

Serbuk simplisia

Ekstraksi

dimaserasi
dengan
Karakterisasi meliputi Skrining fitokimia, etanol 80%
pemeriksaan: meliputi:
- Makroskopik Maserat
- Terpenoida/steroida
- Kadar air - Alkaloida
- Kadar sari larut air dipekatkan
- Tanin bantuan
- Kadar sari larut
etanol - Saponin vakum
- Kadar abu total - Flavonoida putar (50oC)
- Kadar abu tidak larut - Glikosida
Ekstrak etanol daun
asam
situduh langit

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. (Lanjutan)

2. Pengujian aktivitas antidiare EEDSL dengan metode transit intestinal

30 ekor tikus jantan

dibagi menjadi 6 kelompok

ditimbang, dicatat berat badan dan


diberi penandaan pada ekor

diberi perlakuan bahan uji: EEDSL


dosis 20, 30, dan 40 mg/kg bb;
loperamid HCl dosis 1 mg/kg bb;
diare; dan normal

semua perlakuan (kecuali normal)


diberi oleum ricini 2 ml setelah 1
jam perlakuan
diberi tinta cina 1 ml setelah
1 jam pemberian oleum ricini

dibiarkan 1 jam, kemudian semua


hewan dikorbankan dengan cara
dislokasi leher
dilakukan pembedahan dan ususnya
dikeluarkan

diukur panjang usus yang dilalui


marker tinta cina

Persen lintasan marker (%)

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Perhitungan hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun
situduh langit (Erigeron sumatrensis Retz.)

1. Penetapan kadar air

volume air (ml)


% Kadar air simplisia = x 100%
berat sampel (g)

No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml)
1 5,0221 1,9 2,2
2 5,0100 1,8 2,2
3 5,0218 1,6 2,0

0,3 ml
% Kadar air 1 = x 100% = 5,97%
5,0221 g

0,4 ml
% Kadar air 2 = x 100% = 7,98%
5,0100 g

0,4 ml
% Kadar air 3 = x 100% = 7,96%
5,0218 g

% Kadar air rata-rata = 5,97% + 7,98% + 7,96% = 7,30%


3

2. Penetapan kadar sari larut air

No Berat sampel (g) Berat sari (g)


1 5,0157 0,0920
2 5,0548 0,1040
3 5,0425 0,1068
berat sari (g) 100
% Kadar sari larut air = x x 100%
berat sampel (g) 20

0,0920 g 100
% Kadar sari larut air 1 = x x 100% = 9,17%
5,0157 g 20

0,1040 g 100
% Kadar sari larut air 2 = x x 100% = 10,28%
5,0548 g 20

0,1068 g 100
% Kadar sari larut air 3 = x x 100 % = 10,58%
5,0425 g 20

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

% Kadar sari larut air rata-rata = 9,17% + 10,28% + 10,58% = 10,01%


3

3. Penetapan kadar sari larut etanol

berat sari (g) 100


% Kadar sari larut etanol = x x 100%
berat sampel (g) 20

No. Berat sampel (g) Berat sari (g)


1. 5,0222 0,1084
2. 5,0366 0,0806
3. 5,0183 0,1029

0,1084 g 100
% Kadar sari larut etanol 1 = x x 100% = 10,79%
5,0222 g 20

0,0806 g 100
% Kadar sari larut etanol 2 = x x 100% = 8,06%
5,0366 g 20

0,1029 g 100
% Kadar sari larut etanol 3 = x x 100 % = 10,25%
5,0183 g 20

% Kadar sari larut etanol rata-rata = 10,79% + 8,06% + 10,25% = 9,7%


3
4. Penetapan kadar abu total

Berat abu (g)


% Kadar abu total = x 100%
Berat sampel (g)

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1 2,0109 0,0710
2 2,0144 0,0901
3 2,0102 0,0826

0,0710 g
% Kadar abu total 1 = x 100% = 3,53%
2,0109 g

0,0901 g
% Kadar abu total 2 = x 100% = 4,47%
2,0144 g

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. (Lanjutan)

0,0826 g
% Kadar abu total 3 = x 100% = 4,11%
2,0102 g

% Kadar abu total rata-rata = 3,53% + 4,47% + 4,11% = 4,04%


3

5. Penetapan kadar abu tidak larut asam

berat abu (g) 100


% Kadar abu tidak larut asam = x x 100%
berat sampel (g) 20

No. Berat sampel (g) Berat abu (g)


1 2,0109 0,0193
2 2,0144 0,0188
3 2,0102 0,0181

0,0193 g
% Kadar abu tidak larut asam 1 = x 100% = 0,96%
2,0109 g

0,0188 g
% Kadar abu tidak larut asam 2 = x 100% = 0,94%
2,0144 g

0,0181 g
% Kadar abu tidak larut asam 3 = x 100 % = 0,90%
2,0102 g

% Kadar abu tidak larut asam rata-rata = 0,96% + 0,94% + 0,90% = 0,93%
3

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Gambar alat dan bahan yang diperlukan

Meja bedah Minyak jarak (oleum ricini)

Tinta cina

Peralatan bedah hewan,


spuit, dan oral sonde

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Gambar hewan sebelum dan sesudah dibedah

Hewan sebelum dibedah

Hewan sesudah dibedah

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Gambar usus halus yang dilintasi marker tinta cina

75,2 cm 100,3 cm

Lintasan marker tinta cina pada kelompok/perlakuan normal

84,8 cm

85,1 cm

Lintasan marker tinta cina pada kelompok diberi oleum ricini 2 ml

50,8 cm 74,5 cm

Lintasan marker tinta cina pada kelompok diberi Loperamid HCl 1 mg/kg bb

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)

21,5 cm 70,8 cm

Lintasan marker tinta cina pada kelompok diberi EEDSL dosis 20 mg/kg bb

45,3 cm 89,4 cm
Lintasan marker tinta cina pada kelompok diberi EEDSL dosis 30 mg/kg bb

22,4 cm 83,9 cm

Lintasan marker tinta cina pada kelompok diberi EEDSL dosis 40 mg/kg bb

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Volume maksimum sediaan uji yang diberikan pada hewan uji
(Harmita dan Radji, 2008)

Volume maksimum (ml) sesuai jalur pemberian


Jenis Hewan Uji
i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
Tikus (200 g) 1,0 0,1 2-5 2-5 5,0
Hamster (50 g) - 0,1 1-2 2-5 2,5
Marmut (300 g) - 0,25 2-5 5,0 10,0
Kelinci (2,5 kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0
Kucing (3 kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0
Anjing (5 kg) 10-20 5,0 20-50 10,0 100,0

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Tabel konversi dosis antara jenis hewan dengan manusia (Harmita
dan Radji, 2008)

Mencit Tikus Marmut Kelinci Kera Anjing Manusia


20 g 200 g 400 g 1,5 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit
1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,3 387,9
20 g
Tikus
0,14 1,0 1,74 3,0 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmut
0,008 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci
0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2
1,5 kg
Kera
0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1
4 kg
Anjing
0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0
70 kg

61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Perhitungan konversi dosis loperamid HCl dan ekstrak etanol daun
situduh langit (EEDSL)

1. Perhitungan konversi dosis loperamid HCl dari manusia ke tikus:

Dosis loperamid HCl pada manusia dewasa (berat 70 kg) adalah dosis awal

4 mg, tidak melebihi 16 mg/hari, dosis loperamid yang digunakan untuk tikus

(200 g), yaitu = 16 mg × 0,018 = 0,2 mg/200 g bb tikus atau sama dengan

1 mg/kg bb.

2. Perhitungan konversi dosis EEDSL dari tikus ke manusia:

Dosis yang digunakan dalam penelitian adalah:

- 20 mg/kg bb atau sama dengan 4 mg/200 g bb

- 30 mg/kg bb atau sama dengan 6 mg/200 g bb

- 40 mg/kg bb atau sama dengan 8 mg/200 g bb

Dosis optimal EEDSL pada tikus adalah 4 mg/200 g bb.

Faktor konversi dosis tikus = 56,0

Dosis manusia = Dosis pada tikus × Faktor konversi

= 4 mg × 56,0

= 224 mg / 70 kg bb

= 0,224 g / 70 kg bb

3. Nilai Rendemen Ekstrak Etanol Daun Situduh Langit (EEDSL)

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎

125 𝑔𝑟𝑎𝑚
= × 100%
1500 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 8,33%

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Perhitungan dosis dan volume pemberian loperamid HCl (tablet
Antidia®)

Dosis loperamid yang digunakan dalam penelitian adalah 1 mg/kg bb:

Dosis loperamid HCl pada manusia dewasa (berat 70 kg) adalah dosis awal 4 mg,

tidak melebihi 16 mg/hari, dosis loperamid yang digunakan untuk tikus (200 g),

yaitu = 16 mg × 0,018 = 0,2 mg/200 g bb tikus atau sama dengan 1 mg/kg bb.

