Anda di halaman 1dari 109

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN

TABLET DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK


SECARA SPEKTROFOTOMETRI FOURIER TRANSFORM
INFRA RED (FTIR)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:
ADE NURI TANTI DAMANIK
NIM 151501063

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN
TABLET DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK
SECARA SPEKTROFOTOMETRI FOURIER TRANSFORM
INFRA RED (FTIR)

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:
ADE NURI TANTI DAMANIK
NIM 151501063

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan

rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Penetapan Kadar Parasetamol dalam Sediaan Tablet dengan Nama

Dagang dan Generik secara Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red

(FTIR)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Menurut UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 105 ayat 1,

dinyatakan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus

memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku standar lain. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar parasetamol dalam sediaan tablet

dengan nama dagang dan generik secara Spektrofotometri Fourier Transform Infra

Red (FTIR) serta untuk mengetahui kesesuaian kadar terhadap persyaratan

Farmakope Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penetapan kadar

parasetamol dapat dilakukan secara Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red

(FTIR) dan kadar tablet parasetamol telah memenuhi persyaratan Farmakope

Indonesia edisi V.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan

bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy

Delux Putra, SU., Apt., dan Bapak Dr. Nerdy, S. Farm., M.Si., Apt., yang telah

membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan

penulisan skripsi ini berlangsung. Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., dan

Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

iv
Universitas Sumatera Utara
memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

yang telah mendidik selama perkuliahan dan Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si.,

Apt., selaku penasehat akademik yang selalu memberi bimbingan, perhatian dan

motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada

kedua orangtua, Ayahanda Sunaryono Damanik dan Ibunda Ratna, serta adik Ade

Zuki Damanik yang telah memberikan cinta dan kasih sayang, do’a, semangat,

dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil kepada penulis selama ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Masna, Ilmah, Nisa, Ulfa, Una,

Azizah, Fauziah, Ira, Lia, Atul, Laili, Dewi, Annisa, Kak Ova, Kak Fitri Sibuea,

Kak Sifa, Kak Mila, Lingkaran Cahaya, Fii Sabilillah, Asisten Laboratorium

Biokimia, sahabat terbaik di Ukmi Ath-thibb, Ukmi Ad-Dakwah, Incomphasco

serta sahabat-sahabat stambuk 2015 Fakultas Farmasi USU atas kebersamaan,

perhatian, do’a, dorongan, semangat serta cinta yang diberikan kepada penulis

selama ini, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh

dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis

menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, 28 Mei 2019


Penulis,

Ade Nuri Tanti Damanik


NIM 151501063

v
Universitas Sumatera Utara
vi
Universitas Sumatera Utara
PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN TABLET
DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA
SPEKTROFOTOMETRI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR)
ABSTRAK

Latar belakang: Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit


fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893, parasetamol (asetaminofen)
mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti
radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung. Menurut UU
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada ayat 1 pasal 105, dinyatakan bahwa
sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat
Farmakope Indonesia atau buku standar lain.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar parasetamol
dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik serta untuk mengetahui
kesesuaian kadar terhadap persyaratan Farmakope Indonesia.
Metode: Penetapan kadar parasetamol secara Spektrofotometri Fourier Transform
Infra Red (FTIR) dengan menggunakan pelarut metanol pada rentang bilangan
gelombang 4000-650 cm-1.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar parasetamol dalam tablet
Sanmol® (92,38 0,69) %; tablet Turpan® (101,93 1,14) %; tablet Omegrip®
(101,27 1,35) %; tablet Biogesic® (100,20 0,45) %; tablet Parasetamol (96,88
0,55) %. Dari validasi metode yang dilakukan didapat hasil uji perolehan
kembali 99,77%, RSD 0,38%, dan memiliki LOD dan LOQ masing-masing
2,2617 mg/mL dan 7,5391 mg/mL. Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang
dilakukan menunjukkan hasil yang akurat dan teliti.
Kesimpulan: Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar
parasetamol dapat dilakukan secara Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red
(FTIR) dan kadar tablet parasetamol telah memenuhi persyaratan.

Kata Kunci: parasetamol, FTIR, spektrofotometri, penetapan kadar

vii
Universitas Sumatera Utara
DETERMINATION OF PARACETAMOL IN TABLET WITH THE
NAME OF TRADE AND GENERIC BY FOURIER TRANSFORM INFRA
RED SPECTROPHOTOMETRY (FTIR)
ABSTRACT

Background: Paracetamol is paraaminophenol which is a metabolite of


phenacetin and has been used since 1893, paracetamol (acetaminophen) has a
working power analgesics, antipyretics, not has anti-inflammatory work power
and does not cause irritation and inflammation of the stomach. According to Law
Number 36 of 2009 concerning Health in paragraph 1 article 105, it is stated that
pharmaceutical preparations in the form of drugs and medicinal raw materials
must meet the requirements of Indonesian Pharmacopoeia or other standard
books.
Objective: The purpose of this study was to determine paracetamol levels in
tablet preparations with a trade name and generic and to determine the suitability
of the requirements of Indonesian Pharmacopoeia.
Methods: Determination of paracetamol levels by Fourier Transform Infra Red
(FTIR) spectrophotometry using methanol solvent in the wave number range
4000-650 cm .-1

Results: The results showed that paracetamol levels in Sanmol® tablets (92.38
0.69)%; Turpan® tablets(101.93 1.14)%; Omegrip® tablets (101.27 1.35)%;
Biogesic® tablets (100.20 0.45)%; Paracetamol tablets (96.88 0.55)%. From
the method validation, the results of the recovery test was 99.77%, RSD was
0.38%, and LOD and LOQ respectively were 2.2617 mg / mL and 7.5391 mg /
mL. These results indicate that the method performed shows accurate and precise
results.
Conclusion: The results of this study concluded that the determination of
paracetamol levels could be carried out by Fourier Transform Infra Red (FTIR)
spectrophotometry and the levels of paracetamol tablets had met the requirements.

Keywords: paracetamol, FTIR, spectrophotometry, content determination

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i


HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ...................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ...........................................................................................5
1.3 Hipotesis.............................................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian ...............................................................................................6
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
2.1 Parasetamol ........................................................................................................7
2.1.1 Sejarah .............................................................................................................7
2.1.2 Uraian Umum ..................................................................................................7
2.1.3 Farmakologi ....................................................................................................8
2.1.4 Farmakokinetik ...............................................................................................8
2.2 Tablet..................................................................................................................9
2.3 Spektrofotometri ................................................................................................9
2.3.1 Definisi ............................................................................................................9
2.3.2 Klasifikasi Spektrofotometri .........................................................................10
2.4 Spektrofotometer FTIR ....................................................................................12
2.4.1 Jenis Sampel yang Dapat Dianalisis dengan FTIR .......................................16
2.5 Spektroskopi Inframerah ..................................................................................19
2.6 Interpretasi Spektrum Inframerah ....................................................................20
2.7 Validasi Metode ...............................................................................................22
2.7.1 Akurasi ..........................................................................................................22
2.7.2 Presisi ............................................................................................................23
2.7.3 Batas Deteksi (Limit of detection, LOD).......................................................23
2.7.4 Batas Kuantifikasi (Limit of Quantification, LOQ) ......................................23
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................24
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................24
3.2 Alat-alat ............................................................................................................24
3.3 Bahan-bahan .....................................................................................................24
3.4 Pengambilan Sampel ........................................................................................25
3.5 Prosedur Penelitian...........................................................................................25
3.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku ...................................................................25
3.5.2 Pembuatan Spektrum Vibrasi ........................................................................25
3.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ..........................................................................26
3.5.4 Penetapan Kadar Tablet Parasetamol ............................................................26

ix
Universitas Sumatera Utara
3.6 Validasi Metode ..............................................................................................27
3.6.1 Linearitas ......................................................................................................27
3.6.2 Akurasi .........................................................................................................27
3.6.3 Presisi ............................................................................................................28
3.6.4 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) .......................................28
3.6.5 Analisis Data Penetapan Kadar secara Statistik ...........................................29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................30
4.1 Hasil Penentuan Spektrum Vibrasi Maksimum ..............................................30
4.2 Hasil Pembuatan Kurva Kalibrasi Parasetamol ..............................................34
4.3 Hasil Penetapan Kadar Parasetamol dalam Sediaan Tablet dengan
Nama Dagang dan Generik ............................................................................37
4.4 Hasil Validasi Metode .....................................................................................38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................40
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................40
5.2 Saran .................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................41
Lampiran ................................................................................................................43

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

2.1 Korelasi antara jenis vibrasi gugus fungsional dan frekuensi vibrasinya .......21
4.1 Hasil pengolahan data dari sediaan tablet parasetamol dengan nama
dagang .............................................................................................................37
4.2 Hasil pengolahan data dari sediaan tablet parasetamol dengan nama
generik .............................................................................................................38
4.3 Data kadar dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik
yang ditentukan berdasarkan tinggi puncak ......................................................38

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

2.1 Struktur kimia parasetamol ...............................................................................7


2.2 Komponen utama dalam FT-IR..........................................................................12
2.3 Daerah-daerah perkiraan frekuensi vibrasi yang mana berbagai jenis
ikatan menyerap sinar IR (disini hanya vibrasi ulur; sementara berbagai
jenis vibrasi tekuk dihilangkan untuk membuat lebih jelas) ...............................20
4.1 Spektrum vibrasi metanol ....................................................................................30
4.2 Spektrum vibrasi parasetamol (50 mg/mL) dalam metanol ................................30
4.3 Tampilan spekrum vibrasi parasetamol dengan bilangan gelombang spesifik ...31
4.4 Tampilan spekrum vibrasi parasetamol dengan bilangan gelombang spesifik ...31
4.5 Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi metanol dan parasetamol (50
mg/mL) dalam metanol .......................................................................................32
4.6 Perbandingan spektrum vibrasi metanol dan parasetamol (50 mg/mL)
dalam metanol ......................................................................................................33
4.7 Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi parasetamol dengan berbagai
konsentrasi (0 mg/mL-90 mg/mL) dalam metanol sebelum di perbesar ............34
4.8 Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi parasetamol dengan berbagai
konsentrasi (0 mg/mL-90 mg/mL) dalam metanol .............................................35
4.9 Grafik kurva kalibrasi baku parasetamol .............................................................36

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN

1. FTIR (Agilent) .................................................................................................43


2. Sonikator (Krisbow) .........................................................................................43
3. Neraca Analitik (Sartorius) ..............................................................................43
4. Baku Parasetamol .............................................................................................44
5. Pelarut Metanol ................................................................................................44
6. Tablet Sanmol® ................................................................................................55
7. Spektrum vibrasi tablet Sanmol® .....................................................................56
8. Tablet Turpan® .................................................................................................61
9. Spektrum vibrasi tablet Turpan® ......................................................................62
10. Tablet Omegrip® ..............................................................................................67
11. Spektrum vibrasi tablet Omegrip® ...................................................................68
12. Tablet Biogesic® ..............................................................................................73
13. Spektrum vibrasi tablet Biogesic® ...................................................................74
14. Tablet Parasetamol ...........................................................................................79
15. Spektrum vibrasi tablet Parasetamol ................................................................80

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

1. Gambar Alat dan Bahan ..................................................................................43


2. Bagan Alir Prosedur Penelitian .......................................................................45
3. Bagan Alir Prosedur Penelitian secara Keseluruhan .......................................48
4. Data Konsentrasi dan Tinggi Vibrasi serta Perhitungan Persamaan Garis
Regresi dan Koefisien Korelasi pada Bilangan Gelombang 1667,9 cm-1 ......49
5. Data Konsentrasi dan Tinggi Vibrasi serta Perhitungan Persamaan Garis
Regresi dan Koefisien Korelasi pada Bilangan Gelombang 1261,7 cm-1 ......51
6. Data Konsentrasi dan Tinggi Vibrasi serta Perhitungan Persamaan Garis
Regresi dan Koefisien Korelasi pada Bilangan Gelombang 1559,9 cm-1 ......53
7. Hasil Pengujian Parasetamol 500 mg Merek Sanmol® ...................................55
8. Hasil Pengujian Parasetamol 500 mg Merek Turpan®....................................61
9. Hasil Pengujian Parasetamol 500 mg Merek Omegrip® .................................67
10. Hasil Pengujian Parasetamol 500 mg Merek Biogesic® .................................73
11. Hasil Pengujian Tablet Parasetamol................................................................79
12. Perhitungan Validasi Metode ..........................................................................85
13. Daftar Nilai Distribusi t...................................................................................94
14. Sertifikat Pengujian Parasetamol ....................................................................95

xiv
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi daripada biasanya

atau di atas suhu normal. Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami gangguan

kesehatan. Suhu badan normal manusia biasanya berkisar antara 36-37˚C.

Sebenarnya, suhu badan yang mencapai 37,5˚C masih berada diambang batas

suhu normal. Tentu saja sepanjang suhu tersebut tidak memiliki kecenderungan

untuk meningkat (Wilmana dan Gan, 2016).

Demam sesungguhnya merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia dalam

usaha melakukan perlawanan terhadap penyakit. Apabila ada suatu kuman

penyakit yang masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan

perlawanan terhadap kuman penyakit itu dengan mengeluarkan zat antibodi.

Pengeluaran zat antibodi yang lebih banyak dari biasanya ini diikuti dengan

naiknya suhu badan. Semakin berat penyakit yang menyerang, semakin banyak

pula antibodi yang dikeluarkan dan akhirnya semakin tinggi pula suhu badan yang

terjadi (Wilmana dan Gan, 2016).

Parasetamol digunakan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri dan

menurunkan suhu badan yang tinggi. Dalam perdagangan sediaan tablet

parasetamol dijumpai dengan nama dagang dan nama generik. Obat dengan nama

dagang dan generik memiliki aspek formulasi yang berbeda tergantung dari

perusahaan farmasi yang memproduksi. Aspek formulasi ini meliputi formula,

metode, proses, peralatan dan pengemas. Obat dengan nama dagang dan generik

yang diproduksi ini juga memiliki kandungan bahan tambahan atau eksipien yang

1
Universitas Sumatera Utara
berbeda sesuai dengan formula yang dibuat oleh perusahaan tersebut. Perbedaan

formulasi dan proses produksi obat dapat mempengaruhi ketersediaan obat dalam

tubuh sehingga juga berpengaruh terhadap efektifitas obat tersebut (Nasif dkk.,

2017).

Menurut UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 105 ayat 1,

dinyatakan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus

memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku standar lain.

Suatu obat dikatakan bermutu jika obat yang digunakan tersebut mempunyai

efek terapi yang baik dan aman dalam penggunaannya. Agar mutu obat tersebut

tetap terjamin dan efektif dalam pengobatan, maka diperlukan suatu kadar zat

aktif yang tepat terkandung dalam sediaan obat tersebut (Armin dkk., 2012).

Menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014), tablet parasetamol mengandung

parasetamol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah

yang tertera pada etiket (Kemenkes RI Ditjend BKAK, 2014).

Untuk mengetahui kadar obat, perlu suatu metode penetapan kadar yang

menunjukkan hasil yang baik dan terjamin ketepatan dan ketelitiannya. Penetapan

kadar parasetamol menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014) dapat dilakukan

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan fase gerak air-

metanol (3:1) (Kemenkes RI Ditjend BKAK, 2014).

Penelitian sebelumnya juga telah banyak melakukan penetapan kadar

terhadap parasetamol, diantaranya Rahman (2015), melakukan penetapan kadar

parasetamol dalam sediaan tablet secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) pada panjang gelombang 243 nm, diperoleh hasil kadar sediaan tablet

parasetamol yaitu 98,95%. Kadar tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan

2
Universitas Sumatera Utara
pada Farmakope Indonesi edisi V (2014) yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak

lebih dari 110,0%.

Berdasarkan penelitian Tulandi dkk., (2015), penetapan kadar parasetamol

dalam sediaan tablet dilakukan secara Spektrofotometri Ultraviolet pada panjang

gelombang 248 nm. Sampel yang digunakan terdiri dari 2 nama generik dan 2

nama dagang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh kadar

parasetamol dengan nama generik dan nama dagang secara berturut-turut

100,612%; 101,627%; 100,612%; 102,651% dan memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan.

Analisis kuantitatif komponen dalam larutan dapat dilakukan secara sukses

dengan spektrofotometri FTIR asalkan terdapat pita yang sesuai dalam spektrum

komponen yang dituju (analit). Pita yang dipilih haruslah mempunyai nilai

absorptivitas molar yang tinggi, tidak tumpang tindih dengan puncak-puncak lain

dari komponen lain dalam suatu campuran atau puncak pelarut, puncak yang

digunakan untuk analisis bersifat simetrik, dan memberikan plot kalibrasi yang

linear antara absorbansi versus konsentrasi (Rohman, 2014).

Kebanyakan metode-metode inframerah untuk analisis kuantitatif sederhana

menggunakan intensitas gugus-gugus C=O, N–H atau O–H. Pita ulur C=O adalah

yang paling sering digunakan karena pita karbonil memberikan pita serapan yang

kuat dan daerahnya relatif bebas dari gangguan oleh gugus-gugus fungsional yang

lain. Lebih lanjut, gugus karbonil tidak terpengaruh oleh perubahan kimia

sebagaimana pita-pita O–H atau N–H yang mengalami perubahan karena adanya

ikatan hidrogen (Rohman, 2014).

3
Universitas Sumatera Utara
Penetapan kadar menggunakan FTIR juga telah dilakukan pada penelitian

sebelumnya, yakni pada penelitian Mallah dkk., (2015) melakukan analisis cepat

menggunakan metode spektroskopi FTIR untuk kuantifikasi langsung parasetamol

dalam sediaan padat. Parasetamol pada penelitian Mallah dkk., (2015) tersebut

secara langsung dianalisis tanpa ekstraksi pelarut, tetapi menggunakan pellet KBr.

Analisis dilakukan pada daerah bilangan gelombang 1800-1000 cm-1, diperoleh

koefisien korelasi 0,999 serta batas deteksi dan batas kuantifikasi masing-masing

diperoleh 0,005 mg/g dan 0,018 mg/g.

Menurut Mallah dkk., (2015), penggunaan spektroskopi FTIR dalam industri

farmasi sangat populer sebagai alat kuantitatif karena memiliki sensitifitas yang

lebih baik, pengukuran yang lebih singkat, persiapan sampel sederhana, mudah

dalam pengoperasian. Spektroskopi FTIR juga telah menjadi pilihan utama untuk

meminimalisir isu lingkungan mengenai limbah kimia industri karena tidak

memerlukan banyak pelarut.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik menggunakan metode

spektrofotometri FTIR (Fourier Transform Infra Red) untuk penetapan kadar

tablet parasetamol dengan nama dagang dan generik yang bertujuan untuk

mengembangkan metode yang lebih sederhana, murah, cepat dan yang ramah

lingkungan untuk kuantifikasi parasetamol dalam sediaan tablet serta berdasarkan

kelarutan parasetamol dalam metanol, maka dilakukan modifikasi penetapan

kadar parasetamol dalam penelitian ini dengan menggunakan pelarut metanol.

4
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah penetapan kadar tablet parasetamol dapat dilakukan secara

spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan

pelarut metanol?

b. Apakah daerah sidik jari pada parasetamol dapat digunakan untuk

penetapan kadar?

c. Apakah kadar parasetamol dalam sediaan tablet memenuhi persyaratan

yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dibuat hipotesis sebagai


berikut:

a. Penetapan kadar tablet parasetamol dapat dilakukan secara

spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan

pelarut metanol.

b. Daerah sidik jari pada parasetamol dapat digunakan untuk penetapan

kadar.

c. Kadar parasetamol dalam sediaan tablet memenuhi persyaratan yang

ditetapkan pada Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014.

5
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

a. Untuk melakukan penetapan kadar tablet parasetamol secara

spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan

pelarut metanol.

b. Untuk mengetahui bahwa daerah sidik jari pada parasetamol dapat

digunakan untuk penetapan kadar.

c. Untuk mengetahui kesesuaian hasil yang diperoleh dengan persyaratan

kadar yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukan penelitian ini adalah:

a. Pengembangan ilmu bahwa penetapan kadar parasetamol dalam sediaan

tablet dapat juga dilakukan secara spektrofotometri Fourier Transform

Infra Red (FTIR) menggunakan pelarut metanol.

b. Aplikasi di lapangan untuk industri farmasi dan Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM).

6
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parasetamol

2.1.1 Sejarah

Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan

telah digunakan sejak tahun 1893, parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya

kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak

menyebabkan iritasi serta peradangan lambung. Parasetamol bekerja pada tempat

yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit

yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna.

Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala,

mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Wilmana dan Gan, 2016).

2.1.2 Uraian Umum

Berdasarkan Kemenkes RI Ditjend BKAK (2014), uraian tentang parasetamol

adalah sebagai berikut:

Rumus Bangun :

Gambar 2.1 Struktur kimia parasetamol

Rumus Molekul : C8H9NO2

Nama Sistematis : 4- Hidroksiasetanilida

Berat Molekul : 151,16

7
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan : Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan

tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat

yang telah dikeringkan.

Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1

N, mudah larut dalam etanol.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

2.1.3 Farmakologi

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik

ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal

dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas. Parasetamol dapat

menghilangkan nyeri, baik secara sentral maupun secara perifer. Secara sentral

diduga parasetamol bekerja pada hipotalamus sedangkan secara perifer,

menghambat pembentukan prostaglandin di tempat inflamasi, mencegah

sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi. Efek

antipiretik dapat menurunkan suhu demam. Pada keadaan demam, diduga

termostat di hipotalamus terganggu sehingga suhu badan lebih tinggi (Wilmana

dan Gan, 2016).

2.1.4 Farmakokinetik

Parasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi

tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam, masa

paruh dalam plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh.

Dalam plasma sebagian parasetamol terikat oleh protein plasma, 25%.

Obat ini mengalami metabolisme oleh enzim-enzim mikrosom dalam hati.

8
Universitas Sumatera Utara
80% asetaminofen dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil

dengan asam sulfat dalam hati. Selain itu obat ini juga dapat mengalami

hidroksilasi. Obat ini diekskresi melalui ginjal (Wilmana dan Gan, 2016).

2.2 Tablet

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan ataupun

tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan

merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet dapat dibuat

dengan berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada

desain cetakan (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

Dewasa ini sediaan tablet semakin populer pemakaiannya dan merupakan

sediaan yang paling banyak diproduksi. Tablet merupakan salah satu sediaan yang

banyak mengalami perkembangan baik formulasi maupun cara penggunaannya.

Beberapa keuntungan sediaan tablet diantaranya adalah sediaan lebih kompak,

biaya pembuatannya lebih sederhana, dosisnya tepat, mudah pengemasannya,

sehingga penggunaannya lebih praktis jika dibandingkan dengan sediaan yang lain

(Lachman dkk., 1994).

2.3 Spektrofotometri

2.3.1 Definisi

Teknik spektroskopik adalah salah satu teknis analisis fisiko-kimia yang

mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik

(REM). Pada prinsipnya interaksi REM dengan molekul akan menghasilkan satu

atau dua macam dari tiga kejadian yang mungkin terjadi. Ketiga macam kejadian

9
Universitas Sumatera Utara
yang mungkin terjadi sebagai akibat interaksi atom molekul dengan REM adalah

hamburan (scattering), absorpsi (absorption), dan emisi (emision) REM oleh atom

atau molekul yang diamati (Mulja dan Suharman, 1995).

2.3.2 Klasifikasi Spektrofotometri

a. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan

sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Suatu

molekul yang sederhana apabila dikenakan radiasi elektromagnetik akan

mengabsorbsi radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi tersebut

akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan eksitasi.

Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada

satu macam gugus, maka akan terjadi satu absorbsi yang merupakan garis

spektrum (Mulja dan Suharman, 1995).

b. Spektrofotometri Infra Merah

Konsep radiasi infra merah diajukan kali pertama oleh Sir William Herschel

(tahun 1800) melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan

prisma. Ternyata pada daerah sesudah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan

temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut

banyak kalori (energi tinggi). Daerah spektrum tersebut selanjutnya disebut

infrared (IR) (Mulja dan Suharman, 1995).

c. Fotoluminesensi

Fotoluminesensi merupakan suatu metode kolektif dari tiga macam metode

analisi yaitu flouresensi (pendar flour), fosforesensi (pendar fosfor) dan

10
Universitas Sumatera Utara
luminesensi kimia. Ketiga metode fisikokimia tersebut mempunyai kesamaan

pada dasar analisisnya, yaitu membicarakan tentang pendar molekul (emisi)

setelah dikenakan radiasi elektromagnetik ataupun pendar setelah terjadi reaksi

kimia (Mulja dan Suharman, 1995).

d. Spektroskopi Raman

Interaksi Radiasi Elektro Magnetik (REM) dengan atom atau molekul yang

berada dalam media transparan, maka sebagian dari radiasi tersebut akan di

percikan oleh atom atau molekul tersebut. Percikan radiasi oleh atom atau

molekul tersebut menuju ke segala arah dengan panjang gelombang dan intensitas

yang dipengaruhi ukuran partikel molekul (Mulja dan Suharman, 1995).

e. Spektrofotometri Emisi Nyala dan Spektrofotometri Absorbsi Atom

Spektrofotometri Emisi Nyala (SEM) dikenal dengan FES (Flame Emission

Spectrophotometry). Dasar pemikiran metode ini adalah reaksi nyala untuk unsur-

unsur logam pada penentuan kualitatif. Setiap unsur akan memberikan nyala pada

gas pembakar. Energi panas gas pembakar akan mengeksitasi elektron atom

logam pada kulit yang terluar ke tingkat eksitasi (Mulja dan Suharman, 1995).

Perbedaan prinsip Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) dengan

spektofotometri emisi atom menyangkut metode dan instrumentasi. Pada SSA

terjadi penyerapan sumber radiasi oleh atom-atom netral dalam keadaan gas yang

berada dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan

gas tadi biasanya radiasi UV-Vis (Mulja dan Suharman, 1995).

f. Spektrometri Resonansi Magnet Inti (RMI)

Spektrometri RMI sangat penting dalam analisis kualitatif, khususnya dalam

penentuan struktur molekul zat organik. Hasil spektrometri RMI seringkali

11
Universitas Sumatera Utara
merupakan penegasan urutan gugus atau susunan atom dalam satu molekul yang

menyeluruh (Mulja dan Suharman, 1995).

2.4 Spektrofotometer FTIR

Spektrofotometer FTIR didasarkan pada ide adanya interferensi radiasi antara

2 berkas sinar untuk menghasilkan suatu interferogram. Interferogram merupakan

sinyal yang dihasilkan sebagai fungsi perubahan path length antara 2 berkas sinar.

Dua domain (jarak dan frekuensi) dapat ditukarbalikkan dengan metode

matematik yang disebut dengan transformasi fourier (Rohman, 2014).

Komponen dasar spektrofotometer FTIR ditunjukkan secara skematik dalam

Gambar 2.2. Radiasi yang berasal dari sumber sinyal dilewatkan melalui

interferometer ke sampel sebelum mencapai detektor. Selama penguatan

(amplifikasi) sinyal, yang mana kontribusi-kontribusi frekuensi tinggi telah

dihilangkan dengan filter, maka data diubah ke bentuk digital dengan suatu

analog-to-digital-converter dan dipindahkan ke komputer untuk menjalani

transformasi fourier (Rohman, 2014).

Sumber Interferometer Sampel


Sinar
Pengubah
Detektor analog ke
digital

Komputer

Gambar 2.2 Komponen utama dalam FT-IR


(Sumber: Rohman, 2014)

a. Sumber sinar

Spektrofotometer FTIR menggunakan sumber sinar Globar atau Nerst untuk

daerah IR tengah. Jika spektra IR jauh juga akan diukur, maka lampu merkuri

12
Universitas Sumatera Utara
tekanan tinggi dapat digunakan. Untuk IR dekat, lampu-lampu tungsten-hidrogen

dapat digunakan sebagai sumber sinar (Rohman, 2014).

b. Interferometer Michelson

Interferometer pertama kali dirancang oleh Albert Abraham Michelson pada

tahun 1891. Tujuan interferometer adalah untuk membawa berkas sinar, lalu

memecahnya ke dalam dua berkas sinar, dan membuat salah satu berkas sinar

berjalan dengan jarak yang berbeda dengan yang lain. Perbedaan jarak yang

dilalui oleh 2 berkas sinar ini disebut dengan perbedaan celah optik (path length

difference) atau penghambat optik, disimbolkan dengan huruf Yunani delta kecil

. Interferometer Michelson mempunyai 2 buah cermin, yakni cermin

statik/tetap (tidak bergerak) dan cermin yang selalu bergerak. Diantara 2 cermin

ini terdapat pemecah berkas sinar (beam splitter), yang dirancang untuk

mentransmisikan setengah radiasi yang mengenainya dan merefleksikan atau

memantulkan yang setengahnya. Sebagai hasilnya, sinar yang ditransmisikan oleh

beam splitter akan mengenai cermin statik, sementara sinar yang direfleksikan

akan mengenai cermin bergerak. Dua berkas sinar ini akan dipantulkan dari

cermin-cermin ini, kembali ke beam splitter yang mana keduanya akan bergabung

kembali dan akan melakukan interferensi. Setengah berkas sinar yang dipantulkan

dari cermin statik ditransmisikan melalui beam splitter, sementara setengahnya

dipantulkan kembali ke arah sumber sinar. Berkas sinar yang muncul dari

interferometer pada sudut 90o ke berkas sinar yang masuk disebut dengan berkas

sinar yang ditransmisikan dan ini merupakan berkas sinar yang terdeteksi dalam

spektrofotometer FTIR (Rohman, 2014).

13
Universitas Sumatera Utara
c. Detektor

Ada 2 jenis detektor yang umum digunakan pada spektrofotometer FTIR.

Detektor normal pada penggunaan rutin adalah alat piroelektrik yang didalamnya

terdapat deuterium triglisin sulfat (DTGS) pada jendela alkali halida yang tahan

terhadap panas. Untuk pekerjaan yang memerlukan sensitifitas lebih, dapat

digunakan detektor merkuri kadmium tellurida (MCT), akan tetapi detektor ini

harus didinginkan pada suhu nitrogen cair. Untuk pengukuran spektra IR di

daerah dekat, detektor yang digunakan adalah fotokonduktor timbal sulfida

(Rohman, 2014).

d. Komputer

Komputer merupakan komponen yang krusial dalam instrumen

spektrofotometer FTIR modern. Komputer akan mengendalikan instrumen,

misalkan dalam hal kecepatan, batas, serta awal dan akhir scanning. Komputer

akan membaca spektra dari instrumen begitu spektrum di-scanning. Hal ini

bermakna bahwa spektrum telah digitalisasikan (Rohman, 2014).

Spektrofotometer FTIR merupakan instrumen single beam. Pengukuran

background dilakukan sebelum pengukuran sampel. Pengukuran background ini

merupakan pengukuran spektrum lingkungan, yang terdiri dari gas yang mampu

mengabsorpsi sinar inframerah seperti gas karbon dioksida dan uap air.

Pengukuran sampel dengan spektrofotometer FTIR dilakukan setelah pengukuran

spektra background. Perangkat lunak komputer akan mengurangi spektra hasil

pengukuran dengan spektra background secara otomatis untuk menghasilkan

spektra sampel yang dianalisis (Rohman, 2014).

14
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa keunggulan spektrofotometer FTIR dibandingkan dengan

spektrofotometer dispersif, dua keuntungan yang utama adalah:

1. Keuntungan Felgett (multiplex)

2. Keuntungan Jacquinot (throughput)

Keuntungan Felgett disebabkan karena adanya peningkatan pengukuran

signal to noise ratio (SNR). Nilai SNR ini juga sebanding dengan pangkat dua

dari waktu yang dibutuhkan dalam pengukuran satu titik data. Semakin banyak

pengukuran sampel, maka akan diperoleh signal to noise ratio (SNR) yang

semakin baik, karena nilai SNR sebanding dengan akar kuadrat dari jumlah

pengukuran sampel. Hal ini akan semakin banyak menghasilkan elemen-elemen

resolusi yang dipantau secara simultan. Lebih lanjut, karena spektrofotometer

FTIR tidak memerlukan penggunaan celah monokromator, maka output sumber

total dapat dilewatkan ke sampel secara terus-menerus. Hal ini akan menghasilkan

energi yang sampai ke detektor cukup tinggi, sehingga akan meningkatkan sinyal

yang diperoleh (SNR menjadi meningkat). Keuntungan ini dikenal dengan

keuntungan Jacquinot. Keuntungan lain instrumen ini adalah sensitifitasnya yang

lebih baik serta waktu pengukuran yang lebih singkat dibandingkan dengan

spektroskopi inframerah dispersif. Keuntungan ini bersama-sama dengan

keuntungan Felgett dan keuntungan Jacquinot memungkinkan untuk memperoleh

spektra IR dalam waktu milidetik (Rohman, 2014).

15
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Jenis Sampel yang Dapat Dianalisis dengan FTIR

Berdasarkan Rohman (2014), dalam penetapan kadar menggunakan FTIR,

ada beberapa jenis sampel yang dapat dianalisis:

a. Spektra Transmisi Sampel Padat

Ada tiga cara umum untuk mengolah sampel yang berupa padatan, yaitu

dengan lempeng kalium bromida, “mul” dan lapisan tipis. Padatan juga dapat

ditetapkan sebagai larutan, tetapi spektrum larutan mempunyai bentuk yang

berbeda dengan spektrum padatan, karena gaya intermolekul berubah.

1. Pelet KBr

Pelet KBr digunakan untuk memperoleh spektra IR sampel padat dan

terutama sesuai untuk sampel-sampel serbuk. KBr merupakan bahan yang inert,

transparan terhadap sinar IR dan dapat beraksi sebagai pendukung dan pengencer

sampel. Tahapan penyiapan pelet KBr: Pertama, sampel dan KBr harus digerus

untuk mengurangi ukuran partikelnya sehingga diameternya kurang dari 2 mikron.

KBr dan sampel sebaiknya digerus secara terpisah untuk menghindari interaksi

kimia yang mungkin, adanya panas dan tekanan yang dihasilkan dapat

menyebabkan KBr bereaksi dengan sampel. Banyaknya bahan (KBr) yang

digunakan untuk mengencerkan sampel dapat diamati dengan mata (biasanya

berkisar antara 0,1-2,0% berat). Campuran sampel dan KBr selanjutnya diletakkan

dalam wadah tertentu, lalu ditekan untuk menghasilkan pelet yang transparan.

KBr yang digunakan harus kering dan dianjurkan penggerusannya dilakukan di

bawah lampu inframerah untuk mencegah kondensasi uap air.

16
Universitas Sumatera Utara
2. Mull

Mull atau lumpuran dibuat dengan menggerus cuplikan sehingga halus,

kemudian dicampur dengan satu dua tetes minyak hidrokarbon parafin cair

(Nujol) sehingga merupakan lumpuran. Campuran sampel-Nujol ini kemudian

dipindahkan ke lempeng natrium klorida. Lempeng natrium klorida kedua

diletakkan di atas campuran sampel-Nujol dan ditekan sehingga merupakan

lapisan tipis dan rata diantara dua lempeng tersebut. Jika spektrum serapan Nujol

mengganggu karena jatuh bersamaan dengan pita serapan cuplikan, maka sebagai

pengganti Nujol dapat digunakan fluorolube atau heksaklorobutadiena. Syarat

utama untuk memperoleh spektrum yang baik dengan cara ini ialah bahwa ukuran

partikel zat padat yang disuspensikan harus kecil. Sejumlah kecil lumpuran

selanjutnya ditempatkan pada permukaan jendela transparan inframerah

(umumnya NaCl atau KBr), suatu jendela kedua diletakkan di atas dan 2 jendela

ini ditekan secara bersama-sama untuk membentuk sandwich.

3. Lapisan tipis

Lapisan tipis padatan cuplikan pada lempeng natrium klorida dapat diperoleh

dengan meneteskan larutan cuplikan pada permukaan lempeng natrium klorida.

Karena pelarut yang digunakan mudah menguap, maka akan didapatkan lapisan

tipis pada lempeng natrium klorida.

b. Spektrum Transmisi Cair

Sebelum memperoleh spektrum IR sampel dalam larutan, maka pelarut yang

sesuai harus dipilih. Faktor-faktor berikut harus diperhatikan ketika memilih

pelarut, yakni: pelarut harus melarutkan sampel, pelarut yang digunakan sedapat

mungkin non-polar untuk meminimalkan interaksi solut-pelarut, serta pelarut

17
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak menyerap spektrum IR secara kuat. Cuplikan padat dapat dilarutkan

dalam pelarut seperti karbon tetraklorida, karbon disulfida atau kloroform.

Sebanyak 1-5% larutan dimasukkan dalam sel larutan yang mempunyai jendela

transparan dengan alat pengatur ketebalan. Tebal sel biasanya antara 0,1-1,0 mm.

Ada beberapa jenis sel transmisi untuk larutan yang tersedia. Sel tertutup dengan

tebal celah tertentu (fixed) bermanfaat untuk cairan yang bersifat volatil, akan

tetapi tidak dapat dilakukan pembersih.

Ada 2 teknik yang umum digunakan untuk memperoleh spektra emisi cairan,

yakni metode cairan tipis kapiler dan metode sel tertutup.

1. Metode lapisan tipis kapiler

Untuk membuat lapisan tipis kapiler, satu tetes sampel diletakkan diantara 2

jendela transparan inframerah. Salah satu pertimbangan penting ketika memilih

sel inframerah adalah jenis bahan jendela. Bahan ini harus bersifat transparan

(tidak menyerap sinar IR). Bahan yang umum digunakan adalah alkil halida.

Bahan yang paling murah adalah NaCl, akan tetapi bahan lain seperti KBr juga

umum digunakan. Adanya kendala tertentu akan muncul ketika menggunakan air

sebagai pelarut dalam spektroskopi inframerah. Bentuk spektrum IR air bersifat

sangat intens dan dapat bertumpang timdih dengan spektrum sampel yang dituju.

2. Metode sel cairan tertutup

Metode sel cairan tertutup mempunyai pengemas yang menutup cairan di

dalam sel, akibatnya akan mencegah penguapan. Teknik ini dapat digunakan

untuk cairan yang volatil, berbau menyengat serta cairan toksik karena cairan-

cairan ini tidak menguap dan tidak menyebabkan bahaya.

18
Universitas Sumatera Utara
c. Spektra Transmisi Gas

Cuplikan gas dimasukkan ke dalam sel gas. Jendela transparan terhadap

inframerah, biasanya NaCl, digunakan sehingga sel ini dapat diletakkan langsung

dalam berkas cuplikan. Modifikasi dari bentuk ini dilakukan degan menggunakan

cermin-cermin internal, sehingga berkas sinar dipantulkan beberapa kali melalui

sampel untuk menaikkan kepekaan.

Dalam fase uap, perubahan rotasi dalam molekul dapat bebas terjadi dan

proses energi rendah ini dapat mengatur pita vibrasi dengan energi lebih tinggi.

Pita vibrasi dipecah dan seringkali terbentuk struktur halusnya (fine structure).

Tetapi hanya ada beberapa senyawa organik yang dapat ditetapkan dalam bentuk

gas.

2.5 Spektroskopi Inframerah

Spektroskopi inframerah (infrared, untuk selanjutnya disingkat dengan

spektroskopi IR) merupakan spektroskopi vibrasional (getaran). Spektroskopi IR

merupakan teknik analisis yang sangat populer untuk analisis berbagai jenis

sampel, baik sampel produk farmasetik, makanan, cairan biologis, maupun sampel

lingkungan. Karena pada spektroskopi ini melibatkan cahaya (foton), maka

metode spektroskopi juga seringkali disebut dengan metode spektrofotometri.

Alat yang digunakan untuk mengukur spektra disebut dengan spektrofotometer

(Rohman, 2014).

Berdasarkan Rohman (2014), spektrum IR merupakan jenis spektrum yang

spesifik terhadap suatu molekul yang akan memberikan informasi yang menyatu

tentang gugus-gugus fungsional yang ada dalam molekul, termasuk jenis dan

19
Universitas Sumatera Utara
interaksi-interaksinya. Memiliki daerah sidik jari (fingerprint). Kuantitatif, yang

mana intensitas puncak berkorelasi dengan konsentrasi. Bersifat non-destruktif

(tidak merusak) dan universal.

2.6 Interpretasi Spektrum Inframerah

Berdasarkan Rohman (2014), spektrum daerah inframerah (IR) tengah dapat

dibagi menjadi 4 daerah, dan sifat frekuensi gugus secara umum dapat ditentukan

dengan daerah-daerah serapan, yang mana gugus-gugus tersebut terdapat

didalamnya. Daerah-daerah tersebut adalah sebagai berikut: daerah ulur X–H

(4000-2500 cm-1), yang mana X berupa O, N dan C daerah ikatan rangkap tiga

(2500-2000 cm-1), daerah ikatan rangkap dua (2000-1500 cm-1) dan daerah sidik

jari (1500-600 cm1). Secara visual daerah serapan gugus-gugus fungsional yang

utama dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

Frekuensi (cm-1)
4000 2500 2000 1800 1650 1550 650
–O–H C C C=N C–Cl
C–O
C N C=C
C–H Sangat C=O C–N
sedikit pita
X=C=Y N=O C–C
N–H (C, O, N, S)
N=O
2,5 4,0 5,0 5,5 6,1 6,5 15,5

Panjang Gelombang (mikron)

Gambar 2.3 Daerah-daerah perkiraan frekuensi vibrasi yang mana berbagai jenis
ikatan menyerap sinar IR (disini hanya vibrasi ulur; sementara berbagai jenis
vibrasi tekuk dihilangkan untuk membuat lebih jelas)
(Sumber: Rohman, 2014)

Pita-pita utama yang muncul di daerah 2000-1500 cm-1 disebabkan oleh C=C

dan C=O ulur. Karbonil (C=O) ulur merupakan salah satu pita yang paling mudah

dikenali. Pita karbonil biasanya merupakan pita yang paling intens dalam suatu

20
Universitas Sumatera Utara
spektrum. Pita ini muncul pada daerah 1830-1650 cm-1 tergantung pada jenis

ikatan C=O. Perlu dicatat bahwa karbonil logam dapat muncul di atas 2000 cm-1.

Ikatan C=C ulur lebih lemah dibanding dengan karbonil ulur sehingga muncul

disekitar 1650 cm-1, akan tetapi pita ini seringkali tidak ada karena alasan

simetriksitas atau momen dipol. Ikatan C=N ulur juga terjadi pada daerah ini, dan

biasanya lebih kuat.

Menurut Rohman (2014), berikut ini merupakan tabel korelasi yang

menyatakan hubungan antara bilangan gelombang atau frekuensi (cm-1) dengan

gugus-gugus fungsional yang bertanggung jawab pada penyerapan radiasi IR.

Tabel 2.1 Korelasi antara jenis vibrasi gugus fungsional dan frekuensi vibrasinya
Gugus Jenis Vibrasi Frekuensi (cm-1) Intensitas
C–H Alkana (ulur) 3000-2850 Kuat
–CH3 (tekuk) 1450 dan 1375 Medium
–CH2– (tekuk) 1465 Medium
Alkena (ulur) 3100-3000 Medium
Alkena (tekuk, keluar 1000-650 Kuat
bidang)
Aromatis (ulur) 3150-3050 Kuat
Aromatis (tekuk, keluar 900-690 Kuat
bidang)
Alkuna (ulur) 3300 Kuat
Aldehid 2900-2800 Lemah
2800-2700 Lemah
C–C Alkana 1200 Sedang
C=C Alkena 1680-1600 Medium-Lemah
Aromatis 1600 dan 1475 Medium-Lemah
C≡C Alkuna 2250-2100 Medium-Lemah
C=O Aldehid 1740-1720 Kuat
Keton 1725-1705 Kuat
Asam karboksilat 1725-1700 Kuat
Ester 1750-1730 Kuat
Amida 1680-1630 Kuat
Anhidrida 1810 dan 1760 Kuat
Asil Klorida 1800 Kuat
C–O Alkohol, eter, ester, asam 1300-1000 Kuat
karboksilat, anhidrida
O–H Fenol
Bebas 3650-3600 Medium

21
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan. Tabel 2.1

Terikat hidrogen 3400-3200 Medium


Asam-asam karboksilat 3400-2400 Medium
N–H Amin primer, amin
sekunder, amida
Ulur 3500-3100 Medium
Tekuk 1640-1550 Medium sampai
kuat
C–N Amina 1350-1000 Medium sampai
kuat
C=N Imina dan oksim 1690-1640 Medium sampai
kuat
C≡N Nitril 2260-2240 Medium
X=C=Y Alena, ketena, isosianat, 2270-1940 Medium sampai
isotiosianat kuat
N=O Nitro (R-NO2) 1550 dan 1350 Kuat
S–H Merkaptan 2250 Lemah
S=O Sulfoksida 1050 Kuat
Sulfon, sulfonil klorida, 1375-1300 dan Kuat
sulfat, sulfonamid 1350-1140
C–X Fluorida 1400-1000 Kuat
Klorida 785-540 Kuat
Bromida, iodida < 667 Kuat

2.7 Validasi Metode

Tujuan utama yang harus dicapai dari suatu kegiatan analisis kimia adalah

dihasilkan dari hasil uji yang absah (valid). Validasi adalah suatu tindakan

penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk

penggunaannya. Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi,

presisi, limit deteksi, limit kuantitasi, kelinieran dan rentang (Gandjar dan

Rohman, 2008).

2.7.1 Akurasi

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan

hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Rentang nilai % akurasi analit yang

22
Universitas Sumatera Utara
dapat diterima adalah 90%-110%. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan

kembali (% recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).

2.7.2 Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda

signifikan secara statistik. Presisi bisa dinyatakan dalam koefisien variasi (KV)

dan dinyatakan memiliki presisi yang baik apabila KV < 2% (Gandjar dan

Rohman, 2008).

2.7.3 Batas Deteksi (Limit of detection, LOD)

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel

yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Definisi

batas deteksi yang paling umum digunakan dalam kimia analisis bahwa batas

deteksi merupakan kadar analit yang memberikan respon sebesar respon blanko

ditambah dengan 3 simpangan baku blanko. LOD juga dapat dihitung berdasarkan

pada standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope) kurva baku pada level

yang mendekati LOD (Gandjar dan Rohman, 2008).

2.7.4 Batas Kuantifikasi (Limit of quantification, LOQ)

Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada

kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga

diekspresikan sebagai konsentrasi (Gandjar dan Rohman, 2008).

23
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan metode

spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) terhadap penetapan kadar

parasetamol yang terkandung dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan

generik.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat FTIR

(Agilent) yang terdiri dari sumber sinar, interferometer, detektor, dan komputer

dilengkapi dengan printer, lumpang dan alu, neraca analitik (Sartorius), kertas

saring, tisu (Paseo), tisu lensa, multipipette (Eppendorf), sonikator (Krisbow),

labu tentukur 50 mL (Iwaki), labu tentukur 10 mL (Iwaki) dan alat gelas lainnya.

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol pro

analisis, Parasetamol baku pabrik (PT. Kimia Farma), tablet Parasetamol (PT.

Kimia Farma), tablet Omegrip® (PT. Mutifa), tablet Biogesic® (PT. Medifarma

Laboratories), tablet Sanmol® (PT. Sanbe), tablet Turpan® (PT. Corsa Industries).

24
Universitas Sumatera Utara
3.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel secara purposif yaitu tanpa membandingkan antara satu

tempat dengan tempat yang lain, karena tempat pengambilan sampel dianggap

homogen. Menurut Sudjana (2002), sampling purposif dikenal juga sebagai

sampling pertimbangan peneliti. Sampel yang digunakan terdiri dari 1 nama

generik dan 4 nama dagang yaitu tablet Parasetamol (PT. Kimia Farma), tablet

Omegrip® (PT. Mutifa), tablet Biogesic® (PT. Medifarma Laboratories), tablet

Sanmol® (PT. Sanbe), tablet Turpan® (PT. Corsa Industries).

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku

Ditimbang dengan seksama 5g baku parasetamol kemudian dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 mL, ditambahkan 10 mL dengan metanol hingga larut,

dicukupkan volume dengan metanol sampai garis tanda sehingga didapatkan

larutan dengan konsentrasi 100 mg/mL (LIB).

3.5.2 Pembuatan Spektrum Vibrasi

Diambil sebanyak 5 mL dari LIB parasetamol (konsentrasi= 100 mg/mL),

kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL. Selanjutnya larutan

diencerkan dengan pelarut metanol sampai garis tanda, lalu dikocok sampai

homogen untuk memperoleh larutan parasetamol dengan konsentrasi 50 mg/mL.

Diukur vibrasinya pada bilangan gelombang 4000-650 cm-1.

25
Universitas Sumatera Utara
3.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan standar parasetamol dibuat dalam 5 labu tentukur 10 mL yang

memiliki konsentrasi 10 mg/mL, 30 mg/mL, 50 mg/mL, 70 mg/mL dan 90

mg/mL, dengan cara memipet sebanyak 1 mL, 3 mL, 5mL, 7 mL dan 9 mL secara

berurutan dari LIB parasetamol dan diencerkan dengan pelarut metanol.

Dicukupkan volume dengan pelarut yang sama sampai garis tanda. Kemudian

ukur vibrasinya pada bilangan gelombang parasetamol.

Perhitungan persamaan garis regresi dan koefisien korelasi:

∑ ∑ ∑
A=
∑ ∑

b =̅ a̅

Y = aX + b

∑ ∑ ∑
R=
√ ∑ ∑ ∑ ∑

3.5.4 Penetapan Kadar Tablet Parasetamol

Ditimbang dan diserbukkan 20 tablet, kemudian ditimbang seksama sejumlah

serbuk setara 500 mg parasetamol, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 mL,

ditambahkan 5 mL metanol, disonikasi kemudian diencerkan dengan metanol

sampai garis tanda, disaring, dibuang 3 mL filtrat pertama dan filtrat selanjutnya

ditampung (konsentrasi= 50 mg/mL). Vibrasi diukur pada bilangan gelombang

parasetamol yang diperoleh menggunakan metanol sebagai blanko.

Konsentrasi sampel (X) dapat dihitung dengan mensubstitusikan vibrasi yang

diperoleh pada (Y) dari persamaan regresi: Y = aX + b, sehingga diperoleh X dan

ini disebut dengan konsentrasi perolehan.

26
Universitas Sumatera Utara
3.6 Validasi Metode

3.6.1 Linearitas

Larutan standar parasetamol yang telah dibuat, diukur absorbansinya pada

bilangan gelombang yang telah ditentukan. Nilai tinggi puncak senyawa

ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi yang dioperasikan pada data

konsentrasi dan tinggi puncak masing-masing komponen pada setiap bilangan

gelombang pengukuran.

Dari persamaan regresi yang diperoleh :

Y = aX + b

Keterangan:
Y = Tinggi puncak
a = Koefisien regresi yang menunjukkan nilai tinggi puncak
X = Kadar (mg/mL)
b = Konstanta

3.6.2 Akurasi

Uji akurasi dilakukan dengan pengukuran persentase perolehan kembali pada

tiga rentang spesifik, yakni: 80%, 100% dan 120%. Dimana pada masing-masing

rentang spesifik digunakan 70% sampel yang dianalisis dan 30% berasal dari baku

yang ditambahkan (metode adisi standar) (Harmita, 2004). Pada metode adisi

standar (penambahan bahan baku), sejumlah sampel yang dianalisis ditambah

analit dengan konsentrasi yang diperlukan dari kadar analit yang diperkirakan,

dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar

yang sebenarnya (Harmita, 2004). Menurut Harmita (2004), dalam metode

tersebut, kadar yang diperoleh dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang

diperoleh dengan hasil yang sebenarnya:

27
Universitas Sumatera Utara
CF
% Perolehan Kembali = × 100%
C*

Keterangan:
CF = Konsentrasi perolehan sampel setelah penambahan baku
CA = Konsentrasi teoritis sampel sebelum penambahan baku
C*A = Konsentrasi baku yang ditambahkan

3.6.3 Presisi

Menurut Harmita (2004), penentuan presisi berdasarkan nilai Relative

Standard Deviation (RSD) dengan persyaratan simpangan baku relatif bernilai

kurang dari 2% dan dirumuskan sebagai:

RSD = ̅  100%

Keterangan:
RSD = Standar deviasi relatif (%)
SD = Standar deviasi
̅ = Kadar rata-rata zat dalam sampel

3.6.4 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Menurut Harmita (2004), berdasarkan absorbansi pada bilangan gelombang

analisis dilakukan pula perhitungan LOD dan LOQ.


= SB =√

LOD = 3  / Slope

LOQ = 10  / Slope
Keterangan:
= SB = Simpangan baku
Slope = a (pada persamaan garis Y = aX + b)

28
Universitas Sumatera Utara
3.6.5 Analisis Data Penetapan Kadar secara Statistik

Data perhitungan kadar parasetamol dianalisis secara statistik dengan

menggunakan uji ttabel.

Menurut Sudjana (2002), rumus yang digunakan adalah:

∑ ̅
SD = √

Untuk mencari thitung digunakan rumus:

̅
thitung = | |
⁄√

Data diterima jika thitung < ttabel pada taraf kepercayaan 99% dengan nilai α =

0,01.

Keterangan:
SD = Standar deviasi/simpangan baku
x = Kadar dalam satu perlakuan
̅ = Kadar rata-rata dalam satu sampel
n = Jumlah pengulangan
α = Tingkat kepercayaan

Menurut Sudjana (2002), untuk menghitung kadar parasetamol sebenarnya

dapat digunakan rumus:

=̅ ttabel 

Keterangan:
SD = Standar deviasi/simpangan baku
̅ = Kadar rata-rata dalam satu sampel
n = Jumlah pengulangan
t = Harga tabel sesuai dengan derajat kepercayaan

29
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penentuan Spektrum Vibrasi Maksimum

Penelitian ini diawali dengan penentuan spektrum vibrasi dari metanol.

Spektrum vibrasi metanol dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Spektrum vibrasi metanol

Penelitian dilanjutkan dengan menentukan spektrum vibrasi parasetamol

konsentrasi 50 mg/mL dalam metanol. Spektrum vibrasi parasetamol konsentrasi

50 mg/mL dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Spektrum vibrasi parasetamol (50 mg/mL) dalam metanol

Spektro fotometri infra merah mempunyai keunggulan diantaranya ialah

dapat digunakan untuk analisis kualitatif, dimana setiap molekul pasti akan

memberikan spektrum serapan yang berbeda (Aisyah, 2010).

30
Universitas Sumatera Utara
Menurut Moffat dkk., (2011) parasetamol mempunyai bilangan gelombang

spesifik, yaitu 1506 cm-1, 1657 cm-1, 1565 cm-1, 1263 cm-1, 1227 cm-1, 1613 cm-1.

Berikut ini merupakan perbandingan antara spektrum transmitan dan bilangan

gelombang hasil penelitian dengan spektrum transmitan berdasarkan literatur.

Gambar 4.3 Tampilan spektrum vibrasi parasetamol dengan bilangan


gelombang spesifik

Gambar 4.4 Tampilan spektrum vibrasi parasetamol dengan bilangan


gelombang spesifik
(Sumber: Moffat dkk., 2011)

31
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 tersebut, terlihat bahwa terdapat

perbedaan antara spektrum transmitan yang diperoleh dari penelitian dengan

spektrum transmitan berdasarkan literatur. Hal tersebut dapat disebabkan oleh

adanya perbedaan bentuk standar yang dianalisis. Dari literatur moffat dkk.,

(2011) dilakukan analisis standar dalam bentuk Nujol (Mull). Nujol (Mull) yaitu

suatu lumpuran yang dibuat dengan menggerus cuplikan sehingga halus,

kemudian dicampur dengan satu dua tetes minyak hidrokarbon parafin cair

(Nujol) (Rohman, 2014). Sementara, pada penelitian dilakukan analisis terhadap

standar saja tanpa bahan tambahan, sehingga hal ini memberikan perbedaan

bentuk antara spektrum transmitan hasil penelitian dengan spektrum transmitan

berdasarkan literatur.

Untuk mengetahui letak perbedaan spesifik dari spektrum vibrasi metanol

dengan spektrum vibrasi parasetamol konsentrasi 50 mg/mL dilakukan

overlapping/tumpang tindih. Overlapping/tumpang tindih spektrum vibrasi

metanol dengan spektrum vibrasi parasetamol konsentrasi 50 mg/mL dalam

metanol dapat dilihat pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.

Gambar 4.5 Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi metanol dan parasetamol
(50 mg/mL) dalam metanol
Keterangan: Metanol
Parasetamol

32
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Perbandingan spektrum vibrasi metanol dan parasetamol (50
mg/mL) dalam metanol
Keterangan: Metanol
Parasetamol

Dari Gambar 4.5 dan 4.6 dapat terlihat perbedaan yang signifikan antara

spektrum vibrasi metanol dengan spektrum vibrasi parasetamol konsentrasi 50

mg/mL dalam metanol. Perbedaan spektrum yang signifikan dapat dilihat pada

bilangan gelombang 1667,9 cm-1, 1610,1 cm-1, 1559,7 cm-1, 1261,5 cm-1, 1168,3

cm-1, dan 834,6 cm-1. Bilangan gelombang tersebut merupakan bilangan

gelombang spesifik yang dimiliki oleh parasetamol dan tidak dimiliki oleh

metanol, sehingga dapat dilakukan analisis kuantitatif pada bilangan gelombang

tersebut.

Prinsip spektrum infra merah dapat dilakukan dengan cara melewatkan

radiasi inframerah yang telah didispersikan oleh grating menembus sampel,

kemudian ditangkap oleh detektor dan akhirnya dicetak pada kertas rekorder.

Gugus fungsional dari sampel yang mengabsorbsi radiasi akan tampak sebagai

puncak-puncak pada daerah bilangan gelombang tertentu. Frekuensi dari vibrasi

normal molekul yaitu posisi spektrum yang dihasilkan (ditunjukkan oleh panjang

33
Universitas Sumatera Utara
gelombang atau bilangan gelombang) ditentukan oleh massa dari atom-atom

dalam molekul dan gaya yang bekerja diantara massa. Hal ini menyebabkan

spektrum IR adalah spektrum yang spesifik. Perbedaan paling kecil dalam struktur

menyebabkan variasi pada spektrum (Zega dkk., 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robaina dkk, (2013), Pemilihan

bilangan gelombang didasarkan pada bilangan gelombang yang memberikan

puncak yang tertinggi, karena pada daerah ini memberikan selektifitas dan

sensitifitas yang paling baik untuk penetapan kadar sediaan farmasi. Oleh sebab

itu, pada penelitian ini digunakan bilangan gelombang pada daerah yang

memberikan puncak paling tinggi. Pada Gambar 4.5 dan 4.6 terlihat bahwa

puncak pada bilangan gelombang 1667,9 cm-1 memiliki tinggi puncak terbesar

sehingga memiliki sensitifitas terbaik untuk penetapan kadar.

4.2 Hasil Pembuatan Kurva Kalibrasi Parasetamol


Spektrum vibrasi parasetamol pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada

Gambar 4.7 dan Gambar 4.8.

Gambar 4.7 Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi parasetamol dengan


berbagai konsentrasi (0 mg/mL-90 mg/mL) dalam metanol sebelum
di perbesar

34
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:

Kons 0 mg/mL

Kons 10 mg/mL

Kons 30 mg/mL

Kons 50 mg/mL

Kons 70 mg/mL

Kons 90 mg/mL

Gambar 4.8 Tampilan tumpang tindih spektrum vibrasi parasetamol dengan


berbagai konsentrasi (0 mg/mL-90 mg/mL) dalam metanol
Spektrum vibrasi parasetamol pada berbagai konsentrasi dalam metanol

menunjukkan bahwa konsentrasi tidak mengubah bentuk spektrum dari masing-

masing zat, sehingga dapat dikatakan penggunaan pelarut metanol stabil terhadap

parasetamol. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi

maka semakin tinggi pula tinggi puncak yang dihasilkan.

Persamaan regresi parasetamol yang diperoleh secara FTIR adalah Y =

0,0256X + 0,0771 dengan koefisien korelasi 0,9999. Pengukuran kurva kalibrasi

juga dilakukan pada bilangan gelombang yang lain, yaitu pada bilangan

gelombang 1261,7 cm-1 dan 1559,9 cm-1 dan didapatkan hasil yang memenuhi

persyaratan dengan koefisien korelasi 0,9998 dan 0,9960. Dari koefisien korelasi

tersebut, maka penetapan kadar juga dapat dilakukan di daerah sidik jari (daerah

sidik jari 1600-670 cm-1) (Mulja dan Suharman, 1995). Namun, dalam penelitian

ini dipilih bilangan gelombang yang memberikan linearitas yang paling baik yaitu

pada bilangan gelombang 1667,9 cm-1. Data kalibrasi, persamaan regresi dan

koefisien korelasi dapat dilihat pada Lampiran 4-6 halaman 49-54.

35
Universitas Sumatera Utara
Kurva kalibrasi parasetamol dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Grafik kurva kalibrasi baku parasetamol

Pembuatan kurva kalibrasi baku parasetamol dilakukan dengan memplot

konsentrasi (sumbu x) dengan tinggi puncak (sumbu y), kemudian titik tersebut

dihubungkan dengan garis lurus. Berdasarkan kurva diatas, diperoleh koefisien

korelasi (r) sebesar 0,9999. Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan adanya hubungan yang

linier antara konsentrasi (x) dengan tinggi puncak (y).

Metanol yang digunakan sebagai pelarut dalam penelitian ini, dapat

memberikan puncak vibrasi (getaran) karena memiliki gugus C–H, O–H dan C–O

sehingga menyebabkan pada konsentrasi 0 (metanol saja) sudah memiliki tinggi

puncak. Pita ulur simetrik dan asimetrik –C–H dapat memberikan beberapa

puncak didaerah bilangan gelombang tertentu, misalnya vibrasi ulur asimetrik

CH3 memberikan puncak pada bilangan gelombang 1450 cm-1 dan 1375 cm-1.

Vibrasi O–H bebas pada alkohol menghasilkan puncak pada bilangan gelombang

antara 3650-3600 dan melebarnya pita ini disebabkan oleh ikatan hidrogen

diantara molekul-molekul alkohol. Adanya pita di sekitar 1070 cm-1 merupakan

vibrasi ulur C–O yang karakteristik untuk alkohol-alkohol primer (Rohman,

2014).

36
Universitas Sumatera Utara
4.3 Hasil Penetapan Kadar Parasetamol dalam Sediaan Tablet dengan Nama
Dagang dan Generik

Penetapan kadar parasetamol dilakukan secara spektrofotometri Fourier

Transform Infra Red (FTIR). Konsentrasi parasetamol dalam sampel ditentukan

berdasarkan persamaan regresi kurva kalibrasi dari baku yaitu Y= 0,0256X +

0,0771. Perolehan kadar tiap tablet dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2.

Tabel 4.1 Hasil pengolahan data dari sediaan tablet parasetamol dengan nama
dagang
No. Nama Perlakuan Tinggi Puncak % Kadar
Sampel
1. 1 1,2681 93,05
2. 2 1,2614 92,47
3. 3 1,2613 92,49
4. Sanmol® 4 1,2596 92,41
5. 5 1,2544 91,99
6. 6 1,2540 91,88
7. 1 1,3959 103,01
8. 2 1,3886 102,49
9. 3 1,3824 101,91
®
10. Turpan 4 1,3760 101,44
11. 5 1,3728 101,23
12. 6 1,3769 101,50
13. 1 1,3794 101,74
14. 2 1,3609 100,36
15. 3 1,3778 101,53
16. Omegrip® 4 1,3639 100,51
17. 5 1,3699 100,95
18. 6 1,3891 102,52
19. 1 1,3648 100,59
20. 2 1,3599 100,25
21. 3 1,3591 100,08
®
22. Biogesic 4 1,3588 100,07
23. 5 1,3546 99,80
24. 6 1,3624 100,38

37
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Hasil pengolahan data dari sediaan tablet parasetamol dengan nama
generik
No. Nama Perlakuan Tinggi Puncak % Kadar
Sampel
1. 1 1,3209 97,17
2. 2 1,3170 96,84
3. 3 1,3235 97,31
4. Parasetamol 4 1,3108 96,43
5. 5 1,3142 96,60
6. 6 1,3177 96,95

Berdasarkan Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan perhitungan statistik, maka diperoleh

kadar parasetamol dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik sebagai

berikut:

Tabel 4.3 Data kadar dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan
generik yang ditentukan berdasarkan tinggi puncak
No. Nama Sampel % Kadar
1. Sanmol® (PT. Sanbe) (92,38 0,69) %
®
2. Turpan (PT. Corsa Industries) (101,93 1,14) %
®
3. Omegrip (PT. Mutifa) (101,27 1,35) %
®
4. Biogesic (PT. Medifarma Laboratories) (100,20 0,45) %
5. Parasetamol (PT. Kimia Farma) (96,88 0,55) %

Sediaan tablet parasetamol dengan nama dagang dan generik yang di tentukan

kadarnya berdasarkan tinggi puncak, keseluruhannya sesuai dengan persyaratan

yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014, yaitu tablet

parasetamol mengandung parasetamol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih

dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

4.4 Hasil Validasi Metode

Parameter validasi yang diuji adalah akurasi (kecermatan), presisi

(keseksamaan), batas deteksi (LOD), dan batas kuantitasi (LOQ). Uji akurasi

dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) yang ditentukan dengan

metode adisi standar. Uji presisi dinyatakan dalam simpangan baku relatif (RSD).

38
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini dilakukan uji validasi dengan metode adisi standar pada

sampel tablet parasetamol dengan nama dagang Biogesic® (PT. Medifarma

Laboratories).

Uji akurasi dilakukan dengan membuat tiga konsentrasi sampel dengan

rentang spesifik 80%, 100%, dan 120% dihitung dari kesetaraan penimbangan

pada penetapan kadar sampel, masing-masing rentang spesifik terdiri dari tiga kali

pengulangan yang mengandung 70% analit dan 30% baku. Perhitungan persen

perolehan kembali (% recovery) dapat dilihat pada Lampiran 12 halaman 91.

Rata-rata % recovery telah memenuhi syarat akurasi untuk validasi metode

karena rata-rata kadar perolehan kembali berada pada rentang 90%-110% dengan

99,77% untuk parasetamol (Ermer dan McB. Miller, 2005). Simpangan baku

relatif (RSD) parasetamol yang diperoleh 0,38%, hasil ini memenuhi syarat presisi

untuk validasi metode karena kurang dari 2% (Ermer dan McB. Miller, 2005).

Batas deteksi dan batas kuantitasi parasetamol berturut-turut adalah 2,2617

mg/mL dan 7,5391 mg/mL. Hasil perhitungan RSD, LOD dan LOQ dapat dilihat

pada Lampiran 12 halaman 92-93. Dari hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa

metode yang digunakan untuk menganalisis parasetamol telah memenuhi

persyaratan validasi metode untuk akurasi dan presisi.

39
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan:

a. Penetapan kadar tablet parasetamol dapat dilakukan secara

spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan

pelarut metanol.

b. Daerah sidik jari pada parasetamol dapat digunakan untuk penetapan

kadar.

c. Kadar parasetamol dalam sediaan tablet Sanmol® (92,38 0,69) %, tablet

Turpan® (101,93 1,14) %, tablet Omegrip® (101,27 1,35) %, tablet

Biogesic® (100,20 0,45) % dan tablet Parasetamol (96,88 0,55) %

yang ditentukan dengan metode spektrofotometri Fourier Transform Infra

Red (FTIR) memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan pada Farmakope

Indonesia edisi V tahun 2014.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penetapan kadar

terhadap obat lain, misalnya Metronidazol secara spektrofotometri Fourier

Transform Infra Red (FTIR).

40
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. 2010. PENETAPAN KADAR HYDROXYETHIL STARCH SECARA
SPEKTROFOTOMETRI INFRAMERAH. SKRIPSI. FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM. PROGRAM
STUDI EKSTENSI FARMASI. DEPOK.
Armin, F., Rusdi., Dantes, E. V. 2012. PENGGUNAAN METODE RASIO
ABSORBAN DALAM PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN
SALISILAMIDA BERBENTUK SEDIAAN CAMPURAN. Jurnal Sains
dan Teknologi Farmasi. 17 (2): 172.
Ditjen POM Depkes RI. 1995. FARMAKOPE INDONESIA. EDISI IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 4-5.
Ermer, J., McB. Miller, J. H. 2005. Method Validation in Pharmaceutical
Analysis. Weinheim: WILEY-VCH Verlagg GmbH & Co. KGaA. Page
190-191, 199.
Gandjar, I. G., Rohman, A. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan III.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 465-469.
Harmita. 2004. PETUNJUK PELAKSANAAN VALIDASI METODE DAN
CARA PERHITUNGANNYA. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian.
1(3): 117-135.
Kemenkes RI Ditjend BKAK. 2014. FARMAKOPE INDONESIA. EDISI V.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 1001.
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L. 1994. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy. Penerjemah: Siti Suyatmi. Edisi Ketiga. Jakarta: UI
Press. Halaman 645-646.
Mallah, M. A., Sherazi S. T. H., Bhanger M. I., Mahesar S. A., Bajeer M. A.
2015. A rapid Fourier-transform infrared (FTIR) spectroscopic method for
direct quantification of paracetamol content in solid pharmaceutical
formulations. Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular
Spectroscopy. 141(2015): 65.
Moffat, A. C., Osselton, M. D., Widdop, B. 2011. Clarke’s Analysis of Drugs and
Poisons In pharmaceuticals, body fluids And postmortem material. Fourth
Edition. London : Pharmaceutical Press. Page 1856.
Mulja, M. H., Suharman. 1995. ANALISIS INSTRUMENTAL. Surabaya:
Airlangga University Press. Halaman 26, 29, 60, 82, 91, 100, 102, 107, dan
114.
Nasif, H., Zaini, E., Agnes. S. 2017. Uji Dissolusi Terbanding Tablet
Metilprednisolon Generik Bermerek dan Generik Berlogo Dibandingkan
Dengan Tablet Metilprednisolon Paten. Jurnal Sains dan Teknologi
Farmasi. 19 (1): 47.
Rahman, H. 2015. PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM
SEDIAAN TABLET PARASETAMOL SECARA KROMATOGRAFI
CAIK KINERJA TINGGI (KCKT). TUGAS AKHIR. PROGRAM STUDI
DIPLOMA III ANALISIS FARMASI DAN MAKANAN. FAKULTAS
FARMASI. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. MEDAN.
Robaina, N. F., R. de paula, C. E., Brum, D. M., de la Guardia, M., Garrigues, S.,
Cassella, R. J. 2013. Novel approach for the determination of azitromycin in

41
Universitas Sumatera Utara
pharmaceutical formulation by Fourier transform infrared spectroscopy in
film-through transmission mode. Microchemical Journal. 110 (2013): 306.
Rohman, A. 2014. SPEKTROSKOPI INFRAMERAH dan KEMOMETRIKA untuk
ANALISIS FARMASI. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Halaman 1-2, 48-52.
Sudjana. 2002. METODE STATISTIKA. Cetakan ulang kedua. Edisi Keenam
Bandung: Penerbit Tarsito. Halaman 93, 168.
Tulandi, G. P., Sudewi, S., Lolo, W. A. 2015. VALIDASI METODE ANALISIS
UNTUK PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN
TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET. Jurnal
Ilmiah Farmasi. 4 (4): 168,175.
UU Nomor 36. 2009. Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah RI.
Wilmana, P. F, Gan, S. 2016. ANALGESIK-ANTIPIRETIK ANALGESIK ANTI-
INFLAMASI NONSTEROID DAN OBAT GANGGUAN SENDI LAINNYA,
dalam (Gunawan, S. G., Setiabudy, R., Nafrialdi., Instiaty)
FARMAKOLOGI DAN TERAPI. EDISI 6. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Halaman 218-221.
Zega, S., Apni, Antonio. 2017. SPEKTROFOTOMETRI INFRAMERAH
TRANSFORMASI FOURIER (FTIR). Departemen Kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Halaman
1.

42
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Gambar Alat dan Bahan

Gambar 1. FTIR (Agilent)

Gambar 2. Sonikator (Krisbow)

Gambar 3. Neraca Analitik (Sartorius)

43
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Lanjutan

Gambar 4. Baku Parasetamol

Gambar 5. Pelarut Metanol

44
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Bagan Alir Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Larutan Induk Baku (LIB) dan Vibrasi Maksimum Parasetamol

Baku Parasetamol

Ditimbang sebanyak 5 gram

Dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL

Dilarutkan dan dicukupkan volumenya


dengan menggunakan pelarut metanol
sampai garis tanda

LIB Parasetamol (100 mg/mL)

Dipipet 5 mL
Dimasukkan kedalam labu tentukur 10
mL
Dilarutkan dan dicukupkan volumenya
dengan menggunakan pelarut metanol
sampai garis tanda

Parasetamol (50 mg/mL)

Diukur vibrasinya pada bilangan


-1
gelombang 4000-650 cm

Bilangan gelombang (𝜗) spesifik


Parasetamol

45
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan

2. Pembuatan dan Pengukuran Kurva Kalibrasi Larutan Standar Parasetamol

LIB Parasetamol

Dipipet masing masing 1 mL; 3 mL; 5 mL;


7 mL; dan 9 mL

Dimasukkan kedalam labu tentukur 10 mL

Dilarutkan dan dicukupkan volumenya


dengan menggunakan pelarut metanol
sampai garis tanda

Larutan Standar Parasetamol


(10 mg/mL; 30 mg/mL; 50 mg/mL; 70
mg/mL; dan 90 mg/mL)

Diukur vibrasinya pada bilangan


-1
gelombang 4000-650 cm

Spektrum Vibrasi Parasetamol

46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan

3. Penetapan Kadar Tablet Parasetamol

20 Tablet

Ditimbang bobotnya

Digerus

Obat Parasetamol

Ditimbang setara 500 mg parasetamol


(penimbangan dilakukan sebanyak 6 kali
pengulangan)
Dimasukkan kedalam labu tentukur 10
mL
Dilarutkan dengan metanol

Dihomogenkan dengan cara disonikasi


selama 15 menit

Dicukupkan volumenya dengan metanol


hingga garis tanda

Dikocok hingga homogen dan disaring


dengan kertas saring

Dibuang 3 mL filtrat pertama

Diukur pada bilangan gelombang 4000-


650 cm-1

Nilai tinggi puncak

Dihitung konsentrasi masing masing

Kadar obat

47
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Bagan Alir Prosedur Penelitian secara Keseluruhan

Pembuatan larutan induk baku


(LIB) Parasetamol

Pengukuran spektrum vibrasi


Parasetamol

Diperoleh hasil bilangan


gelombang (𝜗) spesifik
Parasetamol
Pembuatan kurva kalibrasi
Parasetamol dengan konsentrasi
10 mg/mL, 30 mg/mL, 50
mg/mL, 70 mg/mL, 90 mg/mL

Pengukuran spektrum vibrasi


pada bilangan gelombang
Parasetamol
Di plot hasil dengan serapan
kalibrasi sehingga di peroleh
persamaan
Penetapan kadar tablet
Parasetamol

Pengujian validasi metode

48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Data Konsentrasi dan Tinggi Vibrasi serta Perhitungan Persamaan
Garis Regresi dan Koefisien Korelasi pada Bilangan Gelombang
1667,9 cm-1.

No. Konsentrasi Tinggi


(X) Vibrasi (Y)
1. 0 0,0859
2. 10 0,3330
3. 30 0,8170
4. 50 1,3808
5. 70 1,8623
6. 90 2,3839

No. Konsentrasi Tinggi XY X2 Y2


(X) Vibrasi (Y)
1. 0 0,0859 0,0000 0 0,00737881
2. 10 0,3330 3,3300 100 0,11088900
3. 30 0,8170 24,5100 900 0,66748900
4. 50 1,3808 69,0400 2500 1,90660864
5. 70 1,8623 130,3610 4900 3,46816129
6. 90 2,3839 214,5510 8100 5,68297921
∑ 250 6,8629 441,7920 16500 11,84350600
̅ ̅

∑ ∑ ∑
a=
∑ ∑

= 0,0256

49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Lanjutan

̅ = a̅ + b

b=̅ a̅

b = 1,1438 – (0,0256)(41,6667)

= 1,1438 – 1,0667

= 0,0771

Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 0,0256X + 0,0771

∑ ∑ ∑
r=
√ ∑ ∑ ∑ ∑

r=

r=

r=

r = 0,9999

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Data Konsentrasi dan Tinggi Vibrasi serta Perhitungan Persamaan
Garis Regresi dan Koefisien Korelasi pada Bilangan Gelombang
1261,7 cm-1.

No. Konsentrasi Tinggi


(X) Vibrasi (Y)
1. 0 0,0859
2. 10 0,3333
3. 30 0,8173
4. 50 1,3813
5. 70 1,8615
6. 90 2,3860

No. Konsentrasi Tinggi XY X2 Y2


(X) Vibrasi (Y)
1. 0 0,0859 0,0000 0 0,00737881
2. 10 0,3333 3,3330 100 0,11108889
3. 30 0,8173 24,5190 900 0,66797929
4. 50 1,3813 69,0650 2500 1,90798969
5. 70 1,8615 130,3050 4900 3,46518225
6. 90 2,3860 214,7400 8100 5,69299600
∑ 250 6,8653 441,9620 16500 11,85261493
̅ ̅

∑ ∑ ∑
a=
∑ ∑

= 0,0256

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Lanjutan

̅ = a̅+ b

b=̅ a̅

b = 1,1442 – (0,0256)(41,6667)

= 1,1442 – 1,0667

= 0,0775

Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 0,0256X + 0,0775

∑ ∑ ∑
r=
√ ∑ ∑ ∑ ∑

r=

r=

r=

r = 0,9998

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Data Konsentrasi dan Tinggi Vibrasi serta Perhitungan Persamaan
Garis Regresi dan Koefisien Korelasi pada Bilangan Gelombang
1559,9 cm-1.

No. Konsentrasi Tinggi


(X) Vibrasi (Y)
1. 0 0,2297
2. 10 0,3877
3. 30 0,6983
4. 50 1,0646
5. 70 1,4844
6. 90 1,6597

No. Konsentrasi Tinggi XY X2 Y2


(X) Vibrasi (Y)
1. 0 0,2297 0,0000 0 0,05276209
2. 10 0,3877 3,8770 100 0,15031129
3. 30 0,6983 20,9490 900 0,48762289
4. 50 1,0646 53,2300 2500 1,13337316
5. 70 1,4844 103,9080 4900 2,20344336
6. 90 1,6597 149,3730 8100 2,75460409
∑ 250 5,5244 331,3370 16500 6,78211688
̅ ̅

∑ ∑ ∑
a=
∑ ∑


=

= 0,0166

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Lanjutan

̅ = a̅+ b

b=̅ a̅

b = 0,9207 – (0,0166)(41,6667)

= 0,9207 – 0,6917

= 0,2290

Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 0,0166X + 0,2290

∑ ∑ ∑
r=
√ ∑ ∑ ∑ ∑

r=

r=
√ ( – )

r=

r = 0,9960

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Hasil Pengujian Parasetamol 500 mg Merek Sanmol®

Gambar 6. Tablet Sanmol®

Nama sampel : Sanmol®

Wadah/kemasan : Strip/500 mg

No. Reg : DBL 7622235610A2

Komposisi : Tiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg

Kadaluarsa : Juni 2020

Produksi : PT. Sanbe

Berat 20 tablet : 13571,2 mg

Berat rata-rata satu tablet : 678,6 mg

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Lanjutan

Gambar 7. Spektrum vibrasi tablet Sanmol®

1. Data Penimbangan Sampel dan Tinggi Puncak

No. Berat sampel Tinggi


(mg) puncak
1. 678,6 1,2681
2. 679,0 1,2614
3. 678,8 1,2613
4. 678,4 1,2596
5. 678,5 1,2544
6. 679,1 1,2540

2. Perhitungan Konsentrasi Sampel dengan Persamaan Regresi

Y = 0,0256X + 0,0771

Y = Tinggi puncak

X = Konsentrasi (mg/mL)

Sampel 1 (Y = 1,2681)

X= = 46,5234 mg/mL

Sampel 2 (Y = 1,2614)

X= = 46, 2617 mg/mL

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Lanjutan

Sampel 3 (Y = 1,2613)

X= = 46, 2578 mg/mL

Sampel 4 (Y = 1,2596)

X= = 46,1914 mg/mL

Sampel 5 (Y = 1,2544)

X= = 45,9883 mg/mL

Sampel 6 (Y = 1,2540)

X= = 45,9727 mg/mL

3. Perhitungan Bobot Sampel dalam Labu Awal

Bobot sampel = Konsentrasi sampel dengan persamaan regresi  Volume labu

awal

Volume labu awal = 10 mL

Sampel 1 = 46,5234 mg/mL  10 mL = 465,234 mg

Sampel 2 = 46,2617 mg/mL  10 mL = 462,617 mg

Sampel 3 = 46,2578 mg/mL  10 mL = 462,578 mg

Sampel 4 = 46,1914 mg/mL  10 mL = 461,914 mg

Sampel 5 = 45,9883 mg/mL  10 mL = 459,883 mg

Sampel 6 = 45,9727 mg/mL  10 mL = 459,727 mg

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Lanjutan

4. Perhitungan % Kadar Sampel

% Kadar =   100%

Sampel 1 =   100% = 93,05%

Sampel 2 =   100% = 92,47%

Sampel 3 =   100% = 92,49%

Sampel 4 =   100% = 92,41%

Sampel 5 =   100% = 91,99%

Sampel 6 =   100% = 91,88%

5. Analisis Statistika untuk Mencari Kadar Sampel yang Sesungguhnya

No. X (%) X ̅ (X ̅ 2
1. 93,05 0,67 0,4489
2. 92,47 0,09 0,0081
3. 92,49 0,11 0,0121
4. 92,41 0,03 0,0009
5. 91,99 -0,39 0,1521
6. 91,88 -0,50 0,2500
∑ 554,29 0,8721
̅

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Lanjutan

∑ ̅
SD = √

=√

= 0,4176

Pada interval kepercayaan 99%, dengan nilai α = 0,005, dk = n-1 = 6-1 = 5

Diperoleh ttabel = 4,0321

Data diterima jika thitung < ttabel

̅
thitung = | |
⁄√

thitung Sampel 1 = | | = 3,9296


⁄√

thitung Sampel 2 = | | = 0,5279


⁄√

thitung Sampel 3 = | | = 0,6452


⁄√

thitung Sampel 4 = | | = 0,1760


⁄√

thitung Sampel 5 = | | = 2,2874


⁄√

thitung Sampel 6 = | | = 2,9326


⁄√

Dari data diatas, thitung < ttabel maka semua data diterima.

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Lanjutan

Kadar parasetamol sebenarnya dapat digunakan rumus:

=̅ ttabel 

= 92,38 4,0321 

= (92,38 0,69) %

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Hasil Pengujian Parasetamol 500 mg Merek Turpan®

Gambar 8. Tablet Turpan®

Nama sampel : Turpan®

Wadah/kemasan : Strip/500 mg

No. Reg : DBL 8821903610A1

Komposisi : Tiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg

Kadaluarsa : September 2019

Produksi : PT. Corsa Industries

Berat 20 tablet : 12580,5 mg

Berat rata-rata satu tablet : 629,0 mg

61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Lanjutan

Gambar 9. Spektrum vibrasi tablet Turpan®

1. Data Penimbangan Sampel dan Tinggi Puncak

No. Berat sampel Tinggi


(mg) puncak
1. 629,1 1,3959
2. 628,8 1,3886
3. 629,4 1,3824
4. 629,2 1,3760
5. 629,0 1,3728
6. 629,3 1,3769

2. Perhitungan Konsentrasi Sampel dengan Persamaan Regresi

Y = 0,0256X + 0,0771

Y = Tinggi puncak

X = Konsentrasi (mg/mL)

Sampel 1 (Y = 1,3959)

X= = 51,5156 mg/mL

Sampel 2 (Y = 1,3886)

X= = 51,2305 mg/mL

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Lanjutan

Sampel 3 (Y = 1,3824)

X= = 50,9883 mg/mL

Sampel 4 (Y = 1,3760)

X= = 50,7383 mg/mL

Sampel 5 (Y = 1,3728)

X= = 50,6133 mg/mL

Sampel 6 (Y = 1,3769)

X= = 50,7734 mg/mL

3. Perhitungan Bobot Sampel dalam Labu Awal

Bobot sampel = Konsentrasi sampel dengan persamaan regresi  Volume labu

awal

Volume labu awal = 10 mL

Sampel 1 = 51,5156 mg/mL  10 mL = 515,156 mg

Sampel 2 = 51,2305 mg/mL  10 mL = 512,305 mg

Sampel 3 = 50,9883 mg/mL  10 mL = 509,883 mg

Sampel 4 = 50,7383 mg/mL  10 mL = 507,383 mg

Sampel 5 = 50,6133 mg/mL  10 mL = 506,133 mg

Sampel 6 = 50,7734 mg/mL  10 mL = 507,734 mg

63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Lanjutan

4. Perhitungan % Kadar Sampel

% Kadar =   100%

Sampel 1 =   100% = 103,01%

Sampel 2 =   100% = 102,49%

Sampel 3 =   100% = 101,91%

Sampel 4 =   100% = 101,44%

Sampel 5 =   100% = 101,23%

Sampel 6 =   100% = 101,50%

5. Analisis Statistika untuk Mencari Kadar Sampel yang Sesungguhnya

No. X (%) X ̅ (X ̅ 2
1. 103,01 1,08 1,1664
2. 102,49 0,56 0,3136
3. 101,91 -0,02 0,0004
4. 101,44 -0,49 0,2401
5. 101,23 -0,70 0,4900
6. 101,50 -0,43 0,1849
∑ 611,58 2,3954
̅

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Lanjutan

∑ ̅
SD = √

=√

= 0,6922

Pada interval kepercayaan 99%, dengan nilai α = 0,005, dk = n-1 = 6-1 = 5

Diperoleh ttabel = 4,0321

Data diterima jika thitung < ttabel

̅
thitung = | |
⁄√

thitung Sampel 1 = | | = 3,8217


⁄√

thitung Sampel 2 = | | = 1,9816


⁄√

thitung Sampel 3 = | | = 0,0706


⁄√

thitung Sampel 4 = | | = 1,7339


⁄√

thitung Sampel 5 = | | = 2,4770


⁄√

thitung Sampel 6 = | | = 1,5216


⁄√

Dari data diatas, thitung < ttabel maka semua data diterima.

65
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Lanjutan

Kadar parasetamol sebenarnya dapat digunakan rumus:

=̅ ttabel 

= 101,93 4,0321 

= (101,93 1,14) %

66
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Hasil Pengujian Parasetamol 500 mg Merek Omegrip®

Gambar 10. Tablet Omegrip®

Nama sampel : Omegrip®

Wadah/kemasan : Strip/500 mg

No. Reg : DBL 9016904910A1

Komposisi : Tiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg

Kadaluarsa : Januari 2021

Produksi : PT. Mutifa

Berat 20 tablet : 12191,1 mg

Berat rata-rata satu tablet : 609,6 mg

67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Lanjutan

Gambar 11. Spektrum vibrasi tablet Omegrip®

1. Data Penimbangan Sampel dan Tinggi Puncak

No. Berat sampel Tinggi


(mg) puncak
1. 609,6 1,3794
2. 609,2 1,3609
3. 610,1 1,3778
4. 609,7 1,3639
5. 609,9 1,3699
6. 609,5 1,3891

2. Perhitungan Konsentrasi Sampel dengan Persamaan Regresi

Y = 0,0256X + 0,0771

Y = Tinggi puncak

X = Konsentrasi (mg/mL)

Sampel 1 (Y = 1,3794)

X= = 50,8711 mg/mL

Sampel 2 (Y = 1,3609)

X= = 50,1484 mg/mL

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Lanjutan

Sampel 3 (Y = 1,3778)

X= = 50,8086 mg/mL

Sampel 4 (Y = 1,3639)

X= = 50,2656 mg/mL

Sampel 5 (Y = 1,3699)

X= = 50,5000 mg/mL

Sampel 6 (Y = 1,3891)

X= = 51,2500 mg/mL

3. Perhitungan Bobot Sampel dalam Labu Awal

Bobot sampel = Konsentrasi sampel dengan persamaan regresi  Volume labu

awal

Volume labu awal = 10 mL

Sampel 1 = 50,8711 mg/mL  10 mL = 508,711 mg

Sampel 2 = 50,1484 mg/mL  10 mL = 501,484 mg

Sampel 3 = 50,8086 mg/mL  10 mL = 508,086 mg

Sampel 4 = 50,2656 mg/mL  10 mL = 502,656 mg

Sampel 5 = 50,5000 mg/mL  10 mL = 505,000 mg

Sampel 6 = 51,2500 mg/mL  10 mL = 512,500 mg

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Lanjutan

4. Perhitungan % Kadar Sampel

% Kadar =   100%

Sampel 1 =   100% = 101,74%

Sampel 2 =   100% = 100,36%

Sampel 3 =   100% = 101,53%

Sampel 4 =   100% = 100,51%

Sampel 5 =   100% = 100,95%

Sampel 6 =   100% = 102,52%

5. Analisis Statistika untuk Mencari Kadar Sampel yang Sesungguhnya

No. X (%) X ̅ (X ̅ 2
1. 101,74 0,47 0,2209
2. 100,36 -0,91 0,8281
3. 101,53 0,26 0,0676
4. 100,51 -0,76 0,5776
5. 100,95 -0,32 0,1024
6. 102,52 1,25 1,5625
∑ 607,61 3,3591
̅

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Lanjutan

∑ ̅
SD = √

=√

= 0,8196

Pada interval kepercayaan 99%, dengan nilai α = 0,005, dk = n-1 = 6-1 = 5

Diperoleh ttabel = 4,0321

Data diterima jika thitung < ttabel

̅
thitung = | |
⁄√

thitung Sampel 1 = | | = 1,4047


⁄√

thitung Sampel 2 = | | = 2,7197


⁄√

thitung Sampel 3 = | | = 0,7770


⁄√

thitung Sampel 4 = | | = 1,0946


⁄√

thitung Sampel 5 = | | = 0,6546


⁄√

thitung Sampel 6 = | | = 3,7358


⁄√

Dari data diatas, thitung < ttabel maka semua data diterima.

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Lanjutan

Kadar parasetamol sebenarnya dapat digunakan rumus:

=̅ ttabel 

= 101,27 4,0321 

= (101,27 1,35) %

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Hasil Pengujian Parasetamol 500 mg Merek Biogesic®

Gambar 12. Tablet Biogesic®

Nama sampel : Biogesic®

Wadah/kemasan : Strip/500 mg

No. Reg : DBL 9114704710A1

Komposisi : Tiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg

Kadaluarsa : Januari 2020

Produksi : PT. Medifarma Laboratories

Berat 20 tablet : 12984,9 mg

Berat rata-rata satu tablet : 649,2 mg

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Lanjutan

Gambar 13. Spektrum vibrasi tablet Biogesic®

1. Data Penimbangan Sampel dan Tinggi Puncak

No. Berat sampel Tinggi


(mg) puncak
1. 649,3 1,3648
2. 649,0 1,3599
3. 649,7 1,3591
4. 649,6 1,3588
5. 649,2 1,3546
6. 649,4 1,3624

2. Perhitungan Konsentrasi Sampel dengan Persamaan Regresi

Y = 0,0256X + 0,0771

Y = Tinggi puncak

X = Konsentrasi (mg/mL)

Sampel 1 (Y = 1,3648)

X= = 50,3008 mg/mL

Sampel 2 (Y = 1,3599)

X= = 50,1094 mg/mL

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Lanjutan

Sampel 3 (Y = 1,3591)

X= = 50,0781 mg/mL

Sampel 4 (Y = 1,3588)

X= = 50,0664 mg/mL

Sampel 5 (Y = 1,3546)

X= = 49,9023 mg/mL

Sampel 6 (Y = 1,3624)

X= = 50,2070 mg/mL

3. Perhitungan Bobot Sampel dalam Labu Awal

Bobot sampel = Konsentrasi sampel dengan persamaan regresi  Volume labu

awal

Volume labu awal = 10 mL

Sampel 1 = 50,3008 mg/mL  10 mL = 503,008 mg

Sampel 2 = 50,1094 mg/mL  10 mL = 501,094 mg

Sampel 3 = 50,0781 mg/mL  10 mL = 500,781 mg

Sampel 4 = 50,0664 mg/mL  10 mL = 500,664 mg

Sampel 5 = 49,9023 mg/mL  10 mL = 499,023 mg

Sampel 6 = 50,2070 mg/mL  10 mL = 502,070 mg

75
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Lanjutan

4. Perhitungan % Kadar Sampel

% Kadar =   100%

Sampel 1 =   100% = 100,59%

Sampel 2 =   100% = 100,25%

Sampel 3 =   100% = 100,08%

Sampel 4 =   100% = 100,07%

Sampel 5 =   100% = 99,80%

Sampel 6 =   100% = 100,38%

5. Analisis Statistika untuk Mencari Kadar Sampel yang Sesungguhnya

No. X (%) X ̅ (X ̅ 2
1. 100,59 0,39 0,1521
2. 100,25 0,05 0,0025
3. 100,08 -0,12 0,0144
4. 100,07 -0,13 0,0169
5. 99,80 -0,40 0,1600
6. 100,38 0,18 0,0324
∑ 601,17 0,3783
̅

76
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Lanjutan

∑ ̅
SD = √

=√

= 0,2751

Pada interval kepercayaan 99%, dengan nilai α = 0,005, dk = n-1 = 6-1 = 5

Diperoleh ttabel = 4,0321

Data diterima jika thitung < ttabel

̅
thitung = | |
⁄√

thitung Sampel 1 = | | = 3,4728


⁄√

thitung Sampel 2 = | | = 0,4452


⁄√

thitung Sampel 3 = | | = 1,0686


⁄√

thitung Sampel 4 = | | = 1,1576


⁄√

thitung Sampel 5 = | | = 3,5619


⁄√

thitung Sampel 6 = | | = 1,6028


⁄√

Dari data diatas, thitung < ttabel maka semua data diterima.

77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Lanjutan

Kadar parasetamol sebenarnya dapat digunakan rumus:

=̅ ttabel 

= 100,20 4,0321 

= (100,20 0,45) %

78
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Hasil Pengujian Tablet Parasetamol

Gambar 14. Tablet Parasetamol

Nama sampel : Paracetamol

Wadah/kemasan : Strip/500 mg

No. Reg : GBL 1212701510A1

Komposisi : Tiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg

Kadaluarsa : Desember 2021

Produksi : PT. Kimia Farma

Berat 20 tablet : 12269,8 mg

Berat rata-rata satu tablet : 613,5 mg

79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Lanjutan

Gambar 15. Spektrum vibrasi tablet Parasetamol

1. Data Penimbangan Sampel dan Tinggi Puncak

No. Berat sampel Tinggi


(mg) puncak
1. 613,5 1,3209
2. 613,7 1,3170
3. 613,9 1,3235
4. 613,2 1,3108
5. 613,8 1,3142
6. 613,3 1,3177

2. Perhitungan Konsentrasi Sampel dengan Persamaan Regresi

Y = 0,0256X + 0,0771

Y = Tinggi puncak

X = Konsentrasi (mg/mL)

Sampel 1 (Y = 1,3209)

X= = 48,5859 mg/mL

Sampel 2 (Y = 1,3170)

X= = 48,4336 mg/mL

80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Lanjutan

Sampel 3 (Y = 1,3235)

X= = 48,6875 mg/mL

Sampel 4 (Y = 1,3108)

X= = 48,1914 mg/mL

Sampel 5 (Y = 1,3142)

X= = 48,3242 mg/mL

Sampel 6 (Y = 1,3177)

X= = 48,4609 mg/mL

3. Perhitungan Bobot Sampel dalam Labu Awal

Bobot sampel = Konsentrasi sampel dengan persamaan regresi  Volume labu

awal

Volume labu awal = 10 mL

Sampel 1 = 48,5859 mg/mL  10 mL = 485,859 mg

Sampel 2 = 48,4336 mg/mL  10 mL = 484,336 mg

Sampel 3 = 48,6875 mg/mL  10 mL = 486,875 mg

Sampel 4 = 48,1914 mg/mL  10 mL = 481,914 mg

Sampel 5 = 48,3242 mg/mL  10 mL = 483,242 mg

Sampel 6 = 48,4609 mg/mL  10 mL = 484,609 mg

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Lanjutan

4. Perhitungan % Kadar Sampel

% Kadar =   100%

Sampel 1 =   100% = 100,59%

Sampel 2 =   100% = 97,17%

Sampel 3 =   100% = 97,31%

Sampel 4 =   100% = 96,43%

Sampel 5 =   100% = 96,60%

Sampel 6 =   100% = 96,95%

5. Analisis Statistika untuk Mencari Kadar Sampel yang Sesungguhnya

No. X (%) X ̅ (X ̅ 2
1. 97,17 0,29 0,0841
2. 96,84 -0,04 0,0016
3. 97,31 0,43 0,1849
4. 96,43 -0,45 0,2025
5. 96,60 -0,28 0,0784
6. 96,95 0,07 0,0049
∑ 581,30 0,5564
̅

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Lanjutan

∑ ̅
SD = √

=√

= 0,3336

Pada interval kepercayaan 99%, dengan nilai α = 0,005, dk = n-1 = 6-1 = 5

Diperoleh ttabel = 4,0321

Data diterima jika thitung < ttabel

̅
thitung = | |
⁄√

thitung Sampel 1 = | | = 2,1292


⁄√

thitung Sampel 2 = | | = 0,2937


⁄√

thitung Sampel 3 = | | = 3,1571


⁄√

thitung Sampel 4 = | | = 3,3040


⁄√

thitung Sampel 5 = | | = 2,0558


⁄√

thitung Sampel 6 = | | = 0,5140


⁄√

Dari data diatas, thitung < ttabel maka semua data diterima.

83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Lanjutan

Kadar parasetamol sebenarnya dapat digunakan rumus:

=̅ ttabel 

= 96,88 4,0321 

= (96,88 0,55) %

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Perhitungan Validasi Metode

1. Data Penimbangan dan Tinggi Puncak dari Sampel Tablet Biogesic®

No. Sampel Berat Berat Analit Baku Tinggi


Total Rata-rata (mg) (mg) Puncak
(mg) (mg)
1. 363,6 0,0000 0,7934
2. 363,6 0,0000 0,7942
3. 363,6 0,0000 0,7945
4. 363,6 0,1200 1,1007
5. 363,6 0,1200 1,1001
6. 363,6 0,1200 1,1014
7. 454,5 0,0000 0,9731
8. 454,5 0,0000 0,9735
9. Biogesic® 12984,9 649,2 454,5 0,0000 0,9726
10. 454,5 0,1500 1,3537
11. 454,5 0,1500 1,3554
12. 454,5 0,1500 1,3546
13. 545,4 0,0000 1,1520
14. 545,4 0,0000 1,1525
15. 545,4 0,0000 1,1531
16. 545,4 0,1800 1,6135
17. 545,4 0,1800 1,6145
18. 545,4 0,1800 1,6138

2. Perhitungan Konsentrasi Sampel dengan Persamaan Regresi

Y = 0,0256X + 0,0771

Y = Tinggi puncak

X = konsentrasi (mg/mL)

I. Rentang spesifik 80%

Sebelum penambahan baku

Sampel 1 (Y = 0,7934)

X= = 27,9805 mg/mL

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Lanjutan

Sampel 2 (Y = 0,7942)

X= = 28,0117 mg/mL

Sampel 3 (Y = 0,7945)

X= = 28,0234 mg/mL

Setelah penambahan baku

Sampel 1 (Y = 1,1007)

X= = 39,9844 mg/mL

Sampel 2 (Y = 1,1001)

X= = 39,9609 mg/mL

Sampel 3 (Y = 1,1014)

X= = 40,0117 mg/mL

II. Rentang spesifik 100%

Sebelum penambahan baku

Sampel 1 (Y = 0,9731)

X= = 35,0000 mg/mL

Sampel 2 (Y = 0,9735)

X= = 35,0156 mg/mL

86
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Lanjutan

Sampel 3 (Y = 0,9726)

X= = 34,9805 mg/mL

Setelah penambahan baku

Sampel 1 (Y = 1,3537)

X= = 49,8672 mg/mL

Sampel 2 (Y = 1,3554)

X= = 49,9336 mg/mL

Sampel 3 (Y = 1,3546)

X= = 49,9023 mg/mL

III. Rentang spesifik 120%

Sebelum penambahan baku

Sampel 1 (Y = 1,1520)

X= = 41,9883 mg/mL

Sampel 2 (Y = 1,1525)

X= = 42,0078 mg/mL

Sampel 3 (Y = 1,1531)

X= = 42,0313 mg/mL

87
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Lanjutan

Setelah penambahan baku

Sampel 1 (Y = 1,6135)

X= = 60,0156 mg/mL

Sampel 2 (Y = 1,6145)

X= = 60,0547 mg/mL

Sampel 3 (Y = 1,6138)

X= = 60,0273 mg/mL

3. Perhitungan Bobot Sampel dalam Labu Awal

Bobot sampel = Konsentrasi sampel dengan persamaan regresi  Volume labu

awal

Volume labu awal = 10 mL

I. Rentang spesifik 80%

Sebelum penambahan baku

Sampel 1 = 27,9805 mg/mL  10 mL = 279,805 mg

Sampel 2 = 28,0117 mg/mL  10 mL = 280,117 mg

Sampel 3 = 28,0234 mg/mL  10 mL = 280,234 mg

Setelah penambahan baku

Sampel 1 = 39,9844 mg/mL  10 mL = 399,844 mg

Sampel 2 = 39,9609 mg/mL  10 mL = 399,609 mg

Sampel 3 = 40,0117 mg/mL  10 mL = 400,117 mg

88
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Lanjutan

II. Rentang spesifik 100%

Sebelum penambahan baku

Sampel 1 = 35,0000 mg/mL  10 mL = 350,000 mg

Sampel 2 = 35,0156 mg/mL  10 mL = 350,156 mg

Sampel 3 = 34,9805 mg/mL  10 mL = 349,805 mg

Setelah penambahan baku

Sampel 1 = 49,8672 mg/mL  10 mL = 498,672 mg

Sampel 2 = 49,9336 mg/mL  10 mL = 499,336 mg

Sampel 3 = 49,9023 mg/mL  10 mL = 499,023 mg

III. Rentang spesifik 120%

Sebelum penambahan baku

Sampel 1 = 41,9883 mg/mL  10 mL = 419,883 mg

Sampel 2 = 42,0078 mg/mL  10 mL = 420,078 mg

Sampel 3 = 42,0313 mg/mL  10 mL = 420,313 mg

Setelah penambahan baku

Sampel 1 = 60,0156 mg/mL  10 mL = 600,156 mg

Sampel 2 = 60,0547 mg/mL  10 mL = 600,057 mg

Sampel 3 = 60,0273 mg/mL  10 mL = 600,273 mg

89
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Lanjutan

4. Perhitungan % Recovery

% Re =  100%

I. Rentang spesifik 80%

% Re Sampel 1 =  100% = 100,03%

% Re Sampel 2 =  100% = 99,58%

% Re Sampel 3 =  100% = 99,90%

II. Rentang spesifik 100%

% Re Sampel 1 =  100% = 99,11%

% Re Sampel 2 =  100% = 99,45%

% Re Sampel 3 =  100% = 99,48%

III. Rentang spesifik 120%

% Re Sampel 1 =  100% = 100,15%

% Re Sampel 2 =  100% = 100,26%

% Re Sampel 3 =  100% = 99,98%

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Lanjutan

5. Data Hasil Persen Perolehan Kembali

Rentang Konsentrasi Konsentrasi Baku yang %


spesifik setelah sebelum ditambahkan Recovery
penambahan penambahan
baku baku
279,805 mg 399,844 mg 100,03%
80% 280,117 mg 399,609 mg 120 mg 99,58%
280,234 mg 400,117 mg 99,90%
350,000 mg 498,672 mg 99,11%
100% 350,156 mg 499,336 mg 150 mg 99,45%
349,805 mg 499,023 mg 99,48%
419,883 mg 600,156 mg 100,15%
120% 420,078 mg 600,547 mg 180 mg 100,26%
420,313 mg 600,273 mg 99,98%

6. Perhitungan RSD

No. % Recovery X ̅ (X ̅ 2

(X)
1. 100,03 0,26 0,0676
2. 99,58 -0,19 0,0361
3. 99,90 0,13 0,0169
4. 99,11 -0,66 0,4356
5. 99,45 -0,32 0,1024
6. 99,48 -0,29 0,0841
7. 100,15 0,38 0,1444
8. 100,26 0,49 0,2401
9. 99,98 0,21 0,0441
∑ 897,94 1,1713
̅

91
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Lanjutan

∑ ̅
SD = √

=√

= 0,3826

RSD = ̅  100%

=  100%

= 0,38%

7. Perhitungan LOD dan LOQ

Y = 0,0256X + 0,0771

1. X = 0

Yi = 0,0256 (0) + 0,0771 = 0,0771

2. X = 10

Yi = 0,0256 (10) + 0,0771 = 0,3331

3. X = 30

Yi = 0,0256 (30) + 0,0771 = 0,8451

4. X = 50

Yi = 0,0256 (50) + 0,0771 = 1,3571

5. X = 70

Yi = 0,0256 (70) + 0,0771 = 1,8691

6. X = 90

Yi = 0,0256 (90) + 0,0771 = 2,3811

92
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Lanjutan

No. Konsentrasi Tinggi Yi (Y – Yi) (Y – Yi)2


(X) Vibrasi (Y)
1. 0 0,0859 0,0771 0,0088 0,00007744
2. 10 0,3330 0,3331 -0,0001 0,00000001
3. 30 0,8170 0,8451 -0,0281 0,00078961
4. 50 1,3808 1,3571 0,0237 0,00056169
5. 70 1,8623 1,8691 -0,0068 0,00004624
6. 90 2,3839 2,3811 0,0028 0,00000784
∑ 250 6,8629 6,8626 0,0003 0,00148283
̅ ̅

∑ –
=√

=√

= 0,0193

LOD = 3  / Slope

=3

= 2,2617 mg/mL

LOQ = 10  / Slope

= 10 

= 7,5391 mg/mL

93
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Daftar Nilai Distribusi t

94
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Sertifikat Pengujian Parasetamol

95
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai