SKRIPSI
HALAMAN JUDUL
OLEH:
WILDO CAHYA ASHIDIQI TAMBUNAN
NIM 171501118
OLEH:
WILDO CAHYA ASHIDIQI TAMBUNAN
NIM 171501118
ii
Universitas Sumatera Utara
PENGESAHAN SKRIPSI
OLEH:
WILDO CAHYA ASHIDIQI TAMBUNAN
171501118
Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara pada Tanggal: 3 Januari 2022
Pembimbing II,
Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt Henny Sri Wahyuni S.Farm., M.Si., Apt
NIP 197712262008122002 NIP 198509222018032001
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Validasi dan Penetapan Kadar Asetosal dalam sediaan tablet secara
spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Ibu
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas untuk menyelesaikan skripsi penulis,
kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.Si., Apt., selaku Mantan Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa
Pendidikan. Saya juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt., dan Ibu Henny Sri Wahyuni,
S.Farm., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh
kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Kepada
Ibu Prof. Dr. Masfria, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.
selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan dan Ibu Prof. Dr. Poppy Anjelisa
Zaitun Hasibuan S.Si., M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberi
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua
orangtua, Ayahanda Sahnan Tambunan dan Ibunda Desniwati, abangda Heru Utama
Tambunan, dan juga adik Naufal Tambunan yang telah memberikan cinta dan kasih sayang,
iv
Universitas Sumatera Utara
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan penelitian Ricky, Karmila, Egik
dan Dandy, kepada Shabrina Alifah Siregar atas waktu, motivasi dan doa yang telah
diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan dan penelitian, kepada teman
seperjuangan Yogik, Kevin, Dika, Dimas, Muliandi, Wildo, Rahmat, Amri, Raja, Jose, Ade,
Enry, Ella, Anggi, Keluarga Bersama, Asisten Laboratorium Statistik dan Metodologi
Penelitian serta sahabat-sahabat stambuk 2017 Fakultas Farmasi USU atas kebersamaan,
perhatian, do’a, dorongan, semangat serta cinta yang diberikan kepada penulis selama ini,
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan
saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya sendiri dan
bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui bahwa skripsi saya tersebut
terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun
oleh Program Studi Sarjana Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Saya
Demikian Surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam
keadaaan sehat.
vi
Universitas Sumatera Utara
VALIDASI DAN PENETAPAN KADAR ASETOSAL DALAM SEDIAAN
TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI FOURIER TRANSFORM
INFRA RED (FTIR)
ABSTRAK
Latar belakang: Asetosal atau Asam Asetilsalisilat merupakan salah satu obat
antiinlfamasi non steroid yang sering digunakan didunia. Asetosal digunakan untuk
meredakan nyeri ringan sampai sedang dan gangguan inflamasi akut. Fourier
Transform Infra Red (FTIR) memiliki sensitifitas yang lebih baik, pengukuran yang
lebih singkat, persiapan sampel sederhana, dan mudah dalam pengoperasian.
Fourier Transform Infra Red (FTIR) memiliki sifat yang khas sebagai spektrum
sidik jari, yang mana tidak ada dua buah senyawa atau sampel yang berbeda
mempunyai spektrum yang sama. Pemeriksaan kadar zat aktif merupakan syarat
yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar asetosal dalam
sediaan tablet serta untuk mengetahui kesesuaian kadar terhadap persyaratan
Farmakope Indonesia.
Metode: Penetapan kadar asetosal secara spektrofotometri Fourier Transform Infra
Red (FTIR) dilakukan dengan pembuatan kalibrasi dan validasi 5 konsentrasi yang
diukur pada rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asetosal dalam sediaan tablet
Aptor® (96,81±0,95) %, tablet Astika® (101,90±1,59) %, tablet Cardioasetosal®
(105,75±1,83)%, dan tablet Farmasal® (98,36±1,50) %. Kadar yang diperoleh
memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia edisi VI tahun
2020. Validasi metode yang dilakukan didapat hasil uji perolehan kembali 100,77
%, RSD 0,57%, dan LOD dan LOQ masing-masing adalah 0,7761% dan 2,5870%.
Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memberikan hasil akurat dan
teliti.
Kesimpulan: Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar asetosal
dapat dilakukan secara spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan
kadar tablet asetosal telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi VI
tahun 2020.
vii
Universitas Sumatera Utara
VALIDATION AND DETERMINATION OF ASETOSAL IN TABLET BY
FOURIER TRANSFORM INFRA RED SPECTROPHOTOMETRY (FTIR)
ABSTRACT
Background: Acetosal or Acetylsalicylic Acid is one of the most widely used non-
steroidal anti-inflammatory drugs in the world. Acetosal is used to relieve mild to
moderate pain and acute inflammatory disorders. Fourier Transform Infra Red
(FTIR) has better sensitivity, shorter measurements, simple sample preparation, and
is easy to operate. Fourier Transform Infra Red (FTIR) has a characteristic as a
fingerprint spectrum, in which no two compounds or different samples have the
same spectrum. Examination of active substance levels is a requirement that must
be met to ensure the quality of drug preparations.
Objective: The purpose of this study was to determine asetosal levels in tablet and
to determine the suitability of the requirements of Indonesian Pharmacopoeia.
Methods: Determination of asetosal levels by Fourier Transform Infra Red (FTIR)
spectrophotometry used to made a chemometric calibration and validation of each
of the 5 concentrations measured absorbance in the wave number range 4000-400
cm-1.
Results: The results showed that the levels of asetosal in Aptor® tablets
(96,81±0,95)%, Astika® tablets (101,90±1,59)%, Cardioasetosal® tablets
(105,75±1,83)%, and Farmasal® tablets (98,36±1,50)%. The content obtained
meets the requirements set in the Indonesian’s Pharmacopeia 5th edition 2014. The
validation method showed the result of the recovery test was 100.77%, RSD was
0,57%, and LOD and LOQ were 0,7761% and 2,5870% respectively. These results
indicate that the method was accurate and precise.
Conclusion: The results of this study concluded that the determination of asetosal
levels could be carried out by Fourier Transform Infra Red (FTIR)
spectrophotometry and the levels of asetosal tablets had met the requirements of
the Indonesian’s Pharmacopeia 6th edition 2020.
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ix
Universitas Sumatera Utara
3.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi ..........................................................................25
3.6.3 Penetapan Kadar Tablet Asetosal..................................................................26
3.7 Validasi Metode ...............................................................................................26
3.7.1 Linearitas .......................................................................................................26
3.7.2 Akurasi ..........................................................................................................26
3.7.3 Presisi ............................................................................................................27
3.7.4 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) .......................................27
3.7.5 Analisis Data Penetapan Kadar secara Statistik ............................................28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................29
4.1 Penentuan Spektrum Serapan Baku Asetosal ..................................................29
4.2 Penentuan Kurva Kalibrasi Asetosal ................................................................32
4.3 Hasil Pembuatan Kurva Kalibrasi Asetosal .....................................................33
4.4 Hasil Penetapan Kadar Asetosal dalam Sediaan Tablet ..................................35
4.5 Hasil Validasi Metode ......................................................................................38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................40
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................40
5.2 Saran.................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................41
LAMPIRAN ...........................................................................................................42
x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN
xiii
xiv
PENDAHULUAN
kondisi demam ringan, dan untuk gangguan inflamasi akut dan kronis seperti
(Sweetman, 2009). Asetosal merupakan salah satu obat yang paling banyak
Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat
Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. Pemeriksaan kadar zat aktif
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat,
dan untuk melakukan penetapan kadar obat dibutuhkan suatu metode yang telah
kinerja tinggi. Sistem kromatograf cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor
280 nm dan kolom berukuran 4,0 mm x 30 cm. Laju alir lebih kurang 2 mL per
menit. Lakukan kromatografi terhadap larutan baku, rekam kromatogram dan ukur
respons puncak seperti tertera pada prosedur, dan simpangan baku relatif tidak lebih
menunjukkan kadar asetosal dalam sediaan tablet yang diuji memliki kadar 99,16
Edisi VI. Penetapan kadar menggunakan FTIR, antara lain penetapan kadar
(Robaina, dkk., 2013), dan asam folat (Raouf dkk., 2014). Menurut Nugrahani, dkk
spektofotometri FTIR.
limbah.
karena sifatnya yang khas sebagai spektrum sidik jari, yang mana tidak ada dua
buah senyawa atau sampel yang berbeda mempunyai spektrum yang sama
Spektroskopi Infra merah merupakan teknik analis yang sangat popular untuk
analisis berbagai sampel, baik sampel produk farmasetik, makanan, cairan biologis,
dengan standar Farmakope bisa dilakukan dengan penyiapan sampel pada daerah
sidik jari menggunakan KBr atau KCl (Gandjar dan Rohman, 2012).
Infra Red (FTIR) pada daerah sidik jari (1300–900 cm-1) menggunakan serbuk KBr
(FTIR)?
1.2 Hipotesis
sebagai berikut:
a. Daerah sidik jari pada asetosal dapat digunakan untuk penetapan kadar
adalah:
a. Untuk mengetahui bahwa daerah sidik jari pada asetosal dapat digunakan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asetosal
Rumus Struktur :
berikut:
Rumus Molekul : 𝐶9 𝐻8 𝑂6
lemah.
2.1.2 Farmakologi
2.1.3 Farmakokinetika
Asetosal dan salisilat lainnya diserap dengan cepat dari saluran pencernaan
saat diminum tetapi penyerapan setelah dosis rektal kurang dapat diandalkan.
Asetosal dan salisilat lainnya juga bisa diserap melalui kulit. Setelah dosis oral,
absorpsi asetosal yang tidak terionisasi terjadi di lambung dan usus. Beberapa
dengan cepat diubah menjadi salisilat, tetapi selama 20 menit pertama setelah dosis
oral asetosal adalah bentuk obat dalam plasma. Asetosal 80 sampai 90% terikat
dilaporkan 170 mL / kg pada orang dewasa. Saat konsentrasi obat dalam plasma
meningkat, tempat pengikatan pada protein menjadi jenuh dan volume distribusinya
hanya asetosal yang memiliki efek anti-platelet. Salisilat terikat secara luas pada
protein plasma dan dengan cepat didistribusikan ke seluruh bagian tubuh. Salisilat
asam salisilat, glukuronida fenolik salisil, asil glukuronida salisilat, asam gentisat,
dan asam gentisurat. Pembentukan metabolit utama, asam salisilat dan glukuronida
salisilat meningkat secara tidak proporsional dengan dosis. Setelah dosis asetosal
325 mg, eliminasi adalah proses urutan pertama dan waktu paruh salisilat plasma
sekitar 2 sampai 3 jam; pada dosis asetosal tinggi, waktu paruh meningkat menjadi
15 sampai 30 jam. Salisilat juga diekskresikan tidak berubah dalam urin; jumlah
yang dikeluarkan melalui jalur ini meningkat dengan peningkatan dosis dan juga
tergantung pada pH urin, sekitar 30% dosis diekskresikan dalam urin alkali
dibandingkan dengan 2% dosis dalam urin asam. Ekskresi ginjal melibatkan filtrasi
glomerulus, sekresi tubulus ginjal aktif, dan reabsorpsi tubular pasif. Salisilat
2.2 Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
dan tablet kempa. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan
2.3 Spektrofotometri
2.3.1 Definisi
Spektroskopi Infra merah merupakan teknik analisis yang sangat popular untuk
analisis berbagai jenis sampel, baik sampel produk farmasetik, makanan, cairan
spektroskopi yang bersifat: (1) spesifik terhadap suatu molekul; yang akan
daerah sidik jari (fingerprint); (3) bersifat kuantitatif dan non-destruktif (tidak
merusak) bahkan terhadap senyawa-senyawa yang sangat labil dengan kisaran kerja
yang utama antara 0,1-100% dan (4) bersifat universal, dalam persyaratan
pengambilan sampelnya, baik sampel padat, cair, gas, sampel antara padat dan cair
atau gas, sampel permukaan, maupun sampel ruahan (bulk) (Gandjar dan Rohman,
2012).
menentukan konsentrasi analit dalam suatu sampel. Tinggi puncak atau luas puncak
dengan konsentrasi tertentu yang telah diketahui, yang disebut dengan standar
a. Spektrofotometri UV-VIS
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan
elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis
biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam
larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit
informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum
dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada bilangan gelombang
spektrum yang bersifat: (1) spesifik terhadap suatu molekul; yang akan
yang ada dalam molekul, termasuk jenis dan interaksi-interaksinya; (2) sidik jari
dengan konsentrasi, (4) non-destruktif (tidak merusak), yang berarti bahwa pada
jenis penanganan sampel tertentu seperti dengan attenuated total reflectance (ATR),
sampel yang dianalisis dapat dianalisis dengan metode analisis yang lain, dan (5)
bersifat universal, baik sampel padat, cair, gas, sampel antara padat dan cair atau
c. Spektrometer massa
Jika suatu benda yang bergerak lurus diberi tenaga dari luar, maka
gerakannya tidak akan lurus lagi seperti biasanya karena akan terjadi defleksi atau
perubahan arah. Besarnya perubahan arah ini tergantung dari massa benda yang
bergerak itu. Jika kita mengetahui besar benda yang bergerak, kecepatannya, dan
jumlah tenaga luar yang diberikan; maka kita bisa menghitung massa benda
tersebut. Makin besar perubahan arah gerak, makin ringan benda tersebut. Prinsip
10
Agar bisa dipengaruhi oleh medan magnet maka atom atau molekul ini harus diubah
menjadi bentuk ion. Partikel yang bermuatan dapat dipengaruhi oleh medan magnet
Spektroskopi ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap kelompok proton (H)
dalam molekul organic akan beresonansi pada frekwensi yang tidak identic atau
beresonansi pada frekwensi yang spesifik. Hal ini disebabkan kelompok proton
berbeda). Makin besar kerapatan electron yang mengelilingi inti maka makin besar
pula medan magnet yang digunakan. Karena setiap atom H (proton) suatu molekul
inti hidrogen. Setiap inti yang memiliki jumlah proton dan atau neutron yang ganjil
bisa diukur dengan spektroskopi RMI. Nukleus yang biasa dipakai adalah karbon.
Karena karbon memiliki nomor proton yang genap maka yang digunakan adalah
isotopnya, yaitu karbon-13. Pada spektrum 1H RMI, sinyal yang dilihat berasal dari
11
atom hidrogen yang terletak pada karbon tetangga (H-C-C-H). Pada spektrum RMI
karbon, sinyal karbon dapat dilihat secara langsung. Spektrometer resonansi magnet
inti karbon pada umumnya digunakan untuk: 1. Menentukan jumlah karbon yang
memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu senyawa organik 2. Mengetahui
Spektroskopi serapan atom (SSA) dan spektroskopi emisi atom (SEA), disebut juga
mendasarkan pada proses eksitasi dan emisi. Pada analisis kuantitatif, metode ini
melakukan pengukuran dengan kedua teknik ini (serapan atom dan emisi atom),
pengukuran serapan sinar oleh atom yang tertinggal dalam keadaan dasar ketika
atom disinari dengan sumber sinar yang menyebabkan eksitasi yang sesuai. Dalam
SEA, konsentrasi dapat diperoleh dari intensitas radiasi yang diemisikan oleh
sebagian atom yang telah melewati keadaan tereksitasi (Gandjar dan Rohman,
2012)
sinyal yang dihasilkan sebagai fungsi perubahan pathlength antara 2 berkas sinyal.
Dua domain (jarak dan frekuensi) dapat ditukar balikkan dengan metode matematik
12
Komputer
a. Sumber sinar
Sumber cahaya yang umum digunakan adalah batang yang dipanaskan oleh listrik
berupa Nerst Glower yang merupakan campuran logam: Zr, Y, Er dan lain-lain;
Globar yang merupakan silikon karbida: dan berbagai bahan keramik lainnya (Sitrous,
2017).
b. Interferometer Michelson
dalam dua berkas sinar, dan membuat salah satu berkas sinar berjalan dengan jarak
yang berbeda dengan yang lain. Interferometer Michelson mempunyai 2 buah cermin,
yakni cermin statik/tetap (tidak bergerak) dan cermin yang selalu bergerak. Diantara
2 cermin ini terdapat pemecah berkas sinar (beam splitter), yang dirancang untuk
memantulkan yang setengahnya. Berkas sinar yang muncul dari interferometer pada
sudut 90o ke berkas sinar yang ditransmisikan merupakan berkas sinar yang terdeteksi
13
Detektor normal pada penggunaan rutin adalah alat piroelektrik yang didalamnya
terdapat deuterium triglisin sulfat (DTGS) pada jendela alkali halida yang tahan
di daerah dekat (NIR), detektor yang digunakan adalah fotokonduktor timbal sulfida
(Rohman, 2014).
d. Komputer
batas, serta awal dan akhir scanning. Komputer akan membaca spektra dari
instrumen begitu spektrum di-scanning. Hal ini bermakna bahwa spektrum telah
merupakan pengukuran spektrum lingkungan, yang terdiri dari gas yang mampu
mengabsorpsi sinar inframerah seperti gas karbon dioksida dan uap air. Perangkat
(Rohman, 2014).
14
detektor cukup tinggi dan meningkatkan signal to noise (SNR) (Rohman, 2014).
Bila suatu molekul dilewatkan sinar pada panjang daerah IR, maka atom-atom
yang terikat dalam molekul mengalami vibrasi (Bergetar). Vibrasi molekul terdiri
atas vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Vibrasi ulur (Strecthing) terjadi antara dua atom
sepanjang sumbu ikatan (Gerakan Simetri dan anti simetri), sedangkan vibrasi
tekuk terjadi akibat berubahnya sudut antara dua ikatan (Khaldun, 2018).
15
atom. Vibrasi ini terdiri atas scissoring, rocking, wagging, dan twisting. Bilangan
gelombang setiap gugus fungsi dalam molekul bersifat khas, oleh sebab itu dapat
penting yang terdiri dari (1) vibrasi ulur ikatan tunggal (Strecthing single bond), (2)
ikatan rangkap tiga (triple bonds), (3) ikatan ganda (double bonds), dan daerah sidik
Apabila frekuensi cahaya yang dilewatkan diserap oleh senyawa yang diinvestigasi,
berarti energi tersebut ditransfer pada senyawa. Besarnya energi yang diserap
16
Pada suatu ikatan kovalen, atom tidak terikat dengan suatu hubungan yang
rigid. Dua atom yang berhubungan satu sama lain disebabkan karena kedua inti
atom terikat pada pasangan elektron yang sama. Kedua inti ini bisa mengalami
(Dachriyanus, 2009).
Energi yang terlibat pada vibrasi tergantung pada panjang ikatan dan massa
atom-atom yang saling berikatan. Ini berarti bahwa setiap ikatan yang berbeda akan
tervibrasi dengan cara yang berbeda dan jumlah energi yang berbeda pula. Pada
diberi sejumlah energi yang tepat sama dengan besarnya energi pada ikatan maka
energi ini akan menyebabkan vibrasi pada keadaan yang lebih tinggi. Jumlah energi
yang dibutuhkan bervariasi pada setiap ikatan sehingga setiap ikatan akan menyerap
pada frekuensi yang berbeda- beda pada radiasi inframerah (Dachriyanus, 2009).
17
Ikatan bisa bervibrasi naik-turun sepanjang waktu dan jika diberikan energi
yang tepat pada ikatan ini maka vibrasinya akan semakin kuat. Naik turunnya suatu
ikatan melibatkan sejumlah energi sehingga setiap ikatan akan menyerap energi
Pada spektrum diatas, terlihat adanya tiga jenis serapan yang disebabkan
Teknik transmisi berdasarkan jenis sampel yang akan dianalisis sebagai berikut:
Ada tiga cara umum untuk mengolah sampel yang berupa padatan, yaitu:
(1) dengan lempeng kalium bromida, (2) “mull”, dan (3) lapisan tipis. (1) Pelet KBr
18
Mull atau pasta digunakan dengan mencampur cuplikan dengan minyak pasta
kemudian dilapis pada dua keping NaCl, (3) Lapisan Tipis digunakan dengan
melarutkan padatan dalam pelarut yang mudah menguap, lalu diteteskan pada pelat
NaCl. Bila pelarut sudah menguap maka akan diperoleh lapisan tipis pada pelat
(Sitorus, 2017).
sesuai harus dipilih. Faktor-faktor yang harus diperhatikan ketika memilih pelarut,
yakni: pelarut harus melarutkan sampel, pelarut yang digunakan sedapat mungkin
menyerap spektrum IR secara kuat. Sebanyak 1-5% larutan dimasukkan dalam sel
larutan yang mempunyai jendela transparan dengan alat pengatur ketebalan. Tebal
sel biasanya antara 0,1-1,0 mm. Selain itu, dengan mengatur konsentrasi dan tebal
sel maka bentuk dan pita serapan yang penting dapat ditonjolkan dengan jelas
(Rohman, 2014).
Untuk pengolahan sampel berbentuk gas, sampel dimasukkan pada sel khusus
yang menghadap langsung pada sumber sinar IR. Dalam bentuk modifikasi, cermin
yang susah dianalisis dengan teknik transmitans. Metode pantulan dapat dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu: (1) pengukuran pantulan internal dengan menggunakan sel
19
sampel; dan (2) pengukuran pantulan eksternal yang melibatkan berkas sinar IR yang
menjadi 4 daerah, dan sifat frekuensi gugus secara umum dapat ditentukan dengan
Daerah-daerah tersebut adalah sebagai berikut: daerah ulur X–H (4000-2500 cm-1),
yang mana X berupa O, N dan C daerah ikatan rangkap tiga (2500-2000 cm-1),
daerah ikatan rangkap dua (2000-1500 cm-1) dan daerah sidik jari (1500-600 cm1).
Secara visual daerah serapan gugus-gugus fungsional yang utama dapat dilihat
Frekuensi (cm-1)
N=O
Gambar 2.8 Daerah-daerah perkiraan frekuensi vibrasi yang mana berbagai jenis
ikatan menyerap sinar IR (disini hanya vibrasi ulur; sementara
berbagai jenis vibrasi tekuk dihilangkan untuk membuat lebih jelas)
(Sumber: Rohman, 2014)
20
yaitu karena sifatnya sebagai spektrum sidik jari, yang mana tidak ada dua buah
senyawa atau sampel yang berbeda mempunyai spektrum yang sama (Rohman,
2014). Menurut Sitorus, (2017) serapan sidik jari pada daerah sekitar 1200-500 cm-1
memiliki molekul dan serapan yang sangat kompleks dan biasanya digunakan untuk
gugus fungsional hidroksi (-OH) pada sekitar 3400 an cm-1 biasanya intentitasnya kuat
dengan puncak melebar, diperkuat serapan C-O tunggal pada sekitar 1200 cm-1 yang
untuk tujuan ini dilakukan dalam pelet KBr atau KCl (Gandjar dan Rohman, 2012).
gelombang spesifik, yaitu 1183 cm-1, 1688 cm-1, 1305 cm-1, 1755 cm-1, 925 cm-1,
1219 cm-1. Daerah sidik jari berada dalam daerah 1300-600 cm-1 daerah yang
memasuki rentang tersebut yaitu 925 cm-1, 1183 cm-1, 1219 cm-1 dan 1305 cm-1.
reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Validasi metode
yang dapat diterima sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Rohman, 2019).
21
nilai sebenarnya yang diterima (accepted true value), baik nilai konvensi, nilai
2.8.2. Presisi
berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap replikasi sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Presisi dapat menghasilkan nilai rata-rata yang sangat
dekat dengan nilai yang sebenarnya, simpangan baku relatif atau disebut juga
Relatif Standard Deviasi (RSD) digunakan sebagai parameter ukur dari presisi
Batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah yang
Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):
3 ×𝑆𝐵
Batas deteksi (LOD) = 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒
dalam sam pel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan
22
2.8.4. Linearitas
uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang
diberikan. Pada uji linieritas paling tidak 5 konsentrasi yang berbeda digunakan pada
(r). Koefisien korelasi inilah yang digunakan untuk parameter linearitas (Ryanto,
2016).
23
METODOLOGI PENELITIAN
3.3 Alat–alat
Lumpang dan Alu, serta alat-alat lainnya yang diperlukan dalam penyiapan sampel.
3.4 Bahan
(BPFI), Kalium Bromida (KBr), tablet Aptor® (PT. Nicholas), dan tablet Astika®
24
satu tempat dengan tempat yang lain, karena tempat pengambilan sampel dianggap
homogen.
pertimbangan peneliti.
hingga 300 mg dan digerus sampai homogen. Kemudian diukur serapan pada
Kurva kalibrasi dibuat dari enam standar internal yang berbeda konsentrasi
dalam kisaran 1:10 b / b sebanyak 18 mg, 24 mg, 30 mg, 36 mg, 42 mg dan masing-
masing dicukupkan dengan KBr hingga 300 mg dan digerus untuk mengurangi
spektrum turunan pertama. Absorbansi dari setiap kalibrasi standar diukur dalam
range bilangan gelombang 1755 cm-1, 1688 cm-1, 1305 cm-1, 1219 cm-1, 1183 cm-1
25
3.7.1 Linearitas
Y = aX + b
Keterangan:
Y = Absorbansi
X = Kadar (mg/mL)
b = Konstanta
3.7.2 Akurasi
baku (Standart Addition Method), yaitu dengan membuat konsentrasi analit sampel
pada tiga rentang spesifik, yakni: 80%, 100% dan 120% dihitung dari kesetaraan
dari tiga kali pengulangan yang mengandung 70% analit asetosal dari tablet yang
dianalisis dan 30% penambahan baku. Pada metode penambahan bahan baku,
26
Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya. Kadar yang
diperoleh dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang
sebenarnya:
CF − CA
%Perolehan Kembali = × 100%
C* A
Keterangan:
3.7.3 Presisi
Keterangan:
SD = Standar deviasi
̅=
X Kadar rata-rata zat dalam sampel
SY ∑(Y − Yi)2
= SB = √
X n−2
SY
LOD = 3 X / Slope
27
Keterangan:
SY
= SB = Simpangan baku
X
̅ )2
∑(X −X
SD = √
n−1
Data diterima jika thitung< ttabel pada taraf kepercayaan 99% dengan nilai α =
0,01.
Keterangan:
n = Jumlah pengulangan
α = Tingkat kepercayaan
digunakan rumus:
SD
X ±ttabel
μ= ̅
√n
28
̅
X = Kadar rata-rata dalam satu sampel
n = Jumlah pengulangan
29
puncak gugus fungsional asetosal konsentrasi 10% dapat dilihat pada Gambar 4.1.
30
gugus fungsional O-H karboksilat ulur yang memiliki pita serapan yang sangat
lebar, bilangan gelombang 1757 cm-1 (1755,22 cm-1) memiliki gugus fungsional
C=O Ester ulur, bilangan gelombang 1690 cm-1 (1689,64 cm-1) memiliki gugus
1460 cm-1 (1462,04 cm-1) memiliki gugus fungsional C=C aromatic tekuk, bilangan
gelombang 1325-1285 cm-1 (1303,87 cm-1 dan 1219,01 cm-1) memiliki gugus
fungsional C-O ulur dan bilangan gelombang 1200-900 cm-1 (1184,29 cm-1 dan
925,83 cm-1) memiliki gugus fungsional C-O (Fessenden dan Fessenden, 1986).
spesifik, yaitu 1755 cm-1, 1688 cm-1, 1305 cm-1, 1219 cm-1, 1183 cm-1 dan 925 cm-
1
. Menurut Sitorus, (2017) daerah sidik jari berada dalam daerah 1200-500 cm-1
daerah yang memasuki rentang tersebut yaitu 925 cm-1, 1183 cm-1, dan 1219 cm-1.
Sehingga dilakukan analisis pada titik spesifik yang memenuhi rentang daerah sidik
jari saja. Spektrum vibrasi asetosal konsentrasi 10% dapat dilihat pada gambar 4.2.
31
yaitu karena sifatnya sebagai spektrum sidik jari, yang mana tidak ada dua buah
senyawa atau sampel yang berbeda mempunyai spektrum yang sama (Rohman,
2014). Menurut Sitorus, (2017) serapan sidik jari pada daerah sekitar 1200-500 cm-
1
memiliki molekul dan serapan yang sangat kompleks dan biasanya digunakan
mempunyai gugus fungsional hidroksi (-OH) pada sekitar 3400 an cm-1 biasanya
intentitasnya kuat dengan puncak melebar, diperkuat serapan C-O tunggal pada
Kebanyakan sampel yang disiapkan untuk penentuan sidik jari bertujuan untuk
untuk tujuan ini dilakukan dalam pelet KBr atau KCl (Gandjar dan Rohman, 2012).
32
2011).
33
literatur.
baku asetosal konsentrasi 10% dengan bilangan gelombang dari literatur. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa sampel yang digunakan pada penelitian ini
gelombang asetosal dengan literatur yaitu 1755,23 cm-1, 1689,64 cm-1, 1307,737,
level tertentu, tanpa memperhatikan seberapa baik kita melakukan suatu percobaan
ataupun seberapa hebat instrumen yang kita gunakan. Akurasi dari bilangan
hal ini memberikan perbedaan bentuk antara spektrum transmitan atau pita
925 cm-1, 1183 cm-1, dan 1219 cm-1. Dilakukan analisis kuantitatif pada bilangan
gelombang tersebut.
34
3 bilangan gelombang spesifik sidik jari baku asetosal konsentrasi 10%. Hasil
dengan koefisien korelasi yaitu 0,9974 , bilangan gelombang 1184,29 cm-1 dengan
koefisien korelasi yaitu 0,9982 , dan bilangan gelombang 925,83 cm-1 dengan
puncak spesifik, karena pada daerah ini memberikan selektifitas dan sensitifitas
yang paling baik daripada bilangan gelombang spesifik lainnya dengan koefisien
korelasi r = 0,9997.
Selain itu, pemilihan bilangan gelombang 925,83 cm-1 untuk penetapan kadar
asetosal didasari pada sifatnya sebagai sidik jari. Hal ini dibuktikan dengan adanya
vibrasi C-O yang muncul pada daerah 1200-900 cm-1 yaitu pada bilangan
gelombang 925,83 cm-1, dan sebagai bentuk konfirmasi adanya gugus fungsi O-H
yang muncul pada daerah 3700-3000 cm-1 yaitu 3491,15 cm-1 (Ewing, 1975;
wilayah spesifik asetosal. Spektrum asetosal pada berbagai konsentrasi dapat dilihat
35
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maka
semakin tinggi pula absorbansi yang dihasilkan. Spektrum vibrasi asetosal pada
0,9997. Dari gambar berikut dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maka
36
1.2
0.8
ABSORBANSI
0.6
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
KONSENTRASI (%)
gelombang yang lain dan tidak didapatkan hasil yang memenuhi persyaratan
koefisien korelasi. Sehingga, dalam penelitian ini dipilih bilangan gelombang yang
memberikan linearitas yang paling baik yaitu absorbansi pada bilangan gelombang
925,83 cm-1. Data kalibrasi, persamaan regresi dan koefisien korelasi dapat dilihat
pada Lampiran 4.
persamaan regresi kurva kalibrasi pada bilangan gelombang 925,83 cm -1 dari baku
analisis adalah tablet Aptor® (PT. Nicholas), dan tablet Astika® (PT.Ikapharmindo
(PT. Fahrenheit). Perolehan kadar tiap tablet dapat dilihat pada Tabel 4.2
37
38
asetosal tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang
(keseksamaan), batas deteksi (LOD), dan batas kuantitasi (LOQ). Uji akurasi
metode adisi standar. Uji presisi dinyatakan dalam simpangan baku relatif (RSD).
Pada penelitian ini dilakukan uji validasi dengan metode adisi standar pada sampel
Uji akurasi dilakukan dengan membuat tiga konsentrasi sampel dengan rentang
spesifik 80%, 100%, dan 120% dihitung dari kesetaraan penimbangan pada
penetapan kadar sampel, masing-masing rentang spesifik terdiri dari tiga kali
pengulangan yang mengandung 70% analit dan 30% baku. Perhitungan persen
untuk validasi metode dengan 3 replikasi jika berada pada rentang 98%-102%.
%recovery 100.77%. Simpangan baku relatif (RSD) asetosal yang diperoleh 0,57%,
hasil ini memenuhi syarat presisi untuk validasi metode karena kurang dari 2%.
Batas deteksi dan batas kuantitasi asetosal berturut-turut adalah 0,7761% dan
diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan di mana seluruh nilai
39
LOD dan LOQ dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 72-73.. Dari hasil di atas,
dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan untuk menganalisis asetosal telah
40
5.1 Kesimpulan
Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan daerah sidik jari pada
b. Metode penetapan kadar dengan pelet KBr menggunakan daerah sidik jari
2020.
5.2 Saran
41
Arikalang, T.G., Sudewi, S., Rorong, J.A. 2018. Optimasi dan Validasi Metode
Analisis dalam Penentuan Kandungan Total Fenolik pada Ekstrak Daun
Gedi Hijau (Abelmoschus Manihot L.) yang Diukur dengan
Spektrofotometer Uv-Vis. Jurnal Ilmiah Farmasi. 7(3): 19.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Cetakan I. Padang: Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas. Halaman 1, 39, 111.
Ditjend KAK. 2020. FARMAKOPE INDONESIA. EDISI VI. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 62, dan 170-171.
Ewing, G.W. 1975. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Fourth Edition.
Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha. Halaman 120.
Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik Jilid 1. Edisi ketiga.
Penerjemah: Pudjaatmaka A.H. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Organic
Chemistry 1. Halaman 320.
Gandhimathi, M., Ravi, T.K. 2007. High Performance Liquid Chromatographic
Determination of Asetosal and Clopidogrel in Tablets. Indian Journal of
Pharmaceutical Sciences. 123-125.
Gandjar, I.G., Rohman, A. 2012. Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan
Kromatografi. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 155, 156,
181-182, 230,233,235-236, 245-247, dan 253.
Gunasekaran, S., Sailatha, E., Seshadri, S., Kumaresan, S. 2009. FTIR, FT Raman
spectra and molecural structural confirmation of isoniazid. Indian Journal
of Pure & Applied Physycs. 47: 1.
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117-135.
Khaldun, I. 2018. Kimia Analisis Instrumen.Cetakan pertama. Banda Aceh: Syiah
Kuala University Press. Halaman 106, dan 114.
Konoz, E., Sarrafi, A.H.M., Samadizadeh, M., Boreiri, S. 2012. Quantitaive
Analysis of Lorazepam in Pharmaceutical Formulation Through FTIR
Spectroscopy. Journal of Chemistry. 9(4): 1.
Mallah, M.A., Sherazi S.T.H., Bhanger M.I., Mahesar S.A., Bajeer M.A. 2015. A
rapid Fourier-transform infrared (FTIR) spectroscopic method for direct
quantification of paracetamol content in solid pharmaceutical formulations.
Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy.
141(2015): 65.
Moffat, A.C., Osselton, M.D., Widdop, B. 2011. Clarke’s Analysis of Drugs and
Poisons. Fourth Edition. London : Pharmaceutical Press. Halaman 924.
Murtaza, G., Ali Khan, S.A., Shabbir, A., Mahmood, A., Bin Asad, M.H.H.B.,
Farzana, K., dkk. 2011. Development of a UV-spectrophotometric method
for the simultaneous determination of asetosal and paracetamol in tablets.
Scientific Research and Essays. 6(2): 417-421.
Nugrahani, I., Manosa, E.Y., Chyntya, W. 2019. FTIR-derivative as a green
method for simultaneous content determination of caffeine, paracetamol,
and acetosal in a tablet compared to HPLC. Vibrational Spectroscopy. 104
(2019) : 1-5.
42
43
Timbangan (Sartorius)
44
Kalium bromida
45
Baku Asetosal
Ditimbang sebanyak 30 mg
Dicukupkan dengan KBr hingga 300 mg
Digerus sampai homogen
Diukur serapan pada bilangan gelombang
500-4000 𝑐𝑚−1
Spektrum Serapan
Baku Asetosal
Baku Asetosal
Spektrum Kurva
Kalibrasi Asetosal
46
20 tablet
Ditimbang bobotnya
Digerus hingga homogen
Serbuk Asetosal
dalam sediaan
Tablet
Ditimbang seksama sejumlah serbuk
setara 30 mg asetosal
Dihitung kesetaraan asetosal dengan
metode adisi standar (Standart Addition
Method)
Dicukupkan dengan KBr dan
dihomogenkan
Diukur serapannya pada bilangan
gelombang 500-4000 𝑐𝑚−1
Spektrum Serapan Sampel
Dihitung absorbansi pada bilangan
gelombang spesifik 925,83 𝑐𝑚−1
Kadar
47
Pembuatan Spektrum
Serapan Baku Asetosal
Pembuatan Spektrum
Serapan Kurva Kalibrasi
Asetosal
Diperoleh persamaan regresi dan
Penentuan bilangan gelombang
spesifik asetosal pada daerah
sidik jari
Pengukuran Spektrum
Serapan Sampel Asetosal
Dagang dan Generik
Pengujian Validasi
Metode
48
Korelasi Asetosal
∑ XY − (∑ X)(∑ Y)/n
a= ∑ X2 − (∑X)2 /n
37,9573 − (50)(3,514443/6)
= 540 − (50)2 /6
37,9573 – 29,287025
= 540 − 416,6666666667
8,670275
= 123,3333333333
= 0,070299527
49
̅ ̅+ b
Y = aX
b=̅ ̅
Y −aX
= 0,000888916
∑ XY − (∑ X)(∑ Y)/n
r=
√(∑ X2 − (∑X)2 /n)(∑ Y2 − (∑Y)2 /n)
37,9573 − (50)(3,514443)/6
r=
√(540 −(50)2 /6)( 2,668392848− (3,514443)2 /6)
37,9573−29,287025
r=
√(540 − 416,66666)(2,668392848 – 2,0585516)
8,670275
r=
8,6725865799
r = 0,9997334613
r = 0,9997
50
Tablet Aptor
Wadah/kemasan : Strip/100 mg
51
Ditimbang analit setara dengan 30 mg Asetosal, maka jumlah analit yang ditimbang
adalah
30 𝑚𝑔
= 20 𝑥 100 𝑚𝑔 x 3251,1 mg
= 48,7665 𝑚𝑔
I 0,688143
II 0,692901
III 0,682816
IV 0,689022
V 0,685788
VI 0,681932
Y = 0,070299527X + 0,000888916
Y = Absorbansi
X = Konsentrasi (mg)
Sampel 1 (Y = 0,688143)
0,688143−0,000888916
X= = 9,776084
0,070299527
52
Sampel 2 (Y = 0,692901)
0,692901−0,000888916
X= = 9,843765
0,070299527
Sampel 3 (Y=0,699801)
0,682816−0,000888916
X= = 9,700308
0,070299527
Sampel 4 (Y=0,689022)
0,689022−0,000888916
X= = 9,788587
0,070299527
Sampel 5 (Y=0,685788)
0,685788−0,000888916
X= = 9,742584
0,070299527
Sampel 6 (Y=0,681932)
0,681932−0,000888916
X= = 9,687733
0,070299527
Sampel 1
9,776084
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 96,49479 %
Sampel 2
9,843765
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 97,16284 %
Sampel 3
9,700308
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 95,74684 %
53
Sampel 4
9,788587
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 96,61820 %
Sampel 5
9,742584
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 96,16413 %
Sampel 6
9,687733
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 95,62272 %
̅ )2
∑(X − X
SD = √ n−1
1,6668269
=√ 5
= 0,577378
SD
RSD = ̅
X
100%
0,57737
= 96,30158 100%
= 0,599551 %
54
0,19320
thitung Sampel 1 = |0,577378⁄ 6| = 0,8196387
√
0,86125
thitung Sampel 2 =|0,577378⁄ 6| = 3,6537987
√
−0,55475
thitung Sampel 3 = |0,577378⁄ 6|= 2,3534918
√
0,31661
thitung Sampel 4 = | |= 1,3431979
0,577378⁄√6
−0,13746
thitung Sampel 5 = |0,577378⁄ 6|= 0,5831653
√
−0,67887
thitung Sampel 6 = |0,577378⁄ 6|= 2,8800631
√
SD
̅ ± ttabel
μ=X
√n
0,577378
μ = 96,30158 ± 4,03214
√6
= (96,80531 ± 0,95043 %)
55
Wadah/kemasan : Strip/100 mg
56
Ditimbang analit setara dengan 30 mg Asetosal, maka jumlah analit yang ditimbang
adalah
30 𝑚𝑔
= 20 𝑥 100 𝑚𝑔 x 4569,1 mg
= 68,5365 𝑚𝑔
I 0,731275
II 0,722467
III 0,720981
IV 0,719637
V 0,737434
VI 0,728084
Y = 0,070299527X + 0,000888916
Y = Absorbansi
X = Konsentrasi (mg)
Sampel 1 (Y = 0,731275)
0,731275−0,000888916
X= = 10.344238
0,070299527
Sampel 2 (Y = 0,722467)
0,722467−0,000888916
X= = 10.264337
0,070299527
57
Sampel 3 (Y=0,720981)
0,720981−0,000888916
X= = 10.243199
0,070299527
Sampel 4 (Y=0,719637)
0,719637−0,000888916
X= = 10.224081
0,070299527
Sampel 5 (Y=0,737434)
0,737434−0,000888916
X= = 10.477240
0,070299527
Sampel 6 (Y=0,728084)
0,728084−0,000888916
X= = 10.344238
0,070299527
Sampel 1
10.344238
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 102,55079 %
Sampel 2
10.264337
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 101,31409 %
Sampel 3
10.243199
%Kadar = x 99,74 % = 101,10545 %
10,1048629246
Sampel 4
10.224081
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 100,91674 %
58
Sampel 5
10.477240
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 103,41555 %
Sampel 6
10.344238
%Kadar = x 99,74 % = 102,10275 %
10,1048629246
No. X (%) ̅
X−X ̅)2
(X − X
∑ 611,40537
̅
X 101,90089 4,7029226
̅ )2
∑(X − X
SD = √ n−1
4,7029226
=√
5
= 0,969837
SD
RSD = ̅
X
100%
0,969837
= 101,90089 100%
= 0,951745 %
59
0,64990
thitung Sampel 1 = |0,969837⁄ 6| = 1,6161767
√
−0,58681
thitung Sampel 2 =|0,969837⁄ 6| = 1,4820888
√
−0,79545
thitung Sampel 3 = |0,969837⁄ 6|= 2,0090447
√
−0,98416
thitung Sampel 4 = | |= 2,4856641
0,969837⁄√6
−1,51466
thitung Sampel 5 = |0,969837⁄ 6|= 3,8255324
√
0,20186
thitung Sampel 6 = |0,969837⁄ 6|= 0,5098318
√
SD
̅ ± ttabel
μ=X
√n
0,969837
μ = 101,90089 ± 4,03214
√6
= (101,90089 ± 1,59646 %)
60
Wadah/kemasan : Strip/100 mg
61
Ditimbang analit setara dengan 30 mg Asetosal, maka jumlah analit yang ditimbang
adalah
30 𝑚𝑔
= 20 𝑥 100 𝑚𝑔 x 2735,9 mg
= 41,0385 𝑚𝑔
I 0,747774
II 0,741428
III 0,760663
IV 0,758663
V 0,761580
VI 0,754427
Y = 0,070299527X + 0,000888916
Y = Absorbansi
X = Konsentrasi (mg)
Sampel 1 (Y = 0,747774)
0,747774−0,000888916
X= = 10.624325
0,070299527
62
Sampel 2 (Y = 0,741428)
0,741428−0,000888916
X= = 10.534055
0,070299527
Sampel 3 (Y=0,760663)
0,760663−0,000888916
X= = 10.807669
0,070299527
Sampel 4 (Y=0,758663)
0,758663−0,000888916
X= = 10.779220
0,070299527
Sampel 5 (Y=0,761580)
0,761580−0,000888916
X= = 10.820714
0,070299527
Sampel 6 (Y=0,754427)
0,728084−0,000888916
X= = 10.718963
0,070299527
Sampel 1
10.624325
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 104,86735 %
Sampel 2
10.534055
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 103,97633 %
Sampel 3
10.807669
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 106,67705 %
Sampel 4
10.779220
%Kadar = x 99,74 % = 106,39624 %
10,1048629246
63
Sampel 5
10.820714
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 106,80580 %
Sampel 6
10.718963
%Kadar = x 99,74 % = 105,80147 %
10,1048629246
̅ )2
∑(X − X
SD = √ n−1
6,3192890
=√ 5
= 1,124214
SD
RSD = ̅
X
100%
1,12421
= 105,75404 100%
= 1,063046 %
64
−0,88669
thitung Sampel 1 = |1,124214⁄ 6| = 1.9524417
√
−1,77771
thitung Sampel 2 =|1,124214⁄ 6| = 3,9144179
√
0,92301
thitung Sampel 3 = |1,124214⁄ 6|= 2,0324163
√
1,05176
thitung Sampel 4 = | |= 2,3159166
1,124214⁄√6
0,64220
thitung Sampel 5 = |1,124214⁄ 6|= 1,4140884
√
0,04743
thitung Sampel 6 = |1,124214⁄ 6|= 0,1044382
√
SD
̅ ± ttabel
μ=X
√n
1,124214
μ = 105,75404 ± 4,03214
√6
= (105,75404 ± 1,83117 ) %
65
Wadah/kemasan : Strip/100 mg
SpektrumTablet Farmasal
66
Ditimbang analit setara dengan 30 mg Asetosal, maka jumlah analit yang ditimbang
adalah
30 𝑚𝑔
= 20 𝑥 100 𝑚𝑔 x 2605,0 mg
= 39,075 𝑚𝑔
I 0,708403
II 0,699705
III 0,692901
IV 0,706537
V 0,705970
VI 0,694905
Y = 0,070299527X + 0,000888916
Y = Absorbansi
X = Konsentrasi (mg)
Sampel 1 (Y = 0,708403)
0,708403−0,000888916
X= = 10.064279
0,070299527
67
Sampel 2 (Y = 0,699705)
0,699705−0,000888916
X= = 9.9405517
0,070299527
Sampel 3 (Y=0,692901)
0,692901−0,000888916
X= = 9,843765
0,070299527
Sampel 4 (Y=0,706537)
0,706537−0,000888916
X= = 10,037735
0,070299527
Sampel 5 (Y=0,705970)
0,705970−0,000888916
X= 0,070299527
= 10,029670
Sampel 6 (Y=0,694905)
0,694905−0,000888916
X= = 9,872272
0,070299527
Sampel 1
10.064279
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 99,33942 %
Sampel 2
9.9405517
%Kadar = x 99,74 % = 98,11816 %
10,1048629246
Sampel 3
9,843765
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 97,16284 %
Sampel 4
10,037735
%Kadar = x 99,74 % = 99,07742 %
10,1048629246
68
Sampel 5
10,029670
%Kadar = 10,1048629246 x 99,74 % = 98,99781 %
Sampel 6
9,872272
%Kadar = x 99,74 % = 97,44421 %
10,1048629246
̅ )2
∑(X − X
SD = √ n−1
4,2047608
=√ 5
= 0,917718
SD
RSD = ̅
X
100%
0,917718
= 98,35889 100%
= 0,933052 %
69
0,98053
thitung Sampel 1 = |0,917718⁄ 6| = 2,6248614
√
−0,23848
thitung Sampel 2 =|0,917718⁄ 6| = 0,6369451
√
−1,19605
thitung Sampel 3 = |0,917718⁄ 6|= 3,1884649
√
0,72078
thitung Sampel 4 = |0,917718⁄ 6|= 1,9250977
√
0,64117
thitung Sampel 5 = |0,917718⁄ 6|= 1,7124711
√
−0,91243
thitung Sampel 6 = |0,917718⁄ 6|= 2,4369668
√
SD
̅ ± ttabel
μ=X
√n
0,917718
μ = 98,35889 ± 4,03214
√6
= (98,35889 ± 1,50968 ) %
70
Perolehan 80%
Asetosal = 80/100 x 30 mg = 24 mg
Perolehan 100%
Asetosal = = 100/100 x 30 mg = 30 mg
Perolehan 120%
Asetosal = = 120/100 x 30 mg = 36 mg
𝐶𝑓−𝐶𝑎
% recovery = 𝐶𝐴∗
Keterangan :
71
Y = 0,070299527X + 0,000888916
Y = Absorbansi
X = Konsentrasi (mg)
Sampel 1 (Y = 0,369782)
0,369782−0,000888916
X= 0,070299527
= 5,2474475 %
Sampel 2 (Y = 0,370144)
0,370144−0,000888916
X= = 5,2525969 %
0,070299527
Sampel 3 (Y=0,368865)
0,368865−0,000888916
X= = 5,2344034 %
0,070299527
72
0,538923−0,000888916
X= = 7,65345240 %
0,070299527
Sampel 2 (Y=0,537193)
0,537193−0,000888916
X= = 7,6288434 %
0,070299527
Sampel 3 (Y=0,537954)
0,537954−0,000888916
X= = 7,6396685 %
0,070299527
Sampel 1 (Y = 0,473532)
0,473532−0,000888916
X= = 6,7232754 %
0,070299527
Sampel 2 (Y = 0,471659)
0,471659−0,000888916
X= = 6,69663231 %
0,070299527
Sampel 3 (Y=0,468263)
0,468263−0,000888916
X= = 6,6568880 %
0,070299527
Sampel 1 (Y=0,684941)
0,684941−0,000888916
X= = 9,7305360 %
0,070299527
Sampel 2 (Y=0,685788)
0,685788−0,000888916
X= = 9,7425845 %
0,070299527
73
Sampel 3 (Y=0,682816)
0,682816−0,000888916
X= = 9,7003082 %
0,070299527
Sampel 1 (Y = 0,560604)
0,560604−0,000888916
X= = 7,9618613 %
0,070299527
Sampel 2 (Y = 0,566100)
0,566100−0,000888916
X= = 8,0400410 %
0,070299527
Sampel 3 (Y=0,561719)
0,561719−0,000888916
X= 0,070299527
= 7,9777220 %
Sampel 1 (Y=0,816071)
0,816071−0,000888916
X= = 11,59584024 %
0,070299527
Sampel 2 (Y=0,820262)
0,820262−0,000888916
X= = 11,65545657 %
0,070299527
Sampel 3 (Y=0,816138)
0,816138−0,000888916
X= = 11,596793300 %
0,070299527
Keseluruhan
74
75
4. Perhitungan % Recovery
22,96035722− 15,74234277
%Re Sampel 1 = x 100% = 100,5115307 %
7,18128
22,8865302− 15,7577907
%Re Sampel 2 = x 100% = 99,2683686 %
7,18128
22,9190055 − 15,7032102
%Re Sampel 3= x 100% = 100.4806288 %
7,18128
29,2277535− 20,0898969
%Re Sampel 2 = x 100% = 101,7964113 %
8,97660
28,8638677 − 19,970664
%Re Sampel 3= x 100% = 101,7117933 %
8,97660
34,9663697− 24,1201232
%Re Sampel 2 = x 100% = 100,6900025 %
10,77192
34,7903799 − 23,9331660
%Re Sampel 3= x 100% = 100,7918168 %
10,77192
76
6. Perhitungan RSD
̅ )2
∑(X − X
SD = √ n−1
4,6204
=√ 8
= 0,57755
77
0,57755
= 100%
100,77
= 0,57 %
78
Y = 0,070299527X + 0,000888916
Yi = 0,000888916
Yi = 0,422686078
Yi = 0,563285132
Yi = 0,703884186
Yi = 0,84448324
Yi = 0,985082294
79
0,000330753
= √ 4
= 0,018186616 %
SY
LOD = 3 x X
/ Slope
0,018186616 %
=3x 0,070299527
= 0,776105478 %
= 0,7761 %
SY
LOQ = 10 x X
/ Slope
0,018186616 %
= 10 x
0,070299527
= 2,58701826 %
= 2,5870 %
80
81