Konsentrasi loperamid HCl yang digunakan adalah 0,024%, maka untuk membuat

larutan loperamid HCl dengan konsentrasi 0,024% sebanyak 10 ml, diperlukan

loperamid HCl sebanyak

10 𝑚𝑙
= × 0,024 g = 0,0024 g = 2,4 mg
100 𝑚𝑙

Perhitungan berat serbuk Antidia® yang diambil:

Tablet Antidia® ditimbang sebanyak 20 tablet (berat 2400 mg). 1 tablet Antidia ®

mengandung 2 mg loperamid HCl, maka 20 tablet Antidia ® mengandung 40 mg

loperamid HCl.

Loperamid HCl yang diperlukan dalam penelitian sebanyak 2,4 mg, maka berat

serbuk Antidia® yang diambil adalah

2,4 𝑚𝑔
= × 2400 mg = 144 mg
40 𝑚𝑔

Jadi serbuk Antidia® sebanyak 144 mg mengandung loperamid HCl 2,4 mg.

Volume pemberian loperamid HCl 1 mg/kg bb (konsentrasi 0,024%):

0,024 𝑔
Konsentrasi 0,024% = = 0,00024 g/ml = 0,24 mg/ml
100 𝑚𝑙

63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. (Lanjutan)

Jika berat badan tikus 200 g, maka loperamid HCl yang diberikan tiap tikus

200 𝑔
adalah = × 1 mg = 0,2 mg
1000 𝑔

0,2 𝑚𝑔
Maka, volume yang diberikan = × 1 ml = 0,8 ml/200 g bb tikus
0,24 𝑚𝑔/𝑚𝑙

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Perhitungan dosis dan volume pemberian ekstrak etanol daun
situduh langit (EEDSL)

a. EEDSL dosis 20 mg/kg bb

Konsentrasi EEDSL yang digunakan adalah 0,48%, maka untuk membuat

suspensi EEDSL dengan konsentrasi 0,48% sebanyak ml, EEDSL yang

5 𝑚𝑙
diambil sebanyak = × 0,48 g = 0,024 g = 24 mg
100 𝑚𝑙

Volume pemberian EEDSL dosis 20 mg/kg bb (konsentrasi 0,48%):

0,48 𝑔
Konsentrasi 0,48% = = 0,0048 g/ml = 4,8 mg/ml
100 𝑚𝑙

Jika berat badan tikus 200 g, maka EEDSL yang diberikan tiap tikus sebanyak

200 𝑔
= × 20 mg = 4 mg
1000 𝑔

4 𝑚𝑔
Maka, volume yang diberikan = × 1 ml = 0,8 ml/200 g bb tikus
4,8 𝑚𝑔/𝑚𝑙

b. EEDSL dosis 30 mg/kg bb

Konsentrasi EEDSL yang digunakan adalah 0,72%, maka untuk membuat

suspensi EEDSL dengan konsentrasi 0,72% sebanyak 5 ml, EEDSL yang

5 𝑚𝑙
diambil sebanyak = × 0,72 g = 0,036 g = 36 mg
100 𝑚𝑙

Volume pemberian EEDSL dosis 30 mg/kg bb (konsentrasi 0,72%):

0,72 𝑔
Konsentrasi 0,72% = = 0,0072 g/ml = 7,2 mg/ml
100 𝑚𝑙

Jika berat badan tikus 200 g, maka EEDSL yang diberikan tiap tikus
200 𝑔
sebanyak = × 30 mg = 6 mg
1000 𝑔
6 𝑚𝑔
Maka, volume yang diberikan = × 1 ml = 0,8 ml/200 g bb tikus
7,2 𝑚𝑔/𝑚𝑙

65
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. (Lanjutan)

c. EEDSL dosis 40 mg/kg bb

Konsentrasi EEDSL yang digunakan adalah 0,96%, maka untuk membuat

suspensi EEDSL dengan konsentrasi 0,96% sebanyak 5 ml, EEDSL yang

5 𝑚𝑙
diambil sebanyak = × 0,96 g = 0,048 g = 48 mg
100 𝑚𝑙

Volume pemberian EEDSL dosis 40 mg/kg bb (konsentrasi 0,96%):

0,96 𝑔
Konsentrasi 0,96% = = 0,0096 g/ml = 9,6 mg/ml
100 𝑚𝑙

Jika berat badan tikus 200 g, maka EEDSL yang diberikan tiap tikus

200 𝑔
sebanyak = × 40 mg = 8 mg
1000 𝑔

8 𝑚𝑔
Maka, volume yang diberikan = × 1 ml = 0,8 ml/200 g bb tikus
9,6 𝑚𝑔/𝑚𝑙

66
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Data persentase lintasan marker tinta cina

Panjang Lintasan Persen Rata-rata


usus marker tinta lintasan persen lintasan
No Perlakuan
(cm) cina (cm) marker tinta marker tinta
cina (%) cina ± SE
90,5 71,9 79,40
100,3 75,2 74,97
Normal
1. 102,1 85,3 83,54 76,97 ± 1,97
(tinta cina)
96,1 70,2 73,04
100,6 74,3 73,85
87,6 71,4 81,50
Oleum ricini 85,1 84,8 99,64
2. 2 ml + tinta 88,6 83,7 94,46 91,12 ± 3,01
cina 100,2 91,3 91,17
102,1 90,7 88,83
84,5 46,2 54,67
Loperamid 77,3 54,4 74,21
3. HCl 1 mg/kg 74,5 50,8 68,18 55,10 ± 8,51
bb 97,3 52,1 53,54
101,9 25,4 24,92
70,8 21,5 30,36
84,5 46,2 54,67
EEDSL
4. 98,3 37,2 37,84 42,36 ± 4,08
20 mg/kg bb
88,5 37,5 42,37
97,9 45,6 46,57
89,4 45,3 44,36
89,4 43,3 48,43
EEDSL
5. 87,5 36,7 41,94 46,29 ± 1,45
30 mg/kg bb
97,9 45,6 46,57
101,4 50,9 50,19
85,1 29,1 34,19
100,4 52,6 52,39
EEDSL
6. 102,1 50,9 49,85 40,42 ± 4,80
40 mg/kg bb
83,9 22,4 26,69
95,4 37,2 38,99

67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. Analisis statistik data persentase lintasan marker

Tests of Normality
Perlakuan Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Persen Normal .274 5 .200 .884 5 .329
Lintasan Oleum ricini
.167 5 .200* .991 5 .984
2 ml + tinta cina
Loperamid HCl
.267 5 .200* .909 5 .459
1 mg/kg bb
EEDSL 20
.123 5 .200* 1.000 5 1.000
mg/kg bb
EEDSL 30
.143 5 .200* .983 5 .951
mg/kg bb
EEDSL 40
.210 5 .200* .943 5 .686
mg/kg bb
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. (Lanjutan)

Descriptives
Persen lintasan marker tinta cina

95% Confidence
Interval for Mean
Std. Std. Lower Upper Mini Maxi
N Mean Deviation Error Bound Bound mum mum
Normal 5 76.9600 4.42291 1.97799 71.4682 82.4518 73.04 83.54
Oleum
ricini 2 ml 5 91.1200 6.73678 3.01278 82.7552 99.4848 81.50 99.64
+ tinta cina
Loperamid
HCl 1 5 55.1040 19.03766 8.51390 31.4656 78.7424 24.92 74.21
mg/kg bb
EEDSL 20
5 42.3620 9.13360 4.08467 31.0211 53.7029 30.36 54.67
mg/kg bb
EEDSL 30
5 46.2980 3.26018 1.45800 42.2500 50.3460 41.94 50.19
mg/kg bb
EEDSL 40
5 40.4220 10.74217 4.80404 27.0838 53.7602 26.69 52.39
mg/kg bb
Total 30 58.7110 21.42227 3.91115 50.7118 66.7102 24.92 99.64

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. (Lanjutan)

ANOVA
Persen lintasan marker tinta cina

Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 10761.198 5 2152.240 20.278 .000
Within Groups 2547.297 24 106.137
Total 13308.495 29

Persen Lintasan Marker Tinta Cina


a
Duncan

Subset for alpha = 0.05


Perlakuan N 1 2 3 4
EEDSL 40 mg/kg bb 5 40.4220
EEDSL 20 mg/kg bb 5 42.3620 42.3620
EEDSL 30 mg/kg bb 5 46.2980 46.2980
Loperamid HCl 1 mg/kg bb 5 55.1040
Normal 5 76.9600
Oleum ricini 2 ml + tinta cina 5 91.1200
Sig. .404 .075 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

70
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai